Virologi Cacar.docx

  • Uploaded by: Elsa Jamilah Oktavia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Virologi Cacar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,621
  • Pages: 6
A.

KOMPLIKASI

1. Infeksi sekunder Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan menyebabkan selulitis, furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan pada kelompok umur dibawah 5 tahun. Dijumpai pada 5-10 % anak. Adanya infeksi sekunder bila manifestasi sistemik tidak menghilang dalam 3-4 hari atau bahkan memburuk. 2. Otak Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas. Acute postinfectious cerebellar ataxia merupakan komplikasi pada otak yang paling banyak ditemukan ( 1: 4000 kasus varisela ). Ataxia timbul tiba-tiba biasanya pada 2-3 minggu setelah varisela dan menetap selama 2 bulan. Klinis mulai dari yang ringan sampai berat, sedangkan sensorium tetap normal walaupun ataxia berat. Prognosis keadaan ini baik, walaupun beberapa aanak dapat mengalami inkoordinasi atau dysarthria. Ensefalitis dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah timbulnya rash. Biasanya bersifat fatal. 3. Pneumonitis Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan, neonatus, imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan seorang bayi umur 13 hari dengan komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari. Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk, sesak napas, dan kadangkadang sianosis serta hemoptoe. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran nodular yang radio-opak pada kedua paru. 4. Sindrom Reye Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala yaitu nausea dan vomitus, hepatomegali, dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan SGPT dan SGOT serta ammonia. 5. Herpez zoster https://www.deherba.com/penyakit-cacar-api-penyebab-gejala-dan-pengobatannya.html Cacar api sering juga disebut dengan istilah "cacar ular", atau dalam bahasa medisnya adalah “herpes zoster” atau “shingles” . Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus Varicella zoster—virus yang sama yang menjadi penyebab penyakit cacar air. Cacar api berasal dari penyakit cacar air yang tidak diatasi secara tuntas sehingga virus masih hidup dalam tubuh lalu menunggu sampai kondisi imunitas tubuhnya menurun. Dan di saat itulah pasien bisa mengalami cacar api. Virus Varicella zoster ini bisa hidup dalam waktu yang relatif lama dalam tubuh dalam keadaan pasif sampai menunggu kondisi tubuh melemah lalu menjadi aktif dan menyerang tubuh.

Beberapa kondisi yang bisa memicu penurunan kondisi imunitas antara lain usia tua, diabetes, HIV, terapi dengan pengobatan tertentu, serta kelainan hormon tiroid tertentu. Ini pula sebabnya kebanyakan kasus cacar api terjadi pada orang lanjut usia.

Infeksi pertama kali oleh virus ini menyebabkan cacar air. Infeksi pertama dengan virus tersebut menyebabkan kekebalan dalam jangka waktu lama (dipercaya sampai seumur hidup). Itu sebabnya seseorang tidak terkena cacar air untuk kedua kalinya. Setelah infeksi pertama, virus tersebut akan menetap di dalam tubuh namun tidak aktif sampai nanti timbul kekambuhan. Kekambuhan umunya disebabkan karena sistem imunitas atau daya tahan tubuh terhadap virus varisela-zoster telah hilang. Kekambuhan ini akan menyebabkan penyakit herpes zoster, yang umumnya muncul di atas usia 50 tahun B.

DIAGNOSA LABORATORIUM

PEMERIKSAAN FISIK Lesi kulit yang khas, berupa : • Lesi klasik berupa “air mata” berbentuk oval dengan kemerahan pada kulit bagian dasarnya. • Lesi kulit timbul pada tubuh dan wajah, dengan diawali bentola kemerahan yang membesar selama 12 – 14 hari menjadi besar, berair, berisi nanah dan kering. • Lesi biasanya terletak pada sentral tubuh atau anggota gerak bagian proksimal (lengan, paha) dan menyebar ke bawahnya tetapi tidak terlalu banyak. • Lesi yang terdapat diseluruh tubuh terdiri atas lesi kulit yang tidak seragam (berbeda stadium erupsinya). • Benjolan berair dapat timbul di mukosa (mulut, penis, vagina) membentuk luka yang tidak dalam. • Suhu tubuh pasien akan meningkat sampai 39,5 C selama 3 – 6 hari setelah terbentuknya lesi kulit. • Benjolan dapat berdarah.

