Up Rifelita Saputra.docx

  • Uploaded by: Rifelita Ira
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Up Rifelita Saputra.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,807
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi issue global. Artinya, kemiskinan tidak hanya menjadi masalah pokok dinegara dunia ketiga, tetapi masih menjadi persoalan di negara industri maju. Hamper di semua di negara berkembang, hanya sebagai penduduknya yang dapat menikmati

hasil

pembangunan,

sisanya

mayoritas

penduduk

hidup

miskin.Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan Indonesia pada periode September 2016 hingga Maret 2017 mengalami kenaikan. Hal tersebut menandakan usaha pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan akan semakin sulit.Pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia, tidak hanya saja memberikan dana bantuan maupun pemberdayaan pada masyarakat yang benar–benar membutuhkan. Akan tetapi memberikan motivasi dan semangat akan pentingnya gotong royong serta peningkatan spiritual

keagamaan

didalam

masyarakat

itu

sendiri.

Dalam

perkembangannya, selain masyarakat dapat mampu memberdayakan diri mereka sendiri dalam bidang kebutuhan ekonomi, diharapkan masyarakat juga mampu meningkatkan spiritual keagamaan yang sudah ada. Kemiskinan masih menjadi salah satu masalah serius bagi bangsa IndonesiaUntuk

merespon

masalah

kemiskinan

tersebut

dibutuhkan

perencanaan, anggaran, dan pengembangan program secara tepat. Di samping itu, diperlukan juga dukungan sistem koordinasi antarpemangku kepentingan yang selektif.Dari program–program yang telah ada dan dilaksanakan, tampak perkembangan–perkembangan yang sangat berarti dalam pelaksanaan program tersebut. Meskipun terdapat beberapa kendala yang terjadi dilapangan dalam penerapannya, akan tetapi program tersebut berjalan sebagaimana harusnya.Kemiskinan merupakan kenyataan sosial yang tidak bisa dielakkan oleh masyarakat. Selain dirasakan langsung oleh orang miskin,

1

kemiskinan juga berakibat buruk bagu kehidupan umat manusia. Hal ini karena mata rantai kemiskinan adalah timbulnya masalah lain, seperti pengangguran, kelaparan, kebodaohan, dan lainnya. Oleh karena itu, untuk mengurangi masalah itu, tidak sedikit masayarakat yang menyelesaikannya dengan cara yang bertolak belakang dari norma yang berlaku, yaitu dengan cara tindak kekerasan. Selain masyarakat desa, kemiskinan juga melanda masyarakat kota. Kemiskinan pada masyarakat kota lebih mengarah pada mentalitas individual, persaingan yang tidak terpandu, yang besar kecenderungannya akan menambah jurang pemisah antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Kemudian, muncul konflik yang terjadi karena seleksi alam (survival of the fittes), yaitu yang kuat akan bertahan hidup dan yang lemah akan tersisihkan. Ironisnya korban dari masyarakat tersebut adalah masyarakat local sebab pemilik modal dikuasai oleh pihak asing yang mencoba merauk keuntungan dari tenaga local tersebut, seperti yang terjadi pada masa kolonialisme sebagai bukti sejarah. Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah pusat dan daerah. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersediannya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Dengan tersedianya data dan informasi kemiskinan di harapkan dapat mendeteksi kemiskinan. Masalah kemiskinan bukanlah sekedar masalah ekonomi atau konsumsi, namun juga masalah politik. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan berbagai bidang pembangunan lainnya yang di tandai oleh penggangguran, keterbelakangan, dan ketidak berdayaan. Kemiskinan merupakan masalah global, yang sering dihubungkan dengan masalah kebutuhan, kesulitan dan kekurangan berbagai kehidupan. sebagian orang yang memahami istilah ini secara subyektif dan kompratif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif.

2

Kemiskinan dapat di pahami sebagai situasi dimana kelangkaan barangbarang dan pelayanan dasar. Kemiskinan yang diderita oleh masyarakat terutama pada mereka yang tinggal di perkotaan, sering diartikan sebagai akibat dari kebodohan, kurangnya keterampilan teknis, etos kerja yang tumpul, kesempatan kerja yang rendah sehingga sering dihubungkan dengan ketidakberdayaan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, bila kita pahami secara mendalam, maka kemiskinan bukan semata–mata akibat dari ketidakberdayaan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan, tetapi berkaitan dengan masalah struktur–sosial dan cenderung sudah menjadi paradigma dan “budaya” pada masyarakat itu sendiri. Kemiskinan pada masyarakat kita ini kadang kala merupakan sebuah paradigma dan tradisi, ada ungkapan apabila, orangtuanya sudah miskin. Maka, anak dan cucunya akan ikut pula menjadi miskin. Raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang di peruntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan membeerikan perlindungan sosial pada rumah tangga sasaran. Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indicator 6T, yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi. Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan energi dan protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan atau membuka akses pangan

