Uremia Ty.docx

  • Uploaded by: Anonymous xTgYAFq
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Uremia Ty.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,561
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom uremik adalah kumpulan tanda dan gejala yang terlihat seperti insufiensi ginjal progresif dan GFR menurun hingga dibawah 10 ml/menit (10% dari normal) dan puncaknya pada ESRD. Pada titik ini, nefron yang masih utuh tidak lagi mampu untuk mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal. (Sylvia A. Price, patofisiologi edisi 6). Sindrom uremia adalah kumpulan tanda dan gejala pada insufisiensi ginjal progresif dan GFR menurun hingga < 10 ml/menit (<10% dari normal) dan puncaknya pada ESRD (end stage renal disease). Pada titik ini nefron yang masih utuh, tetapi tidak mampu lagi mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal

1.2 Rumusan Masalah Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka terdapat masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah: 

Bagaimanakah Asuhan keperawatan klien dengan sindrom uremia?

1.3 Tujuan Penulisan      

Mahasiswa mampu memahami definisi sindrom uremia Mahasiswa mampu memahami penyebab dari sindrom uremia Mahasiswa mampu memahami patofisiologi sindrom uremia Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis sindrom uremia Mahasiswa mampu memahami penatalaksaan sindrom uremia Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan sindrom uremia

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Sindrom Uremia Sindrom uremik adalah kumpulan tanda dan gejala yang terlihat seperti insufiensi ginjal progresif dan GFR menurun hingga dibawah 10 ml/menit (10% dari normal) dan puncaknya pada ESRD. Pada titik ini, nefron yang masih utuh tidak lagi mampu untuk mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal. (Sylvia A. Price, patofisiologi edisi 6). Uremia adalah peningkatan kada ureum didalam darah. Uremia merupakan keseluruhan kumpulan tanda dan gejala gagal ginjal kronis. Oleh karena itu istilah uremia sering dipakai untuk menyatakan keadaan kegagalan ginjal. Uremia dapat dinyatakan sebagai azotemia yaitu peningkatan senyawa non protein nitrogen ( NPN ) dalam darah. Kondisi azotemia diperiksa dari BUN dan serum kreatinin. Uremia adalah kadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal. Hal ini terjadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah. Uremia dapat menyebabkan gangguan pada keping darah dan hipersomnia serta efek lainnya. Penderita diduga terkena uremia apabila komponen pada urine sekunder dapat masuk/merembes ke plasma darah akibat dari kerusakan ginjal. Selain gagal ginjal, tingkat urea dalam darah dapat naik dengan: kenaikan produksi urea dalam hati, yang disebabkan: diet tinggi protein meningkatnya pemecahan protein (oleh operasi, infeksi, trauma, kanker) pendarahan pada saluran pencernaan obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid penurunan pembuangan urea, yang disebabkan: menurunnya aliran darah melalui ginjal (misal disebabkan oleh hipotensi atau tekanan darah rendah, dan gagal jantung) obstruksi atau gangguan pada aliran kemih 2.2 Etiologi Penyebab dari uremia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prerenal, renal, dan postrenal. Uremia prerenal disebabkan oleh gagalnya mekanisme sebelum filtrasi glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal (shock, dehidrasi, dan kehilangan darah) dan peningkatan katabolisme protein. Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (gagal ginjal kronis/chronic renal failure atau juga pada kejadian gagal ginjal akut/acute renal failure apabila fungsi

