Uts Geokimia Petroleum 1.docx

  • Uploaded by: hanndika nnur
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Uts Geokimia Petroleum 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,544
  • Pages: 15
UTS GEOKIMIA PETROLEUM Barry Majeed Hartono – 12016049 I. Pendahuluan Dalam evaluasi batuan induk, terdapat 3 parameter yang harus dijawab yakni kuantitas dari material organiknya (Kekayaan), tipe material organiknya, dan kematangannya. Dalam ujian ini, diberikan data geokimia dari 26 sampel sumur bor dari sumur eksplorasi Alfa-1. Data tersebut berasal dari kedalaman 3000 m sampai 5000 m melewati 3 formasi. Data ini mencangkup data TOC (Total Organic Carbon), S1, S2, Tmaks, reflektansi vitrinit (Ro), isotop karbon jenuh (13Csat), dan isotop karbon aromatik (13Caro). Berikt adalah data dari 26 sampel sumur bor: Tabel 1.1 data sumur bor Alfa-1

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

dalam (m) formasi -3000 A -3100 A -3200 A -3300 A -3400 A -3500 A -3600 A -3700 A -3800 A -3900 B -4000 B -4100 B -4200 B -4300 B -4400 B -4500 B -4600 B -4700 B -4800 B -4900 B -5000 C -5100 C -5200 C -5300 C -5400 C -5500 C

TOC (%) S1 2.97 0.45 2.5 0.49 4.21 0.89 4.65 2.03 2.85 3.55 3.17 3.35 3.65 3.33 2.53 3 4.15 2 4.25 1.99 3.27 2 2.91 2.17 1.55 1.87 1.65 1.65 1.95 0.59 2.09 0.41 1.79 0.65 1.67 0.83 0.95 1.39 1.43 1.43 1.89 1.51 3.5 1.47 3.64 1.51 3.87 1.47 3.69 1.45 4.55 1.49

S2 6.25 5.9 10 11.53 7.23 7.11 8.95 9.03 15.11 15.01 13.77 14.35 11.47 10.83 9.91 10.07 8.65 8.37 7.35 7.23 6.97 6.45 6.21 5.85 5.63 5.43

S3 0.37 0.25 0.35 2.79 2.53 3.75 3.97 2.79 1.13 1.67 0.97 0.73 0.57 0.41 0.77 0.25 0.19 0.33 0.35 0.27 0.31 0.35 0.37 0.42 0.37 0.45

Tmaks (C) 425 426 424 430 429 433 435 437 438 436 440 445 447 450 453 457 456 459 459 461 463 465 470 469 473 475

Ro (%) 0.43

ΔCsat

0.51

-28.39 -23.75

0.63

-29.01 -24.33

0.75

-23.21 -22.35

0.81

-24.07 -24.37

0.93

-25.63 -26.77

0.97

-25.13 -27.03

ΔCaro -27.57 -24.13

1

II. Kekayaan Kekayaan batuan induk merupakan faktor utama dalam evaluasi batuan induk. Kekayaan dari batuan induk perlu diperhatikan karena tanpa adanya potensi hidrokarbon yang terkandung dalam suatu batuan maka batuan tidak dapat menghasilkan minyak dan gas. Alasan diatas yang menyebabkan analisis kekayaan batuan induk dilakukan lebih awal. Analisis TOC adalah analisis yang paling sering digunakan dalam menentukan jumlah material organik yang terkandung di dalam batuan. Dalam analisis ini, parameter kekayaan material organik yang penulis pakai ialah parameter dari Peters and Cassa (1994). Berikut parameter kekayaan batuan induk Peters and Cassa (1994): Tabel 2.1 parameter kekayaan bedasarkan TOC menurut Peters dan Cassa (1994)

Kuantitas Poor

TOC (%) < 0.5

Fair

0.5 - 1

Good

1 -2

Very Good

2-4

Excellent

>4

Dari parameter tersebut, berikut hasil analisis kekayaan batuan induk bedasarkan kandungan TOC: Tabel 2.2 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan TOC

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kedalaman (m) formasi -3000 A -3100 A -3200 A -3300 A -3400 A -3500 A -3600 A -3700 A -3800 A -3900 B -4000 B -4100 B -4200 B -4300 B -4400 B -4500 B -4600 B -4700 B -4800 B

