V3.docx

  • Uploaded by: Muhammad Khoirul Sodiq
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View V3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,881
  • Pages: 21
Makalah PBL Blok 22

Neurologi dan Psikiatri

Penanganan pada Pasien dengan BPPV

Bob Arvianto NIM 102011365-E4 Fakultas Kedokteran Ukrida Tahun Ajaran 2013/2014

1

Neurologi dan Psikiatri

Penanganan pada Pasien dengan BPPV Bob Arvianto NIM 102011365 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

* Alamat korespondensi Bob Arvianto Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp 0858 90036494, e-mail : [email protected]

Pendahuluan Seorang wanita usia 51 tahun sejak 2 minggu terakhir merasa pusing berputar. Rasa pusing terjadi kurang dari 1 menit tetapi terjadi beberapa kali dalam sehari. Keluhan timbul bila pasien berubah posisi waktu tidur, bangun tidur , membungkuk, dan kemudian tegak kembali. Pasien juga merasa mual tetapi tidak muntah. Kira-kira 6 bulan yang lalu pasien juga pernah sakit seperti ini tapi sembuh sendiri. Pendengaran kedua telinga baik, dan tidak berdengung. Riwayat trauma dan demam sebelumnya disangkal.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah mengetahui dan memahami tentang vertiga dan jenisnya terutama BPPV, anamnesis dan pemeriksaan yang diperlukan, manifestasi klinis dan patofisiologi, etiologi dan epidemiologi, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari BPPV.

Hipotesis: Wanita berusia 51 tahun yang memiliki pusing berputar saat perubahan posisi tubuh mengalami BPPV

2

Anamnesis Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis.1 1. Identitas : -

Nama (+ nama keluarga)

-

Umur/ usia

-

Jenis kelamin

-

Nama orang tua

-

Alamat

-

Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua

-

Agama dan suku bangsa

2. Riwayat penyakit : Keluhan utama -

Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat

-

Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama

3. Riwayat perjalanan penyakit : -

Cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat

-

Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)

-

Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran)

-

Reaksi alergi

-

Perkembangan penyakit – gejala sisa/ cacat

-

Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga

-

Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya

4. Hal – hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala : -

Lama keluhan

-

Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat

-

Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar

-

Bertambah berat/ berkurang

-

Yang mendahului keluhan

-

Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya 3

-

Keluhan yang sama adalah pada anggota keluarga, orang serumah, sekelilingnya Upaya yang dilakukan dan hasilnya.1

-

Pada penderita BPPV kita dapat menanyakan beberapa hal seperti:2 

Tanyakan bentuk vertigonya, pastikan keluhan tersebut vertigo. Melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya.



Keadaan yang memprovokasi. perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.



Adanya gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.



Penggunaan obat-obatan: anti konvulsan, streptomisin, alkohol, dll. yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik.



Adanya penyakit sistemik: DM, Hypothyroid, Hipertensi, Blok jantung.



Keluhan yang menyertai : gangguan pendengaran, tinitus, mual/muntah.



Riwayat trauma, infeksi telinga, ada/tidaknya stres psikis.

Pemeriksaan Fisik Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum. Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat– korteks

serebri,

serebelum,

batang

otak,

atau

berkaitan

dengan

sistim

vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.



Pemeriksaan Fisik Umum

4

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa. 

Pemeriksaan Neurologis 2,3 Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada: 1. Fungsi vestibuler/serebeler a. Uji Romberg Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 2030 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup. b. Tandem Gait Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh. c. Uji Unterberger. Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

5

Gambar 1. Uji Unterberger.

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany) Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

Gambar 2. Uji Tunjuk Barany

e. Uji Babinsky-Weil Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

6

Gambar 3. Uji Babinsky Weil 

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis 2,3,4 Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer. 1. Fungsi Vestibuler a. Uji Dix Hallpike Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri.

Kepala putar ke samping

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi terlentang)

7

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 4 . Uji Dix-Hallpike Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue). b. Tes Kalori Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. ` c. Elektronistagmogram 8

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif. 2. Fungsi Pendengaran2,3 a. Tes garpu tala Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek. b. Audiometri Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).

Pemeriksaan Penunjang -

Laboratorium: Darah lengkap, profil lipid, asam urat, hemostasis.

