Urologi.docx

  • Uploaded by: nurul hidayah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Urologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,127
  • Pages: 53
1. C (Buku Dasar dasar Urologi Edisi 3 Basuki dan Slide kuliah dr. Nanang dinding abdomen dan peritoneum) Pembahasan : Pada kasus ini pasien didapatkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami Torsio testis. Torsio testis adalah terpluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 orang pria yang berumur kurang dari 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12 – 20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral maupun bilateral. Secara fisiologis, otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis dapat mengakibatkan testis mengalami pergerakan yang berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai skrotum. Gambaran klinis biasanya pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam. Pemeriksaan yang spesifik yaitu Phren’s sign, dimana nyeri dan pembengkakan sering kali sangat hebat sehingga isi skrotum tidak dapat diraba dan dipisah-pisahkan, bila dielevasikan akan bertambah nyeri pada torsi. Selain itu terdapat Derming sign dimana testis yang bersangkutan terangkat ke atas dan Angle sign dimana testis terletak lebih horizontal. Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami peradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut lainnya ialah memakai stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan untuk menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada peradangan akut testis terjadi peningkatan aliran darah. Adapun vasa darah yang memberikan nutrisi pada testis adalah a. testicularis cabang dari aorta abdominalis. Arteri testicularis terletak di dalam funiculus

spermaticus bersama dengan ductus deferens, a. ductus defferentis, .v cremastyerica, Ramus Genitalis Nervus Genitofemoralis, vasa lymphatica, dan sisa processus vaginalis

2. (B. Mulai kehamilan 12 minggu) Pembahasan : Menurut kuliah embriologi system reproduksi pria yang diterangkan oleh dr. Rosalia Sri Hidayati, M.kes diterangkan bahwa system reproduksi pria terdiri atas 4 susunan :  Organ Reproduksi Pria  Saluran Reproduksi pria  Kelenjar Reproduksi pria  Hormon reproduksi pria

Tahapan pembentukan organ reproduksi pria sendiri sendiri dimulai dari pembentukan testis. Testis mulai terbentuk pada minggu ke 12 kehamilan, yang kemudian ketika kira kira ibu memasuki kehamilan 28 minggu, tetis tersebut perlahan akan mengalami descensus testiculorum, yang merupakan proses turunnya testis menuju ke scrotum dari cavum abdomen yang dibimbing oleh gubernaculum . Pada bayi lahir – masa kanak-kanak, testis sebagai bulatan lunak dalam scrotum yang terdiri dari sel besar pucat (tali benih sederhana) yang dikelilingi oleh sel-sel penunjang. Perkembangan testis sendiri paling menonjol pada masa pubertas dimana tali benih sederhana dan sel penunjang tersebut akan mengalami perkembangan menjadi sel spermatogenik dan sel sertoli. Apabila pada saat bayi lahir maka testis seharusnya sudah memasuki skrotum. Apabila testis tidak memasuki skrotum, kelainan tersebut dapat di sebut sebagai Undensensus testiculorum,dimana hal itu dapat diketahui segera setelah bayi lahir melalui pengecekan yang di lkakukan oleh petugas, apakah di dalam skrotum bayi terdapat 2 bulatan lunak. Apabila kelainan ditemukan segera setelah bayi lahir maka testis masih dapat diselamatkan. Akan tetapi bila kelainan disadari dan ditemukan baru setelah dewasa, maka testis pun harus diangkat, karena di khawatirkan dapat menyebabkan keganasan. Untuk lebih lengkapnya, simak diagram berikut (Sumber : Kuliah Embriologi system Reproduksi pria oleh dr. Rozalia Sri Hidayati, M.kes) 3. E (Kuliah dr. Wibisono dan RAUL semester 4-kerabatasisten anatomi 2013) Pembahasan :   

Fimosis merupakan keadaan dimana preputium tidak bisa ditarik ke arah proximal Epispadia merupakan kelainan ostium urethra externum terletak di dorsum penis. Hipospadia merupakan kelainan ostium urethra externum terletak di ventral penis. Menurut Kuliah dr. Wibisono, keadaan hipospadia merupakan kontraindikasi dilakukan sirkumsisi karena jaringan preputium yang akan di hilangkan apabila seseorang sirkumsisi, ternyata diperlukan apabila pasien hendak mengalami operasi rekonstruksi. Langkah operasi ini bisa dijalani kapan saja, tapi masa idealnya adalah saat anak berusia empat bulan hingga 1,5 tahun. Dalam prosedur ini, dokter bedah akan merekonstruksi saluran kemih pada lokasi yang seharusnya. Begitu juga dengan bentuk penis yang melengkung ke bawah karena pertumbuhan kulup yang tidak normal. Maka hindarilah mengsirkumsisi pasien dengan kelainan hipospadia sebelum operasi rekonstruksi dilakukan

 

Parafimosis merupakan keadaan dimana preputium dapat ditarik ke arah proximal tetapi tidak bisa dikembalikan ke keadaan semula. Ekstrofia bladder merupakan kelainan kongenital dimana bayi lahir dengan vesika urinaria berada di luar tubuh (terekspos)

4. E (Buku Pedoman Praktikum Histologi Semester 4- Lab histology. Junqueira) Pembahasan : Tubulus kontortus seminiferus terdiri dari 3 lapis yaitu tunika propria, membrana basal dan epitel germinativum. Tunika propria tersusun oleh jaringan pengikat fibroelastis, membrana basal tipis dan homogen. Epitel germinativum terdiri dari sel-sel yang tersusun secara epiteloid dan berlapis yaitu sel Sertoli (sel penyokong, sustentakuler) dan sel spermatogenik.Sel Sertoli berbentuk oval atau kolumner tinggi, menempel pada membran basal, puncak sel mengarah ke lumen, dengan batas sel yang tidak jelas. Intinya jelas, bentuknya oval, terletak eksentris mengandung satu atau lebih anak inti. Sitoplasmanya mengandung tetes-tetes lemak dengan granula pigmen lipokrom. Sel spermatogenik tersusun berlapis mulai dari luar yang paling dekat dengan membrane basal disebut spermatogonium, bentuknya bulat dengan kromatin inti yang padat. Dari spermatogonium berkembang menjadi spermatosit I yang selnya besar dengan inti besar, kromatin berbentuk benang-benang panjang. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum, spermatosit I akan membelah menjadi spermatosit II dengan ukuran yang lebih kecil selanjutnya akan membelah lagi menjadi dua spermatid dan terdapat di permukaan sebagai stadium akhir dari pembelahan sel. Selanjutnya, bentuk spermatid akan mengalami perubahan menjadi spermatozoa. Spermatozoa akan mengalami proses pematangan dan akhirnya lepas dari dinding tubulus seminiferus berkumpul menuju duktus epididimis untuk ditimbun disini. Untuk lebih jelasnya bias lihat gambar dibawah ini :

5. C (Kuliah BiokimiaUrin dan Pemeriksaan Laboratorium Urin dr. Danus Hermawan) Pembahasan : Protein dalam urine dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: o Proteinuria minimal (<0.5 gr/hari)  Setelah olahraga atau pada urine yang sangat pekat, pada orang sehat  Demam, stress termal atau emosional yang berat, pada orang sehat  Proteinuria postural : orang dewasa muda mungkin mengeluarkan proteinsaat berdiri tetapi tidak apabila berbaring  Hipertensi  Disfungsi tubulus ginjal, termasuk akibat obat atau genetik  Ginjal polikistik  Infeksi saluran kemih bagian bawah  Hemoglobinuria dengan reaksi transfuse hemolitik yang berat, hemoglobinuria dingin paroksismal, hemoglobinuria nocturnal paroksismal o Proteinuria sedang (0.5 – 3 gr/hari)  Glomerulonefritis kronis, sedang

    

Gagal jantung kongestif Nefropati diabetes, ringan Pielonefritis Mieloma multipel (protein Bence-Jones dan protein lain) Pra-eklampsia

o Proteinuria berat (>3 gr/hari)  Glomerulonefritis akut  Glomeruloneftiris kronis, berat  Nefrosis lipid  Nefropati diabetes, berat  Penyakit amiloid  Nefritis lupus 6. B (Sumber : Kuliah Farmakologi Obat Infeksi Saluran Kemih oleh dr Penggalih Mahardika H.) Pembahasan : Sulfonamid mempunyai sifat bakteriostatik dan bakterisid (jika kadar tinggi dalam urin). Sulfonamid merupakan penghambat kompetitif PABA yang diabsorbsi 70100% di saluran cerna. Distribusinya terikat plasma (50-80% kadar dalam darah). Metabolismenya dengan asetilasi dan oksidasi dan di ekskresi oleh ginjal, feses, empedu dan ASI. Sulfonamid memiliki efek samping anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia, kristaluria, nekrosis tubular, dan reaksi alergi. Interaksi obat Sulfonamid dengan memperkuat efek obat anti koagulan oral, antidiabetik sulfonilurea, dan fenitoin. Resistesi Sulfonamid mengakibatkan mutasi dan peningkatan produksi PABA. 7. D (Buku Dasar Dasar Urologi Basuki Edisi 3) Pembahasan : Ureter membentang dari pielum hingga buli buli, secara anatomis terdapat beberapa tempat yang diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat lain. Tempat penyempitan itu adalah : 1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter (Ureteropelvic junction), 2. Tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, 3. Pada saat ureter masuk ke buli buli. Di ketiga tempat irtu sering mengalami obstruksi oleh batu atau benda lain yang berasal dari ginjal. Ureter masuk ke dalam bulibuli secara miring dan terletak diantara otot-otot buli buli(intramural) dan mencegah terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke dalam ureter atau reflux vesico-ureter pada saat buli-buli kontraksi. 8. Pembahasan : Glandula vesikula seminalis

 Membentuk lipatan-lipatan yang bercabang-cabang (kripte-kripte) yang tidak teratur. Tunika Mukosa dilapisi oleh : o Epitel pseudokompleks kolumner atau bervariasi tergantung aktivitas kelenjar. o Lamina propria : Jaringan pengikat dengan serabut elastis  Tunika muskularis : tersusun oleh otot polos dengan arah sirkuler pada lapisan sebelah dalam dan longitudianl pada lapisan sebelah luar  Tunika adventisia : Jaringan pengikat yang kaya dengan anyaman serabut elastis