keluarga

penerima

manfaat

dengan

jumlah

yang

telah

ditentukan.Usman (2003: 33) mengatakan bahwa kemiskinan adalah kondisi kehilangan (deprivation) sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan serta hidup serba kekurangan. Sedangkan menurut Sumodiningrat (1994: 45), masalah kemiskinan pada dasarnya tidak hanya berurusan dengan persoalan ekonomi,

3

tetapi bersifat multidimensional yang dalam kenyataannya juga berurusan dengan persoalan nonekonomi (sosial, budaya, dan politik), karena sifat multidimensionalnya,

kemiskinan

tidak

hanya

berurusan

dengan

kesejahteraan materi (material well-being), tetapi berurusan dengan kesejahteraan sosial (social well-being). Berdasarkan pandangan tersebut bahwa kemiskinan pada hakikatnya merupakan kebutuhan manusia yang tidak terbatas hanya pada persoalan ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan dimensi pendekatan lain, yaitu pendekatan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya sosial. Supriatna (1996: 240-241) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan kondisi yang serba terbatas dan terjadi bukan atas kehendak orang lain yang bersangkutan. Penduduk di katakan miskin apabila di tandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, dan gizi, serta kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan lingkaran ketidak berdayaan. Program Raskin adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di bidang pangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin). Program Raskin adalah program nasional lintas sektoral baik vertikal (Pemerintah Pusat sampai dengan

Pemerintah

Daerah)

maupun

horizontal

(lintas

Kementerian/Lembaga), sehingga semua pihak yang terkait bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing untuk kelancaran pelaksanaan dan pencapaian tujuan Program Raskin. Program Raskin tidak hanya membantu ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga tetapi juga pada tingkat nasional dengan pembelian gabah dan beras yang dihasilkan oleh para petani. Melalui pengadaan beras untuk raskin ini kita harapkan dapat memacu produksi beras dalam negeri, sehingga swasembada beras tetap dapat dipertahankan. Program Raskin serta program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang dilaksanakan merupakan bagian dari upaya pencapaian Millennium Development Goals (MDG’s). Oleh

4

karenanya keberhasilan program penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab kita bersama, pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Menko Kesra, 2010). Keluarga penerima manfaat Raskin yaitu keluarga yang berpendapatan rendah (miskin dan rentan miskin) atau disebut dengan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat

(RTS-PM). RTS-PM

Raskin

ditetapkan

berdasarkan Pendapatan Program Perlindungan Sosial (PPLS-2001) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Rumah tangga yang berhak menerima beras Raskin, atau juga disebut Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM) Program Raskin, adalah rumah tangga yang terdapat dalam data yang diterbitkan dari Basis Data Terpadu hasil PPLS 2011 yang dikelola oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan disahkan oleh Kemenko Kesra RI. Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat harga, Tepat waktu, Tepat kualitas,dan Tepat administrasi. Table 1.1 Data Penerima Raskin Di Kota Tanjungpinang Tahun 2017

N O 1.

2.

JUMLAH SESUAI KECAMATAN / KELURAHAN

DENGAN DATA SDT

KECAMATAN TANJUGPINANG KOTA

1.665

1. KELURAHAN TANJUNG PINANG KOTA

126

2. KELURAHAN PENYENGAT

236

3.KELURAHAN KAMPUNG BUGIS

848

4.KELURAHAN SENGGARANG

455

KECAMATAN TANJUNGPINANG BARAT 1. KELURAHAN TANJUNGPINANG

2.433 858

5

BARAT

3.

2. KELURAHAN KAMBOJA

494

3. KELURAHAN KAMPUNG BARU

554

4. KELURAHAN BUKIT CERMIN

537

KECAMATAN BUKIT BESTARI

2.264

1.KELURAHAN DOMPAK 2. KELURAHAN TANJUNGPINANG TIMUR

4.

