Usulan Penelitian Thanty Ratna Dewi (2).docx

  • Uploaded by: efendi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Usulan Penelitian Thanty Ratna Dewi (2).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,216
  • Pages: 49
USULAN PENELITIAN SKRIPSI

KONDISI PERAIRAN DI SEKITAR KARAMBA JARING APUNG SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK BERDASARKAN BIOINDIKATOR PLANKTON

Oleh : THANTY RATNA DEWI NIM : 141110050

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK PONTIANAK 2018

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya , penulis bisa menyelesaikan pembuatan Usulan Penelitian Skripsi yang berjudul ”Kondisi Perairan Di Sekitar Karamba Jaring Apung Kota

Pontianak

Berdasarkan

Bioindikator

Sungai Kapuas

Plankton”.

Dalam

pelaksanaan dan penyusunan Usulan Penelitian Skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan baik dari segi moril maupun

materil.

Sehingga

pada

kesempatan ini penulis

ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Wahyu Wasudewanto

dan Ibu Sri Ratna Windari

Sebagai Orang Tua Penulis yang selalu mendukung dalam penulisan Skripsi ini, 2. Bapak Ir. Hastiadi Hasan, M.M.A selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Pontianak, dan 3. Bapak Ir.Rachimi, M.Si, selaku Pembimbing I, 4. Bapak Eko Prasetio S.Pi, M.P, selaku Pembimbing II, 5. Bapak Dr.Ir.Eko Dewantoro,M.Si, selaku Penguji I, 6. Ibu Tuti Puji Lestari, S.Pi., M.Si, selaku Penguji II,

Usulan Penelitian Skripsi ini telah penulis susun dengan semaksimal

mungkin. Namun apabila di dalam penulisan proposal ini masih terdapat beberapa kesalahan,kekurangan dalam penulisan kata-kata, penulisan nama gelar,atau terdapat kata-kata yang kurang berkenan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Pontianak, Oktober 2018

Penulis

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN.................................................................. i KATA PENGANTAR .................................................................. ii DAFTAR ISI .................................................................. iii DAFTAR TABEL .................................................................. v DAFTAR GAMBAR .................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Kapuas .............................................................. 5 2.2 Karamba Jaring Apung.............................................................. 6 2.3 Plankton .............................................................. 7 2.3.1 Definisi Plankton.............................................................. 7 2.3.2 Klasifikasi Plankton.......................................................... 8 2.3.3 Jenis Plankton.............................................................. 9 2.3.4 Peranan Plankton.............................................................. 10

2.4 Kualitas Air .............................................................. 11 2.4.1 Suhu .............................................................. 12 2.4.2 Kecerahan .............................................................. 12 2.4.3 Derajat Keasaman (pH)....................................................... 13 2.4.4 Oksigen Terlarut (DO)....................................................... 14 2.4.5 Salinitas .............................................................. 15 2.4.6 Kedalaman .............................................................. 16 2.4.7 Kecepatan Arus .............................................................. 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 17 3.2. Alat dan Bahan ................................................................. 19 3.3. Metode Penelitian ................................................................. 19 3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 20 3.5 Variabel Pengamatan ............................................................. 21 3.5.1 Identifikasi Jenis Plankton ............................................... 21 3.5.2 Keanekaragaman Plankton .................................................... 22 3.5.3 Kelimpahan Plankton........................................................... 23 3.5.4 Indeks Dominansi .............................................................. 23 3.5.5 Indeks Keseragaman ............................................................ 24 3.5.6 Kualitas Air .............................................................. 24

3.6 Analisis Data ............................................................................. 24 3.6.1 Data Utama...................................................................... 24 3.6.2 Data Penunjang ................................................................. 27 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 29

DAFTAR TABEL 1. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan .......................... 13 2. Kisaran Optimal Nilai Parameter Fisika-Kimiawi .............................

28

DAFTAR GAMBAR 1. Peta Lokasi Penelitian ....................................................................

17

DAFTAR LAMPIRAN 1. Data Umum Kepemilikan ............................................................ 36

2. Data Penunjang 37

.............................................................

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Perairan sungai merupakan salah satu ekosistem yang menjadi

komponen utama dari lingkungan. Kondisi perairan sungai secara tidak langsung dapat menunjukan kondisi lingkungan. Sungai Kapuas yang berada Kalimantan Barat merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Memiliki panjang 1.143 km dan menjadi sumber kehidupan masyarakat Kalimantan Barat dan merupakan salah satu sungai yang berada di kota Pontianak (Jumarang et al, 2011). Sungai sebagai salah satu ekosistem terbuka sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah sekitar serta sangat rentan terhadap pencemaran. Berbagai aktivitas masyarakat di sepanjang sungai Kapuas berpotensi besar menjadi tempat membuang limbah, baik limbah domestik maupun industri. Limbah yang dibuang ke badan sungai dapat menimbulkan

pencemaran, seperti limbah

rumah tangga, limbah

industri, penambangan pasir, limbah minyak yang berasal dari aktivitas transportasi air, serta limbah dari budidaya perikanan di dalam karamba. Disepanjang sungai kapuas saat ini telah berkembang kelompok pembudidaya

yang

membudidayakan

ikan

mas

dan

ikan

nila

menggunakan karamba jaring apung dan karamba jaring tancap. Komoditas yang sering dan dapat dikembangkan di sungai Kapuas adalah ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan patin (Pangasius hypophthalmus), ikan gurame (Osphronemus gouramy), ikan lele (Clarias Batrachus), jelawat (Leptobarbus hoevenii)

dan toman (Channa micropeltes) (Kalbarprov.go.id, 2017) Perkembangan pembangunan rumah yang pesat tiap tahun di sepanjang sungai Kapuas beserta aktifitas-aktifitas manusia berupa kegiatan domestik dapat mengubah faktor fisik dan kimia secara langsung dan tidak langsung. Perubahan kondisi di perairan akan mempengaruhi ekosistem perairan dan organisme didalamnya,

khususnya keberadaan

plankton.

yang tinggal

Plankton

adalah

organisme kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus, dan terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Menurut Nybakken (1992) dalam Dianthani (2003) zooplankton adalah hewan-hewan laut yang planktonik sedangkan fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis. Plankton merupakan salah satu bagian dari komunitas biota perairan yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu fitoplankton dan zooplankton (Nontji, 2007). Menurut Rosyidi (1998) peranan fitoplankton dalam ekosistem sungai sangat berarti. Fitoplankton merupakan produsen utama yang menopang kehidupan akuatik, penghasil oksigen utama dan memiliki klorofil untuk fotosintesis. Zooplankton menempati posisi penting dalam budidaya ikan, yaitu rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan di suatu perairan, karena zooplankton merupakan sumber makanan alami

bagi ikan-ikan kecil dan kelompok Crustaceae (Fachrul, 2006 ; Nontji, 2007). Selain itu plankton juga dapat menjadi indikator baik atau buruknya suatu perairan. Jenis-jenis plankton yang tidak toleran terhadap pencemaran perairan antara lain actinocyclus, euglena, phacua, pinnularia, pleurosigma, tabellaria, dll.

