KONSEP DASAR MEDIS A. DEFINISI Varicella / chickenpox atau sering disebut cacar air adalah suatu infeksi virus menular, yang menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik – bintik kecil yang datar maupun menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal. Infeksi varicella akut ( chicken pox , cacar air , waterpoken ) disebabkan oleh virus varicella zoster yang merupakan virus herpes DNA ( famili herpesviridae) dan ditularkan melalui kontak langsung atau via pernafasan. Hampir seluruh tubuh bisa terkena benjolan yang akan menyebar ke seluruh bagian tubuh dan tanpa terkecuali pada bagian muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata, termasuk bagian tubuh yang paling intim. Penyakit kulit ini pun merupakan salah satu penyakit kulit yang penularannya sangat cepat dan timbulnya pun secara tiba-tiba. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak. Namun, orang dewasa juga bisa terkena penyakit ini kalau daya tahan tubuh menurun. Biasanya, penyakit cacar air ini terjadi selama 17-21 hari. Cacar air biasanya menyerang anak-anak yang dimulai dengan demam dan diikuti munculnya bintil merah berair. Bintil-bintil ini baru akan hilang selama 17-24 hari. Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak perlu divaksin lagi. Lamanya perlindungan dari vaksin ini belum dapat diketahui secara pasti. Tapi biasanya, vaksinasi ulangan diberikan setelah 4-6 tahun. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur didalam tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali dan menyebabkan herpes zoster.
B. ETIOLOGI Penyebab dari penyakit varicella atau cacar air adalah infeksi suatu virus yang bernama virus varicella zoster yang disebarkan manusia melalui cairan percikan ludahmaupun dari
1
cairan yang berasal dari lepuhan kulit orang yang menderita penyakit cacar air. Seseorang yang terkena kontaminasi virus cacar air varicella zoster ini dapat mensukseskan penyebaran penyakit cacar air kepada orang lain di sekitarnya mulai dari munculnya lepuhan di kulitnya sampai dengan lepuhan kulit yang terakhir mongering.Secara morfologis identik dengan virus Herpes Simplex. Virus ini dapat berbiak dalam bahan jaringan embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit. Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam vesikel penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung
terhadap
antigen
selaput
yang
disebabkan
oleh
virus.Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). yang termasuk dalam kelompok Herpes Virus tipe ;. Virus ini berkapsul dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut capsid yang berebntuk ikosahedral, terdiri dari protein dan DNA berantai ganda. Berbentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 isomer. Lapisan ini bersifat infeksius 1,3 .VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita. Virus ini dapat diinokulasikan dengan menggunakan biakan dari fibroblas paru embrio manusia kemudian dilihat dibawah mikroskop elektron. Di dalam sel yang terinfeksi akan tampak adanya sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) dan adanya badan inklusi eosinofilik jernih (intranuclear eosinophilic inclusion bodies)
1,4,5
.
VZV menyebabkan penyakit varisela dan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Pada kontak pertama dengan manusia menyebabkan penyakit varisela atau cacar air, karena itu varisela dikatakan sebagai infeksi akut primer. Penderita dapat sembuh, atau penderita sembuh dengan virus yang menjadi laten (tanpa manifestasi klinis) dalam ganglia
2
sensoris dorsalis, jika kemudian terjadi reaktivasi maka virus akan menyebabkan penyakit Herpes zoster
C. PATOFISIOLOGI Varicella primer disebabkan oleh infeksi Varicella Zooster Virus, suatu Herpes Virus. Penularan melalui inhalasi (droplet) atau kontak langsung dengan lesi di kulit penderita. Infeksi biasanya terjadi dengan menembus selaput konjungtiva atau lapisan mukosa saluran napas atas penderita. Kemudian terjadi replikasi virus di limfonodi setelah dua sampai empat hari sesudahnya, dan diikuti viremia primer yang terjadi setelah empat sampai enam hari setelah inokulasi awal. Virus kemudian menggandakan diri di liver, spleen, dan organ lain yang memungkinkan. Viremia kedua, ditandai dengan adanya partikel – partikel virus yang menyebar di kulit 14 sampai 16 hari sejak paparan awal, menyebabkan typical vesicular rash. Ensefalitis, hepatitis, atau pneumonia dapat terjadi pada saat itu. Periode inkubasi biasanya berlangsung antara 10 sampai 21 hari. Pasien mampu menularkan penyakitnya sejak satu sampai dua hari sebelum muncul rash sampai muncul lesi yang mengeras, biasanya lima sampai enam hari setelah muncul rash pertama kali. Meskipun kebanyakan infeksi varicella menimbulkan kekebalan seumur hidup, pernah dilaporkan infeksi ulangan pada anak yang sehat. Hal lain yang harus dijelaskan, setelah infeksi primer VZV bertahan hidup dengan cara menjadi dormant di system saraf sensorik, terutama Geniculatum, Trigeminal, atau akar Ganglia Dorsalis dan dormant. Mekanisme imunologi host gagal menekan replikasi virus, namun
VZV
diaktifkan
kembali
jika
mekanisme
host
gagal
menampilkan virus. Kadang – kadang terjadi setelah ada trauma langsung. Viremia VZV sering terjadi bersama dengan herpes zoster.