256 379

3. KELURAHAN TANJUNG AYUN SAKTI

383

4. KELURAHAN SEI JANG

561

5. KELURAHAN TANJUNGUNGGAT

685

KECAMATAN TANJUNGPINANG TIMUR

3.824

1.KELURAHAN BATU SEMBILAN

952

2. KELURAHAN KOTA PIRING

652

3. KELURAHAN AIR RAJA

686

4. KELURAHAN PINANG KENCANA

1.006

5.KELURAHAN KAMPUNG BULANG

528

JUMLAH

10.196

SUMBER : BASIS DATA TERPADU TNP2K Sumber data Sekunder: Dinsos Tanjungpinang

Seperti halnya di Kota Tanjungpinang, penerimaan raskin pun belum sepenuhnya tersebar secara merata kepada masyarakat miskin yang ada di Kota Tanjungpinang, karena raskin pun bisa di terima oleh keluarga yang istilahnya mampu. Dan bermacam-macam pula respon masyarakat penerima raskin di Kota Tanjungpinang ini, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Respon Masyarakat Penerima Raskin di Kota Tanjungpinang.

6

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis memfokuskan perumusan masalah yang dapat ditarik adalah Apa Respon Masyarakat Penerima Raskin di Kota Tanjungpinang?

C. Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa respon masyarakat penerima raskin di Kota Tanjungpinang. Apakah sudah memenuhi target atau hanya di manfaatkan oleh orang-orang atau oknum-oknum tertentu saja.

D. Manfaat penelitian Adapun manfaat dan kegunaan dari hasil penelitian yang dilakukan adalah: 1.

Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna untuk membantu kita agar lebih memahami apa respon masyarakat penerima raskin di kota Tanjungpinang

2.

Secara Praktis, diharapkan penelitian ini dapat di jadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pembagian raskin di kota Tanjungpinang selanjutnya.

E. Kerangka Teoritis 1.

Respon a. Pengertian Respon Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, respons dapat diartikan sebagai suatu tanggapan, reaksi dan jawaban. Beberapa tokoh mendefinisikan respons secara berbeda seperti definisi dari tokoh seperti Soejono Soekanto dan Young. Soerjono Soekanto, menyebut kata respons dengan kata response yaitu perilaku yang merupakan konsekuensi dari perilaku sebelumnya.Respon berasal dari kata

7

response, yang bearti balasan atau tanggapan (reaction). Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera.Hal yang menunjang dalam melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap, persepsi dan partisipasi. Respon pada proses didahului sikap seseorang untuk bertingkah laku jika menghadapi rangsangan tertentu. Jadi, berbicara mengenai resppon atau tidak respon terlepas dari pembahasan sikap.Respon juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruuh atau penolakan, suka atau tidak suka, serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (sobur 2003). Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu : 1) Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapannya. 2) Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindakantindakan, dan ciri-ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang. 3) Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang (Mulyani, 2007). Respon berasal dari kata response, yang berarti balasan atau tanggapan (reaction). Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indra. Hal yang menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap, persepsi, dan partisipasi. Respon pada

8

prosesnya didahului sikap seseorang karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi, berbicara mengenai respon atau tidak respon terlepas dari pembahasan sikap. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003).Sedangkan menurut Young respons adalah tanggapan seseorang terhadap stimulus yang dihadapinya, yang terjadi setelah memberikan persepsi terhadapnya. Persepsi menunjukkan adanya aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek-objek baik fisik maupun sosial. Faktor interpretasi meliputi cara-cara dimana organisme sebagai suatu kesatuan yang aktif dan dinamis mengorganisasikan persepsinya . disamping itu meliputi pengalaman masa lalunya pula (Sri Hilmi P dan Rahesli Humsona, 2008:21). Respons terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognisi (pengetahuan), komponen afeksi (sikap) dan komponen psikomotorik (tindakan). Pengetahuan berhubungan dengan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya serta bagaimana dengan kesadaran itu ia bereaksi terhadap lingkungannya. Setiap perilaku sadar yang dilakukan oleh manusia didahului oleh proses pengetahuan yang memberi arah terhadap perilaku. Setelah seseorang mendapatkan pengetahuan maka yang terjadi adalah seseorang

tadi

akan

menentukan

sikap.

sikap

merupakan

kecenderungan seseorang untuk bertindak, beroperasi, berfikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap seseorang timbul dari adanya pengalaman yang tidak dibawa sejak lahir, namun merupakan hasil dari belajar seseorang terhadap objek atau

lingkungan

sekitarnya.

Sikap

bersifat

evaluatif

yang

9

mengandung

nilai

menyenangkan

atau

tidak

menyenangkan.

Komponen yang terakhir adalah komponen psikomotorik atau secara sosiologis disebut dengan tindakan. Jones dan Davis mendefinisikan tindakan sebagai keseluruhan respons (reaksi) yang mencerminkan pilihan seseorang yang mencerminkan pilihan seseorang yang mempunyai dilatarelakangi

efek oleh

terhadap adanya

lingkungannya.