TOC (%) 2.97 2.5 4.21 4.65 2.85 3.17 3.65 2.53 4.15 4.25 3.27 2.91 1.55 1.65 1.95 2.09 1.79 1.67 0.95

parameter very good very good excellent excellent very good very good very good very good excellent excellent very good very good good good good very good good good fair 2

20 -4900 B 1.43 good 21 -5000 C 1.89 good 22 -5100 C 3.5 very good 23 -5200 C 3.64 very good 24 -5300 C 3.87 very good 25 -5400 C 3.69 very good 26 -5500 C 4.55 excellent Tabel diatas menunjukan bahwa ketiga formasi memiliki jumlah karbon organik yang sangat melimpah. Formasi A memiliki kekayaan dengan parameter very good–excellent (Peters and Cassa, 1994). Formasi B memiliki kekayaan dengan parameter good-very good (Peters and Cassa, 1994). Formasi C memiliki kekayaan dengan parameter very goodexcellent (Peters and Cassa, 1994). Namun, kekayaan batuan organik tidak dapat hanya dilihat dari kandungan TOC-nya saja melainkan harus melihat dari parameter lain. Hal ini disebabkan karena batuan yang kaya akan TOC belum tentu menghasilkan hidrokarbon. Selain itu, penggunaan TOC sebagai parameter perlu diperhatikan karena nilai TOC akan berkurang seiiring dengan bertambahnya kematangan. Parameter kedua yang akan digunakan adalah nilai S1 dan S2. Parameter kekayaan batuan induk yang penulis gunakan merupakan parameter dari Peters and Cassa (1994) : Tabel 2.3 parameter kekayaan bedasarkan S1 dan S2 menurut Peters dan Cassa (1994)

Kuantitas Poor

S1 < 0.5

S2 <2.5

Fair Good Very Good Excellent

0.5 - 1 1 -2 2-4

2.5-5 5-10 10

>4

>20

Dari parameter diatas, berikut hasil analisis kekayaan batuan induk bedasarkan kandungan S2 dan S1: Tabel 2.4 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan S1 dan S2

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

kedalaman (m) -3000 -3100 3200 3300 3400 3500 3600 3700 3800 3900 4000 4100

formasi A A A A A A A A A B B B

S1 0.45 0.49 0.89 2.03 3.55 3.35 3.33 3 2 1.99 2 2.17

parameter poor poor fair very good very good very good very good very good good good good very good

S2 6.25 5.9 10 11.53 7.23 7.11 8.95 9.03 15.11 15.01 13.77 14.35

parameter good good good very good very good very good very good very good very good very good very good very good 3

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

4200 4300 4400 4500 4600 4700 4800 4900 5000 5100 5200 5300 5400 5500

B B B B B B B B C C C C C C

1.87 1.65 0.59 0.41 0.65 0.83 1.39 1.43 1.51 1.47 1.51 1.47 1.45 1.49

good good fair poor fair fair good good good good good good good good

11.47 10.83 9.91 10.07 8.65 8.37 7.35 7.23 6.97 6.45 6.21 5.85 5.63 5.43

very good very good good very good good good good good good good good good good good

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa parameter kekayaan dari nilai S1 menghasilkan nilai yang berlawanan dengan TOC dan nilai S2 sedangkan nilai S2 dan TOC seolah saling mendukung satu sama lain. Hal ini dikarena bahwa kemungkinan pengeboran dilakukan menggunakan Drilling mud additives sehingga mempengaruhi nilai S1 (Dembicki, 2009). Akibatnya, nilai S1 pada tabel diatas dapat diabaikan sehingga parameter kekayaan yang penulis pakai hanyalah nilai TOC dan nilai S2. Untuk mengetahui parameter kekayaan dari tiap formasi, penulis melakukan plot S2 terhadap kedalaman dan TOC terhadap kedalaman sehingga didapat hasil sebagai berikut :

Gambar 2.1 (a) Hasil plot nilai S2 terhadap kedalaman (b) hasil plot nilai TOC terhadap kedalaman.

Hasil plot tersebut menunjukan kekayaan batuan induk dalam setiap formasi dengan lebih jelas. Agar kekayaan atas material organik terpetakan menjadi lebih jelas lagi maka penulis membuat plot S2 terhadap TOC. Hasil plot tersebut disajikan dalam diagram berikut:

4

Gambar 2.2 Hasil plot TOC terhadap S2 untuk mengetahui dengan jelas kekayaan sebenarnya dari batuan induk.

