Uroginekologi .pdf

  • Uploaded by: Dian Siregar
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Uroginekologi .pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 95,278
  • Pages: 317
UROGINEKOLOGI INDONESIA I

EDITOR Prof. Junizaf, SpOG(K) dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Sekretaris dr Tyas Priyantini, SpOG(K)

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

i

KATA PENGANTAR Pendidikan Ilmu uroginekologi telah dimulai sejak tahun 2000 untuk supspesialisasi, pendidikan ahli obstetri ginekologi dan untuk mahasiswa kedokteran. Perkembang ilmu uroginekologi ternyata merupakan cabang ilmu obstetri ginekologi yang banyak diminati oleh ahli obstetri ginekologi, terbukti dari banyaknya permintaan untuk menjadi ahli uroginekologi. Pendidikan ilmu uroginekologi yang telah berlangsung lebih kurang 10 tahun selama ini sebagai buku ajar digunakan buku-buku dari luar negeri. Kita sadar bahwa pendidikan dokter (S1) atau ahli obstetri ginekologi Sp1telah berkembang sangat pesat dan pendidikan tersebut tersebar diseluruh kota-kota besar di Indonesia; disamping pendidikan untuk ahli uroginekologi sampai saat ini (2011) diadakan baru di Jakarta pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Untuk mendapatkan buku-buku tentang ilmu uroginekologi dirasakan cukup sulit begitu pula mungkin untuk memahami buku tersebut kadang-kadang kurang tepat oleh karena mempergunakan bahasa asing. Atas dasar hal diatas kami memberanikan diri untuk membuat buku ajar uroginekologi dalam bahasa Indonesia yang akan memberikan kemudahan bagi para anak didik ataupun mereka yang berkeingianan untuk mengetahui atau memperdalam Ilmu Uroginekologi. Buku ini telah dapat diselesaikan berkat bantuan dari para ahli uroginekologi yang tersebar pada tiga belas Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia. Kami sadari juga banyak kesulitan yang dihadapi dalam penyusunan buku ini seperti penggunaan bahasa asing yang masih agak sulit diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, dan juga kami rasakan masih banyak kekurangan dalam bentuk isi dari buku ini, akan tetapi kami beranggapan bahwa lebih baik ada buku dengan segala kekurangan dari pada tidak mempunyai sama sekali. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada para penulis, walaupun sangat sibuk dengan pekerjaan sehari-hari masih sempat memberikan sumbangan tulisan dalam buku ini. Karena buku ini disusun oleh banyak penulis niscaya terdapat berbagai gaya penulisan, dan kami telah berusaha untuk menyeragamkan. Dengan terbitnya buku ini mudah-mudahan buku ini akan menjadi buku yang bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang ilmu uroginekologi bagi peserta didik, baik pendidikan untuk mahasiswa kedokteran, pendidikan untuk ahli obstetri ginekologi maupun untuk subspesialisasi uroginekologi atau bagi mereka yang berkeinginan mempelajari ilmu uroginekologi. Tentu buku ini yang merupakan edisi I akan disusul dengan edisi yang lebih sempurna Wasalam Junizaf

ii

DAFTAR ISI Halaman 1. Embriologi Sistem Uroginetal Wanita 2. Anatomi Dasar Panggul Wanita

1 6

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

12 21 28 36 50 60 79 91 97 121 142 149 154 175 192 207 223 235 244 256 261 272 279

Anatomi Saluran Urogenital Anatomi Perineum dan Anorektal Sistokel Prolaps Uteri Enterokel Rektokel Prolaps Puncak Vagina Elongatio Colli Stres Inkontinensia Urin Overaktif Kandung Kemih (OKK) Atau Overactive Bladder (OAB) Inkontinensia Overflow Fistula Vesikovaginal Inkontinensia Urin Transien Retensio Urin Infeksi Saluran Kemih Bagian Bawah Infeksi Nosokomial Pada Saluran Kemih Infeksi Saluran Kemih Rekuren Ruptura Perineum Fistula Rektovaginal Inkontinensia Fekal Cedera Organ Urogenital pada Tindakan Obstetri dan Ginekologi Kelainan didapat pada traktus urogenital wanita Disfungsi Seksual Pada Wanita

26. Inversio Uteri

27. Psiko sosial Uroginekologi 28. Kelainan bawaan alat Urogenotal pada wanita

298 310

iii

Daftar Penulis Junizaf Budi Iman Santoso Suskhan Surahman Hakim R.M. Sonny Sasotya Mohd Rizkar Pribakti Budinurdjaja Edwin Armawan Benny Hasan Ermawati Ibnu Pranoto David Lotisna I Wayan Megadhana Mohd Rhiza Z.Tala Amir Fauzi Rahajeng Trika Irianta Arifuddin Djuanna M.S. Nadir Chan

iv

EMBRIOLOGI SISTEM UROGINETAL WANITA Junizaf

Pendahuluan Hubungan organ-organ panggul satu sama lain sangat dekat sekali baik secara anatomis maupun secara embriologis. Kelainan-kelainan yang ditemukan pada satu organ panggul dapat berpengaruh pada organ panggul lainnya pada wanita dewasa. Kelainan-kelainan pada organ panggul wanita dewasa dapat pula disebabkan oleh karena kelainnan perkembangan organ panggul secara embriologis tidak sempurna atau tidak terbentuk. Keadaan ini merupakan salah satu faktor sulitnya penanganan kelainan dari satu organ panggul atau lebih. Pengetahuan dan pemahaman tentang embriologi menjadi suatu hal yang harus diketahui untuk memudahkan penaganan kelainan organ panggul karena bawaan. Disamping itu pengetahuan dalam ilmu embriologi akan dapat di mengerti perbedaan diantara, batas persarafan, vaskularisasi, serta drainase kelenjar saluran limpa. Bagian yang berasal dari lapisan endoderm dilapisi oleh sel-sel epitel kolumnar, an i ersara o e sera t sara otono e entara it a ian an erasa dari ektoderem dilapisi epitel skuamosa berlapis, memiliki serabut saraf somatik. Pembentukan Kloaka 1-6 Pada tingkat permulaan perkembangan embrio, terdapat dua lapisan, yaitu lapisan endoderm yang menghadap yolksac, dan lapisan ektoderm yang dekat dengan rongga amnion. Dua minggu sesudah pembuahan, terjadi invaginasi dan migrasi dari pinggir lateral sel-sel mesoderm diantara lapisan endoderm dan lapisan ektoderm. Dengan cara ini terbentuklah lapisan mesoderm atau intraembrionik mesoderm. Pada hari ke 17 dari perkembangan embrio, lapisan endoderm dan ektoderm telah terpisah semuanya oleh karena adanya lapisan mesoderm yang berkembang, kecuali di daerah sefalik dan caudal (caudal cloaca plate). Cloacal plate (lempengan kloaka) disusun oleh lapisan ektoderm dan endoderm yang melekat erat. Endoderm adalah lapisan utama dari sel-sel dinding embrionik yolksac, bagian ini mengadakan invaginasi ke dalam embrio untuk membentuk for gut, mid gut dan hind gut pada minggu ke empat. Pada waktu bersamaan, pada dinding posterior “yolksac”

1

terbentuk divertikel kecil disebut alantois yang menyebar kedalam batang penghubung (connecting stalk). Oleh karena differensiasi sel yang terus bertumbuh, maka kepala dan ujung ekor dari embrio yang sedang berkembang menekuk ke ventral, menyebabkan batang penghubung, isi alantois dan juga membrana kloaka akan berpindah kedepan ventral, embrio. Hind gut sedikit melebar, dan terbentuklah kloaka dengan membrane kloaka. Pembentukan Saluran Kemih1-6 Kloaka dalam perkembangannya akan menerima pada bagian ventral, alantois dan pada bagian lateral dua saluran mesonefrik (saluran pronefrik atau saluran Wolff). Pada minggu ke empat sampai minggu ke lima, sebagian jaringan mesodermal yang berasal dari bagian dasar alantois, mengadakan i rasi ke e an e rana k oaka e ent k se t rorekta e t urorektal ini akan membagi kloaka menjadi dua bagian, bagian vental akan jadi sinus urogenetalis, sedangkan bagian dorsal akan menjadi anal kanal, dan juga ia akan membagi membrana kloaka menjadi membrana urogenital dan membrana anal. Pada pertumbuhan selanjutnya septum anorektal akan menjadi prineal body atau badan perineum. Bagian sinus urogenatalis yang berada di atas saluran mesonefrik yang berhubungan dengan alantois disebut kanalis vesico uretra yang pada pertumbuhan selanjutnya akan membentuk kandung kemih dan uretra pada orang dewasa, sedangkan sinus urogenitalis yang berada di bawah saluran mesonefrik akan menjadi vestibulum vagina. Pada minggu ke tiga setelah pembuahan, lapisan endoderm dari embrio telah berdifrensiasi membentuk premitif gut, yang digantung oleh mesentrium ke dinding belakang rongga badan (body cavity). Dinding dari rongga badan ini dilapisi oleh sel-sel mesoderm atau oe o i e it e i e se n a er ro i erasi an a a sat sisi ari akar mesentrium, membentuk tonjolan ridge (bulging ridge). Tonjolan ridge ini akan menyebar sepanjang rongga badan dan disebut urogenital ridge atau “intermediate cell mass” (Urogenital ridge). Dari “intermediate cell mass” inilah akan berkembang seluruh sistem urogenital, kecuali kandung kemih, uretra dan vulva. Pada hari ke 22 dan 23 pertumbuhan embrio pada setiap sisi urogenital ridge, lateral dari gonad, timbulah tubulus-tubulus (jonjot-jonjot) kecil yang disebut tubulus pronefros, di daerah servikal; dan jonjot-jonjot pronefros

2

ini mempunyai saluran yang disebut saluran pronefrik. Jonjot pronefros ini tidak bertahan lama, ia akan hilang sampai hari ke 35, akan tetapi salurannya dipertahankan, dan akan digunakan oleh jonjot yang timbul berikutnya yaitu jonjot mesonefros. Jonjot mesonefros timbul di distal jonjot pronefros tadi i aera toraka a ran rone ros sekaran er a na an a en a i sa ran esone rik o an t a ran rone ros ata esone ros ini akan tumbuh ke distal dan akhirnya bertemu dengan bagian ventral kloaka (sinus urogenitalis). Tubulus-tubulus (jonjot-jonjot) mesonefros yang timbul pada hari ke 29-30 ini juga tidak bertahan lama dan akan menghilang sampai pada minggu ke 7, sedangkan saluran mesonefrik tetap dipertahankan . Pada hari ke 35 dari pertumbuhan embrio timbul jonjot-jonjot ke 3, yaitu tubulus metanefros (jonjot metanefros), distal dari jonjot mesonefros dan jonjot metanefros ini akan berkembang menjadi ginjal, kalises ginjal dan ureter (ureter bud). Pertumbuhan ureter bud karena pertumbuh saluran mesonefrik di luar maka terjadi perubahan posisi dari ureter bud sehingga ureter bud masuk kandung kemih pada bagian posterior, lateral terhadap saluran mesonefrik. Bagian saluran mesonefrik yang distal terhadap ureter bud akan melebar dan diserap kedalam sinus urogenitalis dan membentuk trigonum kandung kemih. Dengan cara ini daerah trigonum kandung kemih akan dibentuk oleh dua muara ureter an ori si retra interna Pemisahan perkembangan trigonum dan kandung kemih, mungkin dapat menerangkan mengapa lamina provia dan otot trigonum berdampingan dengan otot ureter, akan tetapi berbeda dari otot detrusor kandung kemih. Perkembangan yang terpisah ini juga dapat menjelaskan perbedaan respon farmakologik oleh otot kandung kemih trigonom. Pembentukan alat genital 3-6 Pembentukan alat genital dimulai pada minggu 5 dan 6, yaitu dilateral urogenital ridge, di daerah kranial, timbul saluran paramesonefrik (Muller duct) kanan kiri yang tumbuh terus ke arah bawah lateral dari saluran wolf (saluran mesonefrik), dan pada suatu tempat di daerah distal, saluran Muller ini masuk ke dalam dan menyilang saluran mesonefrik di anteriornya, kemudian pada bagian distal bersatu (berfusi), dan akhirnya menyentuh sinus urogenitalis. Bagian bawah saluran Muller yang telah berfusi kemudian mengalami rekana isasi se in a ter ent k a va ina servik an ter s e an kan a

3

saluran Muller yang tidak berfusi pada bagian proksimal akan berkembang menjadi tuba fallopii., Fusi kedua saluran Muller tersebut terjadi pada minggu ke 7 akan tetapi belum sempurna sampai minggu ke 12. Pada titik pertemuan saluran Muller bagian bawah dengan sinus urogenitalis disebut tuberkel Muller, hal ini akan menyebabkan terjadinya proliferasi dari sinus urogenitalis kearah atas dan kemudian terjadi rekanalisasi bersamaan dengan rekanalisasi saluran Muller sehingga terbentuk vagina bagian distal. e a ian sin s ro enita is an ter etak a a anterior t erke er akan menyempit dan membentuk uretra, sedangkan bagian bawah terbuka lebar akan menjadi vestibulum vulva dengan uretra dan vagina terbuka di dalamnya. Pembentukan gonad 4-6 Pada hari ke 31 dari perkembangan embrio, sel-sel mesoderm yang telah berdifrensiasi membentuk mesenkhim. Jaringan ini lebih lanjut akan berdiferensiasi, pada permukaan medial urogenital ridge di daerah servikal dan torakal embrio, membentuk genital ridge. Genital ridge ini akan diper tahankan dan ditutupi oleh sel mesoderm yang tak berdiferansiasi, dan ini adalah coelimic epithelium. Premondial germ cell pada permulaan perkembangannya berasal dari lapisan endodermal di daerah dorsal hind gut, pada hari ke 20-30, germ cell ini akan mengadakan migrasi kearah genital ridge, sehingga terbentuk gonad, yang akhirnya akan menjadi tes tes atau ovarium. Bila migrasi germ cell ini gagal mencapai genital ridge maka terjadi disgenesis gonad. Jadi pembentukan dari ovarium tidaklah sama dengan pertumbuhan dan perkembangan organorgan sistem saluran urogenital; gonad bila mendapat migrasi germ cell yang mengandung kromosom XX akan membentuk ovarium sedangkan bila gonad mendapat migrasi germ cell mengandung kromosom XY, akan terbentuk testes Simpulan Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa kloaka mempunyai peranan penting aa e ent kan sa ran ana a at enita an sa ran ke i awa auran bawah kemih atas dibentuk oleh jonjot metanefros yang dipandu oleh saluran Wolf, kandung kemih dan uretra dibentuk oleh sinus urogenetalis.

4

a ran a at enita a ian roksi a se erti t a ter s servik an va ina bagian proksimal terbentuk dari saluran Muller atau saluran p a r a n e f r i k s edangkan vagina bagian distal terbentuk dari sinus urogenetalis, dan gonad terbentuk dari perkembangan genital ridge yang terpisah dari pembentukan saluran kemih, genital dan anal. Gonad yang dimigrasi oleh Germ sel akan membentuk ovarium atau tes-tes Daftar Kepustakaan 1) t erst ra er I intro tion to ini a ne o o i a ro o tter ort ei an on on oston in a ore ne oronto 1990;8-30 2) Walters MD, Weber AM. Anatomy of lower urinary track, rectum and e vi floor in a ter arra ro ne o o an re onnd structive pelvic surgery 2 os t o is i a e ia on on ne oronto 3) os in an i on e r o o an tra str t re o e a e ower rinar tra t in oster ar ent ro ne o o an urodynamic 4eds theory and practice. Williams & Welkind Baltimor, on on os n e es ne 4) Tindal VD Devlopment of the urogynetal system in Jeffcoate. Principles of urogynecology 5eds Butter Worth and co, London, Boston, or an in a re ne oronto 5) e atte eve o enta anato in s s a n i t ne o o i an o stetri ro o an ers o an i a e ia Toronto, London 1978, 1-21 6) Llewellyn J. embryological consideration in fundamental of obstetric & genecology vol. 2 gynecology Faber and Faber limited London 1975,37-40

5

ANATOMI DASAR PANGGUL WANITA Junizaf Pendahuluan Panggul dibentuk oleh tulang-tulang panggul dan jaringan dasar panggul. Tulang panggul merupakan jaringan yang keras dan kaku dimana semua struktur panggul secara erat tertanam didalamnya. Variasi anatomi dan bentuk tulang panggul telah dihubungkan dengan terjadinya prolaps organ panggul. Dasar panggul adalah kompleks jaringan yang terletak antara peritonium veseralis bawah sampai kulit vulva, da n b e r f u n g s i u n t u k menyokong organ-organ visera atau organ panggul visera agar tetap dalam posisi dan fungsi normal. DeLancey1 e a i asar an en a i en a i ti a eve ait eve I i ent k o e asia en o e vik eve II i ent k o e otot ia ra a panggul eve III i ent k o e otot ia ra a ro enita n ter ani eksterna serta a an erinea a at a ian a se a ai eve I an n si ta anya adalah berhubungan dengan fungsi seksualitas. Dasar panggul berfungsi menggantung dan menyokong organ-organ panggul agar anatomi organ panggul berada di atas levator ani atau “levator plate”. Oleh karena itu pengetahuan tentang anatomi dan fungsi dasar panggul adalah sangat penting, sehingga bila ada keluhan-keluhan atau adanya kelainan-kelainan akibat kerusakan otot atau kelemahan jaringan penyokong dasar panggul, dapat diatasi dengan baik dan tepat Tulang panggul2 Tulang-tulang panggul terdiri dari tulang ilium, iskhium, pubis, sakrum dan koksegius. Tulang ilium, iskhium dan pubis pada usia muda tulang-tulang tersebut dihubungkan oleh kartilago yang akhirnya mengalami pertulangan pada waktu dewasa dan membentuk dua tulang inominata. Kedua tulang inominata ini dibelakang bersatu dengan sacrum dan didepan bergabung dengan tulang simpisis pubis. Panggul terdiri dari panggul mayor dan minor, pada panggul mayor terletak organ-organ visera abdomen sedangkan panggul minor merupakan kelanjutan dari panggul mayor yang di bagian bawah menyempit. Pintu bagian bawah panggul, ditutupi oleh dasar panggul. Panggul wanita memiliki diameter yang lebih luas dan bentuk yang lebih bulat dibandingkan dengan panggul laki-laki. Pintu panggul yang lebih luas akan

6

memfasilitasi masuknya kepala janin kedalam panggul pada saat proses persalinan. Pintu bawah panggul bawah yang lebih lebar merupakan faktor predisposisi terjadinya kelemahan dasar panggul, yang dapat menyebabkan timbulnya prolaps organ panggul. Orientasi tentang panggul saat wanita berdiri, panggul diposisikan, dimana spina iliaka anterior superior dan batas depan simpisis pubis dalam bidang vertikal yang sama, tegak lurus terhadap lantai, hal ini dapat mengakibatkan pintu panggul atas (pelvic inlet) miring kearah anterior dan ramus iskhiopubis serta hiatus genitalis terletak sejajar dengan lantai. Pada saat posisi berdiri, lengkung tulang dari panggul dalam, dioriantasikan pada suatu bidang yang hampir vertikal. Hal ini membuat tekanan intra abdominal langsung tertuju pada tulang panggul samping, otot dan fasia endopelvik, dan dasar panggul. Oleh karena itu pada pasien berdiri, tulang panggul diposisikan agar tekanan disebarkan untuk meminimalkan tekanan pada isi panggul dan otot, dengan metransmisikan tekanan tersebut agar tertahan, yang memang dibuat untuk menerima tekanan komulatif jangka panjang selama hidup. Ketika sendi ra s is a a osisi aris ten a i ine ereka a a osisi ori onta sehingga sebagian besar berat abdomen dan organ-organ panggul disokong oleh persendian tulang ini dibagian bawah Dasar Panggul Bagian dalam dari tulang-tulang panggul membentuk suatu mangkok yang dindingnya dilapisi oleh otot-otot, yaitu dinding anterior dilapisi oleh otot obturator internus yang berasal dari ramus pubis lateralis sampai simpisis pubis dan melintas pada bagian dalam membran obturator. Dibagian posterior dinding panggul ditutupi oleh otot periformis yang yang berasal dari bagian anterior dan lateral sakrum tengah sampai atas. Kemudian mereka melintas melalui foramen ischiadika mayor untuk masuk kedalam trokhanter mayor disamping tendon obturator internus. Dibagian inferior ditutupi oleh otot diafragma panggul, yaitu otot dasar panggul yang disusun oleh otot-otot levator ani dan koksigius DeLancey membagi dasar panggul atas 3 level yaitu1,3 1. ave I eve an i ent k o e asia en o e vik 2. ave II i ent k o e otot ia ra a an 3. ave III i ent k otot ia ra a ro enita an s in ter ani eksterna

7

e an kan otot enita ia eksterna an erinea o a an erine a at ian a se a ai eve I teta i n sin a ter ta a kan en okon akan tetapi lebih banyak berhubungan fungsi seksual. Diafragma panggul disusun oleh otot levator ani dan koksigeus. Otot levator ani adalah otot dasar panggul yang sangat penting sebagai jaringan penyokong organ panggul visera. Otot levator ani terdiri dari 3 otot yaitu otot pubokoksigeus, otot puborektalis, otot iliokoksigeus; otot pubokoksigeus dan puborektalis berasal dari bagian dalam ramus pubis disisi kanan dan kiri dari tulang simpisis pubis, serabutserabut otot ini menyebar kedalam panggul sebagian mendekati sekitar uretra vagina dan rectum kanan dan kiri, sehingga otot ini membentuk sling seperti huruf U dengan demikian otot levator ani akan membentuk hiatus levator ani dimana uretra, vagina dan rektum melewati hiatus ini. Otot iliokoksigius adalah otot levator ani yang berasal dari arkus tendenius levator ani, yang bergabung dengan arkus tendeneus fasia pelvic dekat spina iskiadika. Otot ini menyebar kebelakang rektum dan bersatu dengan otot veseralis (otot pubokoksigius dan puborektalis) untuk selanjutnya membentuk pita levator ani (levator plate) dan kemudian melekat pada tulang koksigius. Otot levator ani adalah otot lurik yang disusun oleh serabut yang sifatnya slow twich (denyut a at ata t e I an ast twi en t e at ata t e II 4 Otot evator ani i ersara oleh nervus pudendus, saraf volenter, tetapi anehnya otot ini dalam keadaan istirahat selalu berkontraksi yang dilakukan o e t e I se an kan a a kea aan en a ak otot t e I i ant o e otot t e II se erti a a tekanan intraa o en an en a ak ontraksi otot levator ani akan menyebabkan hiatus genetalia menjadi kecil, lempeng levator ani akan era a a a osisi ori onta se in a iatasn a ter etak or an or an an vesera e a a otot evator ani ata ia ra a an aa kea aan nor a aka asia en o e vik ave I en r t e an e ti ak bekerja secara aktif dalam mempertahankan posisi organ panggul diatas levator plate. Bila otot levator ani melemah atau rusak maka hiatus genetalia akan e esar an evator ate ti ak a a osisi ori onta a i aka eranan asia en o e viks eve I en r t e an e akan en a i entin nt k mempertahankan organ-organ panggul visera agar tetap dalam posisi normal.

8

Fasia Endopelvik 1-6 Ada dua jaringan ikat penunjang panggul yaitu fasia parietal dan fasia veseralis atau fasia endopelviks. Fasia parietal menutupi otot-otot panggul sedangkan fasia veseralis atau endopelvik menutupi organ-organ veseral panggul. Fasia pariental menutupi otot-otot panggul secara mekanik merupakan materik yang padat dari jaringan ikat yang mengandung sebagian besar jaringan ikat kolagen membentuk ikatan tebal yang terangkai dalam tiga demensi yang kuat sehingga vaskularisasinya ter atas an ro ast akti hanya sedikit jumlahnya. Terdapat dua jaringan ikat yang penting dibentuk oleh fasia parietalis, yang memegang kunci baik sebagai jaringan ikat maupun sebagai jaringan otot panggul, yaitu arkus tendenius fasia levator ani dan arkus tendenius fasia pelvik. Arkus tendenius fasia pelvik dibentuk oleh fasia obturator internus yang menebal yang berjalan dari simpisis ke spina iskiadika sejajar dengan arkus tendenius fasia levator ani sedikit medial dari arkus tendenius levator ani sedangkan arkus tendenius levator ani dibentuk oleh fasia levator ani yang menebal dan berjalan antara simpisis dan spina iskhiadika. Di daerah spina iskhiadia arkus tendenius fasia pelvik (ATFP) bergabung dengan arkus tendeneus levator ani (ATLA) dan masuk pada spina iskhiadika pada bagian dalam ATFP tempat perlekatan dari bagian lateral dinding vagina kiri dan kanan. DeLancey memperkenalkan konsep pembagian jaringan penyokong organ pelvik terutama dinding vagina, yaitu 3 lavel.5 Lavel I Jaringan penyokong uterus dan puncak vagina (vagina proksimal), yang terdiri dari parametrium dan parakolpium dan kompleks ligamen kardinale dan sakrouterina. Ligament kardinale berasal dari dinding samping panggul, dari fasia obturator interna, yang menyebar kearah serviks uteri, dan didekat serviks uteri - ligamen menciut membentuk cincin periservikal kanan dan kiri servik dan bersatu bersama-sama dengan ligament sakro uterina yang berasal ari sa r i a en kar ina e an sakro terin e a i in in eri servikal melekat pada lingkaran serviks. Kompleks ligament kardinale dan sakro uterine berfungsi mempertahan uterus serviks, vagina proksimal, agar organ tersebut berada diatas levator plate. Apabila hilangnya atau rusaknya sokongan dari kompleks ligamen ini akan terjadi prolaps uteri atau prolaps puncak vagina

9

Lavel II Disebelah bawah ligament kardinale dan sakrouterina setinggi spina isk ia ika ter a at en okon ave II in in va ina anterior an osterior dibagian tengah dilekatkan ke dinding lateral panggul pada arkus tendenius fasia pelvik (ATFP) oleh fasia endopelvik para vaginal (parakolpium) sehingga membentuk sulkus vagina anterior dan posterior. Lepasnya penyokong lateral dinding vagina dari ATFP dapat menyebabkan timbulnya defek paravagina sehingga timbul prolaps dinding vagina anterior berupa sistokel lateral. eten a in in va ina osterior a ian ista e ekat a a ark s ten eni s asia rektova ina rk s ten eni s asia rektova ina i ent k o e asia an en t i otot i iokoksi i s an er a n kira kira pertengahan antara spina iskhiadika dan simpisis. Dinding vagina lateral bagian anterior dan posterior, seperdua bagian proksimal dilekatkan pada ATFP oleh fasia endopelvik sehingga keadaan ini membuat vagina berbentuk seperti huruf H. Lavel III Diafragma urogenital atau disebut juga dengan membrane perineal, dibentuk oleh dua lapisan fasia yang tipis yang dibentuk oleh serabut-serabut otot iskiokavernosus, bulbokavernosus, perinei tranversa supervisial menyerupai sand wich diantara kedua lapisan tersebut terdapat otot perinei propunda an otot s n ter retra a a in ir e akan ia ra a ro enita ini ter etak dibawah otot levator ani dalam segitiga aperatur panggul imferior bagian depan diafragma urogenital ini membantu otot levator ani ini dalam menutup hiatus genetalis dari bawah. Vaginal distal dan uretra disokong oleh perineal membrane terutama saat wanita dalam posisi berdiri. Vagina bagian anterior dan uretra bergabung dalam perineal membrane dan vagina bagian posterior er a n a a a an erine er t sn a en okon eve III erinea membrane) dan badan perinium dapat menyebabkan uretra hipermobilitas atau terjadinya rektokel atau turunnya perineum. Badan perineum atau perineal body erinea o a a a str kt r ro s ar an er ent k ira i i aris tengah antara anus dan vagina dengan septum rekto vagina dibagian puncaknya. Perineal body dibentuk oleh serabut-serabut otot yang berasal dari okavernos s erinei tranversa s er sia sera t otot s n ter ani eksterna dan serabut otot levator ani. Badan perineum memegang peranan penting aa en okon va ina a ian ista an n si anorekta a e -

10

ara an sara ke erine ter as k ker an s er sia an a a berasal dari nerfus dan pembuluh darah pudendus. Kelemahan perineal body menyebabkan eligasio dan menjadi factor predisposisi terjadinya defek seperti rektokel dan enterokel. Simpulan Dasar panggul disusun oleh kompleks otot jaringan penunjang saraf dan pembulu darah. Untuk mengerti tentang kelainan yang ditimbulkan oleh kelemahan atau kerusakan dasar panggul ini perlu diketahui anatomi panggul wanita dengan cermat. Penaganan kelainan akibat daripada kelemahan atau kerusakan dasar panggul (disfungsi dasar panggul) keberhasilannya sangat tergantung dari penguasaan atau pengenalan dasar panggul yang baik. Daftar Kepustakaan 1. ss er a o k orton an tanton e vi floor anatoe vi floor ree ation in er er a on on 2. oa es ke eta s ste in i ia s anister err th MM ed al. eds Grays anatomy 38 e ew ork ar i ivin ston 3. e an e O nato o t e e a e a er an ret ra In ent Osteo art n i wi t e s Osteo art ro neo o an e vi floor is n tion t e i a e ia i inott i ia an i kins 4. enson o ters e ro sio o o t e ower tra t in o ters arra ro ne o o an e onstro tive e vi s r er os on on ne oronto 5. i i i nato re evant to e a e re onstr tive e vi s r er art I in i i i ar est ro ne o o e a e e vi reconstructive surgery. Mc Grow-Hill. Medical publication devision. ew ork i a o in a ore ne oronto 6. ik os o i ente a e ite s e i as ia e e ts in the diagnosis and surgical management of enteroscele. Am. J. Obstet ne o

11

ANATOMI SALURAN UROGENITAL Junizaf Saluran Kemih1,3-8 a ran ke i awa ent kn a se erti oto a ata se a ken i yang terbalik, terdiri dari kandung kemih dan uretra dengan fungsinya menampung urin dan mengeluarkannya secara priodik. Kandung kemih bentuknya berubah-rubah, sangat dipengaruhi oleh jumlah urine yang terdapat dalam kandung kemih tersebut. Kandung kemih terletak dalam rongga abdominal panggul, dengan batasatas se a ai erik t a a a ian anterior er atasan en an ron a et ei yang mengandung otot, pembuluh darah, saraf, lemak dan saluran limfe dan didepan berbatasan dengan tulang simpisis pubis, bagian superior berbatasan dengan rongga abdomen, dan bagian posterior (belakang) berbatasan dengan serviks uteri dan dinding vagina anterior. Bagian distal (inferior) kandung kemih berhubungan dengan uretra dan membentuk leher kandung kemih. Dinding kandung kemih disusun oleh jaringan, dari lapisan dalam sa ai a isan ar se a ai erik t a isan a in a a a a a a isan kosa dengan epitel transisional yang tebal (uretholium), yang mempunyai siat ke a air serta a at en asi kan at kos a ino ika an ak an mempunyai sifat antibakteri. Lapisan dibawahnya adalah lapisan submukosa yang banyak mengandung pembulu darah, kedua lapisan ini dipengaruhi oleh hormone estrogen. Lapisan dibawah adalah lapisan otot polos yaitu otot detrusor. Otot detrusor kandung kemih ini terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan dalam yang dekat pada rongga kandung kemih berbentuk longitudinal dan lapisan tengah berbentuk sirkuler sedangkan lapisan paling luar berbentuk longitudinal Kandung kemih secara garis besar terdiri dari dua bagian yaitu bagian n ak ata o e i aera o e ini otot etr sor re ati ti is an fleksi e sehingga dapat mengembung bila kandung kemih berisi banyak urin. dan bagian dasar yang mempunyai otot detrusor yang lebih tebal. Pada daerah ini terdapat dua muara ureter yang membentuk suatu segitiga dengan titik terbawa a a a s n ter retra interna an aera ini ise t tri on it a i otot longitudinal lapisan luar pada puncak akan menyebar kedaerah kandung

12

kemih dan masuk kedalam otot pubovesikal dan akhirnya berinsersi kebagian posterior simpisis pubis, otot pubovesikal ini mungkin mempunyai peranan pada leher kandung kemih agar dapat membuka selama berkemih. Lapisan otot sirkuler lebih predominan dileher kandung kemih dan bersatu ke dalam lapisan otot trigonum dan membentuk cincin mengelilingi uretra didaerah leher kandung kemih; lapisan otot longitudinal dalam, serabut-serabut ototnya tersebar secara luas pada semua jurusan. Otot trigonum juga terdiri tiga lapis yaitu otot trigonum urinarius, cincin trigonum dan longitudinal trigonum. Otot trigonum urinalis membentuk segitiga dengan titik sudutnya dua muara ureter diproksimal dan satu muara uretra interna dibagian distal dan otot trigonum sirkuler dan longitudinal membentuk satu lapisan yang padat yang bersatu dengan otot destrutor uretra. Permukaan luar dari daerah superior atau dome ari kan n ke i it t i o e eritoni sekitar e e a awa kandung kemih bersentuhan dengan kandung kemih dengan dinding vagina anterior dan serviks uteri. Kandung kemih dapat menampung urin yang berasal dari ureter antara 400 – 500 cc dan mengeluarkannya secara priodik. an n ke i i ersara o e sara otono ait sara si ati an er sat a a se en o as ina is setin i toraka an a II e a i sara i o astrik s an arasi atis an erasa ari sakra II I ea i saraf pudendus. Kandung kemih banyak mempunyai reseptor saraf yaitu adre enik rese tor an en an n rese tor an rese tor rese tor tera at i aera o e an a ian s erior ari kan n ke i an rese tor terbanyak didapat pada daerah trigonum serta daerah leher kandung kemih dan otot detrusor uretra. Kandung kemih juga mengandung reseptor kholenergik reseptor yang terdiri dari reseptor muskarinik dan nikotinik ese tor muskarinik terdapat pada seluruh otot destrutor kandung kemih, epitel urotelium. Bila saraf simpatis dirangsang maka akan dihasilkan neorotranmister e ni rin an i a e ne rin ini iteri a o e rese tor aka kan n ke i akan re aksasi se an kan i a e ine rin iteri a o e rese tor akan enyebabkan otot destrutor didaerah trigonum dan leher kandung kemih akan berkontraksi. Apabila para simpatis dirangsang akan dikeluarkan neurotranmister asetilkolin, bila asetikolin ini diterima oleh reseptor muskarinik kandung kemih akan berkontraksi.

13

URETRA2-8 Uretra wanita bentuknya seperti tabung dengan panjang 3 - 5 cm dengan diameter lumennya 0.6 cm. Dinding uretra terdiri dari beberapa lapis, lapisan paling dalam yaitu lapisan mukosa dengan epitel yang tebal, bagian proksimal terdiri dari epitel transisional sedangkan bagian distal terdiri dari epitel skuamosa (gepeng). Lapisan mukosa uretra mempunyai epitel yang tebal dan bersifat kedap air (water cel atau water tight), dibawah lapisan mukosa adalah lapisan submukosa yang banyak mengandung pembuluh darah yang membent k fleks s fleks s e ara an en e a kan ter oron n a kosa kedalam lumen uretra sehingga kedap air makin baik. Disamping itu pada lapisan submukosa terutama bagian distal banyak mengandung kelenjar-kelenjar seperti kelenjar skin. Dibawah lapisan submukosa terdapat lapisan otot polos destrosor yang berjalan sepanjang uretra dan berkelanjutan dengan otot polos dikandung kemih. Otot polos ini en an n rese tor an sensiti ter a a ran san an sara si atis Otot polos pada permukaan trigonum berkelanjutan dalam uretra dalam proksimal yang bersatu dengan otot detrusor uretra. Otot detrosor bagian dalam berbentuk sirkular sedangkan bagian luar berbentuk longitudinal. Bila otot detrosor uretra berkontraksi maka otot uretra akan memendek dan lumen akan terbuka ata e e ar i ar otot etr sor retra ter a at otot rik ra os n ter ata otot ro enita Otot ro enita ter iri ari otot ait s n ter retra otot retrova ina an otot ko resor Otot rik s n ter retra en e i in i retra a a a ian a a a ian roksi a e an kan a ian ten a uretra dan vagina dikelilingi oleh otot uretrovaginal, dan selanjutnya 20% a ian awa retra ike i in i o e otot ko resor e an kan ista uretra terbuka pada vestibulum vagina. Otot kompresor terbagi dua menjadi otot yaitu otot tranversa prenei profunda yang akan membentuk bagian dari perineal membran, dimana bagian distal vagina anterior masuk kedalam otot tranversa prenei ini sedangkan bagian kedua yaitu tranversa perinei supervisial membentuk bagian bawah dari segitiga perineum urogenital atau perineal membran. Vagina8,9 a ina a a a s at an an a at ire an kan ron a romuskular dengan lipatan rugae mulai dari vestibulum sampai serviks uteri.

14

ent k on it ina n a en er ai s at tra e oi i ana a ian an paling sempit di daerah introitus dan bertambah besar sampai mencapai apex vagina dan serviks, Pada dimensi transversal, ujung distal vagina berbentuk se erti r an en introit s an en atar flattene i a ian proksimalnya. Pada bidang sagital, vagina memiliki suatu sudut yang jelas sehingga 2/3 bagian atasnya mengarah ke sakrum 3 dan 4, dan pada posisi yang hampir horisontal saat posisi berdiri. Berlawanan dengan 1/3 bagian distalnya dimana posisinya hampir vertikal dan melalui membran perineum menuju ° vesti t antara a ian atas an awa a is va ina rata rata . in in va ina ter iri ari a isan kosa sk aris an a ventisia kosa va ina a a a a ian a in s er sia an ter iri ari e itel skuamosa bertingkat dan lamina propria. Muskularis vagina adalah suatu a isan ro sk er an ters s n ra i ter ta a en an n k an otot polos yang saling berkaitan yang mengandung sedikit kolagen, elastin dan jaringan vaskular. Bagian terluar adventisia merupakan lapisan terpisah berisi kolagen, elastin dan jaringan lemak yang mengandung pembuluh darah, limfe dan saraf. Lapisan adventisia merupakan representasi perluasan fascia endopelvik viscera yang mengelilingi vagina dan organ panggul yang berdekatan dan membuat mereka (organ-organ pevik) dapat melakukan ekspansi dan kontraksi secara terpisah. Dinding anterior vagina disebut fasia puboservikalis atau septum puboservikalis dan dinding belakang vagina disebut fasia rektovaginalis atau septum rekto vaginalis. Dinding vagina anterior (puboservikalis) dan dinding vagina posterior (rektovaginalis), pada proksimal (superior) melekat pada lingkaran periservik (pelvic ring). Ligamentum kardinale dan sakrouterina adalah, fasia endopelvik, yang berfungsi menggantung, dan menahan vagina bagian superior (proksimal) dan orsio e a a otot evator ani a a kea aan nor a ia re ati ti ak erfungsi banyak dalam mempertahankan kesetabilan organ vesera, baik dalam posisi maupun letaknya. Dinding bagian lateral vagina melekat ke arkus tendeneus fasia pelvik (white line) ATFP yaitu fasia dari otot obturator internus yang berjalan dari pubis ke spina iskhiadika. Dinding vagina dilekatkan ke ATFP ini melalui fasia

15

paravaginal atau para kolpium yang berjalan dari proksimal kedistal terutama pada vagina bagian tengah. Bagian distal dinding vagina anterior bersatu dengan perineal membran dan bagian belakang posterior bersatu dengan perineal body. Bagian posterior vagina, dinding vagina lateral tengah melekat pada arkus ten ene s asia rektova ina an i ent k o e asia otot okoksegius dan iliokoksegius. Dinding anterior Isti a ari asia oservika is an asia arasevika is serin i nakan untuk menjelaskan lapisan-lapisan yang menunjang kandung kemih dan uretra dan jaringan yang digunakan untuk bedah panggul rekonstruksi. Bagaimanapun juga pemeriksaan histologi dari dinding anterior vagina telah gagal untuk menunjukkan adanya lapisan fasia yang terpisah antara vagina dan kandung kemih. Jaringan yang melekat pada dinding lateral vagina ke ATFP adalah gabungan jaringan pengikat yang terdiri dari pembuluh darah, pembuluh limfe dan pembuluh saraf. Jaringan paravagina ini melekat ke dinding vagina bagian otot dan tunika adventitia pada masing-masing sisi vagina dan bertanggung jawab terhadap kehadiran sulkus anterior vagina. Vagina dan kandung kemih tidak tertanam pada suatu lapisan sendiri yang terpisah pada kapsul jaringan pengikat. Berdasarkan histologi tidak adanya lapisan true fascia antara vagina dan kandung kemih, maka direkomendasikan bahwa ketika menjelaskan mengenai jaringan dinding anterior vagina dan penyokongnya, diberikan suatu istilah yang disebut sebagai fasia puboservikalis atau fasia paravesika yang dapat di abaikan dan digantikan dengan istilah yang lebih akurat seperti otot vagina ata in in ro sk ar Dinding vagina posterior Topik lain yang menjadi kontroversi adalah kehadiran dari satu atau dua lapisan fasia yang memisahkan antara rectum dan vagina. lapisan ini serin i iskri inasikan se in a ise t se a ai se t rektova ina ata asia rektova ina sa a en an se t rektovesika an awalnya dijelaskan oleh Denonvilliers yang diyakini sebagai sisa peritoneum yangterbentang 2-3 cm proksimal korpus perineum dan menghilang pada superior dari cavum rektovaginal. Bagaimanapun juga banyak yang telah gagal

16

mendemonstrasikan lapisan yang terpisah antara vagina dan rektum pada pemeriksaan histologis di area ini. Pada pemeriksaan histologis dinding posterior vagina, Delancey menunjukkan bahwa jaringan pengikat paravagina yang melekatkan dinding vagina posterior dengan dinding panggul terutama pada dinding lateral vagina posterior pada masing-masing sisi. Hanya beberapa serabut jaringan pengikat yang ditemukan berjalan pada garis tengah antara dinding posterior vagina dengan rektum. Hal ini sama dengan dinding vagina anterior,dimana jaringan yang disebut sebagai fasia dan bidang yang dapat diseksi secara bedah untuk memasukkan bagian dari otot vagina. Perlekatan sebelah lateral dinding posterior vagina ke dinding samping panggul berada pada pemadatan jaringan pengikat yang disebut sebagai fasia askus tendineus rektovagina dan dinding posterior melekat pada ligamentum uterosakral yang terbentang ke bawah sampai setingkat peritoneum Cul e a an in in in erior e n ai n an an s n en an kor s perineum dan otot levator ani. Penyokong vagina dan uterus Axis normal organ panggul pada saat wanita berdiri membuat 2/3 atas vagina langsung mengarah ke levator plate. Fascia endopelvik adalah jaringan penyambung longgar yang menutupi seluruh organ panggul dan menghubungkan ereka se ara on ar ke otot en okon an t an an e ara istologi, ia terdiri dari kolagen, elastin, jaringan lemak, saraf, pembuluh darah, sa ran i e an otot o os tr kt r arin an en a n e at va ina dan uterus tetap pada lokasi normal. Anatomi mereka sekaligus memberikan mobilitas organ dalam untuk dapat menyimpan urine dan feses, koitus, melahirkan dan defekasi. i i i an e an e 8-9 menggambarkan jaringan penyambung menyokong vagina dalam 3 level. Kompleks ligamentum cardinal / sakrouterina an er akan en okon eve I a a a s at str kt r arin an en a bung 3 dimensi yang rumit yang berasal dari serviks dan bagian atas vagina an as k ke a a in in sa in e vik an sakr I a a wanita sehat menunjukkan ligamentum sakrouterina masuk kedalam daerah koksigeus dan ligamentum sakrospinosum pada sebagian besar wanita, hanya 7% yang benar-benar masuk ke dalam sakrum. Kompleks ligamentum kardinale / sakrouterina menahan uterus dan bagian atas vagina pada orientasi normal-

17

n a Ia e erta ankan an an n a va ina an en a a a is va ina a pir horisontal pada posisi berdiri sehingga dapat disokong oleh levator plate. i an n a san a an eve I akan en e a kan ke n kinan ter a in a rolaps uterus dan / atau apex vagina. Di sebelah bawah kompleks ligamentum kardinale / sakrouterina pada aera setin i s ina is ia ika ter a at en okon eve II a ina anterior ditahan ke arah lateral ke arkus tendineus fascia pelvik (ATFP) atau garis putih (white line) oleh suatu kondensasi penebalan dari fascia yang berada di atas iliokoksigeus. ATFP berasal dari spina ischiadika dan menuju ke ras in erior ari si sis is eve II anterior ena an a ian ten a ari dinding anterior vagina membuat sulkus vagina anterior atau lateral. lepasnya perlekatan penyokong lateral ini dapat memulai timbulnya defek paravagina dan prolaps dinding vagina anterior. e a ai ta a an en okon arava ina anterior ter a at en okon atera osterior an er eran a se a ai en okon eve II in in va ina posterior melekal ke arah lateral ke dinding samping panggul dalam suatu pengaturan yang sedikit lebih kompleks daripada dinding vagina anterior. setengah distal dinding vagina posterior bergabung dengan aponeurosis otot levator ani mulai dari badan perineum sepanjang suatu garis yang dinamakan arkus tendineus rektovaginal. la bergabung dengan ATFP kira-kira pada aera ten a antara si sis is an s ina is ia ika e an an seten a proximal vagina, dinding vagina anterior dan posterior keduanya disokong ke lateral oleh ATFP. Oleh karena itu pada proximal vagina, penyokong lateral dinding vagina anterior dan posterior adalah identik. Pengaturan seperti ini e at ent k se erti r ata kon rasi se erti kotak a a ista vaina i a i i at a a oton an e intan an kon rasi se erti ta n an dirapatkan pada bagian atas vagina en okon eve III i at o e e ran erine otot otot r an erinea a a an a an erine tr kt r ini en okon an e ertahankan posisi anatomi uretra dan 1/3 distal vagina, yang terletak tegak lurus ter a a antai saat wanita er iri a a eve III va ina er a n en an uretra di anterior dan badan perineum di posterior. Terputusnya penyokong eve III anterior a at e at ter a in a i er o i itas retra an inkontinensia stress, dan terputusnya bagian posterior dapat membuat terjadinya

18

rektokel distal dan/atau turunnya perineum. Simpulan Dengan mengetahui dan memahami anatomi dari saluran urogrnital (saluran kemih bawah, uretra, vagina) dan penggantung serta penyokongnya yang normal. Bila dalam klinik ditemukan keluhan-keluhan dari penderita maka dengan mudah akan dapat diketahui letak serta organ yang menjadi penyebabnya. Hal ini sangat membantu pada klinisi untuk memberikan terapi dengan cepat dan tepat Daftar Kepustakaan 1. t erst ra er r o o an a t anato o e a e ower urinary tract in introduction to clinical gynecological neurology tter wort er an on on onston in a re ne oronto Willinton 1990,8-30 2. Lapides J, Diokno AC. Physiology of Micturition in Gynecologic an O stetri ro o a e ia a n ers o an 3.

4.

5.

6. 7.

8.

ein e ro s ar s n tion o e ower rinar ra t in a e s ro o t e i a e ia a n ers o an Walters MD. Weber AM Embriology lower urinary tract in anatomy o owers rinar tra t e t an e vi floor in os t ois i a e ia on on ne oronto os in i son e r o o an trastr t re o e a e owers rinar tra t in oster ar ent in ro ne o o an urodynamic 2 eds theory and practice. Williams & Welkind Baltior on on os an e es e n ers ora e a e e vi floor anato t e e vi floor s ortin tr t re an e vi or an ev ro Mitchell GW. The urinary tract as related to gynecology in Danforth O stetri s an ne o o t e ew ork ar er ow i

i

i

nato

re evant to e a e re onstr tive e vi s r-

19

er art I in i i i ar est ro ne o o e a e e vi reconstructive surgery. Mc Grow-Hill. Medical publication devision. ew ork i a o in a ore ne oronto 9. e an e O nato o t e e a e a er an ret ra In ent Osteo art n i wi t e s Osteo art ro neo o an e vi floor is n tion t e i a e ia i inott i ia an i kins

20

ANATOMY PERINEUM DAN SFINGTER ANI Junizaf Perineum Perineum adalah merupakan bagian luar panggul berbentuk diamond. Di anterior, perineum berbatasan dengan arkus pubis, di bagian posterior dengan koksigeus dan di lateral dengan ramus ischiopubis, tuberositas iskhii, dan ligamentum sakrotuberosum. Batas dalam perineum adalah permukaan inferior ia ra a an an atas s er sia a a a k it an er n an dengan aspek permukaan medial dari paha dan abdomen bawah. Perineum dapat dibagi dalam dua bagian segitiga oleh garis transversal diantara dua t erositas is ii e iti a a ian anterior en an n or an ro enita disebut sebagai segitiga urogenitalis dan segitiga bagian posterior, yang mengandung ujung kanalis anal, disebut segitiga anal.1,2,3,4 Segitiga Urogenitalis e iti a ro enita is er atasan i anterior an atera en an si sis is an ra i is io ik e iti a ro enita is i a i en a i a ko arte en aera erinea s er sia an a a i isa kan o e e ran 4 perinealis, yang mengisi ruang antara ramus iskhiopubis . Walaupun demikian, beberapa penelitian terakhir daerah ini, menggambarkan membran perinealis sebagai struktur komplek dengan banyak bagian. Bagian ini terbentuk dari dua daerah, satu dorsal dan satu ventral. Bagian dorsal terdiri dari lapisan rosa tranversa i atera an e ekat a a in in atera va ina an badan perineum ke ramus iskhio-pubis. Bagian ventral adalah masa jaringan tiga dimensi yang padat dengan beberapa struktur yang tertanam. Bagian ini ter iri ari otot ko resor retra an otot s n ter retro va ina an arin an ikat disekelilingnya.Tepi ventral dari masa ini bersambungan dengan insersi arkus tendineus fasia pelvis ke tulang pubis. Otot levator ani menempel pada permukaan kranial membran perineal. Bulbus vestibularis dan krus klitoris terletak pada permukaan kaudal membran dan bergabung dengannya. Oleh karena itu, struktur membran perineal bukan merupakan lapisan trilaminar dengan viscera yang melaluinya, tetapi struktur tiga dimensi kompleks dengan dua bagian dorsal dan ventral5. Di bawah kulit perineum, di anterior terletak as ia erinea s er sia as ia o es e erti i raikan i atas arin an

21

erektil bergabung dengan permukaan kaudal kompleks membran perineal. Jaringan erektil dilapisi oleh otot bulbospongiosus dan iskhiokavernosus. Otot erinea transvers s s er sia ene e a a a an erine ke t erositas isk ii se ara i atera e r otot erinea iinervasi o e a an nerv s dendus, yang merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Gambar 1 o arte en s er si a erisi otot erinea trans ersa s er sia os on ios s an ischiocavernosus. Ketiga otot ini membentuk segitiga pada setiap sisi perineum dengan dasar dibentuk oleh membran perineal.3

Otot Perineum Tranversus Superfisialis Otot erine tranvers s s er sia is a a a otot ke i an ter e it berasal dari bagian dalam dan depan tuberositas iskii dan berinsersi ke bagian ten on sentra a an erine Otot ari sisi er awanan s n ter ani eksterna ari a ian e akan an os on ios s ari a ian e an se r nya menempel pada tendon sentral badan perineum.4 Otot Bulbospongiosus.3,4 Otot os on ios s e intas ari a ian sa in ori si va ina menutupi aspek lateral dari bulbus vestibular anterior dan kelenjar Bartolin di posterior. Beberapa serat bergabung di posterior dengan otot perineum transversa s er sia an s n ter ani eksterna i sentra a a erinea o Di anterior, serat-serat melewati sisi lain dari vagina dan masuk ke korpus kavernosus clitoridis, sebuah fasikulus yang menyebrangi badan dari organ

22

sehingga dapat menekan vena profunda dorsal. Otot-otot ini mengecilkan orisi va ina an ik t er eran a a ereksi k itoris Otot Ischiocavernosus 3,4 Otot Is io avernos s e an an e i e as ke ten a ari a a ke tepi, dan berada di sisi batas lateral dari perineum. Otot ini muncul dengan serat yang kuat dan berotot dari permukaan dalam tuberositas ischium, di belakang crus clitoridis, dari permukaan crus dan bagian depan dari ramus is i Is io avernos s enekan r s itori is se in a en ran darah vena, sekaligus mempertahankan ereksi klitoris. Segitiga Anal aera ini ter as k sa ran an s s n ter ani

a an i a i-

Gambar 2

Saluran Anus ekt erak ir a a sa ran an s e nisi sa ran an s ervariasi i antara ahli bedah dan ahli anatomi6. Tindakan bedah saluran anus dilakukan se an an an e as ari te i an s ke in in anorekta an i e nisikan se a ai eve atas ari ko eks otot evator ani an s n ter ani eksterna 7 Deskripsi klinis ini berhubungan dengan pemeriksaan digital atau teta i ti ak er n an en an a aran isto o i 8 e ara e riologi saluran anus meluas dari katup anus ke tepi anus dan panjangnya 2 cm2

23

a ran an s ike i in i o e a isan e ite e ara s e ite n ter ani interna n ter ani eksterna an arin an en okon ro sk ar atas sa ran an s ervariasi erkaitan en an erke anan e rio enik a ran an s roksi a i atasi o e kosa re t e ite kolumner) dan tersusun pada lipatan mukosa vertikal yang disebut dengan or a ni etia ko o en an n arteri an vena rekta is s erior ra iks terminal. Pembuluh darah yang terbesar terdapat di lateral kiri, posterior kanan dan kuadran kanan atas dinding saluran anus dimana jaringan subepitel e as ke ti a anta an an s anta an ini ter ksir i sa ran an s an e ant en at r en en a ian flat s an airan eses o ini ersat ke bali pada batas bawah oleh lipatan yang disebut katup anus.3 Lebih kurang 2 cm dari batas anus7, katup anus membuat perbatasan yang disebut linea entate at sa ai sat seten a enti eter ari sa ran ana ista i awa inea entate ters s n ari e ita sk a o s o i kasi an k ran arin an adneksa kulit seperti folikel dan kelenjar, tetapi mengandung beberapa ujung saraf somatik. Karena epitel pada saluran bawah disuplai baik oleh ujung saraf sensorik, distensi akut atau terapi invasif hemoroid pada daerah ini menyebabkan rasa tidak nyaman, dimana terapi ini dapat dilakukan dengan gejala yang sedikit pada saluran atas yang dibatasi oleh epitel kolumner9. Akibat dari kontraksi sirk erensia s n ter a isan k it akan ters s n a a i atan ra ia disekitar anus yang disebut batas anus8. Lipatan ini terlihat datar atau rata jika a isan i awa s n ter r sak Kompleks Sfingter Ani o eks s n ter ana ter iri ari an an i isa kan o e badan “conjoint longitudinal”. Meskipun mereka membentuk unit yang tunggal, tetapi mereka berbeda dalam struktur dan fungsinya.

Gambar 3

24

Sfingter Ani Eksterna e ara str kt ra s n ter ani eksterna ter a i a a a ian 1,2,3,10 s k tane s s er ia an ro n a . Walaupun demikian, pembagian ini tidak mudah didemostrasikan saat melakukan diseksi anatomi atau operasi ta i a at er n an en an en itraan a a ere an e i 11 pendek pada bagian anteriornya. ro n a er n an erat en an otot puborektalis dan tidak memiliki perlekatan pada bagian posteriornya.12 s er ia ene e a a a ian osterior i a en anokoksi ea an tertanam pada ujung dari koksigius8. Bagian subkutaneus melingkar tapi memiliki perlekatan pada badan perineal di anterior dan ligament anokoksigeal pada bagaian posterior. Pada perempuan, bulbospongiosus dan perineii trans9 versa en at en an a a a ian awa ari erine Sfingter ani interna1,2 a a a ene a an ari otot o os ari s s esar an erak ir dengan pinggir yang bulat sebesar 6-8 mm di atas batas anal pada sambungan a ian s er ia en an s k tane s ari er awanan en an e i iki ena i an an at a a en i atan ata te an an Lapisan longitudinal dan selubung longitudinal yang meliputinya a isan on it ina era a iantara an ter iri ari a isan ro sk ar se n on it ina an e i tin a an r an inters n 13 ter dengan jaringan penyambungnya . Lapisan longitudinal memiliki komonen s ar an roe astik o onen s ar ter ent k en an si dari benang otot dari puboanalis bagian terdalam dari puborektalis dan otot polos dari otot longitudinal rectum.8 Ditelusuri ke bawah, ini memisahkan a ian atas awa ari an se ta ro s nt k e ewati an se ara langsung menempel pada kulit bagian kanal anal bawah dan daerah perianal.10 Otot orekta is e n ai a n si se a ai a ian ari ekanis e s in ter an asar ari e vis in an er ent k r ari otot rik borektalis akan menarik sambungan anorektal ke arah anterior didepan aspek posterior pubis yang menyebabkan adanya sudut antara rektal dan saluran anal yang disebut sudut anorektal. Terdapat pertentangan akan kepentingan sudut ini terhadap pemeliharaan berkemih/mengejan. Otot puborektalis yang bersatu kanan kiri dibelakang rektum tadi akan membentuk hiatus levator, dimana rektum, vagina dan uretra melewatinya. Pada wanita, serabut-serabut

25

anterior dari levator ani menurun pada sisi vagina, serabut ini disebut otot puboperineal dan nampak mengalami regangan terbesar selama persalinan pervaginam. Otot-otot ini akan mengalami kerusakan selama proses persalinan sehingga otot ini rusak atau melemah sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk berkemih atau mengejan dan mungkin timbul prolaps organ pelvis setelah melahirkan. Nervus Pudenda erv s ini erasa ari a an ventra ari nerv s sakra ke a keti a dan keempat dan meninggalkan panggul melalui bagian bawah dari foramen sciatic mayor. Kemudian melewati tulang belakang ischium dan memasuki kembali pelvis melalui foramen sciatic minor. Juga menyertai pembuluh darah pudendus interna ke atas dan ke bawah sepanjang dinding lateral dari fossa ischioanal, yang terkandung dalam selubung dari fascia obturator yang dinamakan kanal Alcock. Diasumsikan bahwa selama tahap kedua proses melahirkan yang semakin lama, nervus pudendal rentan terhadap cidera akibat dari imobilitasnya relatif pada tempatnya. Bagian inferior nervus haemorrhoidal (rectal) kemudian bercabang secara posterior dari nervus pudenda untuk meninervasi erv s en a ini ke ian ter a i en a i a a an ter ina nerv s erinea an nerv s orsa ari k itoris erv s erinea agian inferior lebih besar dari kedua cabang terminal dari pudenda, terletak di awa arteri en a interna Ia ter a i en a i a an a ia osterior an otot. Cabang posterior labial menyuplai labium mayora. Cabang muskular teristri si ke otot transverse erinea s er ia os on ios s is io avernosus dan otot-otot urethra. Cabang-cabang dari divisi perineal juga sering en inervasi anterior erv s orsa ari k itoris an en ai k itoris, merupakan divisi terdalam dari nervus pudenda Simpulan e a a an akan anato i ari asar an s n ter ani an erineum merupakan hal yang penting bagi penyedia jasa kesehatan dalam merawat wanita se a a an sete a e a irkan er aikan erinea an s n ter an baik membutuhkan visualisasi akan struktur badan perineal dan otot-otot s nkter an e as etika ter a i tra a raktisi ar s was a a ter a a hubungan antara nervus, otot dan pembuluh dalam rangka mengembalikan fungsi dan anatomi normal dengan baik

26

Daftar Kepustaka 1. Mark D, Walters, Anne M, Weber, Anatomy of the lower urinary tract, e t an e vi floor In ro ne o o an re onstr tive e vi s rer ark a ters i ke arra os in t o is i adelphia, London. 1999,11-13 2. Kamm MA. Obstetric damage and faecal incontinence. Lancet 1994;344;730-33 3.

4. 5.

6.

7. 8. 9. 10. 11.

12. 13.

tan i a s a son e non ar an I Anal endosonography and correlation with invitro and invivo anatomy. r r e e vis e vi floor an erine In tan rin e ra s s anatot e n on on sevier r i ivin stone e ner or e nato an e r o o o t e an s re t an o on In or an e o on an re ta s r er i a e ia i in ott aven tein e an e O tr t re o t e erinea e rane in e a es isto o i anato i an I n in s Ora resentation eri an ro ne o o i o iet nn a eetin an ie o a i ornia 2004. en a it nore ta no en at re n a enta ter ino o is o ori e t aiser Orte a nore ta anato r in 1125-38. na ana In tan rin e ra s s anato t e n on on Elsevier, Churchill Livingstone, 2005, pp 1205-11. i i an or an r i a anato o t e ana ana wit s eia re eren e to anore ta st ae an et tan a traso n o t e ana s in ter In ster MM, ed. Atlas of gastrointestinal motility. Baltimore, William and Wilkins, 1993. o k Iss es in anato ie revisite st r nniss s e r

i i s r

nato

an

n tion o t e ana on it

ina

27

SISTOKEL R.M. Sonny Sasotya istoke a a a t r nn a kan n ke i ke in in anterior va ina akibat melemahnya jaringan ikat dan fascia pubcervicalis didaerah tengah atau terputusnya perlekatan dinding anterior vagina dari fascia endopelvic (ATFP i aera atera en r t I a a a t r nn a in in anterior va ina in ga urethrovesiol junction ( titik 3 cm proksimal dari meatus uretra eksterna) atau proksimal dari titik lainnya dianterior vagina kurang dari 3 cm diatas hymen. Prolapsus dinding anterior vagina ini merupakan kelainan tersendiri atau bersamaan dengan prolapsus organ panggul lainnya, insidensinya lebih dari 33,8 %.(1) Terjadinya prolapsus dinding anterior vagina ini menurut George White adalah terdapat defect dari dinding anterior vagina disebabkan oleh mekanisme yang beragam seperti trauma pada daerah panggul seperti persalinan pervaginam atau tindakan pembedahan pada daerah panggul, konstipasi, peningkatan tekanan intraabdominal yang kronik, obesitas, menopause dan faktor genetik. Paritas dan obsitas sangat berhubungan erat dengan risiko terjadinya prolapsus dinding anterior vagina. Kerusakan syaraf didaerah dasar panggul yang menjadi penyebab kerusakan jaringan ikat turut mempunyai peranan.(1,2) Patofisiologi dan klasifikasi prolapsus dinding anterior vagina e a a e era a ta n s a en a i er e atan iantara ro ineko ogis mengenai susunan dan komposisi jaringan vagina anterior yang bern an en an kan n ke i at i ak en an t a wa iantara vagina anterior dan kandung kemih terdapat fascia yaitu fascia pubocervicalis merupakan bagian dari fascia pada tulang pelvis atau yang dinamakan sebagai fascia endopelvic. Pendapat lain menurut Weber dan Wolters berdasarkan hasil biopsi otopsi bahwa secara histologis dinding anterior vagina terdiri dari epitel, tunika muskularis, dan tunika adventitia, selanjutnya tunika adventitia ini berhubungan dengan tunika adventitia kandung kemih dan lebih dalam dari tunika adventitia adalah muskulus detrussor dan berakhir sebagai mukosa kandung kemih. Mereka tidak menemukan adanya fascia.(1) Dinding anterior vagina kesebelah lateral dilekatkan oleh fasia endoplevik ke “arcus tendineus fascia pelvic levator ani” ( ATFP ). Fasia ini e as ari te i awa si sis is an in ero atera os is en ke a

28

spina ischiadica kiri dan kanan. Dinding anterior vagina pada lumen vagina i a isi o e e ite sk a osa nonkeratini in an erak ir sa ai a ina ropria, lapisan tunika muskularis yang membungkus lamina propria adalah sel otot polos dengan struktur histologis terdiri dari kolagen dan jaringan elastin dalam jumlah sedikit. Hasil pemeriksaan immunohistokimia pada wanita penderita prolapsus dinding anterior vagina terdapat penurunan fraksi otot polos, disorganisasi bundle otot polos, dan menurunnya alpha – actin staining pada tunika mukularis pada dinding anterior vagina. Penyebab prolapsus dinding anterior vagina sampai saat ini belum dapat dipahami secara menyeluruh yang jelas adalah multifaktorial, adanya kerusakan otot ataupun jaringan ikat yang berfungsi sebagai stabilisasi dinding anterior vagina seperti halnya pada persalinan akan menimbulkan kerusakan pada otot dan jaringan ikat tersebut.(1,2) i o s an an a e atasi a enis ro a s s in in anterior va ina ait istention an is a e ent e ek ini a at ter a i sen iri sendiri atau bersamaan. Distensi dari sistokel akibat dari kerusakan didaerah tengah dinding anterior vagina, biasanya akibat sekunder dari overdistensi pada persalinan pervaginam, memberi gambaran dinding vagina tampak tipis an ti ak ite kan a an a r ae e a a e ite va ina ini ter isa ari t nika muskularisnya dan teregang, rugae ini akan menghilang dan epitel vagina menjadi tipis. Bentuk sistokel yang lain adalah sistokel displacement sebagai aki at ari ter e asn a a isan roe astin in in atera va ina ari ke a ATFP baik didaerah apek ataupun secara komplit, kelainan ini dinamakan defek paravagina. Pada defek ini dinding anterior vagina masih terdapat rugae. i ar son an kawan kawan en a arkan e ek tranversa terjadi akibat terlepasnya tunika muskularis atau jaringan ikat dikompartement anterior ari er ekatann a a a ervi a rin ari arin an ro sk er kompleks ligamentum sakrouterina, defect ini menghasilkan sistokel yang besar. Defek yang lain adalah didaerah distal akibat uretra terlepas dari perlekatannya pada diafragma urogenital atau membran perineum. Defek ini tampak berupa uretrokel.(1)

29

I

I

an a istoke

I

O

istoke

entra

istoke

atera

Gambar 1. Jenis-jenis sistokel(1)

Gambaran klinik5 Hal yang sangat penting diperhatikan bagi seorang pemeriksa dalam melakukan evaluasi seluruh aspek disfungsi dasar panggul adalah mengenai defek yang ditemukan ataupun masalah lainnya seperti inkontinensia urin. Banyak penderita dengan kerusakan pada dinding anterior vagina mengeluhkan gejala yang berhubungan dengan turunnya dinding anterior vagina seperti keluhan kesulitan pengosongan kandung kemih atau inkontinensia urin. Keluhan yang berhubungan langsung dengan prolapsus dinding anterior vagina seperti rasa berat didaerah vagina, vagina terasa penuh, teraba benjolan divagina, nyeri pinggang, kesulitan duduk, spotting ataupun dispareunia. Banyak wanita membutuhkan manipulasi dengan jarinya sendiri ataupun dengan meningkatkan tekanan intra abdominal atau intravaginal seperti meneran untuk en oson kan kan n ke i a a saat erke i erin seoran wanita mengeluh kesulitan mengosongkan kandung kemih secara komplit, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme kingking antara uretra dan dinding anterior vagina sehingga memberikan gambaran obstruksi aliran urin akan meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Pemeriksaan klinik lainnya yang

30

penting adalah adanya keluhan berkemih seperti urgensi, frekuensi, ataupun riwa at en akit an si ni kan an riwa at e e a an serta en o atan (1) Pemeriksaan Fisik dan Penunjang e eriksaan sik an i ak kan a a a nt k ene kan(3) 1. Adanya defek yang mengakibatkan sistokel tipe sentral 2. Penurunan area dinding anterior vagina dibawah “bladder neck” atau leher kandung kemih 3. Penurunan serviks dan atau bagian apeks vagina anterior 4. Ada atau tidaknnya sulkus yang meluas ke arah anterolateral, menandakan adanya defek dari ATFP Pemeriksaan panggul pada penderita prolapsus organ panggul dilakukan dalam satu atau lebih dari tiga posisi, Pemeriksan dalam posisi litotomi an a in serin kita ak kan e ain it e eriksaan k an er iri dengan tenaga yang sama, tes valsava berulang dan tenaga meneran yang maksimal akan memberikan hasil temuan yang optimal. Pemeriksaan inspeksi pada genitalia eksterna merupakan pemeriksaan utama. Pemeriksa harus menggambarkan benjolan yang keluar ataupun abnormalitas yang ditemukan. tro ata ene a an ari in in va ina era an an ata n er a an istro ata n esi an ikete kan ar s i atat e ian en erita diperintahkan untuk meneran dan pemeriksa membuka labia secara gentle. Apabila pemeriksa mendapatkan kesulitan memperoleh hasil prolapsus secara keseluruhan, penderita sebaiknyanya diperiksa sambil berdiri dengan sebelah kakin a ian kat e i tin i ari kaki ainn a ek an i er nakan adalah sims spekulum posterior tergantung pada ukuran vagina. Dengan e er nakan s ek i s in in osterior va ina itekan ke awa sehingga pemeriksa dapat melihat kedua sulkus anteroposterior didaerah pertengahan vagina akan bergeser kebelakang kearah spina ischiadica, masing masing sulkus anteroposterior vagina ini menggambarkan perlekatan fascia pubcervicalis pada ATFP sepanjang kedua belah dinding lateral panggul. Pada prolapsus dinding anterior vagina umumnya dicari penurunan rotasi dari bladder neck. Temuan ini berguna untuk memprediksi adanya hipermobilitas dari uretra dengan menggunakan “cotton swab test”. (1) Untuk membedakan apakah sistokel itu tipe sentral atau paravaginal, pemeriksaan dilakukan dengan cara menempatkan ring forceps pada sulcus

31

lateral dan sudutnya ditekan ke posterior kearah spina¸ sehingga bagian lateral vagina akan kembali ke ATFP dan dinding vagina anterior bagian tengah akan ikut terangkat. Kemudian penderita disuruh meneran, apabila tidak terdapat ro a s s erarti ker sakan ini er akan ti e arava ina tress inkontinensia urin biasanya merupakan gejala tersembunyi pada prolapsus dinding anterior vagina, sehingga pemeriksaan adanya stress inkontinensia urin perlu dicari dengan cara test batuk yang berulang-ulang dengan menekan sistokelnya.(1) ete a e ak kan ana nesis an e eriksaan sik se ara en e r pemeriksaan urine analisis perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi saluran kemih pada setiap penderita dengan gangguan berkemih. Jika keluhan inkontinensia urin ini bersamaan muncul dan menjadi masalah, pemeriksaan urodinamik harus dilakukan sebelum dilakukan pengobatan. Jika penderita tidak mengeluh adanya gangguan berkemih pada sistokel derajat 3 atau lebih, pemeriksaan fungsi uretra perlu dilakukan secara bersamaan dengan cara mengurangi derajat sistokelnya. Hal ini sangat penting karena pada wanita dengan sistokel yang berat keluhan inkontinennya tidak muncul akibat adanya kingking dari uretra.(1) Terapi Sistokel 1. Kolporaphi Anterior: Koreksi secara anatomi dari sistokel umumnya untuk mengurangi keluhan akibat dari turunnya dan penekanan, serta biasanya akan memperbaiki fungsi berkemih bila gangguan berkemih menyertai defek tersebut. Jika kelainan tunggal yaitu berupa defek didaerah garis tengah kita dapat melakukan eksisi a a in in va ina an e a an e ak kan ikasi a a e ek ebagian besar defek anterior tipe sentral ini memerlukan diseksi yang luas pada daerah vesikovaginal space, dengan bersama sama melakukan diseksi mukosa va ina an a isan s kosa ari a isan ro sk er keara atera en a i e ek terse t e an tn a i ak kan ikasi i aera ten a an e ak kan eksisi kelebihan mukosa vagina dan akhirnya menutup mukosa vagina. Bila pada penderita ini terdapat keluhan stress inkontinensia urin perlu dilakukan s s ensi a er ne k se ara ersa aan saat kita e ak kan ko ora anterior ek rensi teknik tra isiona ini ervariasi ari sa ai engan penambahan materi mesh, akan meningkatkan keberhasilan mencapai 12

32

– 18 % bila dibandingkan tindakan yang standard tanpa mengunakan mesh.(3) 2. Paravaginal Reparasi Pada tindakan ini dilakukan “reattachment sulkus vaginal lateralis” ke fascia obturator internus, atau pada beberapa kasus dilakukan ke ATFP. Tindakan ini biasanya dilakukan tranvaginal atau retropubic baik secara perabdominal ataupun perlaparoskopi. Prosedur ini cukup esensial dalam mempertahankan anatomi yang normal, meskipun prosedur ini tidak praktis dalam membangun kembali hubungan jembatan antara defek fascia endopelvik dengan dinding panggul. Keberhasilan tindakan ini mencapai 80-90 %. Merupakan hal yang sulit apabila tindakan ini dilakukan bersamaan dengan kolpora anterior a a kas s sistoke sentra en an a an a e ek atera is karena repair didaerah sentral akan mengurangi dimensi tepi tepi dinding vagina anterior sehingga akan menyulitkan tindakan mengsuspensi bagian lateral vagina lebih ke lateral. Untuk mengatasi hal ini maka penggunaan mesh sangat dibutuhkan untuk menopang dinding anterior serta memperkuat jaringan ikat anterior paravagina. 3 3. Abdominal Repair Pada “defect anterior” teknik abdominal reparasi digunakan pada saat melakukan prosedur abdominal sakrokolpopeksi, mesh yang digunakan berbentuk Y sehingga dapat memperbaiki prolapsus dinding anterior secara er akna istoke ra e se ara n ata en a i ra e a a i a i nakan es e a a e ak kan rose r ini kan n ke i isisi kan ari in in anterior vagina secara tajam dan dilakukan eksisi berbentuk baji sebelum menutup, sehingga hal ini akan memperbaiki prolapsus dinding anterior derajat sedang.(1) impulan istoke ter a i aki at a an a e ek ari in in anterior va ina an mengakibatkan turunnya kandung kemih kedalam vagina. Faktor risiko yang paling berperan terjadinya sistokel adalah trauma terhadap dinding anterior vagina seperti persalinan pervaginam yang traumatis ataupun adanya tindakan pembedahan didaerah pelvis, disamping faktor risiko lainnya seperti konstipasi, peningkatan tekanan abdominal yang kronis, obesitas, menopause serta faktor genetik.