Sedangkan jenis

plankton yang toleran terhadap pencemaran perairan antara lain oscilatoria, nebellia, chlorella, bacularia, lyngbia, nitzschia, rhizosolenia, chaetoceros,sp, asterionella, dll. (Safitri, 2016). Komposisi zooplankton di perairan biasanya didominasi oleh Protista contohnya protozoa dan flagelata, Rotifera dan dua subklas Crustacea yaitu Cladocera dan Copepoda (Elvince et al, 2006 ) Menurut Indrowati et al (2012) pada sungai Pepe teridentifikasi 20

jenis

Oscilatoria,

plankton, Euglena,

yaitu

Spirogyra,

Aungilospora,

Eustbidentat, Gonatozygon,

Pleurosigma, Dendrospora,

Amoeba, Blepharisma sp, Hapalosiphon, Skeletonema, Synura, Stentor, Worochinia, Leptomitus, Peridinium, Paramecium, Volvox, Rhizosolenia, dan

Lyngbia.

Perkembangan

aktifitas-aktifitas

manusia

berupa

kegiatan domestik maupun industri dapat mengubah faktor fisik dan kimia secara langsung dan tidak langsung. Kurangnya pengkajian mengenai kondisi perairan dan jenis plankton di sungai Kapuas maka diperlukan identifikasi keberagaman plankton untuk mengetahui jenisjenis plankton di perairan sungai kapuas dan sebagai indikator perairan.

1.2.

Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pemukiman penduduk yang

semakin padat dan pembuangan limbah industri maupun aktivitas penduduk

dapat menggangu kondisi fisik dan kimia dalam suatu

perairan.

Perubahan

kondisi ini akan

perairan

dan organisme

yang tinggal

mempengaruhi ekosistem didalamnya,

khususnya

keberadaan plankton. Sehingga diperlukan identifikasi terhadap jenis plankton pada karamba jaring apung di perairan sungai Kapuas serta kondisi fisik dan kimia perairan sungai Kapuas yang terdapat pada karamba jaring apung. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil perumusan masalah yaitu jenis

plankton apa yang terdapat di sungai Kapuas

serta

bagaimana kondisi perairan di karamba jaring apung pada sungai Kapuas berdasarkan bioindikator plankton.

1.3

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi jenis plankton

serta dapat mengetahui kondisi perairan di karamba jaring apung pada sungai kapuas berdasarkan bioindikator plankton.

1.4

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

atau referensi kepada pemerintah melalui dinas terkait serta peneliti dan pembudidaya agar mengetahui jenis-jenis plankton pada karamba jaring apung di sungai Kapuas kota Pontianak. Serta diharapkan kepada masyarakat agar kedepannya lebih baik dalam menjaga kebersihan sungai.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sungai Kapuas Menurut Jumarang

et al (2011)

sungai Kapuas

merupakan

sungai terpanjang di Indonesia dengan panjang 1.143 km dan menjadi sumber kehidupan masyarakat Kalimantan Barat yaitu sebagai sarana transportasi sungai, sumber irigasi, sumber perikanan dan sebagainya. Bertambahnya pemukiman

penduduk, industri pengolahan

karet,

kegiatan pertanian yang ada di Kota Pontianak dapat berpengaruh terhadap kualitas air akibat buangan yang dihasilkan yang masuk ke badan sungai Kapuas. Menurut Rudiyanti (2009) perubahan kualitas air dapat terjadi akibat

adanya

perubahan

parameter

fisika-kimia.

Perubahan

parameter

tersebut

dapat

disebabkan

oleh

adanya

aktivitas

pembuangan limbah, baik limbah pabrik atau industri, pertanian, maupun limbah domestik dari suatu pemukiman penduduk ke dalam badan air suatu perairan. Adanya masukan material-material baik terlarut maupun tidak yang dihasilkan oleh kegiatan penduduk di sekitar Sungai Kapuas

sampai pada

batas-batas

tertentu tidak

akan

menurunkan kualitas air sungai. Namun demikian, apabila beban masukan bahan-bahan terlarut tersebut melebihi kemampuan sungai untuk

membersihkan diri sendiri (self purification), maka timbul

permasalahan yang serius yaitu pencemaran perairan.

2.2

Karamba Jaring Apung Budidaya ikan dengan menggunakan karamba merupakan

alternatif

wadah

budidaya

ikan

yang sangat

potensial

untuk

dikembangkan karena seperti diketahui wilayah Indonesia ini terdiri dari 70% perairan baik air tawar maupun air laut. Teknologi yang digunakan dalam membudidayakan ikan dengan karamba ini sederhana dan tidak memerlukan

lahan

daratan serta dapat meningkatkan

produksi

perikanan budidaya. (Seno, 2002) Menurut Seno

(2002)

Karamba

adalah

wadah

yang

dipergunakan untuk memelihara ikan yang ditempatkan dalam wadah

air, sehingga sebagian karamba akan muncul dalam permukaan air . Untuk budidaya ikan dalam karamba harus diberi pakan buatan seperti pelet dan jumlah intensitas cahaya yang cukup masuk ke dalam karamba. Satu hal yang perlu di ingat dalam budi daya ikan di keramba adalah tidak semua jenis ikan dapat dipelihara dalam wadah karamba. Ikan-ikan sungai yang memiliki bentuk lebar dan pipih akan mengalami sedikit hambatan dalam gerakan apabila dibesarkan di dalam karamba. Karamba jaring apung adalah wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring yang di bentuk segi empat atau silindris ada diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau. Ikan yang dipelihara bervariasi mulai dari berbagai jenis kakap, sampai baronang, bahkan tebster). KJA ini juga merupakan proses

yang luwes

untuk

mengubah nelayan

kecil

tradisional menjadi pengusaha agribisnis perikanan (Abdulkadir, 2010). Menurut Nikijuluw (1992) Karamba jaring apung merupakan salah satu metode pemeliharan ikan dalam kurungan yang terdiri atas 4 pola dasar pemeliharan ikan, yaitu : 1.

