BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Sistitis (Cystitis) (sistitis) adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra (Nursalam & Fransisca, 20011 : 111). Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44). Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) bukan disebabkan oleh bakteri dan tidak berespon terhadap antibiotik (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435).
B.Anatomi fisiologi Kandung Kemih (vesika urinaria) Kandung Kemih (Vesika Urinaria) merupakan salah satu organ dalam sistem eksresi manusia (urin) yang berfungsi untuk menampung urin sementara sebelum dibuang melalui proses Buan Air Kecil (BAK). Kandung kemih merupakan organ berbentuk seperti kantong yang disusun oleh otot yang saling beranyaman. Organ ini terletak di rongga pelvis, dibelakang pubis. Normalnya kandung kemih menyimpan sekitar 500 ml urin. Dalam keadaan kosong vesika urinaria berbentuk oval seperti buah pir dan lokasinya terletak di dalam rongga perlvis. Ketika berisi urin, maka dinding atas dari vesika urinaria ini akan masuk ke daerah abdomen.
KANDUNG KEMIH (VESIKA URINARIA)
Fungsi kandung kemih (vesika urinaria)
Fungsi utama dari kandung kemih adalah untuk menyimpan urin sebelum dikeluarkan melalui proses buang air kecil. Biasanya kandung kemih hanya menyimpan sekitar 500 ml urin, tetapi kapasitas maksimal yang dapat disimpannya jauh lebih besar. Memberikan sinyal kepada tubuh apabila urin yang ditampung sudah cukup banyak sehingga dapat dikeluarkan. Membantu proses buang air kecil dengan mengkontrasikan otot – otot detrusornya.
Struktur dan bagian-bagian kandung kemih Bagian utama dari kantung kemih adalah otot detrusor yang terdiri dari otot spiral, longitudinal dan sirkular. Ketika hendak mengeluarkan urin, maka otot ini akan melakukan kontraksi dengan mengirimkan sinyal parasimpatik. Lapisan dari vesika urinari dari luar ke dalam adalah Lapisan Seroa (Peritoneum Parietal), Lapisan Subserosa (Fascia Endopelvina), Lapisan Otot (M. Detrussor), Lapisan Submukosa, dan Lapisan Mukosa. Bagian puncak (apex) dari kandung kemih menghadap dengan simpisis pubis, sedangkan bagian dasarnya berhadapan dengan rektum pada pria dan vagina pada wanita. Bagian leher terdapat pada sisi bawah dimana vesika urinaria tampak menyempit ke arah uretra. Bagian tubuh atau badan merupakan bagian terbesar pada kandung kemih. Pada kandung kemih terdapat bagian yang di sebut trigone, yaitu suatu wilayah yang membentuk struktur seperti segi tiga pada dinding belakang kandung kemih. Trigone ini di susun oleh dua
orivisia uretra (bukaan uretra tempat masuknya kateter) dan internal uretra urevisia (bagian awal uretra).