9. C (Farmakakologi dan Terapi FK UI) Pembahasan : Dalam garis besarnya golongan kuinolon dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kuinolon dan fluorokuinolon. Kuinolon merupakan kelompok yang tidak mempunyai manfaat klinik untuk pengobatan infeksi sistemik karena kadarnya dalam darah terlalu rendah. Selain itu daya antibakterinya agak lemah dan resistensi juga cepat timbul. Indikasi kliniknya terbatas sebagai antiseptik saluran kemih. Termasuk kuinolon yaitu asam nalidiksat dan asam pipemidat. Golongan fluorokuinolon mempunyai atom fluor pada posisi 6 dalam struktur molekulnya. Daya antibakteri fluorokuinolon jauh lebih kuat daripada kelompok kuinolon lama. Selain itu, obat ini diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya juga dalam bentuk parenteral sehingga dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman

Gram negatif. Daya antibakterinya terhadap kuman Gram positif relatif lemah. Yang termasuk golongan ini adalah ciprofloxasin, pefloxasin, ofloxasin, norfloxasin, enoxasin,levofloxasin, fleroxasin, dll. 10. D (Sumber : Kuliah Infeksi Menular Seksual oleh dr Mohammad Eko Irawanto dan Modul Field Lab Penyuluhan Kesehatan Penyakit Menular Seksual) Pembahasan : Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal, dan paha). Ada dua macam tipe HSV (Herpes Simplex Virus) yaitu HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai daerah genital, namun tidak menutup kemungkinan tipe 1 mengenai daerah genital dengan adanya anal-oral sex. Tanda utama dari herpes genital adalah luka di sekitar vagina, penis atau di daerah anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi. Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu.  Tanda-tanda :  Eritem, vesikel, pustule, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung pada tingkat infeksi  Limfadenopati inguinal  Faringitis  Cervisitis  Adapun gejalanya sebagai berikut:  Nyeri dan disuria  Urethral dan vaginal discharge  Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)  Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal  Nyeri pada rektum, tenesmus Secara klinis, diagnosis herpes genitalis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik jika gejalanya khas dan melalui pengambilan contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tes darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Virus kadang-kadang namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes laboratorium yaitu kultur. Kultur dikerjakan

dengan menggunakan swab untuk memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes. Pemeriksaan Tznack dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banak dan badan inklusi intranuklear. Pada kasus dapat dilihat pasien menunjukkan tanda dan gejala klinis dari herpes genitalis meliputi luka di batang penis dan nyeri buah zakar, vesikel dan erosi bergerombol, nyeri tekan dan riwayat melakukan hubungan seksual.

11. A. (Sumber : Kuliah Patologi Klinik Ginjal dan Saluran Kencing – dr Djoko Hadiwidodo Pembahasan : Pada kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien menderita diabetes melitus. Hasil pemeriksaan menunjukkan tekanan darah meningkat, hemoglobin normal, gula darah puasa dan G2jPP meningkat, HbA1C meningkat, ureum dan kreatinin dalam batas normal. Berdasarkan pemeriksaan tersebut menandakan pasien penderita diabetes melitus tidak terkontrol dengan kondisi buruk. Hasil pemeriksaan urin didapatkan berat jenis meningkat sangat tinggi (Normal: 1,003 – 1,030), pH normal (N : 4,5 – 8,5), lekosit dan eritrosit meningkat, proteinuria dalam batas normal, dan tidak ditemukan silinder. Pemeriksaan yang bisa menggambarkan keadaan pembuluh darah pasien adalah berat jenis. Berat jenis memiliki korelasi sejajar denga osmolaritas urine.

Sebagai contoh: Berat jenis = 1001 -> osmolaritas urin = 40 mOsm (285 mOsm) darah. Berat jenis urin tergantung akan banyaknya partikel dan berat larutan urin. Kadar maksimalnya 1,935. Ginjal akan berusaha mempertahankan kadar homeostasis dari berat jenis tersebut dengan mengatur volume urin dan jumlah benda padat yang diekskresi. Pada urin yang mengandung protein / glukosa akan menyebabkan berat jenis urin meningkat. Berat jenis urin yang meningkat juga menggambarkan osmolaritas pembuluh darah. 12. Tidak Terdokumentasi 13. Tidak terdokumentasi. 14. – (Histologi dasar Junqueira Teks dan Atlas Edisi 12 dan BPP Histologi Semeseter 4) Pembahasan : Duktus efferent/Duktuli efferentes berjumlah sekitar 20 buah, yang merupakan tempat muara dari spermatozoa yang berasal dari rete testis. Duktuli efferentes dilapisi oleh epitel kuboid selapis tak bersilia dengan diselingi sel bersilia yang tersusun lebih tinggi. Tinggi kedua sel ini tidak sama , dimana sel yang rendah terdapat pigmen cairan sekresi dan permukaannya terdapat brush border. Sel tersebut berfungsi untuk menyerap sebagian besar cairan yang dihasilkan oleh tubulus seminiferus. Sel yang tinggi memiliki silia dan berfungsi untuk menggerakkan spermatozoa ke arah epididimis. Sitoplasmanya tercat kuat dan mengandung tetes lemak dan granula pigmen. Kedua macam sel ini melekat diatas membran basalis yang tipis dan diluarnya terdapat otot polos sirkuler yang berperan dalam menggerakkan sperma yang masih imotil 15. A ( Sumber: Kuliah Biologi Sistem Reproduksi Pria – dr Rosalia Sri Hidayati) Pembahasan : Pada masa bayi lahir dan masa anak-anak, organ reproduksinya masih berupa testis yang berbentuk sebagai bulatan lunak dalam scrotum yang terdiri dari sel besar pucat (tali benih sederhana) yang dikelilingi oleh sel-sel penunjang. Kemudian pada masa pubertas terjadi perkembangan sebagai berikut: a. Tali benih sederhana → sel primordial → tubulus seminiferus testis → bentuk tubulus / pipa dengan dinding tubulus + lumen tubulus → dinding (epitel selapis, jaringan ikat, dan otot polos) → sel-sel spermatogenik → spermatogenesis → spermatozoon b. Sel penunjang → sel Sertoli, sebagai pemberi nutrisi sel spermatogenik

16. C (Sumber : RAUL Semester 4 Mbak Nikko Rizky Amanda Organa Genitalia Maskulina) Pembahasan : Seminoma testis adalah tumor ganas testis yang berdiferensiasi baik berasal dari epitel germinativum atau epitel tubulus seminiferi. Seminoma testis merupakan tumor testis yang paling sering dijumpai, 40% dari semua tumor testis dan biasanya terjadi pada umur antara 20-40 tahun. Prognosis paling baik diantara tumor ganas testis lainnya: tumbuhnya relatif perlahan-lahan dan sangat radiosensitive, kurang infiltrative, jika dioperasi tidak residif. Biasanya seminoma testis mengadakan metastase ke kelenjar limfe inguinal, para iliaca dan para aorta sehingga dianggap ganas. Histologis struktur nya serupa dengan dysgerminoma. Selain itu, dapat diamati pada gambar sistem limfatika diatas, terlihat posisi nodus lymphaticus inguinalis yang paling dekat dengan testis sehingga dapat terjadi pembesaran apabila seminoma testis tersebut mengadakan metastasis. 17. C (Kuliah Infeksi Menular oleh dr. M. Eko Irawanto) Pembahasan : Sifilis adalah penyakit kronik sistemik yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum. Gejala – gejala muncul antara 2-6 minggu (kadang-kadang 3 bulan) setelah terjadi hubungan seksual. Cara penularannya adalah melalui kulit dan mukosa, kontak seksual, kontak langsung dengan lesi, dan penularan dari ibu ke anak. Penyakit ini diasosiasikan dengan Pembersaran limfaneopati regional sebagai akibat dari penyebaran Bakteri ini yang melalui Saluran limfe (Limfogen). Apabila menyebar melalui Darah (Hematogen) dapat menyebabkan sifilis sekunder (infeksi sistemik)Berdasarkan gejala nya terbagi menjadi 3 yaitu Sifilis primer, Sekunder dan tersier.







Sifilis primer : meliputi luka tunggal, menonjol, dan tidak nyeri. Hal yang patut dicatat adalah perbedaan antara sifilis dan Chancroid. Pada SIfilis dapat ditemukan ulkus yang bisa ditemukan pada glans penis dan corpus penis. ulkus durum adalah ulkus dengan dasar bersih, perabaan keras dan tidak nyeri tekan, serta pinggir yang meninggi, sedangkan pada Chancroid (Ulkus mole) adalah ulkus dengan dasar kotor, pinggir meradang, nyeri tekan dan perabaan lunak, dengan ulkus yang menggaung. Chancroid biasanya disebabkan oleh Bakteri H. ducreyi, Bakteri gram negatif streptobacil Sifilis sekunder : Bintil/bercak merah di tubuh yang hilang sendiri atau tanpa gejala. Gejala klinisnya adalah terdapat gambaran bercak bercak merah seperti di gigit tikus yang mengenai daerah lidah dan tenggorokan. Pada telapak tangan terdapat gambaran lonjong, dengan dasar merah dan di pinggirnya bterdapat skuama/Collarete of Biett. Pada stadium ini juga khas terdapat Kondiloma lata yang merupakan peninggian kulit yang mendatar, biasa tumbuh di daerah yang lembab seperti daerah anogenital dan mulut Sifilis Tersier : Kelainan jantung, kulit, pembuluh darah, dan saraf(Neurosifilis). Selain itu dapat ditemukan juga Cutaneous Gumma yaitu suatu granuloma dengan dasar eritem, bagian sentral yang scarring, dan plaq terkikis.

