Usus Marmut Fix.docx

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Usus Marmut Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,575
  • Pages: 17
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI RESEPTOR ASETILKOLIN DI USUS

KELOMPOK 7 Ilfi Alfiani 201810330311079 Alfitra Salsabillah 201810330311076 Muhammad Haris F 201810330311089 Aviva Martha T 201810330311107 Waldiyansyah Rizkyfi M 201810330311098 Vini Da’watu Al Haqq A.S 201810330311037 Cerelia Iftina Nugroho 201810330311025 Achmad Rivaldy Ibrahim 201810330311067 Muhammad Alwan Al khawarizmi 201810330311071 Rifita Rahma V 201810330311125

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018

2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah laporan praktikum farmakologi dengan baik. Makalah ini disusun untuk membantu pengembangan pemahaman pembaca terhadap mulai kerja dan respon pada obat Diazepam yang diberikan secara intraperitonial, dan juga untuk menyelesaikan tugas praktikum farmakologi. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dr. Fathiyah Safitri, M.Kes selaku dosen pembimbing praktikum farmakologi Universitas Muhammadiyah Malang, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari semua pihak

Malang, 20 Desember 2018

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................... Daftar Isi .................................................................................................................ii Bab I Pendahuluan ..................................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2 1.3 Tujuan .........................................................................................................2 1.4 Manfaat........................................................................................................3 Bab II Pembahasan..................................................................................................3 2.1 Landasan Teori............................................................................................3 Bab III Pembahasan................................................................................................9 3.1 Alat...............................................................................................................9 3.2 Bahan...........................................................................................................9 3.3 Prosedur Kerja.............................................................................................9 3.4Hasil Penelitian…………………………………………………………...11 Bab IV Penutup.....................................................................................................15 4.1 Kesimpulan................................................................................................15 4.2 Saran..........................................................................................................15 Daftar Pustaka........................................................................................................16

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan Pada prinsipnya semua bagian dari fraktus gastrointestinal dapat digunakan untuk percobaan organ terpisah (esofagus, gaster, ileum, kolon, dan bahkan rektum). Ada 2 macam metoda organ terpisah, yaitu yang disertai saraf dan tidak disertai saraf. Dengan metoda ini dapat diamati respon organ terhadap pemberian obat. Respon obat terhadap obat dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat digunakan untuk menghitung afinitas obat terhadap reseptor. Pada praktikum ini digunakan beberapa konsentrasi obat untuk melihat efeknya terhadap organ terpisah (usus). Asetilkolin adalah salah satu neurotransmitter yang digunakan oleh saraf. Asetilkolin (Ach) adalah neurotransmitter yang digunakan oleh serat preganglion simpatis dan parasimpatis. Ach juga digunakan sebagai neurotransmitter serat pascaganglion parasimpatis. Serat ini, bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut juga sebagai serat kolinergik. Ach juga berperan dalam persisteman parasimpatis, yaitu sebagai neurotransmitter pascaganglion. System parasimpatis sangat berperan dalam system pencernaan. System ini mendominasi pada keadaan tenang dan santai. System parasimpatis merupakan tipe rest and digest, yaitu istirahat dan cerna sekaligus memperlambat aktivitas – aktivitas yang ditingkatkan oleh system simpatis. Sebagai contoh, efek stimulasi parasimpatis pada system pencernaan adalah sebagai berikut : • Meningkatkan motilitas organ pencernaan • Relaksasi sfingter (untuk memungkinkan gerakan maju isi saluran cerna) • Stimulasi sekresi pencernaan • Stimulasi sekresi pancreas eksokrin (untuk pencernaan) • Pengeluaran banyak liur encer kaya enzim

1.2. Tujuan Praktikum 1. Memahami prinsip-prinsip percobaan farmakologi dengan menggunakan sediaan jaringan usus terpisah 2. Memahami efek farmakologis obat agonis dan antagonis pada jaringan usus terpisah 3. Menghitung afinitas dan selektifitas obat terhadap reseptor pada sediaan usus terpisah