33

Berdasarkan tempat kerusakan dinding anterior vagina terdapat berbagai jenis sistokel yaitu sistokel sentral terjadi akibat kerusakan jaringan dinding anterior di daerah pertengahan yang mengakibatkan kerusakan dari fascia pubcervicalis, sistokel lateralis terjadi kerusakan daerah paravagina dengan ditandai adanya kerusakan perlekatan vagina pada Arcus Tendineus Fascia Pelvis serta sitokel tranversa terjadi kerusakan akibat terlepasnya tunika muskularis atau jaringan ikat dikompartement anterior dari perlekatannya pada cervical ring ari arin an ro sk er ko eks i a ent sakro terina Diagnosis sistokel ditegakkan berdasarkan keluhan penderita seperti adanya benjolan divagina yang dirasakan berat atau teraba oleh penderita, kadangkala keluhan ini disertai dengan ganguan berkemih seperti kesulitan mengosongkan kandung kemih, inkontinensia urin ataupun terjadi infeksi saluran kemih er an a a e eriksaan sik er i ari 1. Adanya defek yang mengakibatkan sistokel tipe sentral 2. Penurunan daerah dinding anterior vagina dibawah leher kandung kemih (bladder neck) 3. Penurunan serviks dan atau bagian apeks vagina anterior 4. Ada atau tidaknnya sulkus yang meluas kearah anterolateral, bila ada menandakan adanya defek dari ATFP Koreksi secara anatomi dari sistokel umumnya untuk mrngurangi keluhan akibat dari turunnya dan penekanan, serta biasanya akan memperbaiki fungsi berkemih bila gangguan berkemih menyertai defek tersebut. Bila pada penderita ini terdapat keluhan stres inkontinensia urin perlu dilakukan suspensi leher kandung kemih secara tepat bersamaan dengan saat kita melakukan ko ora anterior in akan ini a at i ak kan erva ina era o inal maupun perlaporoskopi. Daftar Kepustakaan 1. o n a iss nterior wa s ort e e ts In ent n i wi t e itor Oster ar s ro ne o o an e vi floor s n tion t e i a e ia i in ott i ia s Wilkins; 2007. p. 463-78 2. Handa VL. Physiology and pathophysiology of disorders of pelvic s ort In ent n i wi t e itor Oster ar s ro-

34

ne o o an e vi floor s n tion t e i a e ia i pincott Williams & Wilkins; 2007. p. 417-21 3. i ter arner e vi or an ro a se In erek e itor erek novaks nae o o t e i a e ia i in ott i liams & Wilkins; 2007. p. 897-934 4. ekna i O ree an an a ia nosti testin o isorers o e vi s ort ent n i wi t e itor Osterar s ro ne o o an e vi floor s n tion t e ia eia i in ott i ia s i kins 5. n i e ini a eva ation o e vi or an ro a se In ent n i wi t e itor Oster ar s ro ne o o an e vi floor s n tion t e i a e ia i in ott i liams & Wilkins; 2007. p. 422-39 6. arra a ina o erations or ro a se In a is arram MM. Atlas of pelvic anatomy and gynecology surgery. Philadelia sevier a n ers

35

PROLAPS UTERI Mohd Rizkar Pendahuluan Prolaps uteri dapat disamakan dengan suatu hernia, yaitu uterus turun ke dalam vagina, bahkan mungkin keluar liang vagina yang disebabkan oleh melemahnya otot-otot dasar panggul, ligamentum dan fasia yang menyokong uterus.1 Prolaps organ panggul merupakan kondisi yang mempengaruhi kualitas hidup wanita. Persentase prolaps uteri mencapai 35 – 50% wanita dan kejadiannya semakin meningkat seiring meningkatnya paritas dan usia. Diperkirakan 50% wanita yang telah melahirkan akan menderita prolapsus genitalia, dan hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani operasi adalah kasus prolaps genitalia. Kasus prolaps uteri ini akan meningkat jumlahnya karena usia harapan hidup wanita juga meningkat.1 e a ene itian ter a a 16000 pasien, didapatkan 14,2% menderita prolaps uteri. Penelitian lainnya mengungkapkan estimasi 11% dari seluruh wanita mempunyai risiko akan menjalani operasi prolaps organ panggul.2,3 i erika erikat sia an ihubungkan dengan kejadian operasi prolaps uteri adalah wanita usia di atas ta n ait ro a s teri er wanita at ene itian i In gris, insidensi tahunan operasi prolaps uteri adalah 2 per 1000 orang.2 Hal ini menunjukkan angka operasi yang tinggi dibandingkan prosedur operasi yang lainnya yang dilakukan pada wanita. Hal ini merupakan fenomena gunung es karena angka tersebut hanya menunjukkan wanita yang menjalani operasi prolaps uteri saja. Angka tersebut tidak termasuk wanita dengan prolaps uteri yang tidak menjalani operasi, wanita yang dirawat bukan karena prolaps uteri dan wanita yang tidak pernah berobat. Kurang lebih 200.000 operasi prolaps teri i ak kan i erika erikat setia ta nn a 2,3 e a ian ro a s teri i In onesia e an ak ite kan atan a en r t a oran ta nan a ian O stetri an ineko o i asan a ikin tahun 2007, kejadian prolaps uteri selama tahun 2007 terdapat 30 kasus.4 e era a aktor entin a a ke a ian ro a s teri a a a aktor usia, hormon estrogen, kerapatan kolagen, cedera melahirkan, obesitas, batuk kronis, dan konstipasi kronis. Faktor – faktor tersebut mempengaruhi ligamentum, otot dasar panggul, organ-organ panggul, dan fasia.2

36

Anatomi dasar panggul Anatomi panggul terdiri atas tulang, otot, ligamentum dan organ-organ yang berperan pada fungsi normal panggul. Ligamentum, otot, dan fasia membentuk sistem muskulo-elastis yang memberikan bentuk dan fungsi pada organ dasar pelvis.5 iste en okon or an an ter etak iantara eritone arieta e dan fascia parietale yang melapisi otot – otot dasar panggul, yang bertujuan untuk memelihara hubungan antara cerviks dengan vagina, vesika urinaria dengan uretra, rektum dengan anal kanal dan antar organ – organ pelvis. iste en okon or an e vis ini ter iri ari as ia en o e vis evator 5 ani, membran perineum dan genitalia eksterna. Wanita normal dengan posisi berdiri, maka vesika urinaria, dua pertiga atas vagina dan rektum berada dalam axis horisontal, terutama pada saat adanya peningkatan tekanan panggul. Levator plate yang dibentuk oleh m. pubokoksigeus dan m. iliokoksigeus, terletak paralel dengan organ – organ tersebut dan berfungsi menarik rektum, vagina dan uretra ke anterior (ke arah tulang pubis) dan sebagai penyokong utama organ panggul (mencegah terjadinya prolaps organ panggul). Pada keadaan seperti ini, jaringan – jaringan ikat penyokong organ panggul mendapat tension minimal. Hilangnya fungsi m. levator ani adalah awal dari mekanisme terjadinya prolaps uteri.5,6 Tulang dan jaringan ikat merupakan struktur utama panggul. Jaringan ikat terdiri dari ligamentum dan fasia. tr kt r arin an ikat ik asi kasikan en a i ti a eve akni 5,6 a. Jaringan penyokong panggul proksimal (De Lancey I) eve I ini er akan a is vertika atas an en n kan a eks va ina an serviks a a in in an eve I ter iri atas ko pleks ligamentum sakrouterina - ligamentum kardinale dan fasia puboservikal. Kerusakan pada penyokong ini menyebabkan penurunan apeks vagina, uterus, prolaps vagina dan enterokel. b. Jaringan penyokong panggul tengah (De Lancey II) eve II er okasi a a i va ina er akan a is orisonta an tersusun dari ligamentum pubouretra, hubungan jaringan ikat fasia endopelvik dengan arkus tendinea fasia panggul serta superior fasia dengan levator ani (fasia rektovaginal). Jaringan penyokong panggul

37

tengah berjalan dari spina ischiadica ke aspek posterior tulang pubis, yang menyokong vesika urinaria, dua pertiga atas vagina dan rektum. Ligamentum pubouretra berasal dari ujung bawah permukaan posterior si sis is an e as se erti ki as ke e ia ait ke iduretra dan ke lateral ke dalam otot pubokoksigis dan dinding vagina. rk s ten inea asia an er akan i a ent ori onta an erasa ari s erior i a ent o retra a a si sis bis dan meluas ke spina ischiadika. Vagina dipertahankan pada fasia pelvis arkus tendinea oleh fasianya. Kerusakan pada penyokong midpelvik ini menyebabkan sistokel. c. Jaringan penyokong panggul distal (De Lancey III) eve III ini er akan a is vertika awa ait va ina an retra dipertahankan pada posisinya oleh fasia endopelvik yang menghubungkan arkus tendinea fasia panggul dengan fasia medial levator ani (ligamentum uretra eksternal). Muskulus levator ani (pubokoksigeus dan iliokoksigeus), membran perineum dan badan perineum menyusun diafragma penyokong yang menaikkan organ-organ ini. Jaringan penyokong panggul distal berjalan tegak lurus dengan bidang hiatus levator, urogenital dan anal trangle serta menyokong orientasi vertikal sepertiga bawah vagina, uretra dan anal kanal. Ligamentum uretra eksternal mempertahankan meatus uretra eksterna pada permukaan anterior ramus pubis desendens. Ligamentum ini meluas ke atas ke klitoris dan ke bawah ke ligamentum pubouretra. - Otot dasar panggul Otot dasar panggul terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan atas, tengah, dan bawah. Lapisan atas terdiri dari otot pubokoksigis di anterior dan lempeng levator ani di posterior. Lapisan tengah terdiri dari otot longitudinal anus, yaitu sebuah otot lurik yang tidak berhubungan dengan rektum, akan tetapi menghubungkan lapisan otot atas dan bawah. Lapisan bawah terdiri dari otot yang ter etak i e ran erine s nkter ani eksterna an e en evator ani 5,6 posterior. Dinamika fungsi dasar panggul, otot dasar panggul terdiri atas serat kejutan lambat yang penting untuk mempertahankan bentuk, struktur, dan penutupan organ panggul. Otot dasar panggul bekerja meregangkan dan mengangu-

38

lasikan organ panggul ke depan dan ke belakang sehingga dapat menurunkan tekanan intraabdominal. Hal ini untuk mencegah terjadinya prolaps uteri. Otot yang sama bekerja dalam penutupan uretra dan anus.5 e erti a ista retra san at e ekat a a in in anterior va ina an bagian distal dinding posterior vagina sangat melekat pada badan perineum dan dinding anterior rektum. Bagian atas uretra, vagina, dan rektum tidak berhubungan satu dengan yang lain. Kebebasan pergerakan ini menjadikan organ dapat teregang dan hal ini penting dalam pembukaan dan penutupan. 5 Pada kondisi istirahat, penutupan terjadi karena serat kejutan lambat ketiga regangan otot vagina terhadap ligamentum pubouretra di anterior dan ligamentum sakrouterina di posterior. Bagian distal vagina diperkuat oleh otot pubokoksigis dan bagian proksimal oleh lempeng levator dan otot longitudinal anus. Menurunnya elastisitas vagina dan kontraksi otot kejutan lambat mempertahankan penutupan uretra. 5 Basis kandung kencing, vagina atas, dan rektum tampaknya teregang ke depan dan ke belakang oleh kontraksi lempeng levator dan angulasi ke bawah oleh batas anterior. Lebih lanjut, vagina distal dan uretra tampak tertarik ke depan. Kekuatan otot longitudinal anus bekerja langsung terhadap ligamentum sakrouterina. Kekuatan ke depan oleh otot pubokoksigis dan ke belakang oleh lempeng levator bekerja terhadap ligamentum pubouretra. 5 Uretra dan leher kandung kencing dibuka oleh angulasi ke bawah lempeng levator sehingga menyebabkan peregangan ke bawah vagina dan rektum. 5 Prolaps uteri e nisi prolaps uteri adalah turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis yang disebabkan oleh melemahnya otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani, ligamentum-ligamentum, dan fasia yang menyokong uterus, sehingga uterus turun ke dalam vagina (prolaps inkomplit) dan mungkin keluar dari vagina (prolaps komplit).2,5,7,8 Etiologi Etiologi pasti prolaps uteri masih diteliti, dan beberapa peneliti menyetkan a wa ter a at n an antara ro a s teri en an ke a ian sio ogis dan traumatis. 5 Terdapat beberapa etiologi melemahnya struktur otot dan ligamentum penyokong ter s ait

39

1.

sia e akin erta a n a sia aka ton s otot akan en a a i penurunan.1,2,5,9 i erika erikat i a atkan ata a wa sia an dihubungkan dengan kejadian prolaps uteri adalah wanita usia di atas 50 tahun, yaitu 2,7-3,3 prolaps uteri per 1000 wanita.2 2. Cedera saat melahirkan, terutama bila wanita mempunyai banyak anak atau mempunyai riwayat melahirkan bayi besar (lebih dari 9 pon). Menurut beberapa penelitian, cedera saat melahirkan per vagi-

3.

4.

5.

6.

nam akan meningkatkan risiko terjadinya prolaps uteri bila wanita tersebut telah melahirkan tiga anak atau lebih. Proses pematangan dan dilatasi serviks pada saat melahirkan terjadi melalui aktivasi beberapa kolagen dan elastase sehingga mengurangi matriks jaringan ikat serviks.1,2,5,8 nor a itas ko a en a a sat aktor entin a a ke a ian rolaps uteri yaitu kolagen. Kolagen ini merupakan struktur kompleks yang memberikan kekakuan pada struktur dasar pelvis. Kelainan kolagen kongenital terdapat pada sindrom Marfan dan sindrom EhlerDanlos.2,5,9 Perubahan estrogen. Organ urogenital dipengaruhi oleh estrogen. Terdapat dua reseptor estrogen yang berperan pada kejadian prolaps uteri an inkontinensia rin ait rese tor estro en k asik an rese10,11 tor estro en ke a as a a ene itian en nakan ata ase rvei asiona a akit wanita an en a ani o erasi ro a s teri er akan ras Afrika-Amerika, 81% kulit putih, dan 16% ras tidak diketahui. 12 Faktor lain yang merupakan etiologi prolaps uteri adalah faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tekanan pelvis yaitu obesitas, batuk kronik, dan konstipasi kronik.2,5,9

Gejala Gejala yang sering ditemui pada pasien dengan prolaps uteri adalah turunnya peranakan atau peranakan keluar dari vagina, perasaan adanya benda yang menonjol atau mengganjal di genitalia eksterna, sakit/ nyeri pinggang dan bila disertai dengan sistokel ataupun rektokel maka dapat ditemukan gejala-gejala sistokel ataupun rektokel tersebut.1,2,5 istoke er akan ernia kan n ke i ke a a va ina karena

40

ke e a an asia oservika is istoke a at e erikan e a a serin berkemih sedikit-sedikit, perasaan seperti kandung kemih tidak dapat dikosongkan seluruhnya, tak dapat menahan kencing jika batuk atau mengejan. Bila sistokel membesar maka dapat terjadi retensio urine.1,2,5 ektoke ait ernia in in e akan va ina ke a a va ina karena kelemahan otot levator ani dan fascia rektovaginal. Penderita rektokel ini biasanya mengeluhkan susah buang air besar (konstipasi) karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.1,2,5 Evaluasi Pasien diperiksa dengan posisi dorsal litotomi. Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi vulva dan vagina. Hal yang dicari adalah erosi ataupun ulserasi pada epitel vagina. Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi secepatnya, ulkus yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi. Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk mengetahui derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dulu sebelum diinsersikan inspekulum. Pasien disuruh untuk valsava atau batuk untuk menentukan apakah porsio turun dalam vagina sejauh mana dari introitus vagina. Pemeriksaan rektovagina perlu dilakukan untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps uteri. Bila pada pemeriksaan diatas tidak menunjukkan tanda prolap maka pemerikssaan dengan pasien berdiri diatas meja akan membantu diagnostik adanya prolaps uteri. Sistem derajat prolaps organ panggul The International Continence Society, The American Urogynecologic Society, dan The Society of Gynecologic Surgeons telah menyetujui suatu sistem terstandarisasi untuk mendeskripsikan prolaps organ pelvis yakni Pelvic Oran ro a se anti ation s ste ata siste O nt k e eriksaan POP-Q ini, wanita berada dalam posisi litotomi. Derajat beratnya prolaps uteri diukur dalam sentimeter menggunakan suatu titik pada vagina relatif terhadap i en at titik i roksi a iatas i en i er it n kan ne ati isa titik i se e a ista i awa i en i er it n kan ositi isa +3 cm) dan titik setinggi himen merupakan 0 cm.8,10,13 iste O ter iri ari titik entin 8,10,13, lihat 1. Titik Aa.

41

Titik Aa merupakan titik pada pertengahan dinding vagina anterior roksi a ari eat s retra eksterna e ara e nisi jarak posisi titik Aa ini terhadap hymen adalah -3 sampai +3 cm. 2. Titik Ba. Titik Ba merupakan titik yang menunjukkan posisi paling distal bagian atas anterior vagina manapun dari tumpul vagina atau forniks va ina anterior ter a a titik a e ara e nisi titik a a a a dengan tidak adanya prolaps uteri dan mempunyai nilai positif yang sama dengan posisi tumpul vagina pada pasien post vaginal histerektomi total. 3. Titik C. Titik C merupakan titik yang menunjukkan ujung paling distal serviks atau ujung tumpul vagina setelah histerektomi total. 4. Titik D. Titik D merupakan titik yang menunjukkan lokasi forniks posterior pada wanita yang masih mempunyai serviks. Hal ini merepresentasikan level ligamentum sakrouterina berhubungan dengan serviks posterior proksimal dan merupakan titik untuk mengukur kegagalan suspensorium kompleks ligamentum sakrouterina dan kardinale dari elongasi serviks. Titik D digunakan bila tidak terdapat serviks.

a ar i sites oints a an enita iat s perineal body (pb), and total vaginal lengh (tvl) used for pelvic organ support quantitation. ro attiasson o et a e stan ari ation O ter ino o o e a e e vi or an ro a se an

e vi floor

s n tion

O stet

ne o

Gambar 2. Enam titik pada staging POP-Q

42

Gambar 3. ta i

Skema 3x3 staging POP-Q

ro a s teri i a i en a i sta i ait 10 1. Stadium 0: tidak tampak prolaps uteri. Titik Aa, Ap, Ba, dan Bp semuanya -3 cm dan titik C atau D terletak di antara –TVL (total vaginal length) dan –(TVL-2)cm. 2. Stadium I: kriteria untuk stadium 0 tidak ditemukan, tapi bagian distal prolaps > 1cm di atas level hymen. 3. Stadium II: a ian a in ista ro a s teri roksi a atau distal hymen. 4. Stadium III: bagian paling distal prolaps uteri > 1 cm di bawah hymen tetapi tidak menurun lebih dari 2 cm dari TVL. 5. Stadium IV: eversi komplit total panjang traktur genitalia bawah. Bagian distal prolaps uteri menurun sampai (TVL-2)cm.

43

Gambar 4. Skema eversi komplit vagina

Gambar 5. Skema pada defek penyokong anterior dan posterior

44

Penatalaksanaan e erti te a i e askan en e a ro a s teri se ara aris esar isebabkan karena rusaknya struktur penyokong panggul, perburukan integritas jaringan dan disfungsi neuromuskular. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penatalaksanaan prolaps uteri adalah untuk menguatkan dan menjaga organ panggul tetap pada posisinya. penatalaksanaan prolaps uteri sendiri dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan bedah. Terapi ini dipilih berdasarkan beratnya kondisi penyakit, kondisi kesehatan penderita, usia, dan keinginan mempunyai anak.5,13,14 a. Terapi konservatif e ati an otot asar an e ati an otot asar an te a ianjurkan untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan panggul sejak tahun 1861. Meskipun demikian, adalah Arnold Kegel yang menemukan pendekatan olahraga dasar panggul terstandarisasi. Caranya adalah dengan mengencangkan otot panggul selama beberapa detik lalu merelaksasikannya, hal ini diulang 10 kali dan dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Kegel menggunakan perineometer balon sederhana sebagai alat biofeedback untuk meningkatkan usaha pasiennya dalam melatih otot otot asar an ete a e era a ta n e e e a orkan a wa angka kesembuhan total adalah 84% pada lebih dari 500 pasien. Lebih lanjut, Greenhill menyatakan bahwa pelatihan otot dasar panggul juga berguna untuk mencegah dan menangani inkontinensia urin dan meningkatkan sensasi sexual. 5,13,14 • Pesarium Pesarium adalah alat yang terbuat dari silikon, yang berbentuk seperti donat, dipasang disekeliling atau di bawah serviks, dan dapat disterilisasi ulang. Alat ini membantu menaikkan uterus dan menjaganya tetap pada posisin a e a ian esar kas s ro a s teri a at itan ani en an e asangan pesarium. Pesarium ini harus dibersihkan secara teratur dan dikeluarkan sebelum hubungan seksual. Terdapat banyak tipe dan ukuran pesarium yang dapat digunakan tetapi tidak ada standarisasi khusus tentang tipe dan ukuran mana yang sesuai untuk prolaps uteri yang bermacam-macam sehingga perlu beberapa kali trial and error. Pesarium cincin sesuai untuk prolaps uterovaginal dan merupakan pesarium yang paling mudah untuk dikeluarkan dan

45

ditempatkan sendiri oleh pasien. Pesarium Gellhorn terkadang berhasil digunakan pada prolaps bila pesarium cincin tidak dapat digunakan tetapi penggunaannya lebih sulit untuk pasien mengeluarkannya sendiri. Pada penggunaan pesarium yang dapat dikeluarkan dan ditempatkan sendiri oleh pasien, pasien harus kontrol tiap 3 bulan. Bila pesarium yang digunakan dapat meringankan gejala pasien dan erosi vagina maupun ulserasi tidak terjadi, interval pemeriksaan a at i er an an en a i tia ta n e an kan a a en naan pesarium yang tidak dapat dipindahkan sendiri oleh pasien, maka pasien kontrol tiap 3 bulan dan bila pesarium bekerja baik serta tidak terjadi erosi maka kontrol selanjutnya tiap 3 bulan. 5,13,14 b. Terapi bedah Tujuan pendekatan operatif adalah untuk mengurangi gejala-gejala defek penyokong dasar panggul dan untuk memaksimalkan fungsi kandung kencing, saluran cerna dan alat genital. Dalam penatalaksanaan operatif ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terapi berlebihan karena dapat menyebabkan masalah baru. Oleh karena itu, pemeriksaan sistematis kompartemen anterior, posterior dan daerah apikal dasar panggul harus dilakukan sebelum operasi dan setiap defek harus diperbaiki secara hati-hati.15 Jenis reparasi operatif untuk prolaps organ panggul adalah:15 1. Reparasi obliteratif en t an an iin ikasikan a a In ikasi e is nt k o erasi sin kat In ikasi e is nt k en naan anestesi oka re iona - Tidak menginginkan fungsi sexual 2. Reparasi restorasi nato is an a at i ak kan a a i a - Fascia-fascia panggul masih adekuat - Otot-otot dasar panggul masih adekuat - Masih menginginkan fungsi sexual 3. Reparasi kompensatori, an iin ikasikan a a Prolaps organ panggul berulang Otot-otot dasar panggul lemah an a en e a ro a s an ter s ener s isa en akit kronis)

46

Reparasi obliteratif e air o iterati e i ti ko ok eisis tota ata arsia an ko ekto i Teknik parsial kolpokleisis merupakan variasi dari operasi yang pertama kali diperkenalkan oleh Lefort pada tahun 1877.15 Reparasi restorasi dan kompensatori Prolaps apikal Banyak teknik untuk menggantung apeks vagina. Untuk penderita dengan kekuatan otot-otot dasar pelvis yang baik yang diperiksa melalui pemeriksaan klinik dan pertimbangan fasia endopelvik yang baik, pendekatan pervaginam menggunakan jaringan asli mungkin lebih tepat.15 Kuldoplasti McCall McCall mempopulerkan teknik suspensi uterosakral pada tumpul vagina dihubungkan dengan kuldoplasti posterior ekstensif.15 Suspensi uterosakral s ensi terosakra a at i ak kan era o ina ata er a arosko i ara ini memilki keuntungan dalam mempertahankan uterus bagi pasien yang menolak histerektomi.15 Suspensi ileokoksigeus Pada keadaan yang tidak mungkin memvisualisasi ligamentum uterosakral ata ika i a net terse t erk ran seka i asia I eokoksi e s se ikit di anterior spina iskhiadika dapat digunakan untuk menggantung tumpul vagina.15 Kolpopeksi sakral Wanita dengan pengurangan fasia, berkurangnya kekuatan otot dasar pelvis, ata en an stress sik erat an se an er an s n se aikn a i ak kan teknik penggantungan tumpul dengan menggunakan penyokong pengganti. Teknik kolpopeksi sakral, yakni meletakkan penyokong apikal normal dengan interposisi dari sebuah penggantung penghubung baik dari fasia autologos maupun bahan sintetik diantara prolaps vagina dan sakrum anterior.15 Daftar Kepustakaan 1. ni a ro a s s a at enita ia a a oso rawiro antoso I sa a in ni a itor k ar ro ineko o i akarta ivisi ro ineko o i ekonstr ksi e arte en O stetri

47

an ineko o i ak tas e okteran niversitas In onesia Cipto Mangunkusumo; 2002.h.70-6. 2. nne n overview o e vi or an ro a se a a nne in a ose et a O e ro ne o o ew ork raw i 3. Walters MD, Weber AM. Anterior vaginal prolapse with and wito t en ine stress in ontinen e a a in a avi e t ook

4. 5.

6.

7.

8.

9.

10.

48

o e a e ro o an ro nae o o on on artin nit t 2001. h587-96. a oran ta nan o stetri an ineko o i etros e e a e e vi floor n tion s n tion an ana eent a or in to t e inte ra t eor n e ition er an rin er e i in er a ei e er o ers nato o e vi s ort a a ent Oster ar n i wi t e itors Oster ar s ro ne o o an e vi floor s n tion t e ition i a e ia i in ott i iams and Wilkins; 2002.h.19-33 ni a ro a s s teri a a ke a i an a a oso rawiro antoso I sa a in ni a itor k ar ro ineko o i akarta ivisi ro ineko o i ekonstr ksi e arte en O stetri an ineko o i ak tas e okteran niversitas In onesia i to an nk s o oates tan ar i ation o t e es ri tion o e vi or an ro a se a a ent Oster ar n i wi t e itors Oster ar s ro ne o o an e vi floor s ntion t e ition i a e ia i in ott i ia s an i kins 2002.h.95-101 wi t i e io o o e vi or an ro a se a a ent Oster ar n i wi t e itors Oster ar s ro neo o an e vi floor s n tion t e ition i a e ia i pincott Williams and Wilkins; 2002.h.35-42 ark es ri tion an assi ation o ower rinar tra t sn tion an e vi or an ro a se In ark i ke Urogynecology and reconstructive pelvic surgery. Mosby Elsevier,

11.

ini a in O stet ne 12. an ka to s a ar e ata a n 13. i er an

eva ation o wo en wit e vi s ort e e ts o e ene ee re i tive va e o ro a se s ase st Int ro ne o e vi oor s n t e vi or an ro a se in s r i a

orre tion o

e-

e ts in e vi s ort a a o k ones III e in e s o erative ne o o t e ition i a e ia i in ott i ia s and Wilkins; 2002.h.927-48 14. arre ons r i a ana e ent o e vi or an ro a se a a ent Oster ar n i wi t e itors Oster ar s ro ne o o an e vi floor s n tion t e ition ia eia i in ott i ia s an i kins 15. an oo en n i aa ent Oster ar ni wi t e itors Oster ar s ro ne o o an e vi floor s n tion t e ition i a e ia i in ott i ia s an Wilkins; 2002.h.409-29

49

ENTEROKEL Pribakti Budinurdjaja PENDAHULUAN a a sat ent k ari ro a s or an panggul adalah enterokel. Enterokel merupakan hernia dari lapisan kantong peritoneum yang didalamnya terdapat organ visera abdomen seperti usus halus dan omentum.1 Jadi enterokel berbeda dengan prolaps organ panggul lain karena pada prolaps organ panggul dimana organ-organ panggul turun atau masuk ke dalam liang vagina. Kejadian enterokel pertama kali dilaporkan pada tahun 1932 karena enterokel jarang sekali memperlihatkan gejala-gejala, baru setelah tahun 1973 kejadiannya enterokel semakin banyak dilaporkan. Fenomena ini semakin banyak dibahas didalam literatur ginekologi dengan meningkatnya dyssynergic defecation gastroenterologists dan ahli bedah kolorektal juga memfokuskan perhatiannya terhadap kelainan dasar panggul. Insi enn a e iketa i se ara asti a a wanita an te a en a a i histerektomi, didapatkan adanya hubungan kejadian timbulnya enterokel. Pada pemeriksaan 912 defecografy, terdapat 104 (11%) kasus dengan enterokel dimana 92% adalah pada wanita. Pada wanita yang mengalami enterokel tersebut juga mengalami rektokel, turunnya perineum, dan intususepsi rektal-rektal sebanyak 76% 2,3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI Enterokel sering terjadi setelah histerektomi vaginal atau abdominal dan n a karena ke e a an ari av o as aki at ro a s teri e erti diketahui Prolap Uteri merupakan prolaps bagian kompartemen tengah dan dapat bervariasi derajatnya dari minimal sampai yang berat yaitu prolaps uteri era at I ata rosi ensia versi asi ari in in va ina a at ter a i pada orang muda apalagi pada orang tua. Bila prolaps uterus terjadi sering disertai eversi, seperti, sistokel, enterokel, dan rektokel. Tipe yang paling umum eversi pada prolaps uteri adalah sistokel dan enterokel tanpa rektokel, karena septum rektovaginal masih utuh. Pada kompartemen posterior dari vagina bila ada rektokel kemungkinan letaknya pada distal, pertengahan atau bagian s erior va ina ata ko inasi ektoke etak ren a ise a kan a an a gangguan dari jaringan ikat dibagian distal dinding vagina posterior, pada

50

e ran erinea serta erinea o ektoke an ter a i a a erten ahan vagia atau rektokel yang letaknya lebih tinggi, kemungkinan kehilangan ari k n an atera ata a an a e ek a a se t rektova ina ektoke yang terletak tinggi juga mungkin akibat kehilangan dukungan vaginal bagian apikal (puncak). Enterokel posterior pasca histerektomi kemungkinan terjadi bersamaan dengan rektokel. Dalam pencegahan terjadinya enterokel, peranan ligamentum kardinale dan sakrouterina harus diperhatikan dan perlu dilakukan penyatuan ligamentum cardinal dan sakrouterina serta puncak vagina dengan baik, karena ini merupakan struktur anatomis pendukung yang paling penting.4,5,6 KLASIFIKASI Kebanyakan tipe enterokel posterior yaitu terletak antara vagina dan rektum. Tipe lain adalah enterokel anterior atau lateral yang lebih jarang terjadi. Enterokel dapat terjadi dengan atau tanpa prolap atau eversi vaginal; sedangkan eversi yang muncul bersama-sama dengan enterokel kira – kira 75% seperti terlihat pada gambar 1.4

Gambar 1. Tipe-tipe dari enterokel. A, enterokel posterior, kemungkinan kongenital, tanpa eversio vagina. B, Eversi dan pulsi dari enterokel mengikuti liang vagina. istoke an rektoke minimal C, Adanya eversi dari vagina dengan traksi enterokel, sistokel , dan rektokel. Panah en n kkan r an ari va ina isa r ari i o s entra o art ent e e ts In i os e ne o o i an O stetri r er t o is os 1030.)

Tipe enterokel umumnya memiliki karakteristik dan tergantung etiologinya. Enterokel kongenital, diperkirakan terjadi karena adanya kegagalan fusi atau pembukaan kembali lembaran peritoneal kebawah ke arah perine-

51

al. Pada pasca histerektomi dinding enterokel kemungkinan merupakan tipe si an ter oron en an enin katan tekanan intraa o ina Ini kemungkinan terjadi akibat kegagalan dalam memperhitungkan aspek superior dari fasia puboservikal dan rektovaginal, pada saat dilakukannya histerektomi. Enterokel yang dikaitkan dengan sistokel dan rektokel kemungkinan akibat dari “traksi” atau penarikan kebawah dari dinding vagina karena adanya prolaps organ uteri. Tipe terakhir kemungkinan bersifat iatrogenic setelah prosedur pembedahan yang mengubah aksis vagina, seperti prosedur Burch yang meluas sampai kedalam cul-de-sac. DIAGNOSIS Diagnosis enterokel kadang-kadang sulit dibuat karena kelainan ini adalah merupakan hernia ronga pritonium yang muncul dari ronga Douglass yang terletak diantara ligamen sakrouterina dan septum rektovaginal (Gambar.2). Pada beberapa kasus mungkin diperlukan pemeriksaan khusus yaitu dengan transluminasi karena dengan cara ini pada benjolan akan tampak bayangan usus halus didalam sakus atau kantong. Untuk membedakan enterokel an rektoke a at a i ak kan e eriksaan rektova ina Isi ari enteroke biasanya usus halus disertai omentum, dan isinya ini dapat berkurang atau terksasi karena a an a er ekatan eritone a a sak s 7

Gambar 2 . nteroke supports. In enson

52

an ro a ter s isa r ari on s e a ation o e vi e rrent O stetri an ne o o i ia nosis an reat ent 5th ed. Los Altos, CA, Lange Medical, 1984.)

GEJALA Karakteristik dari gejala klinis enterokel adalah nyeri panggul atau perasaan berat khususnya ketika dalam posisi berdiri, kesukaran mengalami e ekasi an erasaan ti ak a ias a n n eri an erasaan erat akan hilang pada posisi tidur , karena akan terjadi reposisi dari usus. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG Pemeriksaan enterokel baru akan tampak bila prolapsnya sudah tingkat berat, dan tidak dalam tingkatan yang lebih ringan. Kelemahan cul-de-sac dapat menyebabkan turunnya septum rektovaginal, sehingga dapat timbul enterokel yang terletak diatas spina iskiadika dan tidak mengandung usus halus. Dengan kehilangan penyokongnya, dinding epiteliumnya akan terlihat lebih terang, tipis dan mengalami distensi didalam usus halus. an at a aran s s halus ditemukan pada palpasi atau pristaltik yang terlihat untuk memastikan adanya enterokel. Membedakann antara enterokel dengan rektokel letak tinggi sukar ditentukan. Manuver-manuver lainnya yang dapat memperlihatkan enterokel pada bagian tengah vagina yaitu dengan menggunakan 2 spekulum untuk meretraksi dinding vagina kearah anterior dan posterior secara bersamaan. Palpasi dari septum rektovaginal dengan menggunakan jari telunjuk didalam ampula rektum dan ibu jari didalam vagina akan dapat menunjukkan sebuah tonjolan antara rektum dan vagina. Pemeriksaan pada pasien dalam posisi berdiri membuat enterokel akan lebih jelas. Dan merupakan cara yang efektif untuk membedakan antara prolaps, enterokel, dasar vagina, rektokel, defek perineum, dengan memasukkan jari telunjuk ke dalam rektum dan ibu jari kedalam vagina. Adanya prolaps dasar vagina dapat diduga dengan kembalinya dinding vagina ke tingkat lebih tinggi dari pelvis. Jika kantong peritoneum mengandung omentum atau teraba usus sigmoid akan turun diantara telunjuk dan ibu jari. (lihat gambar 3)

53

a ar ara e eriksaan enteroke isa r ari e ts In i o s e ne o o i an O stetri

i os r er t

entra o is

o

art ent eos

1006-1030.)

Enterokel dapat pula dilihat dengan baik dengan melakukan defekora karena a a e eko ra i er nakan iasan a kontras i erikan secara oral 1 jam sebelum tes dilakukan. Teknik yang terbaru , seperti dynamic t ree i ensiona an t ree i ensiona na i anorekta an I ina ik ter kti san at a er na erin n a enteroke i a atkan a a e eriksaan as a i ak kan ko ora osterior 2,4,5 TERAPI Terapi untuk memperbaiki enterokel adalah pembedahan atau konservatif (nonbedah) 1,4,6 Terapi Nonbedah Penggunaan Pessarium, pessarium kadang-kadang menolong sementara waktu, pada pasien dengan adanya prolaps genitalia yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pembedahan atau mereka yang belum memenuhi syarat o erasi se erti ereka an e i iki anak ke i ir a ata sia an t mungkin memerlukan perawatan tetap). Pasien paling suka menggunakan pessarium tipe cincin, donat karet atau beberapa tipe Gellhorn . Latihan kontraksi

54

otot pubokoksigeus yang isometrik menolong dalam mengembalikan tonus otot, akan tetapi bila tidak mungkin dilakukan tetapi dengan pembedahan . Terapi Bedah Tujuan dari bedah repair enterokel adalah (1) untuk mengetahui secara keseluruhan dan jika mungkin penyebabnya, (2) untuk melihat,memotong, memobilisasi, dan kemudian mengevakuasi atau mengobliterasi ke dalam kanton nt k en t ori i kant n en an i asi setin i ngkin yang bisa dan (4) untuk melihat semua indikasi repair yang memberikan ke nt n an a ek at ari awa nt k en t ori i kanton an nt k mengembalikan axis vagina bagian atas yang normal, jika axis mengalami defek, sehingga daerah yang sebelumnya mengalami herniasi akan kembali a a te at se an an a isan evator ori onta an o ekti s esi k ari tera i e a a a a 1. Mengembalikan anatomi dan fungsi normal 2. Mencegah berulangnya sebagai akibat dari pemikiran dan pengetahuan dari faktor penyebab 3. Terapi pembedahan yang cocok untuk keadaan penyakitpelvis, jika terindikasi 4. Mengetahui dan mengobati tiap penyulit medis yang terlibat Pendekatan Transabdominal Terapi bedah enterokel dapat dilakukan secara transabdominal sebagai prosedur primer. Prosedur primer ini seharusnya melakukan pengurangan dibagian atas dari sakus bila dimungkinkan, dan bila ligamentum sakrouterina masih ada harus disatukan digaris pertengahan. Bila ligamentum sakrouterina s kar ii enti kasikan karena enteroke an esar sete a i ak kan isterektomi sebelumnya, cul-de-sac kemungkinan akan mengalami obliterasi dengan penjahitan benang concentric purse-string pada fasia endopelvis. Hal ini yang harus dilakukan hati-hati untuk menghindari kerusakan ureter , rektum an ko on si oi Ini er akan rose r ter aik an karena en nana kan benang yang permanen.. Prosedur tersebut meliputi perkiraan tentang ligamentum sakrouterina , bila uterus telah dilakukan pengangkatan, dan obiterasi ari e sa en an a itan ir erentia ti e os owit ata a itan sa ita antero osterior ari ti e a an rea er sirk erensial diletakkan pada dasar dari cul-de-sac, dengan menggunakan 2 hingga 3

55

alat. Hal tersebut dapat menyebabkan obstruksi uretra akibat letak dari uretra an ter a ekat en an i a ent sakro terina a n a s rea er ini e ekti a nt k en k n in in va ina Ini i ak kan ter isa antara kolpopeksi atau pendekatan vaginal.4 Pendekatan Transvaginal e arasi ari enteroke se ara transva ina a at i ak kan ersa a sama dengan kolporapi posterior . Enterokel merupakan sakus yang dilapisi oleh peritoneum yang mengalami herniasi kearah dasar pelvis, paling umum terjadi diantara rektum dan vagina. Epitel vagina yang melapisi sakus bisa tipis maupun tebal dengan otot – otot yang masih utuh . Dinding enterokel memiliki sakus hernia yang terbentuk dibelakang dinding vagina dengan seikit otot otot en an a sk o asia ak s i ak kan e oton an ntuk melepaskannya dari jaringan abnormal dan membiarkan daerah lehernya ak s ini ar s i ka nt k e akinkan ka a se a or an s a era a pada tempatnya. Leher dari hernia kemudian kita jahit dengan benang pursestring 0 chromic atau ligature polyglycol dan sakus dilakukan pemotongan ( Gambar. 4)

A B C D a ar e air enteroke a aran sak s enteroke en an ter i atn a in in va ina B, Gambaran sakus enterokel yang terbuka dengan leher dari sakus. C, Menjahit benang pursestring pada leher dari sakus enterokel. D, Eksisi dari sakus enterokel (disadur dari Mark D wa ter i ke arra r i a reat ent o a ina a t ro a se an ntero e e ro ne o o

an

e onstr tive e vi

r er

irt e ition

os

sevier

a e

e arasi enterokel secara transvaginal dapat pula dilakukan setelah histerektomi vaginal atau pada saat reparasi defek dari dasar pelvis dan sebelum dilakukannya prosedur lainnya. Pasien diposisikan secara litotomi diatas meja operasi dalam posisi Trendelenburg . Povidon yodium dibalurkan pada er kaan rekt an i nakan nt k en i enti kasi rekt ek va-

56

gina ditarik dengan menggunakan forsep Allis secara bilateral dan sebuah insisi vertika i at a a in in va ina sete a in trasi en an en nakan airan sa in a a kosa ak s eritone i oton serta i isa kan dengan dinding vagina lateral , vesika urinaria anterior, dan rektum posterior. Menerangi vesika urinaria dengan menggunakan sistokopi dan dilengkapi dengan lampu senter untuk membedakan vesika urinaria dengan enterokel . Bagaimanapun, sakus enterokel dapat dibedakan dengan vesika urinaria dengan mempalpasi Foley balloon atau metal sound didalam vesika urinaria yang kolaps, dengan kehadiran dari lemak bebas preperitoneal, dan gambaran dari kan n an eritone i a a sak s ak s i ka a a aris ten a an isin a i as kan ke a a avitas eritone on ke i a at i etakan saat a aroto i i nakan nt k e in n i s s etraktor eaver i nakan untuk memperluas area dimana alat kuldoplasti ditempatkan. . Penjahitan dengan menggunakan benang no 2-0 delayed absorbable purse-string (proximal dan distal) untuk menyatukan fasia prerektal posterior dan anterior, ligamentum cardinal dan sakrouterina lateral , serta perioneum yang melapisi vesika rinaria i a ian anteriorn a a enan o i e a Mca an o delayed absorbable dilakukan penjahitan dari luar dinding proksimal vagina ke ligamentum cardinal ataupun sakrouterina melewati sakus peritoneum dan kebelakang kearah dinding vagina. Jahitan bagian proksimal maupun distal kemudian kita ikat pada cule sa an en a a i o iterasi an en an kat eritone ak s eritoerito neum diligasi pada dasar dan dilakukan pemotongan. Pasien diberikan indigo carmine secara intravena, dan sistokopi dilakukan untuk memastikan integritas uretra dan vesika urinaria. Untuk melakukan repair terhadap defek lainnya , benang McCall dapat diikatkan sete a in in anterior an osterior atas ire air Ini a a at i ak kan a a arin an ikat ro sk er anterior an osterior Kelebihan dari dinding vagina dilakukan pemotongan , dan insisi tepat berdekatan dengan jahitan benang continuous 2-0 delayed absorbable. Kebanyakan laporan tentang repair enterokel termasuk repair pada defek – defek lainnya berbeda dengan yang dilaporkan oleh a Dengan menggunakan tekhnik ini, 40 dari 49 (82%) pasien mengalami keberhasilan dengan rata – rata follow up selama 15 bulan ( 3 - 70 bulan ). Komplikasi seperti

57

trauma rektum dan usus halus dapat dihindari dengan insersi secara perlaan a itan rse strin i enti kasi ari e ak k nin rerekta an en hindari tekanan dari retraksi. Eviserasi vagina sangatlah jarang terjadi tetapi merupakan kedaruratan pembedahan yang bisa merenggut nyawa yang dapat muncul setelah histerektomi vaginal atau abdominal, repair enterokel , kuretase dan dilatasi, brakiterapi serta kolpokleisis . Operasi repair eviserasi dapat dilakukan secara vaginal , abdominal , menggunakan laparoskopi , atau kombinasi . Obliterasi dari cul-de-sac dan penipisan dinding vagina dapat secara teoritis mencegah hal ini. Karena uretra transversal yang mengalami penutupan kearah sakrouterina , pengukuran dengan menggunakan carmine indigo an sistosko i nt k e veri kasi atensi a a a entin a a a ini 3,6,8 Simpulan Penting bagi para ahli ginekologi mengetahui tentang enterokel dan kondisi-kondisi yang menyebabkan enterokel seperti penyebabnya, gejala dan kerusakan pelvik yang telah ada. Prosedur operasi pendekatan abdominal atau pervaginam yang mungkin harus dipilih dengan dasar hubungan antara etiologi, lokasi, dan penatalaksanaan tipe-tipe enterokel yang bervariasi. Daftar Kepustakaan 1. o ont a ransva ina orre tion o e vi roa se n or o 1. re er e ren o stro eritoneo e e an enteroe e or ation an trans or ation rin re ta eva ation as st ie ean o e ee o eritoneo ra ta a io a e 167-75 2. ook e an I O s ea a aros o i treat ent o entero e e a ear eva ation st O stet ne o a e 3. avi i os ntero e e ne o o i an O stetri rgery, Mosby, 1993, page 420-30 4. in e ntero e e st o ases O stet neo 5. ark wa ter i ke arra r i a reat ent o a ina a t ro a se an ntero e e ro ne o o an e onstr tive e vi

58

r er irt e ition os sevier a e 6. on e a ation o e vi orts In enson e rrent Obtetric and Gynec, Diagnosis and Treatment, 5 th ed Los Altos, CA, Lange Medical, 1984 7. aka as i a ana a ara ntero e e w at is t e ini a i i ation is o on e t e

59

Rektokel Edwin Armawan Pendahuluan Prolaps organ panggul merupakan kondisi medis yang umum terjadi, kejadiannya pun saat ini semakin meningkat. Prolaps dinding vagina posterior / rektokel sering terjadi bersamaan dengan defek penyokong panggul lainnya. Untuk melakukan terapi rektokel harus mengenal lebih baik anatomi normal panggul, interaksi jaringan penyokong dan struktur otot panggul serta hubungan antara anatomi dan fungsinya. Defek penyokong panggul dapat bergejala maupun tidak, gejala yang sering dirasakan oleh penderita rektokel antara lain adalah perasaan penekanan pada panggul, harus menekan perineum jika ingin defekasi, gangguan hubungan seksual, kesulitan defekasi, dan inkontinensia fekal. Perbaikan rektokel merupakan salah satu tindakan yang sering dilakukan dalam prosedur ginekologi rekonstruksi dasar panggul. Disfungsi kompartemen posterior itu dapat dikelola oleh ahli ginekologi (100%) atau ahli bedah kolorektal (68%), dan belum ada konsensus yang mengatur indikasi, teknik operasi, dan pemeriksaaan setelah operasinya.1–3 Pada bab ini akan i a as en enai e nisi ia nosis en e o aan ro nosis ari rektoke Definisi ektoke a a a erniasi ata enon o an in in anterior rekt terhadap dinding vagina posterior sedemikian rupa sehingga dinding anterior rektum berada tepat berseberangan dengan epitel vagina.2 Insiden /prevalensi Prolaps organ panggul (POP) cukup banyak terjadi dan merupakan indikasi operasi pada lebih dari 200.000 kasus di Amerika. Prediksi perempuan yang mencari pertolongan karena prolaps organ panggul meningkat 45% pada beberapa tahun kedepan.1, 2 Kesulitan saat menelaah referensi untuk prevalensi POP adalah karena POP yang mempunyai derajat ringan dibelakang introitus vagina hanya ada kurang dari 5%, dan karena seluruh kelainan penyokong organ panggul dimasukkan ke dalam subyek yang diteliti (kelainan apeks vagina, dinding anterior, dan dinding posterior vagina).3 Prevalensi rate rawat jalan perempuan yang mengalami POP adalah 30-

60

Insi ensi an reva ensi O an rektoke enin kat ses ai en an sia dan paritas, walaupun ada nulipara yang mengalami rektokel yang bermakna tetapi keadaan ini jarang ditemukan, selain itu juga tergantung pada populasi ere an an ite iti Insi ensi rektoke a a o asi erkisar antara 20-80%, dan jelas terdapat insidensi tinggi perempuan dengan rektokel asi to atik ene itian a kk ene kan ersentase asien rektoke yang meningkat bermakna sesuai dengan derajat prolaps organ panggul.4 Prolaps dinding vagina anterior berat sering berhubungan secara bermakna dengan prolaps dinding posterior vagina. Pada pasien dengan disfungsi defekasi, insi ensi rektoke ervariasi antara ektoke an er k ran e i dari 2 cm lebih berhubungan dengan gejala yang timbul sehingga lebih jelas secara klinis.2, 4 Etiologi Etiologi rektokel multifaktorial, diduga penyebabnya adalah peregangan dan robekan septum rektovagina dan jaringan sekitarnya yang umumnya diakibatkan o e 1. persalinan pervaginam, trauma obstetrik pada vagina dan panggul dapat menyebabkan kelemahan septum rektovaginal, kerusakan nervus perineal dan kelemahan seluruh fasia endopelvik serta otot dasar panggul. 2. peningkatan kronis tekanan intraabdominal, rektokel juga dapat disebabkan oleh konsekuensi tingginya tekanan intra kanalis rektalis melawan tekanan daerah tumpul vagina yang bertekanan rendah. 3. I tin i kek ran an estro en konsti asi kronis erokok 4. kelemahan kongenital pada sistem penyokong organ panggul. 5. Beberapa faktor iatrogenik, o kegagalan perbaikan defek penyokong pada operasi rekonstruksi panggul. o Kegagalan penyambungan kembali fasia endopelvik pada badan perineum saat persalinan pervaginam akan menyebabkan defek pada tempat tertentu di fasia tersebut. o Tindakan yang mengakibatkan gaya tarik di panggul berubah / perubahan vaginal axis misalnya prosedur ventral suspension dari uretra, uterus atau vagina yang akan meningkatkan

61

paparan cavum Douglas terhadap peningkatan tekanan intraabo ina ksasi osterior a eks va ina an ke a a an eteksi serta koreksi enterokel occult, serta pemendekan vagina yang cukup besar. 4 Hal yang penting untuk diingat adalah rektokel merupakan suatu defek pada jaringan penyokong vagina bukan merupakan suatu defek dari rektum. Fasia yang paling penting dalam septum rektovagina diduga adalah fasia Denonvilliers, yang berfusi kedalam lapisan dalam dinding vagina posterior. Pada saat melahirkan fasia Denonvilliers itu dapat terlepas di bagian perlekatan kaudal dan lateralnya terhadap badan perineal.3 Anatomi e ara anato is or an an i erta ankan era a a a osisin a pada tulang panggul oleh otot levator ani yang berfusi di bagian posterior (dasar panggul). Otot levator ani melekat pada tulang panggul di anterior dan posterior, di bagian lateral otot ini melekat pada arcus tendineus musculi levatoris ani yang terdapat pada otot obturator interna dibagian sisi panggul. Levator ani akan bersatu di tengah pada bagian posterior dan bergabung dengan ligamen anokoksigeus membentuk levator plate. Pemisahan otot levator ani di anterior disebut dengan levator hiatus. Pada bagian inferior levator hiatus diliputi/dikelilingi diafragma urogenital. Uretra, vagina dan rektum berjalan melalui levator hiatus dan diafragma urogenital saat keluar dari panggul. DeLancey mengemukakan ada 3 level sebagai penyokong dasar panggul.7

. a era

ar ara o i ena an va ina ari ara atera in in an t sera t ini er a an se ara vertika an era a i osterior sakr

a a eve I a a eve II

vagina dilekatkan pada arcus tendineus fascia pelvis dan fasia levator ani superior.5

62

e ara isto o i a eks in in va ina osterior ter iri atas kosa a isan otot s er ia an a a serta a isan a ventitia a isan romuskular itu disebut dengan septum rektovagina. Kleeman dkk mengemukakan a aran isto o i se t rektova ina an ter iri ari a ian a eks umumnya merupakan jaringan lemak dengan bagian tengah lapisan adventitia en an n arin an e ak arin an rosa e ara sara an aringan elastik. Bagian distal yang berfusi dengan badan perineal mengandung jaringan ikat padat.12

a ar a a eve III va ina er si a a er kaan e ia otot evator ani ret ra dan badan perineal. Permukaan anterior vagina pada perlekatannya dengan arcus tendineus fascia pelvis membentuk fasia pubocervical, sedangkan permukaan posterior akan membentuk fasia rektovaginal.

Jaringan ikat membranosa tebal didalam septum rektovagina (dan mengelilingi seluruh vagina) disebut dengan aponeurosis (fasia) Denonvillier atau fasia endopelvik yang berfusi/bersatu dibagian bawah dinding vagina posterior. Fasia rektovaginal itu berjalan dibawah mulai dari bagian posterior serviks dan ligamen cardinal-sakrouterina menuju bagian atas badan perineum, kemudian menuju lateral bersatu dengan fasia otot levator ani. Ligamen carina an sakro terina enarik va ina se ara ori onta keara er ekatann a

63

di sakrum melalui levator plate.

Gambar 3. Beberapa lapang pandang fasia pelvic (warna biru) yang terdiri dari fasia endopelvic dan fasia rektovagina ini menarik kearah transversal dan dari depan ke belakang, dari insersinya yang melingkar.6

Keadaan ini menimbulkan daerah tebal dan kuat pada ligamen sakrouterina dan ligamen pubo-urethro-vaginal. Vagina berada antara lapisan anterior dan posterior yang bersatu pada badan perineal. Badan yang berada di bawah diafragma panggul (pelvis) antara introitus vagina dan anus merupakan tempat melekatnya membran perineum (otot okavernos s otot transversa erinea s er sia is an asia an e itin a se a ian evator ani s n ter ani eksterna asia rektova ina en opelvik). Dinding vagina posterior bagian distal menyatu pada permukaan ventral a an erine e ain se a ai en okon ia ra a an a an erineum juga penting dalam penyokong rektum. aat eneran se r isi av a o en akan enekan or an an teta i or an or an ini akan teta era a a a osisin a etia or an e n ai kemampuan untuk berfungsi sendiri tanpa tergantung pada organ lain karena dipisahkan oleh ruangan yang berisi jaringan ikat, di dalam sistem jaringan ikat penyokong endopelvik. Kontraksi tonik nomal otot levator ani akan menyokong organ panggul dari awa an e n ai kontri si a a kontinensia rin an eka e aksasi otot levator ani menyebabkan organ panggul bergerak turun dan membantu berkemih dan defekasi. Otot penyokong panggul berasal dari diafragma pang-

64

gul yang terdiri dari otot levator ani dan koksigeus. Levator ani sendiri merupakan gabungan dari otot-otot puborektalis dan pubokoksigeus, dan iliokoksigeus. Otot pubokoksigeus dan puborektalis yang mempunyai origo di rami is i ke a sisi t an an setin i ar s ten ine s evator ani era t otot levator ani berjalan ke lateral vagina dan rektum membentuk suatu sling yang mengelilingi hiatus genitalis. Otot itu juga membentuk bagian lateral dan posterior dasar panggul. Ketika seorang perempuan melakukan kontraksi otot evator ani aka ia ra a an e ent k asar ori onta se a ai tempat bersandarnya organ panggul dan menutup hiatus genitalis. Patofisiologi ektoke a a a e ek a a se t rektova ina kan e ek a a rekt e t rektova ina er n si e ak kan sta i isasi s s ensi a an perineum pada sakrum yang dicapai melalui perlekatannya dengan ligament sakro terina an kar ina ta i isasi a an erine a i a atkan karena adanya perlekatan membran perineal kearah lateral menuju rami ischiopubikus. Mobilitas badan perineal kearah bawah antara jaringan penyokong bagian lateral dan superior sangat terbatas. Jika perlekatan ini terlepas misalnya setelah persalinan per vaginam maka badan perineal dapat menjadi sangat mudah bergerak dan mengakibatkan rektokel serta penurunan perineum. Klasifikasi a a n a se ara anato is rektoke ter a i atas 1. ektoke ren a ker sakan a a eve III e an e e ek a a bagian distal fasia yang melekatkan badan perineum, 2. ektoke ten a ker sakan a a eve II e an e e ek a a fasia endopelvik yang meluas pada septum rektovaginal dan fasia pararektal, timbul diatas hiatus levator, 3. ektoke tin i ker sakan a a eve I e an e e ek a a bagian proksimal kompleks ligamen uterosakralis dan kardinal, umumnya timbul sekunder karena kelemahan septum rektovaginal bagian atas akibat enterokel. 4. ektoke ko inasi keti an a

65

ektoke ten a

en an a an erine

an

i an

Gambar 4. Tempat timbul rektokel.

7

ektoke eve I serin er n an en an tin akan as a isterekto i se an kan eve II an III n a er n an en an tra a a an perineum. Diagnosis rektokel 1. Anamnesis ektoke serin en e a kan ke an enekanan a a an erasaan ingin meneran atau perasaan seperti sesuatu akan keluar dari kemaluan. Keluhan ini dirasakan lebih berat jika berdiri atau mengangkat beban dan berkurang jika pasien berbaring. Keluhan yang berhubungan langsung dengan prolaps adalah perasaan adanya masa atau penonjolan di vagina, penekanan atau nyeri panggul, nyeri punggung bawah, dan kesulitan hubungan seksual intravaginal. Keluhan yang berhubungan langsung dengan rektokel adalah disfungsi defekasi, ketidakmampuan untuk mengosongkan isi rektum seluruhnya tanpa meneran kuat, konstipasi kronik, prolaps rekti, dan dyspareunia.1 2. Pemeriksaan Fisik a a e eriksaan sik er itent kan era at ro a s en an siste a en a ker a n O e vi Or an ro a se anti ation 5, demikian pula dengan integritas jaringan ikat serta otot penyokong organ panggul. Pemeriksaan panggul sebaiknya dilakukan dengan posisi pasien litotomi dengan kepala naik 450 (agar memungkinkan untuk valsava maksimal). Kemungkinan rektokel terjadi jika terdapat penonjolan dinding vagina poste-

66

rior.1 Defek sentral

Gambar 5. Variasi lokasi robekan septum rektovagina pada pasien rektokel yang terlihat sete a insisi

kosa va ina a a ko ora

2, 3

e r a ian va ina ar s ieva asi ter as k a eks va ina in in anterior dan posterior. Pemeriksaan dinding posterior dilakukan sambil menahan a eks va ina an in in anterior en an s ek i s ata en an a ian posterior spekulum Grave. a it e n kinkan nt k i enti kasi okasi s esi k e ek a a asia rektovaginal. Pemeriksa dapat melihat bahwa rugae pada epitel vagina akan menghilang di daerah defek fasia rektovaginal. Pada umumnya ada suatu kant n an ter i at i atas s n ter ani Perubahan dinding rektum anterior diketahui saat pemeriksaan rektovagina yang memungkinkan pemeriksa mendapat informasi mengenai integritas asia rektova ina a an erinea an i enti kasi enteroke se in a dapat ditegakkan diagnosis rektokel. Perineum pada wanita sehat berlokasi setinggi tuberositas ischii atau sekitar 2 cm diantaranya. Diagnosis penurunan perineum ditegakkan jika perineum didapatkan dibawah ketinggian ini baik saat istirahat maupun meneran. Pada pasien dengan penurunan perineum, dapat ditemukan pelebaran hiatus genital dan badan perineal serta pendataran sulcus intergluteal. Derajat penurunan perineum dapat ditentukan dengan objektif menggunakan penggaris yang ditempatkan di bagian posterior introitus setinggi tuberositas ischii, kemudian dihitung jarak pergerakan badan perineal ketika pasien meneran. Pemeriksaan bimanual digunakan untuk mengetahui lokasi, ukuran dan kon-

67

sistensi serviks, uterus, kandung kemih dan adneksa. Diafragma panggul diperiksa mengenai integritas, kekuatan, durasi dan daya angkat keatas jika kontraksi ter a i in otot an so i ari orekta is ar s tera a i a ian 0 posterior karena akan membentuk sudut 90 antara anal dan kanalis rektalis. Kontraksi yang disadari otot itu akan menarik jari pemeriksa ke anterior menuju insersi otot di ramus pubis. 4, 8 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang perlu dipertimbangkan untuk meyakinkan pasien tentang evaluasi kelainan dasar panggul yang lain. Pertimbangan yang paling penting pada pasien rektokel adalah keluhan yang terjadi. Pada perempuan dengan gejala hernia terisolasi yang sesuai dengan rektokel, kemungkinan tidak dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. e eriksaan en n an an i ak kan n a a a a e eriksaan siologis fungsi kandung kemih dan rektum, serta pencitraan untuk melihat kemungkinan adanya kelainan anatomis. Pencitraan Pada perempuan dengan gangguan defekasi, pemeriksaan saluran pencernaan termasuk barium enema dan kolonoskopi sangat dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya keganasan. Anoskopi dapat menentukan patologi anorektal seperti hemorrhoid yang prolaps, sedangkan proktosigmoidoskopi membantu menyingkirkan prolaps intrarekta ata a an a k s rekta an so iter e eriksaan sio o i anorekta dapat membedakan antara pasien dengan kelainan motilitas kolon atau gangguan dasar panggul. Pemeriksaan radiologi lain yang dapat membantu adalah pemeriksaan wakt transit ko on fl orosko i asar an an I ina ik e eriksaan waktu transit kolon mencakup penggunaan marker radiopaque yang ite an iik ti e era a ka i ra io ra a o ina an ia i a a erio e 5 hari. Kapsul radiopaque yang ditelan sejumlah 24 butir dan pemeriksaan raio ra i ak kan e era a ari in a se a arker i an e a marker itu akan hilang dalam 5 hari, jika kurang dari 80% yang hilang maka diperkirakan terjadi gangguan motilitas. Pengumpulan marker di sigmoid menunjukkan obstruksi jalan keluar tetapi bukan merupakan diagnosis yang pasti. Pemeriksaan motilitas kolon secara primer diindikasikan untuk pasien

68

yang diduga mempunyai kelainan motilitas yang didasarkan pada frekuensi abnormal BAB (lebih jarang dari setiap 3 hari). 9, 10 Fluoroskopi dasar panggul berguna untuk pasien dengan prolaps organ panggul dan disfungsi defekasi yang berat. Kegunaannya terutama untuk pasien dengan keluhan evakuasi fekal yang tidak sempurna karena pemeriksaan itu dapat membedakan obstruksi jalan keluar seperti anismus atau gangan en okon asar an Intestine akan ta ak o ak en an kontras oral, vagina dan kandung kemih terwarnai oleh kontras cair, sedangkan rektum dengan kontras pasta. Beberapa gambaran sagital dan cinevideograph diambil o e fl orosko i saat asien k an e ak kan e ekasi a an ra io sen a io ra ia i saat istira at se a a e ekasi an saat e ak kan kontraksi s n ter ani k ran an i it n a a a k ran a a rekti an an anal canal, ukuran sudut anorektal, pergerakan puborektalis, dan derajat penurunan dasar panggul. Hasil pemeriksaan itu dapat menjadi bukti radiologis akan herniasi organ panggul ke vagina dan dapat mengukur keadaan dinamis dasar panggul saat defekasi. ektoke serin ite kan a a rokto ra an enon o an ke i i anterior dinding rektum sering terlihat saat evakuasi proktographi mungkin er akan te an nor a karena n a ti ak er e a a ektoke ianggap abnormal jika terdapat sisa barium (rektokel tidak dapat melakukan evakuasi secara komplit). Fluoroskopi dasar panggul dianggap sebagai kriteria standard untuk menent kan en r nan erine an e i ak rat i an in kan e eriksaan sik untuk menentukan organ apakah yang menonjol ke vagina. Pada umumnya dilakukan untuk pasien dengan disfungsi defekasi yang tampak.11 I ina ik en asi kan asi e eriksaan an a er sa a Pemeriksaan itu menyediakan informasi jaringan ikat dasar panggul dari berbagai potongan. Penggunaan paling tepat pemeriksaan itu adalah pada pasien dengan prolaps organ panggul yang kompleks atau pasien dengan keluhan an ti ak a at iteran kan o e te an e eriksaan sik Anismus dapat menyerupai keluhan defekasi pada prolaps organ panggul posterior dan menyebabkan POP posterior sebagai akibat obstruksi jalan keluar. Keadaan itu harus dipertimbangkan saat menentukan differential diagnosis. Anismus umumnya diduga pada pasien dengan otot puborektalis

69

yang keras dan hiper kontraksi, terutama jika pasien tidak dapat melakukan relaksasi otot ini sesuai dengan perintahnya. Fluoroskopi dasar panggul dapat memberikan bukti anismus, termasuk berkurangnya kemampuan meluruskan sudut anorektal dan kegagalan evakuasi dua per tiga kontras setelah 30 detik meneran. Pemeriksaan yang lebih akurat untuk anismus dapat dilakukan denan en nakan tes eks si a on an e ektro io ra er kaan Pengobatan Rektokel 1. Pencegahan Tindakan pencegahan rektokel termasuk diagnosis dan terapi penyakit pernafasan kronik atau penyakit metabolik, perbaikan konstipasi, kelainan intra-abdominal yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal dan pemberian estrogen pada perempuan menopause.4 Konseling pasien sangat dibutuhkan terutama tentang efek preventif dari kontrol berat badan, nutrisi yang baik, tidak merokok, dan menghindari aktivitas yang dapat merusak sistem penyokong dasar panggul, serta melakukan pelatihan latihan otot dasar panggul sebagai salah satu metode memperkuat diafragma panggul. Kegagalan mengenali dan mengobati defek penyokong panggul yang berat pada saat operasi ginekologi akan menyebabkan rektokel menjadi lebih berat. Keadaan yang sama terjadi saat membuka hiatus genital pada uretropeksi retropubis (spt prosedur Burch) dapat menyebabkan terjadinya enterokel dan rektokel. Kelainan yang dapat timbul adalah ketidakmampuan defekasi tanpa perbaikan posisi uterus, kandung kemih, atau rektum secara manual, disfungsi seksual, dan ulserasi vagina. Gangguan tonus otot dasar panggul derajat rendah dapat diperbaiki dengan latihan otot levator seperti latihan Kegel, terutama untuk perempuan muda beberapa saat setelah persalinan. Pasien diinstruksikan bagaimana untuk melakukan kontraksi otot puborektalis yang tepat dan sebaiknya dilakukan k ran e i ka i se ari ati an ini sa a se erti ke an akan ati an sik lainnya yaitu lebih efektif pada perempuan premenopause jika dibandingkan ere an an e i t a karena e ek atro otot ran ka s a ter a i 4 2. Trapi konserpatif a. Non operatif Pasien rektokel mungkin tidak mengeluh walaupun pada pemeriksaan

70

panggul ditemukan penonjolan di vagina. Untuk pasien tanpa keluhan direkomendasikan pengelolaan secara ekspektatif, salah satunya adalah dengan menggunakan preparat estrogen walaupun hingga saat ini belum ada bukti yang mendukung penggunaan estrogen untuk terapi prolaps.1 Untuk pasien dengan keluhan dapat dikelola dengan metode operatif an non o erati se erti en naan esari e ara en e o aan itentukan oleh usia, keinginan mempertahankan fertilitas, keinginan mempertahankan fungsi seksual, derajat beratnya keluhan, derajat ketidakmampuan, dan adanya komplikasi medis. Tanggung jawab pihak medis adalah untuk melakukan informed consent dengan baik mengenai pilihan pengelolaan dan keuntungan serta risiko setiap pilihan terapi.2 b. Penggunaan pessarium Pengelolaan non operatif lain sebagai tambahan untuk memperkuat otot an ter as k en naan esari aat ini an ak esari an i esain untuk menyokong tipe prolaps organ panggul tertentu. Pesarium berfungsi menekan dinding vagina dan tertahan dalam vagina oleh jaringan di bagian distal vagina. Pada keadaan tertentu bagian distal vagina terlalu terbuka sehingga tidak dapat menahan pesarium, pada keadaan ini dapat dilakukan peri7 neora en an anestesi oka se in a erine a at ena an esari Pesarium menyebabkan iritasi dan ulserasi vagina. Alat itu dapat diterima baik oleh epitel vagina yang terpapar estrogen cukup, sehingga perlu ditambahkan estrogen eksternal pada pasien yang hipoestrogen. Pesarium dibuka, dibersihkan dan dimasukkan kembali secara berkala, jika tidak dilakukan dapat terjadi ko ikasi seri s in a ter a in a st a Pesarium dapat digunakan bertahun-tahun, indikasi operasi pada pengguna esari a a a ika asien en in inkan koreksi se ara e niti serasi vagina yang berulang karena penggunaan pesarium, atau inkontinensia stress yang mengganggu pasien.1 3. Operatif 3.1 Kolporafi posterior Pengembalian anatomi normal pada defek dinding vagina dikenal sebagai ko ora Isti a it serin i nakan tert kar en an isti a re arasi rektoke karena teknik o erasin a san at ervariasi ter as k ko ora osterior perbaikan langsung defek yang terjadi, penggantian fasia posterior, reparasi

71

dengan pendekatan transanal dan abdominal. Kedua istilah itu walaupun hamir ser a teta i e n ai t an an er e a e arasi rektoke er ok s pada perbaikan herniasi dinding rektum anterior ke arah kanalis vaginalis an ise a kan ke e a an se t rektova ina O erasi ko ora osterior sejak awal abad 19 didisain untuk reparasi laserasi perineum yang mencakikasi otot okoksi e s i anterior rekt re arasi in in va ina posterior dengan cara rekonstruksi badan perineum, koreksi enterokel yang ada atau mencegah kemungkinan terjadinya enterokel, sehingga memperbaiki penonjolan dinding vagina posterior, mengembalikan kaliber vagina, dan mengembalikan integritas struktur dinding vagina posterior serta introitus.11 Tujuan utama perbaikan kompartemen posterior (perbaikan perineum) adalah untuk memperkecil ukuran introitus vagina, membuat perbaikan perineal dan menutup sebagian hiatus genitalis. Mendekatkan otot levator ani di bagian tengah akan meningkatkan kekuatan levator plate, memperpendek diameter longitudinal dan transversal hiatus genital, dan memperbaiki fungsi katup panggul, walaupun hal ini merupakan pendekatan non anatomis reparasi disfungsi dasar panggul dan rektokel serta sering menimbulkan nyeri pasca o erasi e ak ta n i ar son en arankan re arasi a a okasi an e i s esi k ter ta a a a ro ekan se t rektova ina 2 Pendekatan ini bertujuan untuk lebih mendekati perbaikan secara anatomis, walaupun secara fungsional hampir tidak ada perbedaan bermakna jika dibandingkan dengan ko ora osterior tan a ikasi otot evator ani 2 Pertimbangan lain dalam pengelolaan operatif rektokel adalah penggunaan berbagai jenis graft / mesh atau alat bantu lainnya untuk mengganti fasia posterior dengan tujuan menjaga kestabilan teknik operatif yang digunakan dalam jangka panjang. In ikasi o erasi a a a kein inan er aikan e niti en an o erasi ter adap benjolan di vagina, penekanan dan nyeri panggul, nyeri punggung bawah, kesulitan hubungan seksual, ulserasi rekuren karena penggunaan pessarium, atau inkontinensia fekal yang menyebabkan gangguan kehidupan pasien.11 Kontraindikasi operasi adalah risiko kelainan pembekuan darah dan penyakit penyerta lain yang akan menghilangkan keuntungan terapi operatif rektokel.11 1. erineora Jika terdapat kerusakan badan perineum maka setelah dilakukan rearasi va ina ar s i erti an kan a i ak kan erineora e ainan

72

perineum dapat berupa laserasi atau hipermobilitas badan perineum. Apakah plikasi levator ani menambah tinggi angka kesuksesan operasi masih merupakan suatu hal yang kontroversial. Jika suatu otot akan didekatkan ketengah maka jangan sampai merusak atau menyebabkan strangulasi pada otot tersebut. Hati-hati untuk tidak memperkuat fourchette posterior karena akan menyebabkan dispareunia. ektoke ter a i aki at ro ekan ti ak erat ran a a se t rektova ina ata umumnya robekan transversal septum rektovaginal yang memisahkannya dari a an erinea i ar son en e kakan teknik er aikan an s n te at kelainan atau perbaikan khusus pada kerusakan di fasia, tujuan perbaikan ini adalah untuk mencapai perbaikan anatomis robekan fasia.12 Perbaikan ini dimulai dengan insisi epitel vagina di garis tengah dan pemisahan epitel dari fasia rektovaginal. Tepi defek atau robekan fasia har s ii enti kasi an e ek i er aiki en an a itan sat sat enan an isera a at er e aan en an ko ora osterior k asik a a a a itan ilakukan dari bagian atas luka menuju bagian bawah. Teknik operasi termasuk perbaikan otot badan perineal jika terpisah dan rekonstruksi badan perineal itu sendiri. Penggunaan Graft Untuk mencegah atau mengurangi risiko rekurensi rektokel dapat digunakan berbagai bahan graft dan mesh. Bahan-bahan itu telah digunakan denan er a ai ko inasi eto e k asik ko ora osterior an a a er aikan langsung defek fasia.11 Penggunaan material graft atau mesh harus dipilih yang mempunyai rate rejeksi paling rendah, relatif murah, rate rekurensi rendah, dan tidak menyebabkan gangguan terutama pada fungsi defekasi dan seksual. Hingga saat ini belum ada data yang menyatakan salah satu jenis graft lebih baik jika dibandingkan yang lainnnya, karena masih banyak material yang telah digunakan tanpa clinical trial atau data jangka panjang.13 Mesh kits e a an en an kes ksesan es ono a ent o ro ene i retra untuk mengobati stress inkontinensia urin maka banyak perhatian untuk menggunakan material ini dalam operasi prolaps. Mesh kit vagina untuk memperbaiki prolaps vagina posterior telah dikembangkan sebagai material

73

sintetis di ruang rektovagina. Mesh atau graft yang digunakan dilekatkan pada fasia ilikoksigeus atau ligament sakrospinosus. Prosedur ini telah banyak digunakan tanpa data jangka panjang mengenai keselamatannya.6 Kit yang tersedia saat ini untuk mengobati rektokel termasuk Apogee (Ameri an e i a ste s ro i t ne are an va ta ar e a a at ini i at nt k en a ai t an invasi an ini a an e sien a a waktu penggunaannya. Teknik setiap prosedur hampir sama dan salah satu metode (Apogee) akan dibahas disini.6, 13 ete a in in va ina osterior i ka e era a senti eter ari a eks vagina maka dibuat insisi stab 3 cm lateral dan 3 cm posterior dari anus kearah i atera ina is ia i a ke ian i a asi o e sat ari e a i va ina lalu jarum dijahitkan pada sisi yang sama melalui insisi stab perianal ke dalam fossa ishiorectal. Jari di dalam vagina mengikuti ujung jarum untuk membantu melindungi rektum. Jarum dijahitkan sepanjang dinding samping panggul hingga spina ischiadica dan menembus otot levator 1cm distal spina ischiadica. 13 Tindakan itu dilakukan pada sisi yang lainnya. Kemudian mesh diikatkan pada jarum dan ditarik kembali melalui insisi kulit perianal dan dijahitkan pada apeks vagina. Tindakan perbaikan selanjutnya dilakukan seperti prosedur klasik dan sisa mesh dipotong serta insisi stab dijahit. Komplikasi tindakan itu adalah ekspos mesh ke dalam vagina atau rektum, peen ekkan es ran o a st a rektova ina ro ekan e ara dispareunia, dan nyeri panggul kronik. Pada suatu penelitian dari 106 pasien yang menggunakan Prolift setelah dipantau selama 3 bulan didapatkan rate erosi yang terjadi adalah 4,7% dan 17% mesh tertanam. Erosi mesh dapat diterapi dengan estrogen topical, sedangkan jika gagal maka diperlukan eksisi untuk mengeluarkan mesh yang terekspos.8 Penelitian lain yang menggunakan Apogee menganalisis secara retrospektif 120 perempuan yang diobservasi selama 1 tahun.9 ate erosi es an didapatkan adalah 11% dengan total pasien yang memerlukan eksisi mesh adalah 4 orang (3%). Data yang tersedia saat ini bersifat retrospektif dan tidak tersedia data pembanding untuk memperlihatkan perbedaaan antara perbaikan anatomis dan

74

fungsional menggunakan alat ini jika dibandingkan dengan prosedur tradisional. Pada penelitian awal ini didapatkan juga komplikasi serius dan belum dilakukan pengamatan untuk jangka panjang mengenai komplikasi alat ini. Pendekatan transabdominal, pendekatan ini umumnya digunakan ketika memperbaiki rektokel yang disertai enterokel dan prolaps tumpul vagina. Pasien dengan rektokel umumnya mempunyai keluhan prolaps tumpul vagina atau adanya masalah defekasi, termasuk konstipasi kronik atau inkontinensia fekal. Jika defek fasia rektovaginal terdapat pada bagian superior dinding vagina posterior maka dapat diperbaiki melalui cavum Douglas saat melakukan kolpopeksi sakral.13 o i kasi ain ko o eksi sakra a a a ko o erineo eksi sakra rose r inin digunakan untuk memperbaiki penurunan perineal yang disertai prolaps organ panggul posterior dan apikal. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk menggantikan jaringan penyokong normal vagina dan fasia endopelvik yang berjalan dari sakrum ke badan perineal. Prosedur ini dapat dilakukan seluruhnya melalui abdominal atau sebagai kombinasi prosedur abdominal dan vaginal.3 Pada pendekatan melalui abdominal, dilakukan insisi pada peritoneum yang melapisi dinding apeks dan posterior vagina untuk membuka daerah rektovaginal. Jahitan dilakukan sepanjang dinding posterior vagina dari apeks hingga badan perineum. Badan perineum diangkat oleh tangan operator yang tidak dominan kemudian dilakukan penjahitan dari abdomen sedekat mungkin dengan badan perineum. Graf permanen ditempatkan di abdomen antara dinding va ina osterior en an rekt akroko o eksi iak iri en an en a itan graf dinding anterior dan posterior kepada jahitan terdahulu di sakrum. 3 Pada kombinasi pendekatan abdominal dan vaginal, kolpoperineopeksi sakral dilakukan sama seperti diatas kecuali penempatan jahitan badan perineum dilakukan melalui vagina. Perawatan pasca operasi umumnya mencakup pengendalian rasa nyeri inor en an narkotik ora ata o at o at I nt k rose r va ina kebanyakan pasien dapat pulang ke rumah pada hari yang sama, sedangkan untuk prosedur yang melalui abdomen disarankan menggunakan analgesik yang lebih kuat dan perawatan 2-3 hari.3 Komplikasi dini yang mungkin terjadi termasuk reaksi anestesi, perda-

75

rahan, infeksi luka operasi atau saluran kemih bawah, dan kerusakan pembuluh darah atau saraf. Komplikasi infeksi jarang terjadi (3-6%), sedangkan jika digunakan graf maka kemungkinan erosinya adalah lebih dari 10%. Komplikasi jangka panjang termasuk POP yang rekuren dan dispareuni (20-30%).3 Prognosis angka kegagalan dan rekurensi bervariasi besar. Faktor penting yang menentukan prognosis adalah edukasi pada pasien untuk menurunkan tekanan intra abdominal melalui pengendalian penyakit pernafasan an en ran i ke iasaan eneran I enti kasi an en e o aan ker sakan asar an a a o erasi awa an e vi Or an ro a se anti e s stem (POP-Q) stage merupakan prediktor terbaik kesuksesan jangka panjang.2 Manajemen rektokel dan POP harus dilakukan secara individual. Pasien calon operasi harus menjalani pemeriksaan pre operatif yang teliti, termasuk tera i en akit en erta an n kin a a i enti kasi se r e ek arin an penyokong dan evaluasi fungsi dasar panggul. Operator yang akan melakukan tindakan perbaikan rektokel dan POP harus mengenal baik berbagai proser o erati karena a a saat o erasi a at i t kan o i kasi rose r en eta an anato i an sio o i ke ainan ini a at ense eksi en ekatan operatif yang umumnya berhasil menghilangkan gejala dan mengembalikan anatomi normal, fungsi viscera dan fungsi coitus dikemudian hari. 2, 4, 9 Simpulan Pengelolaan rektokel harus dilakukan secara individual dan menyeluruh. Pasien yang merupakan kandidat untuk dilakukan operasi harus melalui e eriksaan an ati ati ter as k asa a e is en erta i enti kasi seluruh defek penyokong panggul, dan fungsi dasar panggul. Operator yang akan melakuka operasi rekonstruksi harus terbiasa dengan berbagai tipe operasi karena a at ter a i o i kasi a a saat o erasi en eta an en enai anatomi dan fungsi dari kelainan ini memnugkinkan untuk operator memilih tipe operasi yang memberikan keberhasilan mengurangi keluhan dan mengembalikan anatomi normal, fungsi visceral dan fungsi seksual di masa datang.