Kurung

tancap;

menggunakan tiang-

bentuk kurungan ikan

yang peletakannya

tiang pancang yang ditancapkan ke dasar

perairan. 2. Kurungan terendam; bentuk kurungan ikan yang secara keseluruhan

terendam didalam air dan bergantung kepada pelampung atau rangka apung. 3. Kurungan lepas dasar ; biasanya terbuat dari kotak kayu atau bambu dan diletakan pada dasar air yang beraliran deras, dan diberi pemberat atau jangkar. 4. Keramba jaring apung ; jaring kurung apung ini terikat pada suatu rangka dengan disukung oleh pengapung-pengapung.

2.3

Plankton

2.3.1 Definisi Plankton Plankton adalah organisme yang terapung atau melayanglayang didalam air dan berperan penting dalam ekosistem perairan. Pergerakan dari plankton relatif pasif, sehingga selalu terbawa oleh arus air. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan produsen primer yang mampu membentuk zat organik dari zat anorganik dalam proses fotosintesis (Nontji, 2005). Zooplankton memiliki peranan penting

dalam

rantai makanan, yaitu

sebagai

konsumen primer dalam ekosistem perairan.

Menurut Newell dan Newel (1963) plankton didefinisikan sebagai semua jasad hidup nabati (tumbuhan) dan hewani (hewan) yang hidup bebas di perairan dengan kemampuan gerak terbatas, sehingga besar gerakannya secara pasif mengikuti pergerakan arus air. Plankton

berbeda dengan nekton yang juga merupakan organisme pelagik, namun dapat berenang lebih cepat. Plankton juga

berbeda

dengan

benthos yang merupakan

organisme yang hidup di dasar perairan. Definisi plankton tidak selalu berlaku sebab ada organisme pelagik yang dianggap sebagai plnkton namun mempunyai gerakan vertikal dengan cepat sehingga mampu melawan

kondisi lingkungan

cenderung

disebut

sekelilingnya.

mikronekton

atau

Organisme

nekton

tersebut

berukuran

kecil.

Disamping itu ada organisme yang biasa hidup di dasar perairan berpindah menuju ke permukaan malam hari dan hidup sebagai plankton, jadi organisme ini mempunyai dua sisi kehidupan yaitu sebagai benthos dan plankton. (Asriyana dan Yuliana, 2015) 2.3.2 Klasifikasi Plankton Atas dasar batasan biologi, plankton dikelompokan menjadi fitoplakton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Menurut batasan

daur

hidup

plankton

digolongkan

menjadi

holoplankton dan meroplankton. Holoplankton adalah plankton yang seluruh daur hidupnya sebagai plankton, sedangkan meroplankton adalah plankton yang hanya sebagian daur hidupnya terutama stadia larva

hidup

plankton

sebagai plankton. Adapun atas batasan ukurannya,

dikelompokkan

menjadi

megaplankton,

makroplankton,

mikroplankton, nannoplankton dan ultraplankton. Megaplankton adalah

hewan berukuran besar dengan kemampuan gerak terbatas,misal ubur -ubur. Makroplankton adalah plankton yang dapat dilihat dengan mata telanjang biasanya berukuran 1 mm merupakan

plankton

berukuraan

sampai 10 mm. 0,075

mm

Mikroplankton

sampai

1

mm.

Nannoplankton adalah plankton berukuran antara 5 µm sampai kurang dari 0,075 mm, yang hampir seluruhnya berupa bakteri dan flagellata autotrof. Sedangkan

Ultraplankton

merupakan

pakan

flagellata-

flagellata paling kecil berukuran di bawah 5 µm (Wiadnyana dan Wagey, 2004). 2.3.3 Jenis Plankton Menurut Sumich (1999), plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). 1. Fitoplankton Fitoplankton merupakan tumbuh-tumbuhan air dengan ukuran yang sangat kecil dan hidup melayang di dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan yang sangat penting dalam ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peranan tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton juga merupakan produsen utama (Primary producer) zat-zat organik dalam ekosistem perairan, seperti tumbuh-tumbuhan hijau yang lain. Fitoplankton membuat ikatan-ikatan organik sederhana melalui

fotosintesa

(Hutabarat

dan

Evans,

1986).

Fitoplakton

dikelompokkan

dalam

5

divisi

yaitu:

Cyanophyta,

Crysophyta,Pyrrophyta, Chlorophyta dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar), semua kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air laut dan air tawar kecuali Euglenophyta (Sachlan, 1982). Fitoplankton yang dapat tertangkap dengan planktonet standar adalah fitoplankton yang memiliki ukuran ≥ 20 biasa

m, sedangkan yang

tertangkap dengan jaring umumnya tergolong dalam tiga

kelompok utama yaitu diatom, dinoflagellata dan alga biru (Nontji, 1993). 2. Zooplankton Zooplankton merupakan plankton hewani, meskipun terbatas namun mempunyai kemampuan bergerak dengan cara berenang (migrasi vertikal). Pada siang hari zooplankton bermigrasi ke bawah menuju dasar perairan. Migrasi dapat disebabkan karena faktor konsumen atau grazing,

yaitu

dimana

zooplankton

mendekati

fitoplankton sebagai mangsa, selain itu migrasi juga terjadi karena pengaruh

gerakan

angin

yang

menyebabkan

upwelling

atau

downwelling (Sumich, 1999) Salah satu jenis plankton yang terdapat di sungai adalah : 1.