-

Pemeriksaan Radiologi : Foto rontgen cervical

-

Neurofisiologi sesuai indikasi: EEG (Elektroensefalografi), ENG ( Elektronistagmografi), EMG (Elektromiografi), BAEP ( Brainstem Auditory Evoked Potential) 5

Diagnosis Kerja Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh 9

Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit. 3,4

Diagnosis Banding 1. Vestibular neuritis Vestibular neuritis

menyebabkan pusing karena

infeksi

virus

pada saraf

vestibular. Saraf vestibular membawa informasi dari telinga bagian dalam tentang gerakan kepala. Ketika salah satu dari dua saraf vestibular terinfeksi, ada ketidakseimbangan antara kedua belah pihak, dan vertigo muncul. 2. Penyakit Meniere Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa. Setiap kali berusaha untuk berdiri dia merasa berputar, mual, dan terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu meskipun keadaannya berangsur baik. Penyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua kalinya dan selanjutnya dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan yang pertama kali Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere. Derajat I : gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah. Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga yang berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara serangan, pasien sama sekali normal. Derajat II : gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan berfluktuasi. Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah. Derajat III : gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun progresif memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien seolah mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.

10

Waktu terjadinya No. Permasalahan

Awitan

Durasi

Perjalanan

Pendengaran

Tinitus

Gejala

lain

yang menyertai 1.

2.

Vertigo

Mendadak,

Singkat,

Bertahan

Tidak

Positional

saat

beberapa

selama

terpengaruh

Benigna

berguling ke detik,

beberapa

nausea

sisi

yang hingga

minggu;

vomitus

sakit

atau beberapa

dapat

Neuritis

mendongakan menit

timbul

kepala

kembali

Mendadak

Beberapa

Dapat

vestibular

jam hingga timbul

(labirintitis akut)

beberapa

kembali

hari,

setelah 12-

sampai

Tidak ada

Tidak

Kadangkadang

Tidak ada

terpengaruh

dan

Nausea, vomitus

2 18 bulan

minggu 3.

Penyakit Ménière

Mendadak

Beberapa

Gangguan

Terdapat,

Nausea,

jam hingga (rekuren)

pendengaran

berflutuasi

vomitus,

beberapa

sensori-neural

penuh dalam

hari

yang sembuh

rasa tertekan

dan

atau

lebih

atau

Kambuhan

kambuh

kembali serta

yang sakit

akhirnya berjalan progresif; pada

salah

satu

atau

kedua sisi * Gangguan keseimbangan yang persisten lebih sering dijumpai, tetapi dapat terjadi vertigo Tabel 1. Perbandingan Differential Diagnosis pada kasus Vertigo

telinga

6

11

Selain itu vertigo juga harus dibedakan antara vertigo sentral dan vertigo perifer yang mana perbedaannya terdapat pada gejala-gejala pada pasien seperti: GEJALA

PERIFER

SENTRAL

Onset

Tiba-tiba

Perlahan

Beratnya keluhan

Gejala hebat, episodic

Gejala ringan, kontiniu

Durasi dan Gejala

Beberapa menit sampai jam

Kronik

Sifat vertigo

Rasa berputar

Rasa

melayang,

hilang

keseimbangan, light headed Nistagmus

(+) satu arah (dengan fase Kadang-kadang dua arah cepat atau lambat)

Fiksasi visual

Dihambat

oleh

nistagmus Tidak ada hambatan

dan vertigo Arah post pointing

Ke arah fase lambat

Berubah-ubah

Arah jatuh pada Romberg Ke arah fase lambat

Berubah-ubah

test Gangguan lain

Tuli, tinitus, mual, muntah

Jarang

Tabel 2. Perbedaan antara vertigo sentral dan Perifer 5

Epidemiologi Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. Prevalensi angka kejadian BPPV di Amerika serikat adalah 64 dari 100.000 dengan kecendrungan terjadi pada wanita 64 %. 7

Etiologi Stimulasi abnormal capula dalam salah satu kanalis semisirkularis, biasanya yang posterior. BPPV terjadi bila debris yang terdiri dari kalsium karbonat dan protein (otolith) bertambah banyak dan bergerak dalam kanalis semisirkularis. Terjadi pada: 

Degenerasi (pada lansia)



Trauma kepala, Infeksi teling dalam (otitis media, labirintitis)

12

Patofisiologi Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris ”otokonia” yang terdapat pada kanalis semisirkularis, biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat yang berasal dari struktur utrikulus. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo.

Gambar 5. Debris otokonia pada kanalis semisirkularis Ada beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya BPPV : 

Teori Cupulolithiasis Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

13



Teori Canalithiasis Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sampai ± 90° di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat menerangkan konsep kelelahan “fatigability” dari gejala pusing. Kerusakan utrikulus bisa disebabkan oleh cedera kepala, infeksi atau penyakit lain yang ada di telinga dalam, atau degenerasi karena pertambahan usia. BPPV juga bisa disebabkan kelainan idiopatik, trauma, otitis media, pembedahan telinga, perubahan degeneratif karena usia tua dan kelainan pembuluh darah, obatobat ototoksik seperti gentamicin. Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler, pasca stapedektomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. Kelompok idiopatik merupakan kelompok yang paling banyak ditemukan. Perasaan berputar terkadang sangat hebat yang menyebabkan seolah-olah mengalami blackout.