Perjalanan dari penyakit sifilis adalah di mulai dari inokulasi bakteri ke dalam tubuh penderita, yang membutuhkan waktu 10-90 hari untuk inkubasi (biasanya 3 minggu) sampai timbul gejala yang fase ini disebut sebagai Fase Sifilis primer. Kemudian bila penderita tidak segera berobat maka dalam waktu 3-10 minggu pasien akan mengalami Sifilis sekunder (penyebaran infeksi via hematogen). Kemudian setelah 3-12 minggu lesi akan menghilang secara spontan dan pasien dalam fase yang disebut fase Laten yang tidak menutup kemungkinan dalam waktu 1-2 tahun pertama pasien akan mengalami relaps gejala dari sifilis sekunder (angka kejadian lebih dari 25% pasien), dan dalam rentang waktu 2-20 tahun pasien akan mengalami 2 kemungkinan yaitu pasien sembuh (tidak reccurence) atau pasien menjadi Sifilis Tersier. Diagnosis dari Sifilis dapat ditegakkan dengan mengambil serum dari lesi kulit, dan dari cairan mukus yang keluar, kemudian dilihat bentuk dan pergerakkannya. Treponema akan tampak berwarna putih dengan latar belakang gelap dan pergerakkannnya memutar terhadap sumbunya, dimana gerakannya menyerupai gerakan membuka botol. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan mikroskop medan gelap. Selain itu juga dapat dilakukan T.S.S. atau Serologic Test for Syphilis sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologi ialah sensitivitas dan spesivitas.

Pengobatan untuk Sifilis adalah dengan injeksi penisilin selama 10 hari. Bila pasien alergi dengan penisilin bisa diberi Tetrasiklin, Doksisiklin via oral yang diberikan 14 hari untuk stadium awal dan 4 minggu untuk stadium lanjut.

18. A (Kuliah Bokimiawi Urin oleh dr. Danus Hermawan) Pembahasan : Dari hasil anamness pasien diketahui mengalami cedera otot paha akibat ia bermain sepak bola. Pada pemeriksaan v=fisik meliputi yekanan darah, denyut nadi,RR, dan suhu

badan adalah dalam batas yang normal. Dari hasil pemeriksaan urin di dapatkan hasil uji darah positif dan darah berwarna merah coklat. Normalnya urin pada orang yang sehat adalah :  Volume urin Untuk orang dewasa setiap harinya dikeluarkan 600 – 2500 cc urine.  Berwarna kuning muda jernih. ABNORMAL : HIJAU, KUNING, MERAH, COKLAT, HITAM. Pigmen yang terdapat dalam urine terutama → urochrome. Disamping itu dalam jumlah sedikit terdapat urobilin hematoporpyrin. Pada penyakit hepar didalam urine dijumpai pigment-pigment empedu.  Senyawa dalam urin normal :  Urea :Merupakan hasil akhir metabolisme protein pada mamalia. Umumnya meliputi 80-90% dari total Nitrogen yang dikeluarkan melalui urine.  Amonia :biasanya dalam urine yang masih baru, hanya terdapat pd urine dalam jumlah sedikit. Pada asidosis yang disebabkan oleh gangguan ren, kadar amonia dalam urine berkurang.  Creatin dan Creatinin.Creatinin merupakan hasil pemecahan Creatin.  Asam Urat. hasil metabolisme dari purin. Asam urat tidak hanya berasal dari nukleo protein yang terdapat dalam makanan, tetapi berasal juga dari pemecahan nukleo protein selluler didalam tubuh.  Nitrogen :Pada orang dewasa dijumpai 150-200 ml Nitrogen yang berasal dari asam amino yang dikeluarkan dalam 24 jam melalui urine.  Alantoin :Berasal dari oksidasi asam urat. Didalam urine hanya dijumpai dalam jumlah sedikit.  Chlorida. Diekskresikan dalam bentuk Natrium Chlorida. Oleh karena hampir semua Chlorida berasal dari makanan, maka jumlahnya yang keluar bersama-sama urine tergantung dari intake.  Sulfat. Sulfat dalam dalam jumlah kecil pada urine.  Fosfat. Fosfat yang terdapat dalam urine merupakan kombinasi antara Na2PO4 dan K2PO4  Oxalat, Biasanya dalam urine dijumpai dalam jumlah sedikit.  Mineral : Natrium, Kalium dan Kalsium dan Magnesium yang merupakan kation yang terdapat dalam cairan ekstraseluler  Bau : Urine normal yang masih baru berbau aromatis, Bau urine dapat dipengaruhi macam makanan dalam diet.  Banyak sedikitnya urine dipengaruhi oleh intake air, temperatur, diet keadaan mental dan fisik seseorang.  Berat jenis : Berkisar antara 1.003 – 1.030.

 Urine Normal bersifat sedikit asam dengan pH ± 6, dengan variasi pH 4,7 – 8,0. Fisiologis : Post Prandial : pH MENINGKAT, Orang tidur: pH MENURUN. Abnormal : URINE ALKALIS : URINE LAMA, POST PRANDIAL, VEGETARIAN, UTI,HIPOKALEMIA, PROTEUS INFECTION, PIELONEPHRITIS DINI, TUMOR PRIMER, ACIDOSIS TUBULUS GINJAL, ALKALOSIS SISTEMIK, URINE ASAM : ACIDOSIS METABOLIK & RESPIRATORIK, INFEKSI E. COLI, FEBRIS, KETOSIS (DM) Sedangkan berikut merupakan senyawa dalam urine abnormal: a. Protein. Proteinuria (Albuminuria) di dalam urine dijumpai albumin dan globulin dalam jumlah yang banyak. Contoh: Bence jonce protein pada penderita Leukemia, Multiple Mieloma b. Glukosa. Contoh pada Diabetes Melitus c. Benda-benda keton. 3-15 mg sehari yang diekskresikan melalui urine. Jumlah didalam urine akan meningkat pada gangguan metabolisme karbohidrat (diabetes), kelaparan, dan kehamilan d. Bilirubin. Dapat dijumpai misalnya pada penyakit kuning e. Darah. Dapat dijumpai pada nefritis, kerusakan jaringan ren atau tractus urinarius blackwater fever atau sesudah luka bakar berat Pada pasien didapatkan kelainan urin berwarna merah tua. Kita bisa singkirikan bahwa merah ini karena jus bit karena pasien tidak mengkonsumsi jus bit(Tidak disebutkan dalam soal). Selain itu, hasil untuk uji samar darah adalah positif, yang berarti apabila positif maka penyebab patologik yaitu hemoglobin atau mioglobin. Namun ciri khas untuk urin berwarna merah coklat adalah apabila dalam urin tersebut terdapat Mioglobin, sedangkan apabila urin berwarna merah terang, adalah cirri khas dari Urin dengan Hemoglobin. Untuk lebih jelasnya lihatlah table berikut.

19. D (Kuliah Biokimiawi Urin oleh dr. Danus Hermawan) Pembahasan : Dari hasil pemeriksaan urin rutin pasien didapatkan adanya abnormalitas yaitu adanya kekeruhan pada urin pasien. Normalnya urin pasien berwarna kuning muda jernih. Apabila keruh, maka ada kemungkinan urine alkalis, yang mana urin alkalis tampak agak keruh, karena terbentuknya kalsium fosfat. Sedangka Urine yang sangat asam akan mengendap garam-garam urat. Selain itu juga ditemukan terdapat glukosa pada urin pasien, yang merupakan tanda abnormalitas. Apabila ditemukan glukosa dalam urin pasien menandakan adanya kelainan metabolisme glukosa di dalam tubuh pasien atau adanya kerusakan dari endotel glomerolus sehingga Glukosa gagal terfiltrasi dan masuk ke dalam urin. Adapun kelainan ini biasanya ditemukan pada penderita Diabetus Mellittus. Sehingga dapat di simpulkan bahwa nyeri kaki dan keluhan yang dialami oleh pasien merupakan akibat dari Diabetus Mellitus. 20. D (BPP Histologi Semester 4) Pembahasan : Pada kasus tersebut, saluran yang dimaksud adalah ureter. Ureter merupakan saluran penghubung antara parenkim ginjal dengan vesika urinaria. Ujung atasnya melebar disebut pelvis, berada di hilus ginjal dan terbagi-bagi menjadi kaliks mayor dan kaliks minor. Dinding pelvis paling tipis, makin ke distal makin tebal dan bermuara

serong di dalam vesika urinaria. Pada 2/3 bagian proksimal tunika muskularis hanya terdiri atas 2 lapis yaitu bagian dalam arahnya longitudinal dan yang luar sirkuler. Pada 1/3 distal masih terdapat satu lapis diluar yang kedua tersebut yang arahnya longitudinal. 21. E Pembahasan : Lihat Pembahasan nomor 2 22. E (Kuliah Pengantar Urologi dr. Wibisono) Pembahasan : Pada kasus tersebut, kemungkinan pasien menderita BPH. Pembesaran prostat pada pasien tersebut menyebabkan penyempitan lumen urethra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat urethra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos tersebut dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. Keluhan pada saluran kencing bagian bawah terdiri atas gejala voiding, storage dan pasca miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada aluran kemih bagian bawah, para ahli membuat sistem scoring yaitu IPSS Tidak <1 se< ½nya Kira2 >½ nya Hampir Skor oleh pen (International Prostatic Symptom Score) berikut: pernahsebagai tiap 5x ½ nya selalu derita (angka) 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Pengosongan tidak sempurna Selama satu bulan yang lalu, berapa sering anda merasa kencing tidak tuntas, artinya masih ada sisa urin dalam kandung seni setelah selesai kencing. Sering kencing Selama satu bulan yang lalu, berapa sering anda harus kencing lagi sebelum 2 jam. Kencing terputus Selama satu bulan yang lalu, berapa sering anda mengalami pancaran urin berhenti kemudian keluar lagi. Kesulitan menahan rasa ingin kencing Selama satu bulan yang lalu, berapa sering anda sulit menahan kencing. Pancaran lemah Selama satu bulan yang lalu, berapa sering pancaran kencing anda melemah. Mengejan Selama satu bulan yang lalu, berapa sering anda harus mengejan untuk memulai kencing Kencing malam hari Selama satu bulan yang lalu, selama anda tidur malam berapa kali anda harus bangun untuk kencing.

Jumlah skor

Penilaiannya adalah : 0–7 : Ringan 8 – 18 : Sedang

0

1

2

3

4

5

0

1

2

3

4

5

0

1

2

3

4

5

0

1

2

3

4

5

0

1

2

3

4

5

0

1

2

3

4

5

tidak pernah

1

2

3

4

5x atau lebih

0

1

2

3

4

5

Penilaiannya adalah : 0-7

: Ringan

8 - 18 : Sedang

> 18

: Berat

35

: Skor max.