Suatu

kebutuhan

diarahkan

dan

tindakan pada

pencapaian sesuatu agar kebutuhan tersebut terpenuhi. Berdasarkan teori yang dikemukakan setven dan satria (2008) respon dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1) Kognitif, yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang mengenai seuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak. 2) Afektif , yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu, respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu. 3) Konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan. Melihat respon masyarakat terkait penerimaan raskin dari segi Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa respons merupakan suatu reaksi atas stimulus yang menjadi dalam berinteraksi antara pelakunya dengan mendapatkan rangsangan dari suatu perilaku yang memicu individu atau kelompok untuk bersikap baik itu dengan tindakan atau tanpa tindakan.Respon itu timbul bila ada rangsangan yang kemudian direspon sehingga menimbulkan tanggapan atas sesuatu untuk berperilaku. Respon hanya akan ada bila ditampakkan dalam bentuk perilaku lisan dan perilaku perbuatan dan respon biasanya memainkan peranan dalam membentuk perilaku.

10

2.

Pengertian Masyarakat Menurutnya Solo Soemardjan masyarakat merupakan sekelompok individu yang hidup secara bersama-sama dalam waktu lama sehingga sudah terbentuk kebudayaan.Masyarakat sebagai suatu sistem memiliki dinamika yang mengikuti aspek atau kaidah sebab akibat (kausal). Apabila terdapat perubahan pada salah satu unsur masyarakat, maka unsur yang lainnya akan ikut berubah. Maka dalam memahami masyarakat, harus dilihat dari kerangka sistemik (menyeluruh). masyarakat berasal dari bahasa Arab “Musyarak” yang berarti hubungan. Masyarakat merupakan sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem baik semi tertutup maupun semi terbuka, dan antar orang atau individu dengan individu saling melakukan interaksi (hubungan). Masyarakat

adalah

(interdependen).

sebuah

Lebih

komunitas

umumnya,

yang

masyarakat

salin

bergantung

digunakan

untuk

menyebut sekelompok orang yang melakukan interaksi dan hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Masyarakat berasal dari bahasa arab yaitu musyarak, yang artinya bersamasama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Abdulsyani, 2007:30). Dalam arti luas yang dimaksud masyarakat ialah keseluruhan hubunganhubungan dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh lingkungan, bahasa dan lain-lain. Atau keseluruhan dari semua hubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaksud adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu yaitu, teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya. Oleh karena itu ada masyarakat Jawa, masyarakat Sunda, dan lain-lain. (Nasution, Ilham Saladin, Salmon Ginting, Pardamean Daulay, 2007).

11

Menurut Aguste Comte masyarakat adalah kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukumhukumnya sendiri dan berkembang menurut dengan polanya sendiri. Masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok, manusia tidak akan mampu berbuat banyak dalam kehidupannya (Abdulsyani, 2007:31). Beberapa pengertian Masyarakat menurut para ahli adalah sebagai berikut: a.

Adam Smith menulis bahwa sebuah masyarakat dapat terdiri dari berbagai jenis manusia yang berbeda, yang memiliki fungsi yang berbeda, yang terbentuk dan dilihat hanya dari segi fungsi bukan dari rasa suka maupun cinta dan sejenisnya, dan hanya rasa untuk saling menjaga agar tidak saling menyakiti.

b.

Masyarakat menurut Max Weber adalah sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.

c.

Ahli Sosiologi dan bapak sosiologi modern, Emile Durkheim, mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individuindividu yang merupakan anggota-anggotanya.

d.

Bapak Komunis, Karl Marx, memberikan definisi masyarakat sebagai suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompokkelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa didalam

masyarakat nampak adanya proses kehidupan bersama yang merupakan inti dari dinamika hidup bermasyarakat. Secara umum dinamika masyarakat cenderung menunjukan pada suatu kesatuan proses saling mempengaruhi antara

manusia

yang bekerja sama dan saling

mempengaruhi serta mampu membentuk suatu kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari.anggota masyarakat yang kemudian menyebabkan proses perubahan dan masyarakat merupakan suatu kelompok. Ciri-ciri

12

masyarakat

sebenernya

telah

tampak

pada

definisi

masyarakat

sebagaimana yang dikemukakan oleh J.L. GAlian dan J.P. Gillin dalam Abdulsyani (2007:32) “masyarkat adalah kelompok manusia tersebar dam mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil”.

3.