76

Daftar Kepustakaan aw e to e e ite r vai a e ro www emedicine.medscape.com/article/268546-overview. o ist n i osterior ort e e t a a ent n i wi t en ntin Oster ar s ro ne o o an e vi oor s n tion e i a e ia i in ott i ia s Wilkins; 2008. hal. 401-509.

6.

r n avi erinea es ent an re to e e a a ova i er an en ntin van es in re onstr tive va ina s rer i a e ia i in ott i ia s i kins a ins er reat ent o va ina wa ro a se a a o an asava a en ntin e a e ro o ra ti a ini a i e otowa ana ress a oore anes ari a ina nato or t e e vi r eon a a ii e i ern e orton ran ois aa risto er a e en ntin a ina r er or In ontinen e an ro a se on on rin er er a a Mouchel T, Mouchel F. Basic anatomy features in perineology. Pelviperineo o ir s t an ntero e e an e to e e erineorr a aa ii e i ern e orton ran ois aa risto er a e en ntin a ina r er or In ontinen e an ro a se on on rin er er a a avi a onie a oor ontreras Orti O e vi floor s n tion ana e ent ra ti e atterns a s rve o e ers o t e Internationa ro ne o o i a sso iation Int ro ne o o a n I onsti ation a a ar o o taskin en ntin e t ook o e a e ro o an ro ne o o ress a 724. i ra i a oor ai et a ne o o i ers e tive o osterior o art ent e e ts o ore ta is ir r i a treat ent o re to e e an erinea e e t a a Walters MD, Mickey MK, penyunting. Urogynecolgy and reconstructive

77

e vi s r er e i a e ia os sivier oore ro ne o o vi en e ase ini a ra rin er er a i er erette ena avi a ros e i e ontro e tria o t e se o an ana rse strin s t onta ination rin e vi re onstr tive s r er Int e vi oor s n t

78

a ti e

on on

tive ran o re to e rease ro ne o

Prolaps Puncak Vagina Benny Hasan Pendahuluan aat ini wanita a at enik ati ara an i an e i a a se bungan dengan meningkatnya pengobatan dan perawatan kesehatan. Wanita menopause tidak hanya dapat hidup lebih lama, tetapi juga dapat menikmati k a itas i an e i aik se in a a at e ak kan akti tas aik se ara sik enta sosia a n akti tas seks a reva ensi ter a in a inkontinensia urin dan prolaps organ panggul meningkat sejalan dengan meningkatn a sia aat ini wanita eno a se a at e ak kan akti tas seks a engan baik dengan pemberian terapi sulih hormon, pemberian stimulasi seksual baik yang berasal dari herbal maupun obat-obatan, serta bedah kosmetik dan rekonstruksi.1 a a sat en okon ter s an entin a a a serviks teri an berhubungan erat dengan forniks vagina sebagai struktur penyokong uterus secara terintegrasi, sehingga prolaps uteri sangat berhubungan dengan prolaps vagina bagian proksimal. Pengangkatan uterus pada prolaps uteri tanpa memperbaiki penyokong puncak vagina akan menyebabkan prolaps puncak vagina.1 e nisi en r nan a eks va ina i awa osisi an nor a i e vis pada pasien yang telah dilakukan pengangkatan uterus dinamakan prolaps puncak vagina pasca histerektomi (post-hysterectomy vault prolapse/PHVP) . Bila terdapat penurunan vagina sampai keluar dipakai istilah eversi vagina (vaginal eversion) . Hal ini disebabkan adanya kerusakan fasia endopelvik dan penyokong cincin periservikal serta kompleks ligamentum uterosakraliskardinale. Prolaps apeks vagina yang turun sampai sepertiga distal vagina dierti an kan nt k se a ai e ek an si ni kan an er akan in ikasi untuk diperbaiki dengan pembedahan serta resuspensi.1 Internationa ontinen e o iet en e nisikan ro a s n ak vagina adalah turunnya puncak vagina di bawah suatu titik yang berada 2 cm kurang dari panjang vagina keseluruhan di atas himen. Puncak vagina sesuai en an titik a a enent an en r t e vi Or an ro a se anti ation O e a e nisi te a i er nakan a a er a ai ene itian

79

se e e nisi stan ar an isa aikan o e Internationa ontinen e oiet at o ow a a ene itian retros ekti ter a a ere an an te a i ak kan isterekto i e er nakan e nisi an i eskri sikan oleh Baden et al, mengemukakan bahwa 11,6% histerektomi dilakukan untuk prolaps uteri dan 1,8% dilakukan untuk indikasi lain.24 Walau beberapa prosedur pembedahan telah dilakukan, penelitian secara randomised controlled trial terhadap prolaps puncak vagina masih terbatas dan laporannya berdasarkan kasus seri. Variasi dipertimbangkan dapat terlihat baik pada prolaps puncak vagina maupun pada kajian dari hasil manajemennya. Komplikasi dan rekurensi sering terjadi dalam jangka pendek. Efek pembedahan pada kandung kemih, usus dan fungsi seks jarang diteliti. Hasil jangka panjang dan data kualitas hidup (QoL) jarang dilaporkan dan tidak ada kriteria yang ditentukan untuk membantu memilih prosedur yang sesuai untuk setiap perempuan. Hal tersebut sulit, oleh karena itu untuk konseling terhadap pasien dan pemilihan prosedur sering berdasarkan pilihan pribadinya.24 Eksptirpasi uterus karena prolaps uterovagina tanpa disertai dengan memperbaiki penyokong puncak vagina yang adekuat akan menyebabkan prolaps puncak pasca histerektomi (PHVP) . Pada pasien-pasien ini memerlukan prosedur rekonstruksi pelvis selain prosedur ekstirpasi. Begitu juga pada ko ora anterior an osterior an ti ak isertai en an e er aiki s spensi apeks vagina tidak akan dapat mengatasi prolaps apeks vagina.1 ro a s n ak va ina ter a at enis ait 1 i eI an a enteroke isini se t rektova ina an etakn a ren a tidak ada Kelainan i e II nteroke an rektoke ter a at e siensi se t rektova ina secara total i e III versi va ina tota isertai sistoke assi ter a at e siensi se tum rektovagina secara total Prolaps apeks vagina atau uterus sering berhubungan dengan enterokel yaitu hernia usus halus ke dalam vagina. Hal ini terjadi bila terdapat defek septum rektovagina ke kompleks ligamentum uterosakralis-kardinale. Bila cavum Douglas (cul-de-sac) kehilangan penyokongnya akan tertekan oleh usus halus, sehingga terjadi penonjolan keluar pada dinding vagina. Keadaan ini ik asi kasikan se a ai anterior an osterior ter ant n a a n ann a

80

dengan apeks vagina, yang paling sering terjadi adalah enterokel posterior.1,25 Insi ensi ter a in a ro a s n ak va ina a a ene itian o ow selama 11 tahun terhadap lebih dari 2000 pasien tercatat 4,4%.1 isiko nt k menjalani pembedahan prolaps organ pelvik adalah 1 dari 11 orang, dan risiko an akan en a a i e e a an an sa ai ene itian oovers dkk mendapatkan kejadian prolaps puncak vagina setelah satu tahun dilakukan histerektomi baik melalui vagina maupun abdominal adalah 5%.10 anita i erika erikat i erkirakan e n ai risiko nt k dilakukan pembedahan karena prolaps organ pelvik dan inkontinensia. Faktor predisposisi terjadinya prolaps organ pelvik merupakan hal yang sangat entin ii enti kasi nt k enin katkan en e a an an en o atann a Faktor-faktor tersebut antara lain bertambahnya usia, paritas yang tinggi, obesitas, kondisi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdominal (seperti konstipasi) , serta riwayat histerektomi sebelumnya. Bagaimanapun juga masih belum jelas bahwa prosedur histerektomi merupakan salah satu faktor terjadinya prolaps organ pelvik. Walaupun dari hasil penelitian casecontrol study mendapatkan bahwa prosedur histerektomi merupakan salah satu faktor terjadinya prolaps organ pelvik yaitu 2-3,6/1000 wanita per tahun, hampir sama dengan rata-rata pembedahan untuk memperbaiki prolaps organ pelvik dan inkontinensia pada populasi umum yaitu 2,04-2,63/1000 wanita per tahun.11 Etiologi prolapsus organ genitalia belum diketahui secara pasti, selain itu dalam hal pencetusnya diduga terdapat perbedaan di negara maju dibandingkan dengan negara berkembang.4,6,11-13 Telah disepakati bahwa faktor pencetus utama yang berperan adalah persalinan pervaginam, tetapi dilaporkan juga adanya prolapsus organ genital pada nuligravida.14 Penelitian terhadap pola genetik keluarga ternyata didapatkan adanya pola genetik yang diturunkan secara dominan pada penderita .15 Ditinjau dari aspek klinis prolasus organ genital bersifat morbiditas, hampir tidak pernah dilaporkan adanya kematian sebagai akibat langsung kelainan ini. Terapi utama untuk kelainan ini adalah operasi rekonstruksi ligaent an as ia en okon or an evis i sen iri tin akan o erasi untuk Prolaps organ genitalia merupakan tindakan operasi ginekologi yang k an ak i ak kan an i erkirakan wanita i erisiko nt k

81

mengalami tindakan operasi ini.16 Jenis operasi konvensional yang umum i ak kan a a a isterekto i transva ina an ko ora in akan o erasi ini akan merubah sifat kelainan ini yang tadinya hanya bersifat morbiditas, menjadi berisiko motalitas.11,17 Prolaps organ genital ternyata bersifat progresif dan sangat jarang terjadi remisi, Progresion rate (per 100 women-years) adalah 9.5 untuk sistokel, 13,5 untuk rektokel dan 1.9 untuk prolapsus uteri tanpa sitokel dan rektokel.18 Dalam satu tahun pasca operasi untuk stadium lanjut, cenderung mengalami rekurensi (85% dari 102 kasus ) .19,20 Tujuh belas wanita (10%) mengalami prolaps kembali sejauh 1 cm keluar dari hymen. Prolapsus organ genitalia yang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun dan pada usia menopause cenderung mengalami risiko rekurensi lebih tinggi daripada usia reproduktif. Odds rasio bagi usia lebih dari 60 tahun adalah 3,2. Odds rasio stadium 3 dan 4 untuk terjadi rekurensi setelah operasi pertama sebesar 2,7 dalam satu tahun.21 19,20 e ara reva ensi o erasi an an a a a Belum ada a oran reva ensi rek rensi a a en erita i In onesia teta i en in at r ara an i an akin enin kat t n a oran ari a an tatistik nasional) dan dalam upaya mempertahankan kualitas hidup yang tetap baik pada wanita pasca menopause, maka secara apriori rekurensi prolapsus uteri pasca operasi akan menjadi masalah. Walaupun kelainan ini bersifat progresif tetapi sampai saat ini belum ada suatu penanda baik klinis maupun pemeriksaan penunjang diagnostik untuk menduga rekurensi pada penderita prolaps organ genitalia.22 Tindakan operasi ulangan akan meningkatkan risiko morbiditas dan merubah risiko kelainan ini menjadi berisiko mortalitas. Tindakan operasi yang berulang-ulang untuk satu kelainan akan meningkatkan biaya an e er erat en erita se ara nansia o e karena en erita n a berada pada usia yang tidak produktif lagi. Belum ada terapi pencegahan untuk terjadinya prolaps organ genitalia. Tindakan operasi hanya bertujuan mengembalikan kemampuan ligamentum untuk mempertahankan posisi anatomis organ panggul, yaitu dengan cara memperpendek dan melekatkannya kembali. Daya rentang dan kelenturan ligamentum walaupun setelah di operasi tidak mengalami perubahan, oleh karena itu beberapa pasien kemungkinan akan mengalami rekurensi pasca operasi.

82

Dari uraian diatas tampaknya ada kesenjangan dalam pengelolaan prolapsus genitalia yaitu, disatu pihak tindakan operasi untuk prolaps organ genitalia cukup banyak dilakukan, tetapi oleh karena sifatnya yang progresif maka risiko untuk operasi ulangannya juga cukup tinggi (45-60%) .11,16,19 Dilain pihak sampai saat ini belum ada suatu penanda risiko rekurensi baik secara klinis maupun secara biokimiawi yang dapat dipergunakan untuk memilah kasus-kasus yang harus dilakukan tindakan sakrokolposuspensi dengan yang tidak perlu pada tindakan operasi pertama.17,23 Penatalaksanaan Prinsip dan tujuan bedah panggul rekonstruksi adalah mengembalikan dan memelihara kontinensia urin dan fekal, reposisi struktur pelvik menjadi struktur anatomi yang normal, mempertahankan fungsi seksual, memperbaiki seluruh patologi panggul abnormal, mengurangi gejala abnormal, serta mendapatkan hasil yang bertahan lama.1 Kesukaran yang dihadapi oleh ahli bedah genitourinari dan rekonstruksi panggul selain menentukan jenis operasi untuk memperbaiki prolaps organ pelvik dan/atau inkontinensia adalah rute yang akan dilaksanakan yaitu melalui abdomen, vagina, laparoskopi, atau gabungan dari ketiganya.1,25 Penatalaksanaan prolaps oragan pelvik tidak hanya satu prosedur saja untuk memperbaiki semua jenis gangguan yang berhubungan dengan sistim penyokong panggul. Beberapa kerusakan atau kelainan penyokong yang sering menyertainya dapat dilihat pada tabel 1. Koreksi terhadap suatu kelainan atau kerusakan tanpa koreksi yang tepat terhadap struktur lain dapat menimbulkan kerusakan yang lainnya. Contohnya, Burch colposuspension dapat memperburuk enterokel, dan sacrospinous vault suspension dapat menimbulkan sistokel.1 a e asi kasi k inik ro a s or an an Prolaps vagina anterior Uretrokel isto retroke istoke istoke atera Enterokel anterior Prolaps vagina apical (post histerektomi) Uterovaginal Enterokel Prolaps vagina posterior ektoke

83

an at a entin nt k e at kesina n an antara as ia va ina anterior dan posterior pada puncak vagina tanpa melihat lokasi penggantungan nt k en ikat n ak va ina e a a an a roksi asi arin an ro sk lar ini dapat menyebabkan enterokel pada puncak vagina, yaitu hernia usus halus di belakang epitel vagina tipis yang kekurangan lapisan miofascial.25 Terdapat dua rute utama dalam pembedahan pelvik rekonstruksi yaitu pendekatan melalui abdomen (laparotomi atau laparoskopi) dan pendekatan melalui vagina. Tehnik pendekatan melalui vagina sangat tepat bagi pasien yang mempunyai otot dasar panggul yang kuat, berdasarkan hasil pemeriksaan klinik dan memiliki fascia endoplevik yang baik.9 Fiksasi sakrospinal vaginal dan sakrokolpopeksi abdominal merupakan stan ar ak e as nt k e er aiki e ek s s ensi n ak va ina a n pendekatan melalui vagina menawarkan pilihan yang lebih aman untuk memperbaiki anatomi defek suspensi ini.9 e nik en ant n an n ak va ina terse t antara ain 9,25 • McCall Culdoplasty • terosa ra s ension • I eo o e s s ension • aros ino s i ation • a ra o o e • Mesh sacrocolpopexy • Colpocleisis • a ro o o s ension “McCall Culdoplasty” McCall memperkenalkan tehnik penggantungan uterosakral pada punak va ina ersa a en an er asan o ast osterior i ew Or eans aat e ka n ak va ina aik sete a se esai ari isterekto i erva inam ataupun setelah memperbaiki rektokel, sistokel, atau enterokel, ligament terosakra ii enti kasi an era a i awa tekanan e ian i amentum uterosakral dilipat dengan benang nonabsorbable yang ditempatkan dari salah satu ligamentum uterosakral ke ligamentum uterosakral lainnya, dengan menyertakan peritoneum cul-de-sac posterior diantaranya.25 Uterosakral Suspensi o i kasi rose r ini te a ireko en asikan se a a e era a ta-

84

n s ensi i a ent terosakra is i ak kan nt k en e a ikasi ligamentum uterosakralis di tengah-tengah. Buller dkk melakukan penelitian terhadap kadaver untuk membantu menggambarkan lokasi yang optimal untuk penempatan jahitan pada suspensi uterosakralis. Penelitian terhadap pembuluh darah dan syaraf di sekitarnya bersama dengan keluarnya jahitan, menyarankan segmen tengah ligamentum uterosakralis merupakan tempat yang optimal untuk kekuatan dan keamanan. Petanda yang baik untuk segmen tengah ligamentum uterosakralis adalah spina ischiadica.25 Penempatan jahitan yang tidak tepat dapat menyebabkan obstruksi ureter, untuk memperkecil kejadian tersebut yaitu dengan menempatkan jahitan sekurang-kurangnya 1 cm posterior dari batas anterior ligamentum uterosakralis.25 Prosedur suspensi uterosakralis ini dapat juga dilakukan secara per abdominal maupun per laparoskopi.25 Ileococcygeus Suspensi a a kas s kas s tetrtent an ti ak a at en i enti kasi i a entum uterosakralis atau ligamentum tersebut sangat lemah, dapat menggunakan fasia otot iliokoksigeus yang berada tepat di sebelah anterior spina ischiadica untuk suspensi puncak vagina. Prosedur ini mirip dengan prosedur yang digunakan pada suspensi uterosakralis hanya berbeda lokasi yang digunakan. kk en atakan a wa asia otot i iokoksi e s era a i atera rekt dan anterior spina ischiadica.25 Sakrospinosus Fiksasi Fiksasi puncak vagina ke ligamentum sakrospinosus dianjurkan secara luas dan merupakan salah satu pilihan untuk digunakan. Pendekatannya melalui pararectal space baik secara anterior maupun posterior. Meskipun prosedur yang paling sering dipakai unilateral, prosedur secara bilateral juga dapat i akai ete a e as ki arare ta s a e ke ian ii enti kasi s ina ishiadica serta ligamentum sakrospinosus yang membentang dari spina ishiadica ke sakrum. Untuk mempermudah penempatan jahitan pada ligamentum sakrospinosus dapat digunakan Miya hook.25,26 Sakro kolpopeksi Pada wanita yang mempunyai fasia yang lemah, otot-otot dasar pangan e a ata wanita en an stres sik an erat e i aik en -

85

gunakan tehnik untuk suspensi puncak vagina yang mempunyai penggantung puncak vagina yang seimbang. Prosedur yang dipakai adalah sacral colpopexy, yang menempatkan penyokong puncak vagina normal dengan posisi diantara fasia atau menempatakn material sintetik diantara puncak vagina dan anterior sakrum.25 Mesh sakrokolpopeksi Mesh sacrocolpopexy dilakukan melalui pendekatan per abdominal aik se ara a aroto i a n a arosko i en an anestesi aa satu ujung mesh ditempatkan secara longitudinal pada ligamentum di sakrum dan ujung yang lain pada puncak vagina, untuk variasi jaraknya dapat ke arah anterior atau posterior dinding vagina. Prosedur ini sering dikombinasikan dengan prosedur yang lain seperti colposuspension atau penempatan sling suburetral, terutama bila disertai inkontinensia urin stres. Bermacam-macam jenis mesh yang dipakai untuk prosedur ini, tetapi yang paling sering adalah jenis sintetik biasanya polipropilen.27,28 Peter Petros memperkenalkan tehnik terbaru untuk mengatasi prolaps oragan pelvik dengan menggunakan mesh sling polipropilen yang dinamakan osterior Intra a ina in ast I an na a an e i e as ait 29 In ra o ea rans evatoria o o e Kolpokleisis Prosedur colpocleisis pertama kali diperkenalkan oleh LeFort pada ta n ke ian e e a er kk e ak kan o i kasi o o eisis Prosedur ini hanya dilakukan pada wanita yang sudah tidak memerlukan fungsi reproduksi lagi. Tingkat keberhasilan colpocleisis dalam mencegah terjadinya prolaps puncak vagina antara 86-100%.25 Sakrokolpo Suspensi a a sat enis o erasi an an konvensiona an i ak kan nt k ke ainan ini a a a sakroko os s ensi ko ora an an an rekonstr ksi 11,30 ligamentum pelvis. akroko os s ensi i ak kan nt k e ant e pertahankan integritas anatomi organ panggul agar tidak mengalami rekurensi, yaitu dengan cara melekatkan puncak vagina atau serviks uteri ke ligamentum sakros inos akroko os s ensi ini se et n a a at a i ak kan sebagai tindakan primer atau tindakan tambahan pada operasi pertama untuk mencegah rekurensi, namun sayangnya tindakan ini hanya dapat dilakukan

86

oleh mereka yang sudah terlatih secara kompeten. Tindakan sakrokolposuspensi berisiko tinggi untuk terjadinya kematian akibat cedera pembuluh darah arteri pudenda, oleh karena perdarahan akibat cedera arteri ini cukup sulit untuk ditangani. Tindakan operasi pertama tidak bersifat emergensi, sehingga bagi penderita yang berisiko tinggi untuk terjadinya rekurensi sebaiknya dirujuk kepada yang berkompetensi untuk melakukan tindakan sakrokolpos s ensi ek rensi ter a i ke n kinan o e karena ter s er an s n n a penurunan kekuatan jaringan penyokong integritas anatomi organ pelvis.22,31 Pencegahan Terdapat beberapa tehnik operasi yang dapat digunakan untuk mempertahankan puncak vagina sehingga dapat mencegah terjadinya enterokel. McCall mengemukakan tentang kuldoplasti pada tahun 1957 dengan menggunakan ikatan yang menyatukan ligamentum uterosakralis dengan peritoneum untuk menyangga puncak vagina setelah histerektomi. Prosedur tersebut telah menjadi standar pada operasi ginekologi. Cruisank dan Kovacs menyatakan bahwa kuldoplasti McCall lebih baik dalam menyangga puncak vagina setelah histerektomi dibanding prosedur penutupan peritoneum simpel serta prosedur en t an o i kasi ti e os owit o o an i ani n en atakan bahwa kuldoplasti McCall lebih baik daripada sakrospinosus suspensi.32,33 Montella dan Morill pada penelitiannya mendapatkan bahwa prosedur kuldoplasti McCall sangat baik dalam mempertahankan puncak vagina pada pasien-pasien prolaps organ pelvik yang telah dilakukan vaginal histerektomi.32,33 Daftar Kepustaka 1. nai r t a a i a ros ino s va t s s ension an a o ina o osa ro e In r t ers orn ia ant editors. Female pelvic medicine and reconstructive pelvic surgery. Lonon rin er 2. orton reva en e an so ia i a t o rinar in ontinen e in wo en in O stet ne o 3. i ea ar o o e vi floor an es in t e o er wo an r ro 4. ar o o ower rinar tra t s n tion an t e eno a se In aro o ra s o r ein e itors ro ne o o aris

87

5.

6.

7. 8. 9.

10.

Churcil Livingstone; 2005. p.433-57. e er n overview o e vi or an ro a se In e er r aker a er o ia e itors O e ro ne o o ew ork raw i an isa iv a e an e enner istri tion of pelvic organ support measures in a populationbased sample of middle-aged, community-dwelling African American and white women in so t eastern i i an O stet ne o asan Insi ensi ro a s s teri erio e i asan aikin an n i a akan a a I III O I an n a ian O stetri an ineko o i an n a oran a nan a ian O stetri an ineko o i an n e an av e in es e os re in osterior intra va ina s in ast I or va ina a e s s ension e vi erineo o oovers

van er aarta van er o van ee wen o ten eint ran o ise ontro e tria o aro ina an va ina ro a se s r er e e ts on ro enita n r O stet nae o on ar a e ton III e k a aoa O eister et a In i en e o e vi floor re air a ter stere to ation ase o ort st O stet ne o

in a tion 11. an ins a o e1-7. 12. a an n aker a i ation o e ision akin o t o es or e a e e vi floor isor ers O stet ne o e e 13. a ennan e es ent o wo an i a teri 14. ri e iet ra e arke e vi or an es ent in o n n i ravi wo en O stet ne o e 15. iko ova re or i ain a o r e a i ia tranission o enitova ina ro a se Int ro ne o 16. Olsen AL. Epidemiology of surgically managed pelvic organ prolapse an rinar in ontinen e O stet ne o 17. ks e er Ora eventeen ear review o stere to ro-

88

e res in a niversit ini in Istan r ne o O stet 18. an a en ri an a arret ro ression an re ission o e vi or an ro a se on it ina st o eno a sa wo en O stet ne o 19. re or ark it i e io o i eva ation o reo eration for surgically treated pelvic organ prolapse and urinary incontinen e O stet ne o 20. e er i e io o an s oso ia i a t o e vi floor isorers In ar est i i i e itors ro ne o o an e vi reontr tive s r er ew ork raw i 21. e er itesi e e n a ters isk a tors for prolapse recurrence after vaginal repair. Am J Obstet Gynecol. 22. Petros PEP, Ulmsten U. An integral theory of female urinary incontinen e e eri enta an ini a onsi erations O stet ne o an 23.

24.

25.

26.

27.

28.

at r t a s ner rne reenwa a ani retion o o a en erive e ti es Is In rease in o en it tress rinar In ontinen e e ro ro ro n ritis so iet o ro nae o o e ana e ent o ost stetre to va ina va t ro a se O reen to i ine no 2007. t an i a s ort e e t In ent n i wi t e itors Oster ar s ro ne o o an e vi floor s n tion th edition i a e ia i in ot i ia i kins an o arison o e e tiveness o va ina an a o ina ro tes in treatin severe terova ina or va t ro a se in aore e ationa instit te or ea t an ini a e e en e es sa ro o oe or va ina va t ro a se aret vai a e ro www ni e or k I overview Drent D. Laparoscopic reconstructive bladder prolapse surgery in the e ae ite on Okto er avai a e ro www ro o n

89

29. von eo a a e osterior intrava ina s in ast easi i it and preliminary results in a prospective observational study of 108 cases. e vi erineo o 30. i eon n i i ai isk a tors or e vi or an ro a se Int O stet ne o 31. ai ore a i er a er or or o etri analysis of smooth muscle in the anterior vaginal wall of women with e vi or an ro a se O stet ne o 32. Montella JM, Morrill MY. Effectiveness of the McCall culdeplasty in aintainin s ort a ter va ina stere to Int ro ne o 33.

90

ene ar ie avar rie o a o s et et a Anatomical and functional results of McCall culdoplasty in the prevention of enteroceles and vaginal vault prolapse after vaginal hysterectomy. Int ro ne o

Elongatio colli Junizaf Pendahulun Prolaps alat genital adalah suatu keadaan yang umumnya berhubungan dengan multiparitas dan postmenopause1 Prolaps alat genital muda terutama pada nulipara sangat jarang terjadi2 secara umum insident prolaps alat genital pada wanita sulit ditentukan karena banyak wanita yang menderita prolaps alat genital tidak mempunyai keluhan sehingga tidak meminta pertolongan, dan diperkirakan sekitar 10-15% pasien-pasien yang dikerjakan histerektomi dilakukan atas indikasi prolaps3 Di Amerika Utara dikemukakan dua kasus prolap alatgenital terjadi pada nulipara4 berdasarkan kelemahan dari jaringan penunjang vagina dan dinding vagina prolaps alat genital dapat berupa uretrokel, sistokel, prolaps uterin, enterokel dan rektokel. Pada beberapa kasus prolaps dapat merupakan perpanjangan serviks( elongation colli)5 . elongation colli adalah perpanjangan atau hipertropi serviks menunju kearah introitus, dengan jaringan penunjang uterus lainnya masih dalam keadaan baik6 Patofisiologi ro a s i i nisikan se a ai okasi or an an an a nor a Penyokong organ pelviks didapatkan kerja sama kompleks dari tulang pelvik, otot, jaringan ikat (fasia endopelvik) dan persarafan. Fasia endopelvik sebagai penyokong pelviks dan vagina melekat ke dinding pelviks, bagian dari fasia endopelvik yang melekat ke uterus disebut paramentrium yang melekat kevagina disebut parakolpium. Ligamentum kardinale dan ligamentum sakrouterina merupakan penyokong uterus dan serviks melekat kedinding panggul lateral dan belakang7 otot levator ani membentuk sling yang melingkari organ panggul visera yang terletak dalam hiatus genetalis otot levator ani dalam keadaan istirahat selalu berkontraksi untuk mempertahankan hiatus urogenitalis tetap tertutup sehingga jaringan penunjang akan berada dalam regangan yang minimal. Bila otot panggul relaksasi atau mengalami kerusakan hiatus urogenital akan melebar dan vagina akan berada antara tekanan a o ina an tin i an tekanan at os r an ren a a a kea aan ini vagina dipertahankan oleh fasia endopelviks, akan tetapi fasia ini akan dapat

91

mempertahankan beban ini dalam waktu yang terbatas dan mempunyai batas kekuatan tertentu sehingga pada waktu yang cukup lama otot dasar panggul tidak menutup hiatus urogenital lagi maka jaringan penunjang tersebut akan melemah dan timbulah prolaps7 asar an i ersara o e nerv s ens an a en inervasi s n ter ani eksterna an s n ter retra an sara sa ra anterior an en inervasi evator ate8 ro a s enete ia ise a kan karena a an a e siensi ata ker sakan aringan pelviks termasuk saraf, jaringan penyokong dan ototo . kebanyakan kasus prolaps genetalia dihubungkan dengan adanya kerusakan jaringan penyokong akibat persalinan atau pengaruh umur 2.9 Eliagatio colli disebabkan oleh kelemahan ligamentum kardinale yang menyokong serviks, tetapi otot dasar panggul masih dalam keadaan baik6 oleh sebab itu pada elongatio colli walaupun serviks telah berada diluar introitus vagina dengan panjang serviks dapat mencapai 10-12 cm (dengan sondase), korpus uterin tetap dalam posisi yang normal dirongga panggul. Bila otot panggul mengalami relaksasi atau mengalami kerusakan hiatus urogenital akan melebar dan vagina berada antara tekanan abdominal yang tinggi dan tekanan atmosfer yang rendah. Pada keadaan ini vagina akan dipertahankan oleh fasia endopelvik. Fasia dapat mempertahankan beban ini dalam periode waktu yang pendek, namun jika otot panggul tidak menutup hiatus urogenital, jaringan penunjang tersebut akan melemah dan timbullah prolaps.7 asar an i ersara o e nervus pudendus an eninervasi sin ter ana ekstern s an s n ter retra sara sakra anterior an en inervasi evator ate 8 ro a s enita ise a kan karena a an a e siensi ata ker sakan pada jaringan panggul, termasuk syaraf, jaringan penunjangdan otot. Kebanyakan kasus prolaps genital dihubungkan karena adanya kerusakan jaringan, akibat persalinan dan pengaruh usia.2,9 tro e n kk ene kan a a wanita a sia ta n gangguan pada jaringan penunjang, kelainan kongenital dan penyakit neuromuskuler empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita usia tua dengan, prolaps genital.2 er er kk a ene kan atriks ekstrase er arin an endopelvik pada wanita muda dengan prolaps genital lebih rendah dibandingkan yang tidak prolaps, sedangkan pada wanita tua dengan prolaps, kadar ko-

92

lagen matriks ekstraseluler tidak berbeda bermakna dengan wanita tua tanpa prolaps.11 Diagnosis Prolaps genital sering menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan tempat dan tipe prolaps itu sendiri (tabel 1 ). Gejala yang umum pada semua jenis prolaps adalah perasaan adanya benjolan pada vagina.12 Tabel 1: Gejala yang berhubungan dengan prolaps genital.12 Gangguan berkemih tress inkontinensia Frekuensi (diurnal and nocturnal) Urgency and urge incontinence Aliran urin yang memanjang Perasaan tidak puas saat berkemih e ksi an a nt k e ai ata en ak iri erke i Perubahan posisi untuk memulai atau mengakhiri berkemih Gangguan usus it e ekasi Inkontinensia flat s Urgency pada saat defekasi Digitasi atau mengurut vagina , perineum perineum atau anus untuk mengakhiri defekasi Perasaan tidak puas setelah defekasi Gangguan seksual Tidak bisa melakukan koitus Dyspareunia Tidak mendapat kepuasan atau orgasme Inkontinensia se a a e ak kan akti tas seks a Gangguan lokal lain Perasaan penuh dan berat pada vagina eri a a va ina an erine Perasaan adanya penonjolan di dalam vagina eri n n an erk ran ika er arin eri a a a o en Keluar darah atau pus dari vagina e eriksaan sik a at i ak kan a a osisi itoto i ata er iri dimana pasien harus dalam keadaan relaks dan diminta untuk mengedan atau, batuk, kemudian pemeriksa menentukan organ apa yang muncul melalui introitus, serviks, sistokel, rektokel atau enterokelel pemeriksa juga harus menentukan derajat prolaps pada saat itu. Tidak perlu melakukan penarikan ser-

93

viks dengan tenakulum. Pengukuran panjang serviks harus dilakukan, hal ini a at e e akan ro a s teri en an e on atio o i e a ai ta a an pemeriksaan bimanual, sondase harus dilakukan untuk menentukan panjang kanalis seryikalis. Pada elongatio colli, serviks dapat memanjang mencapai 10 cm.5 Pada beberapa kasus pasien diminta mengedan tampak serviks keluar melewati introitus vagina, kalau pasien masih gadis / belum menikah, maka harus dijelaskan pada pasien bahwa selaput daranya (hymen) tidak intak lagi karena elongatio colli sudah melewati introitus dan merusak selaput dara, se e i ak kan e eriksaan a a istoke a n rektoke serin i6 jumpai bersama elongatio colli. Penatalaksanaan e e i ak kan tin akan asien en an ro a s enita ar s ilakukan pemeriksaan sitologi ataupun biopsi cervix untuk menyingkirkan adanya keganasan.5 Pada tindakan dengan kasus prolaps genital, sebelumnya harus dipertimbangkan usia pasien, status perkawinan dan fungsi reproduksi dan pekerjaan.13 Pasien-pasien dengan elongatio colli dianjurkan supaya tidak melakukan pekerjaan yang berat karena hal ini adalah salah satu faktor resiko terjadinya prolaps alat genitalia. Pengobatan pasien elongatio colli bila telah menggangu, dilakukan operasi Manchester-Fothergill.5,6 yaitu operasi dengan melakukan amputasi serviks, dan pengikatan ligamentum kardinale ke pungtum bagian anterior serviks serta ka a er i ak kan a ko ora osterior

Gambar 8. Dilakukan amputasi serviks, pengikatan ligamentum kardinale ke anterior serviks.4

94

Pada pasien usia tua dengan elogatiocolli , sebelum dilakukan operasi, perlu dilakukan dilatasi dan kuretase(D&C).5,14 en an a a asan 1. Dengan dilakukannya dilatasi pada kanalis servikalis, akan memudahkan operasi nantinya pada saat dilakukan penjahitan mukosa vagina ke kanalis servikalis, 2. Karena pada tindakan ini uterus ditinggalkan, maka D&C dilakukan untuk memastikan tidak adanya ; keganasan. Jika pada saat D&C secara makroskopis ditemukan adanya kelainan, maka operasi sebaiknya ditunda sampai ada hasil pemeriksaan mikroskopik.5 Pada kasus yang muda tidak perlu dilakukan D&C, mengingat pada usia muda kemungkinan adanya suatu keganasan adalah sangat kecil. Operasi Manchester-Fothergi cukup memuaskan pada kasus prolaps dimana prolaps disebabkan oleh elongatio colli. Operasi ini mempunyai keterbatasan terutama jika ditemukan enterokel. Pada teknik operasi ini juga ditemukan insidens sterilitas yang tinggi, persalinan prematur pada usia kehamilan 6 sampai 8 bulan, sering ditemukannya distosia servikalis dan sering pula ditemukan distosia servikalis. Operasi ini cukup mudah dibanding teknik operasi lainnya dengan hasil yang cukup baik.5 Simpulan Prolaps genital pada wanita usia muda nullipara adalah kasus yang jarang terjadi. Biasanya pada prolaps yang terjadi adalah elongatio colli, karena terdapat kelemahan pada ligamentum kardinale yang menyokong cerviks sedang otot levator ani pada wanita muda biasanya masih baik. Penyebab kelemahan ligamentum kardinale pada kasus elongatio colli kadang-kadang tidak diketahui, walaupun faktor pekerjaan pasien dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya prolaps. Penanganan kasus elongatio colli adalah tindakan amputasi cerviks dengan teknik Manchester-Fothergill, teknik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan. Daftar Kepustakaan 1. e oa ar enter an o n wo en O stet

ana e ent o enita ro a se in neonates ne o rve

95

2.

tro e n akar e an e O e vi or an ro a s in o n women. Obstet Gynecol, 90(1), 1997, P 33-6. 3. ar son i os i I In i ations or stere to 4.

i os an a es o ro a se In a ina r er t ed, Williams Wilkins, Baltimore, 1997, p 101-18. 5. o son a osition o t e ter s In e in e s O erative 6.

7. 8.

9.

10.

11.

12. 13. 14.

96

Gynecology 7th ed, JB Lippincott Co, Philadelphia, 1992, p 819-53. ten ever enner nato i e e ts o t e a o ina wa an e vi floor In o re ensive ne o o t e os t Louis, 2001, P 565-606 ei e an e O n tiona anato o t e e vi floor an lower urinary tract. Clinical Obstet Gynecol, 47(1), P 3-17. erkowit ase ear o wo an wit e vi floor re a ation a ter se on va ina e iver 2699-2706. arris n i oates rinar in ontinen e and pelvic organ prolapse in nulliparous women. Obstet Gynecol, 92(6), 1998, P 951-4. ia arino ateno in e i es ia et a e roductive factors, family history, occupation and risk of urogenital ro a se ro ean O stet ne o an e ro tive io o 1999, P 63-7. o er er a oner stro a stro k an Young women with genital prolapse have alow collagen concentration ta O stet ne o an akar tanton e ar review ana e ent o enita rolapse. BMJ, 324, 2002, P 1258-62. i os an a oi e o o eration or enita ro a se In a ina r er t e i ia s i kins a ti ore i os a ina stere to In ne o o i an O stetri st r er e os t o is

Stres Inkontinensia Urin Ermawati Definisi Inkontinensia rin o e Internationa ontinen e o iet I i e nisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol, secara obyektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis.1-5 Dan memberikan perasaan tidak nyaman yang menimbulkan damak ter a a ke i an sosia siko o i akti tas seks a an eker aan a 6-8 menurunkan hubungan interaksi sosial dan interpersonal. tres inkontinensia a a a ke arn a rin an ti ak a at ikontro i a tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal penutupan uretra, sedangkan kandung kemih sendiri tidak aktif atau istirahat, biasanya berhubungan erat en an akti tas t an a at en e a kan tekanan intra a o ina seperti batuk, bersin, melompat, berlari berjalan, mengangkat benda-benda berat. 1-5,9,10 INSIDEN DAN PREVALENSI Pada perempuan prevalensi stres inkontinensia dua kali dibanding laki9 laki. Angka prevalensi stres inkontinensia dilaporkan oleh banyak peneliti sekitar 10-20% dan secara pasti masih sulit dipastikan. Angka kejadian stres inkontinensia sekitar 40-60% dari seluruh inkontinensia.6-8 Jumlah kelahiran dan usia akan mempertinggi angka kejadian terset rve i o t a es en e eksi se ara ran o a a ere an dengan usia lebih dari 18 tahun didapatkan, 22% wanita mengeluh tentang stres inkontinensia aar ens rve at et a asiswi ari s at niversitas dan ia mendapatkan 27%, mengeluh stres inkontinensia selama berolah raga. Prevalensi stres inkontinensia pada perempuan usia 30-50 tahun adalah 10-25%. Dan diperkirakan pada perempuan usia lebih dari 65 tahun adalah 30-60%.1,2,11 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa persalinan pervaginam meningkatkan risiko inkontinensia, dibandingkan dengan persalinan perabdominam. Dilaporkan dibeberapa institusi, persalinan dengan menggunakan forcep adalah 10%, sedangkan dengan ekstraksi vakum 3,3%. Terdapat sedikit data yang menunjukkan persalinan dengan ekstraksi vakum yang berhubungan dengan terjadinya inkontinensia urin. Bahkan suatu studi retrospektif melaporkan tidak ada hubungan antara inkontinensia urin dengan ekstraksi

97

vakum.14 Pada penelitian prospektif, Dimpl dkk melaporkan inkontinensia urin postpartum pada 2 dari 22 perempuan (9,1%) pasca ekstraksi vakum dibanding postpartum spontan 16 dari 258 perempuan (6,2%), tetapi secara statistik tidak bermakna.15,16 Arya, dkk (1999) dalam penelitian prospektif terhadap 315 perempuan primipara yang melakukan persalinan dengan ekstraksi forcep (90), ekstraksi vakum (75) dan spontan (150) didapatkan insiden inkontinensia urin 2 minggu pasca persalinan sama pada ketiga kelompok dan menurun secara bermakna pada evaluasi 3-12 bulan kecuali persalinan dengan ekstraksi forcep.14,17 ETIOLOGI Etiologi stres inkontinensia adalah terdapatnya hipermobilitas bagian proksimal uretra dan leher kandung kemih yang disebabkan oleh kelemahan atau kerusakan penyokong kedua organ tersebut an ter a atn a i siensi s n ter uretra.2 FAKTOR RISIKO. Banyak faktor yang menyebabkan kerusakan dan kelemahan otot, fascia serta persyarafan dari alat penyokong leher kandung kemih dan uretra yang dapat eni kan ter a in a stres inkontinensia se erti terse t i awa ini 2 1. Usia Kejadian inkontinensia meningkat dengan meningkatnya umur dan terbanyak ditemukan pada usia sekitar menopause dan menetap masa postmenopause. 2. Faktor ras Ternyata orang kulit hitam seperti bangsa Eskimo, Cina lebih sedikit menderita stres inkontinensia dibandingkan orang kulit putih (Barat). Pada orang kulit hitam ternyata didapatkan otot levator ani lebih tebal, lebih banyak dan tersebar dari atas arkus tendenius dan fascia dari otot diafragma panggul menyebar sampai ke posterior ligamentum puborektalis dengan kepadatan yang khusus. 3. Kehamilan dan melahirkan Banyak penelitian menunjukkan bahwa persalinan pervaginam meningkatkan risiko inkontinensia dibandingkan persalinan perabdominam.14 Thomas dkk mendapatkan hubungan kejadian inkontinensia dengan pari-

98

tas. Pada perempuan multipara lebih banyak ditemukan stres inkontinensia daripada nulipara. Hal ini disebabkan karena terdapatnya kerusakan pada syaraf, otot dan fascia dari otot levator ani pada saat persalinan.2 Mekanisme perlukaan akibat persalinan dengan forcep tidak jelas. Kompresi dari nervus pudendus dengan daun forcep dapat menyebabkan ne ro ati en a an se an tn a en aki atkan enervasi s n ter uretra. Atau karena kepala mengalami penurunan yang lebih cepat dibanding persalinan normal akan menyebabkan peregangan dan luka serabut syaraf serta elemen jaringan penghubung pada dasar panggul.11,19 Person dkk tidak menemukan hubungan antara persalinan operatif pervaginam dengan kejadian inkontinensia urin. Trauma persalinan merupakan penyebab utama dari stres inkontinensia. Pada persalinan dasar panggul didorong dan diregangkan serta sebagian robek Kerusakan ini menyebabkan kelainan letak vesika. Juga otot-otot sekitar dasar vesika dan leher vesika mengalami cedera. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia semasa nifas dan dapat hilang sendiri, bila jaringan cedera akibat partus dapat sembuh kembali.14 4. Menopause or a n a n si retra i en ar i o e aktor r an or on estrogen. Dalam keadaan istirahat, penutupan uretra telah dilakukan oleh mukosa uretra, submukosa yang berisi jaringan elastis dan ikat seta pembuluh-pembuluh darah dan otot polos dinding uretra. 5. Faktor jaringan ikat (jaringan kolagen) Terbukti jaringan ikat penderita yang mengalami stres inkontinensia jumlah jaringan kolagen sangat sedikit. Tipe jaringan kolagen yang ditemukan ter as k a a o on an III ini en n kkan a wa arin an ko agen sangat tipis dan ini dapat menyebabkan kelemahan dari jaringan ikat tersebut yang ikut membantu kekuatan jaringan penyokong. 6. Faktor merokok, minum alkohol, obesitas juga dilaporkan berpengaruh pada timbulnya stres inkontinensia. PATOFISIOLOGI STRES INKONTINENSIA Etiologi stres inkontinensia adalah multifaktor. Bagian luar kandung kemih yang berperan untuk pengisian dan pengeluaran urin dari kandung kemih adalah leher kandung kemih, uretra dan penyokong.1,2,8 tres inkontinensia

99

akan timbul bila tekanan intravesikal melebihi tekanan maksimal penutupan uretra.1,2,9 Ada 4 faktor yang berperan dalam peristiwa kontinensia atau inkontinensia ait 1. ekanis e s n ter retra interna 2. ekanis e s n ter retra eksterna 3. Faktor penyokong sambungan uretravesika (urethrovesical junction) 4. Koordinasi kontrol persyarafan pusat dan perifer ekanis e s n ter retra interna an ter iri ari ko onen kosa uretra, submukosa uretra yang berisi jaringan ikat dan elastin serta pembuluh ara an otot o os ari in in retra ekanis e s n ter retra interna ini terletak dalam leher kandung kemih, cincin trigonum dan detrusor loop yang berfungsi untuk melakukan penutupan uretra secara adekuat pada keadaan istirahat dan membantu penutupan uretra oleh mukosa (mucosa seal) dan er akan ekanis e asi e r ko onen s n ter retra ini i en ar i o e or on estro en ekanis e s n ter retra interna ini ise t a intrinsi s n ter retra e ek ata ker sakan ari intrinsik s n ter ini ise t intrinsi retra s n ter e ien I i a ke ainan ini ite kan aka leher kandung kemih dan uretra di bagian proksimal akan terbuka dan urin akan as k ke a a retra se in a akan ter a i stres inkontinensia I ini a at ise a kan o e e era a kea aan se erti ie o is asia as ara ika vulvektomi atau pasca operasi pelvis.1,2 a n ekanis e s n ter retra eksterna er akan ekanis e akti teriri ari otot ait Otot rik s n ter retra Otot rik s n ter retrova ina 3. Otot lurik kompresor1,2,5 eti a otot ini e ent k sat kesat an otot an ise t otot ra os n ter, otot ini terletak distal dari leher kandung kemih dan dapat dikontraksikan se ara vo nter Otot rik s n ter retra ini erisi sera t otot rik an sifatnya kejut lambat (slow twitch), terbentang dari trigonum posterior ke distal sa ai ke otot rik retrova ina an ko resor retra Otot ini i ers ara oleh eferen pelvis (splanchnic); otot ini melingkari otot polos uretra dan pada bagian sepertiga tengah uretra otot ini menebal. Otot ini dapat berkontraksi

100

dalam periode lama serta dapat meningkatkan tonus pada saat menutup uretra dan dapat mempertahankan kontinensia serta mencegah inkontinensia dalam kea aan stres Otot s n ter retrova ina an ko resor retra ter etak ista ari otot s n ter retra ta i an e a isi se erti a ista retra Otot ko resor uretra berasal dari ramus iskiopubis sedangkan otot uretrovaginal berasal dari dinding ventral dari vagina. Kedua otot ini terutama berisi serabut-serabut ke t e at ast twit i ers ara o e nerv s en s an ertan n awa a a kontraksi reflek saat at k ontraksi ari otot rik ro enita s n ter retra ra os n ter akan en e i kan a ian atas en retra an menekan sepertiga bagian bawah dinding ventral. Otot ini fungsi utamanya mem”back up” mekanisme kontinensia dengan menutup uretra walaupun leher kandung kemih tidak baik atau dalam keadaan mendadak seperti adanya urge. Akan tetapi otot ini sendiri tidak cukup menahan kontinensia bila ada stres oleh tekanan intra abdominal.1,2 Uretra proksimal dan uretrovesical junction dipertahankan posisinya dalam rongga abdomen oleh sling yang terbentuk di bawah, bagian tengah dan atas uretra. Dan oleh dinding anterior vagina dan fascia puboservikalis, dimana bagian anterior dinding vagina ini digantung bilateral ke otot levator ani (diafragma pelvis), dasar fascia endopelvik serta fascia pelvis arkus tendeneus, untuk mencegah perpindahan uretra dan mempertahankan uretra agar tetap letaknya di atas levator plate.1,2 Bila otot diafragma panggul berkontraksi, maka dinding vagina akan bergerak ke depan dan akan mendorong uretra proksimal ke depan tulang puis as ia retra is se in a retra akan tertekan sakn a en okon a a uretra dan leher kandung kemih akan menyebabkan bagian proksimal uretra dan leher kandung kemih keluar dari rongga abdomen sehingga tekanan intraabdomen yang meningkat akan disebarkan ke seluruh dinding kandung kemih dan uretra bagian proksimal dengan ukuran yang sama sangat sedikit sekali atau tidak sempurna pada uretra proksimal, sehingga menyebabkan tekanan intravesikal langsung ke uretra ini akan dapat mendorong terjadinya stres inkontinensia.1,2 Koordinasi dan integrasi serta keutuhan syaraf dari komponen-komponen anatomi yang ikut mempertahankan kontinensia adalah sangat penting. ers ara an an t ari otot ra os n ter an asar an o e s ara

101

eferen dan pudendus adalah sangat penting untuk meningkatkan tonus dalam kea aan istira at an an reflek a a saat stres Peningkatan secara volunter dari tekanan intrauretra oleh otot diafragma urogenital terutama didatangkan dari korteks serebri melalui upper motor neuron. Kerusakan dari struktur persyarafan diberbagai tingkat tersebut tentu akan menyebabkan disfungsi, termasuk dapat menimbulkan stres inkontinensia rin ara an en a a i ker sakan ter an ak a a a nerv s en s s ara an en inervasi s n ter retra eksterna an asar an terutama karena trauma. Pada perempuan biasanya karena trauma persalinan dan pasca operasi pelvis.1,2 Jelas bahwa posisi leher kandung kemih dan proksimal uretra di dalam rongga abdomen sangat penting dalam mempertahankan inkontinensia. Karena pada keadaan stres atau tekanan intraabdominal meningkat, tekanan akan disalurkan seluruhnya ke vesika urinaria termasuk ke bagian proksimal uretra (tekanan transmisi). Bila leher kandung kemih berpindah posisi keluar dari rongga abdomen akibat lemahnya atau rusaknya penyanggah yang mempertahankannya, maka pada saat tekanan intra abdomen meningkat maka tekanan tersebut kurang baik atau terlalu sedikit yang sampai ke bagian proksimal uretra (tekanan transmisi), sehingga urin akan masuk ke dalam uretra dan akan mudah terjadi stres inkontinensia. Pada tingkat kerusakan yang ringan, kejadian ini mungkin masih dapat diatasi oleh tekanan uretra yang dilakukan oe ekanis e s n ter retra eksterna kan teta i a a kea aan s n ter uretra ini melemah maka sokongan otot ini untuk mempertahankan kontinensia tidak dapat dilaksanakan dengan baik sehingga stres inkontinensia akan terjadi atau lebih berat. Kerusakan atau kelemahan uretra ini dapat disebabkan oleh trauma pada otot serta fascia dan persyarafan organ penyokong leher kan n ke i retra roksi a an otot ra os n ter se erti a a ere puan dengan dasar panggul rusak akibat kehamilan atau melahirkan.1,2 KLASIFIKASI tress Inkontinensia a at i e akan a a enis ait 18 i e i ana asien en e kan a an a ke o oran rine teta i tidakdapat dibuktikan melalui pemeriksaan i e i ana stress inkontinensia ter a i a a e eriksaan en an manuver stress dan adanya sedikit penurunan uretra pada leher vesika

102

-

urinaria i e i ana stress inkontinensia ter a i a a e eriksaan ena n penurunan uretra pada leher vesika urinaria mencapai 2 cm atau lebih i e i ana ter a i retra ter ka an area e er vesika rinaria tan a kontraksi kan n ke i e er retra en a i rotik riwa at trauma atau bedah sebelumnya) dengan gangguan neurologik atau ke an a i e ini ise t a se a ai e siensi s n ter intrinsik

GAMBARAN KLINIK Diagnosis stres inkontinensia dibuat berdasar anamnesis, pemeriksaan sik an s ara serta e eriksaan en n an a a ana nesis se ain e a a gejala inkontinensia juga perlu diketahui penyakit-penyakit atau keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdominal serta derajat gangguan sosial yang dialami oleh penderita dan keluarga, keadaan menopause, pengobatan inkontinensia sebelumnya serta riwayat operasi panggul.2 iwa at an akurat merupakan dasar untuk evaluasi dan menegakkan diagnosis. Didiskripsikan tentang tipe, onset, frekuensi serta pola inkontiensia.1,2,9 Penggunaan obat-obatan, keadaan penderita seperti kanker, Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan gangguan fungsional atau struktur pada traktus urinarius. 1,2 e eriksaan sik an i ak kan a iik ti e eriksaan ers araan ter ta a an an ers ara an an e eriksaan ro ineko o i domen harus diperiksa apakan ada massa yang teraba atau distensi kandung kemih. Pemeriksaan vagina harus dilakukan untuk menilai prolaps organ pelvis eri n kin en n kkan a an a in eksi kan n ke i ata sistisis interstitial.1,2 Tanda klinis stres inkontinensia ditunjukkan dengan posisi supine atau er iri en an en r en erita at k ata en e an Ini er akan etunjuk yang terpercaya untuk diagnosis stres inkontinensia dengan nilai prediktif positif 91%. Bagaimanapun 40% penderita ini dengan pemeriksaan tambahan urodinamis memiliki diagnosis detrusor tak stabil, hipersensitif kandung kemih atau disfungsi miksi. Keluhan kandung kemih yang jelek atau kontraksi detrusor yang tidak stabil diprovokasi oleh batuk dapat menyebabkan kebocoran karena hilangnya inkompetensi uretra.1,2,9 eni aian ne ro o is i ok skan a a se en sa ai s ara sakra s ina an e ers ara trakt s rinari s awa eflek okaver-

103

nosus diketahui dengan menjepit klitoris atau memasang kateter Folley dan 1,2,9 erasakan s n ter an s an kontraksi otot erine Pemeriksaan Penunjang Dilakukan tes batuk/valsava untuk melihat urin keluar dari uretra serta tes Bony bila tidak jelas adanya inkontinensia urin, dapat dilakukan tes pad. Tes pad ini disamping dapat menentukan adanya inkontinensia juga dapat menentukan derajat inkontinensianya. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan cotton swab (Q tes) untuk mengetahui perubahan sudut uretrovesikalis. Juga perlu diketahui urin sisa.1,2,20

Gambar 1. Q-tip tes. Di kutip dari Berek

i ak kan e eriksaan a rin arian e ain e erikan in ormasi keadaan kandung kemih dan beratnya inkontinensia, urin harian mungkin memberikan tipe inkontinensia urin. Vella dkk mengemukakan dengan pemeriksaan yang berdasarkan atas anamnesis adanya stres inkontinensia, tes batuk positif, urin sisa kurang atau sama 50 cc dan kapasitas kandung kemih sekurangnya 400 cc diagnosis inkontinensia sudah dapat dibuat dengan ketepatan 97% jika dibandingkan dengan menggunakan tes urodinamik. Tentu dengan cara ini tidak dapat membedakan sebab dari jenis inkontinensia itu sendiri. Pemeriksaan yang paling sederhana yang lebih dapat menentukan adanya stres inkontinensia adalah sistometri. Akan tetapi kadang-kadang stres inkontinensia bercampur dengan bentuk inkontinensia lainnya seperti dengan overaktif kandung kemih (OKK), sehingga diagnosis lebih sulit, untuk ini dibutuhkan pemeriksaan tes khusus dengan menggunakan urodinamik.2 Gejala yang berhubungan dengan stres inkontinensia pada tes urodinamik berhububgan dengan ketidakstabilan detrusor 11-16%. Tes urodinamik

104

merupakan penilaian obyektif fungsi traktus urinarius dan membantu klinisi en erti ato sio o i ari r e inkontinensia karena serin e i ari sat penyebab yang memerlukan pertimbangan dan pengobatan. Urodinamik bert an nt k en awa ertan aan erik t 21 1. Apakah kandung kemih normal atau overaktif? 2. aka s n ter retra ko eten se a a en isian an rovokasi 3. Apakah traktus urinarius bawah kosong secara normal dan lengkap? Perempuan dengan overaktif detrusor dapat menunjukkan penemuan yang berbeda pada pengisian sistometri. Kandung kemih mungkin menunjukkan kontraksi fasik yang tidak stabil yang tidak dapat disupresi (ketidakstabilan detrusor) atau mungkin fungsinya normal (stabil, komplians normal, kapasitas baik). Insi ensi kontraksi an ti ak sta i enin kat en an en isian sistometri secara lebih terprovokasi (pengisian yang cepat, perubahan posisi dari telentang ke berdiri). Overaktivitas saluran kemih bawah dengan adanya bukti o ekti er n an en an ke ainan ne ro enik ise t i erreflek etr sor.21

a

ar

isto etri

Dikutip dari Berek

roflo etri en k ran a iran rin an esti asi resi a i nakan untuk menilai fungsi miksi dan secara rutin dilakukan selama penilaian urodinamik. Kurva aliran dapat dinilai ketika volume miksi lebih dari 150 ml. or a n a er ent k on en en an aksi k ran ari etik Perempuandengan disfungsi miksi memiliki miksi yang panjang dan aliran

105

yang rendah (kurang 1 ml/detik). Evaluasi urodinamik direkomendasikan pada perempuandengan gejala campuran ketika terapi konservatif gagal, sebelum pembedahan inkontinensia dan pada penderita neurogenik.21 Visualisasi traktus urinarius bawah dengan sistouretroskopi merupakan metode paling terpercaya dan langsung menyingkirkan kelainan patologi kandung kemih. Endoskopi dini dilakukan pada keadaan klinik sebagai berik t 9,21,22 1. Hematuria mikroskopik 2. iwa at stres inkontinensia ata o erasi e vis 3. eri kan n ke i an r e s to 4. ere an en an aan st a trakt s rinari s ivertike retra ata malformasi saluran kemih. TERAPI Penatalaksanaan stres inkontinensia dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu konservatif dan operatif/pembedahan. A. KONSERVATIF 18 1. Edukasi intervensi gaya hidup dengan menekan asupan ka ein o i kasi as an airan an tin i ata ren a a at irekomendasikan pada perempuan dengan inkontinensia urin, perempuan dengan indeks masa tubuh lebih dari 30 sebaiknya disarankan menjalani program penurunan berat badan 2. era i sik en an e ati an otot asar an se aikn a a at mencapai delapan kali kontraksi yang dilakukan tiga kali setiap hari. Jika bermanfaat, pelatihan ini sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan. Pada perempuan dengan stress inkontinensia urin, pelatihan otot dasar panggul di bawah panduan sedikitnya selama 3 bulan, seharusnya menjadi bagian tatalaksana lini pertama yang aman dan efektif. 3. Medikamentosa Terapi medikamentosa untuk stres inkontinensia saat ini belum ada yang tepat karena tidak ada pengaruhnya pada leher kandung kemih an s n ter retra isa in e era a o at an erna i akai seerti en ro ano a ine se oe e rine e rine ore e rine mempunyai efek samping yang berat pada penderita.

106

B. TERAPI PEMBEDAHAN a n ent k ent k tera i e 1. o ora anterior 2. Prosedur sling pubovaginal 3. Uretropeksi retropubik 4. Prosedur jarum 5. Periuretral bulking agen

e a an

ei

ti 1,2,9,22,23

6. Tension vaginal tape (TVT) dan Tension Obturator Tape (TOT) Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang cermat dan baik pada penderita dan keluarganya karena angka kegagalan operasi maupun rekurensi tindakan ini tetap ada. 1. Kolporafi anterior o ora anterior a aka i ak kan se a ai rose r an ter isa atau bersamaan dengan pembedahan ginekologi yang lain umumnya er akan o erasi ineko o i O erasi ini er akan o erasi e nitif untuk mengkoreksi stres inkontinensia. Gambaran klasik telah dipublikasikan oleh Kelly (1913). Teknik operasi termasuk penggunaan jahitan pada robekan fascia dari uretra dan kandung kemih yang ke ian i o i kasi o e enne e an tn a se a 1,24,25 o i kasi inor n te a i ak kan e ak kan ko ora anterior e er kan e a a an te at tentan anato i an sio o i str kt r asar an an an ar s 24 ii enti kasi a a a 1. Mukosa vagina 2. Peritoneum vesikouterina 3. Fascia pubovesikalis-servikalis 4. Otot kandung kemih 5. Uretrovesikal junction (leher kandung kemih) 6. Uretra 7. Vena-vena pleksus uterovaginal a n in ikasi nt k e ak kan ko ora anterior n a e erti an kan a kate ori ta a ait 24Terbukti relaksasi dinding anterior vagina dengan minimal ditandai bentuk sistokel dan tres inkontinensia rin er n an en an sistoke se an

107

teknik o erasi ko ora anterior 1,24-27 Penderita dalam posisi litotomi. Vagina dan perineum dibersihkan secara aseptik dan antiseptik.Dilakukan incisi setinggi apeks vagina. Dengan menggunakan bantuan Allis klemp ditempatkan di lateral ari te at insisi es a titik awa insisi ii enti kasi kosa va ina iin trasi en an airan sa ine e ine rin i at insisi vertikal sepanjang mukosa meluas ke dalam dari apeks vagina sampai ea t s retra Insisi ti ak ko it se r n a teta i a ak e as 5-6 cm. Ujung mukosa vagina dielevasikan dengan Allis klem dan lapisan fascia dipisahkan secara tajam dari bagian dalam mukosa vagina. Hati-hati saat memisahkan pemukaan dalam mukosa vagina dan batas yang diperkirakan. Daerah ini relatif avaskuler dan fascia menjadi sehat untuk ditutup dan koreksi sistokel. Pembedahan dilanjutkan sampai dinding vagina yang telah dipisahkan dari fascia. Hati-hati di daerah uretral junction dan daerah periuretral. Disini mukosa vagina lebih menyokong dibandingkan di atas kandung kemih. Daerah periuretral lateral terdapat pleksus vena besar jadi hati-hati memisahkan ari kosa va ina nt k en in ari aserasi vena e an tn a ipasang Folley kateter no 14 F dengan pengisian balon 5 cc. Uretrovesikal junction ditopang dengan penjahitan paralel terhadap uretra menggunakan chromic catgut no. 0. Penjahitan ini dinamakan twin stit es t retrovesika ie evasikan en ekati as ia i e iana. 2 atau 3 jahitan twin stitches ditempatkan lebih distal di bawah retra isa sistoke ikoreksi ai retrovesi a n tion en an jahitan terputus satu-satu menggunakan chromic 2.0. Fascia ditutup e iana ari retrovesi a n tion sa ai a eks insisi e an tn a aproksimasi fascia, dijahit daerah sistokel secara jelujur chromic catgut no 2.0. Mukosa vagina di dekatkan, perbaiki mukosa yang lebih dan jahit secara jelujur dengan chromic catgut no 2.0. Hati-hati daerah dead space antara mukosa dan vagina. Tidak diperlukan drain. 2. Metode sling uretrovesika rose r ini ert an nt k eno an s n ter retra an e a Dengan metode ini uretra akan ditopang dan ditekan oleh suatu sling, sehingga tekanan intra uretra menjadi stabil. Tindakan ini diindikasi-

108

kan untuk tindakan operatif terhadap stres inkontinensia lainnya yang kurang berhasil dengan tindakan operatif tersebut dan tidak digunakan luas sebagai terapi pertama stres inkontinensia, penderita pasca trauma pelvis, penderita dengan penyakit paru-paru obstruksi kronis, penderita dengan peningkatan tekanan intra abdominal dan kelainan kongenital.19,25-29 Terdapat banyak bahan alamiah dan sintetik yang dapat digunakan sebagai sling. Tabel di bawah ini dapat dilihat jenis bahan yang dapat digunakan sebagai sling. Tabel 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk sling

Bahan Organik

intetik

Autologous material Fascia lata

Heterologous material o ii e o ramater

e t s as ia Vaginal patch Gracilis muscle o n i a ent Pyramidalis muscle on Marlex mesh Mersilene mesh i asti Gore-tex

Dikutip dari Wall1

a. Metode sling dari bahan autologus1,4,12,20,28 in an a in serin i nakan a a a s in an ata an ikena a en an teknik oe e toe ke i iki rose r a a eto e ini ait i. Membuka dan mendapatkan fascia lata ii. Membuka dan menampilkan leher buli-buli iii. Menempatkan sling pada posisinya

erasa ari as ia ran en ei e-

iv.

Menempatkan sling pada rektus fascia anterior Fascia lata diperoleh dari sepertiga tengah paha, untuk memperolehnya digunakan alat khusus yaitu Masson fascial stripper. Posisi penderita berada dalam posisi miring, dimana diantara kedua paha diganjal

109

dengan bantal, sehingga bagian paha sejajar dengan lantai. Daerah ini i ak kan tin akan ase tik antise tik Insisi on it ina i at pada pertengahan bagian paha kira-kira 2 jari di bawah epikondilus feora atera Insisi i er a a sa ai en a ai as ia ata as ia ata ditampilkan dengan cara menyisihkan jaringan lemak. Kemudian dibuat 2 insisi longitudinal dengan menarik fascia lata sepanjang 2 cm dan dipotong. Dua klem kocher dipegang oleh tangan kiri operator sedangkan tangan kanan melepas dengan cepat dalam satu gerakan lembut sejauh mungkin dapat mencapai fascia lata paralel di bawahnya. Ukuran fascia ata an ia i se e ar an an an ete a en a atkan fascia lata, penderita dalam posisi litotomi. Dipasang spekulum vagina, dinding anterior vagina ditampakkan dan diinsisi sampai menembus fascia endopelvik, di bawah leher kandung kemih.1,4,6,12,28,29 Fascia endopelvik diterobos lateral pada leher kandung kemih dan rongga retropubik, dimasukkan dan dilebarkan. Kemudian dilakukan insisi transversal 2 jari di atas suprapubik, fascia rektus ditampakkan dan iinsisi e e i as kkan a a ron a et i i an ari o erator. Kemudian sling dipegang pada satu ujungnya dan klem ditarik ke atas. Ujung fascia lata ditarik melalui insisi abdominal pada fascia rekti an i a it rose r i an a a sisi an er awanan in ar s itempatkan di bawah leher kandung kemih dengan menopangnya. Hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan sling adalah penempatannya dengan tegangan yang tepat, jangan terlalu erat.1,4 Pada penderita yang dilakukan tindakan sling ini dites dulu dengan en ian ro ina ik e e tin akan o erasi i ak kan e ersian va ina an i eri anti iotik ro aksis as a o erasi ari ke i a penderita dilihat kemampuan residu urinnya. Bila kurang dari 100 ml selama dua hari berturut-turut, maka kateter boleh dilepaskan dan penderita dipulangkan.1,4 e erti tin akan o erati ainn a tin akan ini a a at en akibatkan komplikasi. Dilaporkan adanya cedera kandung kemih, infeksi ka an st a o ikasi an serin ter a i sete a tin akan eto e sling ini adalah kesulitan dalam mengeluarkan urin. Komplikasi lainnya adalah perdarahan, cedera kandung kemih, infeksi saluran kemih dan ke-

110

jadian overactive bladder serta waktu penyembuhan luka yang lama.1,4,5,12 Variasi penggunaan autologous sling The Aldrige sling (1942) at insisi se iti a i at a a anterior in in va ina ke ian e er kan n ke i an retra roksi a i e askan Insisi i an tkan a a a ian anteros erior r an et i s Insisi ren a transversa dibuat pada abdomen dan 2 strip dari aponeurosis eksterna oblik

-

-

-

dibebaskan, dipotong pada bagian medial setiap sheath. Ditarik melalui batas dalam otot rektus dan dijahit di bawah leher kandung kemih sehingga mengangkat uretra. Kemudian insisi vagina dan abdomen ditutup.1,6,22,28 e t i or s in Teknik ini lebih sederhana. Dengan menggunakan beberapa bahan catgut untuk menyatukan strip apponeurosis eksterna oblik sewaktu memendekkan pada bagian tengah. Terdapat beberapa komplikasi sewaktu penyayatan luas dari strip sarung rektus yang dilakukan secara blind di bawah leher kandung kemih5 The Millin sling (1947)28 Merupakan variasi dari gabungan operasi abdominovaginal. Yang dilakukan hanya sayatan membuat sayatan di bagian abdomen saja. tri a one rosis ekterna o ik i e askan se ara in i awa uretra diikuti pembuatan saluran suburetra menggunakan penyayatan dengan forcep bengkok. Kemudian ditempatkan di anterior melalui batas medial dari sisi kontralateral otot rektus dan dijahit bersamaan. Ketiga prosedur di atas tidak digunakan lagi oleh karena komplikasi lebih buruk. ee e s s ension as ia s in Prosedur ini lebih menguntungkan dengan menggunakan bahan jaringan autologous yang lebih ramping. Bahan yang digunakan dapat rektus abdominis, eksternal oblik atau fascia lata dan bahan sintetikpun dapat digunakan. Dilakukan insisi mediana suprapubik dan fascial patch diperoleh dari rektus fascia. Jika menggunakan fascia lata, insisi transversa sepanjang 4 cm dan 8 cm di atas patella, ukuran tergantung dari permin-

111

taan individual. Penderita dalam posisi litotomi dan dilakukan insisi U pada dinding anterior vagina untuk menampakkan leher kandung ke i an retra Insisi i an tkan a a anteros erior e as ki r an et i s er erakan ari retra an e er kan n ke i arus dijamin baik. Fascial patch kemudian ditempatkan pada posterior uretra menggunakan jahitan vicryl dan prolene pada sisi luka abdominal sebelah kiri dan kanan. Tindakan sistoskopi diperlukan untuk menjamin tidak adanya kerusakan pada kandung keih dan uretra.6 Metode sling dari bahan sintetik e ak oir en nakan ersi ene se a ai a an s in an ak a an sintetik i er nakan se erti ar e ore te an i asti e a ian infeksi sama halnya dengan bahan autologous dan ada risiko terjadinya erosi suburetra. Beberapa komplikasi pada pemakaian bahan sintetik adalah erosi dan kesulitan berkemih setelah penggunaannya.6 Prosedur dengan menggunakan teknik insisi abdominovaginal atau suprapubik dengan insisi suburetra. Uretra dan kandung kemih dibebaskan dan patch ditanamkan di bawah uretra dan leher kandung kemih dengan Dexon 4.0 atau vicryl. Jahitan angka 8 dengan prolene dilakukan pada setiap ujung patch dan melewati insisi suprapubik menggunakan jarum ta e ata ere ra in akan an t an i er kan a a a sistosko i dan pengujian Q-tip untuk mengevaluasi sudut uretrovesikal. Dapat pula digunakan bahan sintetik yang bisa diserap maupun tidak.