Satria perwira, 4 juni 2009 https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=11&ved=0ahUKEwi0h pqTkKfUAhXLvY8KHTlJC0YQFghNMAo&url=https%3A%2F%2Fsatriaperwira.wordpress.co m%2F2009%2F06%2F04%2Fvaricella-zooster-virus-vzv-dr-beberapasumber%2F&usg=AFQjCNHtHSPnTLlvccB3jzxYwA005vRKUw&cad=rja Deteksi dini

Diagnose pada apakah seseorang dikatakn terinfeksi atau tidak ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesa , adanya gejala klinik berupa demam, malaise (prodromal ) yang disertai ruam yang khas pada kulit, dan riwayat perjalanan penyakit 2. Pemeriksaaan fisik ditemukannya ruam yang khas tersebut pada kulit, dan lokalisasi yang khas diawali di bagian sentral tubuh (ruam papulovesikuler, polimorfik, penyebaran sentrifugal, lesi bergelombang ) 3. Diagnosa dapat ditunjang dengan pemeriksaan berupa : a. Laboratorium : lekopeni pada 72 jam pertama dan selanjutnya lekositosis menunjukkan terjadi viremia sekunder. Lekositosis yang sangat berlebihan dapat merupakan pertanda adanya infeksi sekunder. Umumnya pada infeksi varisela ditemukan limfositosis relatif dan absolut. b. Kultur virus dari dasar vesikel, c. Pemeriksaan dengan mikroskop electron d. Tes serologic dan material biopsy PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium tidak perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis varisela karena gambaran klinis telah jelas. Pada pemeriksaan darah tidak memberikan gambaran yang spesifik. Kebanyakan anak akan terjadi leukopenia dalam 3 hari pertama kemudian diikuti dengan leukositosis. Leukositosis hebat dapat menunjukkan adanya infeksi bakteri sekunder. Namun, ini tidak mutlak karena pada umumnya anak tidak menunjukkan adanya leukositosis hebat walaupun sudah terjadi infeksi sekunder kuman (Rampengan, 2005). Untuk pemeriksaan varisela, bahan diambil dari dasar vesikel dengan cara kerokan atau apusan dan dicat dengan Giemsa, Hematoksilin Eosin (HE) atau apusan Tzanck. Dari bahan ini akan terlihat sel-sel raksasa (giant cell) yang multi nucleus dan epitel sel dengan berisi Acidophilic Inclusion Bodies. Akan tetapi, pemeriksaan ini tidak cukup spesifik untuk menentukan varisela dan untuk lebih memastikan dapat dilakukan pemeriksaan imunofluoresen, sehingga terlihat antigen virus intrasel (Rampengan, 2005). Isolasi virus dapat dilakukan dengan menggunakan fibroblast pada embrio manusia. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel, kadang-kadang dari darah (Robbins, 1992).

Antibodi terhadap varisela dapat dideteksi dengan pemeriksaan Complemen Fixation Test, Neutralization Test, FAMA, IAHA, ELISA. Dibandingkan dengan tes di atas, sensitivitas Complemen Fixation Test rendah. Pemeriksaan foto toraks tidak patognomonis pada penyakit varisela, foto toraks dilakukan pada penderita dengan panas tinggi untuk mengesampinkan pneumonia (Robbins, 1992). DIAGNOSIS Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan dengan anamnesis dan gambaran klinis yang khas berupa : 1. Timbulnya erupsi papulo vesikular yang bersamaan dengan demam yang tidak terlalu tinggi. 2. Perubahan-perubahan yang cepat dari makula menjadi papula kemudian menjadi vesikel dan akhirnya menjadi krusta. 3. Gambaran lesi berkelompok dengan distribusi paling banyak pada tubuh lalu menyebar ke perifer, yaitu muka, kepala, dan ektremitas. 4. Membentuk ulkus putih keruh pada mukosa mulut. 5. Terdapat gambaran yang polimorf (Rampengan, 2005)

Diagnosis klinik varisela pada anak-anak, saat ini varisella (smallpox) telah dieradikasi, biasanya tidaklah sulit. Ruam mempunyai karakteristik dan jarangkali dibutuhkan untuk dibedakan dari eksantem enterovral, infeksi S. aureus, rekasi obat, dermatitis kontak dan penyebaran infeksi HSV-1. Diagnosis dengan kultur dari cairan vesikel kurang sensitif untuk HSV atau CMV dan dapat membutuhkan waktu 7 hari. Metode ini telah diganti dengan metode shellvial sensitive dan ebih cepat, dimana hasilnya diberikan dalam waktu 1-3 hari. Deteksi yang lebih cepat, sensitif, dan spedifik dapat membentu sistem dasar kultur dimasa depan sebagaimana pewarnaan PCR multiple menjadi lebih sering untuk digunakan. Mengambil dasar vesikel mungkin dapat menunjukkan sel raksasa multinukleasi, dimana tidak dapat jelas dibedakan dari HSV. Bagaimanapun, immunofluorescence pada kultur atau mengambil dengan menggunakan antibodi spesifik dapat membedakan antara HSV-1, HSV-2, dan VZV. Deteksi serologis IgM dan tingginya titer atau empatkali peningkatan IgG anti VZV antibodi dapat berguna dalam beberapa kasus. Deteksi dari IgM dapat meunjukkan infeksi primer (chicken pox), dimana baik tinggi titernya atau empat kali peningkatan igG mengindikasikan rekurensi. Bagaimanapun, peningkatan IgM juga dapat terlihat pada rekurensi. Diagnosis klinis herpes zoster virus pada orang dewasa juga biasanya tidak sulit dalam memberikan karakteristik pola dermatom. Differensial Diagnosis Differensial diagnosis dari infeksi varicella sendiri termasuk infeksi yang dapat menimbulkan vesikular exanthema, seperti infeksi herpes secara umum, hand-foot-mouth infection dan exanthema enteroviral lainnya. Dahulu, variola dan vaccinia merupakan differensial diagnosis

