Moch. Rum Alim. ANALISIS KETERKAITAN DAN KESENJANGAN EKONOMI INTRA DAN INTERREGIONAL JAWA-SUMATERA. Disertasi. IPB. 2006
VII. SKENARIO KEBIJAKAN PEMERATAAN EKONOMI INTERREGIONAL JAWA DAN SUMATERA Sebagaimana telah diuraikan pada Bab sebelumnya bahwa simulasi dilakukan dengan maksud untuk menemukan alternatif kebijakan pemerataan ekonomi antara Jawa dan Sumatera. Berkenaan dengan ini, dirancang 11 skenario yang terdiri atas tiga skenario yang disebutkan pertama untuk simulasi fragmen pertama, enam skenario berikutnya untuk simulasi fragmen kedua, dan dua skenario terakhir untuk simulasi fragmen ketiga. Tiga skenario pada fragmen pertama dimaksudkan untuk mengetahui struktur ekonomi masing-masing wilayah. Dalam hal ini stimulus ekonomi diberikan kepada sektor produksi di kedua wilayah secara bersamaan (simultan). Simulasi fragmen pertama ini dinamakan “Skenario Struktur Ekonomi”. Enam skenario pada fragmen kedua dimaksudkan untuk mengetahui sensifitas suatu wilayah terhadap perubahan ekonomi wilayah lain, sekaligus menemukan alternatif kebijakan. Dalam hal ini stimulus ekonomi diberikan kepada sektor produksi pada kedua wilayah secara terpisah. Simulasi fragmen kedua ini dinamakan “Skenario Arus Balik”. Selanjutnya, dua skenario terakhir pada fragmen ketiga dimaksudkan untuk melihat dampak dari kebijakan distribusi pendapatan kepada rumahtangga (household) golongan berpendapatan rendah. Dalam hal ini stimulus ekonomi diberikan kepada (neraca) pendapatan institusi di kedua wilayah secara terpisah. Simulasi fragmen ketiga ini dinamakan “Skenario Distribusi Pendapatan Rumahtangga”. 7.1. Analisis Skenario Struktur Ekonomi Skenario satu adalah stimulus ekonomi sebesar 10 miliar rupiah terhadap setiap sektor primer di Jawa dan di Sumatera. Hasil simulasi (Tabel 24)
187 menunjukkan
bahwa skenario
satu mengakibatkan
total
output dalam
perekonomian Jawa meningkat sebesar 280.47 miliar rupiah dan dalam perekonomian Sumatera sebesar 173.19 miliar rupiah. Peningkatan output tertinggi dalam kelompok sektor primer terjadi pada sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya, yakni di Jawa (TPTJ) sebesar 30.47 miliar rupiah dan di Sumatera (TPTS) sebesar 25.31 miliar rupiah. Secara agregat, stimulus pada sektor primer tersebut memberikan dampak kenaikan output sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa yang paling tinggi, lebih tinggi dari semua sektor primer yang memperoleh stimulus ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya sektor perdagangan, restoran dan hotel cukup berperanan dalam perekonomian Jawa, sehingga sektor ini akan memperoleh efek multiplier yang lebih besar dari setiap guncangan output pada sektor manapun. Selanjutnya, dalam perekonomian Jawa terdapat 15 sektor yang mengalami peningkatan output di atas 10 miliar rupiah, sedangkan di Sumatera hanya tujuh sektor. Ini berarti bahwa di Jawa terdapat tujuh sektor di luar kelompok sektor primer yang mengalami peningkatan output di atas 10 miliar rupiah, sedangkan di Sumatera hanya dua sektor. Sektor-sektor di luar kelompok sektor primer yang peningkatannya diatas peningkatan output sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya hanya terjadi di Jawa, yakni sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHJ) dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau (IMMJ), masingmasing sebesar 48.87 miliar rupiah dan 39.47 miliar rupiah. Selain itu, total dampak tidak langsung dari skenario satu terhadap sektor primer di Jawa sebesar 44.31 miliar rupiah yang dikontribusikan oleh sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (TPTJ) sebesar 20.47 miliar rupiah, sektor
188 peternakan (PTRJ) 6.96 miliar rupiah, sektor kehutanan dan perburuan (KPRJ) 2.05 miliar rupiah, sektor perikanan (PRKJ) 5.46 miliar rupiah, dan sektor pertambangan dan penggalian (PPGJ) 9.37 miliar rupiah. Total dampak skenario satu terhadap lima sektor industri pengolahan sebesar 72.34 miliar rupiah dan terhadap lima sektor jasa (tidak termasuk sektor konstruksi dan jasa pemerintah) sebesar 102.55 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario satu dalam perekonomian Jawa adalah kelompok sektor jasa, sektor industri pengolahan, dan sektor primer. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Jawa lebih dominan daripada sektor primer. Disisi lain, total dampak tidak langsung dari skenario satu terhadap kelompok sektor primer di Sumatera sebesar 37.98 miliar rupiah yang dikontribusikan oleh sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (TPTS) sebesar 15.31 miliar rupiah, sektor peternakan (PTRS) 7.93 miliar rupiah, sektor kehutanan dan perburuan (KPRS) 1.86 miliar rupiah, sektor perikanan (PRKS) 7.68 miliar rupiah, dan sektor pertambangan dan penggalian (PPGS) 5.20 miliar rupiah. Total dampak skenario satu terhadap lima sektor industri pengolahan di Sumatera sebesar 36.94 miliar rupiah dan terhadap lima sektor jasa (tidak termasuk sektor konstruksi dan jasa pemerintah) sebesar 47.70 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario satu dalam perekonomian Sumatera adalah kelompok sektor jasa, sektor primer, dan sektor industri pengolahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan sektor primer dalam perekonomian Sumatera lebih dominan daripada sektor industri pengolahan.