Gambar 3. Metode sling Dikutip dari Mayo

112

3. Uretropeksi retropubik Everard Williams (1947) pertama kali memaparkan teknik operasi susensi vesika retro ik e ian i o i kasi o e ars a ar etti an rant erik t ini teknik o erasin a Penderita dalam posisi Lloyd-Davies, dilakukan pemasangan kateter Folley. Dinding perut iinsisi se ara transversa ete a eritone isisi kan ta ak r an et i s e er kan n ke i an retra i e askan en an ari i oton en an ntin an isisi kan en an kassa er ara an irawat ete a leher kandung kemih dan uretra atas cukup bebas dari belakang tulang pubik dan simphysis, dilakukan 2 atau 3 penjahitan pada dinding lateral vagina sampai uretra. Marchetti menggunakan chromic catgut dengan jarum kecil bulat. Tetapi sekarang lebih disukai penjahitan dengan polyglycollic acid. Tahap ini dipermudah dengan cara asisten memasukkan jarinya dengan sarung tangan ke dalam vagina sampai terelevasi dengan tepat. Jaringan uretra dan parauretra disisihkan ke arah medial sampai dinding vagina tampak jelas sebelum dilakukan penjahitan. Penjahitan selanjutnya yaitu angka delapan dari bawah ke atas periostium dari sisi yang lain lalu diikat hingga uretra dan leher kandung kemih terangkat berlawanan dengan bagian belakang tulang pubik. Jahitan selanjutnya dilakukan pada uretrovesikal junction dalam jaringan muskulofascial leher kandung kei an i ak kan ksasi a a erikon ri s sis 19,25-28

a

ar s ensi etro Dikutip dari Mayo

is

113

4. Prosedur suspensi jarum Prosedur operasi alternatif pada leher kandung kemih retropubik diawali dengan suspensi uretra melalui kombinasi pendekatan pervaginam maupun perabdominam. Pada tahun 1956, Armand Pereyra saat menjadi chief a a i a i ornia en a atkan e era a ere an en a a i rek rensi stres inkontinensia urin yang telah dilakukan uretropleksy Marshallar etti rant Pada pembedahan retropubik kedua dilakukan re air a a ntaian rosis antara t an ik an as ia oservika Prosedur Pereyra dilakukan dengan membuat insisi transversa di dinding perut. Jarum dan kanula khusus dimasukkan melalui fascia rektus ke daa t an ik an se a ai et n k en ik ti r an et i s sa ai tulang pubik dan muncul pada mukosa vagina tepat lateral dari uretrovesikal junction. Dengan kawat stainless steel dipasang benang di jarum. Dua jalur dibuat sepanjang mukosa di satu sisi dan dua ujung kawat dikembalikan keatas sepanjang fascia rektus, diangkat sampai dinding anterior vagina terelevasi secara tepat. Dan diikat menyilang di tengah.19,25-27,30,31

a

ar

ars a

ar etti rant

rose

r

Dikutip dari Mayo

5. Periuretral ”bulking agent” Akhir-akhir ini telah dilakukan injeksi bulking agen sekitar uretra pada

114

uretrovesikal junction untuk memulihkan kontinensia. Mula-mula dilaporkan Murless (1938) mengenai periuretral injeksi dalam mengobati stres inkontinensia urin. Dilakukan injeksi terhadap 20 perempuan stres inkontinensia urin dengan cairan sodium morrhuate 5% suatu sklerosing agen pada jaringan periuretral 1 cm proksimal meatus uretra eksterna. Didapatkan 60% penderita sembuh dalam 1 tahun dengan komplikasi terbanyak hanyalah pengelupasan dari mukosa vagina pada tempat suntikan. Teknik ini kemudian dikembangkan oleh Berg (1973) dengan menggunakan o tetrafl roet ene eflon® I ont e e o rs o t Lauderdale, Fla.) pada 3 penderita. Dilakukan injeksi preterapi dengan glicerin (akan diserap dalam 36 jam) untuk menentukan apakah penderita menjadi kontinensia dengan bulking agen yang akan meningkatkan tahanan uretra. Dan dilaporkan menyembuhkan keluhan jangka panjang 20eta i ke ian ti asa a en an eflonâ dilaporkan menimbulkan migrasi ke bagian lain dari tubuh dan terjadi reaksi granulamatus; selanjutnya dipertanyakan apakah ada agen lain?19 Penggunaan kolagen cross-linked pertama kali dilaporkan pada tan eski n se a ai ana eflonâ angka kesembuhan hanya 24%. Peneliti lain yang mencoba menggunakan injeksi kolagen memberikan hasil yang sama. Teknik injeksi agen ini sederhana dan dapat dilakukan dengan sedikit anestesi. Uretroskop derajat 0 ditempatkan sedemikian rupa sehingga uretrovesikal junction tampak seluruhnya. Material kemudian disuntikkan transvaginal ke bagian terbesar uretrovesikal junction. Umumnya, 3 atau 4 suntikan dibuat mengelilingi sirkumferensia uretra sehingga menyebabkan mukosa menonjol ke dalam kanal dan uretrovesika n tion istira at e ikitn a seri s ntikan i er kan a a en erita puas.25 6. Tension-free vaginal tape Perkembangan terbaru dalam pengobatan stres inkontinensia urin adalah tension-free vaginal tape (TVT). Prosedur ini pertama kali diperkenalkan oleh Ulmsten dkk pada tahun 1996 dan melibatkan penyanggah suburetral tanpa reposisi leher kandung kemih. Dasar tteknik ini adalah koreksi inadekuat penyanggah uretra dari ligamentum pubouretral vesika dan in in va ina s retra e n ai a aran entin in

115

ditempatkan di bawah miduretra, dimana dasar darri tekanan uretra proo etri i a ent o retra ia i se a ai e en ka n siona Kedua tidak ada tekanan yang dipergunakan oleh sling. Ketiga digunakan prolene mesh. Meskipun beberapa bahan sintetik berhubungan dengan reaksi benda asing dan penolakan tape. Prolene menyebabkan reaksi infla asi ini a tan a er a an er akna a a a a ar t ko a en 19

Gambar 4. Tension vaginal tape Dikutip dari Manca

iste ne are o ervi e en an n intro ser yang bisa dipakai ulang yang mana dua 5-6 mm jarum disposibel metal. Prolene mesh sling (45cm x 1,1cm x 0,7mm) dilapisi dengan sarung astik an a at i in a kan a a a ar e Berikut adalah teknik en naann a 20 Penderita diberi antibiotika preoperatif. Penderita dalam posisi litotomi dan abdomen, perineum dan vagina dipersiapkan. Kandung kemih dikosongkan dengan kateter transuretra. Diberikan 100 ml lidocain 0,25% se a ai oka anestesi is ntikkan i k it in in er t te at di atas symphisis pubis dan dilengkungkan ke bawah sepanjang belakang t an ik sa ai r an et i s an is ntikkan ke a a dinding vagina suburetra dan parauretra. Dua insisi 1 cm dibuat 6 cm te at i atas te i s erior t an ik Insisi vertika i at pada vagina anterior mulai 0,5 – 1 cm bawah dari meatus uretra eksterna.

116

Diseksi dilebarkan ke lateral 1 cm di samping uretra. Dipandu dengan kateter o e an kan n ke i i efleksikan ke kiri en erita ar TVT dengan introduser di masukkan ke dalam insisi parauretra kanan. Diafragma urogenital ditembus dan ujung jarum diangkat sampai insisi in in er t e a i e akan t an ik Intro ser i e askan sistosko i i ak kan nt k en kon r asi a aka an n ke i an uretra utuh dan jarum dengan tape yang terpasang diangkat mengikuti insisi dinding perut. Prosedur ini diulang pada sisi kiri penderita. Simpulan Menurut De Lancy ada 3 faktor yang mempertahankan kontinensia ait aktor en okon retra an e er kan n ke i an aik s n ter retra interna serta s n ter retra eksterna er a atn a an an anato i dan fungsi dari ketiga faktor ini akan menimbulkan terjadinya stres inkontinensia seperti paritas, menopause, usia, operasi pelvik, merokok, obesitas dan lain-lain.1,2,9,11 asa a tak t ter a a e e a an an eks ektasi an ren a terhadap manfaat yang dapat diterima juga menghambat penderita untuk mencari bantuan medis. Diagnosis yang tepat dari kelainan ini dibuat dengan bantuan pemeriksaan urodinamik, akan tetapi dengan gejala klinik dan pemeriksaan yang teliti serta pemeriksaan penunjang yang sederhana, diagnosis dapat diat se e e eriksaan ro ina ik terse t e in a enata aksanaan secara konservatif dapat diberikan dengan hasil memuaskan.1,2,12 Penanganan pembedahan pada stres inkontinensia meliputi tindakan pembedahan pervaginam, perabdominam, prosedur jarum suspensi, tindakan o erati a a ke e a an s n ter intrinsik a arasko i an a va e o eration Tindakan pembedahan direkomendasikan bila tindakan konservatif gagal atau perempuan tersebut menginginkan koreksi operatif sejak awal.1,2,13 Diagnosis yang akurat dan penatalaksanaan efektif tergantung dari pemahaman yang benar dari defek anatomi yang menimbulkan keadaan ini.biu Daftar Kepustakaan 1. Wall LL. Urinary stress incontinence. In o k Linde operative gynecology. 8th e i a e ia i is ers

o son in ott aven

Te -

117

2.

ni a tres inkontinensia a a ni a oso rawiro antoso I k a ar ro ineko o i akarta a ian ro ineko o i rekonstr ksi I 3. ra e it ore on s r i a treat ent or e a e rinar inontinen e In anso o rowski onte orar era in o stetri s an ne o o oronto a n ers th 4. erek i ar as i ovak s ne o o ed. Philadel5.

6.

7. 8. 9.

10.

11. 12. 13. 14.

15.

118

ia i in ott aven is ers ikn osastro e era a as ek ro o i a a wanita a a iknosastro ai in a i a i I kan n an akarta a asan ina staka arwono rawiro ar o an a er ar ost ti it ana sis o tension ree vaginal tape versus colposuspension for prymary urodynamic stress inontinen e O e er o e tari e ran i e vi floor e ation a ter vaginal delivery. O e e er an o o a vatore new estionarre to asses t e quality of life of urinary incontinence woman. O reen rinar stress in ontinen e at o sio o ia nosis an assi ation In s a i t ne o o an o stetri ro o oronto a n ers a o in rinar stress in ontinen e In rie an orten nd a in In ne o o a e ision akin 2 e i a e ia e ker In esse ee ewton e se on o a or an str t re O ri t arve new e terna ret ra in e a e rinar in ontence. AmJOG 1998;286-90 st i en ine stress in ontinen e In ar o o ro ne o o ed. ew ork r i ivin stone r a a kson ers er a isk o new onset rinar incontinence after forcep and vaccum delivery in primiparous women. O iktr ose o artoe e s to o stress in-

continence caused by pregnancy or delivery in primiparous. AmJOG 16. earson ansen stroen O stetri risk a tor or stress rinar in ontinen e O 17. e s er a iari e t o s ina anast esia on t e ower rinar tra t in ontinent wo en r O 18. antoso I Inkontinensia rin a a wanita a a works o va ina 19. 20.

21. 22.

23.

24. 25.

26. 27. 28. 29.

surgery,Padang.2008. o a set on ter e e t o e vi floor s e e er ise ears a ter essation o or ani e trainin O o ist er ain r i a orre tion o in ontinen e wit er o i it In Oster ar ent n i wi t Osterth ar s ro ne o o an e vi floor s n tion e i a e ia i in ot i ia i kins w er os i a va ation an ia nosis o overa tive a er in o stet ne o e er ow on e o i e ere ra ro e re or stress rinar in ontinen e In an ne o o i s r er nd ed. Massachusetts a kwe s ien e o n oo arava ina e e t re air or stress rinar in ontinen e t e en i ar son ro e re In an ne o o i s r er nd e assa setts a kwe s ien e r ker nterior o orra In s a i t ne o o an o stetri ro o oronto a n ers Oster ar wi t vo tion s r er or stress rinar in ontind nen e In an ne o o i s r er e assa setts a kwe s ien e th owkins son aw s te t ook o o erative ne o o ed. ew ork r i ivin stone a kson r er or rinar stres in otinen e In i o s neo o i an o stetri s r er oronto os e k e s in o eration In s a i t ne o o an o stetri ro o oronto a n ers i or a ret ra s in ro e res an treat ent o

119

o

i ate stress in ontinen e In Oster ar ent n i wi t Oster ar s ro ne o o an e vi floor s n tion th 5 e i a e ia i in ot i ia i kins 30. ee ro e res or orre tin rinar in ontinen e In an nd necologic surgery. 2 e assa setts a kwe s ien e 31. ere ra e er e evise ere ra ro e re In s a i t ne o o an o stetri ro o oronto a ners

120

OVERAKTIF KANDUNG KEMIH (OKK) ATAU OVERACTIVE BLADDER (OAB) Budi Iman Santoso PENDAHULUAN Pasien OKK seringkali mengalami urgensi dan terkadang mengompol sebelum sempat buang air kecil di kamar mandi. Jadi, jelas bahwa OKK dapat mengganggu pekerjaan, kehidupan sehari-hari, kehidupan seksual, menyea kan e resi an en r nkan rasa er a a iri an k a ita i a n hanya sebagian kecil pasien dengan OKK mendapatkan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.1 Diagnosis OKK dapat dibuat oleh dokter umum di tingkat layanan kesehatan primer karena OKK ditegakkan berdasarkan gejala yang ada dan umumnya tidak memerlukan pemeriksaan khusus. Dengan mengenali gejala OKK di tingkat layanan kesehatan primer maka jumlah pasien OKK tanpa pengobatan diharapkan dapat berkurang.1 er asarkan ato enesis an ato sio o in a O a at i e akan menjadi OKK primer (OKK idiopatik) dan OKK sekunder yang disebabkan oleh kelainan otot (OKK miogenik) atau kelainan saraf (OKK neurogenik). aat ini te a ikena er a ai enis aktor en e a O an a akn a aktivitas otot detrusor pada kandung kemih atau overaktif detrusor merupakan mekanisme penyebab yang paling sering pada OKK.2 Overaktif kandung kemih (OKK) atau aktivitas kandung kemih yang berlebihan merupakan suatu kumpulan gejala yang kompleks yang menunjukkan gangguan saluran kemih bawah, meliputi urgensi dengan atau tanpa inkontinensia urin tipe urgensi, buang air kecil sering atau frekuensi (buang air ke i ka i a a a an nokt ria an n a a a a ari nt k an air ke i ka i 3-5 er i nan ontinensia Internasiona ata Internationa ontinen e o iet I en e kakan O O se a ai sin ro a ata k an e a a an en e a astin a e teri enti kasi dan kelainan lokal telah disingkirkan dengan pemeriksaan diagnostik.6,7 Pemahaman overatif kandung kemih dan inkontinensia urin, baik tipe urgensi maupun tipe stress memang sering bertumpang tindih, seperti yang terlihat pada gambar 1. OKK dapat disertai inkontinensia urin dan dapat juga tanpa disertai inkontinensia urin. Biasanya, inkontinensia urin yang menyertai

121

O a a a inkontinensia rin ti e r ensi e an kan r ensi er akan salah satu gejala OKK, yakni keluhan pasien berupa rasa ingin berkemih yang timbul mendadak dan tidak dapat ditahan lagi. Urgensi merupakan gejala dan tanda utama OKK.2

a ar ektr e nisi O er atikan e a isti a r ensi se a ai e a a OKK (urgency) dan sebagai salah satu tipe dari inkontinensia urin, yakni inkontinensia urin tipe urgensi (urge incontinence)

i nisi O se a ai s at sin ro a asi re ati ar se in a prevalensi dan perjalanan penyakit ini belum banyak diteliti.8 Data dari e arte en ese atan erika erikat en n kkan a wa sekitar ta oran i erika erikat en erita O an inkontinensia rin at enelitian pada sejumlah negara di Eropa menunjukkan bahwa tingkat prevalensi OKK berkisar 31% pada wanita dan 42% pada pria berusia 75 tahun atau e i e an kan reva ensi O a a asien er sia ta n ata e i adalah sebesar 17% pada wanita dan 16% pada pria. Data yang serupa juga i a atkan i erika erikat a ini en n kkan a wa reva ensi O meningkat seiring dengan peningkatan usia.1 Meskipun prevalensi OKK cukup tinggi, sayangnya, hanya 15% pasien O en an e a a an en a atkan en o atan at ene itian menunjukkan bahwa separuh responden (56%) menunggu setidaknya selama 1 tahun sebelum memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan primer.9 Pasien dengan OKK cenderung membatasi diri dalam aktivitas sosial dan cenderung dapat mengalami depresi. Gejala nokturia yang dialami berkaitan dengan gangguan tidur, yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas

122

hidup Wanita pascamenopause yang mangalami inkontinensia urin tipe urensi se ara si ni kan e n ai risiko en a a i at an ata t an 10 tanpa inkontinensia urin tipe urgensi. ota ia a kese atan i erika erikat pada tahun 1995 untuk inkontinensia urin termasuk untuk penatalaksanaan 11 O i erkirakan en a ai i iar o ar a an n a an a se a ian ke i asien en an O an ia nosis 1 dan ditatalaksana dengan tepat. Padahal, diagnosis OKK dapat dilakukan oleh dokter umum di tingkat layanan kesehatan primer karena OKK dapat ditegakkan berdasarkan gejala yang ada dan umumnya tidak memerlukan pemeriksaan khusus. Dengan mengenali gejala OKK di tingkat layanan kesehatan primer maka jumlah pasien OKK tanpa pengobatan diharapkan dapat berkurang. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG KEMIH ar a at en erti ato sio o i O anato i an sio o i kan n ke i an str kt r i sekitarn a ar s i a a i ter e i a e ara rin kas anato i kan n ke i e i ti otot etr sor an s n ter retra interna dan eksterna. Persarafan untuk fungsi berkemih meliputi susunan saraf pusat (pons), medulla spinalis dan saraf perifer, termasuk saraf parasimpatis, saraf simpatis dan saraf somatik – yang seluruhnya bekerja sama agar dapat mengendalikan pengeluaran urin dari kandung kemih dengan baik. (Gb. 2) 12 isio o i iksi ata erke i iat r o e s s nan sara s nan saraf pusat dapat menekan proses berkemih dan keluarnya urin sehingga seseorang dapat mengendalikan secara volunter kapan ia akan buang air kecil atau memulai proses berkemih. Dalam keadaan normal, selama pengisian kandung kemih, di bawah kendali saraf simpatis, dinding otot detrusor berelaksasi, dan s n ter retra erkontraksi se in a rin tersi an en an aik i kan n kemih. Pada keadaan ini, saraf parasimpatis terhambat. Begitu proses berkemih dimulai, maka susunan saraf akan menghantarkan sinyal ke otot detrusor agar berkontraksi dan mengeluarkan urin. Tekanan dalam kandung kemih enin kat an otot etr sor kan n ke i akan ter s erkontraksi s n ter uretra berelaksasi dan urin akan keluar sehingga kandung kemih menjadi koson ete a kan n ke i koson tekanan a a kan n ke i en run dan otot detrusor berelaksasi kembali. e ain it sio o i erke i a iat r o e ersara an si atis an

123

arasi atis ara arasi atis e i atkan ne rotrans iter aseti ko in an eker a a a rese tor skarinik ata ko iner ik e an kan siste sara simpatis melibatkan neurotransmiter epinefrin atau norepinefrin dan reseptor alfa atau beta adrenergik.

a ar nato i an sio o i asar kan n ke i Overview o Overa tive a er an Its ar a o o i a ti o iner i

r

er e aa ei i n ana e ent wit a o s on n-

s

e ara se er ana sio o i roses erke i ata iksi ter iri atas (1) pengisian kandung kemih dan penyimpanan urin dan (2) pengosongan kandung kemih. Pengisian kandung kemih akan menyebabkan volume di dalam kandung kemih atau volume intravesika meningkat dan proses ini membutuhkan tekanan dalam kandung kemih atau tekanan intravesika yang relatif ren a resistensi s n ter retra an ersara an an aik se in a rin ti ak keluar dari kandung kemih serta tidak boleh ada kontraksi kandung kemih involunter yang dapat menyebabkan urgensi maupun kebocoran urin.1 Proses berkemih membutuhkan kontraksi otot kandung kemih yang terkoordinasi en an aik resistensi s n ter retra an en r n an ti ak a a o str ksi

124

mekanik. Gangguan pada faktor-faktor di atas (satu faktor atau lebih) dapat menimbulkan gangguan berkemih. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO Proses berkemih melibatkan korteks otak, pons, medula spinalis, sistem saraf otonom perifer, somatik dan persarafan aferen sensorik serta strukturstruktur anatomi saluran kemih bawah. Gangguan pada struktur tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala OKK. Ada berbagai penyebab dan faktor risiko yang berpotensi menyebabkan gejala-gejala OKK (Tabel 1).3 Tabel 1. Kondisi-kondisi yang menyebabkan atau berperan dalam terjadinya OKK Kondisi atau Kelainan pada saluran kmih bawah wanita Kelainan neurologik pada otak Stroke, penyakit Alzheimer, demensia multi infark, demensia lainnya, penyakit Parkinson, multipel sklerosis Kelainan medula spinalis Multipel sklerosis, stenosis servikal atau lumbal atau herniasi diskus vertebra, trauma medula spinalis Kelainan persarafan perifer Neuropati diabetik, trauma saraf Faktor risiko Infeksi saluran kemih Obstruksi kontraktilitas kandung kemih

Kelainan kandung kemih atau peradangan (misalnya tumor, batu dan sistitis interstisial)

Mekanisme atau Efek Hambatan korteks pada tingkat yang lebih tinggi pada kandung kemih terganggu, menyebabkan overaktivitas detrusor neurogenik.

Dapat menimbulkan overaktivitas detrusor neurogenik atau retensi urin Dapat menyebabkan retensi urin dan kapasitas fungsional kandung kemih yang rendah Peradangan yang dapat menyebabkan aktivasi persarafan aferen sensorik Obstruksi dapat turut berperan dalam overaktivitas detrusor dan retensi urin Dapat menimbulkan retensi urin dan kapasitas fungsional kandung kemih yang berkurang Kelainan dalam kandung kemih dapat mencetuskan terjadinya overaktivitas detrusor

125

Defisiensi estrogen

Kelemahan sfingter

Kondisi sistemik Gagal jantung kongestif, insufisiensi vena

Diabetes melitus Gangguan tidur (sleep apnea, pergerakan periodik tungkai bawah) Kelainan vasopresin arginin

Peradangan akibat vaginitis atrofi dan uretritis, yang dapat berperan dalam timbulnya gejala OKK Kebocoran urin pada uretra proksimal dapat mencetuskan terjadinya urgensi. Kemampuan untuk menghambat otot detrusor melalui kontraksi sfingter dapat hilang Mekanisme atau Efek Beban volume yang berlebihan (volume overload) dapat menyebabkan frekuensi dan nokturia saat pasien berbaring terlentang Pengendalian kadar gula darah yang buruk dapat menyebabkan diuresis dan poliuria Gangguan tidur dapat juga menyebabkan nokturia Gangguan sekresi atau kerja vasopresin dapat menyebabkan poliuria dan nokturia

Kondisi fungsional dan perilaku

Mekanisme atau Efek

Konsumsi kafein dan alkohol yang berlebihan Polidipsia Kebiasaan buang air besar yang buruk dan konstipasi Gangguan mobilitas (misalnya, pada pasien dengan penyakit sendi degeneratif, penyakit Parkinson, osteoporosiis berat atau kelemahan otot) Kondisi psikologik

Dapat menimbulkan poliuria dan frekuensi urin Impaksi feses dapat menyebabkan terjadinya frekuensi Gangguan mobilitas dapat berkaitan dengan kemampuan buang air besar dan buang air kecil dan mencetuskan inkontinensia urin tipe urgensi Anxietas kronik dan perilaku gangguan fungsi berkemih dapat menyebabkan gejala OKK

Efek samping obat-obatan

126

Mekanisme atau Efek

Diuretik, terutama yang bersifat kerja cepat (rapid acting) Obat antikolinergik, narkotik, penghambat kanal kalsium Inhibitor kolinesterase

Diuretik dapat menyebabkan peningkatan volume kandung kemihh yang dapat mencetuskan terjadinya urgensi dan overaktivitas detrusor Obat-obat ini dapat menurunkan kontraktilitas kandung kemih dan menyebabkan retensi urin dan penurunan kapasitas fungsional kandung kemih Obat ini secara teoritis dapat menyebabkan overaktivitas detrusor dengan cara meningkatkan kadar asetilkolin

PATOFISIOLOGI OKK terjadi bila otot detrusor berkontraksi saat volume kandung kemih belum mencapai volume maksimal. OKK pada dasarnya merupakan ketidakmampuan tubuh untuk menyesuaikan diri terhadap peningkatan tekanan dalam kandung kemih akibat volume urin yang meningkat.1 er asarkan ato enesis an ato sio o in a O a at i e akan menjadi OKK primer yakni OKK yang tidak diketahui penyebabnya atau sering juga disebut sebagai OKK idiopatik dan OKK sekunder yang disebabkan oleh kelainan otot (OKK miogenik) atau kelainan saraf (OKK neurogenik). Meskipun etiologi OKK sebagai suatu sindroma belum terlalu jelas, tetapi penyebab dari masing-masing gejala yang ada pada OKK telah dipahami lebih baik, khususnya overaktivitas detrusor akan dibahas lebih lanjut. Berbagai gejala OKK terutama dapat disebabkan oleh aktivitas otot detrusor kandung kemih yang berlebihan atau lebih dikenal dengan overaktivitas etr sor e ain it kon isi ini a at a ter a i aki at is n si str k2 tur uretra dan kandung kemih. ete a er a ai a nor a itas ainn a a at disingkirkan melalui pemeriksaan diagnostik, dan tidak ditemukan penyebab OKK yang jelas, maka pasien akan ditangani sebagai penderita OKK yang disebabkan oleh overaktivitas detrusor.4,5 Overaktif detrusor dapat dihasilkan oleh penyebab yang bersifat miogenik maupun neurogenik, termasuk ketidakstabilan otot detrusor hingga gangguan fungsi jaras-jaras saraf. Penyebab-penyebab OKK yang bersifat neurogenik, miogenik serta idiopatik agaknya paling sering berkaitan dengan gejala klinis.2

127

Penyebab miogenik OKK dapat disebabkan oleh hiperaktif otot polos detrusor dan gangguan pengendalian aktivitas otot detrusor di korteks serebri, batang otak dan medula spinalis.2 Pada awal proses berkemih normal, resistensi uretra akan menurun dan kontraksi otot detrusor secara perlahan-lahan (kontraksi fasik) akan mengosongkan kandung kemih (Gb. 3A). Gejala-gejala OKK biasanya berkaitan dengan kontraksi involunter otot detrusor (Gb. 3B).13 Kontraksi otot detrusor dapat melemah akibat gangguan fungsi kontraksi. Pemeriksaan urodinamik menunjukkan bahwa lebih dari separuh pasien usia lanjut dengan overaktif detrusor ternyata hanya dapat mengosongkan isi kandung kemih kurang dari sepertiganya dengan kontraksi kandung kemih involunter.14 Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dapat menurunkan kapasitas fungsional kandung kemih dan pada akhirnya menyebabkan gejala frekuensi. Denervasi kandung kemih dapat meningkatkan potensial aksi secara spontan, yang menyebabkan kontraksi kandung kemih yang lebih sering i er refleks en et s ter a in a i er refleks ini e i ti ker sakan aras saraf yang bersifat inhibisi di sistem saraf pusat, sensitisasi ujung saraf perifer aferen di kandung kemih, dan denervasi yang disebabkan oleh proses penuaan maupun neuropati perifer, seringkali akibat diabetes, yang menyebabkan kandung kemih secara perlahan meningkatkan kapasitasnya secara berlebihan hingga lebih dari 500 ml akibat gangguan sensorik.2

Gb. 3. Fisiologi proses berkemih normal (gambar A) dan kontraksi otot detrusor yang biasanya berkaitan dengan gejala OKK (Gambar B).

128

Pada keadaan normal, saat volume kandung kemih meningkat, otot detrusor kandung kemih berfungsi seperti suatu balon yang elastis dan menjaga tekanan kandung kemih tetap rendah (kurang dari 10 cm H2O) – tekanan a a kan n ke i ini se ara si ni kan e i ren a ari a a tekanan resistensi uretra (Gambar A). Ketika volume kandung kemih terus bertambah, aktivitas otot rangka pada s n ter retra enin kat a a saat vo e kan n ke i en a ai vo e yang dibutuhkan untuk proses berkemih volunter yang normal, yakni volume rin se esar aktivitas otot a a s n ter ter enti resistensi retra menurun, dan terjadi kontraksi fasik otot detrusor yang akan mengosongkan kandung kemih. Pada pasien dengan gejala OKK, kontraksi kandung kemih involunter dapat menyebabkan urgensi dan dapat menimbulkan kebocoran urin, tergantung respons sfingter yang terjadi (Gambar B). Kontraksi involunter kandung kemih ini dapat terjadi tanpa tergantung pada jumlah volume urin kandung kemih; tetapi, biasanya kontraksi involunter terjadi pada volume urin kurang ari ktivitas otot s n ter a at i i at a a a ar an er pakan suatu respons terhadap kontraksi involunter otot detrusor (berlawanan en an keti aksenina n an otot etr sor s n ter Overaktivitas otot etrusor dapat bersifat neurogenik ataupun idiopatik dan disertai oleh urgensi atau tanpa rasa urgensi. OKK neurogenik Fungsi kandung kemih yang normal membutuhkan peranan persarafan soatik an otono an erasa ari verte ra osakra an e ersara uretra, leher kandung kemih dan otot detrusor. Perubahan pada saraf-saraf tersebut dapat menimbulkan sensitisasi saraf aferen perifer dan akhirnya menyebabkan OKK. Perubahan persarafan pada dinding kandung kemih atau dasar panggul dan uretra juga dapat mencetuskan overaktivitas. Pasien dengan kelainan neurologik dan kelainan lainnya juga dapat mengalami gejala OKK yang berkaitan dengan adanya rangsangan pada jaras saraf sekunder, misalnya serat saraf sensorik aferen tipe C yang tidak bermielin pada sistem saraf parasimpatis.15-17 er a at se a aras sara an en k n refleks sara a eren an e eren serta neurotransmiter sentral maupun perifer terlibat dalam proses peny-

129

impanan urin dan pengosongan kandung kemih. Hubungan antara faktor-faktor tersebut masih belum sepenuhnya dapat dimengerti. Meskipun demikian, peranan neurotransmiter sentral pada proses berkemih telah banyak diteliti pada hewan percobaan.18-20 Glutamat merupakan neurotransmiter eksitasi yang mengendalikan saluran kemih bawah. Aktivitas saraf yang bersifat serotonergik memfasilitasi en i anan rin en an ara e erk at a r refleks si atis an en hambat jalur parasimpatis pada proses berkemih. Jalur dopaminergik dapat menyebabkan efek menghambat sekaligus merangsang terjadinya proses erke i ese tor o a in er eran en a at aktivitas kan n kemih, sedangkan reseptor dopamin D2 dapat mencetuskan terjadinya proses erke i e rotrans iter ainn a se erti asa a a a ino tirat an enkefalin menghambat proses berkemih pada hewan-hewan percobaan. Asetilkolin, yang berinteraksi dengan reseptor muskarinik pada otot detrusor merupakan neurotransmiter perifer dominan yang berperan dalam kontraksi kandung kemih. Dari kelima subtipe reseptor muskarinik (M1-M5), diketahui bahwa M3 merupakan reseptor muskarinik yang secara klinis paling relevan pada kandung kemih manusia.18 Asetilkolin berikatan dengan reseptor M3 dan memicu terjadinya serangkaian kejadian atau kaskade yang pada akhirnya akan menimbulkan kontraksi otot kandung kemih (Gb 4). Data-data penelitian pada kandung kemih tikus menunjukkan bahwa reseptor M2 juga dapat merangsang kontraksi kandung kemih dengan cara mengurangi kadar adenosin monofosfat siklik atau cyclic adenosine monophosphate (CAMP) di dalam sel.21

Gb. 4. Konsep terkini tentang persarafan eferen otonom yang berperan dalam proses kontraksi kandung kemih dan penyimpanan urin.

130

Pada kandung kemih manusia yang normal, asetilkolin merupakan neurotransmiter dominan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih. Asetilkolin akan berikatan dengan reseptor muskarinik M3 dan mengaktivasi fosfolipase C melalui proses coupling dengan protein G yang akan menghasilkan inositol trifosfat, yang pada akhirnya akan menyebabkan pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma dan kontraksi otot polos kandung kemih. ese tor a er eran a a kontraksi kan n ke i e a i en hambatan aktivitas adenilat siklase dan menurunkan kadar adenosin monofosfat (AMP), yang akan mempermudah terjadinya relaksasi kandung kemih. Pada kandung kemih manusia yang normal, hanya sebagian kecil kontraksi otot an resisten ter a a atro in esistensi atro in a akn a ter a i akibat ikatan ATP dengan reseptor purinergik, termasuk reseptor P2X1. ATP dan proses nonkolinergik lainnya mungkin mempunyai peranan yang lebih pentin a a er a ai ke ainan an en e a kan ter a in a O an sanan a a rese tor a rener ik 3 dapat menyebabkan relaksasi otot kandung kemih. Tanda (+) menunjukkan aktivasi, dan tanda (-) menunjukkan inhibisi atau penghambatan. (Morrison dkk.,18 Yoshimura dan Chancellor19, dan Andersson dan Hedlund20) Berbagai kondisi patologis dapat mengubah sensitivitas reseptor terhadap rangsangan muskarinik. Misalnya, obstruksi aliran urin tampaknya dapat meningkatkan respons kandung kemih terhadap asetilkolin, suatu fenomena yang serupa dengan suprasensitivitas reseptor akibat pemotongan saraf (suprasensitivity).18 Dalam keadaan normal, hanya sebagian kecil kontraksi kandung kemih yang resisten terhadap atropin. Hal ini mungkin disebabkan oleh ikatan ATP dengan reseptor purinergik. Meskipun demikian, ATP dapat mempunyai peranan yang lebih nyata dalam proses kontraksi kandung kemih pada pasiien dengan OKK.18-20 Hubungan antara struktur anatomi dengan overaktivitas detrusor juga telah banyak diteliti. Misalnya, kandung kemih pada pasien dengan overaktivitas detrusor tampaknya mempunyai taut celah (gap junction) yang abnormal pada sel-sel otot polos.1 a n a ini asi perlu diteliti lebih lanjut. aat ini se akin an ak a i an e er atikan eranan sara aferen sensorik dalam proses berkemih dan overaktivitas detrusor.18-20 e a a proses pengisian kandung kemih, aktivitas saraf aferen kandung kemih dan

131

uretra diteruskan ke medula spinalis, terutama melalui saraf-saraf panggul. Berbagai sinyal sensorik yang masuk selama proses pengisian kandung kemih akan menyebabkan peningkatan tonus saraf simpatis, yang akan menghambat saraf motorik parasimpatis, sehingga menyebabkan kontraksi dasar kandung kemih dan uretra. Aktivitas adrenergik juga dapat menyebabkan relaksasi otot etr sor e a i ran san an rese tor a rener ik 3 (Gb. 4).1 erat serat sara sensorik delta A yang bermielin akan memberikan respons terhadap peregangan pasif dan kontraksi aktif otot detrusor. erat serat sara sensorik ti e an ti ak er ie in e n ai a bang mekanik yang lebih tinggi dan akan berespons terhadap berbagai jenis ne rotrans iter erat serat sara ti e re ati ti ak akti a a saat proses berkemih normal, namun serat saraf ini mempunyai peran penting dalam timbulnya gejala OKK pada pasien dengan kelainan neurologik.

Gb. 5. Konsep terkini tentang persarafan sensorik kandung kemih

erat sara sensorik ti e e ta an er ie in ter ta a eres ons terhadap peregangan sel-sel otot detrusor selama proses pengisian kandung

132

ke i erat serat sara sensorik ti e an ti ak er ie in a at e ant e i ter a in a e a a O a a kon isi ato o ik erat serat sara ti e e n ai er a ai enis rese tor nt k se a ne rotrans iter an at at an i e askan o e sara a eren otot o os etr sor an e ite sa ran ke i ese tor rese tor terse t e i ti rese tor vani oi an a at irangsang oleh kapsaicin dan mungkin juga oleh anandamid endogen; reseptor purinergik (P2X2 dan P2X3) yang diaktivasi oleh ATP; reseptor neurokinin – yang diaktivasi oleh neurokinin A dan substansi P; dan reseptor trk-A unt k nerve rowt a tor erve rowt a tor i asi kan o e se se otot an nitrogen oksida yang dihasilkan oleh sel-sel epitel kandung kemih dapat memainkan peranan penting dalam memodulasi respons persarafan aferen pada kandung kemih. (Morrison dkk.,18 Yoshimura dan Chancellor19, dan Andersson dan Hedlund20) e era a enis rese tor a a sara sara a eren te a ii enti kasi misalnya reseptor vaniloid, yang diaktifkan oleh kapsaicin dan mungkin juga o e anan a i en o en e ain it rese tor ainn a a te a ii enti kasi yakni reseptor purinergik (P2X) yang diaktifkan oleh ATP; reseptor neurokinin yang memberikan respons terhadap substansi P dan neuro - kinin A; dan reseptor untuk faktor pertumbuhan saraf atau nerve growth factor (reseptor trkA).18 er a ai at ainn a n kin a er eran entin a a e o asi serat-serat aferen sensorik pada otot detrusor manusia, meliputi nitrit oksida, calcitonin-gene related protein dan brain-derived neurotropic factor.18-20 Diperlukan pemahaman yang lebih baik mengenai suatu sistem kompleks yang erinteraksi en an er a ai enis ne rotrans iter an at at ainn a an berasal dari epitel saluran kemih, sel-sel otot detrusor dan serat-serat aferen a a sa ran ke i a ar a at e ero e tar et tera i an e i s esi k untuk menangani OKK. OKK idiopatik Overaktif detrusor idiopatik dapat terjadi akibat perubahan otot detrusor yang disebabkan oleh proses denervasi.15 Mekanisme miogenik yang kini banyak dibicarakan meliputi kebocoran asetilkolin dari neuron-neuron di dinding kandung kemih saat proses penyimpanan urin atau pada saat pergerakan urin mikro yang menyebabkan rangsangan pada saraf aferen. Penyebab OKK lainnya didasarkan pada perubahan struktur mikros-

133

kopik kandung kemih. Perubahan taut antar sel akan menyebabkan degenerasi otot dan serat-serat saraf dan pada akhirnya dapat mengganggu kontraktilitas dan mengurangi elastisitas kandung kemih.2 PENEGAKAN DIAGNOSIS Dokter di tingkat layanan kesehatan primer biasanya dapat mendiagnosis OKK berdasarkan anamnesis (termasuk riwayat penyakit sekarang dan riwa at en akit a e eriksaan sik an rina isis an ka an ka penegakan diagnosis OKK terdiri atas penapisan atau skrining gejala, anamnesis an e eriksaan sik an te iti an en nakan i ia nostik se ara 1,2 bijaksana. Diagnosis OKK dapat ditegakkan bila tidak ada penyakit lainnya, misalnya infeksi, batu kandung kemih atau kanker saluran kemih dan kelamin telah disingkirkan. 22 Diagnosis banding untuk OKK meliputi prolaps organ panggul, obstruksi kandung kemih, yang disebabkan oleh berbagai kondisi medik lainnya (misalnya hiperplasia prostat jinak), disfungsi kandung kemih, is n si kat retra osterior an an s n ter an ti ak terkoor inasi o str ksi iatro enik as a e a va initis atro is n si asar an sindroma kandung kemih yang nyeri atau sistitis interstisial, diabetes, dan keainan ne ro o ik isan a sk erosis ti e stroke en akit ei er 2 stenosis spinalis, trauma medula spinalis, atau mielodisplasia. Skrining gejala OKK krinin e a a O an a e t kan se ikit wakt an iasan a dilakukan dengan memberikan kuesioner yang diisi sendiri oleh pasien.1 lihat pada tabel 2 Tabel 2. Kuesioner sederhana untuk skrining gejala OKK dan inkontinensia 24 1. 2. 3. 4. 5.

134

Apakah anda seringkali mendadak perlu ke kamar mandi untuk buang air kecil yang tidak dapat ditahan lagi? (Bila jawaban: ya, Kesan: OKK) Seberapa sering Anda biasanya ke kamar mandi untuk buang air kecil? Apakah lebih dari delapan kali dalam 24 jam? (Bila jawaban: ya, Kesan: OKK) Apakah Anda seringkali tidak dapat menahan rasa kencing sehingga terkadang Anda mengompol? (Bila jawaban: ya, Kesan: IUU) Apakah Anda pernah mengompol saat Anda akan ke kamar mandi? (Bila jawaban: ya, Kesan: IUU) Apakah Anda seringkali bangun dari tidur pada malam hari (dua kali atau lebih dalam semalam)? (Bila jawaban: ya, Kesan: OKK)

6.

Apakah Anda menghindari pergi ke tempat yang menurut Anda tidak mempunyai kamar mandi dengan jarak yang cukup dekat? (Bila jawaban: ya, Kesan: OKK atau IUU) 7. Bila Anda bepergian ke tempat yang baru Anda kenal, apakah Anda biasanya memastikan diri bahwa Anda tahu di mana letak kamar mandi? (Bila jawaban: ya, Kesan: OKK atau IUU) 8. Apakah Anda pernah mengompol pada saat tertawa, batuk atau bersin? ((Bila jawaban: ya, Kesan: IUS) 9. Apakah Anda menggunakan kertas penyerap urin (popok atau sejenisnya) agar kencing tidak membasahi pakaian Anda? (Bila jawaban: ya, Kesan: IUU atau IUS) OKK= Overactive Kandung Kemih = Overactive Bladder, IUU= inkontinensia urin tipe urgensi, IUS= inkontinensia urin tipe stress

Anamnesis OKK Anamnesis yang teliti dan tajam perlu dilakukan pada setiap pasien, termasuk data mengenai kelainan neurologik, gangguan saluran cerna, kebiasaan makan, riwayat obstetri, penggunaan obat serta penyakit lain yang telah diderita sebelumnya.1 Beberapa obat-obatan dapat mempengaruhi kemampuan berkemih seseorang, yakni diuretik, antidepresan, agonis alfa, antagonis alfa, antagonis beta, sedatif, antikolinergik dan analgesik.2 e ain it atatan arian en enai ke an an e a a an ia a i oleh pasien (diary) dapat membantu menentukan terjadinya frekuensi, volume urin, dan pola berkemih, serta memberikan petunjuk mengenai penyebab yang mendasari berikut faktor-faktor risiko yang menyertai.25-26 Catatan harian kegiatan berkemih (voiding diary) merupakan alat yang praktis dan sederhana untuk menilai kebiasaan berkemih pasien. Biasanya, voiding diary mencatat pola berkemih, urgensi dan inkontinensia urin yang terjadi dalam waktu 3 hari.1 Menetapkan intensitas gejala relatif (yaitu dengan menggunakan skala eaa s to s a e a a at e ant ene akan ia nosis e r cara di atas akan dapat mempertajam pola gejala dan membantu dokter untuk mengenali penyebab atau faktor risiko yang mendasari.5 Pemeriksaan fisik OKK e eriksaan sik nt k ene akkan ia nosis O er i ok skan pada deteksi kelainan anatomi dan kelainan saraf. Pemeriksaan saraf sebaiknya dimulai dengan mengamati cara berjalan atau langkah pasien saat ia berjalan masuk ke ruang praktek. Cara berjalan yang timpang, koordinasi gerak yang buruk, diartria, asimetri wajah dan temuan lainnya dapat menunjukkan adanya

135

en akit sara an en ertai isa n a stroke ata sk erosis ti e tat s mental pasien dapat diperiksa dengan mengamati penampilan umum pasien an ara asien en awa ertan aan a eter an i nakan antara ain kesadaran, orientasi, daya ingat dan pola pikir. Bila pasien tampaknya mengalami kelebihan berat badan, hitung in2 eks assa t n a I I an enin kat k ) berkaitan erat dengan inkontinensia urin pada wantia. Dokter dapat membahas tentang kemungkinan perubahan gaya hidup dengan pasien. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan penurunan berat badan 5-10% ternyata juga mengalami perbaikan gejala inkontinensia.27 Periksalah kemungkinan adanya massa, hernia atau distensi kandung kemih pada saat melakukan pemeriksaan abdomen. Pada wanita, pemeriksaan genitalia perlu dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan berupa ro a s kan n ke i ata ter s va initis atro ata atro ro enita serta ton s s n ter rekt e aikn a ak kan e eriksaan a a saat kan n kemih dalam keadaan penuh untuk menilai ada tidaknya inkontinensia urin tipe stress. Pada pasien pria, dokter perlu memeriksa ukuran prostat (prostat yang membesar dapat menyebabkan gejala OKK), penis dan skrotum (ada tidaknya kelainan duh uretra, epididimitis atau striktur uretra) dan juga tonus s n ter rekt e eriksaan sara otorik an sensorik isa n a ana wink an refleks okavernos s a er i ak kan 1 Pemeriksaan tambahan OKK Pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis OKK masih kontroversial. Beberapa ahli menyarankan pemeriksaan tambahan bila gejala OKK menetap meski telah diberi pengobatan. Pemeriksaan tambahan ini dimaksudkan untuk merancang strategi penatalaksanaan yang baru. Beberapa pemeriksaan laboratorium mungkin diperlukan pada pasien tertentu, misalnya pemeriksaan fungsi ginjal dan glukosa darah pada pasien tertentu. Perlu diingat, gejala poliuria/polidipsia awal pada pasien diabetes dapat menyerupai gejala OKK. Urinalisis perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kemih. Peranan pemeriksaan tambahan lainnya masih dipertanyakan. Pemeriksaan volume residu urin pascakemih Ada tidaknya volume residu urin pascakemih perlu ditentukan pada

136

pasien yang berisiko mengalami retensio urin (yakni pasien dengan diabetes, pasien dengan kelainan medula spinalis, sayangnya pemeriksaan ini peranannya terbatas pada wanita dengan fungsi saraf yang normal. Pemeriksaan trasono ra a at en a i a at e eriksaan ia nostik non invasi nt k en i enti kasi resi rin an si ni kan se ara k inis an 28 mempunyai tingkat akurasi besar lebih dari 90 persen. Volume residu urin pascakemih perlu dipertimbangkan pada pasien dengan gejala buang air kecil tidak lampias akibat gangguan fungsi saraf, kelainan anatomi atau dicetuskan oleh penggunaan obat-obatan, serta pada asien an en a a i O as a e a Insi ens retensi rin as a e a berkisar antara 4% hingga 25%. Beberapa pasien dapat mengalami retensi urin, sedangkan pasien lainnya dapat mengalami OKK akibat gangguan pengosongan kandung kemih. Pemeriksaan urodinamik Peranan pemeriksaan urodinamik dalam diagnosis pasien dengan gejala OKK masih kontroversial. Pemeriksaan urodinamik umumnya jarang dilakukan, apalagi pada pasien tanpa gangguan saraf. Bila gejala pasien menetap meski telah diberi pengobatan, atau bahkan memburuk atau ditemukan vole resi rin as ake i an si ni kan aka e eriksaan ro ina ik perlu dipertimbangkan untuk melihat adanya penyebab lain, misalnya dissiner i s n ter etr sor o e resi in as a ke i an si ni kan a a a 75-100 mL pada pasien berusia kurang dari 65 tahun; dan 150 mL pada pasien berusia lanjut.1 Berbagai pemeriksaan urodinamik yang lebih kompleks perlu i ak kan a a asien en an e a a nons esi k an n kin a at er pakan cara yang lebih akurat untuk menegakkan diagnosis obstruksi daripada pemeriksaan lain yang bersifat kurang invasif. Meskipun demikian, pemeriksaan urodinamik merupakan pemeriksaan yang relatif mahal dan invasif, dan hanya direkomendasikan untuk mengevaluasi gejala OKK bila temuan pemeriksaan ini dapat mempengaruhi pengobatan, misalnya pada pasien yang telah gagal pada pengobatan awal.3 Sistoskopi Pasien dengan hematuria tetapi tidak ditemukan adanya kuman pada urinalisisnya (hematuria steril) serta pasien yang berisiko mengalami kanker kandung kemih perlu menjalani pemeriksaan sistoskopi, dan urinnya perlu

137

ikiri kan nt k e eriksaan ana isis sito o i istosko i a er i ak kan pada pasien dengan riwayat infeksi saluran kemih berulang. Beberapa ahli urologi dan ginekologi menyarankan agar setiap pasien dengan gejala OKK perlu menjalani pemeriksaan sistoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma in situ dan kelainan kandung kemih lainnya; namun, efektivitas biaya pemeriksaan ini masih belum jelas. Pemeriksaan radiologik e eriksaan ra io o ik se ain trasono ra kan n ke i an a er ilakukan untuk pasien dengan hematuria atau masa abdomen yang teraba pada saat e eriksaan sik Rujukan ke Dokter Ahli Diagnosis OKK memang dapat ditegakkan secara empiris tanpa membutuhkan pemeriksaan khusus dan terapi dapat segera dimulai dengan pemberian antimuskarinik, yang biasanya diberikan selama 2-4 minggu. bila terapi ternyata gagal, maka pasien dapat dirujuk ke dokter ahli agar mendapatkan kons tasi an e eriksaan an e i s esi k Tabel 3. Tanda dan gejala bahwa pasien perlu segera dirujuk ke dokter spesialis 1. Diagnosis tidak jelas dan dokter tidak mampu memberikan penatalaksanaan yang jelas 2. Respons pasien yang buruk terhadap terapi konservatif (latihan kandung kemih, latihan otot dasar panggul, dan terapi obat) 3. hematuria tanpa disertai infeksi 4. Prolaps organ panggul derajat berat 5. volume urin residu pascakemih yangabnoprmal 6. Kondisi neurologik (yaitu sklerosis multipel, lesi medula spinalis) 7.

Riwayat pembedahan panggul

Simpulan Overactive bladder (OAB/OKK) atau aktivitas kandung kemih yang berlebih merupakan kondisi yang sering terjadi pada pria maupun wanita dan dapat mengganggu kualitas hidup serta menimbulkan beban dalam kegiatan se ari ari a an n a an a se a ian ke i asien en an O en a atkan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat. Diagnosis OKK dapat dilakukan oleh dokter umum di tingkat layanan kesehatan primer karena OKK ditegakkan berdasarkan gejala yang ada dan

138

umumnya tidak memerlukan pemeriksaan khusus. Dengan mengenali gejala OKK di tingkat layanan kesehatan primer maka jumlah pasien OKK tanpa pengobatan diharapkan dapat berkurang. Di masa yang akan datang, diagnosis OKK tampaknya akan lebih mua i ak kan e a ke a an era atan ia nostik isa n a te e etri urodinamik frekuensi radio dapat memperbaiki cara dokter memonitor fungsi uretra dan kandung kemih tanpa melakukan kateterisasi. 2 Daftar Kepustakaan 1. e ins an e or ia nosis an ana e ent o atients wit overa tive a er s n ro e an a nor a etr sor a tivit at re ini a ra ti e ro o 2. osen er ew an a an a e Overa tive a er e o nition re ires vi i an e or s to s eve an ini e 3. O s an er ana e ent o Overa tive a er n e 4.

5. 6.

7.

8.

ra s ar o o a et a e stan ar isation o ter ino o o ower rinar tra t n tion re ort ro t e tan ar isation o ittee o t e Internationa ontinen e o iet O stet neo ein ovner e nition an e i e io o o overa tive a er ro o ra s ar o o a et a e stan ar isation o ter ino o o ower rinar tra t n tion re ort ro t e tan ar isation o ittee o t e Internationa ontinen e o iet e ro ro ro n Van Kerrebroeck P, Abrams P, Chaikin D, et al. The standardisation of ter ino o in no t ria re ort ro t e tan ar isation o ittee o t e Internationa ontinen e o iet e ro ro n 83 arnett ra s t e nat ra istor o t e overa tive a er an etr sor overa tivit a review o t e evi en e re ar in t e on ter o t o e o t e overa tive a er ro

139

9.

Wein AJ. Diagnosis and treatment of the overactive bladder. Urology

10.

rown ittin o an et a rinar in ontinen e oes it in rease risk or a s an ra t res t o Osteo oroti ra t res esear ro eriatr o 11. oore ak I et a ono i s o in ontinen e In ra s nd ar o o o r ein e s In ontinen e ed. Plymouth, n an ea t i ations 12. e aa ei i n Overview o Overa tive a er an Its Pharmacological Management with a Focus on Anticholinergic Drugs. 13. 14.

15.

16.

17.

18.

19. 20. 21.

140

isser a se aivas ro na i assi ation o atients wit s to s o overa tive a er ro esni k a a etr sor era tivit wit i aire ontra ti e n tion an nre o ni e t o on a se o in ontinen e in e er atients i so I ra s ar o o o erts t ro ein ow widespread are the symptoms of an overactive bladder and how are they ana e o ation ase reva en e st Int 66 e vi e i er k a kow et i er ernner e ations i etween atient re ort an si ian assess ent o rinar in ontinen e severit a O wstet ne o Irwin i so I o ra s ar o o I a t o overa tive bladder symptoms on employment, social interactions and emotiona we ein in si ro ean o ntries Int orrison teers ra in et a e ro sio o an ne roar a o o In ra s ar o a o r ein e s In onnd tinence. 2 e o t n an ea t i ations os i ra an e or rrent an t re ar a o o i a treat ent or overa tive a er ro Anderson KE, Hedlund P. Pharmacologic perspective on the physiolo o t e ower rinar tra t ro o e e o in on a s et a n tiona ro e o an

muscarinic receptors in the urinary bladder of rats in vitro and in vivo. r ar a o 22. o owski ew an I a t o overa tive a er on wo en in t e nite tates res ts o a nationa s rve rr e es O in 23. Barry MJ, Fowler FJ Jr, O’Leary MP, et al. The American Urological Association symptom index for benign prostatic hyperplasia. J Urol 24. 25.

26.

27.

28.

ra a o owski estionnaires or wo en wit rinar s to s ne ro ro ro n an oi arkins i son ant e rinar iar in eva ation o in ontinent wo en a test retest ana sis O stet ne o o er oo e ot orre ir io e ia i it assessment of the bladder diary for urinary incontinence in oleder women eronto io i e i ie i et a e tor otive a inistration o intravesi a et an e o an t e ini a i a t on a ontra ti e etr sor ana e ent Intro tion o a new test ro arks ore a airan ark e ernion ree imensional ultlrasound device for rapid determination of bladder volume. Urology 1997;f50341-8

141

INKONTINENSIA OVERFLOW Surahman Hakim Pendahuluan a a sat ti e inkontinensia rin a a a inkontinensia overflow erminologi ini untuk menggambarkan keadaan dimana urin keluar terus menerus dari kandung kemih yang mengalami overdistensi secara menetap.1 Gejala yang muncul biasanya ditandai dengan keluarnya urin secara involunter dan terus menerus, yang dipicu atau diperburuk oleh adanya aktivitas seperti batuk, tertawa , berlari, atau aktivitas lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intra a o en n ka ke a ian a a wanita nt k inkontinensia overflow ini jauh lebih sedikit dibanding pada laki-laki. Frekuensi tipe ini adalah sekitar 5% dari seluruh inkontinensia urin pada wanita.2 ato sio o i ter a in a ke ainan ini a a a karena ke a a an kan n kemih mengosongkan urin secara tuntas sehingga menimbulkan adanya urin sisa (residual urin) yang makin lama makin banyak yang pada akhirnya meningkatkan tekanan intra kandung kemih. Pada saat tertentu tekanan yang meningkat tersebut melewati batas ambang tertentu yang cukup untuk memka s n ter retra a a saat terse t aka rin akan ke ar se ikit ke dian tekanan turun kembali hingga mencapai tekanan tertentu akan terbuka ke a i e in a a a eva asi ro ina ik san at entin nt k enent kan kapan tekanan detrussor bisa menyebabkan inkontinensia. Pada wanita tipe inkontinensia ini termasuk jarang. Beberapa etiologi yang mengakibatkan tipe inkontinensia ini diantaranya atonia atau hipotonia kandung kemih, trauma pasca operatif, peradangan, massa pada daerah pelvik, neuropati pada kandung kemih, dan stenosis uretra. Pengobatan pada kasus ini sangat tergantung pada penyebabnya, pada kasus yang sederhana dapat dilakukan terapi pembedahan untuk menghilangkan sumber obstruksi. Pada kasus dengan melibatkan kerusakan pada jaras persyarafan, maka terapi farmakologi dan kateterisasi untuk mengevakuasi urin merupakan pilihan terapinya. Definisi en r t Internationa ontinen e o iet I inkontinensia rin Overflow a a a ke arn a rin an ti ak isa ari invo nter a a saat

142

kandung kemih mengalami overdistensi. Keluarnya urin tersebut biasanya berkaitan dengan aktivitas atau keadaan dimana tekanan intra abdomen meningkat.1 Angka Kejadian Angka kejadian sebenarnya dari tipe inkontinensia ini sukar diketahui tetapi disanyalir cukup tinggi karena biasanya sekuder terhadap kelainan an e n ai reva ensi tin i se erti i ertro rostat ia etes e it s dan adanya obstruksi pada uretra. Diestimasikan penderita inkontinensia tipe ini ari a se r en erita inkontinensia rin a a wanita i a angka kejadiannya lebih kecil, kasus pada wanita sering diakibatkan operasi pada kasus inkontinensia urin stress.2,3 Patofisiologi Pada penderita inkontinensia tipe ini terdapat gangguan dimana kandung kemih mengalami ketidakmampuan untuk mengeluarkan urin secara volunter. Kegagalan ini disebabkan oleh 2 hal yaitu adanya kelumpuhan pada otot detrusor atau adanya hambatan pada saluran pengeluaran (uretra). Akibatnya volume kandung kemih akan melewati kapasitas maksimalnya tetapi tetap tak mampu mengeluarkan urin. Kandung kemih selalu berada dalam tekanan yang lebih tinggi dari normal, sehingga ketika adanya peningkatan tekanan intra abdomen meningkat maka tekana intra vesika akan melebihi tekanan penutupan uretra sehingga urine akan keluar melalui uretra. Perlu ditekankan bahwa pada tipe inkontinesia ini otot-otot dasar panggul dan uretra masih dalam kondisi yang normal.4,5 Pada pemeriksaan urodinamik akan terlihat bahwa tekanan intravesikal akan meningkat pada tahap pengisisian sehingga pada tekanan tertentu akan melebihi tekanan penutupan uretra sehingga urin keluar dalam jumlah sedikit sehingga tekanan intra vesikal akan turun kembali. Dan hal itu akan terus menerus seperti itu sehingga pada keadaan sehari-hari vesika selalu dalam regangan yang tinggi, dan jika berlangsung lama akan menimbulkan infeksi berulang, dan pada keadaan yang lebih lanjut dapat mengakibatkan kegagalan ginjal.4,5 Kelainan ini kadang disamarkan dengan inkontinensia urin stress dimana pada saat melakukan exercise atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen maka keluar urin secara involunter. Tetapi

143

pada inkontinensia urin residual urin akan minimal atau tidak ada sedang pada overflow resi rin akan an ak 2 Klasifikasi Klasikasi yang saat ini banyak digunakan adalah yang berdasarkan penyebab ari inkontinensia overflow ait 1. Atonia kangdung kemih 2. Obstruksi uretra 1. Atonia Kandung Kemih 2,4,5 Pada atonia kandung kemih terjadi kelumpuhan pada otot detrusor, hal ini disebabkan adanya gangguan persyarafan pada kandung kemih Kandung ke i i ers ara o e ers ara an otono en an o inasi s ara si atis pada saatpengisian dan syaraf parasimpatis pada saat berkemih. Pengaturan ini dilakukan dengan sistem persyarafa nyang rumit, yang melibatka korteks serebri, pusat inhibisi berkemih pada daerah pons dan pusat persyafaran otonom di lumbosakral. a a asien an en a a i an an a a aera reflek an erfungsi untuk pengosongan maka dapat terjadi kelumpuhan pada otot detrusor sehingga detrusor tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna e ainan ke ainan terse t iantaran a ti e sk erosis e ro si i is Diabetes melitus, cedera pasca operasi pelvic, dan lain-lain. 2. Obstruksi uretra 2,4,5 Tipe kedua adalah obstruksi uretra, pada penderita jenis ini persyarafannya normal pada awalnya, Tetapi karena ada sumbatan pada uretra baik itu dikarenakan adanya massa yang menhalangi atau terjadinya penyempitan pada uretra maka aliran urin terhambat,jika hambatan itu parsial maka urin masih dapat keluar dengan bantuan mengedan untuk meningkatkan tekanan tekanan intravesikal agar bisa melewati hambatan tersebut. Tetapi pengosongan tersebut tidak efektif sehingga tersisa residu urin yang banyak. Kelainan pada tipe ini didapatkan pada striktur uretra, tumor peri uretra, prolaps irgan panggul yang lanjut, obstipasi dan lain-lain. Pada laki-laki pen e a ter an ak a a a i ertro rostat Faktor risiko 2,4,5,6 e era a kea aan er akan aktor risiko ter a in a inkontinensia overflow ait

144

1. atonia kandung kemih akibat dari adanya penyakit atau kelainan s ina i a multipel sklerosis mielo displasia Diabetes Melitus troke Cedera spinal Parkinson Obat-obatan Operasi pada rongga pelvik 2. obstruksi uretra yang dapat disebabkan oleh batu kandung kemih stenosis pada uretra Mioma uteri Fecal impaksi Prolaps uteri iwa at o erasi anti inkontinensia 2,4,5,6 Diagnosis nt k en ia nosis er i ak kan ana nesis an e eriksaan sik yang teliti karena kadang gejala klinisnya mirip dengan inkontinensia urin stress ene akan ia nosia inkontinensia rin overflow ar s er asarrkan seran kaian en an ata k inis ari ana nesis e eriksaan sik emeriksaan neurologis, pemeriksaan ginekologik dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Pada anamnesis pasien biasanya datang dengan keluhan buang air kecil tidak lancar atau adanya perasaan urin tersisa pasca berkemih. Keluhan ini dapat disertai dengan adanya keluhan infeksi saluran kemih karena a a kas s en an overflow serin isetai en an in eksi sa ran kemih. Pada riwayat penyakit harus pula digali adannya kelainan bawaan an erkaitan en an erke an an s ara se erti s ina i a ie o displasia, atau multiple sklerosis. Pada kelainan bawaan seperti di atas lesi dapat saja mengenai persyarafan para simpatis sehingga dapat terjadi gangguan dalam pengosongan kandung kemih. Kelainan persyarafan lain yang didapat seperti riwayat Diabetes Melitus, riwayat stroke, cedera

145

tulang punggung dan riwayat operasi pada rongga panggul perlu juga dicari. Kelainan yang mengakibatkan obstruksi pada uretra sperti riwayat trauma pada uretra atau operasi pada uretra, adanya prolaps organ panggul stadium lanjut atau kelainan lain yang dapat menyebabkan obstruksi pada retra er ii enti kasi Pemakaian obat pasien juga harus dirinci karena beberapa jenis obat seperti senyawa antikolinergik, antihipertensi seperti verapamil, golongan opioid, golongan antidepresan, dan pseudoephedrine dapat mengakibatkan e a a se erti inkontinensia overflow o ikasi an n kin ter a i a a inkontinensia rin overflow seerti In eksi a ran e i er an an e a a o str ksi sa aran ke i yang mengakibatkan gangguan ginjal perlu dicari keluhan dan riwayat penatalaksanaan sebelumnya. erak ir a a ana nesis ar s ii enti kasi a a ak ari ke ainan ini pada pasien, serta kemampuan dan kepatuhan pasien dalam menjalani penatalaksanaan perlu dijajaki, karena pada kasus inkontinensiua overflow sa a sat tera i a a a kateterisasi an iri 2. Pemeriksaan Fisik a a e eriksaan sik ene an an a in serin a a a itemukannya massa kistik pada pemeriksaan abdomen yang sebenarnya adaa kan n ke i an terisi e eriksaan sik nt k aera a domen juga harus mencari adanya massa, asites, dan organomegali yang dapat mengakibatkan adanya peningkatan tekanan intra abdominal. Kelainan paru-paru dan jantung harus seksama dilakukan untuk mengidentikasi a an a at k kronis a a asien e eriksaan ne ro o ik ter ta a jaras lumbosakral sangat penting dilakukan untuk mencari kelainan neurologik yang dapat mengakibatkan gangguan dalam pengosongan kann ke i ite kann a a a an a nor a se erti i errefleksia a a ten on a a an i an n a reflek o avernos s en n kkan adanya kelainan neurologik yang mendasari kelainan inkontinensia pada pasien. Pada pemeriksaan ginekologik terutama dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidak obstruksi uretra karena tumor ginekologik atau kondisi tertentu yang mengakibatkan pengosongan urin terganggu.

146

a a kas s en an inkontnensia rin overflow e a a inkontinensia se ara obyektif harus didemonstrasikan dengan cara stress test maupun dengan valsava. Mengingat bahwa kandung kemih pada inkontinensia tipe ini terdapat gangguan pada fase pengosongannya, maka pemeriksaan residu urin pasca berkemih spontan sangatlah penting. Walaupun secara universal belum disepakati tentang residu urin pasca berkemih yang dikatakan abnormal, tetapi secara umum residu urin dikatakan abnormal jika residu urin pasca berkemih spontan melebihi separuh kapasitas dari kandung kemih normalnya atau > 150 cc. 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus dengan kecuri aan inkontinensias Overflow san at ervariasi ai ari e eriksaan laboratorium sederhana seperti darah perifer lengkap dan urinalisis untuk mengetahui keadaan umum pasien dan kemungkinan ada tidaknya infeksi saluran kemih yang sering menyertai inkontinensia tipe ini atau merupakan komplikasi dari kelainan ini. Pemeriksaan fungsi ginjal dengan analisis kadar Ureum dan Kreatinin darah perlu dilakukan. Pemeriksaan pencitraan berperan dalam menentukan adanya residu urin yang banyak dan mencari kausa obstruksi pada saluran kemih bawah. en itraan an er na nt k ini a a a e o ra en an ara konvensiona I ata retro ra retro sto ra akan san at e bantu dalam menilai adanya atau beratnya obstruksi. Untk memastikan hipotonia bladder pemeriksaan urodinamik sangat membantu dimana akan terlihat peningkatan tekanan intra vesikal tetapi tekanan detrussor sangat rendah atau tidak ada kontraksi sama sekali. Penatalaksanaan 2,3,6 enata aksanaan a a kas s inkontinensia rin overflow ter iri ari pengaliran segera urin yang tersisa pada kandung kemih, kemudian dilakukan tera i e niti nt k en i an kan o str ksi Penatalaksanaan yang lebih sulit pada kasus dengan atonia kandung kemih, saat ini terapi terpilih adalah dengan kateterisasi mandiri terjadwal. Pengetahuan, kemampuan, dan edukasi pada pasien sangat penting jika kateterisasi mandiri merupakan terapi yang dipilih. Jika penyebabnya adalah karena obat-obatan maka penghentian segera obat-obatan penyebab atonia kandung

147

kemih. Upaya mengurangi urin sisa dengan berkemih berulang kejadian infeksi saluran kemih dan kerusakan ginjal pada kasus dengan reside urin yang banyak secara menetap. Terapi medika mentosa pada wanita belum merupakan terapi terpilih karena obat-obatan golongan alfa-1 adrenergik bloker maupun golongan bethanecol ti ak an ak en ar n a er e a a a kas s inkontinensia overflow ria en an en e a ter an ak a a a i ertro rostat ata stenosis retra asca terapi prostat maka golongan alfa adrenergik bisa membantu dengan meni atasi s n ter retra se in a a iran rin akan e i an ar Daftar Kepustaka 1. ra s aivas tanton n ersen e stan ar i ation o ter ino o o ower rinar tra t n tion re o en e t e Internationa ontinen e o iet In ar o o taskin e s e t ook o ea e ro o an ro nae o o artin nit on on 2. en tson a in o i et a Urinary incontinence guide to ia nosis an ana e ent In ari a in a ieri e s Women’s health care. Brigham and Women’s Hospital. 2004 3. akar tanton ana e ent o rinar in ontinen e in wo en 4.

a e i i i oi in s n tion an rinar retention In i i i ar est e s ro ne o o an e a e e vi re onstr tive s r er st t e a ts raw i ew raw i ew ork

5.

arto e s

oi in s n tion an retention In a ters ini a ro ne o o os ear ook t o is

arra isso r

6. O a ness rinar in ontinen e e i a an s r i a as e t In Medscape CME/E. www//medscape.com. updated Feb 9, 2007

148

FISTULA VESIKOVAGINA Ibnu Pranoto Pendahuluan Fistula vesiko vaginal adalah terdapatnya hubungan abnormal antara vesika dan vagina yang menyebabkan keluarnya urin tanpa disadari kedalam vagina atau keluar. Fistula vesikovaginalis (FVV) pertama kali ditemukan di Mesir pada mumi Queen Henhenit, seorang wanita dinasti kesebelas Mentuhotep yang berkuasa sekitar 20501 ist a vesiko va ina an erta a kali terkomentasi secara jelas dilaporkan oleh Elbers Papyrus kira-kira pada tahun 2000 Ad. Pada tahun 1995 Ad. Avisenna menghubungkan kehamilan pada usia muda dan persalinan yang sulit dengan terbentuknya vesiko vaginal Catatan pertama FVV ditemukan pada tulisan pengobatan Hindu kuno dan Avisenna2, seorang dokter Persia yang pertama kali menyebutkan FVV er n an en an esi an ersa inan a a ta en rik oon 3 se en a aikan rinsi asar erta a ka i nt k e er aiki st a Ia menekankan penggunaan sebuah spekulum dan posisi litotomi untuk memerikan ena akan an a ek at an en enan en nakan wan i 4 Tahun 1752, publikasi pertama Johann Fatio tentang keberhasilan rearasi vesiko va ina en an en nakan teknik on oon se a a tahun 1834, de Lamballe pertama menekankan penutupan bebas tekanan dengan membuat percobaan untuk menyembuhkan FVV dengan potongan kulit labia, bokong dan paha. Trendelenburg (1881-1890) melakukan pembukaan kandung kemih secara suprapubik, membebaskan dinding VU (vesika urinaria an en t e ekn a o es arion i s5 mempublikasikan tesisnya an san at terkena en an tera i st a esiko a ina en an en nakan kawat erak i s enekankan a wa e os re an aik er akan a ter entin revisi a ek at a a st a an te i te i ari arin an ar t vaina serta entin n a eranan kontin rainase st a os o erati i s a memperkenalkan teknik koagulasi popular dengan menggunakan silver nitrate, yang terlihat tidak efektif kecuali pada kasusu yang sangat jarang dengan st a an san at ke i a n e en eskri sikan a r s ra ik nt k re air an at ko a a e ikasikan teknik ko ok esis artia nt k e er aiki reseksi arin an ar t a a st a vesiko va ina

149

posthisterektomi, dimana ia melakukan reseksi jaringan parut mukosa vagina an en t a isan terse t se ara ori onta O erasi ini i ak kan e alui operasi transvaginal yang menjadi gold standard manajemen pembedahan pasca histerektomi FVV secara kolpolesis parsial. n ka ke a ian st a i nia s it iketa i ta i i erkirakan k esar se erti ta n orrison e a orkan esiko va ina st a kas s er serat s ri ersa inan a a r a sakit en i ikan a oritas st a urogenital pada negara berkembang akibat bedah ginekologi sedangkan pada ne ara an se an erke an ke an akan a a a st a o stetri Etiologi fistula.6 e a aktor ti n a esiko va ina st a ine ara erke an berhubungan dengan budaya nikah dan konsepsi pada usia muda sering see erke an an an se rna i i an e ek an ert an yang tak sempurna menyebabkan keterbatasan dimensi panggul yang sering en e a kan e a o e vi is ro ortion an a resentasi e ain it beberapa wanita mengalami persalinan macet yang mungkin telah berhari-hari atau berminggu-minggu. Efek dari penekanan bagian janin ke dinding panggul, dalam waktu yang lama dapat menyebabkan edema, hipoksia dan kerusakan jaringan lunak vagina, dasar vesika dan uretra sehingga dapat timbul st a s s a a ne ara an erke an st a ro enita a at enak st a an en enai vesika retra tri on vesika an anterior inin servik a a ne ara a vesiko va ina st a ter ta a ise a kan o e trauma akibat operasi panggul (70%). aktor ain an a at en e a kan st a antara ain e a va ina atau panggul, penyakit radang panggul, lekemia, karsinoma, endometriosis, distorsi anatomi oleh karena mioma uteri, seksio sesarea, pasca radiasi atau batu buli-buli. Jenis-jenis fistula7,8 Fistula uretrovaginal, vesiko uretrovaginal, visikovaginal dan vesikoservikova ina st a an retero va ina st a Gambaran klinik7 e arn a rin an ti ak terkontro ke a a va ina as a ersa inan ata pasca operasi obstetri atau ginekologi Diagnosisi Vesiko Vaginal Fistula7

150

1.