Gejala Klinis Antara symptom yang sering dialami pasien adalah:  Mual atau muntah, rasa melayang, ketidakseimbangan  Nistagmus : Gerakan mata yang involunter. Terutama ketika pemeriksaan fisik; posisi Dix-Hallpike ketika perubahan posisi.  Pusing, ringan kepala 14

 Episode-episode vertigo yang singkat  Dipicu oleh perubahan posisi kepala  Lama beberapa detik sampai menit  Intermitten  Gangguan visual: sulit untuk membaca atau melihat selama satu serangan karena terkait nystagmus.

Penatalaksanaan 1. Canalith Repositioning Treatment Sebaiknya dilakukan setelah pemeriksaan Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pasien tidak kembali ke posisi duduk, namun kepala pasien dirotasikan dengan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat di mana kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus dilakukan tindakan CRT kanan. Perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara perlahan ke kiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap ke kiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat ke lantai. Akhirnya pasien kembali ke posisi duduk, dengan kepala menghadap ke depan. Setelah terapi ini pasien di lengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari. Kadang-kadang CRT dapat menimbulkan komplikasi. Terkadang kanalith dapat pindah ke kanal yang lain. Komplikasi yang lain adalah kekakuan pada leher, spasme otot akibat kepala di letakkan dalam posisi tegak selama beberapa waktu setelah terapi. Pasien dianjurkan untuk melepas penopang leher dan melakukan gerakan horisontal kepalanya secara periodik. Bila dirasakan adanya gangguan leher, ekstensi kepala diperlukan pada saat terapi dilakukan. Digunakan meja pemeriksaan yang bertujuan untuk menghindari keharusan posisi ekstensi dari leher. Terkadang 15

beberapa pasien mengalami vertigo berat dan merasa mual sampai muntah pada saat tes provokasi dan penatalaksanaan. Pasien harus diminta untuk duduk tenang selama beberapa saat sebelum meninggalkan klinis.pada saat pasien Modifikasi CRT digunakan untuk pasien dengan kanalitiasis pada BPPV kanalis horizontal, permulaan pasien dibaringkan dengan posisi supinasi, telinga yang terlibat berada di sebelah bawah. Bila kanalith pada kanalis horizontal kanan secara perlahan kepala pasien digulirkan ke kiri sampai ke posisi hidung di atas dan posisi ini dipertahankan selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Kemudian kepala digulirkan kembali ke kiri sampai telinga yang sakit berada di sebelah atas. Pertahankan posisi ini selama 15 detik sampai vertigo berhenti. Lalu kepala dan badan diputar bersamaan ke kiri, hidung pasien menghadap ke bawah, tahan selama 15 detik. Akhirnya, kepala dan badan diputar ke kiri ke posisi awal dimana telinga yang sakit berada di sebelah bawah. Setelah 15 detik, pasien perlahan-lahan duduk, dengan kepala agak menunduk 30°. Penyangga leher dipasang dan diberi instruksi serupa dengan pasca CRT untuk kanalis posterior dan kanalis anterior.

Gambar 6. Canalith Repositioning Treatment (CRT) atau Epley maneuver 2. Terapi liberatory Terapi liberatory juga dibuat untuk

memindahkan

(debris/kotoran)

dari

otolit kanal

semisirkularis. Tipe perasat yang dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat, apakah kanal anterior atau posterior. 16

Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, Terapi dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap ke kiri 45°. Pasien yang duduk dengan kepala menghadap ke kiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit, pasien digerakan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala menoleh 45° ke kiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan perlahan-lahan kembali ke posisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT. Bila kanal anterior kanan yang terlibat, terapi yang dilakukan sama, namun kepala diputar menghadap ke kanan. Angka kesembuhan 70-84% setelah terapi tunggal liberatory. 3. Latihan Brandt dan Daroff Latihan Brandt dan Daroff dapat di lakukan oleh pasien di rumah tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan dari duduk ke samping yang dapat mencetuskan vertigo (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu kembali ke posisi duduk dan tahan selama 30 detik, lalu dengan cepat berbaring ke sisi yang berlawanan (dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan) dan tahan selama 30 detik, lalu secara cepat duduk kembali. Pasien melakukan latihan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari sampai vertigo hilang paling sedikit 2 hari. Tabel 3. Obat-obatan yang digunakan pada terapi simptomatik vertigo (sedatif vestibuler) Nama Generik