3
Virus bermigrasi dari akar saraf sensoris dan menimbulkan kehilangan sensoris pada dermatom dan rash yang nyeri dan khas.
D. MANIFESTASI KLINIK 1. Anamnesis Pada masa prodormal, gejala – gejala yang muncul sangat bervariasi. Masa inkubasi adalah 10 sampai 20 hari.
Varicella yang terjadi pada anak – anak sering tidak didahului dengan gejala prodormal, melainkan ditandai dengan exanthema.
Pada orang dewasa dan remaja sering didahului dengan gejala prodormal yaitu, mual, mialgia, anoreksia, sakit kepala, batuk pilek, atau nyeri tenggorok
Satu sampai dua hari setelah seseorang terinfeksi virus, timbul rash berupa vesikel – vesikel, dan setelah empat sampai lima hari kemudian, vesikel – vesikel tersebut pecah dan menjadi krusta.
Adanya trias berupa munculnya rash, malaise, dan demam subfebril menandakan onset dari varicella.
Pada daerah wajah, badan, kepala, dan ekstremitas proksimal, sering terlihat adanya makula eritem yang dengan cepat menjadi papul, vesikel yang jernih, dan pustula dengan umbilikasi di daerah sentral selama 12 sampai 14 hari.
Kadang vesikel dapat muncul di telapak tangan dan kaki, membran mukosa yang dirasakan nyeri.
Gatal
seringkali
dirasakan
pada
saat
muncul
vesikel.
2. Pemeriksaan Fisik a. Adanya rash
Tiap lesi dimulai dari macula eritem, papul, vesikel, pustula, dan krusta
4
Bila di sekitar lesi berwarna kemerahan, dan sedikit membengkak, harus dicurigai terjadi superinfeksi bakteri
Beberapa lesi dapat muncul di daerah orofaring
Lesi yang ditemukan pada mata jarang ditemukan
Lesi akan mengalami erupsi setelah 3 – 5 hari
Lesi biasanya berubah menjadi krusta selama 6 hari dan penyembuhan terjadi setelah 16 Hari
Pemanjangan waktu erupsi pada lesi yang baru atau penyembuhan dapat terjadi pada seseorang dengan imunitas seluler rendah
b. Demam yang terjadi biasanya subfebril (100 - 102°F), namun dapat pula tinggi hingga 106°F. Demam lama harus dicurigai terjadinya komplikasi atau imunodefisiensi
E. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Tzanck smear pada cairan vesikuler menunjukkan adanya giant cell yang multinuklear dan badan inklusi eosinofil intranuklear pada sel epitel Isolasi virus VZV dengan melakukan kultur cairan vesikel merupakan diagnosis defenitif, walaupun pembiakan virus VZV merupakan cara yang sulit dan hasil positif diperoleh kurang dari 40%. Dapat digunakan dua teknik pemeriksaan, yaitu : 1. Teknik imunofluoresensi langsung Lebih sensitif dan cepat bila dibandingkan dengan kultur jaringan
2) Teknik PCR Sangat sensitif dalam mengidentifikasi VZV. 5
Dapat pula dilakukan pemeriksaan serologis seperti EIA, IFA, Complemen fixation, FAMA, dan Tes Aglutinasi Latex (4).