Anamnesisi penderita merasa basah karena keluar cairan melalui vagina yang terus menerus, daerah ginetalia eksterna selalu basah dan kalau sudah lama berlangsung dapat ditemukan tanda-tanda radang kronik termasuk inpetigo 2. Pemeriksaan Ginekologi7 Tanpak urin keluar dari liang kemaluan, pada inspikulum terdapat urin dalam vagina karena penderita dalam posisi litotomi, dengan en nakan s ek i s a at i i at a an a st a a a in in anterior vagina, mungkin satu, dan kecil dan kadang-kadang luas, dan a n kin i a atkan e era a st a a a st a ineko o i st a iasan a ke i an ter etak ekat a a servik se an kan st a o stetri biasanya besar, kadang-kadang multipel dan kurang bersih 3. Pemeriksaan penunjang7 1. Tes biru metylen i a st a ti ak e as etakn a ata a an a ke ri aan ter a at st a teta i ke era aann a ti ak a i astikan en an e akai s ek i s aka e eriksaan en n an tes ir et en er i ak kan nt k e astikan st a vesiko va ina aran a a a vagina dimasukan 3 kasa bersih warna putih, dan kandung kemih di isi melalui transuretra kateter cairan biru metylen sebanyak 150 – 200cc, dibiarkan sebentar atau pasien disuruh jalan-jalan, kemudian kembali tidur dalam posisi litotomi. Kasa satu demi satu diambil dan bila ada kasa yang berwara kebiruan maka dapat ditetapkan daerah terdapatnya st a a a in in va ina 2. Pemeriksaan Sitoskopi7 i a ia nosis st a asi s it astikan er i ak kan sitosko i nt k en eta i a an a st a etak st a a st a an keadaan dinding kandung kemih, muara ureter. 3. Tes endokarmin. i a st a isan ka ise a kan o e tra a reter retero va ina st a a at i ak kan a tes en okar in airan en okar in disuntikan entravenus kemudian satu sampai dua jam dilakukan pemeriksaan vagina untuk melihat apakah ada cairan berwarna seperti airan en okar in i a ositi erarti a a st a reterova ina

151

4. Pemeriksaan intravenuspielografi IVP 7 e eriksaan I ini i ak kan i a i ri akan a an a st a retero va ina e eriksaan ini entin i ak kan nt k en ia nosisi st a uretero vagina, menilai bentuk dan fungsi ginjal dan keadaan ureter serta e i at reter ana an en a a i st a ke va ina 1. Penatalaksanaan Fistula Vesikovaginal.7,10 a a st a o stetrik an san at ke i an se era iketa i sete a e a irkan ata st a ineko o i as a o erasi ineko o ik ari as a operasi), diobati dengan melakukan drainase transurethral selama 3 minggu; i ara kan st a akan en t sen iri i erikan a anti iotika an asien irawat i r a sakit en an arin tota i a en an ara ini st a asi teta a a iren anakan re arasi st a an ke ian e an akan arasar ana en an t wakt re arasi st a i ak kan sete a an as a tera i st a a ini i ara kan in eksi e e a nekrosis arin an te a i an dan telah terbentuk pembulu darah baru . 2. Teknik Reparasi 7,9-12 Penderita diletakan dalam posisi litotomi dan lampu sorot harus menenai se r ian va ina an ian st a en erita ar s a a anestesi re iona ata enera nt k e ksasi in in st a a at i asan o ikateter (yang diisi air 2-3 cc), atau dibuat jahitan penunjang pada jam 11, jam a an a in ir st a i insisi sirk ar an a a a an a ke iana kosa va ina i e askan ari asarn a ke seke i in st a se as i a e e asan ini er a an aik aka st a akan en e i a kan akan a at en t an st a e ian st a it t en an jahitan bentuk matras dimulai pada submukosa visika dengan benang vikril no. 3.O. Kemudian dilakukan pula penjahitan lapisan otot dinding vagina, kalau memungkinkan berlawanan arah dengan lapisan ke 1 (seperti membuat tikar). Lapisan otot ini dijahit dengan vikril juga dengan no. 3.O secara matras. terakhir dilakukan penjahitan lapisan mukosa vagina satu-satu dengan vikri no O as a re arasi st a i asan rainase trans retra en an o kateter triway. Kateter dipertahankan selama 10-12 hari. Dan bila tidak ada kebocoran pada hari 10 kateter dapat dilepas dan penderita dianjurkan untuk berkemih sendiri. Penderita boleh pulang dari rumah sakit bila penderita telah dapat menahan berkemih dalam waktu 2-3 jam. Penderita dilarang melakukan

152

hubungan intim selama lebih kurang 2 bulan, dan perlu diberikan informasi pada penderita dan keluarga bahwa penderita tidak boleh melahirkan pervaginam dan harus dengan seksiosesarea (operasi) . Daftar Kepustakaan 1. err one in ve e vi o O stet nae o r 2. 3. 4. 5.

an o t e

th

dynasty in Egypt. J

Avicenna. Alkanon. Vol 2. Cairo Ed. P579 in Typographica Medica; o e an oon re ee konsti e a neniki e et a e e ken Der Vrouwen, Amsterdam, 1963 etta On vesi o va ina st ae e i i s On t e treat ent o vesi ova ina st ae e i

6. 7.

at ko osto erative vesi ova ina st ae r nd oir esi o va ina st ae Bailliere Tindal and Cassill London 1967 8. eette esi o va ina an retro va ina st ae in ne o o an o stetri ro o a n an e t 9. ei enst at er na stein an I i In a ina O erations r i ia s i kins 10. eeks ot esi ova ina ist a an re rova ina ist a In e in e s O erative ne o o o k ones III r e o ter i wer i in ott i ia s i kins 11. a i es iokno ean inter itent se at eteri ation in rinar tra t isease ro 12. i ton an rownin ro enita st ae r i a an o stetri In e t ook o e a e ro o an ro ne o o ar o o an taskin r e In or a ea t t

153

INKONTINENSIA URIN TRANSIEN Budi Iman Santoso PENDAHULUAN Inkontinensia rin er akan s at sin ro a ti aktor an isebabkan oleh kombinasi kelainan saluran kemih dan kelamin, perubahan akibat proses penuaan dan kondisi penyakit penyerta lainnya yang mengganggu proses berkemih normal atau kemampuan fungsional seseorang ke kamar mandi itu sendiri, atau keduanya.1 anita e i serin en a a i I a ir a ka i i at i an in kan pria. Kehamilan dan persalinan, menopause serta struktur saluran kemih wanita t r t en e a kan er e aan reva ensi I antara ria an wanita aik ria a n wanita a at en a a i I aki at tra a sara e ek saat a ir stroke sk erosis ti e an asa a sik an erkaitan en an en aan ekitar a erti a asien sia an t en a a i I eski n e ikian I kan er akan a an a a i ter a i aki at roses en aan I serin ka i tidak ditangani dengan baik pada pasien usia lanjut.2 Inkontinensia rin e an ti ak eni kan orta itas teta i I dapat menyebabkan peningkatan morbiditas, termasuk selulitis, ulkus dekubitus, infeksi saluran kemih, kejadian jatuh yang menyebabkan fraktur, gangguan tidur, penarikan diri dari kegiatan sosial, depresi dan disfungsi seksual. I san at en an k a itas i e en ar i kese a teraan e osi n si sosia an kon isi kese atan I a erkaitan en an o esitas menurunnya fungsi kognitif, isolasi sosial dan beban perawat orang sakit yang tinggi, sehingga seringkali keluarga memutuskan untuk memasukkan pasien ke panti jompo atau rumah sakit. Perkiraan biaya tahunan yang terkait dengan I en a ai e i ari i n3 er asarkan si at reversi i itasn a I a at i a i en a i I transien an I er anen ata serin ka i a ise t se a ai esta is e in ontinen e I transien a a a inkontinensia rin an ter a i se ara en a ak an berlangsung sementara akibat kondisi yang bersifat akut (infeksi, penggunaan o at o at ar s an i a i iarkan ti ak io ati aka akan en a i I 1,2,3 persisten.

154

PREVALENSI Prevalensi inkontinensia urin transien terjadi pada sepertiga pasien usia lanjut dan merupakan 50% kasus inkontinensia pada kasus rawat inap. eski n I e i a ter a i a a asien en an ke ainan sa ran ke i a ian awa teta i enan anan aktor aktor an en et skan I transien saja sudah cukup memberikan perbaikan berarti meskipun kelainan saluran kemih bagian bawah masih tetap ada. ETIOLOGI a a asien er sia a en e a I iasan a t n a se an kan en e a I a a asien er sia an t e i era a en o on an inkontinensia rin en a i I transien an I er anen er asarkan en e a an si at reversi i itasn a a at er an aat a a enata aksanaan I terse t eta i en e a an ekanis e I transien serin ka i ert an tin i en an I er anen e era a a i en nakan sin katan I ata OI nt k e ant en in at er a ai en e a I transien a e tio o i an ekanis e ter a in a I transien se ara singkat disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Beberapa Penyebab Inkontinensia Urin Transien DIAPPERS Delirium Infection (urinary tract infection) Atrophic urethritis or vaginitis Pharmacology (diuretics, anticholinergics, calcium channel blockers, narcotics, sedatives, alcohol) Psychological disorder (especiallya depression) Endocrine disorders (e.g. heart failure, uncontrolled diabetes) Restricted mobility (e.g. hip fracture population, environmental barriers, restraints) Stool Impaction er

esni k

a a

ana e ent o

TOILETED Thin, dry vaginal and urethral epithelium (atrophic urethritis or vaginitis) Obstruction (Stool impaction / constipation) Infection Limited Mobility (Restricted mobility) Emotional (Psychological, Depression) Therapeutic medications (Pharmacological) Endocrine disorders Delirium

rinar In ontinen e in t e

er

155

Tabel 2. Etiologi dan mekanisme terjadinya IU Transien Kategori

Kelainan saluran cerna

Etiologi

Impaksi fekal

Uretritis atrofi Vaginitis atrofi Kelainan saluran kemih dan kelamin

Mekanisme Gangguan mekanik kandung kemih atau uretra. Pasien biasanya mengalami inkontinensia tipe urgensi atau overflow incontinence, dan biasanya disertai inkontinensia alvi Penipisan epitel uretra dan vagina dan submukosa yang dapat menyebabkan iritasi lokal dan menurunkan resistensi uretra, tekanan penutupan maksimal dan hilangnya pelindung mukosa. Kelainan ini biasanya ditandai oleh urgensi dan kadang-kadang disertai disuria

Batu saluran kemih Benda asing

Iritasi kandung kemih yang menimbulkan spasme

Infeksi saluran kemih

Hanya infeksi saluran kemih simptomatik yang menimbulkan inkontinensia

Kelainan neuropsikiatrik

Delirium, depresi, psikosis

Kesadaran dan daya tilik realita yang diperlukan pada proses berkemih terganggu

Gangguan mobilitas

Kelemahan dan trauma Penggunaan alat khusus

Akses ke kamar mandi terbatas

Kelainan sistemik

IU timbul akibat berbagai kondisi sistemik, misalnya diabetes insipidus, diabates melitus

Frekuensi, urgensi dan nokturia dapat terjadi

156

Obat-obatan

Alkohol

Alkohol mempunyai efek diuretik dan dapat menyebabkan sedasi, delirium, atau imboilitas, yang dapat menyebabkan inkontinensia fungsional

Kafein (misalnya kopi, teh, kola, kokoa, bir, coklat dan minuman ringan)

Produksi urin dan jumlah urin yang keluar semakin banyak, menyebabkan poliuria, frekuensi, urgensi dan nokturia

Antagonis alfa-adrenergik (misalnya alfuzosin, doxazosin, prazosin, tamsulosin, terazosin) Agonis alfaadrenergik (pseudoefedrin)

Otot leher kandung kemih pada wanita atau otot polos prostat pada pria meregang dan kadang menyebabkan inkontinensia urin tipe stress

Antikolinergik (misalnya antihistamin, antipsikotik, benztropin, antidepresan

Kontraktilitas kandung kemih dapat terganggu, terkadang menyebabkan retensi urin dan overflow incontinence. Obat-obat ini juga menyebabkan delirium, konstipasi dan impaksi feses.

trisiklik) Penghambat kanal kalsium (diltiazem, nifedipin, verapamil) Diuretik (misalnya bumetanid, furosemid) dan Teofilin Terapi hormonal (terapi sistemik kombinasi estrogen-progestin)

Prostat dan tonus otot leher kandung kemih meningkat, kadang menyebabkan retensi urin atau overflow incontinence

Kontraktilitas otot detrusor menurun, kadang-kadang menyebabkan retensi urin dan overflow incontinence, nokturia akibat edema perifer, konstipasi dan impaksi feses Produksi urin dan jumlah urin yang dihasilkan meningkat, menyebabkan poliuria, frekuensi, urgensi dan nokturia Kolagen di jaringan penyambung parauretra mengalami degradasi, sehingga penutupan uretra tidak sempurna

157

obat-obatan

er

i

Misoprostol

Merelaksasi uretra, sehingga menyebabkan inkontinensia tipe stress

Opioid

Opioid menyebabkan retensi urin, konstipasi, impaksi feses, sedasi dan delirium

Obat-obat psikoaktif (misalnya antipsikotik, en o ia e in sedatif-hipnotik, antidepresan trisiklik)

Kesadaran yang diperlukan untuk berkemih mengalami penumpulan dan mobilitas menurun. Obat-obat ini dapat menyebabkan delirium

rinar In ontinen e st s 17ch2286html

www er k o

e se -

PATOFISIOLOGI ekanis e ter a in a I transien an I er anen sa in ert an tin i erik t ini i e askan tentan ekanis e an ter i at a a I transien an I er anen an e i ti er a an a a roses erke i an terkait usia, inkompetensi kandung kemih, obstruksi kandung kemih, aktivitas otot detrusor yang berlebih, aktivitas otot detrusor yang menurun, disinergia otot etr sor an s n ter serta an an n siona 2,3,4 Berbagai penyebab, baik penyebab neurologik maupun non-neurologik, yang mendasari mekanisme terjadinya inkontinensia urin transien dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Penyebab-penyebab yang mendasari mekanisme terjadinya IU transien Mekanisme Inkompetensi kemih

158

kandung

Penyebab Neurologik lesi pada lower motor neuron (jarang) Pada pria, prostatektomi radikal

Penyebab non-neurologik Defisiensi sfingter intrinsik Hipermobilitas uretra Pada wanita, persalinan per vaginam multipel, pembedahan panggul (misalnya histerektomi) atau perubahan terkait usia (uretritis atrofi). Pada pria, pembedahan prostat.

Obstruksi kandung kemih

Lesi pada korda spinalis yang menyebabkan disinergia detrusor-sfingter (jarang)

Aktivitas detrusor berlebih (overactivity detrusor)

Penyakit Alzheimer Spondilitis servikal atau stenosis Sklerosis multipel Neuropati otonom (misalnya akibat diabetes, alkoholisme, atau defisiensi vitamin B12) Kompresi vertebra Pleksopati Tumor Lesi korda spinalis Lesi otak yang mempengaruhi jaras menuju pusat miksi di pons

Aktivitas detrusor yang menurun (detrusor underactivity)

Disinergia detrusor-sfingter

Striktur uretra anterior Divertikulum kandung kemih Batu kandung kemih Operasi kandung kemih Pada wanita: sistokel Pada pria: hiperplasia prostat jinak atau kanker prostat Kanker kandung kemih Sistitis Idiopatik Obstuksi kandung kemih kronik Idiopatik (umumnya pada wanita)

Gangguan fungsi berkemih pada masa kanak-kanak (relaksasi sfingter yang buruk disertai kontrakdi kandung kemih dapat terjadi karena anak takut membasahi tempat tidur atau pakaian)

er

i

rinar In ontinen e

st s

www er k o

e se -

17ch2286html

Perubhan-perubahan pada proses berkemih yang terkait usia eirin en an enin katan sia ka asitas kan n ke i en r n kemampuan untuk mencegah proses berkemih menurun, kontraksi kandung kemih involunter (overaktivitas kandung kemih) lebih sering terjadi dan kontrakti itas kan n ke i ter an e in a asien sia an t en er n lebih sulit menunda keinginan untuk buang air kecil dan seringkali tidak lampias. Volume residu urin pascakemih meningkat, bahkan mungkin mencapai nor a e ain it asia en o e vis a ee a

159

Inkompetensi kandung kemih Merupakan mekanisme yang paling umum terjadi pada inkontinensia urin tipe stress. Pada wanita, hal ini biasanya disebabkan oleh kelemahan dasar panggul atau fasia endopelvis akibat persalinan yang banyak melalui vagina, pembedahan panggul (termasuk histerektomi), perubahan yang terkait dengan sia ter as k retritis atro se in a ta t retrovesika is en r n e er kandung kemih dan uretra menjadi hipermobil dan tekanan di dalam uretra turun hingga lebih rendah daripada tekanan dalam kandung kemih. Pada pria, en e a an a in a a a ker sakan s n ter ata e er kan n kemih dan uretra posterior pasca prostatektomi radikal.3 Obstruksi kandung kemih Merupakan penyebab inkontinensia yang paling sering terjadi pada pria, tetapi tidak semua obstruksi pada pria menimbulkan inkontinensia. Pada wanita, obstruksi kandung kemih jarang terjadi, tetapi dapat juga terjadi akibat pembedahan koreksi untuk inkontinensia atau sistokel yang mengalami prolaps. Pada pria maupun wanita, impaksi fekal dapat menyebabkan obstruksi. Obstruksi pada akhirnya menyebabkan distensi kandung kemih yang berlebihan. Obstruksi juga dapat menyebabkan detrusor overaktif dan inkontinensia tipe urgensi. Bila otot detrusor tidak dapat berkontraksi lagi, maka dapat ter a i overflow in ontinen e e era a en e a o str ksi kan n ke i (misalnya divertikula kandung kemih yang berukuran besar, sistokel, infeksi kandung kemih, batu, dan tumor) dapat bersifat ireversibel. Aktivitas detrusor yang berlebih (detrusor overaktif) Merupakan mekanisme yang umum terjadi pada inkontinensia tipe urgensi. Otot detrusor berkontraksi secara intermiten tanpa ada penyebab yang jelas, biasanya saat kandung kemih penuh sebagian. Mekanisme ini dapat bersifat idiopatik atau disebabkan oleh gangguan fungsi pada pusat inhibisi di korteks frontalis (biasanya akibat perubahan terkait usia, demensia atau stroke) atau obstruksi kandung kemih. Aktivitas detrusor yang berlebih atau detrusor overaktif (hyperactivity) yang disertai oleh gangguan kontraktilitas merupakan varian dari inkontinensia tipe urgensi yang ditandai oleh urgensi, frekuensi, pancaran urin yang lemah, retensi urin, trabekulasi kandung kemih, dan volume residu pasca kemih > 50 mL. Varian ini dapat menyerupai gejala prostatisme pada pria atau inkontinensia urin tipe stress pada wanita.

160

Aktivitas detrusor yang menurun (detrusor underactivity) ekanis e ini er akan ekanis e retensi rin an overflow incontinence pada sekitar 5% pasien dengan inkontinensia. Dapat disebabkan o e tra a a a kor a s ina is ata akar akar ersara an an e ersara kandung kemih (misalnya kompresi vertebra, tumor atau pembedahan); juga dapat disebabkan oleh neuropati perifer atau otonom dan kelainan neurologik lainnya. Antikolinergik dan opioid dapat menurunkan kontraktilitas otot detr sor an er akan en e a ta a I transien a a wanita aktivitas detrusor yang menurun biasanya bersifat idiopatik. Disinergia detrusor-sfingter Hilangnya koordinasi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi s n ter retra eksterna a at en e a kan o str ksi kan n ke i an a a ak irn a eni kan overflow in ontinen e isiner ia serin ka i disebabkan oleh lesi pada korda spinalis yang mengganggu jaras persarafan en sat iksi i ons an en koor inasikan re aksasi s n ter an kontraksi kan n ke i e in a saat kan n ke i erkontraksi s n ter bukannya berelaksasi tetapi malah berkontraksi, sehingga menimbulkan obstruksi kandung kemih. Disinergia menimbulkan trabekulasi yang berat, divertikulum pada kandung kemih dan deformasi “pohon natal” pada kandung kemih, hidronefrosis dan gagal ginjal. Gangguan fungsi Meliputi gangguan kognitif, mobilitas yang menurun, penyakit penyerta lainnya dan kurangnya motivasi), khususnya pada pasien usia lanjut, yang dapat turut menyebabkan terjadinya inkontinensia, tetapi jarang sekali berperan sebagai penyebab. Jenis Inkontinensia berdasarkan gejala dan tanda er asarkan e a a an tan an a I a at i e akan en a i I rensi I ti e stress I overflow overa tive a er I n siona an I ti e a ran a e IU urgensi Umumnya disertai rasa urgensi atau rasa ingin buang air kecil yang ti ak a at ita an a i okt ria an inkontinensia nokt rna ter a i er akan enis inkontinensia an a in serin ter a i a a sia an t I urgensi seringkali dicetuskan oleh penggunaan diuretik dan emosi pasien mis-

161

alnya gangguan cemas serta hipertiroidisme atau diabetes yang tidak terkontro a a at e er ara kea aan ini a a wanita va initis atro eroses penuaan seringkali turut berperan dalam penipisan dan iritasi uretra serta sensasi urgensi2 I ti e r ensi iasan a ise a kan o e kontraksi kan n kemih yang tidak baik. Kelainan persarafan yang menyebabkan spasme kandung kemih juga turut berperan, termasuk berbagai penyakit seperti sklerosis ti e en akit arkinson en akit ei er stroke an tra a ter asuk trauma pembedahan.1 IU tipe stres Merupakan kebocoran urin akibat peningkatan tekanan intra-abdominal yang mendadak (misalnya pada saat batuk, bersin, tertawa, membungkuk atau mengangkat barang berat). Volume urin yang keluar biasanya berjumlah seikit er akan enis I ter an ak a a wanita ter ta a aki at ke a i an ko ikasi ersa inan retritis atro an eno a se I ti e stres serin ka i lebih berat pada pasien dengan obesitas karena peningkatan tekanan tekanan abdomen di atas kandung kemih2 Biasanya disebabkan oleh melemahnya struktur penyokong kandung kemih sehingga otot-otot yang biasanya dapat menjaga agar uretra tertutup dapat terganggu. Urin dapat keluar ke uretra pada saat tekanan intra a o ina enin kat e ain it tra a an arin an ar t an ti aki at e e a an sa ran ke i ata atro retra erat a dapat turut mengganggu proses penutupan uretra, sehingga memicu terjadinya I ti e stres I ti e stres a at en et skan ter a in a aktivitas kan n ke i an er e i ata ikena en an etr sor overa tivit O I ti e stess dapat semakin memburuk pada 1 minggu sebelum masa menstruasi. Pada saat itu, kadar estrogen yang rendah menyebabkan tekanan otot uretra en r n se in a se akin a ter a i inkontinensia rin I ti e stres juga banyak terjadi pada pasca menopause1 Overaktif Kandung Kemih (OKK) Aktivitas kandung kemih yang berlebih terjadi ketika kelainan persarafan dan sinyal saraf yang masuk ke dalam kandung kemih sehingga menyebabkan kandung kemih berkontraksi sebelum waktunya, dan pada akhirnya eni kan e a a an air ke i an serin e ara s esi k e a a e a a overa tive a er e i ti 1,2 1. rek ensi an air ke i serin in a ka i se ari ata ka i

162

semalam 2. r ensi rasa in in ken in an san at k at an ti ak a at ita an a i 3. Inkontinensia ti e r ensi ke o oran rin se ara ti a ti a isertai rasa urgensi 4. okt ria an n a a a a ari nt k an air ke i Overaktif kandung kemih juga sering dikenal dengan detrusor overactivity (DO) Inkontinensia Overflow Tumpahnya urin akibat kandung kemih yang terlalu penuh dan tidak terjadi pengosongan kandung kemih yang sempurna. Gejalanya antara lain an aran rin an e a inter iten rek ensi an nokt ria Inkontinensia urin tipe urgensi maupun tipe stress juga dapat terjadi. Volume kebocoran urin biasanya sedikit, tetapi kebocoran dapat terjadi konstan sehingga secara kese r an seo a o a a rin an o or k an ak erin ka i isebabkan karena otot kandung kemih yang lemah (disebabkan oleh kerusakan saraf akibat diabetes atau penyakit lainnya) dan obstruksi pada uretra (misalnya batu saluran kemih).1 e stakaan ain en e tkan a wa overflow in ontinen e a ise a kan oleh aktivitas kandung kemih yang menurun (detrusor underactivity), obstruksi kandung kemih seperti sistokel berukuran besar.3 Merupakan jenis inkontinensia terbanyak pada pria dan jarang terjadi pada wanita.2 Inkontinensia fungsional e o oran rin ter a i aki at an an ko niti ata an an sik (misalnya akibat demensia atau stroke) atau hambatan lingkungan yang menyebabkan turunnya pengendalian berkemih. Misalnya, pasien tidak mengetahui di mana letak kamar mandi atau tidak dapat berjalan jauh untuk mencapai kamar mandi. Mekanisme berkemih di saluran kemih dan persarafan yang menjaga fungsi berkemih tetap normal. Berbagai kondisi medis yang dapat mengganggu pasien untuk berpikir, bergerak dan mencapai kamar mandi agar dapat buang air kecil tepat pada waktunya, juga turut berperan, misalnya asien en an en akit ei er asien en an artritis an asien en an kursi roda 1,2 Inkontinensia tipe campuran er akan ko inasi ari setia enis I i atas o inasi an a -

163

ing umum adalah tipe campuran inkontinensia tipe stress dan tipe urgensi atau tipe stress dan tipe fungsional.2 DIAGNOSIS e a ian esar asien iasan a erasa a nt k en e tkan bahwa mereka menderita inkontinensia urin, sehingga seringkali para dokter perlu memberikan pertanyaan saringan seperti, “Apakah anda pernah meno o a ti akn a I a a seoran asien er isarin a a setia usia, khusunya pada pasien berusia lanjut. Pasien-pasien yang berisiko mena a i I transien a er i ak kan skrinin ertan aan ter as k pasien dengan gangguan mobilitas, gangguan kognitif, depresi, penggunaan obat-obat tertentu (diuretik dan antikolinergik), impaksi feses, diabetes dan penurunan kadar estrogen. Para klinisi sebaiknya tidak beranggapan bahwa inkontinensia merupakan kelainan yang ireversibel hanya karena sudah tera i a a e ain it ia nosis retensi rin er isin kirkan ter e i a sebelum memulai terapi untuk overaktif detrusor. i a ter a at ke ri aan ke ara I transien a n I ersisten aka dianjurkan untuk menggunakan catatan harian berkemih (voiding diary / blader iar nt k en kan in or asi en enai e iso e I an tera i in katan I ata OI e ant okter nt k teta mengingat penyebab yang terjadi dan mengatasi penyebab yang mendasari ter a in a I transien er asarkan ene itian voi in iar an iisi se a a 7 hari memang merupakan alat diagnostik yang dapat dipercaya,5 tetapi secara praktis pengisian voiding diary cukup dilakukan selama 3 hari.3,4 ia nosis a at ite akkan er asarkan ana nesis e eriksaan sik (pemeriksaan saraf, panggul dan rektum) dan pemeriksaan tambahan lainnya rina isis k t r rin an kreatinin vo e resi as ake i an 3,4 kadang-kadang uji urodinamik). O e karena I ersi at ti aktor aka evaluasi diagnostik perlu dilakukan secara menyeluruh, termasuk menentukan en e a I an en in kirkan kon isi kon isi seri s an n kin ter a i Diagnosis pasti perlu dilakukan saat dipertimbangkan terapi pembedahan unt k I ti e stres ata o str ksi kan n ke i Anamnesis Anamnesis biasanya difokuskan pada lamanya dan gejala berkemih, fungsi saluran cerna, pemakaian obat, riwayat pembedahan obstetrik dan

164

pembedahan panggul. Catatan harian berkemih (voiding diary) dapat membantu dokter untuk melacak penyebab yang ada (lihat lampiran). Pasien diminta untuk mencatat volume dan waktu berkemih selama 48-72 jam, dan setiap episode inkontinensia dihubungkan dengan aktivitas tertentu (makan, minum dan penggunaan obat) dan selama tidur. Jumlah kebocoran urin yang terjadi dapat diperkirakan sebagai tetesan urin, jumlah sedikit, sedang atau sangat banyak; atau dihitung dengan uji lampin (dengan mengukur berat urin yang diabsorpsi popok dalam waktu 24 jam). Bila volume berkemih pada malam hari lebih sedikit daripada kapasitas fungsional kandung kemih (yakni volume satu kali berkemih yang paling besar, yang tercatat dalam catatan harian), maka penyebabnya adalah penyebab yang terkait dengan masalah tidur (pasien berkemih pada malam hari karena memang tidak bisa tidur), atau kelainan kandung kemih (pasien tanpa masalah tidur menjadi terbangun untuk berkemih hanya bila kandung kemihnya terasa penuh). Pada pria dengan gejala obstruktif (pancaran urin lemah, gejala intermiten, dan rasa tidak lampias) hampir sepertiganya mengalami overaktivitas detrusor tanpa obstruksi. Urgensi atau rasa ingin kencing yang timbul mendadak tanpa disertai tanda ataupun peningkatan tekanan intra abdomen se e n a serin ka i ise t refleks ata inkontinensia an ti ak isa ari merupakan tanda khas dari overaktif detrusor. Pemeriksaan fisik e eriksaan sik i satkan a a e eriksaan ne ro o ik e eriksaan panggul dan pemeriksaan rektum. Pemeriksaan neurologik meliputi pemeriksaan status mental, gaya berjalan (gait), fungsi ekstremitas bawah dan pemeriksaan tanda-tanda neuropati perifer atau otonom, dan hipotensi ortostatik. Leher dan ekstremitas bagian atas perlu diperiksa adanya tanda-tanda sponi osis servika ata stenosis e ain it t an e akan er i eriksa a a ti akn a e or itas ata e e a an se e n a ersara an s n ter retra eksterna an er akan a an nerv s sakra an sa a en an s n ter ani a at i eriksa en an eni ai sensasi erine an kontraksi s n ter ani 1.

na wink refle akni kontraksi s n ter ani i i o e sent han lembut dan tiba-tiba pada kulit di daerah perianal. 2. efleks okavernos s er a kontraksi s n ter ani an

165

dipicu oleh tekanan pada glands penis atau klitoris eski n e ikian refleks an ne ati ti ak se erta erta en n kkan adanya kelainan. Pemeriksaan Ginekologi e eriksaan ineko o i a a wanita a at en i enti kasi a an a va initis an retritis atro i er o i itas retra an ke e a an asar an gul. Mukosa vagina yang tipis, pucat serta berkurangnya rugae vagina menunkkan a an a va initis atro i er o i itas retra a at ini ai a a saat pasien batuk atau saat dinding vagina posterior distabilisasi dengan spekulum. Adanya sistokel, enterokel, rektokel dan prolaps uterus menunjukkan kelemahan struktur dasar panggul. Pemeriksaan rektum Dilakukan untuk menilai adanya impaksi feses, masa rektum dan nodul. Palpasi suprapubik dan perkusi untuk menilai adanya distensi kandung kemih biasanya tidak bermakna kecuali untuk kasus retensi urin akut. Pemeriksaan khusus Bila terdapat kecurigaan ke arah inkontinensia urin tipe stres, maka i stres rin a at i ak kan i ini e n ai sensitivitas an s esi sitas >90%. Pasien diperiksa dengan kondisi kandung kemih dalam keadaan penuh. Pasien duduk tegak dengan membuka kedua kakinya, merelaksasi daerah perineum dan kemudian diminta batuk kuat dengan cepat. Kebocoran urin yang terjadi segera setelah batuk dan berhenti setelah batuk berhenti memastikan adanya inkontinensia urin tipe stres. Kebocoran urin yang terjadi lambat atau persisten menunjukkan overaktif detrusor yang dipicu oleh batuk. Bila terbukti batuk memang memicu inkontinensia, maka manuver tersebut dapat diulang dengan pemeriksa menempatkan 1-2 jari ke dalam vagina untuk mengangkat uretra (Uji Marshall-Bonney); inkontensia yang membaik dengan manuver ini menunjukkan bahwa kelainan tersebut dapat dikoreksi dengan pembedahan. Hasil positif palsu dapat terjadi bila pasien mendadak merasa inin ken in saat e eriksaan i ak kan e an kan asi ne ati a s a at disebabkan karena pasien tidak berelaksasi, kandung kemih tidak penuh atau batuk kurang kuat atau terdapat sistokel berukuran besar. Pemeriksaan tambahan Pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan meliputi urinalisis, kultur urin,

166

en k ran ka ar an ser kreatinin e eriksaan ainn a e i ti pemeriksaan glukosa serum dan Ca (dengan albumin dan estimasi kadar Ca yang bebas protein) bila ternyata voiding diary (daftar harian berkemih) pasien menunjukkan adanya poliuria. Pemeriksaan elektrolit dan kadar vitamin B12 bila dari hasil sebelumnya menunjukkan kecurigaan ke arah neuropati. o e resi as ake i ata ostvoi resi a vo e er itent kan er asarkan kateterisasi ata trasono ra a asitas kan n kemih merupakan penjumlahan volume residu pascakemih dan volume urin saat berkemih. o e resi as ake i nor a a a a an iasanya masih normal untuk pasien berusia > 65 tahun, tetapi tidak normal untuk pasien yang berusia lebih muda; dan volume >100 mL menunjukkan adanya aktivitas otot detrusor yang menurun atau obstruksi kandung kemih. Uji urodinamik diindikasikan bila penilaian klinis dan pemeriksaan lainnya belum memberikan hasil diagnostik atau bila kelainan yang terjadi perlu ditentukan dengan tepat sebelum pembedahan dilakukan. isto etri a at e ant ia nosa I r ensi teta i sensitivitas an s esi sitasn a asi e iketa i e eriksaan ini i ak kan en an memasukkan air steril ke dalam kandung kemih dengan kenaikan jumlah air sebanyak 50 mL dengan menggunakan jarum suntik 50 mL dan kateter uretra nomor 12 dan 14F, hingga pasien merasa adanya sensasi urgensi atau kontraksi kandung kemih, yang dapat dideteksi dari ketinggian cairan dalam jarum s ntik i a vo e airan s a a at en e a kan r ensi ata kontraksi aka ia nosis e i ke ara overaktivitas etr sor an I r ensi i ke e atan a iran rin n ak ata eak rinar flow rate er akan suatu uji untuk memastikan atau menyingkirkan adanya obstruksi kandung kemih pada pria. Hasilnya tergantung pada volume kandung kemih awal, teta i ni ai eak flow rate etik en an vo e rin se esar mL dan proses berkemih yang lama menunjukkan adanya obstruksi kandung ke i ata en r nan aktivitas otot etr sor eak flow rate etik menyingkirkan diagnosis obstruksi dan menunjukkan adanya overaktivitas etr sor e a a e eriksaan asien i inta nt k e etakkan tan ann a di perut dan memeriksa adanya peregangan otot yang terjadi selama proses berkemih, khususnya bila terdapat kecurigaan ke arah inkontinensia urin tipe

167

stres an i er kan e e a an e an an otot an ositi en n kkan adanya kelemahan otot detrusor. isto etro ra a a at i ak kan en an en atat k rva tekanan volume dan sensasi kandung kemih saat kandung kemih diisi dengan air steril dan uji provokasi dengan menggunakan betanekol atau air dingin digunakan nt k eran san kontraksi kan n ke i ektro io ra otot erine i nakan nt k eni ai ersara an an n si s n ter TERAPI trate i enata aksanaan nt k Inkontinensia rin ransien 1. Latihan kandung kemih “bladder training”: mengubah kebiasaan berkemih – berupa latihan berkemih secara berkala setiap 2-3 jam sekali saat bangun. Umumnya digunakan pada pasien dengan gangguan kognitif, pasien diminta untuk ke kamar mandi dan buang air kecil setiap 2 jam. Voiding diary dapat membantu pasienuntuk mencatat seberapa sering dan kapan pasien buang air kecil dan apakah pasien dapat merasakan kandung kemihnya terasa penuh. 2. Mengubah asupan cairan – pasien diminta untuk membatasi asupan cairan pada waktu tertentu (sebelum melakukan perjalanan keluar rumah, 3-4 jam sebelum tidur). Pasien juga diminta untuk menghindari konsumsi carian yang dapat mengiritasi kandung kemih (misalnya cairan yang mengandung kafein) dan diminta untuk minum 1500-2000 ml sehari (karena urin yang pekat akan mengiritasi kandung kemih) 3. Latihan otot panggul (senam Kegel) – biasanya cukup efektif, terutama untuk inkontinensia urin tipe stress. Pasien diminta untuk melakukan kontraksi otot panggul (pubokoksigeusdan paravaginal) selama 10-15 menit ti a ka i se ari Instr ksi an an an a ik san at er an aat nt k a ini a a wanita er sia ta n tin kat kese an en a ai 25% dan tambahan sebesar 40-50% kesembuhan bila pasien termotivasi, mendapat instruksi latihan tertulis dan melakukan kunjungan ulang ke dokter. 4. Stimulasi elektrik dasar panggul – merupakan versi otomatis senam kegel yang menggunakan aliran listrik untuk menghambat overaktivitas detrusor dan menimbulkan kontraksi otot panggul. 5. Pemakaian lampin penyerap urin – Lampin khusus yang dapat me-

168

nyerap urin dengan baik dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan perawatnya. Tetapi, tentu saja langkah ini harus disertai langkah lain yang a at en en a ikan ata en ran i e iso e inkontinensia e ain it lampin perlu sering diganti agar tidak terjadi iritasi kulit dan infeksi saluran kemih. 6. Penggunaan obat – meliputi antikolinergik dan antimuskarinik yang a at ere aksasi otot etr sor an a onis an a at enin katkan s n ter ton s O at o at en an e ek antiko iner ik k at er i akai dengan sangat hati-hati pada pasien berusia lanjut. Antagonis alfa dan ini itor re ktase a at i akai nt k en atasi o str ksi kan n kemih pada pasien pria dengan inkontinensia tipe urgensi atau inkontinensia ti e overflow STRATEGI PENATALAKSANAN UNTUK IU TIPE URGENSI Pengobatan ditujukan untuk mengurangi overaktivitas detrusor. Peno atan i ai en an e erikan tera i eri ak akni ati an kan n kemih, senam Kegel dan teknik-teknik relaksasi yang disertai dengan umpan a ik io ee a k erin ka i i er kan en naan o at an kateterisasi intermiten (misalnya bila volume residual pascakemih ternyata sangat besar). Terkadang perlu dilakukan stimulasi saraf sakral, terapi intravesika dan pembedahan. Terapi perilaku Terapi perilaku pada prinsipmya dimaksudkan untuk menjaga agar volume kandung kemih tetap sedikit (dengan latihan berkemih secara volunter) dan melatih sistem saraf pusat untuk menghambat kontraksi detrusor dan mencegah kebocoran urin (dengan teknik relaksasi). Latihan berkemih biasanya dilakukan secara bertahap dan interval berkemih secara perlahan ditingkatkan untuk memperbaiki toleransi terhadap kontraksi detrusor, misalnya setiap 30 menit selama 3 hari, dan setelah 2 hari tidak mengalami inkontinensia, interval berkemih ditingkatkan hingga tiap 60 menit sampai pasien mampu berkemih setiap 3 sampai 4 jam tanpa mengalami kebocoran. Biasanya, terapi latihan kandung kemih ini memerlukan waktu beberapa minggu. Untuk pasien dengan an an ko niti tera i eri ak e i ti ati an ke iasaan a it trainin (waktu berkemih terjadwal berdasarkan kebiasaan pasien), berkemih secara teratur / scheduled voiding (berkemih setiap 2 hingga 3 jam sekali) dan an-

169

juran berkemih / prompt voiding. Anjuran berkemih meliputi tiga komponen, yaitu memantau kondisi pasien, mendorong dan memberi semangat kepada pasien untuk berkemih sesuai dengan jadwal serta memberikan umpan balik positif bila pasien sudah mulai menunjukkan hasil. Bila terapi perilaku saja tidak menunjukkan hasil, maka obat-obat penekan kandung kemih dapat diberikan. Obat-obat ini biasanya tidak memperbaiki overaktivitas detrusor yang terjadi, tetapi dapat membantu mengurangi inkontinensia urin dan gejala frekuensi. Pilihan obat didasarkan pada e kasi e ek sa in an en akit en erta ainn a isa n a in ari e ek antikolinergik pada pasien dengan konstipasi). Kombinasi obat dengan dosis yang lebih rendah dapat dipertimbangkan bila terjadi efek samping yang tidak dapat ditoleransi pada penggunaan satu obat dengan dosis lebih tinggi. Terapi obat-obatan Obat-obat yang biasa digunakan pada terapi inkontinensia urin tipe urgensi meliputi oksibutinin dan tolterodin yang merupakan antikolinergik antimuskarinik yang tersedia dalam bentuk sediaan lepas lambat yang dapat diberikan satu kali sehari. Oksibutinin juga tersedia dalam bentuk sediaan koyo / skin patch yang dapat diganti dua kali seminggu. Antimuskarinik baru meliputi solifenasin, darifenasin, yang dapat diberikan juga satu kali sehari, an tros i in ian tentan o at o at an i nakan a a tera i inkontinensia urin dapat dilihat pada tabel 5. Terapi lainnya ti asi nerv s sakra iin ikasikan a a asien en an inkontinensia urin tipe urgensi yang berat dan tidak menunjukkan respons pada terapi obat. Metode ini bekerja secara sentral dengan menghambat aferen sensorik kandung kemih. Prosedurnya dimulai dengan stimulasi saraf perkutaneus untuk setidaknya 3 hari; bila pasien menunjukkan respons maka sebuah implan neurostimulator akan dipasang secara permanen. Pemberian capsaicin atau resiniferatoksin (analog capsaicin) dipakai ia I r ensi ter a i aki at tra a kor a s ina is ata ke ainan s s nan saraf pusat lainnya. Terapi ini akan mendesensitisasi serat saraf aferen tipe C pada kandung kemih yang berperan dalam relaksasi dan pengosongan kandung kemih. In eksi toksin ot in ti e ke a a otot etr sor se a ai a ternati

170

enata aksanaan I r ensi asi ter s ite iti Terapi bedah Pembedahan merupakan pilihan terapi yang paling akhir, biasanya diak kan a a asien er sia a en an I r ensi erat an ti ak en nkkan res ons tera i tera a a o at o atan e e a an n a er a 1. isto asti a entasi akni se a ian s s i a it ke kan n ke i ntuk meningkatkan kapasitas kandung kemih. 2.

ateterisasi iri inter iten inter itent se at eteri ation an i ak kan bila sistoplasti augmentasi hanya menimbulkan kontraksi kandung kemih yang lemah atau koordinasi tekanan abdominal yang buruk (manuver a sava a a saat s n ter ere aksasi 3. Miomektomi detrusor dapat dilakukan untuk menurunkan kontraksi kandung kemih yang tidak perlu. 4. Yang terakhir, diversi urin untuk mengalirkan urin jauh dari kandung kemih Pilihan prosedur pembedahan didasarkan pada ada tidaknya gangguan lain, keter atasan sik an ii an asien

STRATEGI PENATALAKSANAN UNTUK IU TIPE STRES Meliputi latihan kandung kemih dan senam kegel. Obat-obatan juga seringkali diperlukan. Pengobatan umumnya ditujukan untuk inkompetensi kan n ke i e iatan en in ari stres sik an a at en et skan inkontinensia dan menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi e a a inkontinensia O at o at an iasan a i nakan a a I ti e stres meliputi pseudoefedrin, yang bermanfaat pada wanita dengan inkompetensi kan n ke i i i ra in an a at i akai nt k en atasi I a ran ti e stres an ti e r ensi an oksetin i a I ti e stres ise a kan o e retritis atro an estro en to ika kon at ata estra io sekali sehari selama 3 minggu, kemudian dua kali/minggu). Pembedahan dan prosedur lainnya hanya bermanfaat bila prosedur non invasi ainn a s a ti ak e erikan asi e e a an nt k I ti e stres e i ti 1. s ensi e er kan n ke i an i nakan tn k e er aiki i ermobilitas uretra. 2. Ambin suburetra (suburethral sling), injeksi periuretra dengan pembentuk massa (bulking agents) atau insersi pembedahan untuk memasukan

171

s n ter atan i nakan tn k en atasi e siensi s n ter Pilihan pembedahan didasarkan kemampuan pasien dalam mentoleransi pembedahan, perlu tidaknya pembedahan lain (misalnya histerektomi, koreksi sistokel), dan pengalaman. Pesarium dapat bermanfaat karena mengangkat leher kandung kemih, mengangkat taut vesikouretra, meningkatkan resistensi uretra dengan enekan retra ke si sis is ternati tera i an e i ar a a a pemasangan selubung hisap silikon (silicone suction caps) pada meatus uretra, peralatan penutup intrauretra yang dimasukkan dengan menggunakan aplikator, dan protese yang menyokong leher kandung kemih intravaginal. Strategi Penatalaksanan Untuk IU Tipe Overflow Incontinence Terapi tergantung pada apakah penyebabnya berupa obstruksi kandung ke i aktivitas etr sor an en r n ata ke an a istoke a a wanita diterapi dengan pembedahan dan dapat diperbaiki dengan menggunakan pesarium; Bila terdapat hipermobilitas, maka suspensi leher kandung kemih perlu dilakukan. Aktivitas otot detrusor yang menurun memerlukan dekompresi kandung kemih (penurunan volume residu) dengan teknik kateterisasi diri intermiten, atau terkadang dengan menggunakan kateter yang menetap. Dekompresi perlu dilakukan selama beberapa minggu untuk mengembalikan fungsi kandung kemih. Bila fungsi kandung kemih masih belum baik, maka manuver-manuver yang dapat memperbaiki proses berkemih (misalnya double voiding, manuver a sava enekanan s ra ik eto e re e saat erke i er i ak kan. Strategi Penatalaksanan Untuk IU Refrakter Lampin penyerap, pakaian dalam khsus, dan kateterisasi diri intermiten dapat diberikan. Kateter uretra yang menetap (indwelling catheter) merupakan pilihan terapi untuk pasien yang tidak dapat berjalan ke kamar mandi atau pasien yang mengalami retensi urin dan tidak dapat memasang kateter sen iri In we in at eter ti ak ian rkan nt k asien en an inkontinensia tipe urgensi karena dapat memperparah kontraksi detrusor. Bila kateter masih tetap dibutuhkan, maka sebaiknya dipakai kateter berukuran sempit dengan balon kecil, yang dapat memperkecil iritabilitas. Pada pria, kondom kateter lebih disarankan karena dapat mengurangi risiko terjadinya

172

infeksi saluran kemih. a a I re rakter serin ter a i en r nan o i itas asien se in a langkah-langkah pencegahan iritasi kulit akibat terkena urin yang sering perlu dilakukan. Simpulan Inkontinensia rin san at ter a i an reva ensin a enin kat seiring meningkatnya usia dan lebih banyak diderita oleh wanita daripada ria er asarkan si at reversi i itasn a I a at i a i en a i I transien I ak t an I er anen I kronik reva ensi I transien k tin i pada pasien usia lanjut dan merupakan 50% kasus inkontinensia pada kasus rawat inap. I ata OI er akan sin katan an i nakan nt k e ant en in at en e a I transien a er iar ata voi in iar a at san at e ant ene akan ia nosis I transien I transien memerlukan penatalaksanaan yang tepat. Penyebab-penyebab yang bersiat reversi e er itan ani se era i a i iarkan aka I transien a at erke an en a i I er anen Daftar Kepustakaan 1. ea rinar In ontinen e i n ove er dari www. www.americangeriatrics.org/staging/products/ui/ incon5.m.htm. 2. i rinar In ontinen e i n ove er ari www merck.com/mmpe/sec17ch2286html. 3. o rinar In ontinen e ssess ent in O er ts art I ransient rinar In ontinen e art or Instit te or eriatri rsin 4. e asee an oe O a e se o r en vo e arts to assess rinar in ontinen e si a era eviews 5. ant ew an o in et a rinar in ontinen e in a ts te an roni ana e ent ini a ra ti e i e ine o i ation o 6. o er oo e ot e orre r io e ia i ity assessment of the bladder diary for urinary incontinence in older

173

wo en o rna o eronto o eries io o i a ien es an e i a ien es 7. Berghmans LC, Hendriks HJ, Bo K, et al. Conservative treatment of stress rinar in ontinen e in wo en a s ste ati review o ran o i e ontro e tria s r ro 8. r io o er oo e et a e aviora vs r treatent or r e rinar in ontinen e in o er wo en a ran o i e ontro e tria 9. r io o er oo e o ine e avior an r t era or r e in ontinen e in o er wo en eriatr o 10.

r t e s r i a ana ent o re rrent stress rinar in ontinen e rr O in O stet ne o 11. ienti o ittee o t e irst Internationa ons tatiion on Incontinence. Assessment and treatment of urinary incontinence. Lanet

174

RETENSIO URIN David Lotisna PENDAHULUAN etensio rin a a a keti ak a an en oson kan kan n ken ing. Banyak penyebab retensio urin, sebagian dapat kembali pulih dengan mudah, tetapi ada juga yang sulit pulih. Kondisi ini memerlukan evaluasi dan pengobatan yang baik karena dapat menyebabkan masalah pada saluran kemih seperti infeksi atau kerusakan ginjal. 1,2 etensio rin serin i ai a a wanita ost art an a a as a 2 bedah, baik bedah obstetrik maupun ginekologi. etensio rin a at ter a i se ara ak t ata kronis en e a retensio rin se ara a at ik asi kasikan en a i o str ksi in eksi an infla asi ar ako o ik ne ro o ik dan lain-lain. t i ro ina ik sete a o erasi e er i atkan is n si kan n kemih berupa hipertonik dan spastik kandung kemih dengan “compliance” an ren a an ka asitas an ren a ete a ena in ka asitas kandung kemih dapat menjadi normal, rendah atau tinggi tergantung dari trauma bedah dan kualitas perawatan pascabedah yang terjadi.3 na nesa e eriksaan sik an e era a e eriksaan en n an dapat menentukan penyebab sebagian besar kasus retensio urin. Penatalaksanaan awal yaitu kateterisasi untuk mengosongkan kandung kemih dengan segera, penatalaksanaan selanjutnya tergantung dari etiologi retensio urin tersebut, dapat berupa terapi surgikal atau terapi medikamentosa. PREVALENSI Angka pasti prevalensi retensio urin pada wanita belum diketahui, karena an ak kas s retensi rin ak t an ti ak i a orkan a n n ka revalensi gangguan pengosongan kandung kemih yang disebabkan oleh retensio urin kronis berkisar 13-26%. etensio rin ter a i a a asien ost art a ini ter a i karena selama proses persalinan pervaginam sering terjadi trauma atau penekanan pada kandung kemih, dimana hal ini merupakan penyebab utama terjadinya retensio urin pada wanita post partum.

175

DEFINISI etensio rin i e nisikan se a ai ti ak a an a roses erke i s ontan, enam jam setelah berkemih yang terakhir atau kateter tetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urine sisa > 200 ml untuk kasus obstetrik.1,4,5 e an kan retensio rin a a kas s ineko o i a a a ika ti ak a at berkemih spontan enam jam setelah kateter tetap dilepaskan atau dapat berkemih spontan dengan urin sisa > 100 ml.6 etensio rin a at i a i en a i retensio rin ak t an kronis etensio urin akut adalah keadaan kandung kencing yang penuh, yang dapat dipalpasi atau dapat diperkusi pada pasien yang tidak mampu berkemih, pasien biasanya mengeluh sakit pada kandung kencing. Keluhan sakit ini tidak merupakan suatu keharusan misalnya pada keadaan tertentu seperti hernia diskus intervertebra, postpartum atau pasca anestesi epidural, pasien tidak mengeluh rasa sakit pada vesika. Volume retensio urin biasanya lebih besar daripada kapasitas normal vesika. Pada pasien pasca bedah obstetri ginekologi, biasanya sulit untuk palpasi atau perkusi kandung kencing karena adanya perban di abdomen bawah.7 etensio rin kronis a a a kan n ken in an ti ak terasa sakit yang tetap dapat dipalpasi atau diperkusi setelah pasien berkemih. Pasien seperti ini biasanya mengalami inkontinensia urin. 7 en r t tanton retensio rin a a a ti ak isa erke i se a a jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana produksi urin yang keluar sekitar 50% kapasitas kandung kemih. 8

Anatomi organ genitalia pada pria dan wanita (Dikutip dari kepustakaan no. 9)

176

etensio rin ost art a a a keti ak a an erke i s ontan setelah 8 jam pasca melahirkan. Kenyataan bahwa 91 % wanita setelah partus pervaginam (spontan / dengan bantuan alat) akan berkemih spontan dalam waktu 8 jam setelah melahirkan.3 FISIOLOGI BERKEMIH Kandung kemih terdiri dari dua bagian, yaitu fundus dan leher kandung kemih. Bagian leher disebut juga uretra posterior karena berhubungan dengan uretra. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh epitel transisional yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Dibawahnya terdapat lapisan submukosa yang sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan jaringan elastin. Otot polos kandung kemih, disebut juga otot detrusor, membentuk lapisan di luar submukosa, terdiri atas tiga lapis otot, yaitu otot longitudinal di lapisan luar dan dalam, serta otot siskuler dilapisan tengahnya. Otot detrusor meluas ke urethra, membentuk dinding urethra, di tempat ini lapisan otot detrusor mengandung banyak jaringan elastin. 10 s nan sara sat an en at r n si kan n ke i er sat pada lobus frontalis pada daerah yang disebut Area Detrusor Piramidal (Pyramidal Detrusor Area). Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa kontrol terpenting terutama berasal dari daerah yang disebut Pontine Mesene ati eti ar or ation an ke ian ise t se a ai sat erke i ontin ontine i t rition entre iste ini it n an o e sisti refleks sakra is an ise t se a ai sat erke i sakra is a ra is i t rition Centre). Jika jalur persarafan antara pusat berkemih pontine dan sakralis dalam kea aan aik aka roses erke i akan er an s n aik aki at ari refleks berkemih yang menghasilkan serangkaian kejadian berupa relaksasi dari otot lurik uretra, kontraksi otot detrusor dan pembukaan dari leher kandung kemih dan uretra. 10 isti sara eri er ari sa ran ke i awa ter ta a ter iri ari sistim saraf otonom, khususnya melalui sistim parasimpatis yang mempengaruhi kontraksi detrusor terutama melalui transmisi kolinergik. Perjalanan parasimatis e a i nerv s e vik s an n ari 2 - 4. Transmisi simpatis muncul dari T10 – T12 membentuk nervus hipogastrikus inferior yang bersama-sama dengan saraf parasimpatis membentuk pleksus pelvikus. 10

177

Persarafan perifer saluran kemih bawah wanita (Dikutip dari kepustakaan no. 9)

Proses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu pengisian atau penyimpanan urin dan pengosongan kandung kemih. Pada keadaan normal proses ini berlangsung bergantian. Berkaitan dengan kedua proses tersebut, aktivitas otot-otot kandung kemih dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik.11 Persarafan parasimpatis terutama dijumpai di kandung kemih. Dindingnya sangat kaya dengan reseptor kolinergik. Otot detrusor akan erkontraksi atas sti asi aseti ko in era t si atis a rener ik e ersara kan n ke i an ret ra ese tor a rener ik i kan n ke i terdiri atas reseptor alfa dan beta. Bagian trigonum kandung kemih tidak mempunyai reseptor kolinergik karena bagian ini terbentuk dari mesoderm, akan teta i ka a en an rese tor a rener ik a a an se ikit rese tor eta ementara itu urethra memiliki ketiga jenis reseptor, dimana reseptor alpha lebih banyak dari reseptor beta sedangkan reseptor kolinergik hanya mempunyai sedikit peranan. 10 Daerah fundus kandung kemih didominasi oleh reseptor beta, sedangkan di bagian dasar dan leher kandung kemih didominasi oleh reseptor alfa. ti asi rese tor a rener ik akan eni kan kontraksi otot ret ra nt k mencegah kebocoran urin dan pada saat yang sama fundus kandung kemih

178

akan berelaksasi untuk mengakomodasi aliran urin dari ureter atas stimulasi adrenergik beta. Penghambatan reseptor beta akan menimbulkan kontraksi detrussor, sedangkan hambatan reseptor alfa akan menimbulkan relaksasi uretra. Pengeluaran urin secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi uretra. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkolin, suatu agen ko iner ik e a a ase en isian i s a eren itrans isikan ke sara sensoris a a n an ion orsa s ina 2 4 dan diinformasikan ke batang otak I s sara ari atan otak en a at a iran arasi atis ari sat ke i sakra s ina e a a ase en oson an kan n ke i a atan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.11 Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot retra tri ona an roksi a I s er a an se an an nerv s endus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. 11 Otot polos kandung kemih bersifat involunter. Jika kandung kemih terisi urin, serabut polos pada dinding kandung kemih teregang dan menimbulkan kontraksi sehingga meningkatkan tekanan intravesika. Pengisian urin 25-50 ml pada kandung kemih akan meningkatkan tekanan intravesika 5-10 cmH20, tetapi sejalan dengan pengisian, sampai dengan panambahan urin 150-300 ml tidak terjadi peningkatan tekanan yang berarti, sampai tercapai kapasitas kan n ke i ait sekitar asa en kan n ke i iasanya timbul setelah pengisian kandung kemih mencapai 150 ml. Dorongan berkemih akan timbul setelah kandung kemih terisi 300-500 ml urin.10 etensi rin a at ise a kan o e o str ksi a a trakt s rinari s atau oleh gangguan persarafan yang berhubungan dengan sinyal antara otak dan kandung kemih. Jika persarafan tidak bekerja, otak tidak dapat menerima pesan bahwa kandung kemih penuh. Ketika kandung kemih penuh, otot kandung kemih yang seharusnya berkontraksi untuk mengeluarkan urin tidak mendapat sinyal kapan waktu untuk mengeluarkan urin, atau otot sphincter tidak memperoleh sinyal waktu untuk relaksasi. 9 Berkemih yang normal melibatkan relaksasi uretra yang diikuti dengan kontraksi otot-otot detrusor. Pengosongan kandung kemih secara keseluruhan dikontrol didalam pusat berkemih yaitu di otak dan sakral.

179

Terjadinya gangguan pengosongan kandung kemih akibat dari adanya gangguan fungsi di susunan saraf pusat dan perifer atau di dalam alat genital dan traktus urinarius bagian bawah. 3 ETIOLOGI etensio rin a at ter a i ak t an kronik a a kea aan ak t e i banyak terjadi kerusakan yang permanen, khususnya gangguan pada otot detrusor, atau ganglion parasimpatis pada dinding kandung kemih. Pada kasus retensio urin, perlu perhatian dikhususkan pada peningkatan tekanan intravesi a an en e a kan refl ks reter se in a a at eni kan an guan pada traktus urinarius bagian atas dan penurunan fungsi ginjal. 3 Kasus retensio urin akut paling sering terjadi pada pasien post operasi dan post partum. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengoson kan kan n ke i n a en an an ver a sa va etensio rin ost operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat. 3 e ara retensio rin a at ise a kan o e karena an an sa9 raf atau lesi pada medulla spinalis. Banyak peristiwa dan kondisi yang dapat merusak saraf dan jaringan saraf. Penyebab lain retensio urin adalah akibat detrusor-sphincter dyssynergia voiding pattern dan relaksasi uretra inkomplit akibat nyeri dan edema, 5% dapat mengalami disfungsi yang berat dan berkepanjangan, yang mana jika tidak dideteksi pada awal masa peripartum dapat en e a kan over istensi kan n ke i an overflow in ontinen e 5 Beera a en e a an a in serin ter a i retensio rin a a a Partus pervaginam Kebanyakan kasus retensio urin disebabkan oleh persalinan yang lama sebelumnya. Lamanya penekanan dari kepala bayi pada jaringan lunak pelvis mempengaruhi pleksus saraf pelvis dan mengakibatkan disfungsi berkemih. t i o servasiona ros ekti ini en n kkan wanita an a ir ervaginam dan ditemukan retensio urin pada 114 orang dari seluruh wanita tadi. Dimana ini terjadi pada wanita yang hamil cukup bulan, partus pervaginam, dengan fetus letak puncak kepala. Wanita yang tidak dapat berkemih spon-

180

tan a a a ost art i a rin resi e i ari etensio rin dikatakan persisten jika wanita tidak dapat berkemih secara spontan dalam 4 ari ost art Insi en retensio rin ost art a a o asi an ite iti 12 sebanyak 4%. Retensio urin pada: Masa Nifas 13 1. Trauma intra partum Ini adalah a a a penyebab en e a utama ta a terjadinya ter a in a retensio urin, rin dimana i ana terdater a pat perlukaan pada urethra dan vesika urinaria. Hal ini terjadi karena adanya penekanan yang cukup berat dan berlangsung lama terhadap urethra dan vesika urinaria tersebut oleh kepala bayi yang memasuki panggul terhadap tulang panggul ibu sehingga terjadi perlukaan jaringan. Akibatnya terdapat edema selaput lender pada leher buli-buli serta terjadinya ekstravasasi darah didalam buli-buli. Ostium urethra internum tersumbat oleh edema mukosa dan kontraksi vesika jelek akibat ekstravasasi darah ke dalam dinding buli-buli sehingga pasien menderita retensio urin 2. efleks ke an kra s n ter ret ra Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih. 3. Hipotoni otot selama hamil dan nifas Tonus dinding buli-buli sejak masa kehamilan sampai post pasrtum masih sangat menurun. Banyak ibu-ibu yang tidak dapat berkemih dalam posisi tidur terlentang. Pasca Seksio Sesarea 14,15,16 1. Anestesia baik umum maupun regional 2. asa n eri a a ka insisi in in a o en eri a a ka insisi i in in er t an se ara reflek serin menginduksi spasme dari otot levator yang menyebabkan kontraksi s astik asa s n ter ret ra an rasa n eri ini an en e a kan pasien enggan untuk mengkontraksikan otot-otot dinding perut guna memulai pengeluaran urin 3. Manipulasi kandung kemih selama seksio sesarea 4. eksio sesarea a a kas s art s ka a II a a se in a i a atkan

181

adanya iritasi, edema, hematom bahkan kerusakan mukosa dan otot kandung kemih akibat penekanan kepala janin pada dasar panggul. Pasca Bedah Ginekologi: 16 1. Anestesia 2. asa n eri 3. Edema 4. as e otot otot okoksi e s Penyebab retensi urin pada kasus ginekologi dapat disebabkan antara lain oleh adalah : 1. Obstruksi: Prolaps organ pelvis (sistokel, rektokel, prolaps uteri); tumor pelvis (malignansi ginekologi, mioma uteri, kista ovarium); retroverted impacted gravid uterus; dilatasi aneurisma; batu kandung kencing; vesikal neoplasma; fekal impaksi; tumor gastrointestinal atau retroperitoneal; striktura uretral; batu uretra; corpus alienum pada uretra; edema uretra 2. Infeksi dan Inflamasi: Vulvovaginitis akut; lichen planus vagina; i en sk erosis va ina e s va ina i ar iasis sistitis e inokokosis; Guillain-Barre syndrome; herpes simpleks virus; Lyme disease; abses periuretra; myelitis transversus; tubercular cystitis; retitis ari e a ooster vir s 3. Lain-lain: Komplikasi postpartum; urethral sphincter dysfunction (Fowler’s syndrome); disrupsi uretra posterior dan bladder neck pada trauma pelvis; komplikasi postoperatif; psikogenik; obat Obat-obatan dapat menyebabkan retensi urin17 1. Antiarrhytmia Disopyramide (Norpace); procainamide (Pronestyl); quinidine 2. Anticholinergik (selected) Atropine (Atreza); belladonna alkaloids;dicyclomine (Bentyl); flavoxate (Urispas); glycopyrrolate (Robinul); hyoscyamine (Levsin); oxybutynin (Ditropan); propantheline (Pro-Banthine ); scopolamine (Trans er o 3. Antidepressan Amitriptyline (Elavil); amoxapine; doxepin (Sinequan); imipramine (Tofranil); maprotiline (Ludiomil); nortriptyline (Pamelor)

182

4. Antihistamin (selected) Brompheniramine (Brovex); chlorpheniramine (Chlor-Trimeton); cyproheptadine (Periactin); diphenhydramine (Benadryl); hydroxyzine (Atarax) 5. Anti hypertensi Hydralazine; nifedipine (Procardia) 6. Antiparkinsonian agents Amantadine (Symmetrel); benztropine (Cogentin); bromocriptine (Parlodel); levodopa (Larodopa); trihexyphenidyl (Artane) 7. Antipsychotik Chlorpromazine (Thorazine); fluphenazine (Prolixin); haloperidol (Haldol); prochlorperazine (Compazine); thioridazine (Mellaril); thiothixene (Navane) 8. Muscle relaxants Baclofen (Lioresal); cyclobenzaprine (Flexeril); diazepam (Valium) 9. Sympathomimetics (alpha adrenergic agents) Ephedrine; phenylephrine (NeoSynephrine); phenylpropanolamine ([double dagger]); pseudoephedrine (Sudafed) 10. Sympathomimetics (beta adrenergic agents) Isoproterenol (Isuprel); Metaproterenol (Alupent); terbutaline (Brethine) 11. Miscellaneous Amphetamines; carbamazepine (Tegretol); dopamine (Intropin); mercurial diuretics; nonsteroidal anti inflammatory drugs (e.g., indomethacin [Indocin]); opioid analgesics (e.g., Morphine [Duramorph]); vincristine (Vincasar PFS) GAMBARAN KLINIS etensi rin e erikan e a a an an erke i ter as k iantaranya kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan pada saat berkemih.3,16 at ene itian e a orkan a wa e a a an aing bermakna dalam memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran kencing yang lemah, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat berkemih dan nokturia.16 DIAGNOSIS Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka ana nesis an e eriksaan sik an en ka e eriksaan ron a e vis pemeriksaan neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24

183

jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan. Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat i nakan roflow etr e eriksaan tekanan saat erke i ata en an voiding cystourethrography. 3 Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan 50ml, sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan a nor a an iasa ise t retensi rine a n vo e resi rine antara 50-200ml menjadi pertanyaan, sehingga telah disepakati bahwa volume residu urine normal adalah 25% dari total volume vesika urinaria. 3 PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG eni aian vo e rin sisa a a a a ian an entin ari enanganan pasien-pasien uroginekologi. Volume urin sisa (post void residual) adalah volume urin yang tersisa di kandung kemih setelah selesai berkemih an se ara ti ak an s n er akan refleksi kontrakti itas kan n ke i 3 Banyak cara untuk melakukan penilaian volume urin sisa. Pemeriksaan bimanual dapat mendeteksi adanya retensi urin yang berat tetapi cara yang ak rat a a a en an kateterisasi ata trasono ra eto e an a in sering digunakan di klinik adalah dengan kateterisasi (post voiding kateter), walaupun cara ini adalah yang akurat tetapi bersifat invasif dan berhubungan dengan risiko terjadinya infeksi (2-3%). Cara ini cukup akurat dalam menilai jumlah urin yang tersisa di kandung kemih, kecuali bila ditemukan adanya divertik a kan n ke i ata refl ks vesi o terina ara an ter ar a a a eni aian en an trasono ra ari se a ene itian i a atkan a wa eni aian vo e rin sisa en an en nakan er akan ara yang sederhana, akurat dan dapat dilakukan berulang-ulang dan tidak invasif tanpa risiko infeksi atau rasa ketidaknyamanan pasien seperti pada kateterisasi. 14 Anamnesis dan pemeriksaan fisik 6,16 Pemeriksa akan mencurigai retensi urin dari gejala dan akan mengkonr asi retensi rin i a atkan a an a assa sekitar s ra s isis en an perkusi yang pekak. Vesika urinaria mungkin dapat teraba transabdominal jika isinya berkisar antara 150-300 ml. Pemeriksaan bimanual biasanya dapat meraba vesika urinaria bila terisi >200 ml.

184

Pengukuran volume urin sisa Terdapat beberapa cara untuk menilai volume urin sisa. Palpasi pada daerah suprapubis baik pada dinding abdomen ataupun pemeriksaan bimanual setelah pasian berkemih dapat mendeteksi retensi urin berat. Penilaian urin sisa se ara ra io ra isa n a ro ra intravena e t kan en naan kontras a ioisoto a erna i nakan nt k eni ai ke asan erke16 mih. Metode yang paling sering digunakan di klinik adalah kateterisasi transuretra segera setelah berkemih. Teknik ini cukup akurat kecuali pada kasuskas s en an ivertik a kan n ke i ata refl ks vesiko reterik 16 Kekurangan yang lain dari kateterisasi adalah risiko infeksi saluran ke i a ran ke i er akan te at an a in serin ter a i in eksi nosoko ia e a ian esar in eksi ini ter a i aki at instr en sa ran kemih, terutama kateterisasi urin. Faktor host yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan kateter termasuk usia lanjut, keterbelakangan mental dan wanita postpartum. 18 Pemeriksaan urin sisa (residu urin) adalah sisa volume urin dalam kandung kemih setelah penderita berkemih spontan. Pada pasien pasca operasi bedah ginekologi setelah kateter dilepas selama 6 jam didapatkan retensio urin jika volume urin sisa > 100 ml. Pemeriksaan urin dilakukan untuk memeriksa adanya tanda infeksi, yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya retensio urin. 14 e an kan a a asien as a e a o stetri sete a kateter di lepas selama 6 jam didapatkan volume urine sisa > 200 ml. 15,18 disebut retensio urin Scan kandung kemih trasono ra te a i nakan erta n ta n o e a i o stetri an ginekologi, namun akhir-akhir ini baru mulai digunakan untuk evalusi saluran kemih bagian bawah pada wanita. Keuntungannya adalah teknik yang noninvasif dan tanpa risiko radiasi ion. Penggunaannnya semakin meningkat karena ketersediaannya pada pelayanan ginekologi. Baik gambar statis maupun dinamis dapat dihasilkan dan khususnya bila membutuhkan observasi yang lama maka dapat dilakukan tanpa risiko pada pasien maupun pemeriksa. 15 Holmes (1971) menunjukkan kemudahan dan akurasi evaluasi kandung ke i en an transa o ina an eni ai resi rin o i itas in in

185

kandung kemih, perubahan bentuk dinding kandung kemih akibat tumor pelvis yang berbatasan serta deteksi dan evaluasi tumor kandung kemih. Kemudian berlanjut dengan penilaian pasien wanita dengan inkontinensia (White dkk 1980). Teknik lain berkembang termasuk menggunakan transduser perinea o orn kk trans ser rekta is i awa kk rown kk 19 1985) dan transduser vaginal (Quinn dkk 1988). trasono ra transa o ina er akan ara an a in ti ak invasif dan paling nyaman untuk pasien.20 en naan transa o ina an ak digantikan oleh teknik eksternal yang lain kecuali untuk penilaian volume rin sisa eni aian en an en nakan transa o ina ter ta a ntuk gambaran statis seperti volume urin sisa, kelainan bentuk kandung kemih akibat penyakit pada pelvis, dan deteksi tumor kandung kemih. Kandung kei an vo e rin sisa a at ini ai en an transa o ina wa a pun akurasinya kurang dapat dipercaya bila vulumenya kurang dari 50 ml. Bagaimanapun, ketidakakuratannya pada volume kandung kemih yang kecil tidak banyak memberikan pengaruh karena volume urin yang sedikit tidak berarti secara klinis.21 Rontgen, Ultrasonografi dan CT-scan 9 ont en konvensiona a at e er i atkan se a titik i ana traktus urinarius menyempit atau tersumbat. Mungkin juga dapat menujukkan kan n ke i a a osisi an ti ak nor a a at en k r vo e urine tidak invasive. CT scan lebih baik lagi dalam melihat organ-organ internal.

PENATALAKSANAAN 16 enan anan retensi rin ost art 1. e ara erta a seka i i a akan en an se a a ara a ar pasien tersebut dapat berkemih spontan. 2. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke wc untuk berkemih spontan. 3. era i e ika entosa isa n a a at i erikan eso rosta ml i.m/hari). 4. Diupayakan agar terjadi involusio uteri yang baik, untuk itu diberi-

186

kan uterotonika agar kontraksi uterus diikuti dengan kontraksi vesika urinaria. 5. Apabila semua upaya telah dikerjakan akan tetapi tidak juga berhasil untuk mengosongkan buli-buli yang penuh tersebut, barulah terakhir sekali dilakukan kateterisasi, dan jika perlu berulang. Dan penting sekali dalam tindakan kateterisasi tersebut, dicegah agar kuman tidak ikut terdorong masuk kedalam buli-buli. Hampir semua sistitis terjadi akibat kateterisasi. Penatalaksanaan retensio urine pasca bedah: I Penggunaan kateter Pemasangan kateter menetap pasca bedah dipertahankan beberapa lama untuk mencegah peregangan kandung kemih yang berlebihan, dengan membuat drainase menggunakan trans-urethra kateter nomor 12 sampai 14 f. 9,21 ari asi ene itian i a ian ro ineko o i nt k kas s pasca seksio sesarea yang terbaik dipertahankan kateter pasca bedah selama 24 jam dan dari kepustakaan ada yang menggunakan 12 jam dan 24 jam. 9 ete a a kateter ar s i e as an a ke ian asien inilai buang air kecil spontan lalu dilakukan pengukuran sisa urin. Apabila volume sisa urin > 200 ml pada pasca operasi obstetrik (seksio sesarea) atau > 100 ml pasca operasi ginekologi kateter harus dipasang kembali.9 II Obat-obatan a. Yang bekerja pada sistim saraf parasimpatis i nakan o at ko iner ik an ker an a en er ai aseti ko in edangkan asetilkolin sendiri tidak digunakan karena sangat cepat dimetabolisir sehingga efeknya sangat pendek. Obat kolinergik bekerja di ganglion atau di organ akhir tetapi lebih banyak di sinapnya, yaitu yang disebut dengan efek muskarinik. Contohnya mesoprostal b. Yang bekerja pada sistim saraf simpatis Obat yang digunakan adalah antagonis reseptor alpha yaitu fenoksien a in se an kan en a at rese tor eta e terse ia en gunaanya dalam klinik. Obat antagonis reseptor alpha digunakan untuk menimbulkan relaksasi urethra, sedangkan antagonis reseptor beta di-

187

gunakan untuk menimbulkan kontaksi kandung kemih. 9,20 c. Yang bekerja pada otot polos Obat yang digunakan adalah prostaglandin yang terbukti dapat mempengaruhi kerja otot-otot detrusor.15,22 a ar o aa ene itiann a is a ian ro ineko o i en a atkan a wa en naan Prostaglandin E2 1,5 mg intra vagina dapat mencegah terjadinya retensio urin pasca histerektomi vaginal. 9 III Banyak minum 3 liter per 24 jam 20 Gunanya untuk membilas kandung kemih supaya tidak terbentuk endapan yang mana dapat menyebabkan terjadinya infeksi kandung kemih. Penatalaksanaan retensio urin etensio rin as a e a Keteterisasi urinalisa, kultur urin Antibiotika, banyak minum (3 liter/24 jam), prostaglandin rin

Inter itten

Urin 500-1000ml

Dauer kateter 1 x 24 jam

ea a

a

Urin 1000-2000ml

Urin > 2000ml

Dauer kateter 2 x 24 jam

Dauer kateter 3 x 24 jam

Buka-tutup kateter/6 jam ke a i a at a at i

ka se era

Kateter dilepas pagi hari

a at

Urin residu > 200 ml (obstetri) Urin residu > 100 ml (ginekologi)

ontan

i ak a at

rin resi rin resi

ontan

o sstetri ineko o i

Pulang eteran an Inter iten a a a kateterisasi tia Dikutip dari kepustakaan no. 9

188

a

se a a

a

PENCEGAHAN 16 en e a an etensio rin kas s o stetri 1. Atasi nyeri pada organ pelvis 2. Evaluasi dan ukur urin sisa 6 jam post partum 3. Pemasangan kateter 24 jam untuk partus lama dan distosia partus ka a II 4. Pemberian prostaglandin en e a an retensio rin kas s ineko o i 1. Atasi nyeri 2. Pemasangan kateter 24 jam pasca operasi kemudian ukur urin sisa 6 jam kemudian 3. Pemberian prostaglandin KOMPLIKASI 21 Karena terjadinya retensi urine yang berkepanjangan, maka kemampuan elastisitas vesika urinaria menurun, dan terjadi peningkatan tekanan intra vesika an en e a kan ter a in a refl se in a entin nt k i ak kan e eriksaan a a in a an reter ata a at a i ak kan oto O I 1. In eksi sa ran ke i 2. Kerusakan Kandung kemih 3. Penyakit ginjal kronik Daftar Kepustakaan 1. ee en oon nes an o arin t e a ra o onventiona an o er ani etr in t e eter ination o a er vo e in ost art wo en vai a e ro tt www i so e Or i ations e ov cessed April 12, 2006. 2. ro ne o o an e onstr tive e vi r er rinar etention. Washington University. 2006. 3. is an an erke i as ao erasi a ika In i n ri ono ai in e itors k a an nasiona Onko o i Ginekologi. 1st e akarta a asan na staka arwono rawirohardjo; 2006.p.314-9.

189

4.

5. 6. 7.

8.

9.

10.

11.

12. 13.

14.

190

ei ner versi sio o o i t rition In ro ne o o an ro na i s eor an ra ti e i ia s an i kins 1996; 43-63. a t o fler a k es ost art rinar etention vai a e at www e ov esse ove er e erstein oi in is n tion vai a e at www e i ine o esse ove er ra s ar o o a et a e stan ar isation o er ino o o ower rinar ra t n tion e ort ro t e tan arisation o ittee o t e Internationa ontinen e o et e ro o an ro ina i s ai in e i i an an en naan kateter i i an o stetri an ineko o i a a nisa oso rawiro antoso I sa a n e itor k a ar ro ineko o i akarta a a ian ro ineko o i rekonstr ksi a ian o stetri an ineko o i I sa enata aksanaan etensio rin as a e a aa nisa oso rawiro antoso I sa a in e itor k ar ro ineko o i akarta a ian ro inekoo i ekonstr ksi a ian O stetri an ineko o i I CM.p.63-9. nnin a a ona ant esarean e tion an esarean stere to In nnin a a ona ant th e i ia s O stetri s e s orwa k onne ti t eton & Lange, 1993;591-613 dan 643-50 orowit I o k ostanest esia an osto erative are In th o son o k e O erative ne o o eds. Philae ia i in ot o an tanto e ini a nae o o i ro o os re ton or on traso n In tanton on a e itors ini a ro nae o o n e on on r i ivingstone; 2000.p.151-8 i eter inin t e rea i it o traso n eas re ents an the validity of the formulae for ultrasound estimation of postvoid

resi a a er vo e in ost art wo en e ro ro ro n seria on ine an vai a e ro tt home.mdconsult.com. Accesssed May 12, 2006 15. ewi I antoso I arsono ni a ore asi ak rasi antara kateter en an trasono ra transa o ina nt k en k r vo ume kandung kemih. a O stet ineko In ones r 104-11.