Fitoplankton

(

Navicula,Synedra,Ropaloidea,

Desmidium,

Amphora) 2. Zooplankton (Nebellia,Euglena,dan Phacua) (Hastiadi et al, 2016)

dan

2.3.4 Peranan Plankton Di dalam ekosistem perairan plankton memiliki peranan penting sebagai dasar dari kehidupan.

Plankton merupakan makanan alami

larva organisme perairan. Sebagai produsen utama diperairan adalah fitoplankton, sedangkan organisme konsumen adalah zooplankton, larva ikan, udang, kepiting, dan sebagainya. Menurut Djarijah (1995) produsen

adalah

organisme

yang

memiliki kemampuan

untuk

menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi dalam melakukan aktivitas hidupnya, sedangkan konsumen adalah organisme yang menggunakan sumber energi yang dihasilkan oleh organisme lain. Dengan demikian keberadaan plankton sangat menentukan stabilitas ekosistem perairan. Kepekaan yang dimiliki oleh plankton dapat dijadikan indikator perubahan kualitas

lingkungan perairan (Ardi, 2002). Umumnya

fitoplankton, yang toleran terhadap bahan pencemar dapat bertahan pada kondisi tekanan merupakan salah

lingkungan

satu jenis

yang

tinggi.

organisme

Rheofitoplankton

yang dapat

dijadikan

bioindikator. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggatri (2007) dalam Semiden et al (2013), Sungai Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat telah tercemar berat akibat

Penambangan Emas

Tanpa Izin (PETI). Hasil penelitian menunjukkan Rhizosolenia dan Nitzchia sangat tinggi karena merupakan fitoplankton yang bersifat toleran pada perairan tercemar. Aktivitas di sepanjang bantaran sungai

Kapuas secara langsung ataupun tidak langsung dapat menurunkan kualitas air berdampak terhadap kehidupan yang ada di dalamnya. Khususnya keberadaan plankton.

2.4

Kualitas Air Kualitas air adalah sifat air, kandungan makhluk hidup, energi,

zat atau komponen lain yang terdapat didalam air. Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter fisika (suhu, kecerahan, padatan terlarut, dan sebagainya) parameter kimia (pH, oksigen terlarut, COD, BOD, kadar logam dan lain-lainnya) serta parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, ikan dan sebagainya) (Effendi, 2003).

2.4.1 Suhu Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, waktu dalam hari, ketinggian dari permukaan laut (altitude), sirkulasi udara, penutupan awan (mendung atau cerah), aliran air dan kedalaman air. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi badan air, selain itu suhu berparan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003). Menurut Effendi (2000), kisaran suhu yang optimum bagi

pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30 ◦C . Suhu dapat berperan dalam menentukan jenis fitoplankton di suatu perairan (Raymont,1980) menentukan ada tidaknya spesies, mengatur aktivitas dan

menstimulir

pertumbuhan

atau

perkembangan

organisme

(Tambaru, 2000). 2.4.2 Kecerahan Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang peranan penting dalam perubahan produktivitas primer. Ketersediaan cahaya dalam badan air tergantung pada waktu, tempat, dalam perairan, kondisi di atas permukaan air (penutupan awan) serta penghamburan oleh partikel tersuspensi. Intensitas cahaya matahari semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman perairan. Nilai cahaya yang semakin berkurang akan menyebabkan nilai produktivitas semakin rendah (Tomascik et al 1997). Menurut Baryan (2012), semakin

rendah nilai kecerahan air suatu sungai akan

menunjukan kualitas air yang rendah dan tidak subur, sebab sedimen yang

terjadi juga

besar.

Menurut Tatangindatu

(2003)

kisaran

kecerahan optimal 30-40 cm. 2.4.3 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan salah parameter yang dapat menentukan

produktivitas

suatu

perairan.

Wardoyo

(1982)

mengemukakan bahwa pH sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup, termasuk didalamnya plankton, khususnya fitoplankton. Semakin

tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen terlarut sehingga pH menjadi turun dan kandungan karbon dioksida semakin meningkat (Afriandi, 1993) sedangkan menurut Utami (2012), air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industrimaupun kegiatan masyarakat yang dibuang ke air akan mengubah pH air yang ada pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air tersebut. pH yang ideal untuk

kehidupan plankton di perairan adalah 6.5-8.0

(Pescod,1973). Pada perairan yang pH nya kurang dari 6, maka organisme yang menjadi pakan ikan (fitoplankton) tidak akan hidup dengan baik. Tabel 1. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan Nilai pH

Pengaruh Umum

6,0-6,5

-Keanekaragaman menurun.

plankton

dan

benthos

sedikit

-Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan. 5,5-6,0

-Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan benthos semakin tampak. -Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan. -Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral.

5,0-5,5

-Penurunan keanekaragaman dan komposisi plankton, perifiton, dan bentos semakin besar.

jenis

-Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan benthos. -Algae hijau berfilamen semakin banyak.

-Proses nitrifikasi terlambat.

4,5-5,0

-Penurunan keanekaragaman dan komposisi plankton, perifiton, dan bentos semakin besar.

jenis

-Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan benthos. -Algae hijau berfilamen semakin banyak. -Proses nitrifikasi terlambat. (Effendi,2003).

2.4.4 Oksigen Terlarut Oksigen adalah salah satu unsur kimia yang sangat penting sebagai penunjang utama kehidupan berbagai organisme. Oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk

proses respirasi dan

menguraikan zat organik menjadi zat an-organik oleh mikroorganisme. Oksigen terlarut (Dissolved oxygen) merupakan banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relative kecil (Mulia, 2006). Oksigen terlarut adalah oksigen yang terdapat dalam air (dalam bentuk oksigen, bukan dalam bentuk hidrogen oksida) dan biasanya dinyatakan dalam mg/l (ppm) oksigen bebas dalam air ini dapat

berkurang apabila di dalam air terdapat kotoran atau limbah yang degradabel (Darsono, 1995). Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan dari udara yang masuk ke dalam air. Kadar oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu perairan menunjukkan terjadinya penguraian zat-zat organik dan menghasilkan gas berbau busuk dan membahayakan organisme. Oksigen terlarut atau dissolved oxygen juga merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui kualitas air, semakin besar nilai DO, menunjukan kualitas air semakin baik. 2.4.5 Salinitas Definisi tentang salinitas pertama kali dikemukakan oleh C.Forch; M. Knudsen dan S.Px. Sorensen tahun 1902. Salinitas didefinisikan sebagai berat dalam gram dari semua zat padat yang terlarut dalam 1 kilo gram air laut jika semua brom dan yodium digantikan dengan khlor dalam jumlah yang setara semua karbonat diubah menjadi oksidanya dan semua zat organik dioksidasikan. Nilai salinitas dinyatakan dalam g/kg yang umumnya dituliskan dalam ‰ atau ppt yaitu singkatan dari part-per-thousand (Arief. 1984) Salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme baik secara horizontal maupun secara vertikal (Odum, 1971 dalam Zahidin, 2008). Salinitas juga akan mempengaruhi penyebaran plankton, hewan makrobenthos dan organisme perairan lainnya. Penurunan salinitas dapat menentukan distribusi dari invertebrata perairan, khususnya kelas

Polychaeta di muara sungai. Muara sungai merupakan ekosistem yang mempunyai fluktuasi salinitas yang tinggi dan gradien salinitas akan tampak pada saat tertentu. Menurut Nybakken (1988) bahwa salinitas di muara sungai berkisar antara 5‰-30‰.