Nama

Lama

Dosisi

Tingkat

Rute

Dagang

Kerja

Dewasa

Sedasi

Lain

(jam) Cyclizine

Marezine

4-6

50mg 4 dd

+

Im

Dimenhydrinate

Dramamine

4-6

25-50 4 dd

++

Im,iv,rec

17

Diphenhydramine Benadryl

4-6

25-50 4 dd

Meclizine

12-24

12,5-25 mg +

Bonine, antivert

Promethazine

++ Im,iv

2-3 dd

Phenegran,

4-6

25 mg 4 dd

++

-

72

0,5 mg 1 dd

+

Im,iv,rec

0,5,g 3dd

+

Sc,iv

25-100mg

++

avopreg Scopolamine

Transderm scop holopon

Hydroxyzine

Iterax,bestalin 4-6

3dd Ephedrine

4-6

Cinnarizine

Stugeron

25mg 4 dd

0

25-50mg

+

Im

+

Im

3dd Flunarizine

Sibelium

5mg 2dd

Hyoscine

Buscopan

10-20mg 3- 0

-

4dd Betahistin

Hyscopan

6-12mg 3dd

merislon 6mg

8-16mg 3dd

0

-

Betaserc8 mg Table 3. terapi simtomatik

Komplikasi Pada gejala vertigo, kebanyakan vertigo disebabkan oleh adanya sumbatan pada labirin yang dapat menyebabkan infeksi pada labirin sendiri, atau terjadinya penyumbatan pembuluh darah di otak. Vertigo juga menjadi tanda-tanda gejala penyumbatan darah ke otak. Penyumbatan pembuluh darah pada otak ini menyebabkan otak kekurangan oksigen sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi darah. Gangguan sirkulasi ini bisa dipicu oleh banyak faktor, antara lain timbulnya plak di dinding pembuluh darah, meningkatnya kekentalan darah, atau mengerasnya dinding pembuluh darah.10 Gangguan pada telinga juga bisa menjadi sesuatu yang menganggu. Misalnya, gangguan pada telinga ini terjadi karena ada infeksi bakteri pada organ di telinga dalam (labyrinthis). Infeksi ini bisa membuat orang tersebut vertigo yang disertai 18

dengan muntah dan suhu badan yang tinggi. Kondisi ini perlu penanganan serius. Karena, jika tidak ditangani dengan baik, infeksi bisa berpengaruh ke organ-organ lain dan bisa mengakibatkan komplikasi.10 Vertigo bisa pula merupakan penanda adanya tumor pada saraf pendengaran atau pada saraf keseimbangan, yang terletak di antara telinga dan otak. Selain itu sering timbul gangguan psikogenik selama serangan vertigo, seperti lekas marah, kehilangan harga diri, dan depresi.10

Prognosis Prognosis pasien dengan vertigo vestibular tipe perifer umumnya baik, prognosis tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Pada BPPV prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%. 11

19

KESIMPULAN Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam praktek, umumnya disebabkan oleh kelainan /gangguan fungsi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler, koordinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebelum. Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular perifer yang paling sering ditemui. Vertigo ini diakibatkan perubahan posisi kepala seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke atas. Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat itu dalam keadaan normal tidak ada. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo. Salah satu cara yang sangat mudah dikerjakan untuk mendiagnosis BPPV adalah uji Dix-Hallpik, dapat membedakan lesi perifer atau sentral. Prognosis dari vertigo perifer termasuk BPPV pada umumnya baik.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Cindri Wahyuni. Anamnesis. Diunduh dari www.fkumyecase.net, 8 januari 2012. 2. Wreksoatmodjo BR.Vertigo: aspek neurologi. Cermin Dunia Kedokteran, 2004; 144: 41. 3. Bashiruddin J. Vertigo posisi paroksismal jinak. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 104-9 4. Furman JM, Cass SP. Benign paroxysmal positional vertigo. NEJM , 2009. Diunduh dari : http://content.nejm.org/cgi/reprint/341/21/1590.pdf 5. Dewanto G, Wita J, Suwono, Riyanto B. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf.Cetakan pertama. Jakarta : EGC. 2009. hal 111-5 6. Lynn S. Bickley. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : Penerbitan Buku Kedokteran EGC. 2009. hal: 178 7. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill Companies. 2004. h 761-5 8. Declan T. Walsh. Kapita selekta penyakit dan terapi. Jakarta : EGC. 1997. hal. 50, 54, 491 9. Ganong WF. Review of medical physiology. Ed 22. USA: McGraw Hill. 2005. p 1778. 10. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO) Neurologi. Jakarta. 2006:217-220. 11. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigone.2009. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview. 9 Januari 2012.

21

More Documents from "Muhammad Khoirul Sodiq"

Silvi 1.docx
May 2020 7
Ghjkj.docx
May 2020 7
V3.docx
May 2020 5
Blok 9 Sk 5.docx
May 2020 10