b. Pencitraan Foto thoraks diindikasikan bila pada penderita menunjukkan adanya tanda – tanda gangguan pulmonal, untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya pneumonia. Pada foto thoraks dapat ditemukan normal atau adanya infiltrat bilateral yang difus pada pneumonia yang disebabkan varicella (4).
c. Pemeriksaan Lain 1. Lumbal Punksi Anak – anak dengan tanda – tanda gangguan neurologis sebaiknya dilakukan pemeriksaan LCS melalui lumbal punksi. LCS pada penderita dengan encefalitis varicella ditemukan beberapa atau banyak sel, yaitu PMN atau mononuklear. 1. Kadar glukosa sering normal 2. Kadar protein dapat normal atau sedikit meningkat.
F. FAKTOR RESIKO 1. Neonatus pada bulan pertama memungkinkan terkena varicella yang berat, kecuali ibunya dengan seronegatif. 2. orang dewasa 3. pasien yang sedang mendapat terapi steroid dosis tinggi dalam pengobatan 2 mingu 4. pasien dengan penyakit keganasan, semua pasien anak kecil dengan kanker beresiko menderita varicella yang berat
6
5. stadium immunocompromised misal keganasan, sedang terapi antimalignansi, HIV, dan semua kondisi imunodefisiensi didapat maupun congenital 6. wanita yang sedang hamil beresiko tinggi varicella, terutama dengan pneumonia G. KOMPLIKASI 1. infeksi bakteri sekunder 2. komplikasi pada SSP (ataksia cerebelar post infeksi akut, ensefalitis, sindroma Reye, meningitis aseptik, GBS, dan poliradikulitis) 3. pneumonia 4. herpes zoster 5. otitis media 6. trombositopenia 7. hepatitis 8. glomerulonefritis 9. varicella hemoragik
H. PENCEGAHAN 1. Vaksinasi 1. Vaksin varicella terdiri dari virus varicella yang dilemahkan. Pemberian vaksin varicella di USA sejak tahun 1955 telah menurunkan angka insidensi dan kematian yang disebabkan oleh varicella. 2. Pemberian
vaksin
varicella
telah
memberikan
perlindungan
terhadap varicella hingga 71 – 100%, dan vaksin lebih efektif apabila diberikan pada anak setelah berusia 1 tahun. Pada anak – anak yang kurang dari 13 tahun pemberian vaksin varicella direkomendasikan dengan dosis tunggal, sedangkan pada anak – anak yang lebih besar dengan dua dosis yang diberikan dengan interval waktu 4 – 8 minggu.
7
Efek samping dari pemberian vaksin seringkali terjadi 42 hari setelah imunisasi, dan pada umumnya terjadi bila diberikan pada anak sebelum 14 bulan, setelah pemberian vaksin MMR, dan bila anak mendapat steroid peroral.
2. Imunoglobin Varicella Zooster (VZIG) 1. Diberikan sebagai profilaksis setelah terpapar virus, dan terutama pada orang – orang dengan resiko tinggi 2. Dosis yang diberikan adalah 125 IU / 10 kgBB. 125 IU adalah dosis minimal, sedangkan dosis maksimal adalah 625 IU dan diberikan secara intramuskuler 3. VZIG hanya mengurangi komplikasi dan menurunkan angka kematian varicella sehingga pada orang – orang yang tidak mengalami gangguan imunologi lebih baik diberikan vaksin varicella.
Indikasi pemberian VZIG : 1. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari setelah melahirkan 2. Anak – anak dengan leukemia atau limfoma yang belum divaksinasi 3. Penderita dengan HIV AIDS atau dengan imunodefisiensi 4. Penderita yang mendapatkan terapi imunosupresan (steroid sistemik) 5. Wanita hamil Orang – orang dengan system imun yang lemak dan belum pernah menderita varicella
8
I. PENATALAKSANAAN 1. Penderita sebaiknya diisolasi dari penderita lain 2. antihistamin oral seperti Diphenhydramine dan Hydroxyzine diberikan bila pruritus hebat. Pemberiannya sebaiknya secara topikal karena toksisitasnya. Dapat terjadi absorpsi sistemik. 3. Acetaminofen diberikan untuk mengurangi demam 4. Acyclovir intravena direkomendasikan hanya pada penderita anak – anak yang immunocompromised atau dengan pneumonia atau ensefalitis varicella 5. Acyclovir oral sebaiknya diberikan pada penderita yang lebih dewasa pada saat awal sakit 6. VZIG diberikan 96 jam setelah terpapar pada orang – orang dengan resiko tinggi
Berikut beberapa kelompok pengobatan yang diberikan pada penderita varicella : 1. Antihistamin Kerjanya melalui efek penghambatan terhadap histamin pada reseptor H1. a. Diphenhydramine Dapat diberikan peroral, intravena, dan intramuskuler.