Pola gradien salinitas

bervariasi bergantung pada musim, topografi muara, pasang surut dan jumlah dan air tawar. 2.4.6 Kedalaman Kordi (2011) menyatakan untuk usaha Karamba Jaring Apung minimal dasar perairan 1 meter dari dasar perairan atau7-15 meter jarak dari permukaan air sampai kedasar perairan. Kedalaman dasar perairan

berhubungan dengan posisi penembatan wadah budidaya.

Penempatan wadah pada perairan yang agak dangkal beresiko akan kekeringan saat surut terendah. Sebalikanya Penempatan wadah budidaya pada perairan yang terlalu dalam akan berdampak pada biaya yang dikeluarkan akan lebih besar. 2.4.7 Kecepatan Arus Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan bergelombang panjang yaitu antara lain arus yang disebabkan oleh pasang Surut (Nontji, 1987 dalam Mudeng et al, 2015). Kecepatan arus dapat dibedakan dalam 4 kategori

yaitu

kecepatan arus 0-0,25 m/dtk yang disebut arus lambat , kecepatan

arus 0,25-0,50 m/dtk yang disebut arus sedang, kecepatan arus 50-1 m/dtk disebut arus cepat, dan kecepatan arus diatas 1 m/dtk disebut arus sangat cepat (Ihsan, 2009). Siswadi (2014) dalam Hastiadi (2016) mengatakan, bila arus yang terlalu kuat dapat mengakibatkan rusaknya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam tersuspensi dapat menghasilkan

pengikisan.

Sedangkan kecepatan

arus yang sangat rendah juga akan membuat partikel-partikel dan sisa metabolisme ikan akan tertahan dikaramba.

III. METODE PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan selama kurang lebih 30 hari pada

bulan Oktober 2018 yang meliputi pengambilan sampel air di karamba sungai kapuas dan analisis sampel di laboratorium Terpadu Universitas Muhammadiyah serta analisis data hasil penelitian.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada 4 stasiun disekitar perairan sungai Kapuas. Lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut : a. Stasiun 1 (S 00o 03′ 42.67″ E 109o 22′ 23.43″) Karamba yang terdapat di jalan H. Rais, kelurahan Parit Mayor Kota Pontianak. Area yang terletak di daerah tol 2, area tersebut dekat dengan pangkalan pasir.

b. Stasiun 2 (S 00o 02′ 59.50″ E 109o 21′ 42.78″)

Karamba yang terdapat di Jalan Adi Sucipto, Gg. Hj Aman, Kelurahan

Bangka Belitung

Laut.

Area yang

terletak

dekat

penggalangan kapal-kapal. Dan terdapat aktivitas pemukiman warga yang berkontak langsung dengan badan sungai.

c. Stasiun 3 (S 00o 02′ 44.78″ E 109o 21′ 38.98″) Karamba yang terdapat di Jalan Tanjung Harapan, Gang Syukur, Kelurahan Banjar Serasan. Area yang terletak dekat dengan peternak ayam, limbah-limbah

dari hasil peternakan tersebut di buang

langsung ke badan sungai.

d. Stasiun 4 (S 00o 02′ 17.83″ E 109o 21′ 13.22″) Karamba yang terdapat di Jalan Tanjung Harapan, Gang Kejora 1, Kelurahan Banjar Serasan. Area yang terletak di tengah pemukiman warga dan limbah-limbah warga juga sering dibuang di sungai tersebut,seperti limbah pembuangan sampah organik dan anorganik. Jarak antara stasiun 1 dan stasiun 2 berjarak 1,83 km, stasiun 2 dan stasiun berjarak 470 m, dan jarak stasiun 3 ke stasiun 4 sejauh 1,15 km.

3.2

Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan untuk

pengambilan sampel

plankton diantaranya, botol sampel, planktonnet dan lugol 4% sebagai

pengawet air sampel agar kondisi plankton dalam air sampel tidak rusak. Identifikasi sampel plankton dilakukan di laboratorium terpadu Universitas Muhammadiyah Pontianak. Pengukuran faktor fisika dan kimia perairan seperti pengukuran suhu air, kecerahan, pH, oksigen terlarut , salinitas, kedalaman dan kecepatan arus dilakukan di lapangan secara langsung dan digunakan alat ukur diantaranya, thermometer, seschi disk, pH meter, DO meter, refraktometer, meteran, botol dan tali.

3.3.

Metode Penelitian Metode yang diterapkan dalam penelitian

yaitu dengan

menggunakan metode deskriptif. Yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung dilapangan dan pengamatan tehadap sampel objek yang akan dlihat.

Dalam

penelitian

ini dilakukan

pengukuran

pengamatan dan telaah beberapa aspek parameter air. Menurut Hartami (2008), metode survey merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan atau menguraikan sifat dari suatu fenomena atau keadaan

yang ada pada waktu aktual dan mengkaji

penyebab gejala-gejala tertentu,bertujuan mengumpulkan data yang terbatas dari sejumlah kasus besar. Selanjutnya digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa atau dengan mempehitungkan hubungan antara variabel-variabel dan data yang digunakan untuk memecahkan masalah. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan observasi secara

langsung ke lapangan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Peneliti tidak melakukan kontrol dan rekayasa atau manipulasi variabel penelitian. Metode ini kemudian dilakukan dengan identifikasi jenis plankton melalui pengamatan laboratorium. Parameter pendukung yang diambil adalah suhu, kecerahan, pH air, oksigen terlarut, salinitas, kedalaman dan kecepatan arus.

3.4.