Sedangkan keluhan pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. Tidak jarang juga pasien berobat karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemorrhoid. Timbulnya kedua peyakit in karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan penningkatan tekanan intra-abdominal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan tonus sphincter ani / refleks bulbo-cavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rektum, dan keadaan prostat antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat. Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat. Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetris. Prinsip tatalaksana berdasarkan keluhan menurut IPSS yaitu: a. Watchfull waiting. Menunggu dan mengawasi pada IPSS ringan (<8) setiap 3 – 6 bulan Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya misalnya jangan mengkonsumsi alohol atau kopi setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau coklat), batasi penggunaan obat-obat influenza yang megandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin dan jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya mengenai keluhannya yang mungkin menjadi lebih baik disamping dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine atau uroflowmetri. b. Medikamentosa

Pada IPSS sedang (8-18), 5 ARI, alpha blocker Tujuan terapi ini adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alpha blocker, mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormon testosterone / dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase. c. Operatif Penyelesaian masalah pasien BPH dengan IPSS berat (>18) yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasive lainna membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. Pembedahan diindikasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, mengalami retensi urine, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, dan timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah. Tindakan operatif ini ditujukan untuk IPSS berat dan juga adanya indikasi komplikasi BPH.

23. A (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam – Badan Penerbit FKUI) Pembahasan : Uretritis non spesifik adalah peradangan hanya pada urethra yang disebabkan oleh kuman non spesifik. Kurang lebih 75% telah diselidiki penyebab uretritis non spesifik dan diduga penyebabnya adalah:

a. Chlamydia trachomatis Telah terbukti bahwa lebih 50% daripada semua kasus uretritis non spesifik disebabkan oleh kuman ini. Chlamydia trachomatis merupakan parasit intraobligat, menyerupai bakteri Gram negatif dan termasuk subgroup A, mempunyai tipe serologic D-K. Chlamydia sering sekali menginfeksi seseorang yang mengidap Gonorea (Koinfeksi). Hal inilah yang mendasari bahwa Pengobatan untuk Penyakit Gonorea juga harus disertai pengobatan untuk Infeksi Chlamydia. Dalam perkembangannya Chlamydia trachomatis. mengalami 2 fase: 1) Fase 1 / fase noninfeksiosa, terjadi dalam keadaan laten yang dapat 2) Fase 2 / fase penularan, bila vacuola pecah kuman keluar dalam bentuk ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. Pada saat ini kuman sifatnya intraselular

dan berada di dalam vakuola yang letaknya melekat pada inti sel hospes, disebut badan inklusi badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel hospes yang baru b. Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab uretritis non spesifikdan sering bersamaan dengan Clamydia trachomatis. Dahulu dikenal dengan nama T-strain mycoplasma. Mycoplasma hominis juga sering bersama- sama dengan Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma hominis sebagai penyebab uretritis non spesifik masih diragukan, karena kuman ini bersifat komensal yang dapat menjadi patogen dalam kondisi-kondisi tertentu. Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme yang paling kecil, Gram negatif, dan sangat pleomorfik karena tidak mempunyai dinding sel yang kaku. c. Gardnerella vaginalis d. Alergi Ada dugaan bahwa uretritis non spesifik disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada pemeriksaan sekret uretritis non spesifik, ternyata steril dan pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit tersebut e. Bakteri Mikroorganisme penyebab uretritis non spesifik ini adalah Staphylococcus dan difteroid. Sesungguhnya bakteri ini dapat tumbuh komensal dan menyebabkan uretritis hanya pada beberapa kasus.Ada dugaan bahwa uretritis non spesifik disebabkan oleh reaksi alergi terhadap komponen sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan karena pada pemeriksaan sekret uretritis non spesifik, ternyata steril dan pemberian obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit Pada pria, gejala uretritis non spesifik biasanya baru timbul setelah 1-3 minggu kontak seksual dan umumnya tidak seberat gonore. Gejalanya berupa disuria ringan, perasaan tidak enak di urethra, sering kencing, dan keluarnya duh tubuh seropurulen. Dibandingkan dengan gonore, perjalanan penyak lebih lama karena masa inkubasi yang lebih lama dan ada kecenderungan kambuh kembali. Pada beberapa keadaan tidak terlihat keluarnya cairan duh tubuh, sehingga menyulitkan diagnosis. Dalam keadaan demikian sangat diperlukan pemeriksaan laboratorium. Komplikasi dapat berupa prostatitis, vesikulitis, epididimitis dan striktur urethra. Pada wanita, infeksi lebih sering di serviks dibandingkan dengan di vagina, kelenjar Bartholin atau urethra sendiri. Sama

seperti gonore, umumnya wanita tidak menunjukkan gejala. Sebagian kecil dengan keluhan keluarnya duh tubuh vagina, disuria ringan, sering kencing, nyeri di daerah pelvis dan disparenia. Pada pemeriksaan serviks dapat dilihat tanda-tanda servisitis yang disertai adanya folikel kecil yang mudah berdarah. Komplikasinya dapat berupa Bartholinitis,proktitis, salpingitis dan sistitis. Peritonitis dan perihepatitis juga pernah dilaporkan.

24. C (BPP Histologi semester 4 dan Junqueira Atlas of Histology) Pembahasan : Tubulus Kontortus Proximal Tubulus Kontrortus Distal  Pada pemotongan melintang lebih  Pada pemotongan lebih sedikit banyak terpotong terpotong  Lumen lebih sempit dan irregular  Lumen lebar dan regular  Sitoplasma eosinolifk kuat  Batas antar sel jelas  Batas antar sel tidak jelas  Sel dengan sitoplasma lebih jernih  Sel Kuboid lebih besar  Tidak terdapat brush border  Terdapat brush border pada  Sel kuboid kecil permukaannya

25. D (RAUL Semester 4 oleh Mas Taufiq Systema Uropoetica) Pembahasan : Ren sejumlah sepasang, keduanya terletak di belakang peritoneum pada dinding posterior abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis, disebut juga sebagai organ retroperitoneal yang artinya hanya kira-kira 1/3 dari ginjal yang ditutupi oleh peritoneum. Ren sinister terletak setinggi bagian superior Vertebrae Thoracica XII – inferior Vertebrae Lumbalis III, pada ren dexter terletak lebih rendah 1⁄2 vertebrae karena adanya lobus hepatis dexter sehingga terdapat sebuah pendesakan pada lobus hepatis dexter yang disebabkan oleh ren dexter yang disebut sebagai impression renalis. Ren sinister lebih panjang, lebih ramping dan terletak lebih medial daripada ren dexter. 26. A Pembahasan: Pada kasus, pasien mengeluh diare yang sudah berlangsung 2 hari dan lebih dari 5 kali sehari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tekanan darah normal, denyut nadi takikardi. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin

normal, ureum meningkat, kreatinin meningkat, eGFR menurun. Pada pemeriksaan urin rutin lekosit dan eritrosit nampak meningkat. Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN (blood urea nitrogen) dan clearance kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal yang paling sering dipakai di klinik namun baru menunjukkan kelainan pada saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya. Kreatinin adalah hasil dari katabolisme otot skeletal, diekskresikan oleh ginjal dan tidak terpengaruh oleh kondisi hidrasi seseorang. Nilai normal kreatinin serum pada laki-laki 0,1 – 1,5 mg% dan pada wanita 0,1 – 1,2 mg%. Sedangkan kreatinin urine pada laki-laki 1000 – 2000 mg/hari dan pada wanita 800 – 1800 mg/hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreatinin antara lain post intake daging (dapat menyebabkan kreatinin meningkat 30%), kerja berat (dapat menyebabkan kreatinin meningkat ringan), dan terkait dengan massa otot. Pada orang yang berotot, nilai kreatinin lebih tinggi; demikian pula pada usia yang semakin tua dan pada laki-laki. Nilai kreatinin serum normal belum tentu menunjukkan fungsi ginjal normal dan berbanding terbalik dengan GFR. Perubahan kreatinin serum dapat terjadi tanpa keterlibatan fungsi ginjal karena adanya perubahan dalam massa otot. Urea nitrogen (BUN) merupakan hasil dari katabolisme protein ornithin-arginin. Kadar urea tergantung pada diet dan sintesis hepar. Nilai normalnya 8 – 20 mg/dl. Kadar BUN dapat meningkat pada: a. Pre renalis : katabolisme protein jaringan meningkat (febris, combusio, tumor,terapi kortikosteroid), perfusi menurun (shock, hipoalbuminemi, CHF), dehidrasi b. Renalis : gangguan pembuangan urea, kel glomerulus (GFR <) c. Post renalis : obstruksi bilateral ureter, retensi vesika urinaria, obstruksi urethra. Kadar BUN dapat menurun pada dialysis peritoneum, overhidrasi, malnutrisi, fungsi liver mundur maupun gagal. Pemeriksaan uji faal ginjal yang paling akurat adalah uji rerata laju filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate (GFR). Indeks klinik GFR menggabungkan antara BUN : Kreatinin = [12 – 20] : 1. Cara pengukuran GFR yang paling tepat adalah dengan menginjeksikan beberapa senyawa, di antaranya insulin, beberapa radioisotope, 51chromium-EDTA, 125I-iothalamate, 99mTc-DTPA, atau radiokontras iohexol. Namun teknik ini tidak praktis, perlu biaya mahal, butuh waktu lama dan berpotensial menimbulkan efek samping. Indeks klinis GFR meningkat pada dehidrasi, statis urine, hiperketabolik, hemorhagi git, dan intake protein tinggi. Indeks klinis GFR menurun pada amputasi, kerusakan otot, dialysis, liver destilasi, intake rendah protein. Pemeriksaan lekosit urin dan tekanan darah sendiri kurang menggambarkan fungsi ginjal. Maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan yang paling menggambarkan fungsi ginjal yaitu eGFR. 27. E (Slide Bakteri Penyebab ISK tahun 2013 oleh dr. Maryani, M.Si., Sp.MK)

a. Staphylococcus saprophyticus 

Gram positive coccus berkoloni, tidak memiliki flagella, tidak membentuk spora



Suhu optimal 370C, pH optimal 7,4



Bersifat aerob atau anaerob fakultatif



Katalase (+), koagulase (-), manitol (-), novobiosin resisten

b. Proteus mirabilis 

Gram negative basil, flagella peritrik, tidak membentuk spora, tidak berkapsul



Pada media McConkey tampak transparan



Pada media agar darah membentuk gambaran swarming



Menimbulkan bau fishy odor yang kuat



Simon sitrate (+), tryptophan (-), urea (+)

c. Escherecia coli 

Gram negative basil, flagella peritrik, tidak membentuk spoa, tidak berkapsul



Pada media Endo membentuk kilat logam merah kehijauan



Pada media EMB membentuk kilat logam hitam kehijauan



Pada media McConkey berwarna merah muda



KIA : A/A, H2S (-), gas (+) ; Simon sitrate (-), urea (-)

d. Neisseria gonococcus 

Gram negative diplococcus, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, tidak motil