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sediaan Usus Terpisah Organ usus yang telah dipisahkan dari tubuh aslinya dan sudah melalui proses kimia dan siap untuk dilakukan penelitian. 2.2. Reseptor Reseptor merupakan target aksi obat yang utama dan paling banyak. Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat, hormone, neurotransmitter) untuk memicu proses biokimia antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan efek. Suatu senyawa/ligan dapat beraksi sebagai agonis dan antagonis. Jika aagonis adalah suatu ligan yang jika berikatan dengan reseptor dapat menghasilkan efek, antagonis dapat berikatan dengan reseptor, tetapi tidak menghasilkan efek. Dalam hal ini, agonis dikatakan memiliki afinitas (kemampuan berikatan) dengan reseptor dan efikasi (kemampuan menghasilkan efek). Sementara itu, antagonis memiliki afinitas, tetapi tidak memiliki efikasi. Aktivasi reseptor oleh suatu agonis atau ligan akan diikuti oleh respons biokimia atau fisiologi yang melibatkan molekul-molekul “pembawa pesan” yang dinamakan second messengers. Reseptor berfungsi mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifisitas yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara yaitu : 1. Perubahan permeabilitas membrane Adanya ikatan ligan dengan reseptor dapat menyebabkan membrane menjadi lebih permeable dengan adanya pembukaan kanal tertentu sehingga ion-ion tertentu dapat mengalir melintasi membrane. 2. Pembentukan second messenger Ikatan obat dengan ligan akan memiku rangkaian peristiwa biokimia yang menghasilkan berbagai molekul intrasel yang berperan dalma penghantaran signal. 3. Mempengaruhi transkripsi gen Ikatan ligan dengan reseptor dapat memengaruhi transkripsi gen, baik secara langusng maupun tidak langsung sehingga dapat menentukan macam protein yang disintesis yang memberi efek farmakologis tertentu 2.3. Tyrode Komposisi dari larutan Tyrode sendiri adalah Untuk 12 liter Tyrode : Larutan I : NaCl 96 gram, KCl 2,4 gram, CaCl2 2,4 gram, MgCl2 1,2 gram, 3 liter aquades. Larutan II : NaHCO3 12 gram, NaHPO4 0,6 gram, Aquades 3 liter Larutan III : Glukosa 12 gram + aquades 6 liter 2.4. Methacholine Agonis muskarinik dibedakan atas (1) asetilkolin dan esterkolin sintesis yaitu metakolin, karbakol, dan betanekol, dan (2) alkaloid kolinergik. Ester kolin lainnya , penambahan metil pada ACh menghasilkan metakolin yang afinitasnya

terhadap asetilkolinesterase jauh lebih rendah sehingga masa kerjanya lebih panjang. Metakolin juga memperlihatkan selektivitas pada sistem kardiovaskular. Saluran cerna. Perangsangan vagus menyebabkan aktivitas otot dan kelenjar saluran cerna meningkat, Namun, karena perfusi ke dalam alat yang buruk dan karena ACh segera dihidrolisis oleh kolenesterase plasma, maka efek di saluran cerna ini tidak selalu tampak pada pemberian ACh eksogen. Efek perangsangan saluran cerna lebih jelas oleh ester kolin lainnya dan oleh alkaloid muskarinik. Berbeda dengan metakolin, karbakol, dan betanekol menimbulkan hal ini tanpa mempengaruhi sistem kardiovaskular. 2.5. Atropin Atropin menyebabkan blokade reversibel (dapat diatasi) efek kolinomimetik di reseptor muskarinik; yaitu blokade oleh atropin dosis rendah dapat diatasi oleh peningkatan konsentrasi asetilkolin atau agonis muskarinik ekivalennya. Kerika berikatan dengan reseptor muskarinik, atropin mencegah efekefek seperti pengeluaran inotosol trifosfat (IP3) dan inhibisi adenilil sildase yang disebabkan oleh agonis muskarinik. Blokade reseptor msukarinik menimbulkan efek besar pada motilitas dan sebagian dari fungsi sekresi usus. Namun bahkan blokade muskarinik total tidak dapat menghilangkan secara total aktifitas dif sistem organ ini, karena hormonhormon lokal dan neuron non-kolinergik di susunan saraf enterik juga memodulasi fungsi saluran cerna. Motilitas otot polos GIT dipengaruhi dari lambung hingga kolon. Secara umum dinding visera melemas dan tonus dan gerakan mendorong berkurang. Karena itu, waktu pengosongan lambung memanjang dan waktu transit usus menjadi lebih lama.