189 Dampak skenario satu terhadap pendapatan rumahtangga (Tabel 25) menunjukkan bahwa total kenaikan pendapatan rumahtangga di Jawa sebesar 280.47 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 152.39 miliar rupiah. Golongan rumahtangga di Jawa yang memperoleh kenaikan pendapatan tertinggi adalah rumahtangga golongan rendah kota (82.28 miliar rupiah) dan yang terendah adalah golongan atas desa (22.53 miliar rupiah). Sedangkan di Sumatera, rumahtangga pengusaha tani (RPTS) memperoleh kenaikan pendapatan tertinggi (38.52 miliar rupiah) dan rumahtangga golongan atas desa memperoleh kenaikan pendapatan terendah (13.88 miliar rupiah). Ini berarti golongan rumahtangga yang memperoleh manfaat yang paling besar dari stimulus ekonomi pada sektor primer adalah rumahtangga golongan rendah kota di Jawa dan golongan pengusaha tani di Sumatera. Selanjutnya, rasio multiplier pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga (Tabel 26) menunjukkan bahwa skenario satu menimbulkan distribusi kenaikan pendapatan di antara berbagai golongan rumahtangga baik di Jawa maupun di Sumatera secara agregat cenderung divergen. Namun, distribusi kenaikan pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga di Sumatera relatif lebih baik dari distribusi kenaikan pendapatan di Jawa. Secara parsial, basis rasio terkecil menunjukkan bahwa distribusi kenaikan pendapatan antara rumahtangga golongan atas desa dan rumahtangga buruh tani, baik di Jawa maupun di Sumatera cenderung konvergen, edangkan yang lainnya cenderung divergen. Disisi lain, basis rasio terbesar menunjukkan bahwa distribusi kenaikan pendapatan yang relatif ke arah konvergen terjadi antara rumahtangga pengusaha tani dan rumahtangga golongan rendah kota di Sumatera, sedangkan di Jawa
190 terjadi antara rumahtangga golongan rendah kota dan rumahtangga golongan atas kota. Selain itu, terdapat hal yang menarik dari skenario satu yaitu bahwa kenaikan pendapatan rumahtangga kota (GRKJ dan GAKJ) lebih tinggi dari golongan rumahtangga lainnya. Ini berarti, golongan rumahtangga kota di Jawa memiliki faktor produksi yang lebih besar pada sektor primer dibandingkan golongan rumahtangga lainnya. Selanjutnya, skenario dua adalah stimulus ekonomi di Jawa dan Sumatera pada sektor-sektor industri pengolahan sebesar masing-masing 10 miliar rupiah. Hasil skenario dua menunjukan bahwa peningkatan total output di Jawa sebesar 290.26 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 174.19 miliar rupiah. Peningkatan output sektoral tertinggi dalam kelompok industri pengolahan terjadi pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ) sebesar 49.55 miliar rupiah dan di Sumatera (IMMS) sebesar 31.59 miliar rupiah. Di Jawa dampak tidak langsung dari skenario dua terhadap IMMJ sebesar 39.55 miliar rupiah, industri pemintalan, tekstil dan kulit (IPTJ) 13.00 miliar rupiah, industri kayu dan barang dari kayu (IKKJ) 3.97 miliar rupiah, industri kertas, barang percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya (IKRJ) 5.50 miliar rupiah, dan industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen, dan logam dasar (IKPJ) sebesar 21.21 miliar rupiah. Total dampak tidak langsung skenario dua terhadap kelompok sektor industri pengolahan di Jawa sebesar 83.23 miliar rupiah. Disisi lain, total dampak tidak langsung dari skenario dua terhadap lima sektor primer di Jawa sebesar 44.23 miliar rupiah dan terhadap lima sektor jasa (tidak termasuk sektor konstruksi dan jasa pemerintah) sebesar 108.88 miliar rupiah. Dengan
191 demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario dua dalam perekonomian Jawa adalah kelompok sektor jasa, sektor industri pengolahan, dan sektor primer. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Jawa lebih dominan daripada sektor primer. Sementara itu, total dampak tidak langsung dari skenario dua terhadap kelompok sektor industri pengolahan di Sumatera sebesar 37.28 miliar rupiah yang dikontribusikan oleh IMMS sebesar 21.59 miliar rupiah, industri pemintalan, tekstil dan kulit (IPTS) 3.62 miliar rupiah, industri kayu dan barang dari kayu (IKKS) 2.41 miliar rupiah, industri kertas, barang percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan lainnya (IKRS) 1.41 miliar rupiah, dan industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen, dan logam dasar (IKPS) sebesar 8.23 miliar rupiah. Disisi lain, total dampak tidak langsung dari skenario dua terhadap lima sektor primer di Sumatera sebesar 36.94 miliar rupiah dan terhadap lima sektor jasa (tidak termasuk sektor konstruksi dan jasa pemerintah) sebesar 47.70 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario dua dalam perekonomian Sumatera adalah kelompok sektor jasa, sektor primer, dan sektor industri pengolahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan sektor primer dalam perekonomian Sumatera lebih dominan daripada sektor industri pengolahan. Dampak skenario dua terhadap pendapatan rumahtangga menunjukkan fenomena yang serupa dengan dampak yang ditimbulkan oleh skenario satu, yakni distribusi kenaikan pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga baik di Jawa maupun di Sumatera secara agregat terjadi distribusi yang divergen. Namun demikian, distribusi kenaikan pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga
192 di Sumatera relatif lebih baik dari distribusi kenaikan pendapatan di Jawa. Secara parsial, basis rasio terkecil menunjukkan bahwa distribusi kenaikan pendapatan antara rumahtangga golongan atas desa dan rumahtangga buruh tani di Jawa dan di Sumatera cenderung konvergen, sedangkan yang lainnya cenderung divergan. Sedangkan basis rasio terbesar menunjukkan bahwa distribusi kenaikan pendapatan yang relatif ke arah konvergen terjadi antara rumahtangga pengusaha tani dan rumahtangga golongan rendah kota di Sumatera dan di Jawa terjadi antara rumahtangga golongan rendah kota dan rumahtangga golongan atas kota. Skenario tiga adalah stimulus ekonomi di Jawa dan di Sumatera pada sektorsektor jasa, kecuali sektor listrik, gas dan air dan sektor konstruksi, masingmasing sebasar 10 miliar rupiah. Hasil skenario tiga menunjukan bahwa peningkatan total output di Jawa sebesar 291.01 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 175.10 miliar rupiah. Peningkatan output sektoral tertinggi dalam kelompok jasa di Jawa terjadi pada sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHJ) sebesar 59.35 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 33.07 miliar rupiah. Total dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap kelompok sektor jasa di Jawa sebesar 88.98 miliar rupiah yang dikontribusikan oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHJ) sebesar 49.35 miliar rupiah, transportasi dan komunikasi (TPKJ) 14.39 miliar rupiah, keuangan dan perbankan (KPKJ) 12.42 miliar rupiah, dan jasa-jasa lainnya (JJLJ) 22.82 miliar rupiah. Disisi lain, total dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap lima sektor primer di Jawa sebesar 44.40 miliar rupiah dan terhadap lima sektor industri pengolahan sebesar 83.09 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario tiga dalam perekonomian Jawa adalah kelompok sektor jasa, sektor