2

ginjal menurun dengan cepat) yang dapat menyebabkan gangguan ekskresi urea sehingga urea akan tertahan di dalam darah, hal ini akan menyebabkan intoksikasi oleh urea dalam konsentrasi tinggi yang disebut dengan uremia. Sedangkan uremia postrenal terjadi oleh obstruksi saluran urinari di bawah ureter (vesica urinaria atau urethra) yang dapat menghambat ekskresi urin. Obstruksi tersebut dapat berupa batu/kristaluria, tumor, serta peradangan. 2.3 Patofisiologi Patofisiologi yang terjadi meliputi: a. Azotemia beracun (metabolit toksik) Jika ada penurunan tingkat glomerular filtrat saja terjadi retensi dari beberapa azotemia toksin (U, metilguanidin, GSA). Sebagai contoh, GSA (asam guanidinosuccinic), zat ini menghambat ADP (adenosin difosfat) digunakan untuk melepaskan faktor trombosit 3, sehingga akan menyebabkan gangguan koagulasi. Meskipun urea dan serum konsentrasi kreatinin digunakan untuk mengukur kapasitas ekskretoris ginjal, akumulasi dari kedua molekul itu sendiri tidak menjelaskan banyak gejala dan tanda-tanda yang menjadi ciri sindrom uremik pada gagal ginjal lanjut. Ratusan racun yang terakumulasi pada gagal ginjal telah terlibat dalam sindrom uremik. Ini termasuk yang larut dalam air, hidrofobik, protein terikat, biaya, dan senyawa bermuatan. Kategori tambahan meliputi produk ekskretoris nitrogen senyawa guanido, urat dan hippurates, produk dari metabolisme asam nukleat, poliamina, myoinositol, fenol, benzoat, dan indoles. Senyawa dengan massa molekul antara 500 dan 1500 Da, yang disebut molekul tengah, juga ditahan dan berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas. Sindrom uremik dan negara penyakit yang berhubungan dengan gangguan ginjal, otomatis melibatkan lebih dari gagal ginjal ekskretoris. Sejumlah fungsi metabolisme dan endokrin biasanya dilakukan oleh ginjal juga terpengaruh, dan hasil ini pada anemia, kekurangan gizi, dan metabolisme abnormal karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, plasma tingkat hormon, termasuk PTH, insulin, glukagon, hormon seks, dan prolaktin, perubahan pada gagal ginjal sebagai akibat dari retensi urin, penurunan degradasi, atau peraturan yang abnormal. Akhirnya, gangguan ginjal progresif dikaitkan dengan memburuknya peradangan sistemik. Peningkatan kadar protein C-reaktif terdeteksi bersama dengan reaktan

3

fase akut, sementara tingkat yang disebut reaktan fase negatif akut, seperti albumin dan fetuin, menurun dengan kerusakan ginjal progresif. Jadi, gangguan ginjal adalah penting dalam sindrom malnutrition-inflammationatherosclerosis/calcification, yang pada gilirannya memberikan kontribusi untuk percepatan penyakit pembuluh darah dan penyakit penyerta terkait dengan penyakit ginjal lanjut. Singkatnya, patofisiologi sindrom uremik dapat dibagi menjadi manifestasi dalam tiga bidang disfungsi: (1) konsekuen untuk akumulasi racun biasanya mengalami ekskresi ginjal, termasuk produk-produk protein mereka dari metabolisme, (2) konsekuen untuk kerugian orang lain fungsi ginjal, seperti homeostasis cairan dan elektrolit dan regulasi hormonal, dan (3) inflamasi sistemik progresif dan konsekuensi pembuluh darah dan nutrisi 2.4 Manifestasi Klinis Manisfetasi klinis sindrom uremia dapat dibagi dalam beberapa bentuk yaitu: a. Pengaturan fungsi regulasi dan ekskresi yang kacau, seperti ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi nitrogen dan metabolisme lain, serta gangguan hormonal. b. Abnormalitas sistem tubuh multipel ( sebenarnya pada semua sistem), dasarnya tidak begitu dimengerti. Manifestasi klinis sindrom uremik secara khusus: a. biokimia:  Asidosis metabolic ( HCO3- serum 18 -20meq/L)  Azotemia ( penurunan GFR, menyebabkan peningkatan BUN,kreatinin)  Hiperkalemia  Retensi atau pembuangan natrium  Hipermagnesemia  Hiperurisemia b. Genitourinaria :  Poliuria, berlanjut menjadi oliguria, lalu anuria  Nokturia, pembalikan irama diurnal  Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010  Proteinnuria  Hilangnya libido, aminore, impotensi dan sterilitas c. Kardiovaskuler  Hipertensi  Retinopati dan ensofalopati hipertensif  Beban sirkulasi berlebihan

4

 Edema  Gagal jantung kongestif  Perikarditis (friction rub)  Disritmia d. Pernafasan  Pernapasan kusmaul, dispnea  Edema paru  Pneumonitis e. Hematologik  anemia menyebabkan kelelahan  hemolisis  kecenderungan perdarahan  menurunnya resistensi terhadap infeksi (infeksi saluran kemih, pneumonia, septikemia) f.