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Alat dan bahan Alat : 1. 2. 3. Bahan : 1. 2. 3. 4.

Spuit 1cc Wadah untuk obat Organ bath Metakolin Atropin Cairan Tyrod Usus tikus

3.2. Prosedur Kerja 1. Menyiapkan penangas khusus untuk percobaan ini dan kymograph 2. Membunuh marmut, meletakkan dalam posisi terlentang dan membuka abdomennya 3. Keluarkan ususnya lalu potong, dan angkat keluar 4. Masukkan usus dalam gelas beker berisi larutan tyrode 37 Cᵒ 5. Usus dibersihkan dengan memberi larutan tyrode dalam lumen usus dipotong sepanjang 3-4 cm 6. Pasang usus pada organ bath berisi larutan tyrode 7. Diamkan usus pada tempatnya selama 5 menit 8. Menambahkan metakolin dengan konsentrasi 10-7 – 10-1 secara bertahap dalam larutan tyrode 3.3 Analisis Data EFEK (VOLTASE)

0.6

KURVA PERBANDINGAN 0.42

0.4 0.26

0.2 0 -0.2 Metakolin metakolin-atropin

0.46 0.4

0 -0.1

0 -0.1

0 -0.1

0 -0.1

-0.1

0

10^-8

10^-7

10^-6

10^-5

10^-4

10^-3

10^-2

0

0

0

0

0.26

0.42

0.46

-0.1

-0.1

-0.1

-0.1(M) DOSIS

-0.1

0

0.4

Pada pemberian metakolin dengan konsentrasi 10-8 belum menunjukkan adanya efek. Pada pemberian metakolin dengan konsentrasi 10-7 mulai menunjukkan adanya efek. Pada pemberian metakolin dengan konsentrasi 10-4 terjadi efek maksimal (peak effect). Pada pemberian atropin dengan konsentrasi 108 belum menujukkan adanya efek. Pada pemberian atropin dengan konsentrasi 10-5 mulai menunjukkan adanya efek . Pada pemberian atropin dengan konsentrasi 10-2 terjadi efek maksimal(peak effect) 3.4 Tugas dan Diskusi Prinsip Praktikum sediaan organ terpisah (isolated organ)  Syarat viabilitas isolated organ Metode Organ Terisolasi Organ terisolasi adalah suatu metode percobaan in vitro. Pada prinsipnya adalah menggunakan organ yang terendam dalam larutan fisiologis yang sesuai, temperature diatur atau dikondisikan pada kondisi yang sama dari mana organ tersebut berasal serta pengaturan aliran oksigen. Percobaan organ terisolasi ini menggunakan alat organ bath (Perry, 1970). Sebelum digunakan untuk pengujian hewan uji harus dikondisikan selama kira-kira 2 minggu dan diamati perkembangan: - kesehatan hewan uji - pertumbuhan hewan uji (korelasi umur dengan berat badan) - pertambahan berat badan rata-rata (± 10 %) - suhu badan normal (± I °C) - tinja normal (tidak ada parasit) - makanan (komposisi, kadar, jumlah), diusahakan tetap Jenis-jenis hewan uji yang sering digunakan dalam percobaan : a. Mencit b. Tikus c. Marmot d. Kelinci e. Merpati f. Kucing g. Anjing h. Domba Kelebihan dan kekurangan uji dengan organ terisolasi Kelebihan: a. Efek obat lebih spesifik untuk suatu organ b. Dapat diketahui letak atau jenis reseptornya Kelemahan: Tidak 100% menggambarkan keadaan in-vivo karena: a. tidak ada supply darah ke organ b. system faali berubah (enzim, syaraf) c. bila teknik preparasi kurang cermat hasil tidak valid karena timbul variabel baru yang tak terkendali, misalnya: larutan garam fisiotogis tidak sesuai, kurang oksigenasi, preparasi organ terlalu lama sehingga banyak sel yang mati, suhu tidak sesuai 2. Jenis-jenis larutan fisiologis untuk uji Beberapa contoh garam fisiologis yang digunakan untuk uji menggunakan organ terisolasi:

a. Frog ringer, digunakan untuk jaringan amfibi b. Krebs ringer, digunakan untuk jaringan mamalia c. Tyrode solution, digunakan untuk jaringan intestine d. Locke ringer, digunakan untuk otot jantung e. Solutio de Jalon, digunakan untuk jaringan uterus 3. Prinsip preparasi jaringan secara umum dan prinsip kerja a. Prinsip prosedur penetapan - penyiapan larutan fisiologis - preparasi jaringan - perlakuan dan pencatatan respon - pengolahan data - evaluasi dan pengambilan kesimpulan b. Prinsip preparasi jaringan secara umum - hewan uji dikorbankan secara fisik, dan diletakkan pada papan fiksasi, dibuka badannya, dan diambil organ atau jaringan yang diperlukan - preparat dibersihkan dan jaringan lain yang tidak dikehendaki - pencucian jaringan: - menggunakan larutan fisiologis yang sesuai - over flow, larutan sekali pakai dan langsung dibuang - intestine, jaringan sangat lunak sehingga harus hati-hati untuk menghindari penekanan mekanik - perlu diperhatikan alat-alat yang digunakan krena jaringan sensitive terhadap logam (Cu, Mg dan Fe) sehingga disarankan digunakan stainless steel, platina atau yang lain - organ diikat dengan benang dan dipasang pada kait yang tersedia penting untuk diperhatikan, temperature dan aliran gas untuk menjaga kondisi organ tetap baik 4. Jenis-jenis jaringan yang sering digunakan untuk uji organ terisolasi yaitu: thoracic aorta pada kelinci, ileum, trachea marmot, fundus strip dari tikus dan jantung terisolasi dari kelinci Metode organ terisolasi merupakan metode klasik dalam percobaan farmakologi yang dapat digunakan untuk menganalisa hubungan dosis-respon suatu senyawa obat. Hasil penelitian Anas, dkk., (2010) mengatakan bahwa dengan metode ini, konsentrasi agonis dan antagonis reseptor pada tingkat jaringan dapat diketahui secara pasti. Metode ini mempunyai kemampuan dengan intensitas maksimum. Hal ini tidak sepenuhnya dapat dilakukan ketika menggunakan organisme utuh (pengujian secara in vivo). Selain itu, metode ini juga dapat mengukur konsentrasi agonis terkecil yang dapat menginduksi respon biologis. Syamsudin dan Darmono (2011) melaporkan bahwa untuk mendapatkan hasil percobaan yang akurat, maka diperlukan persiapan yang baik dan seluruh percobaan harus betul-betul terkontrol. Hewan percobaan yang digunakan dibunuh tanpa dianastesi sehingga tidak mempengaruhi kontraktilitasnya. Organ yang diambil segera dimasukkan kedalam cairan fisiologis dan dikontrol oksigenasinya dan dihubungkan ke tranduser dan diteruskan kealat pencatat misalnya, kymograph atau maclab komputer. Organ yang umum digunakan dengan metode organ terisolasi menggunakan alat organ bath adalah uterus, usus halus, otot skeletal, vas deferens, jantung dan lambung (Kitchen, 1984). Organ yang digunakan pada penelitian ini adalah usus halus marmut bagian ileum karena relatif lebih tahan terhadap trauma dan kontraksinya lebih kuat