193
Tabel 24. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Output Sektor Produksi Sektor Produksi TPTS PTRS KPRS PRKS PPGS IMMS IPTS IKKS IKRS IKPS LGAS KNIS PRHS TPKS KPKS JJLS
Skenario 1 Impact 25.31 17.93 11.86 17.68 15.20 21.71 3.57 2.26 1.27 8.13 2.15 0.59 22.61 9.68 4.99 8.27
Skenario 2 Impact 15.31 7.91 2.02 7.69 5.32 31.59 13.62 12.41 11.41 18.23 2.27 0.82 22.57 9.67 5.05 8.30
Skenario 3 Impact 15.53 8.06 1.81 7.82 5.15 22.10 3.62 2.29 1.26 8.26 7.19 5.58 33.07 19.84 15.07 13.44
Total
173.19
174.19
175.10
Skenario 4 Impact 2.36 1.26 0.39 1.29 1.17 3.46 0.62 0.44 0.31 1.48 0.31 0.07 3.76 1.71 0.88 1.42 20.9 1
Skenario 5 Impact 22.94 16.67 11.47 16.39 14.03 18.25 2.95 1.82 0.96 6.65 1.84 0.51 18.85 7.97 4.11 6.86
Skenario 6 Impact 2.50 1.33 0.39 1.36 1.18 3.65 0.64 0.46 0.30 1.54 0.33 0.08 3.96 1.79 0.92 1.49
Skenario 7 Impact 12.80 6.58 1.63 6.34 4.13 27.94 12.97 11.96 11.11 16.70 1.94 0.75 18.62 7.89 4.13 6.81
Skenario 8 Impact 2.33 1.24 0.37 1.28 1.13 3.43 0.61 0.43 0.29 1.46 0.31 0.07 3.73 1.69 0.86 1.40
Skenario 9 Impact 13.20 6.82 1.44 6.55 3.96 18.69 3.01 1.87 0.96 6.79 1.87 0.50 29.36 18.14 14.20 17.03
152.28
21.91
152.28
20.62
154.38
Skenario 10 Skenario 11 Impact Impact 1.39 9.97 0.75 5.14 0.22 0.96 0.78 4.81 0.68 2.62 2.07 13.97 0.37 2.15 0.26 1.30 0.17 0.60 0.89 4.83 0.18 1.26 0.04 0.25 2.24 13.14 1.02 5.42 0.52 2.71 0.85 5.11 12.43
74.23
Keterangan: TPT = tanaman pangan dan tanaman lainnya, PTR = peternakan, KPR= kehutanan dan perburuan, PRK = perikanan, PPG = pertambangan dan penggalian, IMM = ind. Makanan, minuman & tembakau, IPT = ind. Pemintalan & tekstil, IKK = ind. Kayu & brg. dr kayu, IKR = ind. Kertas, brg cetakan, alat angkutan & lainnya, IKP = ind. Kimia, pupuk, semen & lainnya, LGA = listrik, gas & air, KNI = konstruksi, PRH = perdagangan, restoran & hotel, TPK = transportasi & komunikasi, KPK = keuangan & perbankan, JJL = jasa-jasa lainnya, dan S = Sumatera
194
Tabel 24. Lanjutan Sektor Produksi TPTJ PTRJ KPRJ PRKJ PPGJ IMMJ IPTJ IKKJ IKRJ IKPJ LGAJ KNIJ PRHJ TPKJ KPKJ JJLJ Total Jumlah
Skenario 1 Impact 30.47 16.96 12.05 15.46 19.37 39.47 12.86 3.70 5.28 21.03 5.58 4.02 48.87 14.31 12.34 27.45 289.21 462.39
Skenario 2 Impact 20.39 6.96 2.03 5.47 9.38 49.55 23.00 13.97 15.50 31.21 5.55 3.92 48.93 14.36 12.44 27.60 290.26 464.45
Skenario 3 Impact 20.58 7.02 2.04 5.50 9.26 39.92 12.96 3.72 5.29 21.20 10.60 8.95 59.35 24.39 22.42 32.82 291.01 466.10
Skenario 4 Impact 21.65 14.17 11.24 13.06 14.98 22.25 7.27 1.76 2.76 11.80 3.31 2.32 28.64 8.13 7.00 16.26 186.59 207.50
Skenario 5 Impact 8.82 2.79 0.81 2.40 4.39 17.22 5.59 1.94 2.52 9.23 2.26 1.70 20.24 6.18 5.34 11.20 102.62 254.89
Skenario 6 Impact 11.60 4.15 1.22 3.07 4.85 32.21 17.26 11.77 12.77 21.77 3.28 2.23 28.53 8.07 6.95 16.25 185.98 207.89
Skenario 7 Impact 8.80 2.81 0.81 2.40 4.53 17.33 5.74 2.21 2.73 9.43 2.27 1.69 20.40 6.30 5.50 11.35 104.29 256.57
Skenario 8 Impact 11.88 4.27 1.23 3.14 4.89 22.85 7.43 1.79 2.79 12.05 3.36 2.24 39.37 18.27 17.13 26.79 189.47 210.09
Skenario 9 Impact 8.72 2.76 0.80 2.38 4.29 17.13 5.53 1.95 2.47 9.13 2.23 1.66 20.01 6.10 5.27 11.08 101.51 255.89
Skenario 10
Skenario 11
Impact 8.69 3.09 0.83 2.23 2.98 16.49 5.21 1.23 1.78 8.28 2.15 1.23 18.91 5.32 4.46 11.66 94.54 106.97
Impact 5.08 1.55 0.45 1.38 2.44 10.10 3.18 1.14 1.41 5.27 1.25 0.93 11.33 3.47 2.99 6.26 58.22 132.45
Keterangan: TPT = tanaman pangan dan tanaman lainnya, PTR = peternakan, KPR= kehutanan dan perburuan, PRK = perikanan, PPG = pertambangan dan penggalian, IMM = ind. Makanan, minuman & tembakau, IPT = ind. Pemintalan & tekstil, IKK = ind. Kayu & brg. dr kayu, IKR = ind. Kertas, brg cetakan, alat angkutan & lainnya, IKP = ind. Kimia, pupuk, semen & lainnya, LGA = listrik, gas & air, KNI = konstruksi, PRH = perdagangan, restoran & hotel, TPK = transportasi & komunikasi, KPK = keuangan & perbankan, JJL = jasa-jasa lainnya, dan J = Jawa
195
Tabel 25. Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Pendapatan Rumahtangga Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5 Skenario 7 Skenario 8 Skenario 9 Skenario 10 Skenario 11 Skenario 6 Impact Impact Impact Impact Impact Impact Impact Impact Impact Impact Impact 17.01 17.19 2.59 2.56 14.59 1.52 17.41 RBTSm 16.76 2.75 14.41 14.01 38.52 38.98 5.60 5.53 33.38 3.29 16.49 RPTSm 37.98 5.96 32.92 32.02 23.69 23.70 3.61 3.56 20.01 2.11 20.30 GRDSm 23.15 3.82 20.07 19.34 13.88 14.29 2.08 2.06 12.28 1.23 6.07 GADSm 13.88 2.22 11.80 11.66 33.59 35.06 4.92 4.88 30.47 2.90 24.54 GRKSm 33.96 5.27 28.67 28.69 25.71 26.03 3.85 3.80 22.18 2.25 11.21 GAKSm 25.36 4.08 21.87 21.28 152.3 155.2 22.6 Total Sm 151.09 24.09 129.74 127.01 22.39 132.91 13.29 96.02 9 5 5 25.92 25.95 15.23 15.39 10.52 18.17 5.92 RBTJw 25.73 15.04 10.69 10.69 52.07 52.09 31.08 31.29 20.70 16.39 11.63 RPTJw 51.66 30.61 21.00 21.05 33.81 33.87 20.02 20.23 13.59 20.65 7.64 GRDJw 33.58 19.76 13.80 13.82 GADJw 22.53 22.35 22.19 12.79 9.44 13.09 9.40 12.99 9.26 7.08 5.21 82.28 85.11 50.49 54.05 31.74 36.43 17.84 GRKJw 83.86 51.51 31.79 32.35 63.85 64.33 38.24 39.05 25.30 20.23 14.21 GAKJw 63.71 37.97 25.61 25.75 280.4 283.7 Total Jw 280.74 167.67 112.32 168.15 113.06 173.00 111.12 118.95 62.45 7 0 432.86 438.95 190.80 195.39 244.04 132.24 158.46 Jumlah 431.83 191.76 242.07 240.07 Keterangan : RBT = rumahtangga buruh tani, RPT = rumahtangga pengusaha tani, GRD = rumahtangga golongan rendah desa, GAD = rumahtangga golongan atas desa, GRK = rumahtangga golongan rendah kota, GAK = rumahtangga golongan atas kota, Sm = Sumatera, dan Jw = Jawa. Rumahtangga
196
Tabel 26. Rasio Multiplir Pendapatan Rumahtangga di Jawa dan Sumatera Atas Dasar Basis Terkecil. Rasio Multiplier Pendapatan Rumahtangga, Basis Terkecil
Rumahtangga S1 RBTSm RPTSm GRDSm GADSm GRKSm GAKSm Rata-rata Sm RBTJw RPTJw GRDJw GADJw GRKJw GAKJw Rata-rata Jw
1.23 2.78 1.71 1.00 2.42 1.85 1.83 1.15 2.31 1.50 1.00 3.65 2.83 2.07
S2
1.20 2.73 1.66 1.00 2.45 1.82 1.81 1.16 2.33 1.52 1.00 3.81 2.88 2.12
S3
1.21 2.74 1.67 1.00 2.45 1.83 1.81 1.16 2.33 1.51 1.00 3.78 2.87 2.11