Bersifat aerob atau anaerob fakultatif, suhu optimal 36 0C



Medium : Agar coklat, Thayer Martin, Muller Hinton agar



Koloni berbentuk bulat, cembung, putih, dan smooth

28. E (Tutorial Skenario 3 dan Mumps orchitis in J R Soc Med. 2006, 96(11): 573 – 575) Pembahasan : Mumps orchitis is now rarely seen in children under 10. Orchitis is the most common complication of mumps in post-pubertal men, affecting about 20 – 30% of cases in which 10 – 30% are bilateral. It usually occurs 1 – 2 weeks after parotitis Of affected testicles, 30 – 50% show degree of testicular atrophy. Within the first few days of infection the virus attacks the testicular glands, leading to parenchymal inflammation, separation of seminiferous tubules and perivascular interstitial lymphocyte infiltration. The tunica albugenia forms barrier against edema, and the subsequent rise in intra-testicular pressure leads to pressure-induced testicular atrophy Mumps orchitis rarely leads to sterility but it may contribute to subfertility. It can also can lead to oligospermia, azoospermia, and asthenospermia (defects in sperm movement).

Unilateral disease can significantly, but only transiently, diminish the sperm count, mobility, and morphology. Impairment of fertility is estimated to occur in about 13% of patients, while 30 – 87% of patients with bilateral mumps orchitis experience infertility 29. C (Kuliah Farmakologi Saluran Kemih oleh dr. Setyo Sri Rahardjo, M.Kes) Pembahasan : Gentamisin merupakan salah satu dari aminoglikosid. Aminoglikosid adalah golongan antibiotika bakterisidal yang dikenal toksik terhadap saraf otak VIII komponen vestibular maupun akustik (ototoksik) dan terhadap ginjal (nefrotoksik). Aminoglikosid berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh porin proteins pada membrane luar dari bakteri Gram-negatif masuk ke ruang periplasmik. Sedangkan transport melalui membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transport yang tergantung energy ini bersifat rate limiting, dapat diblok oleh Ca2+ dan Mg2+, hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobiosis. Hal ini menerangkan penurunan aktivitas aminoglikosid pada lingkungan anaerobic suatu abses atau urin asam yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya aminoglikosid pada

ribosom

ini mempercepat transport

aminoglikosid ke dalam sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma dan disusul kematian sel. Yang diduga terjadi ialah misreading kode genetik yang mengakibatkan terganggunya sintesis protein.

30. C (Kuliah Patologi Anatomi Urogenital oleh dr. Brian Wasita, Sp.PA., Ph.D) Pembahasan :

Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa terdapat radang granulomatosa dengan nekrosis kaseosa dan sel datya Langhans. Hal tersebut mengarah pada tuberculosis epididymis Tuberculosis epididymis biasanya berasal dari penyebaran hematogen focus primer. Kadang – kadang menyebar secara descenden dari tuberculosis ginjal. Dapat menyebar ke arah testis atau ke glandula prostat a. Gejala Klinis 

Benjolan pada epididymis yang keras dan tidak nyeri. Jika terdapat inflamasi, maka berwarna merah dan sedikit nyeri



Pada proses lanjut mengalami perlunakan sampai terbentuk fistula karena menembus keluar melalui kulit scrotum

b. Makroskopis 

Benjolan pada epididymis, dinding menebal



Konsistensi sebagian keras, kenyal, dan sebagian lunak pada bagian yang mengalami nekrosis kaseosa



Kadang – kadang terdapat bagian dinding saluran yang mengalami perforasi

c. Mikroskopis 

Sarang tuberkel yang merupakan inflamasi granulomatous di antara glandula epididymis



Bagian sentral necrosis kaseosa dibatasi oleh sel epiteloid dan beberapa sel datya Langhans



Proliferasi jaringan ikat (fibrosis) dengan infiltrasi limfosit yang padat

31. A (Kuliah Biokimia Urine oleh dr. Danus Hermawan)

32. A (Kuliah Radiologi Sistem Urogenital oleh Prof. Dr. dr. Suyono, Sp.Rad dan Buku Dasar Dasar Urologi Basuki Edisi 3) Pembahasan : Contrast-enhanced CT scanning has become the imaging procedure of choice for diagnosis and staging of renal cell cancer and has virtually replaced excretory urography and renal USG. In most cases, CT imaging can differentiate cystic masses from solid masses and supplies information about lymph node, renal vein, and inferior vena cava involvement. (Medscap) CT scan merupakan pemeriksaan pencitraan yang dipilih pada karsinoma ginjal. Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam mengetahui adanya penyebaran tumor pada vena renalis, vena cava, ekstensi perirenal, dan metastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal. MRI dapat mengungkapkan adanya invasi tumor pada vena renalis dan vena cava tanpa membutuhkan kontras, tetapi kelemahannya adalah kurang sensitive mengenali lesi solid yang berukuran kurang lebih dari 3 cm. Pemeriksaan IVU biasanya dikerjakan atas indikasi adanya hematuria, namun bila diduga ada massa padaginjal pemeriksaan dilanjutkan dengan CT Scan atau MRI. Dalam hal ini USG hanya dapat menerangkan bahwa ada massa solid atau kistik. 33. E (Kuliah Infeksi Menular Seksual oleh dr. Eko Irawanto, Sp.KK dan Kapita Selekta Kedokteran FK UI)

Pembahasan : Dari pemeriksaan fisik, diketahui bahwa terdapat benjolan dengan permukaan berjonjot (papillomatosa) dan vegetasi bertangkai. Hal tersebut mengarah pada condiloma acuminate yang disebabkan oleh infeksi HSV Infeksi HSV type tertentu menyebabkan fibroepitelioma kulit dan mucosa berupa vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot (papilomatosa) yang terdapat pada : 

Laki – laki : Perineum, sekitar anus, sulcus corona glandis, glans penis, ostium urethrae externum, corpus penis



Perempuan : Vulva, introitus vagina, portio vaginalis cervicis uteri Kondiloma akuminata adalah kelainan kulit berbentuk vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan disebabkan oleh virus yaitu Human Papilloma Virus (HPV) jenis tertentu. Kebanyakan infeksi HPV di daerah anogenital didapatkan melalui hubungan seksual. Setelah akusisi, HPV menginfeksi sel basal dari anogenital epithelium. HPV bereplikasi dan berbentuk virion saat sel basal berdiferensiasi dan tumbuh ke permukaan epitel. Spektrum penyakit tergantung pada tingkat mitosis dan penggantian epitel dengan sel basaloid yang immature. Masa inkubasi kondiloma akuminata berlangsung antara 1-8 bulan (rata-rata 2-3 bulan). HPV masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit, sehingga kondiloma akuminata sering timbul pada daerah yang mudah mengalami trauma pada saat mengadakan hubungan seksual. Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab misalnya di daerah genitalia eksterna.Pada pria tempat predileksinya di perineum dan sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara urethra eksterna, korpus dan pangkal penis. Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang pada porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita hamil, pertumbuhan penyakit lebih cepat. Kondiloma akuminata gejalanya berupa kutil sangat kecil seperti mata ikan yang akan muncul di luar alat kelamin/anus maupun di dalam vagina. Semakin lama dibiarkan akan semakin besar seperti bunga kol/jengger ayam. Tidak terasa sakit, hanya kadang-kadang terasa gatal dan akan timbul hilang seumur hidup (bersifat kambuhan). Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot (papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan sondase. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak. Vegetasi yang

besar disebut sebagai giant condyloma (Buschke) yang pernah dilaporkan menimbulkan degenerasi maligna sehingga harus dilakukan biopsi. Kondiloma akuminata perlu dibedakan dengan kondiloma lata. Kondiloma lata merupakan salah satu bentuk sifilis stadium II. Lesi berupa papul dengan permukaanyang lebih halus, bentuknya lebih bulat daripada kondiloma akuminata, besar, berwarna putih atau abu-abu, lembab, lesi datar, plakat yang erosif, ditemukan banyak spirochaeta pallidum. Perlu dibedakan juga dengan moluskum kontagiosum yang merupakan lesi dari poxvirus, berupa papul miliar kadang-kadang lentikular berbentuk kubah yang ditengahnya terdapat delle. Bisa muncul dimanapun di tubuh kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Berwarna putih seperti lilin, bisa tunggal atau berkelompok, kadang-kadang susah membedakannya dengan kondiloma akuminata. Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna putih seperti nasi. 34. A (Kuliah Infeksi Saluran Kemih oleh dr. Maryani, M.Si., Sp.MK, Lippincott Illustrated Reviews Pharmacology, Medscape) FDA

Acceptability

Description

Example

Categories A

Generally

No evidence of fetal risk

acceptable

 Beta lactam with or  No controlled studies B

May be acceptable

without

inhibitors  Cephalosporins

show human risk

 Animal studies suggest  Aztreonam  Clindamycin

potential toxicity

 Erythromycin  Metronidazole  Chloramphenicol  Fluoroquinolones Use with caution if  Animal fetal toxicity  Chlarithromycin C

benefits

outweigh

 Cotrimoxazole

demonstrated  Human risk undefined

risk

 Vancomycin  Gentamycin  Sulfisoxazole

D

Use

in

life- Positive

evidence

of  Tetracycline

threatening

human fetal risk

 Aminoglycosides

emergencies when

except

no

gentamycin

safer

drug

available X

Do not use

Human fetal risk clearly outweighs benefits

Kategori FDA untuk antibiotic pada pilihan tersebut antara lain : 