daripada jejunum atau duodenum. Marmut yang sebelumnya telah dipuasakan selama 10-12 jam dieksekusi dengan cara dislokasi tulang leher kemudian adomennya dibuka dan caecumnya diangkat ke depan maka ileum akan ditemukan tergabung pada bagian belakangnya. Ileum dipotong 5 cm dari caecum sepanjang 2 cm kemudian dimasukkan dalam cawan petri yang berisi larutan Kreb’s. Agar tidak rusak, dalam menanganinya sebaiknya tidak menggunakan pinset tetapi jari. Sebelum dimasukkan dalam organ bath mesentrerialnya dibersihkan dulu kemudian isi usus dibersihkan dengan cara disemprot rongga ususnya dengan pipet berisi larutab Kreb’s, setelah itu benang diikatkan pada kedua ujung ileum. Ileum dimasukkan ke dalam organ bath dengan ujung bawah diikatkan pada tangkai penahan dan ujung atas diikatkan dengan ujung fulcrum/tangkai pada kimograf dengan diberi beban sebesar 1 gram. Setelah siap, suhu dalam organ bath diatur setinggi 37°C dan terus diaerasi non stop memakai air pump. Preparat ileum diinkubasikan dahulu dalam larutan Kreb’s selama 1-2 jam disertai pencucian dengan mengganti larutan kreb’s tiap 10-15 menit agar preparat teradaptasi.

Sumber : Tarannita, C., Permatasari, N., Sudiarto, 2006 “EFEK HAMBATAN EKSTRAK DAUN CEPLUKAN (Physalis Minima L) TERHADAP KONTRAKTILITAS OTOT POLOS USUS HALUS TERPISAH MARMUT DENGAN STIMULASI METAKOLIN EKSOGEN” Fakultas Kedokteran Unb

2. Prinsipkontraksi usus sebagai organ otonomik 2.1 Persarafan otonomik usus

Pada prinsipnya semua bagian dari fraktus gastrointestinal dapat digunakan untuk percobaan organ terpisah (esofagus, gaster, ileum, kolon, dan bahkan rektum). Ada 2 macam metoda organ terpisah, yaitu yang disertai saraf dan tidak disertai saraf. Dengan metoda ini dapat diamati respon organ terhadap pemberian obat. Respon obat terhadap obat dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif sehingga dapat digunakan untuk menghitung afinitas obat terhadap reseptor. Pada praktikum ini digunakan beberapa konsentrasi obat untuk melihat efeknya terhadap organ terpisah (usus). Asetilkolin adalah salah satu neurotransmitter yang digunakan oleh saraf. Asetilkolin (Ach) adalah neurotransmitter yang digunakan oleh serat preganglion simpatis dan parasimpatis. Ach juga digunakan sebagai neurotransmitter serat pascaganglion parasimpatis. Serat ini, bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut juga sebagai serat kolinergik. Ach juga berperan dalam persisteman parasimpatis, yaitu sebagai neurotransmitter pascaganglion. System parasimpatis sangat berperan dalam system pencernaan. System ini mendominasi pada keadaan tenang dan santai. System parasimpatis merupakan tipe rest and digest, yaitu istirahat dan cerna sekaligus memperlambat