Pelaksanaan Penelitian Sebelum

mempersiapkan

melakukan alat

dan

penelitian bahan

persiapan

dimulai dengan

yang akan digunakan

untuk

pengambilan sampel air yaitu botol sampel, planktonnet dan lugol 4% sedangkan untuk pengukuran faktor fisika dan kimia perairan seperti pengukuran suhu air, kecerahan, pH, oksigen terlarut kedalaman dan kecepatan arus

salinitas,

yaitu thermometer, seschi disk, pH

meter, DO meter ,refraktometer, meteran, botol dan tali. Dalam melaksanakan penelitian ini, pengambilan sampel plankton dilakukan pada 4 stasiun dengan

menggunakan plankton net pada perairan

sungai Kapuas. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali dengan tarikan jala plankton standar berukuran no.25 (mesh size 60 µm) secara horizontal dibawah permukaan air. Penarikan dilakukan dengan kecepatan konstan sekitar 10 cm/detik. Setelah tarikan selesai jala dibilas agar

semua plankton masuk kedalam botol penampung dan air yang tersaring masuk kedalam botol sampel yang terdapat pada ujung jaring plankton. Pembilasan dilakukan dengan cara mencelupkan secara vertikal jala plankton berkali-kali tanpa melewati batas mulut jala. Selanjutnya air yang tersaring di dalam botol sampel diawetkan dengan larutan lugol 4% sebanyak 3 tetes.Volume air tersaring dapat diketahui dengan mengalikan panjang tarikan dengan luas mulut jala plankton. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00-11.00

WIB dengan pertimbangan

bahwa untuk

pagi hari

plankton belum melakukan aktivitas fotosintesis. Pertimbangan lainnya dikarenakan pagi hari belum terdapat aktivitas

industri. Pengambilan

sampel plankton dilakukan setiap 10 hari sekali selama penelitian. Sampel yang telah diambil kemudian dibawa ke laboratorium untuk

dianalisis

dan

dihitung

jumlah

serta

jenisnya

dengan

menggunakan mikroskop binokuler. Pengukuran kualitas fisika dan kimia air, yang meliputi suhu, kecerahan, pH, oksigen terlarut , salinitas, kedalaman

dan

kecepatan

arus

diamati langsung

dilapangan.

Kemudian data pengamatan di catat dalam tallysheet dan dilakukan pengolahan data.

3.5

Variabel Pengamatan

3.5.1 Identifikasi Jenis Plankton Menurut Sumich (1999), plankton dapat dibedakan menjadi dua

golongan besar yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Identifikasi jenis plankton akan dilakukan di setiap stasiun pengamatan yang terdapat pada sungai Kapuas. Identifikasi jenis

plankton

dilakukan

di

laboratorium,

dengan

melakukan

pengamatan pada setiap sampel air pada masing-masing stasiun. 3.5.2 Keanekaragaman Plankton Indeks

keanekaragaman adalah indeks

yang menunjukkan

tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada dalam suatu komunitas.

Perhitungan

menggunakan persamaan

indeks

keanekaragaman

dengan

indeks Shanon-Wiener sebagai berikut

(Hutabarat,2013). s

'

∑pi ln pi

H =-

i=1

Dimana : H’= indeks keanekaragaman Shanon-Wiener Pi = kelimpahan relatif dari jenis biota ke-i yang besanya antara 0,0 – 1,0

Pi = ( ni ) N ni = jumlah sel suatu jenis N = jumlah sel dari seluruh jenis yang ada dalam contoh ∑ = jumlah

Kriteria: H<1= komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat, 13= stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima (stabil) atau kualitas bersih. 3.5.3 Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton dihitung dengan rumus Sedgwick Rafter Counting Cell (Welch, 1962; Edmonson, 1971) melalui persamaan: N = (ns x va) / (vs x vc )

Keterangan: N = Jumlah sel plankton/liter ns = Jumlah sel plankton pada Sedgwick Rafter va = Jumlah air dalam botol vial (ml ) vs = Volume air dalam preparat sedgwick Rafter (ml) vc = Volume air contoh yang disaring dari water sampel (liter) 3.5.4 Indeks Dominansi Indeks dominansi digunakan untuk

mengetahui ada tidaknya

organisme tertentu yang mendominansi pada suatu komunitas. Untuk mengetahui nilai dominansi digunakan

rumus

simpson dalam Arman dan Supriyanti (2007) : C ¬= ∑(pi)2 [dimana Pi = ( ni ) ] N D = Indeks dominasi Simpson Pi = Proporsi ke-i dalam komunitas (i=1,2,3,....,s)

indeks

dominansi

Kriteria : D mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominansi dan D mendekati 1 terdapat jenis yang mendominansi.

3.5.5 Indeks Keseragaman Untuk menghitung indeks keseragaman plankton yang dikemukakan oleh Magurran (1982) sebagai berikut: E

H' H ' maks

Dimana : E

= Indeks Keseragaman

H’

= Indeks Keanekaragaman

H maks = Ln S S

= Jumlah Spesies

3.5.6 Kualitas Air Kualitas air yang diamati adalah aspek fisika perairan dan aspek kimia perairan. Parameter yang diamati adalah suhu, kecerahan, pH,oksigen terlarut dan salinitas.

3.6 Analisa Data 3.6.1. Data Utama a. Identifikasi Jenis Plankton Identifikasi dan perhitungan jumlah individu plankton dilakukan

dengan mikroskop, setelah diperoleh data jumlah individu dan spesies dilakukan analisis data meliputi keanekaragaman jenis,kelimpahan dan indeks dominansi.

b. Analisis Keanekaragaman Plankton Setiap plankton yang berhasil diamati dengan menggunakan mikroskop, kemudian diidentifikasi sampai tingkat spesies (jenis). Data yang telah diperoleh

dianalisis dengan menggunakan indeks

keanekaragaman Shannon –

Wiener,

adapun rumus indeks

keanekaragaman (H) sebagai berikut : s

'

∑pi ln pi

H =-

i=1

Dimana : H’= indeks keanekaragaman Shanon-Wiener Pi = kelimpahan relatif dari jenis biota ke-i yang besanya antara 0,0 – 1,0 Pi = ( ni ) N ni = jumlah sel suatu jenis N = jumlah sel dari seluruh jenis yang ada dalam contoh ∑ = jumlah Keterangan : Kriteria

indeks

keanekaragaman

jenis

(H’)

menurut

Michael

(1994,hlm.172) yaitu: 1. H’ > 3,0 = Tingkat Keanekaragaman Jenis Tinggi 2. 1,0 < H’< 3,0 = Tingkat Keanekaragaman Jenis Sedang 3. H’ < 1,0 = Tingkat Keanekaragaman Jenis Rendah