16. Walter de Gruyter. Pschyrembel. Dudenhausen, praktische Geburtshilfe, 18. fla e er in ew ork 17. rtis o an es e es te rinar retention an rinar in ontinen e er en e i ine ini ort eri an

18.

19.

20.

21.

22.

orowit I o k ostanest esia an osto erative are In th o son o k e O erative ne o o eds. Philae ia i in ot o an erek et a In ontinen e ro a s an iaor s o e eivi oor in ovak ne o o t e ia s i kins ar an ar o o oi in i ties an retention In ini a ro necology The King’s Approach. 1 t ed. Churrchil Livingstone, London. 1997;307-18 artono antoso I ni a esis er an in an en naan kateter menetap selama 6 dan 24 jam pasca seksio sesarea dalam pencegahan retensio urin, 1998. a ar o antoso I nisa esis en naan rosta an in E2 intravagina dalam usaha mencegah retensio urin pasca histerekto i va ina an isertai ko ora a anterior an ko o erineorati, 1999

191

INFEKSI SALURAN KEMIH BAGIAN BAWAH I Wayan Megadhana Pendahuluan In eksi sa ran ke i I er akan asa a kese atan an n ata Diperkirakan hampir 50% wanita pernah mengalami minimal satu episode I a a ke i ann a ata rata k n n an ke okter nt k en o atan penyakit ini mendekati 7 juta dalam setahun. Biaya pengobatan satu serangan sistitis i erkirakan se esar an ia a ta nan nt k en atasi I pada wanita mencapai 1,5 juta dolar. 1,2 erke an an e a a an ter a a ato enesis an ana e en I terjadi dalam tiga puluh tahun terakhir ini. Termasuk diketahuinya bahwa 1 dari 3 wanita dengan sistitis mempunyai jumlah bakteri kurang dari 100.000 cfu per cc urine, kenyataan bahwa sebagian besar infeksi tersebut berasal dari flora tin a kti a wa I er an an ak ise a kan rein eksi akteri tin a an isa iatasi en an anti iotika ro aksis osis ren a en ena an pengobatan dengan antimikroba terbaru, dan pemahaman terhadap wanita dengan gejala menyerupai sistitis tetapi memiliki kultur urin steril dan akhirnya didiagnosa sebagai dorongan sensoris, overaktif kandung kemih (overactive bladder) atau kondisi nyeri pada kandung kemih.1,3 Epidemiologi In eksi sa ran ke i I awa e i serin ter a i a a wanita ian in ria rasio Kemungkinan disebabkan lebih pendeknya uretra a a wanita an ekatn a osisi retra ter a a va ina an rekt ata rata ter a at ta kas s sistitis erta n i erika erikat an e i ari asien i rawat karena in eksi a a in a eti akn a wanita pernah menderita satu episode sistitis selama hidupnya dan sekitar 5% mengalami infeksi yang berulang. 1,2 reva ensi I enin kat en an erta a n a sia a a sia tahun, 1-2% bayi wanita menunjukkan adanya bakteriuria. Pada kelompok r ini ter a at n an an s n antara sistitis en an I atas e anak asien terse t en n kkan ke ainan a a e eriksaan e o ra se erti refl ks i si atera ata n e era a ke ainan o str kti ete a sia tersebut, tingkat infeksi menurun hingga 1% dan tetap rendah sampai dengan

192

umur pubertas. Antara umur 15-24 tahun, prevalensi bakteriuri kurang lebih 2-3% dan meningkat sampai dengan 15% pada umur 60 tahun, 20% setelah 65 tahun, dan 25-50% setelah umur 80 tahun. Aktivitas seksual dan kehamian er akan aktor resiko ta a a a ke o ok r a e an kan relaksasi panggul, penyakit sistemik dan perawatan rumah sakit mempunyai peranan pada wanita lebih tua. 1,3,4,5 Kurang lebih 2% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapat I

karena in eksi nosoko ia a n a en a ai oran erta n at ersen ari in eksi terse t a at en an a n awa asien Instr entasi/kateterisasi saluran kemih merupakan faktor predisposisi pada 80% kas s ia a erawatan I nosoko ia i erkirakan sa ai ta o ar pertahun. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada 2-8% wanita dewasa dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, diabetes melitus, dan riwayat I I si to atis ter a i a a wanita ta n en erita an terin eksi e i en er n akan en a a i in eksi er an Insi en in eksi berulang tidak bergantung pada status pengobatan terhadap infeksi tersebut. e a ter kti risiko ter a in a I er an enin kat seirin engan frekuensi infeksi sebelumnya dan menurun dengan jarak atau infeksi yang lama. Tingkat infeksi berulang yang tidak berhubungan dengan kelainan kandung kemih, pyelonephritis kronis pada pemeriksaan radiologis dan refl ks vesiko retra ra t an ta e 3 (1977) menunjukkan seorang dengan 2 atau lebih episode infeksi dalam 6 bulan mempunyai kemungkinan 66% untuk terin eksi a i a a an erik tn a nti ikro ia ro aksis a a I tidak mengubah resiko infeksi berulang tapi hanya menunda untuk terjadinya infeksi berikut 1,3 Definisi akteri ria i e nisikan se a ai a an a akteri a a rin ter as k dalam hal ini adanya bakteri pada ginjal dan kandung kemih Bakteriuria simtomatis, bila ada keluhan klinis dan minimal ditemukan 100 rin e an kan akteri ria asi to atis a a a ti ak a an a e a a dan tanda klinis infeksi, dan minimal harus ditemukan 100.000 cfu/ml urin. retritis a a a ter a in a infla asi ari retra a a wanita retritis sulit dibedakan dengan sistitis dengan uretritis murni adalah sangat jarang ri onitis roses infla asi i ere ia an ter oka isir a a tri on

193

istitis a a a infla asi ra an a a kan n ke i Isti a ini a at iakai se ara isto o is sistosko i akterio o is k inis istitis akteria arus dibedakan dengan non bakterial, misalnya sistitis yang diakibatkan oleh radiasi atau sistitis interstisial. ie one ritis a a a isti a k inis an en n kkan a an a e a a ea en i i n eri a a aera flank an isertai akteri ria an ria I ti ak terko ikasi i nakan nt k en e askan in eksi an tan a isertai febris pada pasien dimana sruktur dan fungsi saluran kemihnya masih nor a I terko ikasi en n kkan asien en an e one ritis ata sa saluran kemih dengan kelainan fungsi dan struktur. nti iotika ro aksis a a a e akaian anti iotika nt k en e a rein eksi ata in ekasi er an a a sa ran ke i ein eksi a a a in eksi saluran kemih berulang yang disebabkan oleh strain bakteri yang berbeda dari in eksi se e n a e an kan re a s a a a in eksi er an o e strain akteri an sa a In eksi ersisten berarti keberadaan terus menerus dari mikroorganisme yang sama. Mikrobiologi Escherrichia coli, batang gram negatif dari famili Enterobactericeae a a a en e a ari kas s I a aI tan a ko ikasi oi ditemukan pada 80-90% kasus. Bakteri lainnya seperti, Klebsiela, Enteroa ter erratia rote s se o onas rovi ensia ar ane a s a a at en a i en e a ari I se o onas aero inosa a ir se a ite kan a a in eksi sek n er aki at instr entasi sa ran ke i ta lococcus saprophyticus adalah penyebab tersering sistitis setelah E. coli dan er akan en e a in eksi a a wanita an seks a akti ta ococcus epidermis sering menyebabkan infeksi nosokomial oleh kateterisasi. ta o o s a re s e i aran an iasan a ite kan a a in eksi sekunder di ginjal. 1,3 Or anis e ra ositi ain se erti ntero o s an tre to o s agulactiae adalah penyebab dari 3% kasus sistitis. Enterococcus faecalis bertan n awa a a kas s I nosoko ia tre to o s a a a tiae serin en a i en e a I a a en erita ia etes e it s akteri anaero wa a an ak i ai a a serat e es aran en e a kan I Tee kanan oksigen pada urin dapat menghambat pertumbuhannya pada saluran

194

ke i an i a a i an an a r ainn a a a at en e a kan I a a penderita diabetes melitus dan yang menggunakan kateter. Demikian juga pada pasien dengan penurunan imunitas tubuh dan resipien transplantasi gina san at rentan ter a a I I an ise a kan o e vir s serin ter a i akut (sistitis hemoragis akut pada anak-anak, infeksi virus polyoma setelah transplantasi sumsum tulang), saat penyembuhan oleh infeksi virus (rubella, cytomegalovirus) dan pada pasien asimtomatis (cytomegalovirus). 1,3 Patogenesis Walaupun saluran kemih wanita relatif tahan terhadap infeksi, beberaa aktor risiko a at e n kinkan ter a in a I a a wanita e a ian esar kas s I ersi at as en in i ana awa n a flora e es e ent k koloni pada introitus vagina, lalu ke jaringan periuretra dan akhirnya sampai pada vesika.. er a in a I er akan interaksi antara s s e ti i itas ost dan faktor-faktor virulensi pathogen. 1,3,4 “Host faktor” Terdapat beberapa mekanisme pertahanan penting dalam pencegahan I easa an an ren a sekret va ina wanita re eno a se a at menghambat pertumbuhan enterobakteri seperti E. coli dan merangsang pertumbuhan lactobasilus, diptheroid dan organisme/ Gram + lainnya yang replikasinya sangat lambat di dalam urin. Berkemih secara periodik, efek pengenceran kuman oleh urin, serta tingginya konsentrasi urea dan asam organik pada pH rendah juga merupakan mekanisme pertahanan kandung kemih yang penting. 3,6,7 Glikosaminoglikan pada mukosa vesika urinaria serta immunoglobuin a a rin a at en a at er ekatan akteri e in a e siensi ikosa ino ikan n kin e e an eranan a a I er an e a ai tambahan, loop henley mensekresi protein Tamm- horsfall, suatu uromucoid yang banyak mengandung mannose dapat menghambat perlekatan bakteri dalam urin sehingga akhirnya dapat dikeluarkan. 3,7 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan golongan dara an e i iki risiko e i esar nt k en erita I ini en n kkan a an a eran aktor eneti a a I e ikian a reva ensi s t e ite kan e i tin i a a wanita en an I er an Faktorfaktor seperti aktivitas seksual, pemakaian diafragma secara bermakna berhu-

195

n an en an ter a in a I awa rek ensi oit s er n an en an risiko sistitis, karena inokulasi bakteri periuretra ke dalam kandung kemih saat coitus. Peningkatan risiko berhubungan dengan pemakaian diafragma oleh karena obstruksi uretra, dan juga kolonisasi vagina. 3,4 Faktor virulensi Perlekatan bakteri pada sel mukosa merupakan langkah terpenting pada ko onisasi an ato enesis ter a a ti a ti e a esi ti e ii riae riae an a esins i e i i e i iki a nitas an k at ter a a mannose, termasuk protein Tamm- horsfall, dan mempermudah perlekatan E. o i ter a a se e ite va ina eri retra an kan n ke i riae an a esin entin a a in eksi asen en a a in a riae e iiki a nitas ter a a anti en o on an ara an ter a at a a eritrosis an se roe ite i i ti e an riae serin i i iki o e akteri an sama, setelah masuk ginjal terjadi ekspresi Pili 1 untuk menghindari fagositosis. Wanita dengan golongan darah jenis Lewis, fenotif Le (a-, b-), Le (a+ e i iki rek rensi e i tin i ter a a I i an in kan en an enoti Le (a- b+). Wanita premenopause lebih rentan terhadap perlekatan beberapa strain E coli dan lactobasilus pada saat-saat tertentu pada siklus menstruasi dan awal kehamilan. Uropatogen memiliki daya rasistensi terutama melalui resistan e trans er as a esistansi as a te a ite kan a a eta a ta s ona i a ino ikosi a an tri etro ri a ai saat ini e ite kan resisten as i a a fl ro ino on se in a o at ini serin i apatkan pada kasus-kasus resistensi obat. 1,3 Gambaran klinis Gejala dan tanda infeksi saluran kemih pada wanita seperti gejala iritatif sistitis is ria rek ensi r ensi nokt ria an keti akn a anan s ra bic. Kadang terdapat inkontinensia ringan dan hematuria. Gejala sistemik biasanya tidak ada. 3-9 I atas iasan a e erikan e a a e a en i i a aise an ka an ka an na sea an nta eri ersi at ko ik ika ter a at ie onefritis akut terkomplikasi oleh kalkulus. 3,8,9 Diagnosis 1. Pemeriksaan urin (urinalisis) Untuk menekan kontaminasi, penderita disarankan membuka labianya,

196

membersihkan daerah periuretral dari depan ke belakang dengan spons yang ersi asien asien tertent en an ke ainan sik ata o esitas ti ak a pu mengambil spesimen urine yang bersih sehingga diperlukan kateterisasi yang tentunya memiliki resiko terjadi infeksi dimana 1 % terjadi pada wanita sehat dan 20 % terjadi pada wanita rawat inap. 3,9 Pemeriksaan mikroskopik pada sampel urine tanpa sentrifugasi dapat menemukan bakteriuria, leukosit dan eritrosit. Pada sampel urine acak, pyuria i e nisikan i a ite kan e i ari e kosit rine en an en nakan hemositometer pada keadaan klinis dimana terdapat gejala infeksi saluran kemih. Adanya pyuria dan hematuria merupakan bukti tambahan untuk memulai terapi antibiotik. an ika ti ak a a ria aka ia nosa I asi diragukan. Beberapa contoh pyuria yang steril, seperti tuberculosis, kalkulus renalis, glomerulonefritis, sistitis interstitiil, uretritis klamidya. 3 Hematuria mikroskopis ditemukan pada 40-60% kasus sistitis akut dan s esi k nt k wanita is ria akteri ria ikrosko ik en an ewarnaan ra ne ati ite kan a a I en an a an ini er akan te an an s esi k akteri serin ti ak a at ite kan ia a ko oni antara e in a e at ria ik1,3 rosko ik sensiti tasn a ren a na n tin i s esi sitasn a nt k I Tes diagnostik cepat Umumnya kurang akurat jika dibandingkan dengan pemeriksaan mikrosko ik na n e i e at an e ekti an a in i akai tes nitrit didasarkan pada perubahan nitrate menjadi nitrite oleh bakteri, dan sering digabung dengan tes esterase, dapat mendeteksi esterase leukosit, yang menunjukkan pyuria. ensitivitas tes ini ia a akteri dan 22% bila 10.000-100.000 cfu/ml. Tes ini sebaiknya dikerjakan pagi hari pada kencing pertama untuk menghindari hasil negatif palsu. Hasil negatif palsu juga dapat ditemukan pada infeksi enterokokus dan dengan adanya bilir in eti en e an ena o ri ine 3,7 eto e ainn a ter as k test sisa trasi ait a s esi k se i en urin dengan kertas saring ukuran tertentu. Metode ini merupakan tes skrining yang baik sebab dapat mendeteksi bakteri dalam jumlah yang sedikit tapi mei iki s esi tas an ren a

197

Kultur urin Pemeriksaan kultur urin tidak dianjurkan pada sistitis tanpa komplikasi. Terapi antibiotik jangka pendek biasanya sudah selesai sebelum adanya hasil k t r a a en erita en an e a a e a a I an tan a ko ikasi aka hasil rapid test sudah cukup untuk memulai terapi Antibiotika. t r rin iker akan a a - Diagnosa sistitis masih meragukan ri a I atas - Adanya komplikasi lain Pemeriksaan kultur urin juga dapat membedakan infeksi berulang dengan infeksi yang persisten. 1,3,9,10 Pemeriksaan radiologi iker akan a a kea aan es on an k ran ter a a tera i anti iotik - Bukti adanya persistensi bakteri - In eksi o e ikro a en rai rea rote s iwa at ka k s - Adanya potensi obstruksi urin eaaI atas - Pyelonefritis - Hematuria yang tidak dapat dijelaskan a io o i a o en a at en eteksi a an a ka k s an ra ioo a e na n serin ersi at ti ak s esi k 1,3 Diagnosis banding eaa I a at en er ai an i iasis tri o onas va initis an penyakit menular seksual lainnya. Disuria bisa merupakan gejala dari infeksi yang disebabkan oleh chlamidya, gonococcus dan virus herpes simplex. Pyuria dapat ditemukan pada pasien dengan uretritis oleh chlamidya. Hematuria bukan merupakan gejala vaginitis atau penyakit menular seksual lainnya, teta i a at en ara a a I Isti a sin ro a retra en a arkan kea aan a a wanita an ti ak en a a i e siensi estro en an n ene a an a I awa an eneta ersisten wa a n k t r rin vagina dan uretra hasilnya negatif. 3,10,11

198

Penanganan ISK bawah Istira at an i rasi ar s se a i ak kan a a wanita en an I Hidrasi menyebabkan pengeceran urin dan dengan lebih sering berkemih dapat mengurangi jumlah kolonisasi bakteri. Pengasaman urin hanya berguna pada infeksi berulang dan pada pasien yang minum methenamine. Analgesia se erti ena o iri ine i rok ori ri in a at en ran i n eri an rasa panas saat berkemih dan sebaiknya diberikan selama 2-3 hari bersama antiiotika an s esi k 1-,5 aktor aktor an e en ar i e i i an anti iotika a a I antara ain e kasi ar a insi en eratn a e ek sa in an a e erian e aikn a anti iotika terse t ti ak e en ar i flora ae es nt k en r nkan risiko n n a strain an resisten at o at a at e en aruhi bakteri pada usus baik dengan terserapnya secara utuh ataupun dengan tin in a ka ar o at a a as a ko tri oksaso a a a sa a satu obat yang paling penting yang dapat diberikan per oral, memiliki spektrum yang luas dan jarang terjadi resisten, namun sering menimbulkan efek sa in arena e kasi o at ini a a sa ran ke i i en ar i o e s aet o a o e ko onen aka se aikn a i erikan saja. Amoksisilin merupakan antibiotika yang kurang bagus sebagai pilihan utama karena tingginya resistensi terhadap E. coli dan sering menyebabkan an i iasis a n a at i akai a a in eksi ntero o s ae a is itrofurantoin memiliki efek yang bagus terhadap E coli, diserap secara komplit pada saluran cerna atas dengan T1/2 19 menit, dimetabolisme oleh setiap jarinan t se in a ti ak ter a i er a an a a flora ae es a n va ina Tidak terjadi peningkatan resistensi terhadap nitrofurantoin setelah 30 hari pemakaian di Amerika serikat dengan dosis efektif 50 mg/8jam. Pemakaian asa na i iksi te a i antikan o e fl oro ino on se erti naflo on i roflo a in oflo a in an ain ain 1,3 Infeksi tak berulang istitis a a a in eksi s er ia ari kan n ke i an aran mengenai lamina propria. Penelitian menunjukkan 30% pasien sistitis dapat diobati dengan irigasi kandung kemih menggunakan larutan neomisin 10%. Berbagai penelitian juga menunjukkan pemberian terapi selama 3 hari memiliki efek yang sama dengan terapi 7 hari dengan efek samping yang mi-

199

nimal. Pemberian antibiotika dosis tunggal lebih murah dan lebih sederhana namun hilangnya gejala sangat lambat dan kejadian infeksi berulang lebih tinggi. Review terhadap 300 artikel menunjukkan antibiotika dosis tunggal tidak seefektif terapi 3 hari, sehingga terapi dosis tunggal tidak dianjurkan. 3,11 Pemeriksaan kultur urin pasca terapi antibiotika tidak lagi direkomendasikan, karena seorang pasien jarang tidak memiliki gejala setelah terapi, namun tetap memiliki koloni bakteri. Infeksi berulang ekitar ari wanita an erna en erita I akan en a a i minimal sekali infeksi ulangan dalam satu tahunnya. Dua puluh lima persen diantaranya mengalami 3 episode infeksi dalam setahun. Ketika pengobatan antibiotika sudah mampu membuat urin menjadi steril, maka pola kuman dari hasil kultur infeksi berulang ini harus dijadikan acuan untuk pengobatan antiiotika ter a a en erita I erik tn a a er na nt k enent kan indikasi penderitaan yang memerlukan pemeriksaan serologi lanjutan, dan eren anakan tera i an s esi k te at an a at i re iksi asi n a 11,12 Jenis reinfeksi yang paling umum disebabkan oleh strain bakteri yang berbeda dengan sebelumnya. Walaupun infeksi dapat disebabkan oleh spesies yang sama (E. coli), namun organisme biasanya dapat dibedakan berdasarkan ent k ko oni an sensiti tasn a ter a a anti iotika In eksi terse t a ir selalu bersifat ascending yang berasal dari daerah introitus vagina. e a s itan ai en an ti n a strain akteri an sa a i a a urin, dalam 2 minggu setelah pengobatan. Dapat disebabkan oleh pengobatan I an ti ak te at k an an asi eneta i introit s va ina ata karena adanya abnormalitas dari saluran kemih yang tak terdeteksi sebelumnya. e a s ari in eksi sa ran ke i a ian atas karena at an terin eksi icurigai bila organisme yang sama secara berulang ditemukan dalam 7-10 hari setelah pemberian antibiotika. Bila dari pemeriksaan urin pasca pemberian antibiotika tidak pernah steril, disebut sebagai infeksi persisten. Pemeriksaan endoskopi dan radiologis perlu dilakukan pada pasien dengan relaps dan infeksi persisten. 1,3,11 akteri ari flora eses serin en a i en e a ta a I an er an na n anti iotik ora nt k en o atan I se ar sn a ti ak en an flora re ta ona i eni i in tetrasik in an e a os orin

200

en an osis en a at en e a kan flora eses en a i resisten ti ak hanya dapat pada antibiotika tersebut namun juga terhadap mikroba lainnya melalui pemindahan plasmid ekstrakromosal.3 nti iotika o on an ino on an itro rantoin e i iki e ek ini a ter a a flora eses se in a en ran i ke n kinan ter a in a resistensi. Tujuan pengelolaan reinfeksi adalah untuk memperoleh urine yang steril, sehingga pemberian antibiotika haruslah melebihi batas minimum yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan. Jika dosis yang tidak tepat, maka resistensi dapat terjadi pada 10 % pasien. In eksi er an a at itan ani en an strate i ait 1. Continuous prophylaxis 2. e start inter itent t era 3. Postcoital prophylaxis e a ian esar I er an a at io ati en an e erian anti iotika ro aksis osis ren a an ter s ener s e i en ini ra an ocok bagi wanita dengan sering mengalami reinfeksi. Jika urine sudah steril en an e erian osis en aka ro aksis a a ari a at i ai itro rantoin ata e a e in a a a anti iotika an e ekti an san at aran eni kan resistensi flora eses serta teta sensiti terhadap kolonisasi kuman vagina. Efektivitas dari antibiotika ini tergantung pada keasaman urin dalam kandung kemih, maka dianjurkan untuk minum obat pada malam hari setelah berkemih. Pilihan antibiotika yang lain adalah ko-trimoksasol. Pemberian ko-trimoksasol 480 mg perhari hanya menimbulkan resistensi flora eses se esar e ara e iris isarankan e erian ro aksis osis ren a se a a an ekitar en erita I er an mengalami remisi spontan setelah diikuti atau dilakukan kultur ulang 6 bulan sete a e as ari ro aksis ini 1,3 e start inter itent t era a a a a ternati enan anan I er lang pada penderita yang tidak nyaman dengan pengobatan terus menerus. Penderita diberikan dip-slide device dan diajarkan melakukan pemeriksaan rin se er ana saat erasakan ke an I i a ositi en erita en konsumsi sendiri antibiotika dosis penuh selama 3 hari. Antibiotika pilihan pertama adalan norfoksasin, yang mempunyai spektrum luas dan dapat mengatasi bakteri yang resisten terhadap beberapa macam antibiotika. Pada penelitian

201

tisenter ter a a e i ari wanita en an I tern ata strain akteri en e a I ini sensiti ter a a norfloksasin i i an ke a a a an ko-trimoksasol, 90% strain sensitif terhadap antibiotika ini. Cara terapi ini ian a k aik a an e ekti an ekono is nt k wanita en an I 1,3 berulang. a aI er an an se a ti sete a n an seks a a at diberikan satu tablet antibiotika sebelum atau sesudah hubungan. Cara ini pertamakali dilakukan oleh Vosti, dengan nitrofurantoin yang diminum 1 tablet se era sete a n an seks a nt k en e a ter a in a I er an Kemudian Pfau dan kawan-kawan dalam penelitiannya melaporkan bahwa antibiotika ko-trimoksasol, asam nalidiksid, nitrofurantoin, dan sulfonamid efektif bila diberikan pada wanita muda seksual aktif yang sebelumnya menaa iI er an karena n an seks a ene itian terak ir a a wanita re eno a se an asi seks a akti en an I er an i a i menjadi 2 kelompok secara random. Kelompok pertama diterapi dengan cirofloksasin er ari ter s ener s an ke o ok ke a i erikan i rofloksasin an a se era sete a n an seks a ern ata ke a kelompok menunjukkan hasil yang sama, sementara pemakaian antibiotika pada kelompok kedua hanya sepertiga dari kelompok yang mendapatkan antibiotika setiap hari. 1,3 anita en an I er an an iaki atkan en naan kontrasepsi diafragma harus mempertimbangkan metode ini. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, harus dibedakan apakah gejala obstruksi saluran kemih terjadi karena penggunaan diafragma. Obstruksi menunjukkan bahwa diafragma yang digunakan mungkin terlalu besar, maka sebaiknya mencoba diafragma yang lebih kecil dan dianjurkan untuk berkemih segera setelah berhubungan. 3,12

Bakteriuri asimptomatik Bakteriuri asimptomatik adalah pertumbuhan spesies bakteri tunggal lebih dari 100.000 cfu/ml dalam dua kali pemeriksaan spesimen urin clean at an en erita ti ak en n kkan e a a k inis I e o ok risiko tinggi mengalami bakteriuri asimptomatik adalah wanita usia lanjut yang tinggal di panti jompo, wanita yang menjalani terapi clean intermittent self at eteri ation an en erita an se an en nakan kateter eneta n-

202

tuk waktu lama. Meskipun 80% pasien dengan kondisi ini bisa disembuhkan dengan terapi antibiotika dalam jangka waktu tujuh hari tetapi tingkat eradikasi jangka panjang tidak lebih baik dari pemberian plasebo. Terlebih lagi, pengobatan bakteriuri asimptomatik sering menggantikan E. coli yang kaya antigen permukaan O, dengan E. coli antigen O intak yang bisa menyebabkan gejala akut. e ara en o atan ter a a akteri ri asi to atik ian a tidak perlu, karena pemberian antibiotika akan menimbulkan rekolonisasi bakteri, dapat menggantikan strain kuman yang nonvirulent menjadi strain virulent, dapat menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotika, pemberian antibiotika selalu berisiko terjadi reaksi alergi dan reaksi anapilaksis, dan bakteriuri asimptomatik sangat jarang membuat infeksi pada ginjal, kecuali pada beberapa kondisi, seperti kehamilan, penderita diabetes melitus, penderita dengan immunosuppresion, spesies proteus pada kultur urin, dan penderita yang akan menjalani prosedur invasif genitourinaria. 1, 3,4 Infeksi saluran kemih karena penggunaan kateter In eksi sa ran ke i karena en naan kateter a a a in eksi an umum dan paling sering menyebabkan bakterimia pada penderita rawat inap i r a sakit e a ene itian a kan e a orkan enin katan ti a ka i i at orta itas asien karena in eksi ini e entara ene itian ain ter a a 1497 penderita rawat inap yang baru dipasang kateter, ditemukan 235 penderita en a a i I an e i ari iantaran a ti ak en a a i ke an aktor risiko ter a in a I a a en erita an en nakan kateter seperti usia lanjut, penderita wanita, dan keparahan dari penyakit primernya. ato enesis ter a in a I a a en naan kateter e a at dijelaskan dengan baik seperti terjadinya infeksi yang tidak berhubungan dengan kateter. Diyakini kateter mengantarkan koloni bakteri di meatus uretra ekstern s as k ke retra an kan n ke i e a ene itian ros ekti menunjukkan 66% perjalanan bakteri melalui bagian luar lumen kateter dan 34% masuk secara intraluminal. Organisme penyebab infeksi pada pengguna kateter, ternyata sudah ditemukan pada meatus uretra eksternus dan rektum 2 sampai 4 hari sebelum onset bakteriuria. Penggunaan salep antibiototika pada meatus uretra eksterna sebelum pemasangan kateter tidak banyak manfaatnya. Begitu pula penggunaan irigasi

203

antimikroba ternyata tidak banyak berpengaruh terhadap kejadian bakteriuri akibat pemasangan kateter. Walaupun pemberian antibiotika sistemik dapat mengurangi kejadian bakteriuri pada beberapa hari pertama, tetapi pemakaiannya secara rutin tidak dianjurkan karena keuntungan yang tidak bermakna dalam menekan bakteriuria asimptomatik, dibandingkan kerugiannya dari sisi biaya dan risiko terjadi resistensi kuman terhadap antibiotika tersebut. 3,4 enan anan I a a wanita sia an t an ar s en nakan kateter jangka panjang (lebih dari 3 bulan) masih merupakan masalah sulit. e a a kateter an kant n rin a a kea aan tert t an en erita ti ak en n kkan e a a I en naan anti iotika se ara e iris ti ak e beri manfaat. Tetapi sebuah penelitian ternyata menyampaikan 10% wanita usia lanjut pemakai kateter menetap akan mengalami bakterimia dan septikimia oleh kuman Gram negatif, sebuah kondisi serius dengan tingkat mortalitas 20 – 50%. Pencegahan terjadinya infeksi pada kasus ini mungkin dapat dilakukan dengan. 3 • Monitor dan buang urin dari penampung setiap 4 jam • Minum minimal 1,5 liter perhari • Hindari manipulasi pada kateter • Lepaskan kateter bila ada tanda atau gejala infeksi saluran kemih • Ganti kateter setiap 8 – 12 minggu • e aikn a nakan kateter si ikon ata teflon oate at eters ISK karena instrumentasi saluran kemih bawah Antibiotika propilaksis harus diberikan kepada pasien dengan katup jantung buatan atau penyakit katup jantung untuk mencegah terjadinya endokarditis, bila akan dilakukan manipulasi atau instrumentasi saluran kemih. Walaupun penelitian prospektif double blind oleh Cundiff dan kawan-kawan menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna terhadap kejadian bakteriuria a a asien an i erikan ro aksis nitro rantoin i an in kan en an plasebo sebelum dilakukan urodinamik dan sistouretroskopi 1,3. Karena alasan ini ti ak ian rkan e erian anti iotika ro aksis ke a a en erita tanpa risiko setelah tindakan instrumentasi saluran kemih. Pada pasien yang menggunakan kateter intermiten, risiko bakteriuria dapat dikurangi dengan irigasi kandung kemih dengan larutan neomisin atau polimiksin, atau dengan ro aksis nitro rantoin ora 1,3,4

204

Pielonefritis Pasien tertentu yang memiliki gejala sisistis akut ternyata juga mengaa iI atas asien terse t e er kan enan anan an e i a resi iasan a en o atan anti iotika i erikan ini a se a a ari e erti sistitis, sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh infeksi kuman E.coli. Penderita pielonefritis akut biasanya memiliki titer bakteriuria yang lebih tinggi. Kecuali terdapat obstruksi, maka pemeriksaan mikroskopis dari urine akan ditemukan adanya bakteri dan leukosit. 3,4 Jika pasien memenuhi syarat dan gejalanya ringan maka pielonefritis dapat ditangani dengan rawat jalan dengan pemberian antibiotika oral. Pemberian terapi parentral tidak terbukti lebih efektif dibandingkan dengan terapi oral. Ko-trimoksasol merupakan antibiotika oral yang sangat baik bagi pasien dengan pielonefritis karena memiliki sprektrum antimikroba yang luas dan memiliki mampu mencapai konsentrasi yang tinggi didalam jaringan. Antiiotika ain a an a at i nakan se ara ora a a a si rofloksasin ka i er ari an norfloksasin ka i er ari en erita ie one ritis yang tidak mempunyai toleransi baik terhadap pengobatan oral dan yang mengalami komplikasi harus mendapatkan perawatan dirumah sakit. Awalnya diberikan antibiotika secara parentral, setelah stabil dilanjutkan terapi oral selama 7-14 hari. 1,3 Daftar Kepustakaan 1. i ke arra teven ee an ower rinar tra t in e tion In ro ne o o an e onstr tive e vi r er t ir edition. Mosby Elsevier, 2007 ; p. 414-424. 2. ri in ro o i isease In eri a ro e t ren s in eso r e se or rinar ra t In e tions in o en ro 1281-1287. 3. i ke ara i i i ower rinar ra t In e tion In ent n i wi t e itors Oster ar s ro ne o o an e vi oor s n tion i t e ition i a e ia i in ott Williams & Wilkins, 2008 ; p. 148-69. 4. ni a In eksi a ran e i a a anita In ni a e itors k ar ro ineko o i akarta ivisi ro ineko o i ekon-

205

str ksi e arte en O stetri an ineko o i I 5. Josoprawiro,M.J In eksi a ran e i a a asa e a i an an i as In ni a e itors k ar ro ineko o i akarta ivisi ro ineko o i ekonstr ksi e arte en O stetri an ineko o i I 6. o ai ta sio o O ower rinar ra t a er n ret ra In ent n i wi t e itors Oster-

7.

8.

9.

10.

11.

12.

206

ar s ro ne o o an e vi oor s n tion i t e ition i a e ia i in ott i ia s i kins i i i ower rinar ra t In e tion an s to ati a teri ria In i i i ar est e itors ro ne o o e ae e vi e onstr tive r er ew ork raw i e i a Publishing Division, 2006 ; p.176-81. a er an Interstitia stitis ret ra n ro e an ensor r en re en n ro e In i i i ar est e itors ro ne o o e a e e vi e onstr tive r er ew ork raw i e i a is in ivision aar I ene ee a ower rinar ra t isor ers In erek e itors erek ovak s ne o o o rteent ition i a e ia i in ott i ia s i kins et en a ke e a ak Interstitii stitis In asava a e an a e itors e a e ro o ro ne o o an oi in s n tion ew ork ar e Dekker, 2005 ; p. 903-18. onie at er Interstitia stitis ain a er ndrome. In e vi oor s n tion ti isi inar a roa rin er er a on on i ite onie ater Interstitia stitis In ra ti a i e to ea e e vi e i ine a or an ran is ro on on an ew York. 2006 ; 239-249.

INFEKSI NOSOKOMIAL SALURAN KEMIH Budi Iman Santoso PENDAHULUAN In eksi an i a at ata ti a a wakt asien irawat i r a sakit disebut infeksi nosokomial. Dahulu, infeksi nosokomial hanya merujuk pada infeksi yang terjadi akibat layanan kesehatan dan perawatan di rumah sakit os ita a ire in e tions osoko ia se atin a er akna r a sakit’. Kenyataannya, layanan kesehatan tidak hanya dilakukan di rumah sakit, tetapi juga di puskesmas, klinik, tempat praktek dokter bahkan kunjunan ke r a asien e in a e nisi in eksi nosoko ia ke ian e as meliputi infeksi akibat pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan penanganan asien i ata asi itas a anan kese atan sete a a ata e i dan bukan merupakan dampak dari infeksi sebelumnya; selain itu, sewaktu asien as k ti ak a a asa ink asi an ti ak a a e a a k inis eera a ka an an a en e tn a en an isti a ar akni I ea t care associated infections). Di antara semua fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit tetap menjadi sumber infeksi nosokomial tertinggi. Hal ini cukup jelas karena di rumah sakit terdapat banyak pasien dengan kondisi imunitas tubuh yang menurun an erkontak en an er a ai sta r a sakit setia arin a In eksi nosokomial dapat terjadi akibat inhalasi kuman di udara atau penyebaran infeksi melalui kontak tangan langsung dari para petugas di rumah sakit dan pengunn asien e akin a a seseoran irawat i r a sakit se akin esar kemungkinan ia terkena infeksi nosokomial. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien berisiko terkena dan sekaligus menimbulkan in eksi nosoko ia e a ian esar in eksi nosoko ia i erita o e asien dengan respons imun yang menurun (akibat usia, penyakit yang serius, pemakaian antibiotik yang berlebihan, kemoterapi, kateter intravaskular, netropenia, hemodialisis atau lama dan teknik pembedahan). 1,2 en r t ir en ina e a anan e ik e kes I r ari s3 sain a a ro ra I o In e tion a ai n an ation e lama ini, infeksi di rumah sakit merupakan persoalan serius yang menjadi en e a an s n ata n ti ak an s n ke atian asien e a ai aki at-

207

nya, pasien harus membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif. a sakit a ar s en e arkan ia a e i esar a a i osi an okakar a asiona en en a ian In eksi osoko ia r ar a i ir oat o o irekt r r to o ra a a en atakan a wa i erika erikat tin kat ke atian en a ai er tahun, dan di negara-negara lain diperkirakan tingkat kematian mencapai 88.000 kematian per tahun4 ia a an ike arkan o e e erinta untuk menangani infeksi nosokomial mencapai 4,5 bilyun dollar pada tahun 1995 dan akibat adanya infeksi nosokomial, pasien harus tinggal rata-rata 3-4 ari e i a a i ata a a ta a an ia a sekitar o ar er oran 1,2 atau sekitar 750 dollar setiap harinya. a an n a ti ak a a ata ari r a sakit i In onesia eski n 4 e ikian ir en e a anan e ik e kes o a a Isa menyatakan bahwa walaupun angka pastinya belum ada, diduga tingkat infeksi nosokomial di In onesia k tin i en in at aktor risiko an e i an ak an ko pleks sifatnya seperti lamanya perawatan di rumah sakit, usia pasien, luas e e a an an teknik o erasi a a oer akti e a a eksi Iso a en erita Penyakit Menular, Dirjen Pemberantasan Penyakit Menurlar dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Depkes, menyatakan bahwa sebuah penelitian i en i ikan i In onesia en n kkan asi a wa in eksi nosokomial pada pasien yang dirawat lebih dari 15 hari, ternyata dua setengah kali lebih banyak daripada infeksi pada pasien yang hanya dirawat 4-7 hari. Masalah infeksi nosokomial menjadi semakin pelik karena infeksi ini seringkali berupa infeksi polimikrobial, yaitu infeksi yang disebabkan oleh beberapa jenis mikroorganisme sekaligus baik bakteri, virus, parasit, maupun a r e ain it enan anan in eksi nosoko ia a erta a ko eks akibat masalah resistensi mikroba yang terus meningkat, sementara pengeman an anti iotika ar en er n er a an a at esistensi ikro a khususnya resistensi bakteri, secara dramatis membuat sejumlah antibiotik menjadi tidak efektif lagi mengobati penyakit infeksi. Beberapa jenis bakteri menimbulkan masalah resistensi bakteri yang cukup serius meliputi methii in resistant sta o o s a re s van o in resistant ta o o s a re s van o in resistant entero o i an e ten e s e tr eta a ta ase a ini akan se akin enin katkan risiko

208

komplikasi dan kematian yang fatal. en r t a oe arto4, Wakil Kepala Laboratorium Mikrobiologi FK nair r to o akteri akteri terse t se akin era a e a aki at emakaian antibiotik secara sembarangan, terutama antibiotik berspektrum luas. Akibatnya, banyak kuman yang menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotik. Di Bandung, 50% kuman dari 554 kuman yang diisolasi telah kebal terhadap ampisilin, kotrimoksasol, kloramfenikol, eritromisin dan tetrasiklin. e an kan ara an kita en a atkan reva ensi an a menghidrolisis sefalosporin generasi ketiga sebesar 16%, dengan penyebab ta a e sie a ne oniae an oi an reva ensi adalah sebesar 13%. Menariknya, penggunaan antibiotik sefalosporin generasi keti a an fl orok ino on se e n a ian a se a ai aktor risiko entin n n a akteri akteri a oan se erti an In eksi nosoko ia a in an ak ter a at i sa ran ke i an serin ka i ise t se a ai in eksi nosoko ia a a sa ran ke i I nosoo ia rinar tra t in e tion ete a it iik ti en an in eksi a a ka pembedahan, saluran napas, aliran darah, infeksi pada kulit, terutama luka bakar, infeksi saluran cerna dan infeksi pada sistem saraf pusat. Artikel ini akan memfokuskan pembahasan pada infeksi nosokomial pada saluran kemih serta en ertakan reko en asi an i at o e I t e in e tio s isease o iet o eri a se erti an ter ant a a ta e 2. Tabel 1. Rekomendasi yang dibuat oleh IDSA Kategori Derajat rekomendasi A sangat direkomendasikan B direkomendasikan C dapat atau tidak dapat direkomendasikan D tidak direkomendasikan E sangat tidak direkomendasikan Tingkat kepercayaan 1 2

3

setidaknya ada satu penelitian acak berkualitas baik setidaknya ada satu penelitian tidak acak, atau satu penelitian kohort, atau satu penelitian kasus/kontrol, atau penelitian multisentra, atau riwayat kasus, atau setidaknya hasil penelitian yang dapat dipercaya pada penelitian tidak berpembanding pendapat ahli, hasil dari uji klinik, penelitian deskriptif atau kesimpulan yang dibuat oleh konsensus organisasi profesi.

DEFINISI

209

In eksi sa ran ke i I er akan isti a an serin ka i i akai untuk merujuk pada infeksi yang terjadi pada saluran kemih. Meskipun e ikian k s sn a i eran is isti a I an a i akai nt k en akit en akit an erkaitan en an an an rin e ak ikasi ass a a ta n I i e nisikan er asarkan a akteri an ite kan aa rin e a a i ti ak se en a at a wa a an a akteri i a a rin antas se erta erta a en n kkan a an a in eksi aat ini onsei erie r iene i e i eran is an enters or iseases ontro an revention i erika erikat e n ai atasan an er e a nt k e nisi I aa a awitan aktor aktor risiko an o i kasi in k ngan bakteri baik dalam tubuh pasien maupun lingkungannya5,6,7 e a konerensi onsens s on eren e on oso o ia rinar ra t In e tions I te a en ka i an e t skan e nisi nt k e era a isti a an terkait en an in eksi nosoko ia a a sa ran ke i e i ti ko onisasi infeksi saluran kemih dan infeksi nosokomial pada saluran kemih8. Dalam keadaan normal, saluran kemih tidak mengandung mikroorganis e ata ersi at steri ke a i a a n ista retra o onisasi i e nisikan sebagai adanya satu atau beberapa mikroorganisme pada saluran kemih yang tidak disertai gejala klinis. Kolonisasi seringkali juga disebut dengan istilah bakteriuria simptomatik8,9. In eksi sa ran ke i I a a a invasi arin an o e sat ata eera a s esies ikroor anis e an en et skan res ons infla asi an menimbulkan gejala dan tanda yang bervariasi dalam hal sifat dan intensitasn a e i ti o 1. seti akn a sat ari sa a sat tan a erik t ini e a C), urgensi, polakisuria, rasa terbakar atau nyeri supra pubik pada saat berkemih, tanpa disertai penyebab lainnya, baik infeksi maupun tidak. 2. kultur urin positif Bila perlu, batasan klinis seperti di atas dinilai kembali dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi. In eksi nosoko ia a a sa ran ke i a a a I in eksi aki at e a anan kese atan an erkaitan en an enan anan asien i ata fasilitas layanan kesehatan atau dalam batasan yang lebih umum, meliputi infeksi yang didapat berkaitan dengan penanganan pasien.

210

PREVALENSI ekitar ari se r asien an as k r a sakit en a at ineksi se a a erawatann a i nosoko ia In eksi nosoko ia n a tera i a a sekitar r a sakit i an e i ari ta kas s setia 8 ta nn a i . Berdasarkan etiologinya, infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau bahkan parasit. Patogen yang paling sering meliputi sta okok s k s sn a ta o o s a re s se o onas an s eri ia o i ekitar in eksi nosoko ia ise a kan o e a r ter ta a kan i a In eksi nosoko ia o e a r i kini se akin enin kat a kan mencapai 3,8 per 1000 pasien di rumah sakit9. Berdasarkan lokasi terjadinya, infeksi nosokomial paling banyak terdapat di saluran kemih dan seringkali disebut sebagai infeksi nosokomial pada sa ran ke i I noso o ia rinar tra t in e tion ata ari tahun 1996 menyebutkan bahwa infeksi saluran kemih meliputi 34% dari ser in eksi nosoko ia i iik ti en an in eksi a a ka e e ahan (17%), pada saluran napas, terutama pneumonia nosokomial (13%), bakterimea (14%), infeksi pada kulit, terutama luka bakar, infeksi saluran cerna an in eksi a a siste sara sat a an n a i In onesia e a a ata mengenai infeksi nosokomial. Tetapi ada sejumlah data mengenai prevalensi kas s in eksi i In onesia i antaran a e era a kas s in eksi asi te an er a in a a an ianti aroso i r a sakit i akarta ta n yang menunjukkan infeksi lokal (18,9%), infeksi saluran kemih (15,1%), infeksi aliran darah primer (26,4%), pneumonia (24,5%), infeksi saluran napas lain (15,1%), serta infeksi lainnya (32,1%)10. ata ari a s rve nasiona i a a ta n an en njukkan bahwa prevalensi infeksi nosokomial pada saluran kemih masingasin erkisar an e in a in eksi sa ran ke i er akan infeksi nosokomial yang paling sering terjadi, yakni meliputi 36,3% infeksi nosoko ia a a ta n an a a ta n a n a a eera a a an er i er atikan nt k ata e i e io o ik ini antara ain populasi dan metode penelitian yang digunakan sangat beragam serta belum dibedakan istilah infeksi dan kolonisasi pada penelitian-penelitian tersebut. e ain it er itekankan a wa kas s a a ene itian terse t ise t

211

in eksi eski n ersi at asi to atik9,11,12. Pasien yang tinggal lama di rumah sakit serta pasien dengan kelainan neurologik lebih banyak mendapat infeksi nosokomial pada saluran kemih an en a a i resistensi o i ikro ia Insi ens arian in eksi nosoko ia saluran kemih pada pasien yang dikateterisasi sangat menurun dengan penggunaan sistem tertutup, dan berkisar 3% - 10% setiap kateter/hari, tergantung pada situasi klinis yang ada, dan risiko kumulatifnya mencapai 100% bila kateter dipasang selama 30 hari. Prosedur rutin dan sterilisasi pra-pembedahan dapat menurunkan infeksi nosokomial pada saluran kemih ini secara dramatis11-13. ETIOLOGI In eksi nosoko ia a a sa ran ke i a in serin ise a kan o e o i se o onas an ntero o s s ta o o ss an a r e a ene itian en n kkan a wa o i er akan ikroor anis e yang paling dominan dijumpai pada penelitian infeksi nosokomial saluran kemih9,14 eta i rek ensin a re ati e i ren a ari a a I an ter a i i as arakat I ko nitas erik t ini e era a er e aan in eksi nosokomial saluran kemih dibandingkan infeksi saluran kemih yang terjadi di mas arakat Etiologi infeksi nosokomial saluran kemih lebih bervariasi Lebih banyak jenis mikroorganisme penyebab yang resisten terhadap antibiotik Prevalensi infeksi nosokomial saluran kemih oleh jamur cenderung meningkat Lebih sering terjadi resistensi polimikrobial terhadap antibiotik ekitar a erti a ikroor anis e in eksi nosoko ia a a sa ran ke i erasa ari a a t ata ersi at en o en ari flora nor a a a tubuh pasien) dan sisanya berasal dari luar atau bersifat eksogen, yakni dari lingkungan sekitar pasien, seperti pakaian, kateter, instrumen bedah yang tere ar er konta inasi ekso en ini isa atan ari tan an okter erawat atau keluarga pengunjung pasien15,19. Kateterisasi menjadi sumber ineksi a a kas s in eksi nosoko ia a a sa ran ke i ekitar pasien yang dirawat menjalani prosedur kateterisasi selama perawatannya dan insi ens ter a in a in eksi sa ran ke i en a ai setia arin a ete a

212

kateterisasi selama 1 bulan, hampir seluruh pasien mendapat infeksi nosokomial saluran kemih yang berhubungan dengan kateterisasi17-20. Pasien dengan kondisi tertentu (Tabel 2) berisiko mengalami komplikasi infeksi nosokomial saluran kemih yang cukup berat20. Tabel 2. Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi infeksi nosokomial saluran kemih Obstruksi oleh struktur Urolitiasis, keganasan, striktur uretra divertilainnya kulum kandung kemih, kista ginjal, fistula Kelainan fungsional

Kandung kemih neurogenik Refluks vesikouretra

Benda asing Kondisi lainnya

Kateter permanen, stent uretra, tabung nefrostomi Diabetes, kehamilan, gagal ginjal, transplantasi ginjal, imunosupresi, resistensi polimikrobial

PATOGENESIS a ran ke i iasan a steri ke a i i retra ista an e n ai er a ai flora nor a ai ari flora nor a sa ran erna entero akteria stre tokok s an akteri anaero flora nor a k it oa ase ne ative sta o o i korino akteri an flora sa ran ke a in akto asi s a a pasien perempuan)8,9. Mekanisme infeksi nosokomial pada saluran kemih untuk pasien yang tidak dikateterisasi adalah melalui jalur asendens seperti infeksi saluran kemih an iasa ter a i a a as arakat e an kan ekanis e ter a in a in eksi nosokomial saluran kemih pada pasien yang dikateterisasi meliputi empat ekanis e ait i a at a a saat kateter rin i as kkan i a at e a i a r en o en iasan a o inan a a kateter en an siste terbuka’); (3) didapat melalui jalur ekstralumen atau periuretra (dominan terjadi pada kateter sistem tertutup) – bakteri saluran cerna berkolonisasi di perineum kemudian bermigrasi ke uretra dan kandung kemih melalui sifat kapilaritas pada lapisan tipis mukosa di dekat permukaan luar kateter; (4) didapat melalui jalur limfatik atau hematogen, tetapi biasanya sangat jarang terjadi8,9.

213

In eksi nosoko ia sa ran ke i a isa i a atkan sete a rosedur tertentu misalnya sistoskopi, pemasangan kateter suprapubik, dan prosedur intravesika lainnya. Pemasangan alat tersebut menimbulkan infeksi nosoko ia sa ran ke i ea i 1. Penurunan imunitas tubuh di kandung kemih – yaitu dengan aksi mekanik pada endotel dan pada lapisan mukopolisakarida asam; 2. Gangguan fungsi transit urin – dengan residu minimal yang hampir permanen 3. io ata a isan ti is an i asi kan o e akteri i se an an ermukaan kateter, yang melindungi bakteri terhadap respons imun tubuh dan antibiotika12. GEJALA DAN TANDA Berbagai jenis mikroorganisme dapat menyerang sistem saluran kemih dan menyebabkan infeksi saluran kemih, yang bermanifestasi sebagai infeksi pada ginjal (pielonefritis), kandung kemih (sistitis), prostat (prostatitis), uretra (uretritis). Gejala dan tanda infeksi pada saluran kemih bawah (sistitis dan uretritis) biasanya meliputi demam, rasa terbakar, urgensi, dan nyeri pada saat berkemih. Pada pasien dengan kateterisasi, gejala serupa juga muncul, dan iasan a erkaitan en an o str ksi at sa ran ke i an a a in a edangkan gejala dan tanda infeksi pada saluran kemih atas (pielonefritis) meliputi nyeri panggul, demam, dan hematuria. Pada pasien berusia lanjut, gejala dan tanda infeksi nosokomial saluran kemih seringkali samar; sehingga, diagnosis sulit ditegakkan8,9,15. DIAGNOSIS Diagnosis infeksi nosokomial pada saluran kemih biasanya ditegakkan er asarkan tan a an e a a an a a ke ian ikon r asi en an pemeriksaan bakteriologik dan kultur urin. Pemeriksaan bakteriologi urin. a e an i a at ari nksi s ra ik er akan sa e an paling representatif untuk urin yang berada di dalam kandung kemih. Metode pengambilan sampel lainnya, seperti urin porsi tengah (midstream urine), punksi urin dari kateter, pengumpulan urin dengan menggunakan kateter pada wanita atau dengan menggunakan kondom pada pria, bersifat kurang invasif dan lebih mudah dilakukan serta hasilnya cukup dapat dipercaya. Meski-

214

pun demikian, masalah kontaminasi urin pada metode pengambilan sampel semacam ini perlu diperhatikan, misalnya dengan mencuci organ genitalia eksterna dengan baik sebelum pengumpulan sampel dan dengan melakukan esin eksi a a n kateter se e en kan sa e rin a e perlu segera dikirim untuk diperiksa (kurang dari 2 jam pada suhu ruang atau 24 jam pada suhu 4o C). Inter retasi i ai a an atas a akteri an a r a a rin a a a sebesar 103/ml (dahulu, dipakai nilai ambang 105/ml). Pada pasien asimptom3 atik an ti ak ikateterisasi a an a akteri ria an ekosit ria 4 10 en n kkan a an a in eksi sa ran ke i III akteri ria aik dengan gejala dan tanda infeksi saluran kemih atas maupun bawah, biasanya menimbulkan sepsis nosokomial gram-negatif dan dapat meningkatkan morta itas i r a sakit Isti a i ria se aikn a ti ak i akai a i an i anti dengan istilah leukosituria, yakni pemeriksaan kuatitatif leukosit urin setelah dilakukan homogenisasi urin. Leukosituria tidak perlu dilakukan pada pasien an ikateterisasi II 7,8 Pemeriksaan pita reagen (reagent strip test) Pemeriksaan skrining dengan menggunakan pita reagen dapat dilakukan pada pemeriksaan langsung di samping tempat tidur pasien (bed-side test) dan mempunyai nilai prediksi negatif. Pita reagen ini tidak dapat dipakai untuk menapis (skrining) ada tidaknya bakteriuria pada pasien yang dikateterisasi II ita rea en ini a at i nakan a a asien er sia an t an ti ak dikateterisasi, bila memang secara klinis sudah ada kondisi yang mengarah a a ke ri aan a an a in eksi sa ran ke i II 7,8. TERAPI I serin ka i i a i en a i I en an an tan a ko ikasi e a ian ini er an aat nt k eni ai I an ter a i e i i an anti iotik an a an a tera i a a asarn a I tan a ko ikasi ter a i a a asien yang sehat, muda dan bukan wanita hamil tanpa kelainan anatomik maupun ke ainan n siona sa ran ke i I tan a ko ikasi a at itera i an memberikan hasil yang baik dengan pemakaian antibiotik oral singkat dan ti ak e er kan k t r rin ra a n as a tera i e an kan I engan komplikasi biasanya berhubungan dengan kondisi peningkatan risiko ko ikasi seri s ata ke a a an tera i I enis ini e er kan k t r rin

215

pra-dan pasca-terapi dan pengobatan dengan antibiotik spektrum luas8,9. Dalam tatalaksana infeksi nosokomial saluran kemih, kolonisasi perlu dibedakan dengan jelas dari infeksi saluran kemih. Kolonisasi urin bukan merupakan indikasi terapi antibiotik sistemik, meskipun pasien dikateterisasi, menderita diabetes, berusia lanjut, maupun pasien dengan gangguan fungsi kan n ke i aki at ke ainan ne ro o ik I a a e era a kas s ter8 tentu, kolonisasi urin perlu diobati 1. Bila kolonisasi urin berisiko menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada keadaan tertentu seperti neutropenia, fungsi imunitas tubuh yang menur n an ke a i an II 2. asien en an kon isi ra e e a an e e a an eks orasi an e e a an ro o ik e asan an i an II 3. Pasien dengan protese sendi, pembuluh darah atau jantung, yang mena ani rose r invasi III 4. Untuk kasus epidemi resistensi polimikrobial, setelah berkonsultasi denan I o ittee or t e revention o oso o ia In e tions e a ikn a se a enis in eksi sa ran ke i nosoko ia ar s io ati baik pada pasien yang dikateterisasi maupun tidak (A). Dua prinsip dasar penatalaksanaan infeksi nosokomial pada saluran kemih meliputi penyingkiran obstruksi dan mencegah volume residu kandung kemih (vesical residue). In eksi nosoko ia a a sa ran ke i iasan a iatasi en an e erian antibiotik. Pilihan pemberian antibiotik tergantung pada sifat mikroorganisme penyebab dan kerentanan mikroorganisme tersebut terhadap antibiotik II en r t onsens s on eren e oso o ia rinar tra t in e tions I erik t ini a a an er i er atikan a a e erian anti iotik nt k in eksi nosoko ia a a sa ran ke i 1. Bila tidak ada tanda atau gejala infeksi yang berat atau tidak ada data epidemiologik khusus, terapi antibiotik perlu ditunda dan baru dimulai setelah mendapatkan hasil kultur dan uji resistensi (B). 2. Pada kasus infeksi parenkim berat (pielonefritis, prostatitis, orkhiepididimitis), terapi empiris perlu segera diberikan berdasarkan data pemeriksaan langsung dan data epidemiologik setempat. Terapi ini perlu dikaji lebih lanjut setelah mendapatkan hasil kultur dan uji resistensi. Disarankan untuk menggunakan antibiotik berspektrum pal-

216

ing sempit dan menghindari penggunaan antibiotik yang sudah resisten III 3. Kombinasi antibiotik perlu diberikan pada infeksi saluran kemih yang menunjukkan gejala dan tanda yang berat (syok septik) atau pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri-bakteri tertentu (Pseudomonas aer inosa erratia ar es ens ata ineto a ter a anii isilin cukup efektif untuk mengatasi enterokokus di Perancis. Ureidopenisilin tanpa inhibitor beta laktamase cukup efektif untuk enterobakteria dan P. aeruginaosa. Fluorokuinolon tidak efektif mengatasi enterokok s eski n fl orok ino on k e sien nt k akteri gram negatif, yang menyebabkan infeksi nosokomial saluran kemih, tetapi penggunaannya perlu dibatasi agar tidak timbul resistensi. 4. e a os orin s ektr as an ko inasi en naan a rei o enisi in en an in i itor eta akta ase se ta i i an a treona merupakan terapi alternatif selain karbapenem untuk mengatasi P.aeruginosa. 5. a an a en o atan ter ant n a a te at ter a in a in eksi Infeksi saluran kemih tanpa keterlibatan infeksi parenkim atau pada pasien yang tidak menggunakan kateter urin cukup diberikan antiiotik ari ie one ritis ata ork i e i i i itis e t kan 10-14 hari pengobatan. Prostatitis akut setidaknya harus diobati sea a in II Terapi lainnya meliputi diuresis dan pemasangan kateter urin. Diuresis sebanyak 1,5 L setiap hari perlu dilakukan. Hiperdiuresis tidak perlu dilakukan II i a ter a at ke ainan ne ro o ik an eni kan is n si kandung kemih dan/atau distensi kandung kemih, maka kateterisasi interiten e i aik ari a a kateterisasi er anen II en enai ka an se aikn a en anti kateter rin asi kontroversia III 3,18 Iri asi tidak boleh dilakukan saat mengobati infeksi nosokomial saluran kemih, aik asien se an ikateterisasi a n ti ak I 8. PENCEGAHAN Pencegahan umum In ikasi e asan an kateter vesika an a an a e akaian kateter ar s i atasi an ini ai setia ari II asien en an kateter terin eksi ata

217

terko onsiasi er iiso asi II ektivitas ro ra s rvai ans e i e io o ik an en e a an in eksi te a ter kti II In eksi nosoko ia a at i e a en an en ran i trans isi in eksi oleh kontak langsung melalui tangan, udara dan darah. Prosedur cuci tangan oleh staf medik merupakan tindakan yang paling sederhana, tetapi sayangnya a ini san at aran i ak kan o e ara sta e ik II an ka en e ahan lainnya meliputi menghindari kontak tangan, terutama pada daerah konjungtiva atau nasal. Tindakan sterilisasi, mulai dari yang sederhana seperti steri isasi a at venti ator in a steri isasi ska a esar se erti steri isasi ter udara di rumah sakit, juga sangat membantu pencegahan infeksi nosokomial. Pemakaian sarung tangan non-steril, tanpa menggantinya saat memeriksa dan enan ani asien an er e a e a se aikn a ti ak i ak kan II 21 e entara it i ianti aroso ar ikin iri tro , mengemukakan k n i en en a ian a a a a et as kese atan e ain it er stanar en e o aan in k n an i se erti en e o aan sa a an i a linen, pengendalian vektor, penyediaan air bersih, sterilisasi, dan desinfektan alat, serta pengendalian faktor risiko. Tindakan pencegahan pada pasien dengan kateter urin e aikn a en nakan kateter siste tert t II eski n demikian, penelitian Leone dkk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan e ektivitas antara kateter siste ter ka an siste tert t a a asien I ateter siste tert t e er kan ta a an ia a sekitar o ar e i 11 mahal daripada sistem terbuka . Pemasangan kateter permanen perlu dilakukan dengan teknik asepsis an aik esin eksi tan an sar n tan an steri era atan steri III Kantung urin perlu diletakkan lebih rendah daripada posisi pasien agar urin a at en a ir aki at a a ravitasi III en antian kateter se ara r tin ti ak ireko en asikan III Iri asi i ar rose r ro o ik ti ak ireko en asikan II ateter en an se n anti iotik inosik in ria isin e ter kti e ektivitiasn a I ateter er a is erak a eter kti e ektivitasn a III i ak er e as kkan airan antise tik ke a a kant n rin III 22-28 i ak er ena a kan anti iotik o es a a airan rikan saat e asan kateter III ateter s ra ik elum terbukti lebih baik sebagai alternatif kateterisasi jangka panjang atau ka-

218

teterisasi er anen III i a e n kinkan kateterisasi kon o eni e sheath) lebih direkomendasikan daripada kateterisasi permanen/implan (BIII ateterisasi inter iten e i ireko en asikan ari a a en nakan kateter er anen III nt k en k r resi kan n ke i se aikn a i akai trasono ra s ra ik ari a a kateterisasi III 22-28. Tindakan pencegahan khusus pada pasien berusia lanjut Hanya ada sedikit laporan ilmiah yang membahas tentang pencegahan in eksi nosoko ia sa ran ke i a a asien er sia an t e a ian esar reko en asi er a saran a i e a i itasi eri ak a a asien sia an t er itin katkan III i a e n kinka en naan kateterisasi intermiten lebih disukai daripada kateter permanen pada pasien berusia lanjut (BIII 29. Tindakan pencegahan khusus pada pasien dengan gangguan fungsi saraf di kandung kemih er i ak kan a a tasi ara erke i II in akan ase sis a to kateterisasi e i is kai ari a a etero kateterisasi II ateter an te a i eri rikan se e n a a at i akai nt k a to kateterisasi III Desinfeksi lubang uretra sebelum melakukan auto-kateterisasi tidak diperlukan III ro aksis anti iotik ti ak ireko en asikan a a asien en an a to kateterisasi II s eri an asa askor at a at en e a ter a in a in eksi sa ran ke i a a asien en an an an ne ro o ik III ateter suprapubik dapat menjadi alternatif terapi kateterisasi permanen pada pasien dengan trauma spinal atau disfungsi neurologik kandung kemih (BII 8,9. Tindakan pencegahan khusus pada pembedahan Kateterisasi permanen tidak direkomendasikan pada pembedahan aesar III ateterisasi inter iten e i ireko en asikan ari a a kateterisasi er anen a a asien as a e e a an rotese orto e i II Kateterisasi suprapubik lebih baik hanya digunakan dalam waktu singkat, se era sete a e e a an ke a i e e a an ro o ik II en naan anti iotik ro aksis ti ak isarankan a a sistosko i ia nostik I a n a a saat en an katan kateter o e III serta io si rostat II an a ko onisasi rin er i eriksan an itera i ter e i a se e i ak kan rose r ia nostik a a sa ran ke i II an a a

219

en an katan kateter o e III nti iotik ro aksis er i erikan a a rose r rostatekto i en osko ik I itotritis en okor orea enan rin an steri ti ak e er kan anti iotik ro aksis II 8,9. Simpulan Pasien ke rumah sakit ingin sembuh. Tetapi, ternyata tempat layanan kesehatan juga bisa memicu infeksi tambahan yang disebut infeksi nosokoia a sakit se ar sn a en a i sarana nt k enin katkan era at kese atan as arakat n ironis i a e a a kese atan ini str en a i media penular infeksi tambahan bagi pasien. Bukannya sembuh, beban pasien a a erta a erat In eksi nosoko ia a in an ak ter a at i sa ran kemih dan seringkali disebut sebagai infeksi nosokomial pada saluran kemih. In eksi sa ran ke i e i ti a ir in eksi nosoko ia setia ta nnya. Keseragaman kriteria diagnosis, baik klinis maupun laboratorium, perlu diterapkan dan disesuaikan dengan kondisi setiap daerah. Penatalaksanaan infeksi nosokomial pada saluran kemih perlu mempertimbangkan ada tidaknya komplikasi yang terjadi, membedakan kolonisasi dengan infeksi yang sebenarnya serta langkah-langkah pencegahan yang peri ak kan e ain it sa a sat ara en kea anan an kese a atan pasien adalah dengan merevitalisasi progaram pencegahan dan pengendalian in eksi i r a sakit I e as i t kan ker asa a an aik antar petugas layanan kesehatan, pasien bahkan keluarga pasien. Daftar Kepustakaan 1. arner arvis ori or noso o ia in e tions 2. o oso o ia rinar 3.

e nitions e te

er

en a ikan in eksi i a akit internet n ite ov vai a e ro tt i o i is ssion re a e ea t e i a is I an en s 4. asri r a iw a er en akit internet n ite ov vai a e ro tt a a a te ointerakti com/id/arsip/1988/06/25/kstl/mbm.19880625.kstl.27535.id html 5. i oe rinar tra t in e tion in on ter are a i ities In e -

220

v

oran es I e t ontro ra t In e tions ro o

tion ontro an os ita i e io o 6. an a en a in reventin at eter re ate a teri ria s o we an we ow r ieves o Interna e i ine 7. Meares EM. Current patterns in nosocomial urinary tract infection. ro o 8. Members of the Jury of the Consensus Conference on nosocomial urinar tra t in e tions onsens s on eren e oso o ia rinar tra t

9.

10.

11.

12. 13.

In e tions I in a t atients onsens s on eren e s ort te t vai a e on ine at www s ien e ire t o ow oa e ov 2008. ooton r ne er i e io o at o enesis an i roio o In tanton w er e rinar tra t in e tion in t e e a e artin nit t Wahyuni T. Waspadai penularan infeksi nosokomial di rumah sakit internet ov ite ov avai a e ro tt i s arakar a on ine o teks t i Leone M, et al. Prevention of nosocomial urinary tract infection in I atients o arison o e e tiveness o two rinar raina e s ste s est aint enowet io s an at eter asso iate rinar tra t in e tions In e t is in ort arren e at eter an rinar tra t in e tion e in ort

14. aint i sk oo In we in rinar at eters a one oint restraint nn Intern e 15. Tambyah PA, Maki DG. Catheter-associated urinary tract infection is rare s to ati a ros e tive st o at eteri e atients r Intern e 16. eno avani as et a Infl en e o noso o ia in e tion on orta it rate in an intensive are nit rit are e 17. a an et a Intensive are nit a ire rinar tra t in e tions in a re iona riti a are s ste rit are 18. Tambyah PA, Knasinski V, Maki DG. The direct costs of nosocomial catheter-associated urinary tract infection in the era of managed care.

221

In e t ontro os i eio 19. ar er iannetta to o i e rossover st o si ver oate i e atients r Intern e 20. rinka s e tions o I noso o nar tra t in e tions In e t onto 21. ri e a en aran in eksi i r a

train rinar ia

arr ranat eters in os ita at eter asso iate

sakit internet

riov

ite ov vai a e tt tentan kese atan o s ot com/2008_11_01_archieve html 22. aint et a e e a o si ver a o oate rinar at eters in reventin rinar tra t in e tion a eta ana sis e 23.

24. 25.

26.

27.

28.

29.