Kulit  

Pucat, pigmantasi Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis-garis merah-biru yang berkaitan dengan kehilangan

protein)  Pruritis  “kristal” uremik  Kulit kering  Memar g. Saluran cerna  Anoreksi, mual, muntah, menyebabkan penurunan berat badan  Napas berbau amoniak  Rasa kecap logam, mulut kering  Stomatitis, parotitis  Gastritis, enteritis  Perdarahan saluran cerna  Diare h. Metabolisme intermedier  Protein – intoleransi, sintesis abnormal  Karbohidrat – hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun  Lemak – peningkatan kadar trigliserida  Mudah lelah i. Neuromuskuler  otot mengecil dan lemah  sistem saraf pusat - penurunan ketajaman mental - konsentrasi buruk - apati - letargi atau gelisah, insomnia - kekacauan mental - koma - otot berkedut, asteriksis, kejang 5



neuropati perifer - konduksi saraf lambat, sindrom ”restless leg” - perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi

j.

- perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi pareplegia Gangguan kalsium dan rangka  Hiperfosfatemia, hipokalsemia  Hiperparatiroidisme sekunder  Osteodistrofi ginjal  Fraktur patologik (demineralisasi tulang)  Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, 

pembuluh darah, jantung, paru) Konjungtivitis (mata merah uremik)

2.5 Penatalakssanaan 1. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, azotemia,

meringankan keluhan-keluhan akibat

memperbaiki

metabolisme

secara

optimal

akumulasi toksin dan

memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). a. Peranan diet: Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. b. Kebutuhan jumlah kalori :

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi)

untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. c. Kebutuhan cairan : Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. d. Kebutuhan elektrolit dan mineral:

Kebutuhan jumlah mineral dan

elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). 2. Terapi simtomatik a. Asidosis metabolic:

Asidosis

metabolik

harus

dikoreksi

karena

meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi

6

alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L. b. Anemia: Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. c. Keluhan

gastrointestinal:

merupakan

keluhan

yang

Anoreksi, sering

cegukan, dijumpai

mual pada

dan

muntah,

GGK.

Keluhan

gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. d. Kelainan kulit: Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. e. Kelainan neuromuscular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. f.

Hipertensi: Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

g. Kelainan sistem kardiovaskular: Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. 3. Terapi pengganti ginjal: Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

7

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM UREMIA 3.1 Pengkajian a. Kaji status psikologi : .............. dst b. Status neurologi c. Kulit (decubitus, kerusakan jaringan kulit) d. Fungsi respirasi (frekuensi, regular atau irregular) e. Fungís gastrointerstinal (konstipasi, dullness) f.

Fungís perkemihan (retensi urin, ISK)

g. Fungsi kardiovaskuler (HR, TD, perfusi ke daerah traksi, akral dingin) h. Status nutrisi (anoreksia) i.

Nyeri

3.2 Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi 1. Ansietas b.d. status kesehatan dan traksi Tujuan : 

klien tampil santai, dapat beristirahat atau tidur cukup



klien melaporkan penurunan rasa takut dan cemas yang berkurang ke tingkat yang dapat diatasi

8

Intervensi 1

: identifikasi tingkat rasa takut

Rasional

: rasa takut yang berlebihan atau terus-menerus akan

mengakibatkan reaksi sters yang berlebihan Intervensi 2

: validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan

faktual Rasional

: mengidentifikasi rasa takut yang spesifik membantu pasien untuk

menghadapinya secara realistis Intervensi 3

: berikan petunjuk atau penjelasan yang sederhana pada pasien

yang tenang Rasional

: ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien

menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit Intervensi 4

: kontrol stimuli eksternal

Rasional

: suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas

1. berikan informasi tentang traksi (tujuan,lama,tindakan yang ijinkan slm traksi. R/ : ...... 2. informasikan stiap kali melakukan tindakan. 3. anjurkan kelg untuk sering bertemu klien. 2. Nyeri dan ketidaknyamanan b.d. traksi dan immobilisasi Tujuan : 

Klien mengatakan nyeri hilang



Klien menunjukan tindakan santai : mampu berpartisifasi dalam aktivitas atau tidur atau istirahat dengan tepat

Intevensi 1

: evaluasi keluhan nyeri atau ketiknyamanan, perhatikan lokasi

dan karakterristik, termasuk intensitas ( skala 0 – 10 ). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal ( perubahan pada tanda vital dan emosi atau perilaku ) Rasional

: mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi.

Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau terhadap nyeri. Intervensi 2

: dorong klien menggunakan teknik manajemen stres, contoh

relaklasi progresif, latihan nafas dalam, imaji asai visualisasi. Rasional

: memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan

dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.