Ampisilin : Kategori B



Gentamisin : Kategori C



Sulfisoksazol : Kategori C atau D



Siprofloksasin : Kategori C



Kotrimoksazol : Kategori C

Jadi, dapat disimpulkan bahwa obat yang paling aman diberikan adalah ampicillin 35. D (Kuliah Infeksi Saluran Kemih oleh dr. Maryani, M.Si., Sp.MK) Pembahasan : Dari scenario, diketahui bahwa terdapat nyeri ketok costovertebrae disertai demam, menggigil, mual, dan muntah. Hal tersebut mengarah pada pyelonephritis, yaitu infeksi pada pyelum dan parenkim ginjal 

Gejala : Demam tinggi, menggigil, mual, muntah, dysuria, polakisuria, nyeri costovertebrae



Diagnosis : Urinalisis, kultur urine, pemeriksaan darah lengkap



Terapi : Kotrimoksazol atau fluoroquinolone selama 14 hari, rawat inap dan antibiotic IV jika tidak dapat mengonsumsi obat per oral



Komplikasi : Abses renal atau perirenal, nefrolitiasis dengan ISK

36. D (Kuliah Infeksi Saluran Kemih oleh dr. Maryani, M.Si., Sp.MK) Pembahasan: Dari scenario, diketahui bahwa pasien tersebut mengalami Reccurent cystitis a. Definitions 

Females with comorbid medical conditions such as pregnancy, elderly, diabetes mellitus



All male patients



Using indwelling foley catheters



Urosepsis or hospitalization



Semua gejala diatasw harus berulang selama minimal 1 bulan dan terus kambuh (tidak kunjung sembuh)

b. Diagnosis 

Urinalysis, urine culture



Further labs if appropriate 

Want to make sure urine culture and sensitivity obtained.



May consider urologic work-up to evaluate for anatomical abnormality. (BNO)

c. Treatment 

7 – 14 days with Ciprofloxacin

37. E(Kuliah Patologi Anatomi Urogenital oleh dr. Brian Wasita, Sp.PA., Ph.D, Dasar – dasar Urologi oleh Basuki B. Purnomo, Pathophysiology the Biologic Basis for Disease in Adults and Children by Karthryn L. McCance et al) Pembahasan: Dari pemeriksaan fisik, diketahui bahwa terdapat pembesaran scrotum bilateral yang lunak dengan transluminasi positif. Hal tersebut mengarah pada hydrocele, yaitu cairan yang berlebihan pada cavum vaginale testis. Hydrocele terjadi pada 6% neonates dan bersifat kongenital, tetapi biasanya sembuh sendiri setelah umur 1 tahun Sumber :

Sumber : Pathophysiology the Biologic Basis for Disease in Adults and Children by Karthryn L. McCance et al 38. C (Tutorial Skenario 1) Benign enlargement of prostate is common in men older than 50 years. The cause is possibly an imbalance in hormonal control of the gland. The median lobe of the gland enlarges upward and encroaches within the sphincter vesicae, located at the neck of bladder. The leakage of urine into the prostatic urethra causes an intense reflex desire to micturate 39. C (Sumber :Are all antihypertensive drugs renoprotective ?inHerz. 2004, 29(3): 248 – 54) Recent large trials indicate that blood pressure lowering obtained by intervention in the renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) has an additive renoprotective effect in diabetic and non-diabetic renal diseases. In non-diabetic patients, the AIPRI and REIN studies support that angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors have a long-term renoprotective effect However, whether these renoprotective effects are due to blood pressure reduction or due to the specific pharmacologic RAAS blockade is still matter of debate

It is concluded that both ACE inhibitors and AT II receptor antagonists are lowering intraglomerular pressure independent of any change in systemic blood pressure by dilatation of the efferent arteriole of the glomerulus. These additional non-pressure-related effects may protect renal function by their anti-proteinuria effect 40. D (Kuliah Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Ginjal oleh dr. Dian Ariningrum, Sp.PK., M.Kes) Beberapa tes fungsi ginjal yang sering digunakan adalah pemeriksaan kadar kreatinin, ureum atau BUN, dan klirens kreatinin. Pemeriksaan kadar BUN dan kreatinin merupakan metode yang paling sering digunakan. Sayangnya, kedua metode tersebut baru menunjukkan kelainan saat ginjal sudah kehilangan dua per tiga fungsinya Tes fungsi ginjal yang paling akurat adalah pengukuran GFR. Untuk itu, harus digunakan zat yang dibersihkan dari darah (klirens) hanya melalui filtrasi glomerulus saja. Cara pengukuran GFR yang paling tepat adalah dengan memasukkan beberapa senyawa seperti inulin, radioisotope, atau kontras iohexol. Namun teknik tersebut tidak praktis, mahal, membutuhkan waktu lama, dan berisiko menimbulkan efek samping Sample

Keterangan  Mengukur jumlah nitrogen dalam darah yang berasal dari urea  Tergantung

dari

kecepatan

pembentukan dan kecepatan ekskresi BUN plasma

Random

blood  Sekitar 10% hilang melalui keringat

sample

dan intestinum  Mengalami sedikit reabsorpsi  Meningkat pada dehidrasi, diet tinggi protein,

peningkatan

katabolisme

seperti infeksi atau demam  Merupakan hasil katabolisme otot skelet Kreatinin plasma

Random sample

blood

 Dipengaruhi oleh umur, massa otot, dan jenis kelamin  Hanya melalui filtrasi glomerulus dan sedikit diekskresikan oleh tubulus  Menurun pada massa otot rendah

 Meningkat setelah intake protein, aktivitas fisik, atau trauma otot  Kesulitan mengumpulkan urine 24 Kreatinin clearance

Urine 24 jam

jam, kecuali jika rawat inap  Dipengaruhi oleh obat  Lebih akurat daripada kreatinine

Formula

Cockroft

Gault

– Random sample

blood

plasma  Underestimated pada obesitas  Overestimated pada diet rendah protein

Equation MDRD

Random sample

blood Lebih akurat daripada kreatinin plasma dan formula Cockroft – Gault  Paling akurat

Plasma clearance

 Invasif,

mahal,

sulit

dilakukan,

membutuhkan waktu lama 41. B (Kuliah Pengantar Urologi oleh dr. Wibisono, Sp.U) Pembahasan: Dari scenario, diketahui bahwa pasien mengalami rupture urethra anterior karena cedera selangkangan. Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standard adalah uretrografi a. Rupture Urethra Posterior 

Paling sering disebabkan oleh fraktur pelvis



Menyebabkan hematom di cavum Retzius dan floating prostate



Gejala : Pendarahan per urethram, retensi urine, floating prostate



Uretrografi : Kontras di sekitar urethra pars prostate – membranacea

b. Rupture Urethra Anterior 

Disebabkan oleh straddle injury (cedera selangkangan) atau tertusuk benda tumpul



Menyebabkan hematom di penis jika fascia Buck masih intact atau hematom di scrotum sampai dinding abdomen (butterfly hematoma) jika fascia Buck ikut robek



Uretrografi : Extravasasi kontras di sekitar urethra pars spongiosa

42. D (Kuliah Patologi Anatomi Urogenital oleh dr. Brian Wasita, Sp.PA., Ph.D) Pembahasan:

Dari pemeriksaan makroskopis, diketahui bahwa testis berwarna merah kehitaman yang menunjukkan sudah terjadi nekrosis. Salah satu penyebab nekrosis adalah obstruksi pembuluh darah sehingga menyebabkan 

Obstruksi arteri : Menghambat aliran nutrisi dan oksigen ke jaringan → Ischemia → Infark



Obstruksi vena : Menghambat aliran balik darah ke jantung → Terjadi bendungan → Bengkak

43. D (Kuliah Infeksi Saluran Kemih oleh dr. Maryani, M.Si., Sp.MK) Dari skenario, diketahui bahwa pasien mengalami edema anasarka dengan proteinuria berat. Hal tersebut mengarah pada sindrom nefrotik. Selain itu, dari kultur urine didapatkan E. coli 106 CFU per ml yang menunjukkan sudah terjadi ISK a. Urinalisis Menentukan kemungkinan leukosituria, hematuria, atau bakteriuria. Leukosit dapat diperiksa secara dipstick atau secara mikroskopis. Urine disebut mengandung leukosit atau pyuria jika ditemukan > 10 leukosit per mm3 atau > 5 leukosit per lapang pandang besar b. Pemeriksaan Kultur Urine Menentukan keberadaan dan jenis bakteri sekaligus jenis antibiotic yang cocok. Pengambilan sample dapat dilakukan dengan cara aspirasi suprapubic pada bayi, kateterisasi untuk mencegah kontaminasi bakteri di sekitar introitus vagina, atau urine midstream Sample

Jumlah Positif

Urine midstream

> 105 CFU per ml

Aspirasi suprapubic Berapapun Kateterisasi

102 – 104 CFU per ml

Sumber : Dasar – dasar Urologi oleh Basuki B. Purnomo dan Kapita Selekta Kedokteran 44. C (Kuliah Infeksi Saluran Kemih oleh dr. Maryani, M.Si., Sp.MK) Lihat pembahasan nomor 36. Dari skenario, diketahui bahwa pasien mengalami complicated cystitis 45. Dokumentasi soal tidak jelas 46. E(Kuliah Patologi Anatomi Urogenital oleh dr. Brian Wasita, Sp.PA., Ph.D) Dari pemeriksaan fisik, diketahui bahwa tidak teraba testis di scrotum kiri. Hal tersebut mengarah pada cryptorchidismus yang merupakan salah satu kelainan congenital

Sumber : Learning Radiology Recognizing the Basics by William Herring 47. D (Kuliah Sindrom Nefrotik oleh dr. Wachid Putranto, Sp.PD-KGH) Pembahasan : Dari skenario, diketahui bahwa pasien mengalami sindrom nefrotik. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti penyebab sindrom nefrotik adalah biopsy ginjal

Sumber : Robbins Basic Pathology 48. A (Kuliah Fisiologi Ginjal oleh Prof. Dr. dr. Kiyatno, M. Or., AIFO)

Pembahasan: Renal blood flow (RBF) merupakan jumlah darah yang mengalir ke ginjal setiap menit 