222

ie er n e er k an e ne ents in t e oatin o rethral catheters reduces the incidence of catheter-associated bacteriuria. n e eri enata an ini a st r ro ie er n e er i ver a o oate at eters re e at eter asso iate a teri ria r ro i on e o to r ero er a r an o i e ti entre trial of the effects of a catheter coated with hydrogel and silver salts on the incidence of hospital-acquired urinary tract infections. J Hosp In e t ai onte io se o si ver ro e rinar at eters on the incidence of catheter-associated urinary tract infections in hospitali e atients In e t ontro rinivasan ar er i ar s n er ros e tive trial of a novel, silicone based, silver coated foley catheter for the revention o noso o ia rinar tra t in e tions In e t ontro os i e io In ress et a e t o si ver oate rinar at eters e a ost e e tiveness an anti i ro ia resistan e In e t ontro rt a e a a rese e tion o tra t in e tions a atient sa et ana sis tro

ea t are a stra t

ire rinar In e t on-

INFEKSI SALURAN KEMIH REKUREN Mohd Rhiza Z.Tala In eksi sa ran ke i er akan in eksi an ter a i a a sa ran kemih baik dari saluran kemih atas maupun saluran kemih bagian bawah, mulai dari ginjal, pyelum, ureter, kandung kemih sampai uretra. Merupakan infeksi yang sering terjadi dan umum dijumpai pada wanita. Hampir 50% wanita pernah mengalami episode infeksi saluran kemih sepanjang hidupnya dan 20% iantaran a akan en a a i rek rensi i erika erikat in eksi sa ran kemih terjadi pada sekitar 10-20% wanita dan 5 juta kunjungan poliklinik 1-5 setia ta nn a en an esti asi ia a sekitar i ar o ar Wanita sangat rentan terhadap infeksi saluran kemih ini karena uretra wanita jauh lebih pendek dibandingkan dengan pria. In eksi sa ran ke i i a i ai a an a akteri ria ata lebih mikroorganisme permilimeter urin, hal ini dilakukan dengan pemeriksaan kultur urin atau dijumpainya minimal 1-10 mikroorganisme per lapangan pandang mikroskopik urin.1.3 In eksi sa ran ke i rek ren a a a in eksi berulang dimana infeksi terjadi minimal 3 episode atau lebih dalam periode an ata e iso e a a an In eksi ini a at er a in eksi an persisten, relaps atau reinfeksi dengan mikroorganisme yang sama atau yang berbeda.1,6 In eksi sa ran ke i er an e n ai a ak an k serius, dapat mengakibatkan ascending infection ke saluran kemih bagian atas, dapat menyebabkan pyelonefritis, sepsis sampai kematian. Pengulangan episode sangat menganggu pasien hingga dapat menyebabkan gangguan psikologis, ketidakpercayaan kepada dokter, biaya pengobatan yang tinggi baik untuk pemeriksaan penunjang maupun obat yang diberikan. Disamping itu bila tidak ditangani dengan baik terutama pemberian antibiotika yang tidak adekuat akan dapat menyebabkan munculnya strain-strain bakteri uropatogen yang multiresisten. Hampir 70-80% infeksi saluran kemih disebabkan oleh Escherichia coli, sisanya dapat disebabkan oleh Enterobacter, Klebsiella, Pseudomonas, ta o o s rote s an ain ain 1,7,8

223

KLASIFIKASI 1. In eksi sa ran ke i ersisten er akan in eksi ersisten s n guhpun telah diberi terapi, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang sudah resisten atau anomali struktural dari saluran kemih (kelainan kongenital saluran kemih, batu saluran kemih).6 2. In eksi sa ran ke i re a s er akan in eksi an ter a i karena mikroorganisme yang sama dalam kurun waktu 2 minggu setelah terapi selesai, biasanya disebabkan oleh terapi yang tidak adekuat atau kelainan struktural saluran kemih.6 3. ein eksi in eksi an er an sete a in se esai en o atan an ti ak erkaitan en an in eksi se e n a In eksi se e n a telah selesai diterapi dengan baik. Dibuktikan dengan pemeriksaan kultur urin pada infeksi pertama dan eradikasi bakteri dibuktikan dengan kultur urin setelah terapi, kemudian terjadi lagi infeksi dengan mikroorganisme yang sama atau berbeda.6 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Penyebab infeksi saluran kemih rekuren biasanya sama dengan infeksi saluran kemih akut, paling sering disebabkan oleh E.coli baik dengan strain yang sama ataupun dengan strain yang berbeda. Patogen yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah ; 1. Escherichia coli dan coliform lain 2. Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa ditemui 12% kasus, kebanyakan disebabkan oleh kateterisasi 3. Enterococcus faecalis pada 6% kasus, sering dijumpai pada infeksi nosokomial 4. ta o o s sa ro ti s serin ite i a a wanita en an seksual aktif 5. ta o o s e i er i is karena kateterisasi 6. ta o o s a re s a a kas s iasan a nosoko ia 7. Candida albicans (jarang) biasanya pada kateter menetap yang lama PATOGENESIS Bakteri biasanya masuk ke saluran kemih melalui rute transuretral, dengan 3 ara 1. Vagina dan area periuretral merupakan koloni uropatogenik yang ke-

224

mudian dapat naik ke kandung kemih secara spontan ataupun melalui kateterisasi atau hubungan seksual. Kolonisasi bakteri tersebut i asi itasi o e er ekatan i i ata riae in in akteri ke ermukaan uroepitel dan diperberat oleh penggunaan diafragma, jelly s er isi a e siensi or on estro en an e erian anti iotik sistemik untuk infeksi yang bukan berasal dari saluran kemih. 2. Bakteri naik ke kandung kemih dapat secara spontan karena uretra wanita yang pendek dan dapat difasilitasi oleh kateterisasi dan hubungan seksual. 3. Bakteri masuk ke dalam kandung kemih dan berkembang biak. Hal ini difasilitasi oleh pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna sehingga masih ada residu urin yang tertinggal di kandung kemih yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Perlekatan riae akteri ke in in kan n ke i a ise a kan o e aktor epitel kandung kemih pada bagian lapisan tipis mukopolisakarida yang melapisi epitel kandung kemih mencegah perlekatan bakteri dan faktor mekanisme pertahanan yang merupakan alat dari mukosa kandung kemih juga dapat mencegah perlekatan bakteri, sehingga bila terjadi gangguan pada mekanisme pertahanan ini akan mudah terjadi infeksi berulang. Terdapat beberapa faktor mekanisme pertahanan saluran kemih dalam mencegah infeksi seperti efek washout saat berkemih, permukaan epitel kandung kemih yang ersi at akterisi a se nat ra ki er an teraktivasi a an a se retor I a ors a rotein an a at en ikat riae o i ti e Bila i a terter jadi gangguan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi yang terus berulang. Faktor bakteri juga memegang peranan penting dalam in eksi an er an e a ke i sero ro o i a at en e a kan peningkatan frekuensi infeksi saluran kemih rekuren, baik disebabkan oleh aktor riae ae o sin resistensi an enka s asi an variasi ari 1 briae tipe 1. aktor resiko an a at en e a kan in eksi sa ran ke i rek ren 2,3,4,9,10,11 1. Hubungan seksual, baik frekuensi, perilaku hubungan seksual bebas, dan perilaku berkemih sebelum dan setelah koitus. Terdapat bukti kli-

225

nis dan epidemiologis bahwa terdapat beberapa strains E coli yang menyebabkan cystitis dapat ditransmisikan selama hubungan seksual 2. Penggunaan diafragma atau kondom mengandung spermisida, dimana spermisida mengandung nonoxynol-9 yang dapat membunuh a to a i i an flora nor a ain se an kan ikroor anis e ato en ain a at i e ain it ia ra a a at enekan retra ketika ditinggalkan 6-8 jam setelah koitus sehingga dapat terjadi obstruksi inter itten esiko akan enin kat ka i i at a a en naan diafragma atau kondom dengan spermisida. 3. iwa at in eksi sa ran ke i er an se e n a riwa at in eksi saluran kemih sebelum berusia 15 tahun. Bila terjadi infeksi saluran kemih sebelum berusia 15 tahun, diduga disebabkan oleh gangguan non-neuropathic bladder, yang disebabkan oleh instabilitas otot detrusor 4. Penggunaan antibiotika sistemik yang lama pada infeksi bakteri non uropatogen 5. I kan n en an riwa at in eksi sa ran ke i 6. Gangguan pengosongan kandung kemih, seperti prolapsus organ urogenital, multipel sklerosis, kanker kandung kemih, batu saluran kemih, neurogenic bladder dysfunction, obat-obatan antikolinergik dan konstipasi kronik. 7. Perilaku menahan-nahan buang air kecil 8. Perilaku douching 9. Wanita pasca menopause, dimana terjadi penurunan kadar estrogen an a at en e a kan er a an flora nor a ari e ite ro enita 10. Kehamilan 11. Diabetes mellitus 12. Instr entasi sa ran ke i e asan an kateter EVALUASI DAN DIAGNOSIS Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, lengkap dan penuh empati. Masalah rekurensi yang dialami pasien menyebabkan gangguan psikologis pasien. Biasanya pasien datang dengan rasa kekecewaan pada pelayanan kesehatan, yang dianggap tidak baik menyebabkan infeksi berulang dan tak kunjung sembuh. Umumnya pasien akan doctor shopping akibat tidak mengerti atau tidak dijelaskan pada pasien mengenai rekurensi infeksi saluran kemih

226

yang dapat terjadi. Harus disediakan waktu konsultasi dan evaluasi yang cukup untuk dapat memberi penjelasan dan mencari penyebab utama rekurensi infeksi. Evaluasi dimulai dari anamnesis menyeluruh, gejala infeksi yang berulang minimal 3 episode dalam kurun waktu 12 bulan atau 2 episode dalam an an e eriksaan sik ia nosis a at i ant en an e eriksaan urinalisa, nitrit tes, leukosit esterase test, kultur urin dan cystoscopy. Bila infeksi yang terjadi melibatkan saluran kemih bagian atas harus dilakukan e eriksaan trasono ra an e o ra Dalam anamnesis harus diketahui secara mendalam mengenai semua faktor resiko yang menjadi faktor pemberat ataupun kemungkinan faktor penyebab berulangnya infeksi. Faktor yang paling sering dihubungkan dengan infeksi rekuren adalah frekuensi hubungan seksual, berganti-ganti pasangan seksual, penggunaan kondom atau diafragma yang mengandung spermisida, penggunaan antibiotika sistemik, diabetes mellitus dan gangguan pengosongan kandung kemih. Pada pasien infeksi berulang, biasanya pasien sudah mendapat pengobatan dari dokter, perlu ditanyakan obat-obat apa saja yang pernah digunakan olehnya. e eriksaan sik ar s i ak kan se ara er at se in a a at i edakan apakah infeksi ini terjadi pada saluran kemih bagian atas atau bagian bawah. Demam, nyeri ketok angulus kostovertebralis, mual, muntah menanakan a an a in eksi sa ran ke i a ian atas e an kan in eksi sa ran kemih bagian bawah dapat dijumpai adanya nyeri suprapubik. Harus dibedakan antara infeksi menular seksual dengan infeksi saluran kemih atau penyebab nyeri lain. In eksi sa ran ke i ite akkan i a i ai a an a akteri ria ait a anya 100.000 atau lebih mikroorganisme permillilitter urine, hal ini dilakukan dengan pemeriksaan kultur urin atau dijumpainya minimal 1-10 mikroorganisme per lapangan pandang mikroskopik urin.1,3 Pada urinalisa dapat ditemukan leukosituria ataupun makroskopik/mikroskopik hematuria, dijumpainya minimal 10 leukosit per mm3 urine. Pemeriksaan ini e n ai sensiti tas an tin i an s esi sitas an rendah (71%) untuk penegakan diagnosis infeksi saluran kemih.3,6,12 Pemeriksaan dipstick baru akurat bila nitrit test atau leukosit esterase

227

test positif. Bila dijumpai pemeriksaan dipstick yang positif pasien dapat langsung diterapi tanpa dilakukan kultur urin. Akan tetapi bila hasilnya negatif, belum tentu tidak terjadi infeksi, misalnya pada infeksi yang bukan disebabkan oleh E coli, maka perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urin.3,12 Untuk membedakan infeksi saluran kemih bagian atas dengan infeksi salran ke i er an a at en an e eriksaan trasono ra ata intravena ie o ra an trasono ra er akan i i an erta a 3,12 Untuk menyingkirkan patologi kandung kemih atau penyempitan uretra, khususnya pada pasien dengan hematuria, usia lanjut perlu dilakukan pemeriksaan cystoscopy disamping itu dapat mendeteksi kanker kandung kemih.13 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan utama ditujukan pada patologi dan faktor resiko yang mungkin menjadi penyebab. Bila berkaitan dengan hubungan seksual, maka dianjurkan untuk abstinensia sementara, penggunaan kondom dan dievaluasi ulang pada setiap pasangan, dan dianjurkan untuk berkemih setiap selesai berhubungan seksual. Bila diduga faktor hormonal (estrogen) yang berperan, maka dianjurkan penggunaan terapi sulih hormon, baik yang topikal maupun yang sistemik. Akan tetapi penggunaan terapi sulih hormon sistemik masih kontroversial dalam perannya mencegah kejadian infeksi saluran kemih berulang.14 Dianjurkan untuk memperbanyak asupan cairan, berkemih dengan interval sering (2-3 jam sekali), sehingga dapat meningkatkan efek washout untuk mencegah berulangnya infeksi.3 e erian anti iotika nt k sa ran ke i rek ren a at i a i atas 1. Pemberian antibiotika mandiri oleh pasien Dasar pemikirannya adalah, bila infeksi saluran kemih yang sering berulang terjadi dan harus datang ke dokter, kemungkinan akan terjadi keterlambatan terapi. Hal ini khususnya dapat diberlakukan pada reinfeksi. Biasanya reinfeksi mikroorganisme yang menginfeksi berulang sama dengan infeksi sebelumnya. Wong dkk (1985) menemukan bahwa 92% pasien dapat mendiagnosis infeksi saluran kemih yang dialaminya dan telah dibuktikan dengan kultur. Gupta dkk (2001) juga menyatakan bahwa dari 172 wanita yang diteliti, 88 diantaranya dapat mendiagnosis sendiri infeksi yang

228

dialaminya dan memulai antibiotika mandiri, antibiotika yang dianrkan a a a o on an fl oro ino on karena e n ai s ektr as i an in kan en an anti iotika ini erta a ain dan nitrofurantoin). Yang lebih utama lagi, Gupta dkk (2001) juga meneliti tingkat kepuasan dan kepatuhan pasien dalam metode ini, dan mereka menemukan bahwa 100% pasien puas dan sangat patuh dalam menjalankan metode ini. Tentunya kita sebagai klinisi harus dapat memilih pasien yang dapat menjalankan metode ini, dimana harus dipertimbangkan pendidikan dan penilaian pasien, juga harus diajarkan kepada pasien untuk mengenali gejala dan tanda klinis infeksi saluran kemih, mengenali komplikasi yang dapat terjadi, dan segera berobat ke dokter bila gejala tidak kunjung mereda setelah a tera i anti iotika eto e ini san at e ekti an e sien i a pasien benar-benar dapat diedukasi, dokter dapat bekerjasama dengan pasien sehingga dapat mengurangi waktu konsultasi, biaya konsultasi dan pemeriksaan penunjang dan dapat menimbulkan rasa percaya diri pada pasien dalam penatalaksanaan infeksi berulang ini.15 2. Terapi antibiotika post koital Bila diduga infeksi saluran kemih berkaitan dengan hubungan seks a aka a at i erikan anti iotika ro aksis ost koita osis tunggal. 3. era i anti iotika ro aksis an ka an an e erian anti iotika ro aksis an ka an an san at e ekti nt k mencegah infeksi saluran kemih rekuren, akan tetapi manfaatnya tidak berlanjut setelah penghentian terapi. Masalah yang sering muncul adalah kepatuhan pasien dan efek samping yang mungkin timbul. e i i an anti iotika ar s i asarkan a a o a k an sensiti tas setempat, toleransi, riwayat alergi pasien dan kehamilan. Lebih baik bila telah i ak kan k t r an i sensiti tas se e n a ari in eksi sa ran ke i episode yang lalu. Pilihan antibiotika lini pertama adalah trimetoprim dan trimetoprim-sulfaetoksa o e e ekti ter a a ke an akan akteri ro ato en se erti o i sa ro ti s e sie a ntero a ter s an rote s s Efek samping yang paling sering timbul adalah reaksi alergi pada kulit dan

229

efek gastrointestinal. Dosis yang dipakai adalah 2 x 160 mg TMP/800 mg se a a ari nt k e iso e ak t ata tri eto ri sat ka i se ari nt k ro aksis er a at tren enin katan resistensi a a en naan ini 5,6 itro rantoin er akan anti iotika a in a a an i nakan nt k ineksi sa ran ke i i an in kan anti iotika ainn a an at e ekti ter a a o i an sa ro ti s e n ai konsentrasi an san at tin i i rin akan tetapi tidak mencapai kadar terapeutik pada sistemik dan tidak dapat i nakan ika a a in eksi a a in a esistensi aran ter a i a a nitrofurantoin karena mempunyai beberapa mekanisme bakterisidal. Dosis yang dipakai adalah 4 x 50 mg selama 7 hari (nitrofurantoin macrocrystals) atau 2 se a a ari nitro rantoin ono rate nt k ro aksis a at 5,8 digunakan 1 x 50/100 mg. Dari golongan cephalosporin, dapat digunakan cefadroxil (2 x 500 mg), cefalexin (4 x 125 mg) selama 5-7 hari.6,8 o on an fl oro ino one an serin i nakan nt k in eksi sa ran kei a aa i roflo a in atiflo a in evoflo a in norflo a in se an kan eno a in o eflo a in an oflo a in aran i nakan Fluoroquinolon mempunyai konsentrasi urine yang sangat tinggi, lebih dari 100 kali lipat kaar as a e aikn a nt k seran an ak t i nakan se a a ari nt k 5,8 ro aksis iasan a i nakan norflo a in ari Fosfomycin tromethamine dapat juga digunakan untuk serangan akut, tetapi tidak dianjurkan nt k ro aksis an ka an an karena a ter a i resistensi osis an digunakan adalah 3 gram sebagai dosis tunggal.5 Untuk terapi antibiotika post koita a at i nakan nitro rantoin e 6,8 a e in ata i roflo a in Penggunaan jus/kapsul cranberry sangat populer untuk mencegah infeksi saluran kemih berulang. Jus/kapsul cranberry mengandung tannin yang a at e awan riate o i se in a en e a er ekatan akteri ke epitel saluran kemih. Uji klinis acak menunjukkan bahwa produk cranberry dapat mencegah rekurensi infeksi saluran kemih dibandingkan dengan plasebo, akan tetapi masih kontroversial mengenai dosis dan pemberiannya karena kurangnya penelitian terkontrol yang ada.5,6

230

Episode akut Diagnosis Klinis Kultur urine Terapi antibiotik empiris Rekurensi ISK Perubahan gaya hidup jus/ekstrak cranberry Rekurensi ISK

Kurang dari 4

4 episode/ lebih

Konstellasi ISK

Episodik ISK

Profilaksi

Post Koital

a ari

ar

Terapi antibiotika mandiri

ke a enata aksanaan in eksi sa ran ke i rek ren rtis i ke

ik ti

an iter e a kan

15

e erian ro iotik se erti a to a i i nt k e er aiki flora nor a vagina sehingga dapat mencegah kolonisasi patogen yang potensial pada urogenital juga menjadi salah satu metode pencegahan infeksi berulang. Uji klinis en an ro iotik ora se an a a e aksanaan i e an a I trial) menggunakan strain Lactobacillus rhamnosus dan Lactobacillus reuteri an i erika erikat en nakan strain t n a a to a i s ris at s Penggunaan probiotik belum dapat dianjurkan sebagai metode yang efektif dalam mencegah rekurensi infeksi saluran kemih sampai penelitian multisen-

231

ter tersebut selesai. Akan tetapi probiotik seperti Lactobacillus sudah banyak digunakan dan dikonsumsi di masyarakat luas sebagai obat over the counter dalam bentuk yoghurt atau minuman probiotik. 3,6 Pemberian hyaluronic acid intravesikal juga diajukan sebagai alternatif pengobatan infeksi saluran kemih rekuren, dimana hyaluronic acid dapat melapisi epitel kandung kemih sehingga dapat mencegah perlekatan bakteri. t i awa en enai a roni a i intravesika te a en n kkan kee ektifannya.16 Metode pencegahan lain dapat berupa vaksinasi. Deteksi adhesi dan reseptor E coli telah menimbulkan ide untuk pengembangan vaksin untuk mena an i roses a esi akteri en ekatan ain se erti ensti asi I dan vaksin yang terdiri dari uropatogen yang mati juga telah diajukan seperti Urovac. Pemberian vaksin terhadap E coli seperti Urovac sedang dalam uji klinis dan telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, vaksin lain seerti si ero ore re e tor Iro oi a va ine oi a asi dalam tahap pengembangan. Vaksin terhadap Klebsiella, Chlamydia, Proteus mirabilis juga sedang dalam pengembangan.16,16 PROGNOSIS Kebanyakan infeksi saluran kemih yang terjadi tanpa komplikasi sehingga prognosisnya cukup baik. Akan tetapi bila disertai komplikasi infeksi saluran kemih bagian atas maka prognosis dapat memburuk, menyebabkan sepsis sampai kematian. e era a ko ikasi an e er erat in eksi sa ran ke i - Adanya defek struktural anatomis, - Adanya obstruksi saluran kemih, seperti urolitiasis, keganasan (kanker kan n ke ii ivertik st a ro enita nor a itas n siona se erti ne ro eni a er refl ks vesi oureteric - Benda asing dan instrumentasi seperti pemasangan kateter menetap, ureteric stent, neprhostomy tube. - Uropatogen multiresisten anntibiotik - In eksi nosoko ia - Kondisi lain seperti diabetes mellitus, kehamilan, gagal ginjal, transplantasi ginjal, imunosupresi.

232

Prognosis infeksi saluran kemih rekuren ini juga tergantung kerjasama dan komunikasi antara pasien dengan dokter (provider pelayanan kesehatan) dimana bila komunikasi berjalan baik maka segala tindakan pencegahan dan pengobatan dapat dipatuhi oleh pasien dengan tujuan pengurangan bahkan pencegahan total episode rekurensi. Daftar Kepustakaan 1.

oos stitis an ret ritis In ar o o taskin e t ook o e a e ro o an ro nae o o artin nit t on on 865-900. 2. o an e rrin rinar tra t in e tion In i en e an risk a tors ea t 3. a iwari rinar tra t in e tion s ita e a roa Indian Academy Clin Med 2001, vol.2, no.4. 4. ar eik e rrent rinar tra t in e tion in wo en 2003;327;1204. 5. e O e on o en s ea t o t e e art ent o ea t an an ervi es ana in a te n o i ate stitis in wo en in t e era o anti ioti resistan e ini a o rier 6. en e rrent stitis in non re nant wo en ini a vien e 7. i n te n o i ate rinar tra t in e tion in wo en n e 8. r ate nti ioti s ro a is or re rrent I in wo en 2004;32. 9. o a ort in ton r a ini a s to s re i tive o re rrent urinary tract infections. Am J Obstet Gynecol 2007;197;74.e1-74.e4. 10. n a ri a I a st o re rrent rinar tra t in e tion a on wo en atten in o t atient e art ent in os ita rina ar as ir In ia ra titioner 11. at o o or e rrent rinar ra t In e tions on kon ra titioner 12. ra wo et a i e ine or ini a are rinar ra t In e tion

233

13.

awrents k Ooi an et a Cystoscopy stos o in wo women en wit with re recurr rent rinar tra t in e tion Int ro o 14. ar o o enness ott ow ose oestro en ro a is or recurrent urinary tract infections in elderly women. B J Obstet Gynecol 1998;105;403-407. 15. i ke ra ti a ana e ent o re rrent rinar tra t in e tions in re eno a sa wo en ev ro 16.

onstantini es ano sakas iko o o os et a recurrent bacterial cystitis by intravesical administration a i a i ot st ro o Int 17. akri as ta as ta an reventin nar tra t in e tions ro e o va ines ro o 18. an revention o re rrent rinar in e tion not era wit an o i e tra t ta ro o i a

234

revention o of hyaluronic re rrent rie ro e o i -

RUPTURA PERINEUM Amir Fauzi Pendahuluan t ra erine er akan ko ikasi ersa inan erva ina an aran ta i seri s n ka ke a iann a ervariasi erkisar i erkisar t ra erine ini ter a i a a saat a irn a ke a a ata a an a a e era a aktor an e en ar rin a antara ain ersalinan dengan bantuan alat seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, persa inan erta a anin esar ka a II a a osisi oksi ito osterior ersisten episiotomi mediana, dan anestesi epidural.1-5 t ra erine i a i aa tin katan tin kat an ise t ruptura perineum ringan, tingkat 3 dan 4 disebut ruptura perineum berat. Meningkatnya kejadian inkontinensia fekal sangat berkaitan erat dengan ruptura erine tin kat III I aik s n tern a t ata ter a at e ek ia nosis ruptura pasca persalinan tersebut penting karena akan menentukan keadaan se an tn a a a kea aan otot s n ter ani an t sete a en a itan ka ruptura perineum kadang masih terdapat inkontinensia fekal yang disebabkan kerusakan nervus pudendus selama persalinan atau proses denervasi saraf otot s n ter ani an ro resi 6-11 Diagnosis ruptura perineum ini bertujuan mengurangi komplikasi ro ekan otot erine ter ta a s n ter ani eksterna an otot s n ter ani interna en an e ikian otot s n ter terse t a at ire arasi se e atn a Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menentukan beberapa faktor yang berhubungan dengan ruptura perineum tersebut sehingga dapat mengurangi efek samping dari ruptura perineum tersebut. Prevalensi Episiotomi merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya tra a erine i In ris e i ari wanita erna en a a i tra a erine saat e a irkan n ka rata rata e isioto i i ervariasi antara 20 sampai 70%, hal tersebut tergantung unit pelayanannya. Di Bean a erkisar In ris an ine ara ro a i r eta i an a sekitar 1,7-12% (2,9-19% pada primipara) yang mengalami ruptura perineum tingkat 3 dan 4.10-14

235

Etiologi Trauma perineum saat persalinan dapat terjadi secara spontan atau setelah tindakan insisi bedah perineum (episiotomi) untuk menambah diameter ara v va Isti a e isioto i se enarn a er k a a tin akan e oton en a enita ia eksterna Isti a erineoto i e i te at i nakan karena iartikan se a ai insisi erine e ara anato i r t ra erine adalah trauma perineum posterior yang diartikan sebagai kerusakan dinding va ina osterior otot erine otot s n ter ani eksterna an interna serta mukosa rektum.5-18 Klasifikasi Dari banyak kepustakaan ternyata sebagian besar penulis masih tidak en ant kan se ara e as k asi kasi ari ro ekan erine serta se a ian a i an a en atakan a wa i a ro ekan terse t sa ai ke otot s n ter ani ik asi kasikan se a ai aserasi tin kat ernan o kk i In ris melakukan survey terhadap praktik spesialis kebidanan dan didapat bahwa ereka en k asi kasikan ro ekan s n ter ani eksterna se a ian ata ko plit sebagai robekan tingkat 2. Ada juga yang menggolongkannya sebagai ro ekan tin kat a a i a ro ekan otot s n ter ani eksternan a ko it 5-22 nt k enstan arkan k asi kasi r t ra erine terse t tan e at 5-26 ran an an k asi kasi se a ai erik t in kat an a aserasi kosa va ina ata k it erine in kat aserasi ter as k otot erine teta i ti ak ter as k otot s n ter ani in kat ker sakan ter as k otot s n ter ani an i a i a i en a i a ro ekan otot s n ter ani eksterna ro ekan otot s n ter ani eksterna ro ekan s a ter as k otot s n ter ani interna in kat ro ekan tin kat an ter as k kosa an s Diagnosis Untuk membuat diagnosis yang tepat sebaiknya penderita diletakkan aa osisi it oto i en an eneran an an k e e n a ar s dimintakan dulu pernyataan persetujuan, dilakukan pemeriksaan melalui vagina dan rektum. Apabila pemeriksaan terkendala karena rasa nyeri dapat diberikan analgesia sebelum dilakukan pemeriksaan.2-30

236

Pemeriksaan dimulai dengan membuka labia dengan jari telunjuk dan jari tengah untuk memastikan seberapa luas robekan dinding vagina serta punak n aserasi ar s teri enti kasi e ian itent kan a a aka laserasi tersebut tunggal atau banyak dan kedalaman laserasi tersebut. Pemeriksaan melalui anus berguna untuk menyingkirkan ada atau tidaknya kerusakan kosa rekt an otot s n ter ani etia wanita ost art ar s dilakukan pemeriksaan colok dubur setelah penjahitan untuk menghindari adanya robekan yang tidak terlihat seperti robekan buttonhole dimana terdapat ro ekan in in va ina en an otot s n ter ani t ka an a isa idapatkan ruptura perineum tingkat 3 atau 4 dengan kulit perineum yang utuh. Untuk itu diperlukan penerangan yang baik pada saat melakukan pemeriksaan en an o ok r nt k en ia nosis a an a ker sakan otot s n ter ani ini harus dilakukan dengan cara perabaan/palpasi dimana telunjuk dimasukkan kedalam rongga anus dan jempol didalam vagina kemudian jari digerakkan seperti memegang pil (pill-rolling motion). Apabila masih tidak jelas, aka en erita is r nt k en kontraksikan otot s n ter ani er e aan kontraksi akan terasa dibagian depan. Karena otot tersebut berkontraksi maka n aserasi akan tertarik keara n otot s n ter ani eksterna Otot s n ter ani interna a ar s ii enti kasi an ire arasi tersen iri Otot s n ter ani interna ini merupakan otot polos dan warnanya lebih pucat dibanding denan otot s n ter ani eksterna osisi n otot ini an a e era a i i eter roksi a ari n ista otot s n ter ani eksterna 5-33 Penatalaksanaan es ai en an ia nosis an i at r t ra tin kat tin kat ata aka enan anann a a a a se a ai erik t a a r t r tin kat I an II cukup dilakukan reparasi di kamar bersalin sedangkan untuk ruptur 3 dan 4 idialnya dilakukan dikamar operasi karena butuh suasana yang aseptik, penerangan yang cukup serta peralatan yang memadai, sedangkan ruptura tingkat 1 dan 2 cukup dilakukan dikamar bersalin. Untuk mendapatkan hasil penjahitan s n ter an aik i er kan anestesi an a ek at 9-35 t ra erine tin kat a at ter a i a a ersa inan an ti ak i ak kan episiotomi atau karena pelebaran luka episiotomi mediana. Pada tingkat ini se ain otot erine a terkena a a a otot s n ter ani eksterna a n interna baik sebagian maupun seluruhnya. Langkah awal penjahitan adalah

237

en ari n otot s n ter ani an ro ek i ana iasan a n otot tersebut tertarik kepinggir luka. Otot ini tampak berbeda dari jaringan sekitan dimana seratnya lebih kasar dan berwarna lebih gelap. Pada otot yang utuh ata se a ian sa a an ro ek i enti kasin a a at en an ara era a otot tersebut atau dapat juga dengan cara menyuruh penderita tersebut mengerutkan otot s n tern a er tan otot terse t a at ter i at ata a at erasakan kerutannya bila jari berada didalam rongga anus. Cara ini tidak dapat dilakukan bila penderita dalam keadaan anesthesia spinal atau blok pudendal. ete a otot ii enti kasi otot terse t i e it en an k e is an i ekatkan n n a sat sa a ain n otot s n ter ani eksterna terse t i a it secara terputus dengan metoda end to end atau overlapping. Kemudian dilakukan colok dubur untuk memastikan tidak ada jahitan yang menembus kosa rekt karena a at en e a kan in eksi an st a e an tn a luka tersebut dijahit seperti penjahitan ruptura perineum tingkat 2 atau luka episiotomi.8,9,10,36,37 Berbeda dengan ruptura perineum tingkat 3, ruptura perineum tingkat 4 s a en a ai kosa rekt ete a kan a teri enti kasi aka i ak kan penjahitan mukosa rektum secara terputus kemudian dilakukan penjahitan otot s n ter ani interna se ara ter t s ata e r ete a it i an tkan re arasi otot s n ter ani eksterna se ara en to en ata over a in 8,9,10,27,33 Pemilihan bahan untuk penjahitan ruptura perineum biasanya adalah bahan yang diserap untuk dinding vagina dan otot seperti benang kromik, bahan yang tidak diserap sudah lama ditinggalkan atau tidak dipakai lagi. Pada saat ini digunakan bahan sintetik yang lambat serap (sekitar 63 hari) seperti poliglaktin atau asam poliglikolat. Oleh karena bahan tersebut lambat diserap kadang-kadang penderita mengeluhkan nyeri pada saat senggama. Untuk menghindarkan keluhan tersebut digunakan bahan sintetik cepat serap (42 6,8,9 ari ait ono a en ter ta a nt k en a it k it erine Ukuran benang yang digunakan biasanya no. 0 atau 2/0 untuk benang kromik dan 2/0 atau 3/0 untuk poliglaktin dan asam poliglikolat. Pemilihan ukuran jarumpun berperan terhadap penyembuhan luka pada perineum disamping jenis dan ukuran benang. Pemilihan ukuran/dimensi jarum ini penting untuk menurunkan trauma terhadap jaringan. Jarum dan benang yang dipakai adalah yang atraumatika dimana benang langsung menempel dipangkal jarum

238

sehingga pada saat melewati jaringan tidak menimbulkan trauma. Dimensi jarum yang dipakai adalah multipurpose atau tapercut dengan setengah lengkung dan panjang 30-40 mm. Perawatan pascatindakan reparasi Menjaga kebersihan perineum, pemberian analgetik lokal dalam bentuk semprot, krim atau gel atau sistemik seperti parasetamol, antiradang nonsteroid. Pada ruptura perineum 3 dan 4 hindari pemakaian obat obatan perrektal karena dapat menyebabkan iritasi, menimbulkan rasa tidak nyaman dan mengganggu penyembuhan luka. Juga pemberian analgetik yang mengandung kodein lebih baik dihindari karena dapat menimbulkan konstipasi yang memicu regangan luka perineum sehingga luka dapat terbuka kembali. Pemberian antibiotika pasca penjahitan ruptura perineum ini sampai sekarang masih menjadi kontroversi, apabila diberikan dapat menggunakan antibiotika berspektrum luas selama 5-7 hari, terutama ditujukan untuk bakteri E.coli Pasien dianjurkan mengkonsumsi diet tinggi serat dan diberikan pelunak feses peroral selama 10-14 hari seperti laktulosa atau susu magnesium dan dapat pulang dari rumah sakit bila sudah dapat buang air besar.6,8,9,24,25,30 ete a en erita an ari r a sakit en erita ke a i sete a 1 minggu untuk kontrol tentang keluhan dan keadaan luka perineum. Bila semuannya baik penderita kembali kontrol kedua pada minggu ke 6. Pada asien ini i ak kan e eriksaan i ita nt k en eta i ton s s n ter ani ata i ak kan e eriksaan trasono ra nt k en eta i a a ata ti akn a ker sakan otot s n ter ani terse n i a a en erita e nai ke an an rin an ata a a ite kan ker sakann a rin an iperlukan latihan otot dasar panggul, sedangkan penderita yang mempunyai ke an erat ata ker sakan s n ter ani an esar erti an kan nt k dilakukan reperasi tiga bulan pasca reparasi pertama.6,8,9 Simpulan t ra erine a at ter a i a a er a ai tin katan ari an rin an tin kat an sa ai erat tin kat an t ra erine ini ter a i saat roses lahirnya kepala atau bahu. Keberhasilan penjahitan luka ruptura perineum ini banyak ditentukan oleh beberapa faktor seperti diagnosis yang tepat, penjahitan yang benar serta perawatan pasca penjahitan yang baik dan benar.

239

Daftar Kepustakaan 1. i ia s a es isk a tors or reak own o erinea a eration re air a ter va ina e iver O stet ne o 2. i os a a akris nan i eren es in o t o es a ter t ir vers s o rt e ree erinea a eration re air ros e tive st O stet ne o 3. ar ia o ers i a a erer oak ri ar re air o o stetri ana s in ter a eration ran o i e tria o two s r i a te ni es O stet ne o 4. o ri e renas Osorio en e O eta e e tive vs routine midline episiotomy for prevention of third- or fourth-degree lacerations in n i aro s wo en O stet ne o e 285.e4. 5. akar enner nato o t e erine an t e ana a in ter In tan akar enner e s erinea an ana s in ter tra a ia nosis an ini a ana e ent on on rin er er a 6.

7. 8. 9. 10.

11.

12.

240

r k aran a resentation a osition e a o e vi is ro ortion an o stetri ro e res In on s e ew rst s te t ook th of obstetrics and gynaecology. 7 e assa setts a kwe is in nnin a eveno oo I a t o se et a ird liams Obstetrics. 23 e ew ork raw i e i a is et o se erinea re air e ai e avis e k anai stra ia t ar in erinea s t rin works o akarta n i nato o t e e vi vis era In ent n i wi t e s Oster ar s ro ne o o an e vi floor is n tion th 6 e i a e ia i in ott i ia s i kins Haslam J. Physical and physiological changes of labor and the puerperi In ant e as a arton siotera in o stetri s an gynecology. 2nd e on on tterwort eine ann n io i o e arin O ant aria O ivan evere erinea a erations rin va ina e iver e niversit o ia i e eri-

en e O stet ne o 13. a s oone ton otson In i en e o t ir e ree perineal tears in labour and outcome after primary repair. British Journal o r er 14. i o son arr a e osen een a ones The impact of the active management of risk in pregnancy at term on irt o t o es a ran o i e ini a tria O stet ne o 15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

e e ow er rrows ro n e er isk a tors or ri ar an s se ent ana s in ter a erations a o arison o o orts arit an rior o e o e iver O stet ne o e1-344.e5. a ron a e ess O erative va ina e iver o arison o forceps and vacuum for success rate and risk of rectal sphincter injury. O stet ne o is a kwe nee e o r er en ri oko O erative va ina e iver an i ine e isioto a o ination or t e erine O stet ne o e ist e en in er e k in er erwenka an o O, Keckstein J. Factors predicting severe perineal trauma during childirt o e o or e s e iver ro tine o ine wit e io atera e isioto O stet ne o a art r a art r In i en e severit an eter inants o erinea ain a ter va ina e iver ros e tive o ort st O stet ne o Marchand MC, Corriveau H, Dubois MF, Watier A. Effect of dyssynergic defecation during pregnancy on third-and fourth-degree tear durin a rstva ina e iver a ase ontro st O stet ne o e kenna ster is er e tive esarean e iver or woman with a previous anal sphincter rupture. Am J Obstet Gynecol a erer oak eso o ers o inin e orin MH. A prospective cohort study of women after primary repair of ob-

241

tetri ana s in ter a eration O stet ne o 23. o o i ar a onnier a er erinea a roa to vas ar anato rin transo t rator sto e e re air O 712. 24. a nne va atin t e e vi oor in O stetri atients st O stet nae o 25. a i I o ansson rnste stroe t re o t e s in ter ani t e re rren e rate in se on e iver O 26. a sk essin etkova av ev osenak o ner e nikier a e ost art eva ation o t e ana s in ter transperineal three-dimensional ultrasound in primiparous women after vaginal delivery and following surgical repair of third-degree tears by t e over a in te ni e traso n O stet ne o 27. Woodman PJ, Graney DO. Anatomy and Physiology of the Female Perinea o it e evan e to O stetri a In r an e air in nat 28. Orno AK, Marsal K, Herbst A. Ultrasonographic anatomy of perineal structures during pregnancy and immediately following obstetrics injury. traso n O stet ne o 29. oen e t ers a tri ers ekkers esta e wissen ir e ree o stetri s erinea tear on ter inia an n tiona res ts a ter ri ar re air ritis o rna o r er 30.

in er te o wer vi an en riksen ost art erinea re air er or e i wi es a ran o i e tria o arin two s t re te ni es eavin t e skin ns t re O 31. inta an aa a k a i arvinen kkonen ea e s in ter re air or o stetri r t res na sis o ai re o ore ta isease 32. o inson orwit o en rat ie er an isioto o erative va ina e iver an si ni ant erinea tra a in n i aro s wo en O stet ne o 33. n ist O sson issen or an Is it e essar to t re a erations ter a ina e iver I

242

34. Ok r ka in a e ran o k rt enito rinar tra t in ries in ir s ritis o rna o ro o 35. nt on iten i k on ervan an i sse erkerk Episiotomies and the occurance of severe perineal lacerations. BJOG 36.

e in en e e

a en tria

37. orne att iesen in r ten ears a ter s

iven O

oes erinea s t rin

ake a i er-

o a er O stetri ana s in ter e tive an o e tive on ter e e ts O

243

FISTULA REKTOVAGINAL Rahajeng

Pendahuluan enan anan tra a o setrik i ne ara erke an se erti i In onesia ini masih kurang memadai, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. a a sat ko ikasi o setrik a a a st a a a n a n a se ikit namun merupakan masalah yang paling mengganggu dan memalukan bagi wanita yang menderitanya sehingga jarang mencari pertolongan. a a sat ent k st a o setrik a a a st a rektova ina reva ensi st a rektova ina san at ren a ait erkisar na n st a ini memberikan dampak yang serius dalam kehidupan seorang penderita. Banyak penderita bercerai dari suaminya akibat gangguan senggama dan terisolir dari ke iatan sosia as arakat karena en erita st a rektova ina 1 Untuk itu ineko o it nt t en atasi ro e an i a a i en erita st a ini eer asi an nt k e er aiki st a terse t ti ak an a ter ant n kea ian operator, namun ditentukan pula oleh besar, lokasi, teknik operasi yang dipilih, serta perawatan pasca operasi. Definisi e nisi st a rektova ina a a a a an a n an antara rekt an 1 vagina. Fistula rektovaginal jarang mengalami penyembuhan spontan karena adanya komunikasi antara kavitas dengan tekanan positif (rektum) dan kavitas dengan tekanan negatif (vagina).2 Meskipun kasus ini jarang, yaitu 5% ari kese r an st a na n er a ak ter a a k a itas i seseoran en e a terserin ari st a rektova ina a a a tra a o setrik ait se an ak ari kas s st a rektova ina en e a ainn a ait kon enita infla asi neo as a an atro enik roses 3 e a a an ia a i asien er a ke arn a flat s eses a n s ari va ina e a a ini ter ant n ari etio o i okasi an as ari st a e ain it i a atkan e a a er a kes itan en kontro flat s an eses er rektum pada beberapa pasien. Insiden Insi en st a rektova ina san at aran reva ensin a a a a

244

sampai 0,08% dari keseluruhan persalinan transvaginal. Pada negara berkeman reva ensi ini e i se ikit na n i rika an sia e atan asi meningkat karena kurangnya fasilitas medis yang memadai. Diperkirakan ada ta wanita i rika an sia an en a a i st a rektova ina an 4 tidak tertangani. Di Afrika, insiden dapat mencapai 0,12% pada daerah rural. Pada baian a ara ter a at kas s st a o setrik ter as k st a rektova ina a a ta n e an akan en e a st a o setrik ini a a a ersa inan a et ersa inan a et an en e a kan st a a erkaitan en an r i saat ersa inan ter a i ene itian an i ak kan i i eria a ir kas s st a erasa ari i er sia sa ai ta n e ankan i tio ia ari ersa inan eni kan st a an a oritas pada ibu berusia dibawah 20 tahun. Hampir seluruh kasus ini terjadi pada primipara.5 e an kan i In onesia sen iri kas s st a rektova ina an ia atkan i a a a sat kas s tia ta n erasa ari wanita sia 21-30 tahun, 90% merupaka primipara dan dilakukan episiotomi. Penyebab st a rektova ina isini aki at en a itan e isioto i an k ran aik 6 Etiologi en e a st a rektova ina er a a a a antara ain teran 7 k a a ta e i awa ini a e en e a st a rektova ina Kategori Trauma obsetrik

Kondisi 1. Pemanjangan kala II 2. Episiotomi medialis 3. Laserasi perineum

Benda asing

1. 2. 3.

Pesarium vagina Coitus dengan kekerasan Pelecehan seksual

Mekanisme 1. Nekrosis karena tekanan pada septum rektovaginal 2. Ekstensi langsung ke dalam rektum 3. Laserasi perineum 1. Nekrosis karena tekanan 2. Perforasi mekanis 3. Perforasi mekanis

245

Latrogenik

1. 2. 3. 4. 5.

Histerektomi Anastomosis kolorektal dengan staple Eksisi transanal dari tumor rektum Enema Bedah anorektal (ex: insisi dan drainase abses intramural

1. Perlukaan pada dinding rektum 2. Garis staple yang mengenai vagina 3. Batas yang dalam dari reseksi anterior ke dalam vagina 4. Perforasi mekanik 5. Perforasi mekanik

Inflamasi

1. 2. 3. 4.

Penyakit Chron’s Radiasi pelvis Abses pelvis Abses perirektal

1. Perforasi inflamasi transmural 2. Nekrosis tumor dini 3. Inflamasi transmural lambat 4. Inflamasi transmural lambat

Keganasan

1. 2. 3. 4. 5.

Rektal Servikal Uterus Vagina Tumor primer atau rekuren

Pertumbuhan tumor lokal ke dalam struktur yang berdekatan

Dari semua penyebab di atas penyebab terbanyak adalah trauma obsetrik. Fistula yang terjadi akibat malformasi kongenital tidak dibicarakan dalam pembahasan ini. Patofisiologi ato sio o i ari st a rektova ina ervariasi er asarkan etio o in a an te a kita a as i atas ato sio o i st a rektova ina se ara aris esar a a a aki at tra a o setri tra a ainn a infla ator owe isease infeksi, dan neoplasma. 1. Trauma obsetri Trauma obsetri dapat terjadi akibat trauma langsung atau akibat kerusakan jaringan dasar pelvis. Trauma langsung pada badan perineum dan sept rektova ina er akan en e a terserin st a rektova ina i ne ara berkembang.8 Laserasi perineum yang terjadi saat persalinan, terutama episioroktoto i er akan re is osisi ari st a rektova ina aserasi erineum ini sering pada primigravida, kelahiran yang terlalu cepat, dan pemakaian

246

orse ata vak ekstraksi e ain it ke a a an ia nosa ata er aikan dari laserasi perineum serta infeksi sekunder menyebabkan peningkatan resiko ter a in a st a rektova ina art s a et en an tekanan a a se t rektovaginal dapat menyebabkan iskemik dan akhirnya nekrosis pada bagian terse t se in a ter ent k st a 9 2. Trauma lainnya ra a ainn a an a at en e a kan st a rektova ina a a a akibat benda asing, contohnya penggunaan pesarium yang sudah lama tidak diganti.8 e ain it oit s en an kekerasan ata e e e an seks a a a at en e a kan st a rektova ina ra a aki at e e a an ata atro enik a a at ter a i na n kas sn a san at aran onto st a an ise a kan tra a atro enik a a a st a sete a isterekto i aki at er kaan pada dinding rektal anterior, anastomosis kolorektal dengan staple, eksisi transana t or re ta e a anorekta an ain ain Insi en st a rektovaginal akibat operasi dan latrogenik berkisar 2-24%.10 3. Penyakit radang usus (Inflamatory bowel disease) Infla ator owe isease an o itis erati erkaitan en an st a rektovaginal. Fistula ini bisa timbul secara primer, atau merupakan komplikasi ari eriana se sis e ain it st a rektova ina erkaitan en an ti n a 9 abses perirektal. 4. Infeksi en e a in eksi an serin eni kan st a rektova ina a a a in eksi kri to an ar en e a ainn a an a a at eni kan stula rektovaginal menskipun jarang adalah tuberkulosis, limfogranuloma venereum, dan skistosomiasis. Divertikulosis merupakan penyebab tertinggi st a rektova ina etak tin i an enin kat resikon a a a wanita an pernah menjalani histerektomi.11 5. Neoplasma eo as a a at en e a kan st a rektova ina se a ai aki at ekstensi ata er asan t or se ara an s n en rekt e ain it dapat diakibatkan oleh terapi dari neoplasma itu sendiri yaitu radiasi pelvis pada kanker endometrium dan kanker serviks. Fistula dapat terbentuk setelah enam bulan sampai dua tahun setelah terapi.9,11

247

Klasifikasi an ak siste an i akai en a i asar k asi kasi st a rektova ina a a sat n a er asarkan siste anato is an serin i nakan o e ahli bedah5,10,13 asi kasin a ait 1. ist a rektova ina etak tin i a a a st a an ter a i antara sepertiga atas vagina, dekat dengan servik dengan sepertiga tengah rektum. Disini vagina hanya tertutup sebagian peritonium. 2.

ist a rektova ina etak ten a a a a st a an ter a i antara sepertiga tengah vagina dengan sepertiga bawah rektum. Pada bagian ini vagina dan rektum hanya dibatasi oleh septum tipis. 3. ist a rektova ina etak awa ata ista a a a st a an terjadi antara vagina dengan rektum bagian distal atau dengan anus. e ain it ter a at k asi kasi ain an e a i en a i st a rek14 tovaginal simpel dan komplek. en e asan sin kat tentan k asi kasi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. a e asi kasi st a rektova ina Fistula rektovaginal simpel

Fistula komplek

rektovaginal

Lokasi

Vagina bagian tengah atau bawah

Diameter fistula

< 2,5 cm

>2,5 cm

Penyebab

Trauma Infeksi

Inflamatory bowel disease Radiasi Neoplasma Partus macet Kegagalan terapi sebelumnya

Vagina bagian atas

Diagnosa ene akan ia nosa st a rektova ina en an en ekatan ana nesa an en ka e eriksaan sik an te iti an e eriksaan en n an ainnya. Hal ini dilakukan untuk menentukan ukuran, lokasi, dan etiologi dari st a rektova ina an akan en asari enent an teknik er aikan st a rektovaginal. Anamnesa yang dilakukan meliputi gejala-gejala yang dirasakan pasien.

248

ist a rektova ina e erikan ke an er a en e aran flat s an e es melalui vagina. Pasien juga dapat mengalami vaginitis atau cystitis. Vaginal is ar e en a i er a s k a a e era a asien a n a a e era a asien a serin asi to atik ter ta a iika st a ter etak san at ista 8 e eriksaan sik an a at i ak kan e i ti e eriksaan erineum, lubang anal, rektal, dan vagina. Pada kulit perineum apakah didapati dimpling (cekungan) perianal atau adanya dovetail sign (tanda ekor merpati) yaitu lipatan perineum ke posterior menuju lubang anus dengan mukosa halus pada sisi anteriorn a ini er akan tan a a an a an an s n ter ana ata a a at en a arkan a an a st a e eriksaan rekt e i ti inte ritas s n ter an s arin an sekitar st a an a a ti akn a a ses ata assa ita ar s e i te iti a a e eriksa okasi okasi an serin eni kan stula seperti sepanjang jaringan parut vagina atau perineum setelah episiotomi ata aserasi ersa inan an inea entata ata te i s erior ari s n ter ana eksterna. Dapat juga dilakukan probing menggunakan probe lakrimal untuk en eta i int ari st a 15 Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan metode yang bermacam-macam, dari yang sederhana hingga menggunakan tekhnologi mutakhir. Pemeriksaan penunjang yang sederhana dengan menggunakan tampon vagina yang diletakkan pada vagina, lalu memasukkan methylen blue ke dalam rektum, evaluasi tampon setelah 15-20 menit. Jika methylen blue tersera ke a a ta on aka i ri ai a an a st a 8 Cara sederhana lainnya adalah dengan memasukkan udara ke rektum melalui proktoskopi, dan mengisi vagina dengan salin atau air hangat, jika didapatkan gelembung udara a a va ina aka i ri ai a an a st a rektova ina 10 Pemeriksaan yang lebih canggih digunakan untuk mengetahui lokasi st a en an en nakan ari ene a ata i ro en eroksi a an i as kkan en an an iokateter e ain it a at en nakan en oana traso n an iin ikasikan nt k en i enti kasi aserasi s n ter an ter a i ersa aan en an st a 10 Pemeriksaan dengan sigmoidoscopy atau o onos o i ak kan ika i ri ai a an a infla ator owe isease s an a a at e er i atkan a an a infla asi eri st ar 8 Penatalaksanaan 1. Terapi Medis

249

aa n se a ian a i er en a at a wa st a rektova ina ti ak dapat menutup sendiri tanpa operasi, namun terapi medis perlu dilakukan. e a ian ke i st a rektova ina an er ia eter ke i aki at tra a o setrik ataupun trauma operasi dapat sembuh sempurna dengan perawatan.8 era i e is nt k ak t st a rektova ina aki at tra a an ko ikasi st a aki at in eksi sek n er a a a en an rainase a ses ika idapati abses, dan diberikan antibiotik yang adekuat. Antibiotik biasanya diberikan secara intravena, agar dapat mencapai jaringan yang dimaksud. Jarin an akan e aik a a ena sa ai a e as in e ain it o ikasi iet en an s e entasi serat a at en ran i e a a se a a erio e en e an ika st a en t an se se rna aka ti ak er tera i e i an t a a st a an eneta na n arin an s a ti ak a i ter a at tan a tan a infla asi an s a ti ak kak aka a at i ak kan 8 terapi bedah. 2. Persiapan Operasi ersia an o erasi e i ti er aikan kon isi asien aik sik a n enta e e e ak kan o erasi aka ar s s a itent kan etak esar an o i isasi ari st a 1 Fistula pada saat akan dioperasi sudah tidak ada tanda-tanda radang, artinya proses peradangan telah teratasi pada saat tera i e is e a ai tin akan ro aksis a at i nakan anti iotik intravena baik untuk teknik operasi lokal maupun transabdominal.Persiapan ainn a er a e asan an kateter ke a a vesiko rinaria ro aksis terhadap tromboemboli vena dengan pemberian heparin.8 3. Waktu Pelaksanaan Operasi e an akan a i e ak kan o erasi en t an st a an as a st a a n a a e era a en a at a i ait o ins ent an ones e ak kan o erasi re arasi st a a a in ke a an ke ti a sete a penderita diterapi kortison 100 mg tiap hari selama 10 hari. Prosedur ini diak kan ter ta a nt k st a aki at tra a o setri a n en a at ini asih belum diterima secara umum.1 4. Teknik Operasi Fistula rektovaginal dapat diperbaiki dengan berbagai teknik operasi. eknik an i i i er asarkan enis okasi esar ia eter st a etio ogi, serta keahliaan operator. Fistula rektovaginal simpel biasanya dilakukan

250

er aikan en an eto e st e to an s in tero ast se a ai i i an awa tera i era i ini a at i an tkan en an re ta fla en t an st a tranre ta ata n va ina fla en t an st a transva ina an a at pula kombinasi keduanya jika terapi awal kurang memuaskan.2 Jika dilihat ari okasin a aka st a rektova ina etak ren a a at i er aiki en an metode transvaginal, transanal, dan transperineal.10 a a st a rektova ina an ko eks aki at erative o itis aka penanganannya tergantung keaktifan dari penyakitnya. Jika telah mengenai rektum maka perlu dilakukan proctocolectomy terlebih dahulu kemudian diak kan va ina fla se a ai in ikasi karena kita ti ak o e e e a a a kosa an en a a i infla asi a a ron s isease a iin ikasikan 2 er aikan en nakan va ina fla ika ti ak er asi an i a ati st a letak tinggi maka dilakukan teknik operasi transabdominal, karena teknik operasi transa o ina se ara iin ikasikan nt k st a rektova ina 10 letak tinggi. Perbaikan transperineal sering dilakukan oleh ginekolog untuk kasus st a rektova ina etak ren a isertai aserasi erine an serin ise8 babkan trauma obsetri. Perbaikan transperineal terkadang melibatkan muscular graft. Otot yang dapat dipakai antara lain musculus gracilis (graciloplasty)16 dan musculus bulbocavernosus.17 eknik o erasi nt k er aikan st a rektova ina ter s erke an etia teknik e n ai ke e i an an kek ran an a ai saat ini ti ak ada satupun teknik yang lebih unggul dari teknik yang lain. Perkembangan ene itian tentan teknik er aikan st a rektova ina ter s erke an hingga saat ini. 4.1. Teknik Operasi Transvaginal Teknik ini sering digunakan oleh banyak ahli bedah dan ginekologis unt k enan ani st a rektova ina etak ren a an serin ise a kan o e tra a o setri a n resiko ke a a an k tin i karena akan ter ent k 10 ona ertekanan tin i a a rekt Untuk itu teknik ini hanya dilakukan nt k st a etak ren a en an ia eter ke i an erine an intak 8 Untuk dilakukan operasi transvaginal, pasien berada pada posisi litoto i an a a anastesi e er st a inaikkan ke a a va ina ke ian i at a sa ai ti a a itan e in kar nt k en t st a ist a i a-

251

sukkan lagi ke dalam rektum, kemudian mukosa vagina disatukan dan diperbaiki lagi dengan dijahit.8 e ain teknik an te a ise tkan ini asi a a teknik transvaginal yang lain. 4.2 Teknik Operasi Transrektal eknik o erasi transrekta e n ai ke nt n an ait s n ter ana ti ak er iinsisi akses en st a etak ren a aik an fla rekt a e i a i an in kan fla va ina karena kosa rekt a e i mudah bergerak (mobile). Prosedur ini dilakukan dengan posisi prone, dan a at i ak kan en an anastesi re iona Ini er akan eto e o erasi an aik ika ti ak i a atkan inkontinensia an e era s n ter asi ari teknik operasi ini memuaskan asalkan sesuai kriteria pemilihan. Angka keberhasilan sama dengan teknik operasi transvaginal, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan transperineal.18 4.3 Teknik Operasi Transperineal eknik o erasi trans erinea iasa i ak kan ika st a rektova ina isertai en an e siensi erine an e era s n ter eknik ini i ak kan a a asien an en a a i ke an st a rektova ina an inkontinensia feses. Teknik transperineal dilakukan dengan cara membuat insisi pada perineum melewati vagina dan rektum. Fistula ditutup dari kedua sisi, yaitu sisi va ina an sisi rekt ete a st a tert t aka i ak kan re arasi erine an s n ter ika ti ak ter a at inkontinensia eses teknik o erasi trans erinea k i ak kan evato asti tan a e e a an s n ter 13 4.4 Teknik Operasi Transabdominal eknik o erasi transa o ina se ara i akai nt k st a rektovaginal letak tinggi. Fistula letak tinggi ini sering berasal dari neoplasma, ra iasi ata infla ator owe isease eknik o erasi isa i ak kan en an atau tanpa reseksi usus.8 Teknik operasi transabdominal dilakukan tanpa reseksi usus jika jarin an s s an arin an sekitar st a asi nor a o erasi an i ak kan an a en t en eksisi st a an en t st a ari rekt an vagina. Terkadang dapat dilakukan interposisi dari jaringan lain yang sehat, tersering dari omentum untuk perbaikan dan pemisahan sambungan jahitan.8 Teknik operasi transabdominal dilakukan dengan reseksi usus, jika dia ati a an a arin an an a nor a karena ra iasi infla asi ata neo as-

252

a er aikan st a akan a a ika ti ak isertai reseksi arin an a nor a ini.8 Perawatan Pasca Operasi ete a o erasi asien i erikan iet akanan nak tan a serat ata akanan air serta i erikan e nak eses nti iotik ro aksis a at iberikan peroral, antibiotik yang diberikan berupa antibiotik dengan spektrum luas 3-5 hari pasca operasi.8 va asi er aikan st a e i at a aka a aka e a a st a an rek ren na n ti ak o e i ak kan e eriksaan dalam selama perawatan. Lakukan observasi pada prilaku usus besar selama pasca operasi.1 Komplikasi Operasi Komplikasi yang sering pada teknik operasi perbaikan secara lokal (transvaginal, transanal, transperineal) adalah infeksi yang mengancam kegaa an er aikan st a o ikasi ainn a an aran a a a er ara an nyeri pasca operasi, dan retensi urin.19 e an kan a a teknik o erasi transa o ina ko ikasi an serin juga berupa infeksi seperti infeksi traktus urinarius, iskemik kolon, abses, dan strikt r to a it t an sete a o erasi en an erin atan ke a a pasien bahwa pasien akan mengalami diare dan inkontinensia selama 2-3 bulan setelah penutupan.10 Daftar Kepustaka 1. ni a ist a vesiko va ina k ar ro ineko o i akarta a ian ro ineko o i ekonstr ksi a ian O setri ineko o i I 2. evesa evesa e as o et a eni n re tova ina st as ana e ent an es ts o a ersona series e o o ro to 3. 4.

5.

san ot en er e tova ina ist as era e ti o tions r in or ea t Or ani ation e art ent o akin re nan a er Obsetric Fistula. Guiding Principles For Clinical Management and Programme Development.2006. o ea ar en o ar ar a o a r en O O str te a-

253

6.

7. 8.

9. 10.

11. 12. 13. 14. 15. 16.

17.

18.

254

o r in e ear or ea t Or ani ation eneva sk an antoso I et a enata aksanaan ist a ekto a ina i r i to an nk s o In ones O stet ne o enson t as o ini a ne o o ro ne o o an e onstr tive e vi r er o i a e ia rrent e i ine enkates a an arson et a nore ta o iations o a ina e iver issease o on e t 41 akini an e tova ina ist a e e i ine ini a e erence. 2006 or an e tova ina an e to ret era st as o on e th ta r er e i a e ia i in ott i ia s i kins 333-345 ei e i ia s e tova ina ist a r er o t e n s e t o on nd e on on a n ers th wart en er a owa rin i es o r er ed. nite tates o eri a raw i inner s e nterova ina ist a an iots s o ina th Operations. 11 e raw i ot en er o er e ana e ent o e tova ina ist ae r in a er or ne ree I et a o ore ta r er I strate o sse roa os ear ook i as ankaev eran a e ner ra i o ast or e to ret ra e tova ina an e tovesi a ist as e ni e Overview it a s an o i ations e o o ro to rin er itrat ara a rat a ran is an a aran ontanes e tova ina ist a an e air sin o avernos s s e a e o o ro to e erton ist a in no In ei e a i e erton t as o o ore ta r er ew ork r i ivin stone 1995. 111-8.

19.

o son ea e a ina O t et e to e e ae a In ontinen e an e tova ina ist a In o son o k e s ein e s O erative ne o o i a e ia i in ott o Pp 967-9

255

INKONTINENSIA FEKAL Junizaf Difinisi Inkontinensia eka a a a keti ak a an nt k en ontro ke arnya gas, cairan atau feses yang padat melalui anus. Inkontinensia eka sen iri aran en e a kan ke atian akan teta i kas s ini dapat menyebabkan distress yang besar pada pasien, keluarga, higiene persona teriso asi ari in k n an an ke i an an ar a iri Ia erasa san at malu untuk mengatakan bahwa ia menderita inkontinensia fekal, sehingga angka prevalensi inkontinensia fekal cukup rendah yaitu 0.3-2.2%.1 Hal ini tentu tidak baik, karena kasus inkontinensia banyak yang dapat diobati dengan baik sehingga kualitas hidup mereka akan dapat ditingkatkan. Patofisologi Ada 2 komponen yang berperan penting dalam timbulnya inkontinensia eka ini ait 1. n ter ani 2. Otot puborektalis 1. n ter ni 1,2,3,4,5 e ara anato i s n ter ani ter iri ari a ko onen a. n ter ani interna an ter iri otot o os b. n ter ani eksterna an erasa ari otot rik ontraksi otot s n ter ani interna an a at erta an a a a at e bantu penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat terjadi kontinensia se a a a ter as k wakt ti r n ter ani eksterna akan e ant s n ter ani interna a a saat saat tertent an en adak; dimana tekanan abdominal meningkat seperti pada batuk, berbangkis an se a ain a kan teta i ant an s n ter ani eksterna ini san at ter atas, karena otot ini akan menjadi lelah dalam waktu 60 menit kemudian. er a sa a s n ter ani interna an eksterna akan e ent k aera an se ara sio o i e n ai aera en an tekanan tin i se an an 1,6,7 2. Otot Puborektalis Otot puborektalis akan membentuk sudut anorektal dengan sling sekeliling pada posterior dari hubungan antara anus dengan rektum, hal ini yang

256

berperan penting untuk mengontrol feses yang padat. ontraksi an ter s ener s ari s n ter ani interna er eran entin untuk mengontrol feses yang cair. Bantalan anus yang dapat memberikan sejumlah faktor yang tetap pada tekanan anus menurut aliran darah yang mengalir pada arteriovenusus, er eran entin a a en ontro flat s er asa a antara s n ter ana yang komplek dengan fungsi rektal yang normal dibutuhkan untuk mempertahankan kontinens yang wajar. Dinding rektum mengembung untuk menampung feses selama feses masuk rektum dan ini mengurangi peningkatan tekanan, pekerjaan ini bersamaan dengan tekanan tinggi daerah s n ter ani se in a eses a at ita n ter ta a an a at an menunda pengeluaran sampai waktu yang tepat. at ken ataan kontinensia ter ant n atas koor inasi ari akti tas sa ran astrointestina e vi floor an s n ter ani serta kontro dari susunan saraf pusat. Kebanyakan waktu kontinensia dipertahankan oleh keadaan dibawah sadar (sub consious), tetapi kontrol volunter juga mempunyai peranan penting dalam penundaan pengeluran feses selama keadaan tak menyenangkan. Etiologi Inkontinensia n kin ter a i i a a a ses at a ian ari ko eks mekanis kontinensia diatas dipengaruhi oleh bermacam-macam patologis. Penyakit pada colon, rektum, anus, persarafan di daerah rektum dan anus yang tidak baik, mungkin dapat menyebabkan inkontinensia fekal dan etiologi yang serin ter a i antara ain 1. e ainan ata en akit sara ata e ro o i 1 a. Lesi di daerah sulkus yang menyebabkan kerusakan pada otot e vik floor an s n ter ani b. Perubahan degeratif dan usia, mungkin menyebabkan kegagalan sensori an ke e a an otot s n ter ani c. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus yang menyebabkan penyakit autonum neuropati d. en akit siste ik an ain se erti arkinson ti e k erosis iotonik istro an ain ain 2. Kelainan bawaan kolorektal

257

a. Anus inferforata, agenesis rektal, Hirschsprungs desease dan koreksi yang tak sempurna dari kelainan yang di atas. b. a an serati ko itis ro ns ko itis c. ist a no va ina st a d. Tumor rektum 3. er sakan s n ter ani an e vi floor karena 1,4,6 a. ra a s n ter ani an sara o en s b. o ekan erine aki at e isioto i orse 4. ro a s ekti Lima puluh persen pasien prolaps rekti mengalami inkontinensia. Gejala: en erita en e flakt s ata eses air ata a at ti ak isa ditahan Diagnosis 1. na nesis na nesis tentan e a a e a a eka inkontinensia en akit-penyakit atau kelainan yang pernah dialami yang dapat menimbulkan inkontinensia fekal. 2. e eriksaan sik ter as k e eriksaan ne ro o i 3. Pemeriksaan ginekologi, diperhatikan dinding vagina mungkin ada prolaps genital. 4. e eriksaan o ok an s nt k eni ai ton s otot s n ter ani serta aera ampula rekti 5. Pemeriksaan laboratorium, terutama yang berhubungan dengan metabolik seperti diabetes melitus. Pemeriksaan penunjang,1,4,6 a. anal manometri b. rokto etro ra c. ektro io ra d. Endoanal ultrasound e. a neti esonan e I a in I 1,6,7 Penatalaksanaan 1. Pengobatan Tujuannya, agar feses mempunyai bentuk semisolid sehingga dapat ditahan sampai waktu yang tepat untuk dikeluarkan, seperti imodium 2. Biofeedback1,4,6,7

258

ann a e ati an en koor inasi ke a i akti tas anorekta an e vi floor nt k ini i nakan ata ano etri se a ai motivasi. 3. Operasi4,6,7 Tergantung dari penyebabnya, seperti pada obstetri bila penyebabnya rupt ra erinei aka i ak kan re arasi e it a i a en e a n a st a an i a ter a at ke e a an a a s n ter ani i ak kan s n terora i ana otot s n ter i a itkan se ara over a in e an kan a a i a penyebabnya prolaps rekti, maka dapat diperbaiki dengan melakukan operasi e ten e evator asti isertai s n terora Perawatan Pasca Operatif Pada penderita sesudah operasi dapat diberikan makanan lunak dengan banyak serat dan diberikan antibiotika yang ditujukan untuk kuman-kuman yang biasa ditemukan dalam saluran cerna. Bila penderita sudah dapat buang air besar spontan maka penderita dapat dipulangkan dengan anjuran makan dengan makanan lunak dengan banyak serat diteruskan sampai 2 mingu pos operatif. es a it en erita o e akan akanan iasa en erita as a re arasi r t ra erinei tota a a an as a s n terora a at a i se erti iasa akan tetapi harus melahirkan dengan operasi sesar. Simpulan Inkontinensia eka a a a kea aan an e a kan en erita an teriso asinya dari lingkungan. Keberhasilan terapi tergantung dari pada ketepatan dia nosis an en a i en e a n a na nesis an te iti e eriksaan sik an anorekta serta e eriksaan san at i er kan en o atan a at dilakukan dengan obat-obatan, biofeedback, terapi atau dengan operasi yang disesuaikan dengan etiologinya. Daftar Kepustakaan 1. Ho YH. Fecal incontinence in clinical handbook on the management o ontinen e o iet or ontinen e in a ore 2. enr reat ent o an s in ter in o eten e In isster a o k orton taton e vi floor e e ation rin er er a on on er in ei e er ew ork aris ok o on kon ar e ona a est

259

3.

iswono e an inkontinensia eka asien an en a a i ro ekan erine tin kat III I as a re arasi esis a ian O stetri an ineko o i I akarta 4. Kamm MA, Obstetric damage and faecal incontinence, Lancet 1994;344;730-33 5. arnet t i t e n tiona i ortan e o t e interna ana s in ter r er 6. Walters MD, Weber AM. Anatomy of lower urinary tract, rectum and e vi floor In a ters arra ro ne o o an eontr tive e vi koor r er os t o is i a e ia onon ne oronto 7. e a In ontinen e In a ter arra ro ne o o an e onstr tive e vi oor r er os t o is i a e ia on on ne oronto

260

CEDERA ORGAN UROGENITAL PADA TINDAKAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI Trika Irianta, Arifuddin Djuanna DEFINISI Cedera organ urogenital (kandung kemih/ureter) akibat tindakan operatif bidang obstetri dan ginekologi (operative injury).1,2 INSIDEN/PREVALENSI Insi en e era or an ro enita a a tin akan o stetri an ineko o i berkisar antara 0,33%-0,48%.2,3 Cedera kandung kemih lebih sering ditemukan dibandingkan cedera ureter, 80% dari cedera organ urogenital adalah cedera kandung kemih.3 e a ene itian ros ekti an e ak kan sistosko i ter a a pasien-pasien pasca histerektomi menemukan insiden cedera organ urogenital sebesar 4,8%, cedera kandung kemih lebih sering ditemukan dibandingkan cedera ureter (3,6% dan 1,7%). Hanya 12,5% cedera ureter dan 35,3% cedera kandung kemih terdeteksi sebelum sistoskopi.3 FAKTOR PREDISPOSISI aktor aktor re is osisi ari e era or an ro enita a a a 1. perlengketan pada pelvis 2. endometriosis berat 3. penyakit radang panggul kronik 4. tumor ganas 5. massa retroperitoneal seperti mioma intraligamenter dan kista ovarium per magna 6. mioma pada daerah serviks 7. kista ovarium yang disertai perlengketan ke peritoneum 8. riwayat operasi pada rongga panggul sebelumnya 9. riwayat radiasi sebelumnya 10. kelainan kongenital seperti ureter dupleks dan ginjal ektopik 11. laserasi pada operasi seksio sesarea 12. residual ovarian syndrome Hal lain yang berhubungan dengan cedera organ urogenital adalah jenis operasi yang dilakukan dan keahlian serta pengalaman operator dalam mence-

261

gah cedera organ urogenital.2 e a a ene itian an en n an ke naan ie o ra intravena I s an ata e asan an stent retera ro aktik a a en r nkan angka kejadian cedera ureter.2 PATOFISIOLOGI a. Cedera kandung kemih Kandung kemih terletak anterior dari uterus. Pada keadaan kosong, kandung kemih orang dewasa seluruhnya berada dalam rongga pelvis minor sedangkan kandung kemih anak berada di atas pintu atas panggul. Kandung ke i an koson er ent k se erti ira i tr kt r ter a i atas a eks dasar, permukaan superior, dua permukaan inferolateral, dan leher. Apeks kan n ke i en ara ke anterior an ter etak osterior ari si sis is Apeks dihubungkan ke umbilikus oleh ligamen umbilikalis mediana (yang berasal dari urakus). Dasar atau permukaan posterior kandung kemih mengarah ke posterior dan berbentuk segitiga. Pada kedua sudut superolateral terdapat kedua ureter dan pada sudut inferior terdapat uretra. Permukaan superior kandung kemih ditutupi oleh peritoneum dan berhadapan dengan permukaan anterior dari uterus. Bila kandung kemih terisi, permukaan superior berada pada rongga abdomen, berkontak langsung dengan dinding abdomen anterior.4 an n ke i ter iri atas a isan akni e ran kosa a a kandung kemih yang kosong, lapisan ini membentuk lipatan-lipatan, kecuali pada daerah trigonum (daerah mukosa yang menutup permukaan dalam dasar kandung kemih). Mukosa pada trigonum selalu licin karena mukosa melekat erat a a a isan sk aris sk s etr sor ers s n atas a is otot polos. Pada daerah leher kandung kemih, komponen sirkuler menebal en a i s n ter vesika 4 Cedera kandung kemih paling sering terjadi pada waktu dilakukan pemisahan kandung kemih dari dinding anterior uterus dan serviks pada operasi histerektomi atau seksio sesarea.5 b. Cedera ureter Pada orang dewasa, panjang ureter adalah 25-30 cm, berjalan dari pelvis renalis ke trigonum kandung kemih. Pintu atas panggul membagi ureter en a i se en se en a o ina an se en e vis an an 2 masing-masing segmen adalah 12-15 cm.

262

Ureter segmen abdominal berjalan pada permukaan ventral muskulus psoas mayor, lateral dari ujung prosessus transverses vertebra lumbalis dan posterior dari pembuluh darah ovarika sampai pintu atas panggul. Ureter kanan terletak lateral dari vena kava inferior, posterior dari duodenum, ileum terminalis, kolon asenden dan mesenteriumnya, appendiks and cecum, dan melintas di anterior bifurkasio arteri iliaka komunis kanan. Ureter kiri terletak lateral dari aorta, posterior dari arteri mesenterika inferior, pembuluh darah ovarika, kolon desenden, kolon sigmoid dan mesenteriumnya, dan melintas di anterior bifurkasio arteri iliaka komunis kiri. Ureter segmen abdominal menempel pada peritoneum dan mendapat suplai darah dari arah medial.2,6 Ureter segmen pelvis berjalan anterior dari arteri iliaka interna, posterior dari ovarium dan ligamen latum, tidak lagi menempel pada peritoneum dan en a at s ai ara ari ara atera etin i s ina iskia ika reter erjalan kearah medial, searah dengan cabang anterior arteri iliaka interna, ke dasar dan posterior dari ligamen latum, bersilangan dengan arteri uterine ± 1,5 cm lateral dari serviks. Ureter terletak posterior dari arteri uterina (water under the bridge). Pada daerah ini, ureter melalui jaringan paraservikal (kanal ert ei kana ari i a en kar ina e ete a e a i kana terse t reter berjalan kearah medial dan anterior dari forniks vagina dan secara oblik as k ke tri on kan n ke i se an an e a a o erasi obstetri dan ginekologi, cedera ureter terutama pada ureter bagian distal.7 e era reter serin ka i ter a i a a 2 1. Persilangan ureter dan arteri uterina 2. Kanal Wertheim 3. Bagian dorsal ligamen infundibulopelvikum (dekat pintu atas panggul) 4. Dinding lateral pelvis, di atas ligamen sakrouterina Trauma pada ureter dapat terjadi pada saat :8 1. Menjepit atau memotong ligamen infundibulopelvikum 2. Menjepit atau memotong arteri uterina 3. Menjepit atau memotong ligamen kardinale 4. Menjepit puncak vagina untuk mengontrol perdarahan 5. e eritonisasi Prinsip utama untuk menghindari cedera ureter adalah dengan mengetahui lokasi ureter selama operasi berlangsung. Operator sebaiknya mampu

263

e ak kan i enti kasi reter a a ron a retro eritonea nt k i enti kasi ureter, buka peritoneum dari ligamen rotundum kearah lateral dari pembuluh darah ovarika, lakukan diseksi tumpul kearah medial terhadap ovarium dan pembuluh darahnya untuk masuk ke rongga retroperitoneal. Pada sebelah lateral akan terlihat pembuluh darah besar (tampak dan teraba berdenyut) dan dinding pelvis, sedangkan ureter akan terlihat pada sebelah medial melekat a a eritone an e intas i atas i rkasio arteri i iaka ko nis ete a teri enti kasi te s ri ara er a anan reter sa ai arteri terina en nakan klem 900. Bila dilakukan diseksi ureter, hindari cedera lapisan adventisia ureter karena dapat menyebabkan devaskularisasi dan iskemia ureter. Penggunaan elektrokoagulasi sebaiknya berjarak ± 2-5 mm dari ureter untuk menghindari cedera dan nekrosis dari ureter.2 Cedera ureter dapat terjadi pada laparoskopi, laparotomi (ooforektomi/ salpingo-ooforektomi, histerektomi total abdominal, seksio sesarea, histerektomi setelah seksio sesarea, histerektomi radikal), histerektomi total vaginal, dan operasi koreksi prolaps organ panggul.2,8 Dari angka kejadian cedera ureter, paling sering ditemukan di dekat ligamen infundibulopelvikum, pada tindakan histerektomi total abdominal, akibat usaha hemostasis, cedera berupa obstruksi ureter.2 KLASIFIKASI asi kasi e era or an ro enita er asarkan or an 1. Cedera kandung kemih5 a. Kontusio Angka kejadiannya sulit ditentukan karena kontusio yang ringan tidak menunjukkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan sistogram dapat normal. Pada kontusio terjadi kerusakan pada lapisan mukosa dan muskularis dari kandung kemih, namun dinding kandung kemih masih intak. t r intra eritonea c. Biasanya cedera kandung kemih pada tindakan obstetri dan ginekologi termasuk pada golongan ini. Angka kejadiannya adalah 38-40% dari seluruh cedera kandung kemih t r ekstra eritonea e t r intra an ekstra eritonea

264

2. Cedera ureter2,7 1. Penjepitan (crushing). Cedera ureter dapat diakibatkan ketidakhati-hatian dalam menggunakan klem haemostat. 2. Pengikatan (ligation) 3. Ureter dapat terikat dengan akibat obstruksi parsial atau total. 4. Pemotongan/avulsi (transection) 5. Adanya robekan pada dinding ureter atau terpotongnya ureter dapat en e a kan ekstravasasi rine ata ste 6. Penekukan yang disertai obstruksi (angulation) Ikatan a a arin an ara reter a at en e a kan obstruksi yang ringan. 7. Iske ik ere an an 8. Pemotongan segmental (resection) er asarkan wakt ene akkan ia nosis 1 1. cedera yang diketahui pada saat operasi 2. cedera yang diketahui pasca operasi. GAMBARAN KLINIK a. Cedera kandung kemih Gejala dan tanda cedera kandung kemih 1. Hematuri, terjadi pada 95% kasus 2. Hematuri mikroskopik 3. eri s ra ik 4. Kesulitan berkemih 5. Keluar urin dari vagina Keterlambatan diagnosis dapat menyebabkan ileus, uroasites, dan peritonitis. b. Cedera ureter Gejala dan tanda cedera ureter seringkali sulit dikenali saat operasi sehingga lebih sering diketahui pasca operasi.2,3 e a a an tan a e era reter 2,7 1. Hematuri Gejala awal berupa hematuri yang sering timbul pada trauma ureter penetrasi. Bila tidak ada hematuri, tidak menyingkirkan adanya trauma ureter, perlu pemeriksaan lebih lanjut.