Pengertian Kemiskinan Kemiskinan timbul sebagai alat tidak berfungsinya salah satu elemen system sosial yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, menurut

Merton

konsep

disfungsi

ini

sangat

berguna

dalam

mengembangkan pendekatan fungsional. Penganut aliran konflik yang lebih melihat kemiskinan melalui kajian superioritas dan inferiotas masyrakat yang dikenalkan oleh Marx sebagi golongan borjuis dan plorental. Akar dari ajaran Marx berpangal pada penganut aliran evolusionis yang menggunakan logika Maltus-Darwin-Spencer yang menuding kaum miskin sebagai penyebab kemiskinannya (Jusman Iskandar, 2002: 211). Kemiskinan diperkotaan adalah para pendatang dari desa yang migrasi kekota tanoa memiliki ketrampilan dan pendidikan serta modal usaha. Mereka hanya menjadi pegawai dengan upah yang sangat rendah sehingga menyebabkan ketimpangan dan kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial ekonomi mengandung arti adanya perbedaan tingkat kesejahteraan kemakmuran dalam suatu masyarakat. Adanya kesenjangan sosial-ekonomi sangat berhubungan dengan system pelapisan sosial yang membeda-bedakan masyarakat kedalam kelaskelas, yaitu kelas dodial-ekonomi yang tinggi dan kelas sosial-ekonomi yang rendah. Adanya kesenjanga sosial-ekonomi menunjukkan tingkat perbedaan tingkat kesejahteraan dalam masyarakat. Pada satu pihak masyarakat memiliki tingkat kesejahteraan yang memadai, dan pada pihak lain masyarakat memiliki tingkat kesejahteraan yang tidak

13

memadai. Akan tetapi pada saat bersamaan kemiskinan terus bertahan, bahkan cenderung meningkat. Hal ini dapat

dilihat dari semakin

meluasnya jurang ketimpangan antarkelas. Sebagai contoh adalah meningkatnya produktivitas pertanian sebagai akibat dari revolusi hijau, yang dalam kenyataannya tidak diikuti dengan penurunan jumlah kemiskinan di banyak Negara berkembang, bahkan ada indikasi bahwa revolusi hijau menyudutkan para petani kecil dan menguntungkan petani kaya. Tiga pendapat ilmiah yang cukup popular dalam memahami kemiskinan adalah sebagai berikut (Oeman Sukmana, 2005: 149). a.

Pendekatan Kultural Tokoh utama yang menggunakan pendekatan cultural adalah Oscar Lewis dengan konsep cultural poverty. Lewis berpendapat bahawa kemiskinan adalah suatu budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi yang berlangsung lama. Berdasarkan penelitian pada

beberapa

kelompok

etnis,

Lewis

menemukan

bahwa

kemiskinan adalah salah satu subkultural masyarakat yang mempunyai kesamaan cirri antar etnis satu dengan etnis lainnya. Akar timbulnya budaya miskin tersebut menurut Lewis adalah budaya kemiskinan yang dipakai oleh orang

miskkin untuk

beradaptasi dan bereaksi pada posisi mereka yang marginal dalam masyarakat yang memilih klas-kelas dan bersifat individual dan kapitalis. Budaya kemiskinan adalah design kehidupan bagi orang yang miskin yang berisikan pemecahan bagi orang miskin yang berisikan pemecahan bagi problema hidup mereka, yang diturunjan adri generasi ke generasai selanjutnya (Persudi Supralan, 2000:5 ). Untuk menghilangkan budaya kemiskinan, Lewis menyarankan agar

orang-orang

miskin

bersatu

dalam

suatu

oragnisasi.

Sebagaimana Lewis, Oman Sukmana (2005: 151) mengatakan bahwa setiap gerakan, baik bersifat religious, pasif, maupun

14

revelusioner yang mengorganisasikan dan memberikan harapan bagi orang miskin dan secara efektif mempromosikan solidaritas dan perasaan identitas yang sama dengan kelompok masyarakat yang lebih luas dapat menghancurkan sifat-sifat utama yang merupakan cirri orang-orang dari budaya kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menanggulani budaya miskin tersebut diperlukan lembaga yang memihak masyarakat miskin. b. Pendekatan Situasional Charls A. Valentine menggunakan asumsi yang berbeda dari asumsi Lewis. Ia mengatakan bahwa mengubah keadaan orang miskin kearah yang lebih baik harus dilakukan secara stimultan dalam tiga hal, yaitu penambahan resources (kesempatan kerja, pendidikan, dan lain-lain), perubahan struktur sosial masyarakat, perubahan didalam subkultur masyarakat miskin. Sumber perubahan yang paling mungkin dilakukan menurut pendapat Valentine adalah gerakan-gerakan sosial untuk menghidupkan kembali keyakinan atau rasa percya diri para kelompok miskin. Gerakan ini harus berasal dari dalam kelompok sehingga hambatan-hambatan cultural yang merupakan cirri masyarakat miskin akan terkikis (Oman Sukman, 2005: 152). c.