5

III. Tipe Kerogen Setelah mengetahui kuantitas material organik, pertanyaan berikutnya yang akan muncul adalah “jikapun batuan ini menghasilkan hidrokarbon, jenis hidrokarbon apa yang akan dihasilkan ? gas ? minyak ?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka hal yang perlu dilakukan selanjutnya ialah analisis tipe kerogen. Dalam analisis tipe kerogen, parameter yang dilihat adalah nilai HI (S2/TOC) dan hasil plot pada diagram Van-Krevelen. Penulis menggunakan parameter nilai HI yang diberikan oleh Peters dan Cassa (1994). Berikut parameter nilai HI menurut Peters dan Cassa (1994): Tabel 3.1 parameter tipe kerogen bedasarkan HI menurut Peters dan Cassa (1994)

Kerogen I II II/III III IV

HI >600 300-600 200-300 50-200 <50

Dari parameter diatas, berikut hasil analisis tipe kerogen batuan induk bedasarkan nilai HI (S2/TOC): Tabel 3.2 tipe kerogen sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai HI

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

kedalaman (m) -3000 -3100 -3200 -3300 -3400 -3500 -3600 -3700 -3800 -3900 -4000 -4100 -4200 -4300 -4400 -4500 -4600 -4700 -4800 -4900 -5000 -5100 -5200

formasi A A A A A A A A A B B B B B B B B B B B C C C

HI 210.44 236.00 237.53 247.96 253.68 224.29 245.21 356.92 364.10 353.18 421.10 493.13 740.00 656.36 508.21 481.82 483.24 501.20 773.68 505.59 368.78 184.29 170.60

Parameter II/III II/III II/III II/III II/III II/III II/III II II II II II I I II II II II I II II III III 6

24 -5300 C 151.16 III 25 -5400 C 152.57 III 26 -5500 C 119.34 III Tabel diatas menunjukan keberagaman kerogen dalam 3 formasi. Formasi A yang didominasi oleh kerogen tipe II/III, formasi B didominasi oleh kerogen tipe II, dan formasi C didominasi oleh kerogen tipe III. Agar lebih jelas, maka nilai HI diplot terhadap kedalaman dan didapat diagram berikut:

Gambar 3.1 Hasil plot kedalaman terhadap HI untuk mengetahui dengan jelas hubungan stratigrafi dengan tipe kerogen

Selain pengunaan HI sebagai parameter tipe kerogen, diagram Van-Krevelen juga dapat digunakan dalam penentuan tipe kerogen. Teknik ini hanya memanfaatkan hasil plot HI (S2/TOC) dan OI (S3/TOC) pada suatu diagram. HI dapat diplot juga terhadap Tmaks pada diagram kravelen. Berikut adalah hasil plot dari HI terhadap OI dan HI terhadap Tmaks:

Gambar 3.2 Hasil plot Tmaks terhadap HI pada diagram Van Krevelen

7

Gambar 3.3 Hasil plot pada diagram pseudo Van Krevelen a) Formasi A .b) Formasi B. c) Formasi C.

Tidak ikut terlupakan juga, karena HI merupakan hasil dari S2 dibagi TOC maka untuk menentukan tipe kerogen juga dapat dilakukan dengan cara mengeplot S2 terhadap TOC (Dembicki, 2009). Berikut adalah hasil plot dari S2 dan TOC:

Gambar 3.4 Hasil plot S2 terhadap TOC untuk mengetahui daerah tipe kerogen

8

IV. Kualitas Pertanyaan terakhir setelah pertanyaan jumlah material organik dan jenis hidrokarbon yang akan dihasilkan terjawab adalah “Kapankah batuan induk saya menghasilkan hidrokarbon ?”. Pertanyaan ini berkaitan dengan kematangan termal batuan induk. Kematangan batuan induk dilihat dari beberapa parameter seperti nilai Tmaks, reflektansi vitrinit, dan indeks produksi (PI). Parameter yang penulis gunakan ialah parameter menurut Peters dan Cassa (1994). Berikut merupakan parameter kematangan pada tahap maturasi menurut Peters dan Cassa (1994): Tabel 4.1 Parameter kematangan bedasarkan nilai Ro dan Tmaks menurut Peters dan Cassa (1994)

Maturity Immature Early mature Peak Late Post mature

Ro (%) 0.2-0.6 0.6-0.65 0.65-0.9 0.9-1.35 >1.35

Tmaks <435 435-445 445-450 450-470 >470

Sedangkan berikut merupakan parameter kematangan pada tahap generasi menurut Peters dan Cassa (1994): Tabel 4.2 Parameter kematangan bedasarkan nilai PI menurut Peters dan Cassa (1994)