Nama obat Diphenhydramine Dosis Dewasa : 25 – 50 mg/dosis peroral setiap 4 atau 6 jam perhari ; 10 – 50 iv mg /dosis secara iv atau im ; tidak boleh melebihi 400 mg / hari ; bila diberikan secara iv harus secara pelahan Anak – anak: 0,5 – 1 mg/kgBB/dosis secara peroral / iv / im tiap 6 jam
Kontraindikasi Pada orang – orang yang hipersensitif, MAOIs, dan asma akut
9
Interaksi Dapat menyebabkan depresi SSP Efek Samping Dapat menyebabkan glaucoma sudut tertutup, hipertiroid, peptic ulcer, obstruksi traktus urinarius, sedative
b. Hydroxyzine Merupakan antagonis reseptor H1. Dapat menekan aktivitas histamin pada regio subkorteks pada SSP. Merupakan lini kedua bila pemberian diphenhydramine tidak dapat menghentikan pruritus. Dapat diberikan secara peroral atau intramuskuler. Nama obat Hydroxyzine
Dosis Dewasa : 25 – 100 mg/dosis secara peroral atau intramuskuler tiap 4 – 6 jam perhari Anak – anak : 2 – 4 mg/kgBB/dosis tiap 4 – 6 jam perhari. Sebagai alternative dapat diberikan 0,5 – 1 mg/kgBB/dosis tiap 4 – 6 jam perhari
Kontraindikasi Pada orang – orang hipersensitif
2. Agen Antiviral Diberikan pada anak – anak dengan immunocompromised atau pada anak sehat yang menderita pneumonia atau ensefalitis varicella. Sebenarnya pemberian secara rutin Acyclovir pada anak – anak sehat tidak dianjurkan.
10
Acyclovir dapat mencegah serangan ulang. Dapat digunakan pada penderita dengan usia lebih dari 13 tahun, anak – anak lebih dari 12 bulan dengan gangguan kulit atau paru kronik, pasien yang mendapat terapi Aspirin
yang
lama,
dan
penderita
imunocompromised.
Dosis
pemberiannya pada dewasa 600 – 800 mg peroral 5 dosis perhari untuk 5 hari, tidak boleh melebihi 3200 mg / hari. Sedangkan untuk anak – anak 80 mg/kgBB/hari peroral untuk 5 hari. Kontraindikasi Acyclovir adalah pada penderita yang hipersensitif. Sedangkan efek sampingnya antara lain dapat menyebabkan gagal ginjal, dehidrasi, gangguan neurologist.
3. Antipiretik Diberikan bila penderita demam, contohnya adalah Acetaminofen. Nama obat Acetaminophen Dosis Dewasa : 325 – 650 mg peroral setiap 4 – 6 jam perhari. Tidak boleh melebihi 4 g/hari Anak – anak : < 12 tahun : 10 – 15 mg/kgBB/dosis peroral setiap 4 – 6 jam perhari. Tidak boleh melebihi 2,5 g/hari > 12 tahun : sama dengan dosis dewasa
Kontraindikasi Penderita hipersensitif Efek samping Dapat menyebabkan gagal ginjal, dehidrasi, gangguan neurologist
4. Immunoglobulin Imunoglobulin merupakan imunisasi pasif yang diberikan pada orang yang telah terekspos virus setelah 96 jam.