aktivitas – aktivitas yang ditingkatkan oleh system simpatis. Sebagai contoh, efek stimulasi parasimpatis pada system pencernaan adalah sebagai berikut : • Meningkatkan motilitas organ pencernaan • Relaksasi sfingter (untuk memungkinkan gerakan maju isi saluran cerna) • Stimulasi sekresi pencernaan • Stimulasi sekresi pankreas eksokrin (untuk pencernaan) • Pengeluaran banyak liur encer kaya enzim Jadi apabila diberi Atropin yang merupakan derivate campuran rasemik yang berkhasiat anti-kolinergis kuat dan merupakan antagonis khusus dari efek muskarin ACh.Efek nikotinnya diantagonis ringan sekali,. Zat ini digunakan sebagai midriatikum kerja panjang yang juga melumpuhkan akomodasi, dan juga sebagai spasmolitikum pada kejangkejang disaluran lambung usus dan urogenital. Sedangkan metakolin merupakan obat kolinergik (agonis kolinergik) yang bekerja secara langsung atau tidak langsung meningkatkan fungsi neurotransmitter dan menghasilkan efek perangsangan 2.2 Isolated Usus- masih ada efek kontraksi Isolated usus – masih ada efek kontraksi Usus yang dimasukkan ke dalam organ bath bersuhu 37 derajat celcius ini berisi larutan tyrode. Larutan tyrode sendiri merupakan larutan larutan buffer fisiologis yang berfungsi agar organ terisolasi tetap hidup dan tahan lama (terdiri dari NaCl 8g, KCL 0,2 g, CaCl 0.2g, MgCL2 0.1g, NaH2PO4 0.05g, NaHCO 1.0 g, glukosa 1g, dilarutkan dalam air suling hingga 1.000ml (Lammers dkk,2002; Grasa dkk,2005)) .oleh karena keadaan lingkungan dijaga seperti keadaan di asal hidupnya, usus masih ada efek kontraksi karena memiliki sistem saraf otonom dan otot yang terletak di dindingnya. Hal ini menyebabkan usus dapat bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan walaupun telah terputus dari sistem saraf pusat selama organ dijaga dalam kondisi normalnya dengan suplai nutrisi yang adequat.

3 Prinsip kerja obat pada reseptor 3.1 Teori okupansi Teori Occupancy oleh Gaddum dan Clark menyatakan bahwa intensitas efek farmakologis secara langsung proportional dengan jumlah reseptor yang diduduki obat. Respon biologis hilang ketika komplek obat-reseptor mengalami disosiasi. Bagaimanapun juga tidak semua agonis menghasilkan suatu respon maksimal. Oleh karena itu, teori ini tidak menguraikan agonis parsial. Ariens dan Stephenson memodifikasi teori Occupancy untuk menjelaskan agonis parsial (istilah yang dibuat oleh Stephenson). Konsep asli Langley mengenai reseptor menyatakan bahwa interaksi obat-reseptor terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi kompleksasi obat dengan reseptor yang disebut afinitas. Kedua terjadi inisiasi efek biologis yang oleh Ariens disebut dengan aktivitas intrinsic dan oleh Stephenson disebut juga efikasi. Afinitas merupakan suatu ukuran kapasitas obat untuk berikatan dengan reseptor dan ini tergantung pada komplemen obat dan

reseptor. Aktivitas intrinsik (α) merupakan ukuran kemampuan komplek obatreseptor untuk menimbulkan respon. Aktivitas intrinsik dari suatu obat dianggap konstan. Jika suatu obat mempunyai α nilai sama dengan 1,0 maka obat tersebut merupakan suatu agonis, jika kurang dari 1,0 maka obat tersebut merupakan parsial agonis. Secara umum antagonis berikatan dengan kuat pada suatu reseptor (afinitas besar) tetapi sama sekali tida k menimbulkan efek (tidak mempunyai efikasi). Agonis yang poten mungkin mempunyai afinitas terhadap reseptor yang lebih kecil dibandin agonis parsial atau antagonis. Teori Occupancy yang termodifikasi digunakan untuk menjelaskan adanya agonis parsial atau antagonis, tetapi tidak bisa menjelaskan mengapa dua obat bisa menduduki reseptor yang sama dan mempunyai aksi yang berbeda di mana yang satu sebagai agonis dan yang lain sebagai antagonsis (Rollando, 2017). Menurut teori Occupancy, peningkatan dosis obat tidak akan berarti lagi jika Emax telah tercapai, hal ini terjadi karena pada tahap ini semua reseptor telah diduduki oleh obat (Setiawati dkk, 2007) Teori occupancy atau teori pendudukan receptor 1. diawali dengan interaksi ligan pada tempat aksinya 2. Respon timbul akibat fungsi pendudukan reseptor oleh ligan 3. E max adalah seluruh receptor telah ditempati oleh ligan 4. efek yang ditimbulkan sebanding dengan jumlah reseptor yang diduduki 5. semakin banyak reseptor yang diduduki semakin besar efek