Maturity PI Immature <0.1 Early mature 0.1-0.15 Peak 0.25-0.4 Late >0.4 Dari parameter diatas, berikut hasil analisis kematangan batuan induk bedasarkan nilai PI: Tabel 4.3 kematangan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI Tabel 4.3 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI kedalaman Tabel 4.3 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

(m) -3000 -3100 -3200 -3300 -3400 -3500 -3600 -3700 -3800 -3900 -4000 -4100 -4200 -4300 -4400 -4500 -4600

formasi A A A A A A A A A B B B B B B B B

PI 0.07 0.08 0.08 0.15 0.33 0.32 0.27 0.25 0.12 0.12 0.13 0.13 0.14 0.13 0.16 0.17 0.17

Parameter Immature Immature Immature Early Peak Peak Peak Peak Early Early Early Early Early Early Early Early Early 9

18 19 20 21 22 23 24 25 26

-4700 -4800 -4900 -5000 -5100 -5200 -5300 -5400 -5500

B B B C C C C C C

0.17 0.11 0.17 0.21 0.35 0.37 0.40 0.40 0.46

Early Early Early Early Peak Peak Peak Peak Late

Berikut hasil analisis kematangan bedasarkan nilai Tmaks : Tabel 4.4 kematangan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai Tmaks Tabel 4.3 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI kedalaman Tabel 4.3 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

(m) -3000 -3100 -3200 -3300 -3400 -3500 -3600 -3700 -3800 -3900 -4000 -4100 -4200 -4300 -4400 -4500 -4600 -4700 -4800 -4900 -5000 -5100 -5200 -5300

formasi A A A A A A A A A B B B B B B B B B B B C C C C

Tmaks 425 426 424 430 429 433 435 437 438 436 440 445 447 450 453 457 456 459 459 461 463 465 470 469

25

-5400

C

473

26

-5500

C

475

Parameter immature immature immature immature immature immature early early early early early peak peak peak late late late late late late late late late late post mature post mature

10

Berikut ini merupakan hasil analisis kematangan dan tahapan yang berlangsung bedasarkan reflektansi vitrinit: Tabel 4.5 kematangan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai Ro Tabel 4.3 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI Tabel 4.3 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

kedalaman(m) -3000 -3100 -3200 -3300 -3400 -3500 -3600 -3700 -3800 -3900 -4000 -4100 -4200 -4300 -4400 -4500 -4600 -4700 -4800 -4900 -5000 -5100 -5200 -5300 -5400 -5500

formasi A A A A A A A A A B B B B B B B B B B B C C C C C C

Ro 0.43

Parameter Tahap immature Diagenesis

0.51

immature

Diagenesis

0.63

early

Diagenesis

0.75

peak

Katagenesis

0.81

peak

Katagenesis

0.93

late

Katagenesis Akhir

0.97

late

Katagenesis Akhir

Agar lebih jelas hubungan kematangan terhadap kedalaman, maka nilai PI dan Tmaks diplot terhadap kedalaman sehingga didapat diagram berikut:

Gambar 4.1 (a) Hasil plot Tmaks terhadap kedalaman untuk mengetahui tren kematangan. (b) Hasil plot nilai PI terhadap kedalaman menunjukan bahwa terjadi perubahan nilai S1 akibat adanya perpindahan hidrokarbon dari batuan lain.

11

V. Interpretasi lainnya Selain 3 parameter batuan induk seperti kekayaan, tipe, dan kematangan, data tersebut masih dapat memberikan informasi yang tidak kalah pentingnya dibandingkan 3 parameter diatas. Informasi itu meliputi asal lingkungan batuan tersebut, kejadian geologi yang terjadi di kedalaman 3000 m-5000 m dan juga sifat dari hidrokarbon tersebut. Sifat dari hidrokarbon yang dimaksud disini adalah apakah hidrokarbon bersifat waxy atau non-waxy. Sifat ini dapat diketahui jika nilai CV diketahui. Adapun rumus dari CV sendiri ialah:

CV = -2.53δ13Csat + 2.22δ13Caro – 11.65 >0.47 lilinan <0.47 nonlilinan Dari rumus tersebut, berikut ini adalah hasil perhitungan dari data pada sampel sumur bor Alpha-1: Tabel 5.1 data isotop sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai 13C Tabel 4.3 kekayaan sumur bor Alfa-1 bedasarkan nilai PI Tabel sumur bedasarkan nilai PIΔ13Caro No4.3 kekayaan dalam (m) bor Alfa-1 formasi Δ13Csat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

-3000 -3100 -3200 -3300 -3400 -3500 -3600 -3700 -3800 -3900 -4000 -4100 -4200 -4300 -4400 -4500 -4600 -4700 -4800 -4900 -5000 -5100 -5200 -5300 -5400 -5500

A A A A A A A A A B B B B B B B B B B B C C C C C C

-27.57

-24.13

CV 4.5335 waxy

-28.39

-23.75

7.4517 waxy

-29.01

-24.33

7.7327 waxy

-23.21

-22.35

-2.5457 nonwaxy

-24.07

-24.37

-4.8543 nonwaxy

-25.63

-26.77

-6.2355 nonwaxy

-25.13

-27.03

-8.0777 nonwaxy

12

Untuk mengetahui darimana material organik batuan induk berasal, maka δ 13Csat perlu di plot terhadap δ 13Caro. Dari hasil plot tersebut maka akan terlihat darimana material organik itu berasal entah dari darat (Terrigenous) ataupun laut (Marine). Pada diagram tersebut terdapat garis dengan persamaan δ13Caro = 1.14δ 13Csat + 5.46. Berikut hasil plot pada diagram Sover (1984):

Gambar 5.1 Hasil plot terhadap 13Csat dan 13Caro menujukan batuan pada formasi A berasal dari endapan darat dan menunjukan batuan pada formasi B dan C dari endapan laut.

Hasil plot tersebut menunjukan bahwa formasi A merupakan endapan darat sedangkan formasi B dan formasi C merupakan endapan marin. Hal ini terlihat dari letak hasil plot dibawah garis persamaan. Kondisi geologi dikedalaman 3000 m – 5500 m dapat dimodelkan dengan data reflektansi vitrinit. Cara untuk memodelkan kondisi geologi dikedalaman tersebut dengan membuat plot reflektansi vitrinit terhadap kedalaman sehingga didapat diagram berikut ini:

Gambar 5.2 Hasil plot Ro terhadap kedalaman. Formasi B menunjukan unconformity.

13

VI. Pembahasan Berikut merupakan pembahasan dari analisis batuan induk diatas: a. Pembahasan umum Sampel sumur bor Alfa-1 memiliki kekayaan material organik yang baik dari rentang good hingga excellent. Parameter yang digunakan untuk menguji kekayaan ini adalah nilai TOC, S1, dan S2. Namun, nilai S1 memberikan hasil yang berkontradiksi dengan kedua parameter lainnya sehingga parameter kekayaan menggunakan S1 diabaikan. S1 perlu diabaikan karena dalam konsepnya, nilai S1 merupakan jumlah hidrokarbon yang sudah ada di dalam batuan. Hidrokarbon yang tersimpan didalamnya memiliki kemungkinan berasal dari batuan lain (tidak murni dari batuan itu sendiri). Alhasil, pada evaluasi batuan induk, parameter yang penulis gunakan bedasarkan nilai TOC dan nilai S2. Selanjutnya, batuan pada tiga formasi memiliki tipe kerogen yang berbeda. Parameter yang penulis gunakan ialah nilai HI serta membuat plot titik pada diagram VanKrevelen. Kematangan pada sampel sumur bor Alfa-1 menunjukan kematangan yang ideal. Hasil plot kedalaman terhadap Tmaks menunjukan kenaikan secara linear (Gambar 4.1). Hal ini menunjukan bahwa kematangan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman. Walaupun begitu, Hasil plot PI terhadap kedalaman menunjukan suatu anomali (Gambar 4.1). Pada kedalaman 3400 m, terdapat pergeseran yang cukup signifikan yang menandakan bahwa nilai S1 lebih besar dari nilai S2. Hal ini juga dapat disebabkan oleh nilai S1 yang tidak stabil akibat pengeboran yang menggunakan drilling mud additives. Selain itu, dari data vitrinit menunjukan bahwa “jendela minyak” kemungkinan berada pada kedalaman 3500 m-3600 m. Yang terakhir, endapan sedimen dari ketiga formasi berasal dari lingkungan yang berbeda. Pada gambar 5.1, endapan dari formasi A berasal dari lingkungan darat sedangkan formasi B dan formasi C berasal dari lingkungan marin. Kondisi geologis di kedalaman 3000 m – 5500 m kurang dapat diketahui karena data Ro yang hanya sedikit. Walaupun begitu, hasil plot Ro terhadap kedalaman seperti pada gambar 5.2 menunjukan adanya tren. Nilai Ro pada formasi B lebih maju dan memiliki kemungkinan adanya unconformity. Hal ini penulis interpretasikan karena penulis menemukan bahwa endapan formasi A merupakan endapan darat sedangkan formasi B merupakan endapan laut sehingga antar formasi ini memiliki kemungkinan adanya unconformity. B. Formasi A Formasi A memiliki kekayaan material organik good – very good. Nilai ini didapatkan dengan menggabungkan 2 parameter kekayaan yaitu nilai TOC dan nilai S2 seperti pada gambar 2.2. Tipe kerogen pada batuan ini adalah tipe II/III. Hal ini diperkuat dengan membuat plot diagram van Krevelen (Gambar 3.2), diagram pseudo van Krevelen (Gambar 3.3) dan nilai S2 terhadap nilai TOC (Gambar 3.4). Kematangan yang dimiliki oleh batuan pada formasi ini adalah immature hingga early. Formasi ini juga berasal dari endapan darat. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai CV yang berada dibawah 0.47 dan juga hasil plot titik pada diagram Sover (1984).