STRUKTUR KANDUNG KEMIH (VESIKA URINARIA)
Bagian leher kandung kemih di susun oleh otot detrusor yang membentuk uretral spinter internal. Spinter ini akan menutup saat proses ejakulasi untuk mencegah masuknya semen ke dalam kandung kemih. Spinter ini di kontrol secara tidak sadar. Juga terdapat spinter uretral eksternal yang berfungsi untuk menahan urin sementara, spinter ini dapat di kontrol secara sadar (voluntari). C. Aspek Epideimiologi Systitis (infeksi saluran kemih) tergantung pada faktor usia : usia gender,prevalensi,bakteri uria,dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan,kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Pravalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%,baik laki-laki maupun perempuan disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis,obstruksi saluran kemih,penyakit ginjal polikistik,nekrosis papilar,diabetes mellitus pasca transpantasi ginjal,nefropati analgesik,penyakit sickle-cell,senggama,kehamilan dan
peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi, obstruksi prostat pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki dan 0,7% di perempuan (wettergren,jodal, and jonasson,1985). Insidens ISK pada lelakinyang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding 0,11 %) pada usia hidup 6 bulan pertama (wiswell and roscelli 1986). Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah. B. Etiologi Berdasarkan dari pembagian sistitis maka etiologi yang dapat menyebabkan sistitis adalah sebagai berikut : a. Sistitis akut Penyebab dari inflamasi kandung kemih adalah infeksi yang diakibatkan oleh bakteri, seperti E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresu (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44). Cara penularan : a) Melalui hubungan intim b) Pemakaian kontrasepsi spermisid diafragma karena dapat menyebabkan sumbatan parsial uretra dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap serta perubahan pH dan flora normal vagina (Nursalam & Fransisca B., 2011 : 112). b. Sistitis interstitial Penyebab sistitis interstitial belum diketahui meskipun terdapat dugaan berasal dari suatu inflamasi atau otoimun (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435). Menurut Arif Muttaqin dan Kumala Sari (2011: 208) etiologi sistitis interstitial belum diketahui dan kemungkinan multifaktorial. Beberapa faktor yang memungkinkan adalah sebagai berikut : 1) Peran patogenik dari sel mast di dalam lapisan mukosa kandung kemih 2) Kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada permukaan lumen kandung kemih sehingga peningkatan permeabilitas jaringan submukosa yang mendasari untuk zat beracun dalam urin 3) Infeksi dengan agen (misalnya virus lambat atau bakteri) 4) Produksi toksin dalam urin 5) Reaksi hipersinsitivitas neurogenik atau peradangan diperantarai secara lokal pada kandung kemih 6) Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul atau disfungsional pengeluaran urin 7) Gangguan autoimun D.Patofisiologi Pada wanita biasanya berupa sistitis akut karena jarak uretra ke vagina pendek (anatomi), kelainan periuretral, rektum (kontaminasi) feses, efek mekanik coitus, serta infeksi kambuhan organism gram negatif dari saluran vagina, defek terhadap mukosa uretra, vagina dan genital eksternal memungkinkan organism masuk ke vesika perkemihan. Infeksi terjadi mendadak akibat flora (E. Coli) pada tubuh pasien. Pada laki-laki abnormal, sumbatan menyebabkan struktur dan hiperplasi prostatic (penyebab yang paling sering terjadi). Infeksi saluran kemih atas penyebab penyakit infeksi kandung kemih kambuhan (Nursalam dan Fransisca B, 2011 : 111-112). Sedangkan patfisiologi sistitis interstitial masih kurang dipahami. Berbagai etiologi telah diajukan, tidak ada yang cukup menjelaskan secara baik bagaimana proses tersebut dapat dijelaskan. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa sistitis interstitial merupakan sejumlah kondisi yang belum terdefinisi dari berbagai patologis yang berbeda, akhirnya hadir
sebagai sindrom klinis frekuensi BAK, urgensi, dan nyeri panggul (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011 : 209). PATHWAY
C. Manifestasi Klinis Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritema), edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa nyeri atau sakit di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah atas, sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum yang menurun. Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih sebelah atas (Basuki B. Purnoma, 2008 : 44). Sedangkan menurut Nursalam dan Fransisca B. (2011 : 112) manifestasi dari sistitis adalah sebagai berikut : a. kemerahan pada kandung kemih b. edema pada kandung kemih c. kandung kemih hipersensitif jika berisi urine d. inkontinensia e. sering berkemih f. Nyeri di daerah suprapubik g. Eritema mukosa kandung kemih h. Hematuria i. Jarang disertai demam j. Mual k. Muntah l. Lemah m. Kondisi umum menurun n. Bakteriuria (10.000/ml:infeksi) D. Klasifikasi Sistitis Sistitis dapat dibedakan sebagai berikut : a. Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresus yang masuk ke buli-buli terutama melalui uretra (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44). b. Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) bukan disebabkan oleh bakteri dan tidak berespon terhadap antibiotik (Brunner & Suddarth, 2001 : 1435). F.Pencegahan Cystitis
Cystitis yang sering kambuh tentu sangat mengganggu kenyamanan sekaligus aktivitas sehari-hari penderitanya. Terdapat beberapa langkah sederhana yang bisa diterapkan guna menghindari peradangan, sekaligus mencegah kekambuhannya, di antaranya:
Jangan menahan keinginan untuk buang air kecil dan upayakan mengosongkan kandung kemih setiap mengeluarkan urine. Selain itu, usahakan untuk membuang air kecil setelah berhubungan seksual.