S4
1.24 2.68 1.72 1.00 2.37 1.84 1.81 1.18 2.39 1.54 1.00 4.03 2.97 2.19
S5
1.22 2.79 1.70 1.00 2.43 1.85 1.83 1.13 2.22 1.46 1.00 3.37 2.71 1.98
S6
1.25 2.69 1.74 1.00 2.37 1.85 1.81 1.16 2.37 1.53 1.00 3.86 2.92 2.14
S7
1.20 2.75 1.66 1.00 2.46 1.83 1.82 1.14 2.24 1.47 1.00 3.44 2.74 2.00
S8
1.24 2.68 1.73 1.00 2.37 1.84 1.81 1.18 2.41 1.56 1.00 4.16 3.01 2.22
S9
1.19 2.72 1.63 1.00 2.48 1.81 1.80 1.14 2.24 1.47 1.00 3.43 2.73 2.00
S10
1.24 2.67 1.72 1.00 2.36 1.83 1.80 2.57 2.31 2.92 1.00 5.15 2.86 2.80
S11
2.87 2.72 3.34 1.00 4.04 1.85 2.64 1.14 2.23 1.47 1.00 3.42 2.73 2.00
Keterangan: S1, ....., S11 = skenario satu sampai dengan skenario sebelas, RBT = rumahtangga buruh tani, RPT = rumahtangga pengusaha tani, GRD = rumahtangga golongan rendah desa, GAD = rumahtangga golongan atas desa, GRK = rumahtangga golongan rendah kota, GAK = rumahtangga golongan atas kota, Sm = Sumatera, dan Jw = Jawa.
197 industri pengolahan, dan sektor primer. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Jawa lebih dominan daripada sektor primer. Sementara itu, total dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap kelompok sektor jasa di Sumatera sebesar 41.42 miliar rupiah yang dikontribusikan oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHS) sebesar 23.07 miliar rupiah, transportasi dan komunikasi (TPKS) 9.84 miliar rupiah, keuangan dan perbankan (KPKS) 5.07 miliar rupiah, dan jasa-jasa lainnya (JJLS) 3.44 miliar rupiah. Disisi lain, total dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap lima sektor primer di Sumatera sebesar 38.37 miliar rupiah dan terhadap lima sektor industri pengolahan sebesar 37.52 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario tiga dalam perekonomian Sumatera adalah kelompok sektor jasa, sektor primer, dan sektor industri pengolahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan sektor primer dalam perekonomian Sumatera lebih dominan daripada sektor industri pengolahan. Selain itu, dampak skenario tiga terhadap pendapatan rumahtangga serupa dengan skenario satu dan skenario dua. Tiga skenario seperti yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa struktur ekonomi di Jawa secara agregat adalah sektor jasa – sektor-industri pengolahan sektor primer (J-I-P) dan di Sumatera adalah sektor jasa – sektor primer – sektor industri pengolahan (J-P-I). Selain itu, skenario satu, skenario dua, dan skenario tiga juga menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan (total output) regional antara Jawa dan Sumatera tidak berimbang bahkan perbedaannya cukup ekstrim. Ini berarti bahwa skenario satu, skenario dua, dan skenario tiga menimbulkan ketimpangan
198 distribusi pendapatan interregional pada kedua wilayah tersebut. Di samping itu, terjadi juga distribusi pendapatan yang divergen antara berbagai golongan rumahtangga di kedua wilayah, baik intra region maupun interregional. 7.2. Analisis Skenario Arus Balik Selanjutnya, untuk mengetahui sensifitas suatu wilayah terhadap perubahan ekonomi wilayah lain akan dilakukan penelaahan terhadap skenario empat sampai dengan skenario sembilan. Skenario empat adalah stimulus ekonomi diberikan kepada kelompok sektor primer di Jawa, masing-masing sektor sebesar 10 miliar rupiah. Sedangkan skenario lima adalah stimulus ekonomi di Sumatera pada sektor yang sama dan jumlah yang sama dengan skenario empat. Hasil dari skenario empat menunjukkan bahwa peningkatan
output total
pada kedua wilayah sebesar 207.50 miliar rupiah yang terdistribusikan ke Jawa (self generate effect) sebesar 186.59 miliar rupiah dan ke Sumatera sebesar 20.91 miliar rupiah. Dampak langsung dari stimulus ekonomi pada sektor primer di Jawa sebesar 50 miliar rupiah dan dampak tidak langsung sebesar 136.59 miliar rupiah. Sedangkan spillover effect ke Sumatera hanya sebesar 20.91 miliar rupiah. Sektor primer di Jawa yang memperoleh dampak kenaikan output tertinggi adalah sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya, yang terdiri atas dampak langsung sebesar 10 miliar rupiah dan dapak tidak langsung sebesar 12.65 miliar rupiah. Sedangkan sektor-sektor di luar sektor primer di Jawa yang memperoleh dampak kenaikan tertinggi adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel (28.64 miliar rupiah), sektor industri makan, minuman dan tembakau (22.25 miliar rupiah), sektor jasa-jasa lainnya (16.26 miliar rupiah), dan sektor industri kimia, pupuk dan logam dasar (11.80 miliar rupiah). Dari
199 sisi pendapatan rumahtangga, nampaknya golongan rumahtangga di Jawa yang paling menikmati kenaikan pendapatan dari stimulus ini adalah adalah rumahtangga golongan rendah kota (51.51 miliar rupiah), rumahtangga golongan atas kota (37.97 miliar rupiah), dan rumahtangga pengusaha tani (30.61 miliar rupiah). Dari sisi ini, sekali lagi nampak bahwa sebagian dari rumahtangga kota di Jawa memiliki kapital yang cukup besar di sektor pertanian walaupun mereka bukan pengusaha tani. Selanjutnya, skenario lima, yaitu stimulus ekonomi di Sumatera pada sektor yang sama dan dengan jumlah yang sama dengan skenario empat. Hasil skenario lima menunjukkan bahwa stimulus ekonomi pada sektor primer di Sumatera menunjukkan bahwa peningkatan output total di kedua wilayah sebesar 254.89 miliar rupiah, lebih besar dari yang dihasilkan skenario empat. Totak kenaikan output tersebut terdistribusikan ke Sumatera (self generate effect) sebesar 152.28 miliar rupiah dan ke Jawa (spillover effect) sebesar 102.62 miliar rupiah. Dampak langsung dari stimulus ekonomi pada sektor primer di Sumatera sebesar 50 miliar rupiah dan dampak tidak langsung sebesar 102.28 miliar rupiah. Dampak tidak langsung yang terjadi di Sumatera dan yang terjadi di Jawa seratif berimbang. Dengan demikian, total dampak tidak langsung yang ditimbulkan oleh stimulus ekonomi pada sektor primer di Sumatera terhadap kenaikan total output kedua wilayah sangat berimbang dibandingkan dengan skenario empat. Sektor primer di Sumatera yang memperoleh dampak kenaikan output tertinggi adalah sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya, yang terdiri atas dampak langsung sebesar 10 miliar rupiah dan dapak tidak langsung sebesar 12.94 miliar rupiah. Sedangkan sektor-sektor di luar sektor primer di Sumatera yang memperoleh dampak kenaikan tertinggi adalah sektor perdagangan,