Kualitas perairan berdasarkan indeks keanekaragaman plankton menurut Wilhm (1975) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Jika H’< 1, maka kondisi perairan tercemar berat, 2. Jika 1 < H’ < 3, maka kondisi perairan dikatakan tercemar ringan, 3. Jika H’ >3, maka kondisi perairan tidak tercemar c. Analisis Kelimpahan Plankton Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus Sedgwick Rafter Counting Cell (Welch, 1962; Edmonson, 1971) melalui persamaan: N = (ns x va) / (vs x vc ) Keterangan: N = Jumlah sel plankton/liter ns = Jumlah sel plankton pada Sedgwick Rafter va = Jumlah air dalam botol vial (ml ) vs = Volume air dalam preparat sedgwick Rafter (ml) vc = Volume air contoh yang disaring dari water sampel (liter) d. Indeks Dominansi

Data plankton yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus indeks dominansi simpson dalam Arman dan Supriyanti (2007) : C ¬= ∑(pi)2 [dimana Pi = ( ni ) ] N C = Indeks dominasi Simpson Pi = Proporsi ke-i dalam komunitas (i=1,2,3,....,s) Kriteria : D mendekati 0 tidak ada jenis yang mendominansi dan D mendekati 1 terdapat jenis yang mendominansi. e. Indeks Keseragaman Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus indeks keseragaman plankton yang dikemukakan oleh Magurran (1982) sebagai berikut: E

H' H ' maks

Dimana : E

= Indeks Keseragaman

H’

= Indeks Keanekaragaman

H maks = Ln S S

3.6.2.

= Jumlah Spesies

Data Penunjang Adapun analisis data penunjang yaitu berupa pengukuran faktor

fisik kimiawi perairan diantaranya pengukuran suhu air, kecerahan, pH

air, dan oksigen mengetahui

terlarut.

faktor

Data penunjang

ini diperlukan

untuk

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

yang

perkembangan plankton. Data penunjang berupa pengukuran faktor fisik-kimiawi perairan yang dianalisis dalam bentuk tabel berikut ini :

Tabel 2.

Kisaran Optimal Nilai Parameter Fisika-Kimiawi Usaha

Budidaya Air Tawar FISIKA-KIMIA

C

Thermometer

Standar Optimal Menurut PP No.82 (2001) o 27-30 C

Kecerahan

cm

Secchi disk

30-40 cm

3.

pH

-

pH meter

7,5

4.

DO

mg/L

DO meter

>5 mg/L

5.

Salinitas



Refraktometer

<5 ppt

6.

Kedalaman

cm

-

<100 cm

7.

Kecepatan Arus

m/s

Tali dan botol

0,20-0,50

Stasiun keNo

Parameter

Satuan

Alat S1

1.

Suhu

2.

O

S2

S3

S4

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya M, Yamashita T. 2004. Mercury Pollutant in Kapuas River Basin:Current Status and Strategic Approaches. Annuals of Disas. Prev.Res.Inst.Kyoto Univ.No.47 B.

Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir.Dalam Makalah Falsafah Sains IPB.

Arief D. 1984. Pengukuran Salinitas ai Laut Dan Peranannya Dalam Ilmu Kelautan. Oseana. 9 (1): 3-10

Arman, E dan Supriyanti, S. 2007. Struktur Komunitas Perifiton pada Subtract Kaca Dilokais Pemeliharaan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan

Teluk Jakarta. Peneliti Manajemen

Perairan. Badan

Sumberdaya

Pengkajian dan 13 Penerapan Teknologi.

Depatemen Kelautan dan Perikanan. 72 hal.

Asriyana

dan

Yuliana.

2015.

Produktivitas

Perairan.

Bumi

Aksara.Jakarta.

Baryan. 2012. Kajian Kualitas Air Akibat Penambangan Emas Di Danau Serantang Singkawang Selatan. Fakultas Pertanian. Universitas Tanjung Pura. Pontianak

Darsono,V. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya.

Djarijah, A.S.1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta. 87 hlm

Edmonson, G.G 1971. A Manual and Methods for Assessment of Secondary Productivity FreshWater. IBP.HandBook. Blackwell Sci. Pulb.Oxford. 209 pp.

Effendi H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.

Elvince, R, Eskariadi, dan Gumiri, S. 2006. Produktivitas Zooplankton Rotifera di Danau Batu dan Danau Sabuah. Jurnal of Tropical Fisheries.UNPAR. Palangkaraya

Fenchel T.1998. Marine plankton food chains. Ann.Rev.Ecol.Sust.19:1938.

Fachrul, M. F. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Faza, F.2012. Struktur Komunitas Plankton di Sungai Prasanggrahan dari Bagian Hulu (Bogor, Jawa (Kembangan

DKI

Barat) hingga Bagian Hilir

Jakarta).Laporan

Penelitian.

Universitas

Indonesia.

Hartami P. 2008. Analisis Wilayah Peairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hastiadi,H., E,Prasetio., S,Muthia. 2016. Analisis Kualitas Perairan Sungai Ambawang Di Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Untuk Budidaya Perikanan. Jurnal Ruaya. 4 (2).

Hutabarat, Sahala

dan

Stewart M.

Evans.

1986.

Pengantar

Oseanografi. Jakarta. universitas Indonesia Press. Cet III.

Hutabarat,S, P, Soedarsono, I, Cahyaningtyas. 2013. Studi Analisa Plankton Untuk

Menentukan Tingkat Pencemaran Di Muara

Sungai Babon Semarang.

Journal Of Mangement Of Aquatic

Resources. 2(3). Universitas Dipenogoro.

Ihsan, N. 2009. Komposisi Hasil Tangkapan Sondong Di Kelurahan Batu Teritip Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 102 hal (tidak diterbitkan).

Indrowati, M., Purwoko, T., Retnaningtyas, E., Yulianti, R. I., Nurjanah, S., Purnomo, D., et al. 2012. Identifikasi Jenis, Kerapatan dan Diversitas Plankton Bentos, sebagai Bioindikator Perairan Sungai

Pepe Surakarta. Bioedukasi, 5 (2):81-91. Jumarang, M. I., Muliadi, Ningsih,N,S. Hadi, S. Martha,D. 2011. “Pola sirkulasi Arus dan

Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas

Kalimantan Barat. Journal Positron. 1(1):36-42.