Hindari membersihkan organ intim dengan sabun mandi atau sabun pembersih organ intim yang mengandung parfum. Banyak minum guna mencegah perkembangbiakkan bakteri dalam kandung kemih. Kenakan celana dalam berbahan katun yang lembut. Membiasakan diri menyeka anus atau dubur ke arah belakang, bukan ke arah vagina.
G.Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk membantu pengobatan pada klien dengan cystitis dilakukan dengan bantuan medis berupa terapi farmakologi dan juga penatalaksanaan keperawatan, berikut ini petalaksanaanya: a. Farmakoterapi Penanganan sistitis yang ideal adalah agens antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, dipilih antimikroba yang masih cukup sensitif terhadap kuman E. Coli, antara lain : nitrofurantoin, trimetroprim sulfametoksazol, atau ampisilin. Kadang-kadang diperlukan obat-batan golongan antikolinergik (propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptic pada saluran kemih (Basuki B. Purnomo, 2008 : 44). Sedangakan Tidak ada pengobatan standar ataupun pengobatan efektif untuk sistitis interstisialis. Beberapa jenis pengobatan yang pernah dicoba dilakukan pada penderita sistitis interstisialis: 1) Dilatasi (pelebaran) kandung kemih dengan tekanan hidrostatik (tenaga air) 2) Obat-obatan (elmiron, nalmafen) 3) Anti-depresi (memberikan efek pereda nyeri) 4) Antispasmodik 5) Klorapaktin (dimasukkan ke dalam kandung kemih) 6) Antibiotik (biasanya tidak banyak membantu, kecuali jika terdapat infeksikandung kemih) 7) DMSO (dimetilsulfoksida), untuk mengurangi peradangan 8) Pembedahan. b. keperawatan penatalaksanaan keperawatan pada Cystitis akut adalah sebagai berikut : 1) Minum banyak cairan untuk mengeluarkan bakteri yang ada dalam urine 2) Membuat suasana air kemih menjadi basa yaitu dengan meminum baking soda yang di larutkan dalam air Sedangkan penatalaksanaan pada Cystitis interstitial adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari 2) Kaji haluan urine terhadap perubahan warna, bau, dan pola berkemih, masukan dan haluan setiap 8 jam serta hasil urinalisis ulang 3) Bersihkan daerah perineum dari depan ke belakang 4) Hindari sesuatu yang membuat iritasi, contoh : CD dari nylon 5) Istirahat dan nutrisi adekuat 6) Kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin BAK Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi dari perburukan sistitis adalah sebagai berikut :
a. Pyelonefritis b. Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis)
TINJAUAN TEORI KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN 1. Anamnesa a. Identitas a) Pada wanita, kebanyakan infeksi kandung kemih diakibatkan oleh infeksi ascenden yang berasal dari uretra dan seringkali berkaitan dengan aktivitas seksual. b) Pada pria, dapat diakibatkan infeksi ascenden dari uretra atau prostat tetapi agaknya lebih sering bersifat sekunder terhadap kelainan anatomik dari traktus urinarius. c) Cystitis pada anak-anak dapat terjadi oleh karena abnormal dalam urinary tract (saluran kencing ). Oleh karena itu, anak-anak dengan cystitis, khususnya di bawah usia 5 tahun, perlu tindak lanjut khusus untuk mencegah kerusakan ginjal nantinya. 2. Keluhan Utama Biasanya pasien mengeluh nyeri dan rasa panas pada saat berkemih. 3. Riwayat Kesehatan 1. Riwayat penyakit sekarang: 1) Adanya disuria, polakisuria, nokturia, rasa tidak enak di daerah suprapubis, nyeri tekan pada palpasi di daerah suprapubis. 2) Adanya gejala sistemik berupa pireksia, kadang-kadang menggigil; sering lebih nyata pada anak-anak, kadang-kadang tanpa gejala atau tanda-tanda infeksi lokal dari traktus urinarius. 1. Riwayat penyakit dahulu: 1)
Kaji riwayat ISK sebelumnya.