200 restoran dan hotel, sektor industri makan, minuman dan tembakau, sektor jasa-jasa lainnya. Sedangkan spillover effect ke Jawa yang terbesar terjadi pada sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor industri makanan, minuman dan tembakau, dan sektor jasa-jasa lain. Fenomena spillover effect mengindikasikan bahwa kenaikan awal sektor primer di Sumatera memberikan dampak eksternalitas positif kepada ketiga sektor tersebut di Jawa lebih besar daripada yang diterima oleh sektor-sektor lainnya. Hal ini terjadi melalui dua jalur, yakni menyediakan input yang murah, terutama kepada sektor induatri makan, minuman dan tembakau dan sektor perdagangan, restoran dan tembakau, dan belanja rumahtangga Sumatera kepada ketiga sektor tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan efek multiplier yang besar bagi ketiga sektor di Jawa tersebut. Dari sisi pendapatan rumahtangga, nampak bahwa skenario lima mengakibatkan pendapatan rumahtangga kedua wilayah meningkat sebesar 242.07 miliar rupiah, yang terdistribusikan kepada kenaikan pendapatan rumahtangga di Sumatera sebesar 129.74 miliar rupiah dan di Jawa sebesar 112.32 miliar rupiah. Dampak tidak langsung dari skenario lima terhadap pendapatan rumahtangga di Sumatera sebesar 79.74 miliar rupiah. Sekalipun dampak tidak langsung yang ditimbulkan oleh skenario lima terhadap pendapatan rumahtangga di Sumatera lebih kecil dari dampak tidak langsung terhadap pendapatan tumahtangga di Jawa, namun dari sisi total dampak skenario lima menimbulkan distribusi pendapatan rumahtangga yang relatif merata. Dipihak lain, skenario empat mengakibatkan pendapatan rumahtangga kedua wilayah meningkat sebesar 191.76 miliar rupiah, yang terdistribusikan kepada rumahtangga di Jawa sebesar 167.67 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 24.09
201 miliar rupiah. Dengan demikian skenario lima selain menimbulkan peningkatan pendapatan rumahtangga pada kedua wilayah yang lebih tinggi dari skenario empat, juga mengakibatkan distribusi kenaikan pendapatan rumahtangga interregional relatif lebih merata (konvergen). Skenario enam adalah stimulus ekonomi diberikan kepada kelompok sektor industri pengolahan di Jawa sebesar 50 miliar rupiah yang didistribusikan pada setiap sektor sebesar 10 miliar rupiah. Sedangkan skenario tujuh adalah stimulus ekonomi di Sumatera pada sektor-sektor yang sama dengan skenario enam. Hasil dari skenario enam menunjukkan bahwa peningkatan output total kedua wilayah sebesar 207.89 miliar rupiah yang terdistribusikan pada peningkatan output di Jawa (self-generate effect) sebesar 185.98 miliar rupiah dan peningkatan output total di Sumatera (spillover effect) sebesar 21.91 miliar rupiah. Dipihak lain, skenario tujuh mengakibatkan peningkatan output total di kedua wilayah sebesar 256.57 miliar rupiah yang terdistribusi pada peningkatan output di Sumatera (self- generate effect) sebesar 152.28 miliar rupiah (terdiri dari direct effect 50 miliar rupiah dan indirect effect 102.28 miliar rupiah) dan peningkatan output di Jawa (spillover effect) sebesar 104.29 miliar rupiah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skenario tujuh memberikan dampak terhadap peningkatan output pada kedua wilayah yang lebih besar daripada dampak yang ditimbulkan skenario enam. Selain itu, skenario tujuh juga memberikan dampak terhadap peningkatan total output di masing-masing wilayah (self-generate effect) yang relatif berimbang, sedangkan skenario enam memberikan dampak terhadap peningkatan total output di masing-masing wilayah yang sangat timpang. Ketimpangan peningkatan total output tersebut terjadi karena spillover effect yang
202 ditimbulkan oleh kedua skenario tersebut sangat timpang. Di satu pihak spillover effect yang ditimbulkan oleh skenario enam sangat kecil, sedangkan spillover effect yang ditimbulkan oleh skenario tujuh sangat besar. Salah satu penyebab terjadinya ketimpangan spillover effect adalah: timpangnya keterkaitan antarsektor interregional, di samping timpangnya belanja rumahtangga interregional. Dampak tidak langsung dari skenario enam yang terbesar terjadi pada sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lain di Jawa (JJLJ). Berarti, tiga sektor tersebut menerima manfaat yang paling besar dari stimulus ekonomi pada kelompok sektor industri di Jawa. Di sisi lain, dampak tidak langsung yang ditimbulkan oleh skenario tujuh yang terbesar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran di Sumatera (PRHS), sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Sumatera (IMMS), sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera (TPTS), sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lainnya di Jawa (JJLJ). Dari enam sektor tersebut, sektor yang menerima manfaat yang paling besar dari stimulus ekonomi pada kelompok sektor industri di Sumatera adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa. Dari sisi pendapatan rumahtangga (Tabel 25) total kenaikan pendapatan rumahtangga kedua wilayah yang ditimbulkan oleh skenario enam sebesar 190.80 miliar rupiah yang terdistribusikan kepada rumahtangga di wilayah sendiri (Jawa) sebesar 168.15 miliar rupiah dan ke Sumatera sebesar 22.65 miliar rupiah. Di sisi lain, skenario tujuh menimbulkandan total kenaikan pendapatan rumahtangga kedua
203 wilayah sebesar 240.07 miliar rupiah yang terdistribusikan kepada rumahtangga di wilayah sendiri (Sumatera) sebesar 127.01 miliar rupiah dan kepada rumahtangga di Jawa sebesar 113.06 miliar rupiah. Ini berarti bahwa stimulus ekonomi pada kelompok sektor industri di Sumatera memberikan dampak kenaikan total pendapatan rumahtangga kedua wilayah lebih tinggi daripada yang diberikan oleh stimulus ekonomi pada kelompok sektor yang sama di Jawa dan distribusi antarwilayah lebih merata. Selanjutnya, distribusi pendapatan antargolongan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario enam dan skenario tujuh pada umumnya divergen (Tabel 26). Namun distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario enam terhadap berbagai rumahtngga di Sumatera relatif lebih baik daripada di Jawa, walaupun pada tingkat kenaikan yang rendah. Sementara itu, distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario tujuh terhadap berbagai golongan rumahtangga di Jawa relatif lebih baik daripada yang ditimbulkan oleh skenario enam. Di Sumatera, distribusi pendapatan rumahtangga yang ditimbulkan oleh skenario tujuh mengalami pergeseran jika dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh skenario enam. Pergeseran yang dimaksud adalah bahwa disribusi pendapatan antara rumahtangga golongan atas desa di Sumatera (sebagai rasio patokan) dengan rumahtangga golongan rendah desa, rumahtangga golongan atas kota, dan rumahtangga buruh tani di Sumatera mengalami perbaikan; sedangkan dengan rumahtangga pengusaha tani dan rumahatangga atas kota mengalami kemunduran, namun pada jarak (interval) yang sangat sempit.