Pendekatan Interaksional Menurut Hrbert J. Gans, perilaku dan cirri-ciri yang ditampilkan para kaum miskin merupakan hasil interaksi antara faktor kebudayaan yang tertanam didalam diri orang miskin dan faktor sittuasi yang menekan. Gans berpendapat, bahwa orang miskin bersifat heterogen. Ia menolak anggapan bahwa kebudayaan bersifat holistic yang elemennya hanya dapat berubah apabila semua sistem budaya

berubah.

Menurutnya,

pemecahan

maslaah

terakhir

kemiskinan teretak pada usaha untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat orang miskin untuk menggunakan kesempatan yang

15

tersedia, dan usaha untuk memberikan keyakinannmenggunakan kesempatan yang tersedia walaupun kesempatan itu mungkin bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan dalam system ekonomi, norma-norma serta aspirasi kelompok orang kaya yang ikut memungkinakan timbulnya kelompok orang miskin (Persudi Supralan, 2000: 46 ). Konsep tentang konsep kemiskinan sangat beragam, mulai dari ketidakmampuan memenuhi keiatan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Bappenas (2004) mendefenisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut, antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindakan kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Untuk mewujudkan hak-hak dasar seseorang atau sekelompok orang miskin, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kekuatan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif. Pendekatan kebutuhan dasar melihat kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi. Menurut Bank Dunia (2003) , penyebab dasar kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan, terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersedian bahan kebutuhan dasar, sarana, dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan

dan bias sector; (4) perbedaan

kesempatan di antara anggota masyarakat dan system yang kurang

16

mendukung; (5) perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sector (ekonomi tradisional versus ekonomi modern);(6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;(7) budaya hidup yang di kaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkungan;(8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik;(9) pengelola sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.

4.

Pengertian Raskin Raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah sebagai upayadari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial padarumah tangga sasaran. Program Raskin adalah program nasional lintas sektoral baik vertikal (Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Daerah) maupun horizontal (lintas Kementerian/Lembaga), sehingga semua pihak yang terkait bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing untuk kelancaran pelaksanaan dan pencapaian tujuan Program Raskin. Raskin adalah

salah

satu

bentuk

upaya

pemerintah

Indonesia

untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu melindungisegenap tanah air dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. a.

Tujuan Program Raskin Program beras miskin merupakan program pemerintah dalam upayameningkatkan

ketahanan

pangan

dan

memberikan

perlindungan kepada keluargamiskin melalui pendistribusian baras dalam jumlah danharga tertentu. Sedangkanpendistribusian beras

17

paling banyak 10 kg per kepala rumah tangga miskin perbulan dengan harga Rp.1.000,00 per kg netto di titik distribusi.Adapun tujuan dari program raskin ini adalah utuk memberikan bantuan pangan kepada keluarga miskin guna memenuhi kebutuhan pangan pokoknya melalui penjualan beras berdistribusi yang memiliki ciri spesifik, yaitu : 1) Tidak disalurkan melalui pasar umum, tetapi penjualan langsung kepadapenerima manfaat (bersubsidi). 2) Jumlah beras yang disalurkan tidak tergantung permintaan pasar, tetapiberdasarkan kepada penerimaan jumlah keluarga penerima manfaat. 3) Tidak ditujukan dalam upaya stabilisasi harga pasar, tetapi untuk pemenuhankebutuhan beras keluarga yang menjadi sasaran penerimaa manfaat raskin. 4) Dalam pelaksanaannya program raskin melibatkan berbagai instansi terkait,sehingga untuk memperlancar operasional perlu adanya petunjukpelaksanaan. Program raskin ditujukan kepada keluarga

miskin

dan

rawan

dengan

mempertimbangkan

keuangan pemerintah. Penerima manfaat yaitu keluargamiskin di desa/kelurahan yang berhak menerima raskin yang menjadi penerimamanfaat di program ini, adalah: 1) Keluarga Pra Sejahtera (KPS), alasan ekonomi yaitu keluarga yang belumdapat memenuhi indikator KPS yang ditetapkan oleh BKKBN. Indikator keluarga pra sejahtera alasan ekonominya, yaituPada umumnya anggota keluarga belum mampu makan dua kali sehari.Anggota keluarga belum memiliki pakaian yang berbeda untuk rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. 2) Bagian lantai yang terluas dari tanah.Keluarga Sejahtera I (KS I), alasan ekonominya yaitu keluarga yang belummemenuhi