2) Kaji apakah pasien menderita diabetes, karena biasanya lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
3) Pada wanita, kaji apakah pernah menggunakan kontrasepsi atau diafragma, karena penyakit ini dapat meningkat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi atau diafragma yang tidak terpasang dengan tepat. 1. Riwayat Psikososial Nyeri dan kelelahan yang berkenaan dengan infeksi dapat berpengaruh terhadap penampilan kerja dan aktivitas kehidupan sehari-hari. 1. Pemeriksaan fisik a)
Data objektif
– Pemeriksaan Abdomen: gambaran ini biasanya normal, dengan kemungkinan kekecualian nyeri tekan suprapubik. – Pemeriksaan Pelvis: secret purulen dapat diekspresikan dari uretra atau kelenjar Skene. Divertikel uretra dicurigai, bila pus tampak pada ostium uretrae eksternum setelah uretra dikosongkan melalui vagina dengan jari dalam vagina. Pada pemeriksaan bimanual, nyeri tekan vesika urinaria dapat dipalpasi. Sering, pemeriksaan pelvis benar-benar normal. b)
Pemeriksaan per-sistem 1. B1 (Breath)
RR meningkat karena nyeri. 2. B2 (Blood) Peningkatan tekanan darah,nadi meningkat,suhu meningkat 3. B3 (Brain) Biasanya tidak mengalami masalah 4. B4 ( Bladder ) Nyeri tekan pada palpasi di daerah suprapubis, Urin keruh dan mungkin berbau tidak enak dengan leukosit, eritrosit, dan organisme. 5. B5 ( Bowel ) Biasanya tidak mengalami masalah 6. B6 ( Bone ) Biasanya tidak mengalami masalah
II. DIAGNOSA 1. Hipertermi berhubugan dengan adanya infeksi yang dimanifestasikan oleh adanya peningkatan suhu, menggigil, dan malaise. 2. Nyeri acut yang berhubungan dengan proses penyakit. 3. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada kandung kemih. 4. Perubahan pola eleminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan inflamasi pada kandung kemih. 5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubung dengan mual, muntah, dan anorexia. 6. Resiko tinggi infeksi berulang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyebab, pencegahan kekambuhan. 7. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah. III.
INTERVENSI 1. Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi yang dimanivestasikan oleh adanya peningkatan suhu, tachicardia, menggigil dan maliesa.
Tujuan: menurunkan suhu tubuh. Intervensi a. Observasi TTV setiap 4 jam terutama suhu dan nadi. Rasional : untuk menentukan rencana terutama suhu dan nadi. b. Anjurksn klien untuk banyak minum 2-2,5 liter perhari. Rasional : menurunkan suhu melalui pengeluaran urin yang banyak c. Monitor intake dan output cairan. Rasional : memastikan hidrasi tetap adekuat dan memonitor fungsi renal. 2. Nyeri acut yang berhubungan dengan proses penyakit. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang. Kriteria Hasil : a. Pasien mengatakan/tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih. b. Kandung kemih tidak tegang. c. Pasien nampak tenang. d. Ekspresi wajah tenang. Intervensi: a. Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri. Rasional : Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi.
b. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran. Rasional: Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekksasikan otot-otot. c. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi. Rasional: untuk membantu klien berkemih. d. Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi. Rasional: analgetik memblok lintasan nyeri. 3. Infeksi yang berhubungan dengan bakteri pada kandung kemih. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi. Kriteria Hasil: a. Tanda vital dalam batas normal. b. Nilai kultur urine negative c. Urine berwarna bening dan tidak bau. Intervensi : a. Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,5 derajat celcius. Rasional: tanda vital menandakan adanya perubahan didalam tubuh. b. Catat karakteritis urine. Rasional: untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil diharapkan. c. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter jika tidak kontra indikasi. Rasional: untuk mencegah statis urine. d. Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensitivitas untuk menentukan respon terapi. Rasional : mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita. e. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali berkemih. Rasional: untuk mencegah adanya distensi kandung kemih 4. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, doronganfrekwensi dan atau nokturia) yang berhubungan dengan inflamasi pada kandung kemih. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan klien dapat mempertahankan pola eliminasisacara adekuat.
Kreteria hasil: a. Klien dapat berkemih setiap 3 jam. b. Klien tidak kesulitan saat berkemih. c. Klien dapat BAK dan berkemih. Intervensi: 1). Ukur catat urin saat berkemih. Rasionalisasi: Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input output. 2). Anjurkan berkemih setiap 2 sampai3 jam. Rasionalisasi: Untuk mencegah terjadinya penumpukan urinedalamvesika urinaria. 3). Palpasi kandung kemih tiap 4 jam. Rasionalisasi: Untuk mengetahui adanya distensia kandung kemih. 4). Bantu kliendi kamar kecil, memakaipispot atau urinal. Rasionalisasi: Untuk memudahkan klien di dalam berkemih. 5). Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman. Rasionalisasi: Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah dan anoreksia. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Intervensi: 1). Kaji pola makan pasin sebelum sakit sesudah sakit. Rasionalisasi: Mengetahui kebiasaan dan jenis makana serta masukan makanan klien. 2). Kaji adanya keluhan mual, muntah, dan anoreksia. Rasionalisasi: Untuk merencanakan tindakan selanjutnya. 3). Beri makan dalam porsi kecil dansering. Rasionalisasi: Meningkatkan asupan makanan.
6. Resiko tinggi infeksi berulang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang, penyebab,pencegahan, kekambuhan dan keperawatan. Tujuan:: Infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil: a. Klien mengetahui penyebab, pencegahan, kekambuhan dan perawatan. b. Klien selalu menjaga kebersihan diri dan perawatan diri. c. Klien tidak kambuh sakitnya. Intervensi: 1). Jaga kebersihan parinial agar tetap kering dan bersih keringkan depan sampai ke belakang. Rasionalisasi: Mencegah perkembangan mikroorganisme. 2). Gunakan celana dalam dari bahan katun. Rasionalisasi; Menyerap caira dan keringat. 3). Gunakan celana yang longgar dan jangan terlalu ketat. Rasionalisasi: Memperlancar aliran darah.
7. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan intruksi perawatan dirumah. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda tanda gelisah. Kreteria hasil: a. Klien tidak gelisah. b. Klien tenang. Intervensi: 1). Beri support pada klien. Rasionalisasi: Agar klien kembali menyrahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME. 2). Beri penjelasan tentang penyakitnya.
Rasionalisasi: Biar klien mengerti. 3). Kaji tinggkat kecemasan. Rasionalisasi: Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien. 4). Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Rasionalisasi: Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal- Bedah: Bukus Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC. http://irma-r-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-44723-Umum-SISTITIS.html. Di akses pada 24 April 2014. http://musyrihah-megarezky.blogspot.com/2011/11/askep-sistitis.html. Di akses tanggal 24 April 2014. Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi (Manual of Gynecologic and Obstetric Emergencies) / Ben-Zion Taber—Edisi 2. Jakarta: EGC. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan / Jan Tambayong. Jakarta: EGC.