204 Berikutnya, skenario delapan adalah stimulus ekonomi diberikan kepada kelompok sektor jasa di Jawa sebesar 50 miliar rupiah yang didistribusikan pada setiap sektor sebesar 10 miliar rupiah. Sedangkan skenario sembilan adalah stimulus ekonomi di Sumatera pada sektor-sektor yang sama dengan skenario delapan. Hasil dari skenario delapan menunjukkan bahwa peningkatan
output total kedua
wilayah sebesar 210.09 miliar rupiah yang terdistribusikan pada peningkatan output di Jawa (self-generate effect) sebesar 189.47 miliar rupiah dan peningkatan output di Sumatera (spillover effect) sebesar 20.62 miliar rupiah. Dipihak lain, skenario sembilan mengakibatkan peningkatan output total di kedua wilayah sebesar 255.48 miliar rupiah yang terdistribusi pada peningkatan output di Sumatera (self- generate effect) sebesar 154.38 miliar rupiah (terdiri dari direct effect 50 miliar rupiah dan indirect effect 104.38 miliar rupiah) dan peningkatan output di Jawa (spillover effect) sebesar 101.51 miliar rupiah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skenario sembilan memberikan dampak terhadap peningkatan output pada kedua wilayah yang lebih besar daripada dampak yang ditimbulkan skenario delapan. Selain itu, skenario sembilan juga memberikan dampak terhadap peningkatan total output di masingmasing wilayah (self-generate effect) yang relatif berimbang, sedangkan skenario delapan memberikan dampak terhadap peningkatan total output intra region yang sangat timpang. Ketimpangan peningkatan total output intra region tersebut terjadi karena spillover effect yang ditimbulkan oleh kedua skenario tersebut sangat timpang. Di satu pihak spillover effect yang ditimbulkan oleh skenario delapan sangat kecil, sedangkan spillover effect yang ditimbulkan oleh skenario sembilan sangat besar. Penyebab terjadinya ketimpangan spillover effect adalah karena keterkaitan
205 antarsektor antarwilayah (interlinkages) sangat timpang dan karena impor rumahtangga di Sumatera atas barang-barang konsumsi yang berasal dari Jawa relatif lebih besar daripada sebaliknya. Dampak tidak langsung dari skenario delapan yang terbesar terjadi pada sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lain di Jawa (JJLJ). Berarti, tiga sektor tersebut menerima manfaat yang paling besar dari stimulus ekonomi pada kelompok sektor jasa di Jawa. Di sisi lain, dampak tidak langsung yang ditimbulkan oleh skenario sembilan yang terbesar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran di Sumatera (PRHS), sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Sumatera (IMMS), sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera (TPTS), sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lainnya di Jawa (JJLJ). Dari enam sektor tersebut, sektor yang menerima manfaat yang paling besar adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa.. Dari sisi pendapatan rumahtangga (Tabel 25) total kenaikan pendapatan rumahtangga kedua wilayah yang ditimbulkan oleh skenario delapan sebesar 195.39 miliar rupiah yang terdistribusikan ke wilayah sendiri (Jawa) sebesar 173.00 miliar rupiah dan ke Sumatera sebesar 22.39 miliar rupiah. Di sisi lain, total kenaikan pendapatan rumahtangga kedua wilayah yang yang ditimbulakn oleh skenario sembilan sebesar 244.04 miliar rupiah yang terdistribusikan ke wilayah sendiri (Sumatera) sebesar 132.91 miliar rupiah dan ke Jawa sebesar 111.12 miliar rupiah. Ini berarti bahwa stimulus ekonomi pada kelompok sektor jasa di Sumatera
206 memberikan dampak kenaikan total pendapatan rumahtangga kedua wilayah lebih tinggi daripada yang diberikan oleh stimulus ekonomi pada kelompok sektor yang sama di Jawa dan distribusi interregional pun tidak merata. Selanjutnya, distribusi pendapatan antargolongan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario delapan dan skenario sembilan pada umumnya divergen (Tabel 26). Namun distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario delapan terhadap berbagai rumahtngga di Sumatera relatif lebih baik daripada di Jawa, walaupun pada tingkat kenaikan yang rendah. Sementara itu, distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario sembilan terhadap berbagai golongan rumahtangga di Jawa relatif lebih baik daripada yang ditimbulkan oleh skenario delapan. Di Sumatera, distribusi pendapatan rumahtangga yang ditimbulkan oleh skenario sembilan mengalami pergeseran jika dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh skenario delapan. Pergeseran yang dimaksud adalah bahwa disribusi pendapatan antara rumahtangga golongan atas desa di Sumatera (sebagai patokan) dengan rumahtangga golongan rendah desa, rumahtangga golongan atas kota, dan rumahtangga buruh tani di Sumatera mengalami perbaikan. Sedangkan dengan rumahtangga pengusaha tani dan rumahatangga atas kota mengalami kemunduran, namun pada jarak (interval) yang sangat sempit. Secara keseluruhan, stimulus ekonomi kepada region Jawa dan region Sumatera secara terpisah (tidak simultan) menunjukkan bahwa stimulus ekonomi pada berbagai sektor produksi di Sumatera memberikan dampak yang jauh lebih baik daripada stimulus ekonomi yang sama di Jawa. Stimulus ekonomi di Sumatera memberikan
207 dampak terhadap kenaikan total output kedua wilayah lebih tinggi dan terdistribusikan secara merata (berimbang). Di samping itu, stimulus ekonomi di Sumatera memberikan dampak terhadap kenaikan total pendapatan rumahtangga yang lebih tinggi dan distribusi pendapatan antargolongan rumahtangga baik intra region maupun interregional relatif lebih berimbang daripada stimulus ekonomi yang sama ke Jawa, ataupun kepada kedua wilayah secara secara silmutan. Hal ini terjadi karena setiap kemajuan ekonomi di Sumatera pada sektor manapun akan mengalir ke Jawa dalam bentuk permintaan impor barang-barang konsumsi (final goods) dan bahan baku (intermediate goods). Kenaikan permintaan impor dari Sumatera tersebut akan menimbulkan efek multiplier dalam perekonomian Jawa, yang pada gilirannya membuat total output Jawa meningkat dan pendapatan rumahtangga juga meningkat. Meningkatnya perekonomian Jawa mendorong perekonomian Sumatera berkembang, tetapi kemudian terserap lagi balik ke Jawa, yang pada akhirnya membuat perekonomian kedua wilayah mengalami peningkatan yang berimbang. 7.3. Analisis Skenario Distribusi Pendapatan Rumahtangga Skenario Distribusi Pendapatan Rumahtangga dimaksudkan untuk melihat pengaruh stimulus ekonomi yang diberikan kepada golongan rumahtangga yang berpenghasilan rendah. Diasumsikan bahwa golongan rumahtangga berpenghasilan rendah tersebar ke dalam tiga kelompok rumahtangga, yaitu rumahtangga buruh tani, rumahtangga golongan rendah desa, dan rumahtangga golongan rendah kota. Stimulus ekonomi ini dilakukan pada masing-masing wilayah secara terpisah, dimana skenario sepuluh adalah stimulus ekonomi kepada tiga golongan rumahtangga
208 tersebut di Jawa sebesar masing-masing 10 miliar rupiah dan skenario sebelas kepada tiga golongan rumahtangga yang sama dengan jumlah yang sama di Sumatera. Dampak yang ditimbulkan oleh skenario sepuluh dan skenario sebelas terhadap output sektor produksi adalah bahwa skenario sepuluh memberikan dampak terhadap peningkatan total output kedua wilayah sebesar 106.97 miliar rupiah yang terdistribusikan pada peningkatan output di Jawa sebesar 94.54 miliar rupiah dan peningkatan total output di Sumatera (spillover effect) sebesar 12.43 miliar rupiah. Dampak