11
Nama Obat Varicella Zooster Immunoglobulin Human (VZIG) Dosis Dewasa : 625 IU secara intramuskuler Anak – anak : < 10 kg : 125 IU 10,1 – 20 kg : 250 IU 20,1 – 30 kg : 375 IU 30,1 – 40 kg : 500 IU > 40 kg : sama dengan dosisdewasa Kontraindikasi Pada penderita hipersensitif dan trombositopenia tidak boleh diberikan intravena karena dapat menyebabkan defisiensi Ig A, nyeri, kemerahan, dan bengkak pada tempat injeksi
Pengobatan di rumah : Tujuan perawatan di rumah untuk mengurangi rasa gatal dari varicella dan demam atau perasaan tidak enak yang menyertai. Atasi rasa gatal pada kulit dengan kompres basah atau memandikan pada air dingin atau air hangat setiap 3-4 jam selama beberapa hari pertama. Mandi tidak memperparah varicella. Kemudian keringkan tubuh (jangan digosok). Calamine lotion paling sering digunakan untuk mengatasi rasa gatal, tetapi jangan membarikan lotion di dekat mata atau wajah pada anak yang lebih muda. Lainnya dapat diberikan bedak basah atau bedak kering yang mengandung salisil 2% atau mentol 1-2%. Potong kuku untuk melindungi terhadap garukan, yang dapat menimbulkan infeksi pada vesikel yang pecah. Varicella pada mulut mungkin menyebabkan sulit makan atau minum. Berikan air dingin dan makanan lunak. Hindari makanan/minuman yang mengandung asam tinggi, seperti jus jeruk, atau khususnya garam. Nyeri
12
pada
mulut
dapat
diatasi
dengan
memberikan
acetaminophen
(paracetamol) secara rutin saat ada vesikel pada mulut. Luka pada daerah genetalia dapat terasa sangat nyeri. Krim anestesi yang mengurangi nyeri dapat diberikan. Tanyakan dokter anda. Untuk menurunkan panas, gunakan pengobatan nonaspirin seperti acetaminophen (paracetamol). Asprin jangan diberikan pada anak dengan varicella atau penyakit akibat virus lainnya, karena penggunaan aspirin dapat berhubungan dengan berkembangnya Reye Syndrome. B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian 1. Biodata Umur : biasanya pada usia pertengahan sampai dewasa muda 2. Riwayat kesehatan Keluhan utama : nyeri karena adanya pembentukan bula dan erosi. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat alergi obat, riwayat penyakit keganasan ( neoplasma ), riwayat penyakit lain, Riwayat hipertensi 3. pola kesehatan fungsional Gordon yang terkait a. Pola Nutrisi dan Metabolik Kehilangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan cairan dan protein ketika bula mengalami ruptur b. Pola persepsi sensori dan kognitif Nyri akibat pembentukan bula dan erosi c. Pola hubungan dengan orang lain Terjadinya perubahan dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya bula atau bekas pecahan bula yang meninggalkan erosi yang lebar d. Pola persepsi dan konsep diri Terjadinya gangguan body image karena adanya bula/ bula pecah meninggalkan erosi yang lebar serta bau yang menusuk
13
4. Pemeriksaan Fisik -
Keadaan Umum : Baik
-
Tingkat kesadaran : Composmentis
-
Tanda – tanda vital : o
TD
: Dapat meningkat/ menurun
o
N
: Dapat meningkat/ menurun
o
RR
: Dapat meningkat/ menurun
o
S
: Dapat meningkat/ menurun
-
Kepala
: Kadang ditemukan bula
-
Dada
: Kadang ditemukan bula
-
Ekstremitas
: Kadang ditemukan bula dan luka dekubitus
5. Pemeriksaan penunjang a. Klinis anamnesis dan pemeriksaan kulit : ditemukan bula b. Laborat darah
: hipoalbumin
c. Biopsi kulit : mengetahui kemungkinan maligna d. Test imunofluorssen
: didapat penurunan immunoglobulin
2. Pathway
varicella zoster melalui kontak langsung atau via pernafasan Menimbulkan bula pada kulit VARICELLA
Meninggalkan erosi dan bau busuk Penampakan kulit yang tidak baik
Lesi kulit/bula/vesikula Pengeluaran mediator kimia
Mengalami penekanan Kulit mengelupas
Kehilangan cairan dan protein Hilangnya cairan jaringan
14
Bradikinin
prostaglandin
Sembuh lambat
hipotalamus
meluas
transmisi korteks serebri Gangguan body image
Nyeri
hipertermi
Kerusakan / gangguan integritas kulit
Barier proteksi kulit dan membran mukosa hilang
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Resiko tinggi infeksi
3. Diagnosa Keperawatan 1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan protein 2. gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula 3. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran mukosa 4. gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit yang terbuka 5. ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
4. Fokus Intervensi 1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan protein Tujuan Pemenuhan volume cairan yang optimal dan elektrolit seimbang Intervensi
15
a. Pantau TTV, haluaran cairan urine dan waspada terhadap tandatanda hipovolemia R: hipovolemia merupakan resiko utama yang harus segera ditangani b. Pantau haluaran urine setiap 1 jam sekali dan menimbang BB setiap hari R: dapat memberikan informasi tentang status cairan c. Pertahankan pemberian cainan infus dan atur tetesan sesuai dengan program R: pemberian cairan yang adekuat guna mempertahankan keseimbangan cairan d. Naikkan kepala dan tinggikan ekstremitas R: peninggian akan meningkatkan aliran darah vena e. Hitung balance cairan R: dapat memberikan informasi tentang input-output cairan.
2. gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan lesi pada kulit, pecahnya bula Tujuan Nyeri berkurang atau hilang Intervensi a. Periksa daerah yang terkena dan terlibat R: pemahaman tentang luasnya dan karakteristik kulit untuk memudahkan menyusun intervensi b. Kendalikan faktor-faktor iritan ( kelembaban, suhu, sabun ringan, batasi pakaian, cuci linen) R: rasa nyeri diperburuk ileh panas, bahan kimia dan fisik c. Kaji skala nyeri R: mengetahui perkembangan penyakit
16
d. Berikan tindakan kenyamanan dasar, seperti pijatan daerah atau area yang tidak sakit dan perubahan posisi sesering mungkin R: meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan kelelahan umum e. Ajarkan manajemen stres seperti relaksasi nafas dalam dan distraksi R: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol yang menurunkan ketergantungan pada obat f.
Kolaburasi pemberian analgetik R: untuk mengurangi nyeri
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hilangnya barier proteksi kulit dan membran mukosa Tujuan Tidak terjadi infeksi Intervensi a. Implementasi teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi R: menurunkan resiko terkontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple b. Tekankan pentingnya teknik mencuci tangan yang baik untuk semua individu yang kontak dengan pasien R: mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi c. Awasi atau batasi pengunjung bila perlu dan jelaskan prosedur isolasi terhadap pengunjung bila perlu R: mencegah kontamiasi silang dari pengunjung d. Periksa luka setiap hari, perhatikan atau catat perubahan penampakan bau atau kuntitas R: mengidentifikasi adanya penyembuhan dan memberikan deteksi dini adanya infeksi. e. Rawat luka dengan teknik aseptik R: menurunkan resiko infeksi 17
4. Gangguan atau kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rupture bula dan daerah kulit yang terbuka Tujuan Pemeliharaan integritas kulit Intervensi a. Kompres yang basah dan sejuk atau therapi rendaman R : dapat mengurangi rasa nyeri b. Setelah dimandikan kulit segera dikeringkan dengan hati-hati dan taburi dengan bedah yang tidak mengiritasi R : jumlah bedak yang cukup banyak mungkin diperlukan untuk menjaga agar kulit pasien tidak lengket dengan sprei c. Jangan menggunakan plester R: dapat menimbulkan pecahnya bula sehingga perlu diberikan perban. 5. Ganguan body image berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik Tujuan Pengembangan penerimaan diri Intervensi a. Kaji adanya gangguan citra diri ( menghindar, kontak mata kurang) R: gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit yang tampak nyata b. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan emosi R: pasien butuh pengalaman didengarkan dan dipahami c. Motivasi pasien untuk bersosialisasi dengan orang lain R: meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi d. Motivasi supaya pasien memperbaiki citra tubuh R: meningkatkan kepercayaan diri
18
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 1997. Penerapam Pada Praktek Klinis. Salemba. Jakarta Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Kepreawatan. Volume 1. EGC. Jakarta http://www.geocities.com/HotSprings/4530/varicella.htm Edward Martin, 2000. "Penyakit anak sehari -hari dan tindakan darurat " Gramedia : Jakarta
19