4 Prinsip kerja agonis 4.1 Bagaimana hasil praktikum Berdasarkan grafik kymograf didapatkan bahwa Metacoline menjadi agonis reseptor di usus karena menurut teori bahwa Metacoline bekerja mirip dengan cara kerja asetilkolin pada reseptor kolinergik. Metacoline berkaitan dengan reseptor pada membran sel dan mempermudah pengaliran kalsium dan natrium ke dalam sel yang menyebabkan stimulasi otot. 4.2 Mekanisme sinyal tranduksi metakolin sampai dengan timbul efek kontraksi Metakolin merupakan salah satu agonis muskarinik yang bekerja langsung pada reseptor kolinergik dan akan merangsang pelepasan ACh. Diketahui bahwa usus merupakan organ yang terdapat syaraf parasimpatik yang bekerja memacu peristaltik usus sehingga pada pemberian metakolin akan meningkatkan ACh pada post sinaps sehingga jumlah ACh yang berlebih pada celah sinaps akan diterima oleh reseptor muskarinik yang ada di permukaan usus. Perlu diketahui bahwa syaraf parasimpatis memiliki ganglion yang dekat dengan organ bahkan menempel pada organ yang diinervasinya. Sehingga peristaltik usus juga meningkat karena kontraksi otot polos utamanya melalui aktivasi reseptor M3 dan beberapa spingter mengalami relaksasi.

5 Prinsip kerja antagonis 5.1 Bagaimana hasil praktikum Berdasarkan grafik kymograf didapatkan bahwa Atropin menjadi antagonis reseptor di usus karena menurut teori bahwa Atropin mencegah akses asetilkolin dan obat agonis serupa ke reseptor asetilkolin dan menstabilkan reseptor dalam bentuk inaktifnya (atau suatu bentuk lain di luar bentuk yang diaktifkan oleh asetilkolin). 5.2 mekanisme sinyal tranduksi atropin Atropin dan senyawa sejenis bersaing dengan ACh dan agonis muskarinik lain untuk suatu tempat ikatan yang biasa pada reseptor muskarinik. Tempat ikatan untuk agonis kompetitif dan asetilkolin terdapat di dalam celah yang diperkirakan akan dibentuk oleh beberapa dari tujuh heliks transmembrn reseptor Karena antagonisme dengan atropin bersifat kompetitif, antagonisme tersebut dapat diatasi jika konsentrasi Ach pada tempat reseptor di organ efektor meningkat cukup memadai. Antagonis reseptor muskarinik menghambat respon stimulasi saraf kolinergik pascaganglion kurang cepat dibandingkan antagonis tersebut menghambat respon ester kolin yang diinjeksi 6 membandingka affinitas dan effikasi metakolin jika diberikan metakolin sajan dengan jika diberikan atropin dulu kemudian metakolin 6.1 prinsip kerja antagonis kompetitif dan non kompetitif Jika terdapat agonis dalam konsentrasi tertentu, peningkatan konsentrasi antagonis kompetitif reversible secara progresif akan menghambat respons agonis, konsentrai tinggi antagonis akan mencegah terjadinya resposn agonis secara komplit. Sebaliknya, konsentrasi agonis yang cukup tinggi juga dapat melawan efek antagonis secara komplit; artinya agonis tetap sama untuk setiap antagonis dalam konsentrasi tertentu. Antagonis bersifat kompetitif, maka keberadaan antagonis akan meningkatkan jumlah konsentrasi agonis yang dibutuhkan agar dapat menimbulkan respons tertentu. Antagonis dapat bekerja secara nonkompetitif melalui mekanisme yang berbeda, yaitu dengan terikat ke tempat lain di protein reseptor tempat terikatnya agonis, dengan demikian mencegah aktivasi reseptor tersebut tanpa perlu memblokade agonis untuk terikat dengan reseptor. Walaupun berkerja secara nonkompetitif, efek kerja obat bersifat reversible jika tidak berikatan secara kovalen(Katzung, ed. 10). 6.2 Bagaimana hasil praktikum Hasil praktikum menunjukkan bahwa afinitas metakolin lebih besar dibandingkan dengan metakolin yang ditambah dengan atropine. Karena atropin bekerja menghambat Ach menduduki reseptor muskarinik secara kompetitif sehingga dapat mengurangi efek Ach di tempat kerjanya. 6.3 Tentukan kerja atropin sebagai antagonis kompetitif atau non kompetitif berdasarkan afinitas dan effikasinya