skenario
sepuluh
terhadap
peningkatan
output
sektoral
tertinggi
(peningkatan di atas 10 miliar rupiah) hanya terjadi di Jawa yakni pada sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHJ) sebesar 18.91 miliar rupiah, sektor makanan, minuman dan tembakau (IMMJ) sebesar 16.49 miliar rupiah, dan sektor jasa-jasa lainnya (JJLJ) sebesar 11.66 miliar rupiah. Dipihak lain, skenario sebelas memberikan dampak peningkatan total output kedua wilayah sebesar 132.45 miliar rupiah, yang terdistribusikan pada peningkatan output di Sumatera (self-generate effect) sebesar 74.25 miliar rupiah dan peningkatan total output di Jawa (spillover effect) sebesar 58.22 miliar rupiah. Dampak skenario sebelas terhadap peningkatan output sektoral tertinggi (peningkatan di atas 10 miliar rupiah) tidak hanya terjadi di Sumatera tetapi juga di Jawa yakni pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Sumatera (IMMS) 13.93 miliar rupiah, sektor perdagangan, restoran dan hotel di Sumatera (PRHS) sebesar 13.14 miliar rupiah, sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ) sebesar 11.33 miliar rupiah, sektor industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ) 10.10 miliar rupiah. Dengan demikian, nampak bahwa stimulus ekonomi kepada rumahtangga berpenghasilan rendah di
209 Sumatera memberikan dampak terhadap peningkatan total output kedua wilayah yang lebih tinggi daripada stimulus yang sama di Jawa, serta terdistribusikan kepada kedua wilayah secara lebih merata. Pada sisi dampak terhadap pendapatan rumahtangga, nampaknya bahwa rumahtangga kota di Jawa, baik rumahtangga golongan rendah maupun rumahtangga golongan atas, memperoleh kenaikan pendapatan tertinggi dari skenario sepuluh (dilihat dari sisi indirect effect). Sedangkan skenario sebelas memberikan dampak kenaikan pendapatan terbesar kepada rumahtangga pengusaha tani dan rumahtangga golongan rendah kota di Sumatera. Distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario sepuluh dan skenario sebelas di kedua wilayah pada umumnya divergen. Skenario sepuluh mengakibatkan distribusi pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga di Jawa lebih divergen dibandingkan dengan yang diakibakan oleh skenario sebelas. Sebaliknya, skenario sebelas mengakibatkan distribusi pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga di Sumatera lebih divergen dibandingkan dengan yang diakibakan oleh skenario sepuluh. Sekalipun demikian, distribusi pendapatan antara berbagai golongan rumahtangga antarwilayah yang ditimbulkan oleh skenario sebelas relatif kurang divergen dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh skenario sepuluh. Argumentasi terhadap fenomena yang timbul dari skenario sepuluh dan skenario sebelas adalah bahwa kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar stimulus ekonomi tersebut akan segera dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik pada barang dan jasa yang berasal dari produksi lokal maupun dari wilayah lain. Bila kenaikan pendapatan tersebut dibelanjakan pada barang dan jasa produksi lokal,
210 maka sektor-sektor produksi lokal akan meningkatkan outputnya dan dengan demikian memerlukan tambahan input, baik yang berasal dari dalam wilayah maupun dari luar wilayah. Jalur belanja barang konsumsi lokal dan permintaan input lokal menimbulkan efek multriplier ke dalam wilayah sendiri (self generate effect), sedangkan jalur belanja barang konsumsi dan permintaan input ke wilayah lain akan menimbulkan efek multriplier ke dalam wilayah lain (spillover effect). Dari perspektif ini, nampak bahwa bagian dari kenaikan pendapatan rumahtangga di Sumatera yang dibelanjakan pada berbagai barang dan jasa yang berasal dari Jawa lebih besar dari bagian kenaikan pendapatan rumahtangga Jawa yang dibelanjakan ke Sumatera atau barang-barang yang berasal dari Sumatera. Hal ini terjadi karena sebagian besar barang-barang kebutuhan rumahtangga di Sumatera belum dihasilkan sendiri di dalam wilayah Sumatera, sehingga di impor dari Jawa. Demikian halnya dengan kebutuhan input sektor-sektor produksi di Sumatera. Akibatnya self generate effect yang terjadi di Sumatera relatif lebih kecil dari self generate effect yang terjadi di Jawa dan spillover effect dari Sumatera ke Jawa lebih besar dari spillover effect dari Jawa ke Sumatera. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan output antara kedua wilayah relatif lebih berimbang apabila stimulus ekonomi diberikan kepada rumahtangga berpenghasilan rendah di Sumatera daripada diberikan ke Jawa. 7.4. Rangkuman 1. Fragmen ‘Skenario Struktur Ekonomi’ menunjukkan bahwa stimulus ekonomi pada berbagai kelompok sektor yang berbeda pada kedua wilayah secara simultan memberikan hasil yang sama. Skenario ini menyatakan bahwa struktur ekonomi di Jawa secara agregat adalah sektor jasa – sektor industri pengolahan - sektor
211 primer (J-I-P) dan di Sumatera adalah sektor jasa – sektor primer – sektor industri pengolahan (J-P-I). Selain itu, skenario ini juga menunjukkan bahwa peningkatan total output regional antara Jawa dan Sumatera tidak berimbang bahkan perbedaannya cukup ekstrim. Ini berarti bahwa skenario satu, skenario dua, dan skenario tiga menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan interregional pada kedua wilayah tersebut. Di samping itu, terjadi juga distribusi pendapatan yang divergen antara berbagai golongan rumahtangga di kedua wilayah, baik intra region maupun interregional. Golongan rumahtangga di Jawa yang paling menikmati hasil dari setiap stimulus ekonomi adalah rumahtangga golongan rendah kota dan golongan atas kota, sedangkan di Sumatera adalah rumahtangga pengusaha tani dan rumahtangga golongan rendah kota. 2. Skenario Arus Balik secara keseluruhan menunjukkan bahwa stimulus ekonomi pada berbagai sektor produksi di Sumatera memberikan dampak yang jauh lebih baik daripada stimulus ekonomi yang sama di Jawa. Stimulus ekonomi di Sumatera memberikan dampak terhadap kenaikan total output kedua wilayah lebih tinggi dan terdistribusikan secara merata (berimbang). Di samping itu, stimulus ekonomi di Sumatera memberikan dampak terhadap kenaikan total pendapatan rumahtangga yang lebih tinggi dan terdistribusi kepada berbagai golongan rumahtangga relatif lebih berimbang daripada stimulus ekonomi yang sama ke Jawa, ataupun kepada kedua wilayah secara secara silmutan, baik intra maupun interregional. Hal ini terjadi karena setiap kemajuan ekonomi di Sumatera pada sektor manapun akan mengalir ke Jawa dalam bentuk permintaan impor barang-barang konsumsi (final goods) dan bahan baku (intermediate
212 goods). Kenaikan permintaan impor dari Sumatera tersebut akan menimbulkan efek multiplier dalam perekonomian Jawa, yang pada gilirannya membuat total output Jawa meningkat dan pendapatan rumahtangga juga meningkat. Meningkatnya
perekonomian
Jawa
mendorong
perekonomian
Sumatera
berkembang lebih lanjut, tetapi kemudian terserap balik ke Jawa lagi, dan pada akhirnya membuat perekonomian kedua wilayah meningkat secara berimbang. 3.