RBF=25%×CO



RBF=25%×Stroke Volume×Heart Rate



RBF=25%×70ml × 70 bpm

 RBF=1225 ml per menit 49. E (Kuliah Anatomi Sistem Urogenital oleh Prof. Dr. dr. Didik G. Tamtama, PAK, MM, MKK)

Sumber : Gray’s Anatomy for Students 50. E (Kuliah Embriologi Sistem Genitalia Pria oleh dr. Rosalia Sri Hidayati, M.Kes)

51. Soal tidak terdokumentasi 52. Soal tidak terdokumentasi 53. Soal tidak terdokumentasi 54. Soal tidak terdokumentasi 55. Soal tidak terdokumentasi 56. Soal tidak terdokumentasi 57. D (Kuliah Embriologi Sistem Genitalia Pria oleh dr. Rosalia Sri Hidayati, M.Kes) Dari skenario, diketahui bahwa tidak terdapat testis dalam scrotum. Hal tersebut mengarah pada undescencus testiculorum, yaitu kondisi dimana testis tidak turun ke dalam scrotum namun dapat berada di cavum abdomen, annulus inguinalis profundus, canalis inguinalis, annulus inguinalis superficialis, atau bagian atas scrotum. Pasien akan mengalami infertilitas karena suhu testis terlalu tinggi untuk spermatogenesis

58. E(Kuliah Pengantar Urologi oleh dr. Wibisono, Sp.U) Dari pemeriksaan fisik, diketahui bahwa terdapat massa kistik suprapubic dan terdengar suara pekak di suprapubic yang berarti vesica urinaria penuh berisi urine. Hal tersebut mengarah pada retensi urine dimana urine tidak dapat diekskresikan sampai melebihi kapasitas maksimal vesica urinaria Sumber : Buku Panduan Keterampilan Klinis Semester IV

Kelemahan m. detrusor vesicae  Kelemahan medulla spinalis  Kelainan saraf perifer Inkoordinasi antara m. detrusor vesicae dengan urethra  Trauma cauda equina Obstruksi urethra  Thrombus  Sclerosis collum vesicae  Hiperplasia prostat benigna  Carcinoma prostat  Striktura urethra  Batu urethra  Trauma urethra  Phymosis dan paraphymosis  Stenosis meatus urethra Sumber : Dasar – dasar Urologi oleh Basuki B. Purnomo 59. A (Kuliah Fisiologi Ginjal oleh Prof. Dr. dr. Kiyatno, M. Or., AIFO) Pembahasan: Measuring creatinine clearance is easier way to assess GFR because creatinine is substance that is naturally produced by the body as end product of muscle metabolism. Once creatinine is filtered, it is not reabsorbed, and is secreted only to very small extent. Because there is smallamount of creatinine secretion, creatinine clearance is onlyclose estimate of the GFR and is not as accurate as using the inulin clearance. Creatinine clearance is normally about 120 – 140 ml per min

Sumber : Principles of Anatomy and Physiology by Gerard J. Tortora and Bryan Derrickson

Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar kreatinin, kadar ureum atau BUN (blood urea nitrogen) dan clearance kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum atau kreatinin di dalam serum merupakan uji faal yang paling sering dipakai di klinik namun baru menunjukkan kelainan pada saat ginjal sudah kehilangan 2/3 dari fungsinya. Kreatinin adalah hasil dari katabolisme otot skeletal, diekskresikan oleh ginjal dan tidak terpengaruh oleh kondisi hidrasi seseorang. Nilai normal kreatinin serum pada laki-laki 0,1 – 1,5 mg% dan pada wanita 0,1 – 1,2 mg%. Sedangkan kreatinin urine pada laki-laki 1000 – 2000 mg/hari dan pada wanita 800 – 1800 mg/hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi kreatinin antara lain post intake daging (dapat menyebabkan kreatinin meningkat 30%), kerja berat (dapat menyebabkan kreatinin meningkat ringan), dan terkait dengan massa otot. Pada orang yang berotot, nilai kreatinin lebih tinggi; demikian pula pada usia yang semakin tua dan pada laki-laki. Nilai kreatinin serum normal belum tentu menunjukkan fungsi ginjal normal dan berbanding terbalik dengan GFR. Perubahan kreatinin serum dapat terjadi tanpa keterlibatan fungsi ginjal karena adanya perubahan dalam massa otot. Urea nitrogen (BUN) merupakan hasil dari katabolisme protein ornithin-arginin. Kadar urea tergantung pada diet dan sintesis hepar. Nilai normalnya 8 – 20 mg/dl. Kadar BUN dapat meningkat pada:

a. Pre renalis : katabolisme protein jaringan meningkat (febris, combusio, tumor, terapi kortikosteroid), perfusi menurun (shock, hipoalbuminemi, CHF), dehidrasi b. Renalis : gangguan pembuangan urea, kel glomerulus (GFR <) c. Post renalis : obstruksi bilateral ureter, retensi vesika urinaria, obstruksi urethra Kadar BUN dapat menurun pada dialysis peritoneum, overhidrasi, malnutrisi, fungsi liver mundur maupun gagal. Pemeriksaan uji faal ginjal yang paling akurat adalah uji rerata laju filtrasi glomerulus atau glomerular filtration rate (GFR). Indeks klinik GFR menggabungkan antara BUN : Kreatinin = [12 – 20] : 1. Cara pengukuran GFR yang paling tepat adalah dengan menginjeksikan beberapa senyawa, di antaranya insulin, beberapa radioisotope, 51chromium-EDTA, 125I-iothalamate, 99mTc-DTPA, atau radiokontras iohexol. Namun teknik ini tidak praktis, perlu biaya mahal, butuh waktu lama dan berpotensial menimbulkan efek samping. Indeks klinis GFR meningkat pada dehidrasi, statis urine, hiperketabolik, hemorhagi git, dan intake protein tinggi. Indeks klinis GFR menurun pada amputasi, kerusakan otot, dialysis, liver destilasi, intake rendah protein. Pemeriksaan lekosit urin dan tekanan darah sendiri kurang menggambarkan fungsi ginjal. Maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan yang paling menggambarkan fungsi ginjal yaitu eGFR. 60. E (Kuliah Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Ginjal oleh dr. Dian Ariningrum, Sp.PK., M.Kes) Dari skenario, diketahui bahwa pasien mengalami edema anasarka dengan urine berbuih dan proteinuria massif. Hal tersebut mengarah pada sindroma nefrotik a. Symptoms and Signs 

Edema which is most often in legs, feet, or ankles and less often in hands or face



Blood in the urine



Constitutional symptoms of infections



Irritability, abdominal pain, loss of appetite, diarrhea



High blood pressure

b. Urine Laboratory 

Foamy due to high protein contents



Urinalysis : Massive proteinuria (more than ++), hyaline cast ++



High urine albumin-to-creatinine ratio



Esbach : Proteinuria greater than 3 to 3,5 gram of protein in 24 hour urine collection

c. Blood Laboratory 

Hypoalbuminemia



Hypercholesterolemia



Hypertriglyceridemia

61. A (Kuliah Histologi Sistem Urogenital oleh dr. Zulaika Nur Afifah, M.Kes) Pembahasan: Dari skenario, diketahui bahwa pasien tersebut mengalami ISK sehingga organ yang menebal secara irregular adalah vesica urinaria. Struktur histologi vesica urinaria antara lain a. Tunica Mucosa 

Epitel transisional



Memiliki banyak lipatan, tetapi akan hilang saat distensi



Lamina propia : Jaringan ikat fibroelastis

b. Tunica Muscularis 

Sangat tebal, terdiri dari 3 lapisan



Otot polos longitudinal, sirkular, longitudinal yang saling beranastomosis membentuk m. detrusor vesicae

c. Tunica Adventisia 

Jaringan ikat fibroelastis



Lemak, pembuluh darah, saraf

62. C (Kuliah Radiologi Sistem Urogenital oleh Prof. Dr. dr. Suyono, Sp.Rad) Pembahasan: There are no specific imaging features for CKD, and the diagnosis is based on clinical and laboratory findings. Radiological exams, especially ultrasound, are performed in most of the cases for etiological investigation such as renal artery stenosis, polycystic kidney disease, hydronephrosis, and treatment follow-up cTypical B-mode findings of long standing severe CKD, especially stage 5 are 

Reduced renal length



Reduced renal cortical thickness



Increased renal cortical echogenicity



Pcoor visibility of renal pyramids and renal sinus



Marginal irregularities



Papillary calcifications



Renal cysts

Sumber : http://radiopaedia.org/articles/chronic-kidney-disease

Sumber : Learning Radiology Recognizing the Basics by William Herring Intravenous pyelography is not commonly performed because of the potential for renal toxicity from intravenous contrast. However, this procedure is often used to diagnose renal stones Sumber : Medscape 63. D (Kuliah Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Ginjal oleh dr. Dian Ariningrum, Sp.PK., M.Kes) Pembahasan: Creatinine is breakdown product of creatine phosphate in muscle, and usually produced at fairly constant rate by the body, depending on muscle mass. Because creatinine production depends directly on muscle mass, production of creatinine varies with the patient’s gender, physical activity, and age. Serum Creatinine is an important indicator of renal health because it is excreted unchanged by the kidneys 64. B (Kuliah Pengantar Urologi oleh dr. Wibisono, Sp.U) Pembahasan: 65. C(Kuliah Patologi Anatomi Urogenital oleh dr. Brian Wasita, Sp.PA., Ph.D) Dari pemeriksaan histopatologi, ditemukan sel tumor yang uniform, berbatas tegas, dan sitoplasma mengandung glikogen. Hal tersebut mengarah pada seminoma testis, yaitu tumor ganas testis yang berasal dari epitel germinativum atau epitel tubulus seminiferous a. Gambaran Klinis 

Merupakan tumor testis yang paling sering ditemukan, 40% dari semua tumor testis



Biasanya terjadi pada umur 20 – 40 tahun



Prognosis paling baik di antara tumor ganas lainnya karena pertumbuhan lambat dan perlahan, sangat radiosensitive, kurang infiltrative, dan jarang residif setelah operasi