14

B. Formasi B Formasi B memiliki kekayaan material organik good – very good. Nilai ini didapatkan dengan menggabungkan 2 parameter kekayaan yaitu nilai TOC dan nilai S2 seperti pada gambar 2.2. Tipe kerogen pada batuan ini adalah tipe II dan juga tipe I. Hal ini didasari dar hasil plot diagram van Krevelen (Gambar 3.2), diagram pseudo van Krevelen (Gambar 3.3) dan nilai S2 terhadap nilai TOC (Gambar 3.4). Kematangan yang dimiliki oleh batuan pada formasi ini adalah early hingga late. Formasi ini juga berasal dari endapan marin. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai CV yang berada diatas 0.47 dan juga hasil plot titik pada diagram Sover (1984). B. Formasi C Formasi C memiliki kekayaan material organik good – very good. Nilai ini didapatkan dengan menggabungkan 2 parameter kekayaan yaitu nilai TOC dan nilai S2 seperti pada gambar 2.2. Tipe kerogen pada batuan ini adalah tipe III. Hal ini diperkuat dari hasil plot diagram van Krevelen (Gambar 3.2), diagram pseudo van Krevelen (Gambar 3.3) dan nilai S2 terhadap nilai TOC (Gambar 3.4). Kematangan yang dimiliki oleh batuan pada formasi ini adalah late hingga post mature. Formasi ini juga berasal dari endapan marin. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai CV yang berada diatas 0.47 dan juga hasil plot titik pada diagram Sover (1984).

VII. Kesimpulan Dari pembahasan diatas yang mencangkup 3 parameter dalam evaluasi batuan induk (richness, types and quality), penulis menarik kesimpulan bahwa: 1. Batuan pada formasi A merupakan batuan induk potensial karena memiliki kekayaan material organik yang tinggi namun belum matang. 2. Batuan pada formasi B merupakan batuan induk efektif karena memiliki kekayaan material organik yang tinggi dan sudah matang. 3. Batuan pada formasi C merupakan batuan induk efektif karena memiliki kekayaan material organik yang tinggi dan sudah matang. VII. Referensi Dembicki Jr., H., 2009. Three common source rock evaluation errors made by geologists during prospect or play appraisals. American Association of Petroleum Geologists Bulletin 93, hal. 341–356. Dembicki Jr., H., 2009. Petroleum Geochemistry for Exploration and Production. Elsevier science, hal. 73-78. Subroto, E., 2004. Pengenalan Geokimia Petroleum. ITB press. Peters, K.E., 1986. Guidelines for evaluating petroleum source rock using programmed pyrolysis. American Association of Petroleum Geologists Bulletin 70, hal. 318–329. Waples, D, 1985. Geochemistry in Petroleum Exploration. D. Reidel Publishing Company
, hal. 92-95.

15

Related Documents

Geokimia Petroleum.docx
November 2019 8
Uts
June 2020 48
Coal Petroleum
November 2019 8

More Documents from ""