18

indikator KS I yang ditetapkan BKKBN dengan bobot per kategori lebih ditekankan pada alasan ekonomi. Indikator keluarga sejahtera alasanekonominya, yaitu : a) Paling

kurang

seminggu

sekali

keluarga

maka

daging/ikan/telur. b) Setahun terakhir anggota keluarga memperoleh satu stel pakaian baru. c) Luas lantai rumah paling kuran 8 m2 untuk tiap penghuni/jiwa. b. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Raskin Raskin adalah salah satu bentuk upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yaitu melindungi segenap tanah air dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) juga menjelaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untukkemakmuran rakyat serta pasal 34 yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.Selain itu, dasar hukum yang melandasi dibentuknya program RASKIN ini adalah sebagai berikut; 1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat. 2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan. 3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara BUMN). 4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.

19

5) Undang-Undang No. 22 Tahun 2011, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012. 6) Undang-Undang No. 18 Tahun 1986, tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 8 Tahun 1985. 7) Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan. 8) Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG. 9) Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 10) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. c. Penetapan Penerima Raskin Proses penetapan penerimaan bantuan dari program raskin berdasarkan data dari BKKBN adalah yang merupakan basis data untuk

memperkirakan

jumlah

keluarga

miskin

disuatu

desa/kelurahan. Data dari BKKBN kemudian dibahas untuk menentukan penerimaan manfaat berdasarkan atas pengetahuan pelaksanaan program akan kondisi objektif daerah setempat. Dalam musyawarah meliputi proses vertifikasi evalusi untuk menetapkan keluarga miskin sesuai skala prioritas untuk memperoleh jumlah sesuai dengan pagu jumlah keluarga yangditetapkan. Selanjutnya hasil pemilihan kepala keluarga sasaran penerima manfaat disahkan oleh pejabat pemerintah setempat. Dalam rangka meningkatkan transparansi, maka daftar nama yang sudah disahkan harus dapat diketahui oleh masyarakat luas dan setiap keluarga penerima manfaat program yang sah diberikan kartu tanda penerima raskin. Pembayaranharga beras raskin Rp.1.000,00 dari penerima manfaat kepada pelaksana distribusi dan dari pelaksana distribusi kepada

20

Satgas Raskin harus tunai. Apabila penerima manfaat tidak mampu untuk membayar secara tunai, maka dapat dikecualikan dengan syarat Kades/Lurah/Camat/Bupati/ Walikota membuat jaminan tertulis dengan ketentuan pelunasannya sudah selesai pada bulan bersangkutan. d. Indikator Keberhasilan Keberhasilan

Program

Raskin

diukur

berdasarkantingkat

pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat sasaran,tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas,dan tepat administrasi.) 1) Tepat sasaran penerima manfaat; Raskin hanya diberikan kepada Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat Raskin hasil musyawarah desa yang terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM-1) dan diberi identitas (Kartu Raskin atau dalam bentuk lain). 2) Tepat Jumlah; Jumlah beras raskin yang merupakan hak penerima manfaat adalah sebanyak 10 kg/RTM/bulan selama 12 bulan. 3) Tepat Harga; Harga beras raskin adalah sebesar Rp.1000/kg netto dititik distribusi. 33 4) Tepat Waktu; Waktu pelaksanaan distribusi beras kepada rumah tangga miskin penerima manfaat raskin sesuai dengan rencana distribusi. 5) Tepat Kualitas; Terpenuhinya persyaratan kualitas medium kondisi baik dan tidak berhama, sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah sebagaimana diatur dalam aturan perundang-undangan (Kemdagri, 2007). 6) Tepat Administrasi, Administrasi yang mudah dan tak banyak masalah merupakan indikator keberhasilan program beras untuk keluarga miskin ini.

21

F. Konsep Operasional Berdasarkan teori yang dikemukakan setven dan satria (2008) respon dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Kognitif, dimana peneliti ingin melihat respon masyarakat terkait penerimaan raskin, apakah masyarakat tahu mengenai raskin ini, ataukah masyarakat pernah diberitahu mengenai adanya raskin ini didaerah mereka. 2. Afektif ,dimana peneliti ingin melihat respon masyarakat terkait penerimaan raskin, apakah masyarakat merasa senang dengan adanya bantuan raskin ini, dan apakah masyarakat merasa terbantu dengan bantuan raskin ini 3. Konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkantingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat sasaran,tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas,dan tepat administrasi. 1.