9

Intervensi 3

: lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif

Rasional : mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera. Intervensi 4

: selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba atau

dalam, lokasi progresif atau buruk tidak hilang dengan analgesik Rasional

: dapat menandakan terjadinya komplikasi, contoh infeksi, iskemia

jaringan, sindrom kompartemen 1. kaji tiap adanya keluhan pada klien 2. berikan kasur padat 3. ubah posisi klien dalam batas traksi 4. jaga agar linen tidak terlipat 3. Kurang perawatan diri : makan,higyene,toileting b.d. traksi Tujuan : klien menunjukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan pribadi Intervensi 1

: tentukan kemampuan saat ini (skala 0-4) dan hambatan untuk

partisipasi dalam perawatan Rasional

: mengidentifikasi kebutuhan intervensi yang dibutuhkan

Intervensi 2

: dorong perawatan diri. Bekerja dengan kemampuan yang

sekarang; jangan menekan pasien di luar kemampuannya. Miliki harapan untuk peningkatan dan bantu sesuai kebutuhan Rasional

: melakukan untuk dirinya sendiri akan meningkatkan perasaan

harga diri. Kegagalan dapat menyebabkan keputusasaan dan depresi Intervensi 3

: berikan keramas atau gaya rambut sesuai kebutuhan. Sediakan

atau bantu dengan perawatan kuku Rasoinal

: membantu mempertahankan penampilan

Intervensi 4

: dorong atau bantu dengan perawatan mulut atau gigi setiap hari

Rasional

: mengurangi risiko penyakit gusi atau kehilangan gigi



beri bantuan aktivitas perawatan diri slma immobilisasi



beri alat penjangkau dan gantungan di atas tempat tidur

4. Kerusakan mobilisasi fisik b.d. proses penyakit dan traksi Tujuan : 

mempertahankan posisi fungsional

10



meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh

Intervensi 1

: kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau

pengobatan dan memperhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi Rasional

: pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri

tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi atau intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan Intervensi 2

: bantu pasien dalam rentang gerak aktif pada ekstremitas yang

sakit dan yang tak sakit Rasional

: meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk

meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi; mencegah kontraktur atau atrofi, dan resorpsi kalsium karena tidak digunakan Intervensi 3

: ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk atau

napas dalam Rasional

: mencegah atau menurunkan insidensi komplikasi kulit atau

pernapasan (dekubitus, atelektasis, pneumonia) 

Anjurkan klien melatih otot dan sendi yang tidak diimmobilisasi



Konsultasikan dgn fisiotherapi untuk latihan di tempat tidur



Dorong klien untuk berlatih

5. Resiko terjadinya komplikasi 1. Dekubitus : a). Periksa area kulit yang tertekan b). Lakukan perubahan posisi klien c). konsultasikan dgn penggunaan pelindung cincin dekubitus dan tempat tidur khusus. 2. Kongesti paru-pneumonia : a). Kaji status pernafasan klien b). Ajari latihan nafas dalam dan batuk efektif. c). kaji terhadap adanya secret kental atau reflek batuk menurun. d). Anjurkan klien banyak minum. Lakukan fisiotherapi dada. laporkan jika terjadi gangguan.

11

3. Konstipasi dan anoreksia : a). Berikan diit tinggi serat dan banyak minum b). Beri laksatif, supositoria dan enema sesuai instruksi dokter c). Kaji makanan kesukaan klien 4. Statis dan infeksi saluran kemih : a). Pantau masukan dan haluaran urin b). Anjurkan klien minum 2 liter per hari dan usahakan berkemih setiap 23 jam. c). Kaji adanya tanda infeksi. 5. Trombosis vena dalam : a). Ajari dan lakukan latihan area distal dlm batas terapi traksi secara teratur. b). Doromg klien minum 2 lt per hari. c). Kaji terhadap adanya trombosis vena.

12

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Sindrom uremik adalah kumpulan tanda dan gejala yang terlihat seperti insufiensi ginjal progresif dan GFR menurun hingga dibawah 10 ml/menit (10% dari normal) dan puncaknya pada ESRD. Pada titik ini, nefron yang masih utuh tidak lagi mampu untuk mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal normal.

4.2 Saran Saran yang dapat kami sampaikan adalah dalam proses pemeriksaan ureum dan kreatinin dilaboratorim diperlukan ketelitian dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pemeriksaan tersebut

13

DAFTAR PUSTAKA

http://meikafitri.blogspot.co.id/2009/12/asuhan-keperawatan-pada-pasiendengan.html https://hellosehat.com/penyakit/sindrom-uremik-hemolitik/ https://dawibo.wordpress.com/2011/03/28/uremia/

14

Related Documents


More Documents from "dlaila white"