Kalbarprov.go.id. 2017. Sungai Kapuas Sumber Daya Yang Terabaikan Di Kalimantan Barat

Kordi KMGH. 2011. Marikultur: Prinsip dan Praktik Budidaya Laut. Lily Publiser, Yokyakarta. 618 hal.

Mudeng, J.D., Edwin, L.A., Ngangi., Robert J. Rompas. 2015. Identifikasi Parameter Kualitas Air Untuk Kepentingan Marikultur di Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. FPIK Unsrat Manado.

Mulia, D.S.P.Rarastoeti dan Triyanto.2006. Pengaruh Cara Booster Terhadap Efikasi Vaksinasi Oral Dengan Debris Sel Aeromonas Hydrophila pada lele Dumbo (clarias sp). Jurnal Perikanan. 8(I)

Newell GE dan Newell RC. 1977. Marine Plankton.a practical guide fifth edition. Hutchinson. 244 p.

Nikijuluw, V. P. H. 1992. Tinjauan Ekonomi Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung. Salemba Empat. Jakarta.

Nontji, A. 2008. Plankton laut. Pusat Penelitian Oseanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). LIPI Press. 331 hal.

Nontji, A. 1993. Laut nusantara. Djambatan. Jakarta. ISBN 979 428 204 11. 362 hal.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W.1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi.Cetakan ke-2.PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia Jakarta. 459 hal.

Pescod MB. 1973. standards

for

Investigation of rasional effluent and stream tropical

countries.

San

Fransisco.U.S.Army

Research and Development Group Far East APO.

PP Nomor 82 Tahun 2001. Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Parameter Air. Raymont

JEG.1980.

Plankton and

productivity

in the

oceans.

Oxford.Pergamon Press.

Rosyidi,M.I. 1998. Alga Sebagai Indikator Awal Biologis Kualitas Air. Workshop on Water Riner Quality Ssessment. Jember: Universitas Negeri Jember.

Rudiyanti, S. 2009. Kualitas Perairan Sungai Banger Pekalongan Berdasarkan Indikator Biologis, J. Sain. Perik. 2:46 -52.

Sachlan,M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan perikanan Universitas Dipenogoro. Semarang.

Semiden.S, Setyawati. T.R,

Mukarlina. 2013. Keanekaragaman

Rheofitoplankton Sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Kapuas di Kabupaten Sanggau. Jurnal Protobiont. Vol. 2 (2): 63 – 69.

Seno, Teguh Pribadi. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Keramba Jaring Apung. Depok .Agro Media Pustaka.

Steeman dan Nielsen. 1975. emphasis

on

the

Marine photosynthesis with special

ecologycal aspect.

Amsterdam.

Elsevier

Ocenography eries 13. Elsevier Sci.Pbl. Co.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta. Sumich,JL.1999. An Introduction to The Biology of Marine Life. 7th. ed. Mc Grow. Hill New York. 73-90 : 239-248 : 321-329.

Sverdrup. H. V., M. W. Johnson and R. H. Fleming. 1942. The Ocean,Their Physics Chemistry and General Biology. Prentice Hall. New York: 1087 pp.

Tatangindatu. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano. Desa Paleloan. Kabupaten Minahasa.1 (2) : 8-9.

Tambaru R. 2007. Dinamika komunitas fitoplankton dalam kaitannya dengan produktivitas perairan di perairan pesisir Maros Sulawesi Selatan.

(Disertasi).

Bogor.

Sekolah

Pascasarjana,

Institut

Pertanian Bogor.

Tomascik T, Mah AJ, Nontji A & Moosa MK. 1997. The ecology of the Indonesian seas. Part one. The ecology of Indonesian series. Vol VII. Periplus Edition (HK) Ltd. 642 p.

Wardoyo STH.1982. Kriteria kualitas air untuk keperluan pertanian dan perikanan. Training

Analisis Dampak Lingkungan, PPLH-UNDP-

PSL.

Welch,

P.S.

1962.

Limnological

Methods,

Mc.Graw-Hill

Book

CompanyLtd., NewYork. 381 pp.

Wiadnyana NN dan Wagey GA.2004. Plankton, produktivitas dan ekosistem perairan. Departemen Perikanan dan Kelautan- Balai Riset Kelautan dan Perikanan – PRPT dan LIPI Pusat Penelitian Oseanografi.

Zahidin,M. 2008. Kajian Kualitas Air Di Muara Sungai Dan Pelabuhan Pekalongan Ditinjau Dari Indeks Keanekaragaman Makrobenthos Dan

Indeks

Saprobitas

Semarang (Skripsi)

Plankton.

Universitas

Dipenogoro.

Lampiran 1. Data Umum Kepemilikan

Stasiun :

1. Kepemilikan :

2. Lama Operasi :

3. Luas Karamba Jaring Apung :

- Jumlah Karamba Jaring Apung :

4. Padat Tebar :

5. Jenis Pakan : - Jumlah Pakan : - Metode Pemberian Pakan :

6. Waktu Pengambil Sampel :

7. Kondisi Cuaca (Cerah, Mendung, atau Hujan ) :

8. Potensi Sumber Pencemaran :

Lampiran 2. Data Penunjang

Tabel 1. Kisaran Optimal Nilai Parameter Fisika-Kimiawi Usaha Budidaya Air Tawar FISIKA-KIMIA Stasiun ke-

N o

Parameter

1.

Suhu

2. 3.

Keceraha n pH

4.

Satuan O

C

Alat

S 1

S 2

S 3

S 4

Standar Optimal Menurut PP No.82 (2001) o

27-30 C

cm

Thermomete r Secchi disk

30-40 cm

-

pH meter

7,5

DO

mg/L

DO meter

>5 mg/L

5.

Salinitas



<5 ppt

6.

Kedalama n Kecepata n Arus

cm

Refraktomet er -

7.

m/s

Tali dan botol

<100 cm 0,20-0,50

Related Documents


More Documents from "ainun hayy"

Lembar Pengesahan.docx
November 2019 44
Lampiran Glukosa Darah.docx
November 2019 39
Daftar Pustaka.docx
November 2019 35
El 68 Del 08
June 2020 16
Hr Planning
July 2020 11