265

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Kram perut unilateral eri in an Demam yang tidak diketahui penyebabnya Asites Adanya cairan bebas di daerah retroperitoneal Ie s Pengeluaran urin dari drain, vagina, atau luka operasi

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG a. Cedera kandung kemih Cedera kandung kemih saat operasi dapat dideteksi dengan menyuntikkan metilen biru yang telah diencerkan dengan larutan saline (1-3 mL metilen biru dalam 200 mL larutan saline) melalui kateter uretra. Bila terdapat cedera kandung kemih, maka akan tampak cairan kebiruan dalam rongga peritoneum.1 isto ra statik retro ra en an s an ata ra io ra konvensiona e era kan n ke i a at i eteksi en an en ntikan kontras e a i kateter uretra, kemudian dilakukan pencitraan menggunakan CT-scan atau raio ra konvensiona en an ra io ra konvensiona er ia i a baran kandung kemih setelah kontras dikeluarkan karena ekstravasasi kontras dapat tersamar oleh adanya kontras intravesika. Hal ini tidak perlu dilakukan bila pencitraan menggunakan CT-scan. Pada kontusio kandung kemih, kontur kandung kemih berubah namun tidak terdapat ekstravasasi. Pada ruptur intraperitoneal, kontras akan mengisi daerah kavum Douglasi, menampakkan kontur usus dan lekukan parakolika. Luas daerah ekstravasasi kontras tidak berhubungan dengan luas daerah kandung kemih yang terkena.5 b. Cedera ureter Jika diduga telah terjadi trauma ureter atau pada pembedahan panggul yang sulit, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan Dye test atau sistoskopi.7 Dye test biasanya dilakukan bila terdapat pelepasan cairan pervaginam setelah isterekto i e eriksaan se er ana ini a at e e akan st a vesikova ina is ari st a reterova ina is an n ke i iisi en an eti en biru yang telah diencerkan dalam larutan saline (1-3 mL metilen biru dalam 200 mL larutan saline). Bila cairan kebiruan keluar dari vagina berarti tera at st a vesikova ina is a n i a ti ak ter a at a terse t ak kan

266

penyuntikan larutan indigo carmine secara intravena. Bila dalam 5-10 menit, ter a at airan ke ir an ke ar ari va ina erarti ter a at st a reterova inalis. Bila kedua hal tersebut tidak terjadi, periksa kadar kreatinin dari cairan terse t i a ka ar kreatininn a erarti airan terse t a a a urin. Bila kadar kreatininnya sama atau lebih rendah dari kadar kreatinin serum, berarti cairan tersebut cairan peritoneum atau cairan limfe.2 e a i sistosko i a at iketa i okasi a an k ran st a se ara re ati ter a a va ina tri on an ori si reter e ain it a at i i at asn a reaksi era an an an ter a i e a ian esar st a an ditemukan pasca histerektomi terletak pada posterior dari interureteric ridge dan dinding vagina anterior.9 Bila terdapat kecurigaan pengikatan/ligasi ureter dapat dilakukan e eriksaan trasono ra in a reter roksi a an akan en nkkan i rone rosis i ro reter e ain it a a at i ak kan s an 2,10 en an kontras ata ro ra intravena ata ro ra retro ra e Kelebihan s an en nakan kontras a a a a at i enti kasi a an a rino a asites, atau perubahan pada struktur anatomis pasca operasi.2 Melalui pemeriksaan ro ra intravena a at iketa i a an a st a reterova ina is ata o str ksi a a reter ro ra retro ra e a a a e eriksaan e niti ari st a reterova ina is i ak kan i a e eriksaan ro ra intravena en nkkan asi a nor a ata i a okasi st a s it ite kan e aikn a ilakukan pada ureter bilateral.9 Penggunaan kontras intravena tidak diperkenankan pada kadar kreatinin serum di atas normal karena dapat menyebabkan ker sakan in a a a kea aan terse t e i aik i ak kan in a ureter proksimal.2 Pada pemeriksaan laboratorium, dapat ditemukan peningkatan kadar kreatinin serum.2,7 TERAPI a. Cedera kandung kemih yang diketahui saat operasi1 e era a a a isan sk aris Lakukan penjahitan secara interuptus atau jelujur menggunakan benang Vicryl e era ene s a isan kosa I enti kasi aera an terkena e it te i ka en an k e lis

267

Lapisan mukosa dan muskularis dapat dijahit terpisah secara jelujur kemudian ditutup dengan lapisan yang dijahit secara interuptus menggunakan benang Vicryl. Bila cedera minimal, kedua lapisan dapat dijahit satu lapis secara interuptus atau jelujur. e era a a aera tri on ka a ian atas kan n ke i an i enti kasi ori isi uretera Kateterisasi ureter dan lakukan penjahitan iwa at ra iasi se e n a enin katkan risiko an an en e an an ter a in a st a a o ent a at e er aiki a iran ara ke daerah ini dan menurunkan risiko terjadinya nekrosis.1 Perawatan pasca operasi:5 1. Pasang kateter Foley no 22-24 French sampai 7-10 hari pasca operasi 2. Observasi tanda-tanda distensi abdomen atau peritonitis dan hitung produksi urin. Bila terdapat tanda-tanda peritonitis atau oliguri, lakukan pemeriksaan sistogram/laparotomi eksplorasi. 3. e aikn a ak kan e eriksaan sisto ra se e e e as kateter o e Bila masih terdapat ekstravasasi, pertahankan kateter dan pemeriksaan i an i setia ari sa ai ti ak ter i at ekstravasasi ete a it kateter Foley dapat dilepas dan pasien diobservasi sampai proses berkemih spontan kembali normal. Lakukan urinalisis dalam 1-2 bulan setelah cedera kandung kemih, karena pemasangan kateter meningkatkan risiko terjadinya bakteriuri. b. Cedera kandung kemih yang diketahui pasca operasi5 Bila terdapat tanda dan gejala cedera kandung kemih, lakukan pemeriksaan sistogram statik retrograd. Pada kasus kontusio yang ditandai oleh hematuri, dapat dilakukan pemasangan kateter Foley no 22-24 French untuk drainase. Tidak perlu dilakukan irigasi kontinu dengan kateter three-way karena gangguan evakuasi bekuan darah dari diameter lumen kateter yang kecil dapat mengakibatkan obstruksi pada kateter. Hal ini akan menyebabkan distensi kandung kemih yang dapat berakibat pada ruptur kandung kemih. Biasanya kateter dipertahankan 7-10 hr dan pasien diobservasi sampai tidak ada keluhan dalam berke-

268

mih spontan. c. Cedera ureter yang diketahui saat operasi2 1. i asi reter e i asi eni aian via i itas reter e asan an stent 2. e oton an arsia re air ri er en an e asan an stent 3. e oton an tota a. 1/3 proksimal ureter dan ureter bagian tengah i ak ko eks retero reterosto i en an e asan an stent o

eks inter osisi reteroi e ista reter reteroneosistosto i soas it en an pemasangan stent e era ter a reseksi en an enan anan ses ai a ian an ireseksi d. Cedera ureter yang diketahui pasca operasi 1. Terapi konservatif a a e era a kas s i a te a ter a i st a ne rosto i a iati an ureteral stenting (double- J kateter) selama 6-8 minggu mungkin dapat e er aiki st a an san at ke i 2,8 2. Terapi pembedahan1,6,8,11 e era a i i an tin akan a a e era reter 1. Pada cedera yang mengenai bagian tengah sampai 1/3 distal ureter dapat i ak kan eseksi a ian an terkena an anasto osis en to en isa n a pada kasus penjepitan ureter. Anastomosis end-to-end, misalnya pada kasus pemotongan total ureter. Bila tidak berhasil dilakukan anastomosis end-to-end atau ureter terputus sepanjang lebih dari 5 cm diatas ujung distal ureter, umumnya dilakukan ureteroneosistostomi (anastomosis tension-free antara ureter dengan muara ureter). Bila tidak berhasil dilakukan ureteroneosistostomi yang tension-free atau ureter terputus sepanjang lebih 6-10 cm, umumnya dilakukan ureteroneosistostomi ekstravesikal dengan psoas it ksasi kan n ke i ke i io soas ke ian rei antasi ureter). Bila psoas hitch dan mobilisasi ginjal tidak dapat menghasilkan anastomosis tension-free atau ureter terputus sepanjang 12-15 cm, n a i ak kan oari O ker a fla e at fla ari in in

269

kandung kemih kemudian reimplantasi ureter) atau transuretero-ureteostomi. a a e era an en enai roksi a reter a at i ak kan Ureteroureterostomi, prosedur ini diindikasikan untuk trauma dengan se en an en ek an ana anasto osis i ak kan a a potongan kedua ujung ureter Ureteroileoneosistostomi, rekonstruksi ureter secara sekunder menggunakan segmen ileum sebagai penghubung antara ureter dan kandung kemih. Dilakukan bila kedua ureter terkena cedera dan tidak dapat dilakukan reimplantasi ureter ke kandung kemih. Temporary ureterocutaneostomy dapat dilakukan untuk diversi urin sementara. e rekto i i ak kan i a s a ter a i an an n si in a erat 1 erawatan as a o erasi 1. Pasang kateter Foley no 22-24 French sampai 7-10 hari pasca operasi 2. erikan anti iotik ro aksis s esi k nt k akteri an a at erke bang di kandung kemih 3. ak kan e eriksaan ro ra intravena nt k eni ai kontin itas reter. Prognosis e an ak kas s e era kan n ke i e aik a a ari pasca penjahitan.5 Kejadian trauma ureter sering menimbulkan morbiditas an tin i a at en aki atkan ti n a st a an a at en e a kan rusaknya fungsi ginjal, biasanya bila diketahui setelah operasi. 7 Simpulan Operator harus mengetahui lokasi organ urogenital (kandung kemih dan ureter) selama operasi sehingga mengurangi risiko cedera organ urogenital.2 Diagnosis dan penanganan dini cedera organ urogenital sangat membantu dalam mencegah kerusakan ginjal. 1 Daftar Kepustakaan 1. e ana e ent o in ries to t e rinar tra t a a onne s nae o o i a s r er o n ona an ito o es a aik e itor

270

isi a kwe ien e 2. nior O erative in ries to t e reter a a e in e s o erative ne o o o n o k an owar ones e itor isi Lippincott Williams & Wilkins, 2008 3. tan ar e o i ations o ne o o i s r er r in 4.

5. 6. 7.

8.

9.

10. 11.

e e vis

art II

e e vi

avit

aa

ini a anato

re-

ions i ar ne e itor isi i in ott i ia s Wilkins, 2007 orriere an er ia nosis an ana e ent o a er in ries ro in i ne s an reters a a kan a akis s r i a anato o n kan a akis et a e itor raw i s ess r er Djuanna AA. Pencegahan, deteksi dini, dan penanganan trauma ureter pada operasi ginekologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Keokteran niversitas asan in akassar esarean e iver an eri art stere to aa i ia s O stetri s isi ar nnin a et a e itor ew ork e raw i o anies In asava a esi ova ina an reterova ina st a work e e iine e ia ties ro o ist as iakses a a ri tt www e e i ine e s a e o r enakas retera in ries e er k an a s iakses a a ri tt www er k o LaFontaine P. Management of ureteral injury. Operative Techniques in enera r er

271

KELAINAN DIDAPAT PADA

TRAKTUS UROGENITAL WANITA M.S. Nadir Chan PENDAHULUAN Yang dimaksud dengan kelainan yang di dapat adalah setiap kelainan pada urogenital yang bukan disebabkan oleh kelainan congenital, akan tetapi kelainan yang terjadi sesudah bayi dilahirkan. Kelainan yang didapat ini bisa meliputi semua kelainan yang biasa ditemukan pada praktek harian uroginekologi, seperti prolaps organ pelvik, ruptura perinei dan lain-lain yang sudah merupakan topik tersendiri, karena itu pada bagian ini kita hanya akan membahas kelainan yang yang tidak termasuk pada topik-topik yang sudah ada tersebut. ADHESI VULVA Perlekatan pada vulva dapat terjadi akibat peradangan yang tidak diobati dengan baik. Dapat terjadi pada semua umur, biasanya lebih banyak dijumpai pada usia 3 bulan sampai 6 tabun. Pada beberapa anak kelainan ini dapat bertahan sampai masa pubertas.1 e a ian anak en an ke ainan ini tidak mempunyai gejala atau keluhan. Biasanya keluhannya berupa nyeri pada daerah vuva, susah kencing atau sering mengalami infeksi traktus urinarius Etiologi Etiologi atau penyebab adhesi labia ini belum jelas, ada yang menghubungkan dengan rendahnya kadar estrogen yang biasa dijumpai pada anak wanita preertas Iritasi v va karena a ia sa in er esekan as s ini a erna dilaporkan pada bayi usia 6 - 8 minggu. tetapi tidak pernah dijumpai pada bayi baru lahir, karena masih tingginya kadar estrogennya yang dia dapatkan dari ibu selama dalam kandungan. Begitu juga pada anak yang usia pubertas, karena dia sudah mengalami haid dan kadar estrogennya sudah mulai tinggi Pengobatan : Pengobatan tergantung pada berat ringanya perlekatan. Perlekatan ringan yang tidak menutupi vagina dapat lepas dengan sendirinya pada saat si anak mulai haid pada awal pubertas. Dokter harus melakukan pengamatan pada vulva sampai masa pubertas, tindakan segera baru dilakukan bila keadaanya tambah memburuk atau menyebabkab keluhan

272

Perlekatan sedang atau moderat. Perlekatan sedang yang meliputi seluruh bagian bawah vagina dapat diobati dengan sedikit salf, atau pelicin lain, misalnya minyak bayi, denga pemisahan secara lembut dan pelan kedua labia, dua kali sehari selama beberapa minggu. Perlekatan berat. Perlekatan berat yang meliputi vagina, dapat juga menutupi dan uretra dan, dapat diobati dengan efektif, dengan menggunakan krim yang mengandung estrogen. Perlekatan ini bisa menghalangi drainase vagina . Kadang-kadang perlekatan ini dapat menyebabkan sisa urine terkumpul di vagina bawah di belakang perlekatan, dapat menyebabkan iritasi karena urine masuk kedalam vagina pada saat sianak kencing. Terapi yang paling efektif adalah memberikan krim estrogen 2 kali sehari sampai perlekatannya lepas. Cara mengoleskan krim estrogen pada labia 1. e e io eskan kri estro en anak eren a a a air angat, air akan mengangkat semua sekresi/kotoran dan melembutkan labia. 2. Anak pada posisi duduk kodok 3. Berdiri disamping sianak dan melihat ke kakinya 4. Ambil sedikit krim dengan jari kelingking atau jari telunjuk tangan. Tangan lainnya memisahkan kedua labia dengan lembut, kelihatan garis putih dimana labia menyatu, Oleskan krim kebawah sampai ke perineum. 5. Tambahkan krim pada garis putih sambil tangan lain tetap membuka labia secara lembut, Hindari jangan sampai menyentuh anus, untuk menjaga daerah ini tetap bersi. 6. Bila perlekatan sudah lepas, jaga jangan sampai krim memasuki vagina. Pemberian krim ini baru terlihat hasilnya dalam jangka lama, mula-mula akan kelihatan perlekatan terbuka sedikit pada daerah aris putih, kemudian akan makin membesar sampai perlekatan lepas seluruhnya. Pemberian krim estrogen ini cukup aman, karena hanya sedikit estrogen yang terpakai dan dalam jangka waktu terbatas pula. Pada beberapa anak dapat terlihat penonjolan payu dara atau labia menjadi lebih hitam, tapi hanya bersiat se entara ete a a ia ter isa tota ata er ekatan s a e as se a maka pemberian estrogen dihentikan, Dapat dilanjutkan dengan memberikan vaselin saja. Kalau anda sedang hamil, sebaiknya pakai sarung tangan.

273

e aro er ekatan akan e as a a an ka wakt in a an 4 kadang pengobatan memerlukan waktu 1- 2 bulan. Kalau pengobatan tidak membuahan hasil, dapat dicoba dengan mengusapkan krim estrogen sebanya 5-10 kali keatas dan kebawah, sepanjang garis putih dengan sedikit tekanan. Kalau tidak berhasil juga, krim dapat dioleskan keseluruh permukaan vulva dengan tetap focus pada tempat perlekatan. Kalau tetap tidak ada perbaikan perlu dilakukan tidankan operatif Perlekatan dapat terjadi kembali sesudah berhasil dilepaskan. Untuk mencegah tidak timbulnya perlekatan kembali, perlu terapi diteruskan dengan vaselin selama 6-12 bulan Berikut ini langkah-langkah perawatan yang perlu diak kan nt k erawatan a ia 1. Mandi rutin 2 kali sehari 2. Keringkan vulva anak sehabis mandi dengan handuk yang lembut 3. Oleskan sedikit salep A&D pada labia yang sudah dikeringkan. Hindari pemakaian sabun yang kasar dan mengeringkan viva anak dengan handuk yang lembut Bila gagal mungkin perlu dilakukan tindakan operasi berupa insisi perlekatan; Dengan memasukkan sonde dibawah perlekatan kemudian dilakukan insisi, sehingga semua perlekatan lepas, kemudian diberikan cream antbiotika serta i ak kan e eriksaan setia ari sa ai ka se e an tn a i erikan terapi vaselin seperti diatas. Adhesi Vagina Adhesi atau perlekatan pada vagina dapa terjadi sebagai komplikasi persalinan, karena ada infeksi. Kalau pasien dikontrol dalam 2 minggu nifas, kita akan dapat mendiagnosis adanya perlekatan awal yang secara mudah dapat diatasi dengan melepaskan secara tumpul di poliklinik. Kalau diagnosisnya sudah lama adakalanya susah mengatasinya sehingga perlu tindakan operatif di kamar operasi. Pada saat melakukan insisi sebaiknya dipasang kateter Foley dan prob anal, supaya tidak mencederai uretra, vesika ata rekt ete a se esai e ak kan a esio isis se aikn a i asan sofratule selama 2 x 24 jam, dapat dilanjutkan dengan pemberian antimikroia erva ina se erti fla statin nt k ari nt k e e a ke n kinan perlekatan kambuh lagi.

274

Pada follow up, harus diperhatikan perlekatan tidak kambuh lagi DIVERTIKEL Ada tiga keadaan dari kelainan urethra yang membutuhkan pengobatan atau operasi, yaitu divertikel, prolaps uretra dan uretra karonkule Divertikel uretra Pertama dikemukakan oleh William Hery tahun 18054. Kejadian divertikulum jarang, dan pada orang dewasa sekitar usia 30-50 tahun insidennya antara 4-5%. 5,6 Divertikulum urethra ini sering tidak mempunyai gejala (keluhan) atau asimptomatik sehingga tidak perlu diobati atau dioperasi. Etiologi Divertikel Uretra Dapat karena kelainan bawaan atau didapat.7 Divertikel bawaan atau congenital sangat jarang, dapat timbul dari sisa-sisa kloaka, sisa-sisa saluran gatner, kista skine. Kebanyakan divertikel karena ruptur infeksi kronik, kelenjar periuretral atau trauma uretra, mula-mula terjadi infeksi kelenjar, dan terbentuk kista abses, kemudian pecah, kedalam lumen. an an terserin se a ai en e a in eksi a a a o i tr o o s air s se o onas a re eno a rote s s an ain ain e a an persen divertikel terdapat pada duapertiga uretra distal Gejala dan tanda divertikel6 1. disuria 2. frekuensi 3. urgensi 4. rekurensi infeksi 5. dispareunia 6. hematuria 7. inkontinensia 8. pada palpasi atau infeksi 9. keluar cairan urin dari miatus urethra. 10. dan gejala khusus dari divertikel adalah 3D yaitu disuria, dribbling, disparenia Pada pemeriksaan didapatkan masa uretritis atau rekurensi sistitis Diagnosis Anamnesis tentang gejala-gejala inspeksi dan palpasi pada dinding vagina anterior mungkin ada tumor yang

275

besarnya antara 2-3 cm, kadang-kadang besar sampai 6 cm. 4-6 Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan sistoskopi 2. trasono ra 3. I 4. Uretrogram Pada divertikel yang tidak diobati dapat mengandung batu karena urin terbendung dalam divertikel Terapi divertikel8-9 1. pemberian antibiotika sesuai dengan hasil kultur urin 3-5 hari 2. operasi eksterpasi (devertikulektomi) perlu diperhatikan pada tingkat operasi eksterpasi kemungkinan timbul jaringan parut yang dapat menyebabkan struktur uretra KARUNKULE 10. erta a ka i i a orkan o e a a ar ta n Kelainan ini mungkin tidak ada keluhan atau mungkin ada. Keluhan sering berupa urgensi frekuensi disuria perdarahan dari urethra dan ada masa pada miatus urethra eksterna erin ke ainan ini a a wanita sia ta n as a eno a se 11 dan multipara. Jeffcoate mengemukakan ada 2 maca karunkule yaitu True caruncle dan Peudo caruncle, True caruncle adalah suatu papiloma paskuler yang menyerupai polip. Dan mungkin mengalami infeksi sekunder, tetapi tidak menyebab suatu infeksi. Pseudo Caruncle adalah suatu “diffuse sessile dull read granoloma” dari suatu permukaan miatus urethra yang disebabkan oleh uretritis. Uretritis ini sering disebabkan oleh microorganisme candida a i an tri o onas va ina is ovak an oo r en e kakan ti a macam histology dari carunkule urethra yaitu granulomatosa, papiloma, dan anioma. Untuk sebagian besar dari caruncule memperlihatkan adanya hyperplasia epitel (transisional/ skuamosa), suatu core of losse connective tissue yang terisi pembulu-pembulu darah dengan dinding yang tipis dan reaksi peradangan. Penatalaksanaan bila ada infeksi harus diobati sampai infeksi betulbetul hilang dan berikan estrogen cream. Peudo caruncle lebih sulit diobati daripada true caruncle dan tidak dapat dengan obati sehingga harus dilakukan eksisi dan jaringan yang dieksisi harus dikirim ke pathologi, karena caruncle dapat dihubungkan dengan karsinoma insitu. Terapi juga dapat dilakukan den-

276

an ka terisasi r os r er aser an ain ain ek rensi a at ter a i isertai infeksi saluran urethra lagi. Terapi eserpasi mungkin dapat menimbulkan striktur urethra distal oleh karena itu harus diperhatikan Daftar Kepustakaan 1. Bohl TG. Overview of Vulva prioritus Through the live Cycle. Clinical Obstetric and Gynecology. Lippincott. Williams and Wilkins 2005 Vol2.

3.

4. 5. 6. 7. 8. 9.

e o Center for Young Women Health. Labial adhesion a guide for parent. i ren os ita oston tt www o n wo ens ea t or a ia a hesion parent.html ir n er ae iatri ro ne o o in e ook o e a e ro o an ro nae o o e ite ar o o taskin artin nit on on e o o e tions o s in t e va ina In ra ti a o servation in r er i a e ia a a es re on in ton na ret ra iverti a review O stet neo r eters III a an r ret ra iverti an e a e O stet ne o ass an einert enn eonata e a e ret ra iverti lum. Urology. 1975;5;249-251 ee iverti o t e e a e ret ra osto erative o i ation an res ts O stet ne o ear i a er a e taskin i ern a r i a treat ent o e a e ret ra iverti e in ro

10.

avis o inson ivertik o t e e a e ret ra isa o inontinen e ro 11. e ne o o ew ork eton 12. e oate rin i es o nae o o r e on on tterwort s is ers 13. ovak woo r s ovak s ne o o i an O stetri at o o t e i a e ia a n ers

277

14.

278

asa

ret ra

ar n e

O stet

nae o

r

o

onw

Disfungsi Seksual pada Wanita Suskhan Hubungan seksual adalah suatu proses yang kompleks, dengan dikoorinasi o e siste ne ro o ik vask er an siste en okrin kti tas seksual termasuk dalam “hubungan antar personal” dari tiap-tiap pasangan, yang mana masing-masing membawa sifat yang khas, sehingga membutuhkan dan e eri res on an ika ter a i an an a a n a a akti tas seks a tersebut dapat menimbulkan disfungsi seksual. 1 Pasangan suami istri yang baik dan harmonis berdasarkan survey adalah pasangan suami istri yang mempunyai hubungan seksualitas yang sempurna, yang dimulai dari berpelukan kemudian berciuman dan dilanjutkan dengan dengan perabaan atau perangsangan pada bagian-bagian tertentu dan baru berakhir dengan persetubuhan.2 GAMBAR ANATOMI ORGAN GENITALIA WANITA

279

280

Siklus seksual wanita Tubuh wanita mempunyai suatu pola respon yang tetap terhadap rangsangan seksual. a an t e a i sik s seks a wanita a a ta a esire kein inan erasaan in in nt k e ak kan aktivitas seks a Keinginan (dorongan) seksual istilah umumnya dikenal sebagai nafsu seks a i i o ata a asa In risn a esire a a a interaksi an kompleks dari faktor biologi ( neuro endokrin), psikologi ( kognitif dan affektif), sosial dan kultural antara seseorang dan pasangannya yang saling tertarik dan berkeinginan untuk melakukan hubungan seksual. ro sa ran san an er a at er a an sik va ina an v va enjadi sangat basah dan otot-otot vagina reklaksasi dan terbuka,

281

Tanpa rangsangan

er

an san an

a an sio o is a a enita ia wanita se a a reaksi sik s seks a

Or as ke asaan seks a er akan n ak ari res ons seks a otot-otot vagina dan uterus berkontraksi dan mungkin juga otot-otot rekt an en i takan rasa an san at en enan kan nik at an sangan klitoris juga dapat menimbulkan orgasmus a. Orgasmus adalah puncak dari siklus respons seksual. Otototot vagina, uterus dan kadang-kadang rektum berkontraksi secara rhitmik. Hal ini menciptakan perasaan yang sangat menyenangkan dan memuaskan bagi wanita tersebut. b. ari an an an sio o ik ke asan seks a wanita a a a ditandai oleh otot-otot sepertiga atas vagina dan uterus yang mulai berkontraksi. c. Kemudian berlanjut terus dimana terjadi perubahan-perubahan pada tubuh wanita tersebut sampai mencapai klimaks, a a a se a ai erik t d. Tonus otot dan denyut jantung serta tekanan darah meningkat, Puting susu menjadi tegang, Klitoris menjadi tegang karena penuh berisi darah, Labia majora dan labia minora membengkak dan lubrikasi meningkat, Vagina memanjang dan melebar dan payudara menjadi tegang, Kemudian klitoris jadi memendek dan warna labia menjadi lebih tua, Otot-otot, ter as k s n ter ani ter s ene an an ke ian erkontraksi, kadang-kadang terjadi spasmus, Tercapai kepuasan seksual (orgasmus), atau berulang kembali (kontraksi meningkat setiap 8 detik), kepuasan seksual ini bisa besar atau kecil dan bisa lama atau singkat

282

eso tion reso si normal.

a ina k itoris an ter s ke

ai aa

Disfungsi seksual pada wanita i i s e at s at a an sik s is n si seks a a ai erik t Siklus Disfungsi Seksual Pada Wanita Nyeri Bersanggama (DYSPAREUNIA VAGINISMUS)

Penurunan Keinginan seksual (DESIRE)

Penurunan rangsangan seksual (AROUSAL)

Disfungsi seksual

kea aan

a a wanita se -

Ketidakpuasan

Penurunan kepuasan seksual (ORGASM)

Rangsangan yang tidak adekuat

(Phillips NA. Female sexual dysfunction : Evalution and treatment. July 1, 2000 American Family Physician Page 2

283

en r t i i s an ise t is n si seks a a a wanita ika ter a at masalah dalam fase-fase sebelum desire, arousal, orgasm dan nyeri bersenggama.1 a n i at a konsens s en enai k asi kasi is n si seks a 1 wanita I e a esire isor er 1. Hypoactive sexual desire disorder berkurangnya atau tidak adanya fantasi seksual dan/atau keinginan untuk melakukan aktivitas seksual secara menetap atau berulang, yang menyebabkan distress personal. 2. e a aversion isor er eno akan ata en in ari kontak seks a dengan pasangannya secara menetap atau berulang, yang menyebabkan distress personal II e a aro sa isor er III Or as i isor er I e a ain isor er 1. Dyspareunia 2. Vaginismus 3. Other sexual pain disorder Prevalensi dan Insiden Disfungsi Seksual pada Wanita Prevalensi disfungsi seksual pada wanita cukup besar antara 3-50% an s rve o e tei i a orkan a a en k r ta n i a at4 kan disfungsi seksual pada wanita 43% dan laki-laki 31%. i inik e weis antara ei i i a atkan insi en is n si seksual pada wanita dan disfungsi Libido 38%, Arousal 54%, Orgasm 56% 5 an eri sen a a Etiologi Disfungsi seksual pada wanita e ara aris esar se a is n si seks a ait aktor io o ik an faktor psikologik. 1. Faktor biologik ea aan sik an k ran aik ata a a kea aan sakit a at enyebabkan disfungsi seksual pada wanita, seperti penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, penyakit hati kronik, kelainan neurology, atritis, inkontinensia urin, pengaruh pengobatan (obat) yang digunakan penderita, peminum alkohol, atau obat terlarang, perokok berat

284

dan lain-lain. Kelainan ginekologik atau penyakit alat genitalia juga dapat menimbulkan disfungsi seksual pada wanita. Kelainan ini dapat menyebabkan n eri a a saat san a a an n eri terse t a at ise a kan o e 1,2 1. Ada infeksi, seperti sistitis kronik, vulvitis atau vulvovaginitas, ra an an I 2. Iritasi ata ka se erti iritasi sete a sen a a an kasar ata a a trauma pada daerah vulva atau uretra. 3. Adanya kista atau tumor. 4. Adanya kelainan alat genitalia, letak rahim, hymen inferforata, lobang vagina yang kecil adanya desi vulva/vagina, dan septum vagina dst. 5. Kurangnya lubrikasi. 6. Pasca operasi ginekologi, seperti pada histerektomi abdominal dan vaginal. 7. Hipoestrogen akibat telah mengalami menopause atau pasca operasi Ooforektomi bilateral. Khusus akibat estrogen kurang atau tidak ada aka ter a a er a an a a sik wanita terse t se in a san at berpengaruh pada keinginan, rangsangan, frekuensi dalam bersanggama, dan biasanya juga menyebabkan dispareunia (nyeri atau rasa perih saat bersanggama). Obat-obat yang digunakan untuk penyakit tertentu yang dapat meninmbulkan is n si seks a a a wanita se erti 1,2 O at an en e a kan an an a a kein inan a. O at nt k en akit sikosis 1. Antipsychotics. 2. Barbiturates. 3. en o ia e ines 4. e e tive serotonin re take in i itors 5. Lathiam. 6. Tricyclin antidepressants. b. O at nt k kar iovask er an i ertensi 1. Antilipid. 2. Beta blockers. 3. Clonidine. 4. Digoxin.

285

5. c. O at 1. 2. 3. d. ain 1.

irono a tone re arat or ona ana o n a onistis Oral kontrasepsi ain In o et a in

2. eto ona o e 3. Phenytoin sodium e. O at nti ne 6 o tan iso tretinoin a at en e a kan an an Desire, Arousal dan orgasm pada wanita yang meminum obat itu, walaupun dengan dosis 10 mg/ hari jika digunakan dalam waktu yang lama. O at an er en ar a a aro sa 1. Anticholonergies 2. Antihistamines 3. Antihipertensi 4. Obat untuk psychosis O at o at an en e a kan an an or as 1. Methyldopa 2. Amphetanines 3. Antipsycychtis 4. ar oti s II. Faktor psikologik Faktor psikologik dan mempengaruhi siklus respons seksual pada wanita. Kea aan aktor siko o ik terse t antara ain 1 1. tres an i n kan en an eker aan nansia 2. Depresi. 3. asa tak t se erti tak t a i tak t ket aran en akit hubungan seksual. 4. Pengalaman buruk pada hubungan seksual pada masa yang lalu. 5. Hubungan antarpersonal yang kurang baik.

286

6. Tidak mengetahui tentang anatomi dan fungsi seksualnya. e ain aktor aktor iatas aktor ain a a a a at t re a a a an ianut oleh wanita tersebut, yang menyebabkan wanita tersebut merasa malu untuk menyampaikan keluhan yang didapat padanya. Diagnosis Disfungsi Seksual pada Wanita.1,2,7 aat ini ia nostik is n si seks a a a wanita i at ter ta a er asarkan anamnesis karena disfungsi seksual pada wanita dianggap sebagai suatu gangguan psikiatri sehingga tidak ada kerangka yang jelas tentang cara membuat diagnosis disfungsi seksual ini. Perlu disadari bahwa disfungsi seksual pada wanita se a n a a a a aktor io o ik sik an siko o ik serta is n si seksual pada wanita terdiri dari gangguan desire, arousal, orgasm, dan nyeri seksual. Oleh karena itu diagnostik haruslah dibuat berdasarkan anamnesis an e eriksaan sik Anamnesis. 1. Anamnesis harus dibuat dengan teliti terhadap kelainan-kelainan atau pen akit sik ter as k en o atan ata e akaian o at o e asien an berhubungan dengan kemungkinan dapat menimbulkan disfungsi seksual, begitu juga terhadap faktor psikologik. e eriksaan isik er a 1. va asi siko o ik a aka an an siko o ik pada pasien. 2. va asi e is a aka en akit en akit siste ik dan ginekologis pada pasien 3. va asi sio o ik e eriksaan a iran ara enita sensasi enita an ro or on Untuk itu kami akan menerangkan mengenai Pravalensi, Etiologi, pemeriksaan an en o atan ari is n si seks a a a wanita sat er sat I I I I

287

Keinginan Seksual (desire) Keinginan (dorongan) seksual yang istilah umumnya dikenal sebagai nafsu seks a i i o ata a asa In risn a esire a a a interaksi an ko pleks dari faktor biologi ( neuro endokrin), psikologi ( kognitif dan affektif), sosial dan kultural antara seseorang dan pasangannya yang saling tertarik dan berkeinginan untuk melakukan hubungan seksual. a n onsens s assi ation ste sexual desire disorder 1. Hypoactive sexual desire disorder 2. e a aversion isor er 1. Hypoactive sexual desire disorder (gangguan dorongan seksual hipoaktif), berkurangnya atau tidak adanya fantasi seksual dan/atau keinginan untuk melakukan aktivitas seksual secara menetap atau berulang, yang menyebabkan distress personal. 2. e a aversion isor er an an eno akan seks a eno akan atau menghindari kontak seksual dengan pasangannya secara menetap atau berulang, yang menyebabkan distress personal PREVALENSI Laumann dkk. (1999) melaporkan gangguan dorongan seksual pada wanita 22% dan pria 5%. e raves an an oron an seks a a a wanita an ria er e a tahun, dimana wanita terjadi pada usia lebih muda dan angka kejadiannya 41 % wanita dan 47 % pria. Etiologi

288

Penyebab gangguan dorongan seksual ini adalah yang paling kompleks dan sulit dari semua penyebab gangguan fungsi seksual. 1. Faktor Biologi Kondisi yang menyebkan dispareunia, umur (perimenopause & menopause), gangguan keseimbangan hormonal (estrogen / testosteron rendah), penyakit sistemik, pemakaian obat-obatan 2. Faktor Psikososial osi an ti a ti a te otiona is ara e resi an gelisah, status kejiwaan, riwayat trauma seks sebelumnya, mendapat informasi yang negatif tentang seks dari orang tua, pasangan seksual, status ekonomi Pemeriksaan va asi siko o ik e ik sio o ik iran ara enita sensasi enita ro or on PENGOBATAN Jika etiologinya jelas, terapi sesuai etiologi. sia ra eno a se t era i es ai etio o i en e a e is or ona entikan o at o at an en e a kan an an ini konse in tera i seks tera i asangan 2. Usia peri dan post menopause a stro en e n ai kore asi ositi en an akti tas ses a melalui mekanisme secara tidak langsung menyebabkan perbaikan a a e a a e a a i o ekstro en se erti atro i ro enita gejala vasomotor, mood b. Testosteron dapat menimbulkan dorongan seksual pada wanita. Tetapi pemakaiannya testosteron harus selektif mungkin ® efek sampingnya besar. c. Konseling Penurunan rangsangan seksual (decreased arousal) definisi gangguan rangsangan seksual

289

Definisi gangguan rangsangan seksual 1,2,7 Ketidakmampuan yang menetap atau berulang untuk mencapai atau mempertahankan perangsangan seksual yang adekuat seperti lubrikasi dan pembengkakan genital yang menyebabkan distress personal Tanpa rangsangan Rangsangan

er

a an sio o is a a enita ia wanita se a a reaksi

siklus seksual

290

Tingkatan reaksi seksual

I an aria osen a an Kejadian gangguan rangsangan seksual meningkat sesuai dengan enin katn a sia osen sia ta n sia ta n E IO O I O IO O I en akit ne ro o i en akit vas ar er a an or ona aktasi eno a se kontase si or ona O at o atan merokok O I O O IAL Faktor emosional Trauma seksual Kurangnya stimulasi oleh pasangan Komunikasi yang buruk PEMERIKSAAN : Evaluasi medik Evaluasi psikologik va asi sio o ik iran ara enita ensasi enita ro or on

291

PENATALAKSANAAN era i e ik era i or ona ti asi an a ek at o e asan an ata vibrator, Terapi psikososial, terapi pasangan, dan terapi seks 3.Kepuasan seksual (Orgasmus) Orgasmus adalah puncak dari siklus respons seksual. Otot-otot vagina, uterus dan kadang-kadang rektum berkontraksi secara rhitmik. Hal ini menciptakan perasaan yang sangat menyenangkan dan memuaskan bagi wanita tersebut. ari an an an sio o ik ke asan seks a wanita a a a itan ai o e otot otot sepertiga atas vagina dan uterus yang mulai berkontraksi. Kemudian berlanjut terus dimana terjadi perubahan-perubahan pada tubuh wanita terse t sa ai en a ai k i aks a a a se a ai erik t Tonus otot dan denyut jantung serta tekanan darah meningkat, Puting susu menjadi tegang, Klitoris menjadi tegang karena penuh berisi darah, Labia majora dan labia minora membengkak dan lubrikasi meningkat, Vagina memanjang dan melebar dan payudara menjadi tegang, Kemudian klitoris jadi e en ek an warna a ia en a i e i t a Otot otot ter as k s n ter ani terus menegang dan kemudian berkontraksi, kadang-kadang terjadi spasmus, Tercapai kepuasan seksual (orgasmus), atau berulang kembali (kontraksi meningkat setiap 8 detik), kepuasan seksual ini bisa besar atau kecil dan bisa lama atau singkat Gangguan Orgasmus Gangguan orgasmus adalah kesulitan menetap atau berulang, tertunda atau tidak pernah memperoleh orgasmus sesudah terdapatnya keinginan seksual yang cukup dan arousal, yang menyebabkan seseorang stres reva ensi Etiologi : Gangguan kepuasan seksual bisa bersifat psikologik atau medik yang dapat disebabkan oleh obat-obatan maupun penyakit kronik. e a ian wanita e n ai kes itan nt k en a atkan ke asan seks a (orgasmus) ini mungkin disebabkan ketidak tahuan masalah seksual pada pasangan suami istri . Pasangan suami istri tersebut tidak mengetahui bahwa kepuasan seksual hanya akan tercapai dengan rangsangan seksual yang tinggi. Atau wanita tersebut mempunyai hambatan terhadap suaminya untuk men-

292

gatakan tentang cara yang terbaik untuk rangsangan seksual terhadap dirinya. Problema dengan ketidakpuasan seksual dapat terjadi akibat perasaan negatif terhadap seks yang dialami semasa kanak-kanak. Wanita yang pernah menderita trauma terhadap seks misalnya pemerkosaan, mungkin tidak akan dapat mencapai kepuasan seksual. Penanganan gangguan kepuasan seksual Prinsip pengobatan terhadap penurunan kepuasan seksual ini pada dasarnya adalah memaksimalkan stimulasi dan meminimalkan hambatan. Anorgasmia cukup responsif terhadap terapi; pada umumnya keadaan ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman seksual, atau minimnya rangsangan seksual yang sering terjadi pada wanita yang belum pernah mengalami kepuasan seksual. e a ian esar wanita nt k en a ai ke asan seks a ti ak se a an a dengan persetubuhan saja tetapi perlu disertai dengan rangsangan lain seperti berciuman, perabaan terutama daerah yang sensitif seperti payudara dan klitoris . Terdapat beberapa tempat perangsangan untuk menimbulkan orgasmus klitoris, vagina dan serviks, forniks anterior, urethra, payudara/ puting susu, mulut Kepuasan seksual klitoral Kepuasan seksual klitoral merupakan kepuasan seksual terbanyak dan paling kuat pada wanita; beberapa wanita membutuhkan cara-cara stimulasi klitoris untuk mendapatkan kepuasan seksual. Kepuasan seksual klitoral terjadi apabila klitoris dirangsang sampai n ak eksitasi ensasi ran san an i ai ari area sekitar k itoris an e as se ara ra ia iste sara an ter i at a a a siste sara en s an mempunyai serabut-serabut saraf yang sangat sensitif. Kepuasan seksual vaginal/ servikal Kepuasan seksual vaginal meliputi vagina, serviks dan uterus itu sendiri. Pada kepuasan seksual vaginal berbeda dengan kepusan seksual klitoral, disini uterus tidak bangkit kedepan. Perubahan posisi bersanggama (koitus) untuk mencapai kepuasan seksual vaginal / servikal wanita diatas, laki-laki diatas, samping dengan samping, duduk, berdiri Kepuasan seksual urethral

293

e erti k itoris eran san an ter a a ret ra a a at enin katkan gairah seksual pada beberapa wanita. e nik an a e nik ora e nik koita isa n a e a e s erior tan in ittin an nee in Stimulasi payudara/ puting susu Kepuasan seksual payudara/ puting susu ternyata dari survai sangat banyak terjadi pada wanita. Cara paling sering dipergunakan untuk mencapai kepuasan seksual payudara/ putting susu, adalah ti asi en an tan an ti asi en an t en an a at s tion an vibrator Rangsangan mulut Beberapa wanita mendapatkan kepuasan seksual cukup dengan rangsangan seksual pada bibir, lidah atau langit-langit mulut. e a ian wanita ain en atakan e ero e sensasi ke asan seks a se ruh tubuh yang di ikuti dengan kontraksi uterus dan vagina DISPAREUNIA ATAU NYERI SANGGAMA 1,2,7 eri ersen a a a at er ent k ata ise a kan o e is are nia dan vaginismus Disparenia adalah nyeri genital yang menetap atau berulang yang berhubungan dengan aktivitas seksual as e ata va inis s a a a kontraksi otot an an ti ak a at dikontrol niasanya pada sepertiga distal yang menetap atau berulang pada saat dilakukan penetrasi kedalam vagina PREVALENSI DISPAREUNIA 1. Laumann 1999; 10-20 % 2. Taher 2001; 15,2 % 3. att inner wanita ti ak erna is are nia pernah dispareunia, 34 % kadang-kadang masih dispareunia 4. Hampir 50 % pernah mengalami dispareunia selama kehidupan seksual aktif JENIS NYERI : 7 eri er sia n eri ketika enetrasi aki at kon isi anato ik ata iritatif, atau vaginismus

294

eri a ina er n an en an riksi asa a rikasi eri e vik er n an en an en akit e vik ata re aksasi ETIOLOGI 1. Faktor Biologik nato i ato o i Iatro enik or ona 2. Faktor psikososial Diagnosis Anamnesis eni aian e ik siko o ik a oratori an sio o ik eni aian ineko o is 1. Tanda-tanda radang atau kelainan lain seperti vulvar vestibulitis, dermatitis, kondiloma akuminata, herpes r or an kete a an n kin a a tan a tan a atro 3. Dinding vagina adanya luka jaringan sikatriks episiotomi, striktur agenesis vagina atau septum vagina dan mungkin ada prolaps organ pelvik, keadaan forsio mungkin ada servisitis 4. Palpasi kelenjar Bartolin mungkin ada bartolinitis 5. Palpasi otot levator ani mungkin ada vaginismus 6. Pemeriksaan nilai keadaan uterus dan aneksa kanan dan kiri Contoh gambar kelainan alat genital wanita

295

Int I

ot es

PENATALAKSANAAN.7 Bila tidak dijumpai etiologi maka dasar penatalaksanaan adalah.7 1. Memberi informasi dan edukasi tentang anatomi, fungsi seksual, perubahan karena usia, menopause, kehamilan dll en ran i is are nia 1. eri s er sia kontro enetrasi i okain to ika io ee a k 2. eri va ina sa a se erti no er ita a rikan 3. eri e vik er a an osisi I se e sen a a Medikamentosa / operatif sesuai etiologi, Terapi estrogen pengganti, Pemberian lubrikan, Psikoterapi, Terapi pasangan, Dilatasi vagina dan relaksasi otot Kalau perlu bila dengan terapi diatas tidak menolong seperti adanya sikatrik atau vagina yang sangat sempit, dilakukan tindakan operasi seperti episiotomi atau pengangkatan jaringan sikatrik KESIMPULAN Disfungsi seksual pada wanita merupakan suatu keadaan yang kompleksdan sulit untuk diterapi; berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya. Jika etiologi jelas, terapinya mudah, baik dengan medikamentosa maupun dengan konseling psikoterapi DAFTAR KEPUSTAKAAN: 1. i i s e ae e a eri an a i si ian 2. in e are e a

296

s n tion s n tion

va ation an i e or

reat ent

ssess ent an

reat ent e on e ition ew ork on on e i or ress 55-66. 3. a an isor ers o e a esire an Ot er ew en e ts an e ni es in e era ew ork r nner a e i ations 1979. 4. ti e ia nosis e a e e a isor ers www eekwe ness o femalesex/diagnosis.Htm. 5. Laporan Klinik Edelweis Periode Mei-Juli 2002. 6. e e a e so tan e Iso retinoin o tane oa tan On www.sexualtips.net. 7. in e are e a isor er an se a s n tion i e or ssess ent an reat ent e on e ition ew ork on on e i or ress

297

INVERSIO UTERI Junizaf Pendahuluan Inversio teri iartikan se a ai kea aan i ana ter s ter a ik en an fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dan kadang-kadang keluar melewati kana is servika is se in a enon o ke a a va ina Inversio teri erta a ite kan o e i o rates akan teta i a a iterat r Ayuverde yaitu sitem pengobatan Hindu dikatakan keadaan seperti ini telah ite kan se e n a akni antara ta n es a ase i ter atat reti s a a II sti s an a s e inata en e kakan penemuannya tentang inversio uteri. Aviciena (980-1037) orang pertama yang membedakan antara inversio uteri dengan prolaps uteri. 1 Pada abad ke XV, Amrois Pare memperkenalkan inversio uteri sebagai suatu kesatuan patologi tersendiri1. Tahun 1982 Benard melaporkan kasus inversio uteri yang dipotong dengan pisau cukur dan kemudian di kompres dengan es yang dilakukan oleh bidan, dan penderita dapat diselamatkan dan hidup1. Walau pun kelainan ini jarang terjadi akan tetapi merupakan kelainan yang sangat perlu mendapat penanganan dengan baik, cepat, dan tepat; agar kematian penderita dapat dicegah. Angka Kejadian Kejadian inversio uteri jarang sekali, akan tetapi merupakan komplikasi persalinan yang serius, atau berat, karena dapat menimbulkan perdarahan yang hebat atau sepsis bahkan kematian penderita. Penemuan segera dan penanganan yang cepat dan tepat merupakan kunci nt k en ran i an ka ke atian an kesakitan erin ka i a a iterat r didapatkan inversio ini hanya merupakan laporan kasus saja, sehingga angka kejadian yang tepat sulit ditentukan. Tidak seorang pun dokter yang mampu mengumpulkan seluruh kasus ini dengan sempurna, bahkan mungkin ada dokter yang belum pernah melihat dan mengobati kasus inversio uteri ini. as en atat ke a ian ari an ak r a sakit i In ia ia en a at 1 dari 8537 persalinan1 i erika erikat ari ersa inan2, dan di In ris ari ersa inan3. Watson melaporkan 1 dari 1739 persalinan2 dan Platt, dkk melaporkan 1 dari 2148 persalinan3. Di rumah sakit Dr. Cipto

298

Mangunkusumo, rumah sakit rujukan type A, selama 2 tahun (1992-1993) ditemukan 3 kasus inversio akut dan 1 kasus inversio kronis. Klasifikasi Inversio teri a at ter a i a a ersa inan ata as a ersa inan an juga pada uterus yang tidak hamil. an ak ra a k asi kasi an ike kakan o e ara en is akan teta i n a ereka e at k asi kasi a a a ait er asarkan waktu kejadian atau berdasarkan derajat kelainannya, walaupun ada juga yang en k asi kasikan atas asar okasi A. Berdasarkan waktu kejadian 4-5 1. Inversio ak t a a i a ter a i se era sete a anak a ir se e ter entuknya cincin serviks (serviks menciut). 2. Inversio teri s ak t ter a i sete a a an a kontraksi in in serviks 3. Inversio kronik a a i a ter a i sete a in as a ersa inan 6,7 B. Berdasarkan derajat kelainan 1. Derajat satu (inkomplit), apabila tonjolan fundus ke dalam kavum uteri belum melewati kanalis servikalis 2. Derajat dua (komplit), apabila fundus uteri telah keluar dari kanalis servikalis, akan tetapi belum keluar dari vagina. 3. Derajat tiga, apabila seluruh uterus dan serviks telah keluar dari vagina. C. Klasisifikasi berdasarkan lokasi oleh Bunke8 1. Inversio oka a a i a se a ian ari n s teri enon o ke a a kavum uteri. 2. Inversio arsie a a i a ton o an n s teri e i esar an te a mengisi kavum uteri, tetapi belum keluar dari kavum uteri. 3. Inversio inko it a a i a ton o an n s teri te a sa ai i kana is servikalis. 4. Inversio ko it a a i a ton o an n s teri te a ke ar ari kana is servikalis. 5. Inversio tota is a a i a ter s te a ke ar ari va ina D. Klasifikasi berdasarkan waktu kejadian dan penyebabnya9 1. Inversio ak t ter a in a se era sete a ersa inan an iketa i se era atau dalam waktu 4 minggu pasca persalinan. 2. Inversio kronik inversio an iketa i sete a in as a er-

299

salinan dimana permulaanya tidak diketahui atau tidak ada keluhan. 3. Tumor inversio. Inversio ise a kan o e karena a an a tarikan ari t or an elekat di fundus uteri, kejadiaannya hampir selalu kronik. 4. Inversio i io atik Inversio an ter a i s ontan an ti ak ise a kan o e karena kesa ahan penatala¬sanaan persalinan atau karena ada tumor. Etiologi A. Inversio akut roses ter a in a inversio teri ak t ter ant n ari aktor 1 1. Terjadinya pengosongan kavum uteri secara mendadak, setelah dinding uterus teregang secara maksimal. 2. Adanya dinding uterus yang menekuk secara bertahap dengan terjadinya penonjolan dari fundus. 3. Terjadinya dilatasi dari serviks uteri. Faktor risiko inversio uteri akut Faktor-faktor yang mungkin ada hubungannya dengan timbulnya inversio uteri akut ini antara lain 1. Penekanan pada fundus uteri waktu melahirkan plasenta 2. Tarikan pada tali pusat yang berlebihan seadangkan plasenta masih melekat erat 10 3. Kelenturan dari otot-otot uterus 4. Kelainan plasenta seperti plasenta akreta, inkreta dan sebagainya 5. Kelainan dinding uterus11 6. Tarikan pada selaput ketuban yang melekat9 7. enata aksanaan ka a III an sa a 8. Uterus yang terlalu teregang atau kurang baik berkontraksi seperti pada kasus hidramnion, hamil kembar dan sebagainya. 9. Penggunaan obat-obat anestesi yang menyebabkan melemasnya otototot dinding uterus.12 Dari semua kasus inversio uteri akut yang ditemukan, penyebab utaan a a a a karena ena aksanaan ka a III an sa a se erti enekanan pada fundus, penarikan tali pusat dan sebagainya. Pada beberapa penderita, inversio akut dapat terjadi secara spontan atau timbul tanpa tanda-tanda ter-

300

lebih dahulu, terutama pada penderita yang baru melahirkan.13 Gejala dan tanda klinik inversio akut. Pada umumnya gejala utama adalah perdarahan, nyeri, shok. Perdarahan biasanya tidak banyak bila plasenta masih melekat, akan tetapi bila plasenta telah lepas sebagian atau seluruhnya, perdarahan dapat banyak sekali. erin ka i kita te kan e a a s ok an ti ti ak ses ai en an a perdarahan yang terjadi; hal ini disebabkan oleh karena shok disebabkan oleh neurogenik, yang terjadi akibat regangan syaraf pada organ-organ pelvik dan peritoneum. Jadi shok pada inversio uteri dapat disebabkan oleh perdarahan atau neuorogenik, atau keduanya. Penderita kadang-kadang merasakan vagina terisi penuh, dan terasa penekanan pada kandung kemih yang menyebabkan penderita sulit berkemih (retensio urine), atau merasa ada benjolan yang keluar dari liang kemaluan. Pada inversio yang telah berlangsung agak lama, dapat timbul infeksi, sehingga penderita mengeluarkan cairan yang barbau, warna seperti nanah, badan penderita panas dan disertai takikardia. Bila keadaan ini terus tidak diketahui, maka penyembuhan masa nifas akan terlambat, dan penderita akan terus merasakan nyeri di daerah symphisis, disertai lokhia atau perdarahan yang terus mengalir. a a sat tan a ta a ari inversio teri a a a a a eriksa ar ata eriksa bimanual, tidak teraba fundus uteri. Oleh karena uterus tersembunyi di balik kandung kemih. Diagnosis inversio uteri akut e erti te a i raikan i atas a a inversio teri ak t isa ite kan penderita dalam keadaan shok dengan perdarahan yang banyak atau dapat pula tanpa ditemukan adanya tanda-tanda shok. akin en ka n a inversio akin e as e a a e a a an i er i atkan se erti perdarahan banyak, penderita shok Bila inversio tidak terdiagnosis dan tidak segera diperbaiki (dikoreksi), maka hampir sepertiga penderita akan meninggal beberapa jam kemudian atau penderita dapat mengalami perjalanan penyakit yang tidak menyenangkan, nyeri pelvik, adanya masa di liang vagina, dan kadang-kadang masih dapat dilihat adanya plasenta juga masih melekat, maka untuk mendiagnosis inversio uteri dapat dibuat berdasarkan gejala dan tanda-tanda seperti

301

1. Terasa nyeri di daerah symphisis sesudah melahirkan 2. asa a a ses at an en isi va ina 3. asa en an rasa tekanan a a kan n ke i se in a s it erkemih 4. Perdarahan pervaginam yang terus-menerus 5. Pada pemeriksaan fundus uteri tidak teraba atau menekuk ke dalam kavum uteri 6. Terlihat adanya uterus yang terbalik yang terletak dalam vagina atau telah keluar dari vulva. Diagnosis dapat dibuat segera bila ditemukan gejala-gejala di atas, disertai pemeriksaan ginekologi yang teliti. Pada periksa dalam akan teraba tumor seperti buah pier, yang sudah edematus, konsistensi lunak, mudah berdarah. Teraba cincin dari serviks uteri, yang terisi o e ter s an ter a ik ta i at ke ainan an iri an a serin terjadi secara mendadak yaitu keluarnya mioma submucosa yang bertangkai dari kavum uteri, melalui kanalis servikalis ke dalam vagina, yang disebut miom geburt. Keadaan ini mungkin dapat dibedakan dengan inspeksi dan palpasi yang dilakukan dengan cermat. Penatalaksanaan inversio akut Karena gejala permulaan yang menonjol pada kelainan inversio ini adalah perdarahan dan shok, maka langkah penatalaksanaan adalah 1. tasi s ok en an e erian trans si ara airan in er aktat oksigen, dan posisi tungkai penderita sebaiknya ditinggikan untuk mengurangi rasa nyeri. 2. e osisi ter s Masih terdapat kontroversi dalam pelaksanaan reposisi uterus ini bila plasenta masih melekat. Ada yang menganjurkan dilakukan pelepasan plasenta yang melekat terlebih dulu; hal ini akan mempermudah tindakan reposisi, oleh karena volume uterus menjadi lebih kecil, sehingga mudah melewati kanalis servikalis; akan tetapi perdarahan yang terjadi lebih banyak, karena kontraksi uterus tidak baik, sehingga memungkinkan kea aan en erita e i e ek e a ikn a i a asenta tidak dilepaskan terlebih dulu reposisi yang akan dilakukan lebih sulit dan akan tetapi perdarahan yang terjadi lebih sedikit. Hal ini dapat dia-

302

tasi karena tindakan reposisi harus dikerjakan selalu dengan penggunaan anestesi yang dalam. Pada inversio derajat satu, kadang-kadang dapat dilakukan reparasi tanpa anestesi. Teknik Reposisi a. cara manual 1. Cara Jones, uterus didorong ke atas dengan menggunakan ujung-ujung jari pada fundus uteri atau pada forniks posterior.14 2.

en erson an es erviks i e an en an orse in in se entara fundus uteri didorong ke arah atas atau anterior.15 3. Cara Johnson, dengan jari-jari tangan ada di forniks posterior, dan telapak tangan di fundus uteri, fundus uteri didorong ke arah rongga rahim secara perlahan-lahan sampai seluruh uterus kembali pada posisi normal.16 ete a re osisi er asi tan an o erator i erta ankan a a kavum uteri untuk beberapa saat guna menahan uterus agar tidak inversio lagi, sampai uterus terasa ber¬kontraksi baik, sambil diberikan utero tonika i n t r a v enus. Kadang-kadang kalau perlu setelah reposisi dapat dipasang tampon utero vaginal agar uterus tetap tidak kembali lagi menekuk. Tampon dapat dipertahankan 24 jam, dan kalau perlu dapat selama 48 jam, dan diberikan antibiotika, serta uterotonika per infus. b. Cara operasi rans a o ina 1. Cara Hutington17 2. Cara Haultain18 3. Cara Ocej 2. Histerektomia, bila uterus tidak perlu dipertahankan lagi. Komplikasi o ikasi an serin ter a i In eksi I e s ara itik ro oe o i Infertilitas B. Inversio Kronik1 Inversio kronik ter a i erta a aa an ka wakt tertent an menetap paling sedikit dalam 3-4 minggu setelah terjadi inversio. Kebanyakan penderita dalam masa nifas. Yang termasuk kasus inversio kronik antara ain a a a as s inversio an ter a i s ontan tata i ti ak er a-

303

sil dikoreksi atau belum dikoreksi karena keadaan umum penderita masih e ek en erita an ti ak en eta i saat ti n a inversio Inversio berulang, yang timbul setelah dilakukan koreksi sebelumnya i sa in it a a Inversio an ise a kan o e t or ise t t or inversio, dimana tumor ada di dinding dalam uterus. Terjadinya pengeluaran tumor tersebut oleh uterus seperti pengeluaran benda asing atau karena tertariknya daerah dimana tumor tersebut melekat dengan perantaraan tangkainya. Hampir seluruh tumor yang menyebabkan inversio uteri adalah mioma. Bentuk lain dari penyebab inversio adalah oleh faktor ketuaan atau kelemahan jaringan yang disertai peningkatan tekanan intraabdominal secara mendadak; inversio ini disebut idiopatik inversio uteri. Gejala dan tanda inversio kronik e a a an tan a an serin iti kan antara ain etrora ia akit in an erasaan a an a ses at an t r n i a a er t t r n berok), Anemia Pada pemeriksaan ginekologi yang cermat akan ditemukan adanya tumor yang lunak, berwarna merah, disertai perdarahan, tumor tersebut ditutupi oleh selaput berwarna kebiruan dan terletak di dalam vagina. Pada kasus tertentu dapat dilihat muara tuba fallopii (ostium tubae eksternum). erin ka i ter a i e i er isasi ari in in en o etri an isertai ulserasi yang dapat merubah gambaran jaringan sehingga muara tuba fallopi tidak terlihat lagi. Akibat inversio yang berat dan menetap akan terjadi pembedungan pembuluh darah, atau penjepitan karena cincin serviks yang mengecil (berkerut). Uterus inversio menyerupai buah pier dengan bagian bawah yang lebih besar. Pada stadium permulaan uterus biasanya ukurannya besar, akan tetapi lama kelamaan uterus akan mengecil dan menjadi normal oleh karena adanya involusi. Pembedungan pembuluh darah dapat menimbulkan uterus menjadi sembab, bengkak dan edematus dan bila pembedungan lebih hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya ganggren. Pada pemeriksaan ginekologi akan terlihat uterus yang terbalik dengan mukosa yang edematus, kongestif hebat, trombotik dan kadang-kadang nekrosis. Pada beberapa kasus inversio obstetrik kadang-kadang masih terdapat plasenta yang melekat sebagian atau seluruhnya. Tempat melekatnya plasenta tadi

304

terlihat kasar dengan gambaran yang tidak teratur. Dalam slongsong uterus yang terbalik tersebut terdapat ligamentum latum dan bagian proksimal dari tuba fallopii, dan kadang-kadang seluruh adneksa masuk ke dalam slongsong tersebut; tidak jarang terjadi perlekatan sehingga seluruh struktur menjadi suatu masa kong lomerat. Dapat pula sebagian omentum, usus masuk ke dalam slongsong tersebut. Pada inversio kronik, mukosa dinding uterus akan berganti jadi jaringan gramulasi, dan pada permukaannya dapat terjadi epitilisasi, hialilinisasi, dan kadang-kadang mengalami degenerasi walaupun jarang jadi kegansan. Diagnosa inversio kronik11 Diagnosa dibuat dengan melakukan pemeriksaan ginekologi yang cermat. Pada inspeculo tampak tumor seperti buah pier, dengan tangkai besar dari kanalis servikalis, serviks berbentuk cincin. Dan kalau kita masukkan sonde ke dalam lobang cincin serviks tersebut, sonde akan tertahan, tidak masuk kavum uteri, pada pemeriksaan bimanual, tidak teraba korpus uteri di ron a e vis a or en an a at trasono ra a at iketa i a wa etak uterus tidak di pelvis mayor, tetapi terletak dalam vagina. Bila diagnosis masih diragukan, maka dapat dilakukan biopsi, dan jaringan biopsi diperiksakan ke bagian patologi anatomi; pada inversio uteri hasil patologi anatomi akan memperlihatkan jaringan endometrium sedangkan kalaubukan inversio uteri terlihat jaringan otot uterus atau miom. Penatalakasanaan 1. Histerektomi vagina cara Junizaf i a akit i to an nk s o se ak ta n i ak kan tindakan histerektomi vaginal pada inversio yang terinfeksi berat, atau inversio akut dengan keadaan umum yang sangat jelek seperti kadar hemoglobin (HB) yang rendah sekali, dan darah tidak tersedia untuk memperbaiki keadaan penderita serta pada kasus inversio uteri yang disebabkan oleh tumor submukosa uteri (yang menyebabkan terjadinya inversio). Dengan histerektomi inversio dapat dihilangkan termasuk fokal infeksi dan sumber perdarahan dapat dihentikan sehingga penderita dapat diselamatkan. Penderita dalam posisi litotomi diatas meja operasi ginekologi diberikan anestesi epidural atau regional lainnya. Lakukan antiseptif pada uterus yang telah keluar dari introitus vaginal, termasuk pada miom yang keluar ber-

305

sa aan en an inversio teri erta a a a at enita ia sekitarn a sat didepan introitus vaginal dibuat jahitan melingkar seperti rantai dengan memer nakan ar e atis an enan ata vi ri o ata e i ke ian ter s i oton en an ati ati en an isa sa ai a isan serosa ete a kelihatan tuba, ligamen rotundum dijepit, dipotong dan diikat. Bagian uterus yang masih tertinggal dijahit dan diikat sehingga tunggul uterus yang tertinggal tidak berdarah dan uterus telah tertutup. Uterus yang tertinggal dimasukan ke a a va ina ete a ari a a e eriksaan ineko o i n ak va ina yang rusak telah masuk kedalam uterus dan porsio. Pemeriksaan pada 3 bulan berikutnya uterus dan servik uteri teraba kecil, dan biasanya penderita tidak ada keluhan. Penderita kadang-kadang bisa dapat haid tiap bulan secara teratur, pada mereka yang uterusnya lebih banyak terangkat mereka tidak mendapatkan haid lagi

Gambar jahitan seperti rantai 2. Operasi Haultein. Operasi yang dilakukan melalui abdomen dan vagina, dan dibutuhkan pemberian antibiotika dengan spektrum luas, untuk mencegah dan pengoatan in eksi ete a eritone i ka ter s isa at i aera ten a belakang sampai ke cincin serviks, cincin serviks belakang ikut dipotong, kemudian dari bawah (vagina) dilakukan reposisi uterus dengan mendorong serta bersamaan dilakukan tarikan pada komponen-komponen ari ter s ari atas ete a koreksi a itan inversio er asi ka kor s uteri dan serviks dijahit atau ditutup dengan dua lapis secara interupted dengan benang cut gut, atau dekson no. 1. Pada penderita yang sudah cukup anak dilakukan sterilisasi sekaligus, akan tetapi bila penderita belum punya anak atau masih muda sekali, penderita dianjurkan baru boleh hamil setelah 3-4 tahun pasca operasi, dengan catatan kehamilan ini akan 18

306

diakhiri dengan seksio sesarea primer pada usia kehamilan 37-38 minggu. i sat en erita as a re osisi inversio teri se ara stner setelah 4 tahun hamil dan anak dilahirkan dengan seksio sesarea primer, dan pada eksplorasi dari dinding uterus yang disayat pada waktu reposisi inversio uteri secara makroskopik tidak dapat dikenal lagi karena telah merupakan uterus yang normal. 3. Operasi spinelli 19 Cara ini dilakukan melalui vagina, uterus ditarik ke bawah dan dinding depan vagina ditegangkan, kemudian dibuat sayatan melintang di atas bibir depan serviks dengan hati-hati agar jangan melukai kandung kemih yang berlokasi lebih tinggi. Dinding depan serviks dijepit dengan forseps jaringan, dan jari telunjuk dimasukkan ke dalam lobang cincin serviks sebagai petunjuk, kemudian cincin dipotong (disayat) dan sayatan diteruskan ke dinding uterus ke arah fundus sampai keadaan dimana uterus telah memungkinkan direposisi. Uterus yang telah terbelah direposisi dengan cara melakukan tekanan ke atas dengan ibu jari dan tarikan yang berlawanan oleh jari telunjuk. Bila reposisi berhasil, akan terlihat dinding depan uterus yang terbelah, selanjutnya dilakukan penjahitan luka dinding uterus dengan dua lapis secara interupted dengan menggunakan benang kromik no. 1 atau dekson no. 1. Fundus uteri dikembalikan menempati ruangan pelvis lobang melalui insisi sayatan melintang, pada dinding depan ke kiri depan serviks yang telah ada dan dinding depan tersebut kemudian ditutup. Ditinggalkan lobang kecil untuk drainage. Pada kasus-kasus yang tidak membutuhkan anak lagi maka dilakukan sterilisasi sebelum fundus uteri dikembalikan ke dalam panggul. 4. Operasi Kustner 20 Operasi cara Kustner ini dilakukan melalul vagina seperti spinelli, hanya yang dibuka adalah kavum Douglasi dan korpus uteri disayat dan dibelah ari e akan eknik an ain sa a en an s ine i i r i to Mangunkusumo, kita menggunakan cara Kustner ini umumnya karena kemungkinan terjadinya trauma pada kandung kemih sangat sedikit sekali, bahkan tidak ada, sedangkan dengan cara spinelli kemungkinan sangat besar.

307

Pada inversio kronik yang disebabkan tumor, dimana tumor juga ikut keluar, biasanya dilakukan histerektomi transvaginal, hal ini untuk mengurangi perdarahan dan infeksi. Kadang-kadang kita cukup hanya melakukan histerektomi subtotal atau fundektomi saja lebih dulu, dan setelah keadaan tenang, kira-kira 2-3 bulan kemudian bila inversio masih ada dapat dilakukan histerektomi totalis. Daftar Kepustakaan 1. as Inversion o ter s O stet ne e o r 2. atson es owes ana e ent o te an s a te erra inversion o t e ter s O stet ne o 3. att r in te er ra inversion o t e ter s O stet ne o 4. Bell JE, Jr. Wilson GF. Wilson LA; Puerperal in inversion of the uterus. O stet nae o 5. e o er era inversion o t e ter s assi ation or treat ent O stet ne o 6. enton in te er era inversion o t e ter s o stetri a ne o o i a s rve 7. ae er te er era inversion o t e ter s r in ort Am 29;599,1949. 8. nke o eister a verson Inversion o t e ter s in iara ne o o an O stetri s evise e a erstown ar ers ow a ter 9. enson Inversion o ter s an ook o O stetri s ne o Third ed. 194-197, 1968 10. ee a is as ari te inversion o t e ter s O stet ne o 11. McHenry AG, Jr. Management of acute inversion of the uterus Obstet ne o 12. arris nni oo Inversion o ter s in a atient n er a ot ane anest esia O stet ne o 13. ast an e an wi ia s o stetri s e ew ork eton-Century-Crofte 1971

308

14. ones e orts o two ases ost art inversion terine o t e terus with discussion of the pathogenesis of obstetrical inversion Am J obstet 15. en erson inversion o t e ter s O stet ne o 16. o son ew onse t in t e re a e ent o t e inversion ter s and a rupture of nine case. Am J Obstet Gyneco 57;557,1949 17. ntin ton a te inversion o t e ter s oston e s r 376, 1921 18. aster a ei Inversion er era ter s ana e te ni e O stet ne o 19. ine i Inversion o t e ter s iv i ine onte orer 20. avi i o as an a a ina s r er e s Williams and wilkins 1985, 456-459

a tain

ia e

ia

309

PSIKOSOSIAL UROGINEKOLOGI JUNIZAF

Pendahuluan Uroginelologi adalah ilmu yang mempelajari tentang disfungsi dasar panggul yang memperlihatkan keluhan atau gejala berupa inkontinensia urin dan alvi, prolaps alat genital dan disfungsi seksual.1 Penderita uroginekologi adalah penderita yang mengalami kelainan atau penyakit yang sifatnya kronik dan tidak menimbulkan kematian akan tetapi menurunkan kwalitas hidup penderita bila tidak dikelola dengan cepat dan tepat. Kasus-kasus uroginekologi karena kronik dan sangat mengganggu akan menyebabkan gangguan psikososial dan disfungsi seksual. Banyak kasus-kasus uroginekologi tersebut telah dijumpai pada saat wanita tersebut masih berusia muda bahkan kecil sampai usia lanjut. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya gangguan psikososial dan disfungsi seksual. Gangguan Psikologi Inkontinensia rin er akan eno ena ko eks en an er a ai penyebab yang multiple termasuk didalamnya penyebab psikogenik analisa psikiatrik terhadap wanita dengan gejala saluran kemih bagian bawah menyebutkan adanya somatisasi, histeris, depresi dan asaintas dengan level yang abnormal mengenai stress dari kehidupan. Banyak penelitian yang terbaru telah menggunakan stress kepribadian pada pasien dengan inkontinensia Bergelund dkk.2 1994 melaporkan adanya peningkatan nilai yang lebih tinggi secara bermakna adanya ansaitas psikis pada pasien inkontinensia dibandingkan dengan kontrol Chirerton dkk3 menemukan adanya hubungan yang kuat turunnya atau rendahnya kepercayaan diri, depresi dengan inkontinensia urin Walters dkk4 1990 dan Clark dkk5 menemukan secara bermakna perubahan mud atau perasaan tidak ada kemampuan, rasa sedih, pesimis, dan hipokondria umum serta somatisasi pada wanita dengan inkontinensia. OryMg.6 yang dikutip oleh Wyman mengemukakan gangguan psikologis pada wanita inkontinensia urin dan alvi seperti perasaan tidak aman rasa marah, apatis, ketergantungan, rasa bersalah, perasaan terhina, perasaan terlantar, rasa malu atau memalukan, depresi, menolak (penyangkalan), kehilangan rasa percaya diri/ citra diri,

310

gangguan seksual serta kurangnya perhatian terhadap kebersihan pribadi dan menurunnya aktivitas sosial, terisolasi secara sosial, penolakan psikologis dan n siona an ke n kinan i instit siona isasi e an kan en ar a a ke ar a ti n a e an nt k e eri tress e osiona kekawatiran secara ekonomi, turunya kesehatan pada pemberi kesehatan primer. Kemungkinan penganiayaan atau penelantaran, keputusan untuk di institusionalisasi dan keluar dari institusi perawatan. Perubahan Sosial Pengetahuan inkontinensia menurut penelitian Wiyman dkk 19907, mempengaruhi menginterfensi aktivitas sosial dari penderita inkontinensia 8-50%, keadaan-keadaan yang dipengaruhi yang termasuk didalamnya a aa asa a asa a aktivitas sosia o estik sik eker aan an ke iatan waktu luang. Penderita mungkin melakukan pembatasan pada pekerjaan rumah tertentu atau kegiatan keluar rumah dan hobi. Mereka menghindari kegiatan diluar rumah jika mereka tidak yakin dimana ada tempat kamar mandi yang tersedia setiap saat di butuhkan untuk berkemih. Banyak wanita dengan inkontinensia menjadi terisolasi, mereka membatasi kegiatan sosial dan kontak sosial mereka. Wanita inkontinensia mempunyai interaksi sosial yang lebih sedikit pada anggota keluarga mereka. Hubungan pasangan menjadi rusak mungkin karena adanya efek samping dalam hubungan seksual mereka Inkontinensia rin an ter a i a a oran oran t a a at en e a kan ketidak mampuan dan ketergantungan pada keluarga atau pelayanan rumah tangga sehingga mereka kesulitan menghadapi atau merespon keinginanya. Inkontinensia ka an ka an en a i oron an ke ar a nt k erawat mereka dirumah jompo atau dirumah sakit, pada satu penelitian 5% pengguni rumah jompo mengalami inkontinensia. Pada beberapa penelitian prevalensi inkontinensia fekal relatif sedikit karena malu sering penderita tidak mau menyampaikan atau mendiskusikan masalahnya kepada orang lain, keluarga bahkan pada dokter. Pada penderita dengan inkontinensia untuk penatalaksanaan yang baik dibutuhkan dana yang cukup besar seperti untuk mendiagnosa, mengobati, memperbaiki, rehabilitasi dari penderita inkontinensia, Hu8 memperkirakan ia a tota an s n an ti ak an s n sekita i iar ek ari symptom uroginekologi sangat berpengaruh pada kwalitas hidup penderita.

311

Khusus pada penderita overaktif kandung kemih (OKK) terdapat sangat banyak berpengaruh pada kwalitas hidup (5.9); pasien membatasi bentuk aktivitasnya sehari-hari, kalau ingin berpergian harus sudah tahu dimana ada toilet yang dapat digunakan, selalu membawa pakaian ekstra bagian bawah dan pembalut. Mengurangi atau tidak minum untuk mencegah keluhan. Hal ini tent akan er en ar a a kese atan sik an e osiona en erita an ak wanita menghindar untuk melakukan bersenggama karena malu dan risiko inkontinensia bersenggama. Membatasi kegiatan karena takut jatuh dan patah akibat adanya urgensi atau nokturia (10), menyebabkan mudnya yang rendah dan depresi (11). OKK berpengaruh pada pekerjaan dan usaha-usaha secara langsug dan tak langsung (penggunaan pembalut, hilangnya waktu kerja, efek depresi dan lain-lain). Pada tahun 2000 biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan inkontinensia di Amerika diperkirakan 19.5 miliar, untuk OKK 12.6 miliar dolar (13) Disfungsi seksual9-11 Anatomi yang berdekatan antara kandung kemih, uretra dan rektum serta vagina memberikan hubungan antara disfungsi saluran kemih bawah, disfungsi anorektal atau disfungsi kandung kemuh dan masalah anorektal dapat menyebabkan terjadinya masalah disfungsi seksual sebagai contoh kondisi dimana hubungan seksual pervaginam dapat mempengaruhi saluran kemih bawah berupa infeksi saluran kemih karena hubungan seksual. Wanita mungkin mengalami urgensi untuk berkemih selama atau segera setelah hubungan seksual. Hubungan seksual juga dapat menimbulkan urgensi rectal karena ketakutan akan terjadi inkontinensia fekal. Keluarnya urin setelah terjadinya hubungan seksual pervaginam pada wanita inkontinensia sekitar 2456% dan ini jarang dilaporkan karena adanya rasa malu. Keluarnya urin dapat terjadi selama penetrasi, rangsangan klitoris atau bersamaan dengan organisme Hilton mengemukakan 1998 mengemukakan 70% wanita inkontinensia adalah kasusu stress inkontinensia, 4% kasusu overactive bladder sedangkan yang mengeluh pada saat organisme 42% pada stress inkontinensia dan 35% pada overactive bladder banyak penderita menghindari kontak seksual pada kasusu inkontinensia karena pengaruh umur makin lanjut, kurangnya hormon estrogen karena menopause atau gangguan kesehatan secara umum pada penderita dan patnernya karena bertambahnya usia, fungsi seksual juga dipenga-

312

ruhi karena terapi pembedahan pada inkontinensia maupun pada prolap. Daftar Kepustaka 1. ra s aivas tanton et a e stan ar i ation o ter ino o o ower rinar tra t n tion on ro e ro s 2. er n ise ann a os O ersona it ara teristi o

3. 4. 5. 6. 7.

8.

9.

stress in ontinen e wo en a i ot st s o o stet naeo iverton e s rink et a s o o i a a tors asso iate wi rinar in ontinen e in r e a ters a or oen e s o se a st o wo en wit etr stor insta i it o stet ne o ark o e t o rinar in ontinen e on se a a tivit in wo en e ro e an in eriatr an arkins ant s oso ia i a t o rinar incontinence in the community-dwelling population. J Am Geriatr o e ost i a t o rinar in ontinen e on ea t are servi es a er resente at ationa ti e ia t rsin on eren e on rinar ontinen e oeni aase ki ste Infl en e o o erations or stress in ontinen e an or enita es ens s on se a i e ta O stet ne o an

10.

i ton rinar in ontinen e rin se a inter o rse a o on t rare vo nteere s to r O stet n o 1988. 11. arni k ar o o e a an a er s n tion ow are t e re ate e a e atient

313

Related Documents

Uroginekologi .pdf
June 2020 3
Pdf
June 2020 43
Pdf
July 2020 31
Pdf
July 2020 33
Pdf
May 2020 55

More Documents from ""