Metastasis : Limfonodi inguinalis, para iliaca, dan para aorta



Struktur histologi hamper sama dengan dysgerminoma



Gejala : Pembesaran testis yang tidak nyeri, peka terhadap penyinaran

b. Makroskopis 

Solid, kenyal padat, berwarna putih abu – abu, berbatas tegas



Pada penampang tampak berlobus, mengkilat, encephaloid

c. Mikroskopis 

Sel seminoma : Besar, bulat atau polygonal, uniform, sitoplasma jernih dengan glikogen dan lemak, nucleus bulat di tengah



Dibatasi oleh septum jaringan ikat tipis dengan sebukan limfosit

Sumber : Textbook of Pathology by Harsh Mohan 66. E (Kuliah Gagal Ginjal oleh dr. Wachid Putranto, Sp.PD-KGH) Hyperkalemia can be difficult to diagnose clinically because complaints may be vague. The fact, however, that hyperkalemia can lead to sudden death from cardiac arrhythmias means that physicians must be quick to consider this disorder in patients who are at risk for it 67. A(Kuliah Anatomi Sistem Urogenital oleh Prof. Dr. dr. Didik G. Tamtama, PAK, MM, MKK) Lihat gambar pada pembahasan nomor 49 68. A (Kuliah Pengantar Urologi oleh dr. Wibisono, Sp.U) 

Kontusio urethra tidak membutuhkan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat menimbulkan penyulit striktura urethra di kemudian hari, maka setelah 4 – 6 bulan perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan



Pada rupture urethra parsial dengan extravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah tidak terdapat extravasasi kontras atau striktura urethra

Tidak jarang rupture urethra anterior disertai dengan extravasasi urine dan hematom yang luas sehingga diperlukan debridement atau insisi hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi urethra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik Sumber : Dasar – dasar Urologi oleh Basuki B. Purnomo

69. B(Kuliah Pengantar Urologi oleh dr. Wibisono, Sp.U) a. Watchful Waiting 

Indikasi : Skor IPSS ringan (0 – 7)



Jangan mengonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam



Mengurangi makanan dan minuman yang mengiritasi vesica urinaria seperti kopi, coklat



Membatasi penggunaan obat influenza yang mengandung fenil propanolamin



Mengurangi makanan pedas dan asin



Jangan menahan kencing terlalu lama

b. Medikamentosa 

Indikasi : Skor IPSS sedang (8 – 18)



Inhibitor -adrenergic seperti terasozin, aflusozin, prazosin, tamzulosin menurunkan resistensi otot polos prostat yang menimbulkan obstruksi



Inhibitor -reductase seperti finasterid menurunkan volume prostat dengan menghambat pembentukan DHT



Fitofarmaka, tetapi masih kontroversial

c. Operasi 

Indikasi : Skor IPSS berat (18 – 35) atau dengan penyulit lain



Pembedahan terbuka (prostatektomi) dengan metode Millin atau Freyer



Pembedahan endourologi dengan TURP, TUIP, elektrovaporasi



Tindakan invasive minimal dengan termoterapi, TUNA, stent, HIFU

70. D (Kuliah Histologi Sistem Urogenital oleh dr. Zulaika Nur Afifah, M.Kes) Kelenjar yang dimaksud adalah prostat. Gambaran histologi prostat antara lain a. Capsula : Jaringan ikat fibroelastis b. Stroma : Jaringan ikat fibromuscular yang terdiri dari serabut kolagen, elastis, dan otot polos c. Alveoli berbentuk tubuloacinar kompleks 

Pars sekretorius : Epitel bervariasi



Pars ekskretorius : Epitel pseudokompleks kolumnar



Membrana basalis tidak terlalu jelas



Lamina propia terdiri dari jaringan ikat elastis



Pada lumen kadang – kadang ditemukan corpora amylacea yang berbentuk bulat konsentris

71. Dokumentasi soal tidak jelas 72. Dokumentasi soal tidak jelas 73. Dokumentasi soal tidak jelas 74. Dokumentasi soal tidak jelas 75. C(Kuliah Patologi Anatomi Urogenital oleh dr. Brian Wasita, Sp.PA., Ph.D, )

Dari pemeriksaan laboratorium, diketahui bahwa terdapat peningkatan kadar PSA. Hal tersebut mengarah pada adenocarcinoma prostat Pada kanker prostat stadium dini, sering kali tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis. Tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium lebih lanjut. Kanker prostat stadium dini biasanya ditemukan saat pemeriksaan colok dubur berupa nodul yang keras pada prostat atau terdapat peningkatan kadar PSA saat pemeriksaan laboratorium. Sekitar 10% pasien mengeluh kesulitan miksi, dysuria, atau hematuria yang menunjukkan bahwa kanker sudah menekan urethra Untuk membantu menegakkan diagnosis adenocarcinoma prostat dan mengikuti perkembangan penyakit tersebut, terdapat beberapa tumor marker yaitu 

PAP (prostate acid phosphatase) yang dihasilkan oleh sel acinus dan disekresikan ke dalam duktuli prostat



PSA (prostate specific antigen) yang dihasilkan oleh sitoplasma sel epitel prostat dan berperan dalam liquefaksi cairan semen. Pada proses keganasan, PSA akan menembus membrane basalis dan beredar melalui pembuluh darah sehingga kadarnya meningkat pada pemeriksaan darah perifer. PSA berfungsi untuk deteksi dini dan evaluasi terapi

76. A (Kuliah Pengantar Urologi oleh dr. Wibisono, Sp.U) Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien menahan kencing saat mengendarai sepeda motor yang berarti vesica urinaria sedang dalam kondisi penuh. Selain itu, daerah suprapubic terbentur sepeda motor → Trauma vesica urinaria → Ruptur vesica urinaria yang penuh → Urine keluar ke cavitas peritonealis The bony pelvis protects the urinary bladder very well. When the pelvis is fractured by blunt trauma, fragments from thefracture site may perforate the bladder. These perforations usually result in extraperitoneal rupture. If the urine isinfected, extraperitoneal bladder perforations may result indeep pelvic abscess and severe pelvic inflammation When the bladder is filled to near capacity, direct blow tothe lower abdomen may result in bladder disruption. This typeof disruption is ordinarily intraperitoneal. Since the reflectionof the pelvic peritoneum covers the dome of the bladder, alinear laceration will allow urine to flow into the abdominalcavity. If the diagnosis is not established immediately and ifthe urine is sterile, no symptoms may be noted for severaldays. If the urine is infected, immediate abdomen will develop

peritonitis

and

acute

77. A (Kuliah Pengantar Urologi oleh dr. Wibisono, Sp.U) Pembahasan: Lihat pembahasan nomor 68 78. E (Kuliah Gagal Ginjal oleh dr. Wachid Putranto, Sp.PD-KGH) Pembahasan:

Sumber : Pathophysiology the Biologic Basis for Disease in Adults and Children by Karthryn L. McCance et al 79. D(Kuliah Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Ginjal oleh dr. Dian Ariningrum, Sp.PK., M.Kes) Descriptions

Cause

Inability to utilize available carbohydrates  Diabetes mellitus  Starvation  Diet regimens Insufficient carbohydrate consumption

 Alcoholism  Severe exercise  Cold exposure  Acute febrile illness

Loss of carbohydrate

 Frequent vomiting such as pregnancy  Defective renal absorption

 Digestive disturbances 80. D(Kuliah Patologi Anatomi Urogenital oleh dr. Brian Wasita, Sp.PA., Ph.D) Pembahasan : Adenokarsinoma prostat merupakan kanker yang paling banyak dijumpai pada laki-laki diatas 50 tahun. Faktor risiko terjadinya adenokarsinoma yaitu umur dengan puncaknya 65 – 70 tahun, banyak diderita oleh ras Afroamerican, genetik allelic lost pada tumor suppressor gene (8p, 10q, 13q, 16q dan 17p), fusi TMPRSS2 gene dan ETS transcription factor gene (ERG), gene silencing (PTEN, RB, p16/INK4a, MLH 1, MSH2, dan APC), dan diet tinggi lemak hewani. Selain itu berpengaruh pada hormonal, aktivitas seksual, hipotesa viral infeksi dan lingkungan. Pasien datang dengan keluhan kesulitan miksi. Kencing menetes bila mengejan, sedangkan kandung kemih teraba membesar dan keras. Pada pemeriksaan rectal toucher teraba pembesaran kelenjar prostat noduler di daerah lobus posterior.Kemungkinan tahapan patogenesisnya yaitu : kelenjar prostat normal PIN (prostate intraepithelial neoplasma) → karsinoma prostat → karsinoma prostat stadium lanjut → karsinoma prostat metastasis → HRPC (hormone refractory prostate cancer). Jenis histopatologis karsinoma prostat sebagian besar adalah adenokarsinoma prostat, yang kurang lebih 75% terdapat pada zona perifer prostat dan 15-20% terdapat pada zona sentral dan zona transisional Berikut gambaran makroskopisnya: a. Prostat membesar, lebih sering (75%) pada bagian posterior lobus medius b. Permukaan berbenjol-benjol, penampang putih keabu-abuan dengan bercak merah jambu, berlobus c. Bila masih kecil sulit dibedakan dengan hiperplasia benigna. Jika komponen stroma lebih dominan, maka konsistensi tumor keras pada. Jika komponen kelenjar yang lebih dominan, maka konsistensinya cenderung rapuh dan mudah infiltrasi Berikut gambaran mikroskopis adenokarsinoma prostat: a. Tumor prostat menunjukkan gambaran bangunan kelenjar yang di bagian tertentu tampak berukuran kecil (mikroaciner) yang dilapisi epitel kuboid atau poligonal, sel besar tersusun padat berinti bulat-sentral, sitoplasma sedikit, pleomorfik, berbatas jelas. Kadang-kadang sel tumor berukuran kecil – uniform b. Tampak invasi sel-sel tumor ke simpai, pembuluh limfe, perivaskuler dan perineural.

Kadang-kadang sulit menemukan adenokarsinoma prostat, tetapi ditemukan metastasenya. Deteksi dengan RT pada kelompok high risk atau dengan pemeriksaan PSA (prostatic specific antigen) sebagai salah satu indikasi. Metastasenya secara hematogen biasanya ke tulang vertebra lumbalis, tulang pelvis dan femur, tulang tengkorak dan bersifat osteoclastik dan osteoblastik. Lampiran: Rata-rata nilai normal Prostat Spesifik Antigen menurut umur

More Documents from "nurul hidayah"