Sektor-sektor produksi di Jawa yang outputnya selalu meningkat lebih
tinggi daripada sektor-sektor produksi lainnya adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHJ), sektor industri makanan, minuman dan tembakau (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lainnya (JJLJ). Tiga sektor ini mengalami peningkatan output yang tinggi tidak hanya disebabkan oleh stimulus ekonomi di Jawa tetapi juga oleh stimulus ekonomi di Sumatera pada semua sektor. Ini menunjukkan bahwa tiga sektor tersebut sangat berperanan dalam perekonomian intra Jawa dan dalam perekonomian interregional Jawa dan Sumatera. Sementara itu, sektor-sektor produksi di Sumatera yang outputnya meningkat lebih tinggi dari sektor-sektor produksi lainnya adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHS), sektor industri, makanan, minuman dan tembakau (IMMS), dan sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya (PTPS). Tiga sektor produksi di Sumatera tersebut, outputnya akan meningkat setara dengan peningkatan output sektor yang sama di Jawa apabila simulasi ekonomi dilakukan di Sumatera. Ini berarti tiga sektor produksi tersebut lebih berperanan dalam perekonomian intra Sumatera tetapi kurang berperanan dalam perekonomian interregional Jawa dan Sumatera.
213 4. Skenario Distribusi Pendapatan Rumahtangga menunjukkan bahwa stimulus ekonomi pada rumahtangga berpendapatan rendah di Sumatera memberikan dampak kenaikan total output kedua wilayah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan stimulus yang sama di Jawa. Di samping itu, kenaikan total output tersebut terdistribusi kepada kedua wilayah secara berimbang. Kondisi ini terjadi karena stimulus ekonomi tersebut mengakibatkan pendapatan rumahtangga meningkat, yang pada tahap awal (initial effect) sebesar nilai stimulus. Kenaikan pendapatan rumahtangga berpenghasilan rendah ini segera dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik pada barang dan jasa yang berasal dari produksi lokal maupun yang berasal dari wilayah lain. Bila kenaikan pendapatan tersebut dibelanjakan pada barang dan jasa produksi lokal, maka sektor-sektor produksi lokal akan meningkatkan outputnya dan dengan demikian memerlukan tambahan input, baik input yang berasal dari wilayah sendiri maupun dari wilayah lain. Jalur belanja barang konsumsi lokal dan permintaan input (bahan baku) lokal akan menimbulkan efek multriplier ke dalam wilayah sendiri (self generate effect), sedangkan jalur belanja barang konsumsi dan permintaan input ke wilayah lain akan menimbulkan efek multriplier ke dalam wilayah lain (spillover effect). Dari perspektif ini, nampak bahwa bagian dari kenaikan pendapatan rumahtangga berbenghasilan rendah di Sumatera yang dibelanjakan pada berbagai barang dan jasa yang berasal dari Jawa lebih besar dari bagian kenaikan pendapatan rumahtangga Jawa yang dibelanjakan pada barang-barang yang berasal dari Sumatera. Hal ini terjadi karena sebagian besar barang-barang kebutuhan rumahtangga di Sumatera belum dihasilkan di dalam wilayah sendiri atau sudah
214 dihasilkan di dalam wilayah sendiri tetapi volume produksinya tidak mencukupi. Kekurang pasokan dari sektor-sektor lokal tersebut akan dipenuhi dengan cara meng impor dari Jawa. Hal serupa juga terjadi pada sektor-sektor produksi di Sumatera, dimana kebutuhan akan bahan baku (input antara) dipenuhi melalui impor dari Jawa. Akibatnya self generate effect yang terjadi di Sumatera relatif lebih kecil dari self generate effect yang terjadi di Jawa dan spillover effect dari Sumatera ke Jawa lebih besar dari spillover effect dari Jawa ke Sumatera. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan output antara kedua wilayah relatif lebih berimbang apabila stimulus ekonomi diberikan kepada rumahtangga berpenghasilan rendah di Sumatera daripada ke Jawa. Sekalipun demikian, stimulus ekonomi kepada rumahtangga berpengahasilan rendah baik di Jawa maupun di Sumatera mengakibatkan distribusi pendapatan menjadi semakin divergan. 5. Golongan rumahtangga di Jawa yang selalu memperoleh bagian terbesar dari kenaikan pendapatan, baik yang berasal dari guncangan ekonomi pada sektor produksi maupun pada pendapatan institusi adalah rumahtangga golongan rendah kota (GRKJ), rumahtangga golonga atas kota (GAKJ), dan rumahtangga pengusaha tani (RPTJ). Di Sumatera golongan rumahtangga yang selalu memperoleh bagian terbesar dari kenaikan pendapatan, baik yang bersumber dari guncangan output maupun guncangan pendapatan institusi adalah rumahtangga pengusaha tani (RPTS), rumahtangga golongan rendah kota (GRKS), dan rumahtangga golonga atas desa (GADS). Hal ini terjadi karena enam golongan rumahtangga tersebut memiliki faktor produksi primer yang relatif lebih besar
215 dari rumahtangga golongan lainnya. Hal ini terlihat dari sumber utama pendapatan
golongan rumahtangga tersebut. Sumber utama pendapatan
rumahtangga pengusaha tani di Jawa (RPTJ) yang berasal dari faktor produksi primer (tenagakerja dan kapital) sebesar kurang lebih 57 persen, sedangkan di Sumatera (RPTS) sekitar 75 persen. Rumahtangga golongan rendah kota di Jawa (GRKJ) sekitar 89 persen, sedangkan rumahtangga golongan rendah kota di Sumatera (GRKS) sekitar 77 persen, rumahtangga golongan atas kota di Jawa (GAKJ) sekitar 57 persen, sedangkan rumahtangga golongan atas desa di Sumatera (GADS) sekitar 57 persen.