Atropin berperan sebagai antagonis kompetitif berkompetisi dengan asetilkolin dan agonis muskarinik lainnya. Lalu akan menghambat rangsang saraf post-ganglionik parasimpatik yang mengakibatkan terjadinya pelepasan Ach dan peningkatan reseptor pada neuroreseptor. Hal ini akan mengurangi efek asetilkolin dan obat yang mirip di dalam tubuh. Antagonis ini dapat diatasi dengan peningkatan dosis agonis. Antagonis menggeser kurva dosis respon agonis ke kanan sehingga mengurangi afinitas agonis.(Asep Sukohar. 2014.).

KESIMPULAN 1. 2. 3.

semakin besar dosis pada agonis semakin besar efek yang ditimbulkan. Efek akan mencapaiefek maksimal apabila obat menempati semua reseptor pemberian antagonis kompetitif sebelum pemberian agonis, akan menyebabkan peningkatan dosis agonis sampai menimbulkan efek terdapat perbedaan effikasi antara pemberian obat agonis saja dengan pemberian antagonis dan agonis. Kesalahan ini mungkin terjadi karena viabilitas usus, durasi pemberian obat dan perlakuan yang salah

DAFTAR PUSTAKA Asep Sukohar. Buku Ajar Farmakologi: Neufarmakologi Asetilkolin dan Nore Efinefrin. 2014. Ikawati, Zullies. 2018. Farmakologi Molekuler : Target Aksi Obat dan Mekanisme Molekulernya. Yogyakarta : UGM Press Katzung, B. Bertram, dkk. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. The McGrawHill Companies KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Lestari, Bayu. Dkk. 2017. BUKU AJAR FARMAKOLOGI DASAR. Malang : UB Press. Mycek, Mary. Dkk. 2011. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medik : Jakarta. Rollando. 2017. Pengantar Kimia Medisinal. Malang : Seribu Bintang. Setiawati, A., dan Nafrialdi, 2007, Obat Gagal Jantung, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, 34 dan 300, Departeman Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sulistia dan Gunawan. 2007. Farmakologi Terapi. Jakarta (ID): UI Press. Tarannita,Citra,Nur Permatasari,Sudiarto.2006.Efek Hambatan Ekstrak Daun Ceplukan (Physalis minima L) Terhadap Kontraktilitas Otot Polos Usus Halus Terpisah Marmut Dengan Stimulasi Metakolin Eksogen. Vol 22, No 1, pp.18-22

Related Documents

Usus Marmut Fix.docx
November 2019 7
Usus Besar
July 2020 13
Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113
Makalah Usus Terbalik.docx
November 2019 61