yang penting namun infeksi ini sudah sangat jarang ditemukan. Herpes simpleks dapat dibedakan dari pengelompokan vesikelnya, lokasi, dan tes immunoflorescent atau kultur, jika perlu. Tes Tzanck dapat membantu membedakan varicella dengan enteroviral penyebab exanthem lainnya dengan memperlihatkan multinucleated giant cell pada infeksi Herpes zoster. DIAGNOSA BANDING Beberapa penyakit mempunyai ruam yang sama dengan varisela antara lain (William , 2002:Mehta, 2006) 1. Small pox / cacar (ruam terkonsentrasi pada ekstremitas dan muncul pada fase yang sama) 2. Infeksi coxsackir virus (lebih sedikit ruam dn tidak menyebabkan krusta) 3. Impertigo (lebih sedikit ruam, tidak adda vasikel klasik. Pewarnaan gram positif, respon terhadap agen antimikrba, lesi perioral atau periferal) 4. Papular urtikaria (riwayat gigitas serangga, ruam nonvesikuler) 5. Skabies (tidak ada vesikel yang khas) 6. Parapsoaris jarang terjadi pada anak dibawah 10 tahun, kronik atau keruren, sering terdapat riwatar varisella sebelumnya) 7. Ricketsialpox (bekas gigitan kutu, ruam yang lebih kecil, tidak berkusta), dermattis herpetifortis (urtikaria kronis, pigmentasi residual) 8. Dermatitis kontak 9. Infeksi enterovirus 10. Infeksi herpes simplex virus Pemeriksaan Laboratorium  Pada pemeriksaan darah tidak memberikan gambaran yang spesifik.  Untuk pemeriksaan varicella bahan diambil dari dasar vesikel dengan cara kerokan atau apusan dan dicat dengan Giemsa dan Hematoksilin Eosin, maka akan terlihat sel-sel raksasa (giant cell) yang mempunyai inti banyak dan epitel sel berisi Acidophilic Inclusion Bodies atau dapat juga dilakukan pengecatan dengan pewarnaan imunofluoresen, sehingga terlihat antigen virus intrasel.  Isolasi virus dapat dilakukan dengan menggunakan fibroblast pada embrio manusia. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel, kadang-kadang ada darah.  Antibodi terhadap varicella dapat dideteksi dengan pemeriksaan Complemen Fixation Test, Neurailization Test, FAMA, IAHA, dan ELISA. C. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM Pemeriksaaan laboratorium tidak dibutuhkan untuk diagnosis karena varisela dapat terlihat dari gejala klinis. Kebanyakan pada anak-anak denganvarisela terjadi leukopeni pada 3 hari pertama, kemudian diikuti dengan leukositosis. Leukositosis mengindikasikan adanya infeksi bakteri sekunder, tetapi tidak selalu. Kebanyakan pada anak-anak dengan infejsi bakteri sekunder tidak terjadi leukositosis. Pemeriksaan serologi digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi yang lalu untuk menentukan status kerentanan pasien . hal ini berguna untuk menentukan terapi pencegahan pada dewasa yang terekspos

dengan varisela. Identifikasi virus varisela zoster secara cepat diindikasikan pada kasus yang parah atau penyakit belum jelas yang membutuhkan pengobatan antiviral dengan cepat. Metode yang paling spesifik yang digunakan adalah indirect fluorescent antybody (IFA), flourescent antybody to membrane antigen (fama), neutrlization test (nt), dan radioimunoassay (ria). Tes serologis tidak diperlukan pada anak, karena infeksi pertama memberikan imunitas yang pasti pada anak D.

Isolasi virus

Isolasi virus dapat dilakukan dengan menggunakan fibroblast pada embrio manusia. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel, kadang-kadang dari darah

Related Documents


More Documents from "Hastho W Atomo"

Virologi Cacar.docx
November 2019 7
Kel 1.docx
November 2019 19
Helvoni.docx
November 2019 18
Ppt Pi.pptx
November 2019 20
Elsa Castillo Lucio
May 2020 26