Tepat sasaran penerima manfaat; Raskin hanya diberikan kepada Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat Raskin hasil musyawarah desa yang terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM-1) dan diberi identitas (Kartu Raskin atau dalam bentuk lain).

2.

Tepat Jumlah; Jumlah beras raskin yang merupakan hak penerima manfaat adalah sebanyak 10 kg/RTM/bulan selama 12 bulan.

3.

Tepat Harga; Harga beras raskin adalah sebesar Rp.1000/kg netto dititik distribusi.

4.

Tepat Waktu; Waktu pelaksanaan distribusi beras kepada rumah tangga miskin penerima manfaat raskin sesuai dengan rencana distribusi.

5.

Tepat Kualitas; Terpenuhinya persyaratan kualitas medium kondisi baik dan tidak berhama, sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah sebagaimana diatur dalam aturan perundang-undangan (Kemdagri, 2007).

22

6.

Tepat Administrasi, Administrasi yang mudah dan tak banyak masalah merupakan indikator keberhasilan program beras untuk keluarga miskin ini mendapat kan perlakuan yang adil oleh panitia raskin.

G. Metode Penelitian 1.

Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena

yang

ada

dengan

menggunakan

angka-angka

untuk

mencandarkan karakteristik individu atau kelompok (Syamsudin & Damiyanti: 2011). Penelitian ini menilai sifat dari kondisi-kondisi yang tampak. Tujuan dalam penelitian ini dibatasi untuk menggambarkan karakteristik sesuatu sebagaimana adanya. Penelitian ini sangat penting sebagai studi pendahuluan bagi penelitian lain atau penelitian lanjutan. Adapun

ciri-ciri

penelitian

deskriptif

kuantitatif

sebagai

berikut.Cenderung menggunakan satu variabel dalam operasionalnya. Tidak menutup kemungkinan menggunakan dua variabel atau lebih tetapi tidak untuk dihubungkan, dibandingkan, atau dicari sebab-akibat. Analisis data diarahkan pada pencarian mean, persentase, atau modus. Kegiatan data dimungkinkan untuk diwakilkan. Analisis data dilakukan sesudah semua data terkumpul. 2.

Lokasi Penelitian Di dalam lokasi penelitian, peneliti mengambil sebuah lokasi di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kelurahan Pinang Kencana yaitu sebanyak 1.006 jiwa, yang mendapatkan raskin terbanyak dari 4 kecamatan dan 18 kelurahan yang berada di Tanjungpinang. Peneliti memperoleh data dari BDT (Basis Data Terpadu) Kementerian Sosial. Dengan jumlah terbanyak, peneliti benar benar mengambil keputusan pada lokasi di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kelurahan Pinang Kencana, dari lokasi tersebut, maka sang peneliti akan meneliti

23

3.

Populasi dan Sampel a. Populasi Menurut Arikunto (2000:10) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Selanjutnya Sugiono (1994:59) menyatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang berdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh

peneliti

untuk

dipelajari

kemudian

ditarik

kesimpulannya. Populasi di dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh

masyarakat

Kelurahan

Pinang

Kencana,

Kecamatan

Tanjungpinang Timur yang memperoleh raskin terbanyak yaitu 1.006 jiwa. b. Sampel Menurut Sugiono (2013: 81) sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini ialah berdasarkan data Basis Data Terpadu (BDT) warga miskin Kota Tanjungpinang. Sedengkan teknik penngambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tahap pengambilan sampel yaitu dengan teknik Cluster Random Sampling. Atas pertimbangan keterbatasan waktu dan sarana yang dimiliki oleh peneliti sehingga peneliti beranggapan bahwa penggunaan tahap sampling ini adalah yang paling tepat dalam penelitian ini guna mendapatkan hasil penelitian yang efektif dan efisien. Dari 4 Kecamatan yang ada di Kota Tanjungpinang, kemudian peneliti melakukan pengecakan sehingga dihasilkan Kecamatan Tanjungpinang Timur yaitu tepatnya di Kelurahan Pinang Kencana adlah sebagai area wilayah penelitian yang akan peneliti lakukan. Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan oleh rumus slovin (Husain Umar, 2005:108) sebagai berikut: 𝑛=

N 1 + Ne²

24

Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Ukuran populasi, jumlah warga menerima raskin di Kelurahan Pinang Kencana tahun 2017 e = nilai kritis (10%) Dari rumus tersebut diketahui: N = 1006 𝑛=

1006 1 + 1006 (0.1)²

𝑛=

1006 1 + 1006(0,01)

𝑛=

1006 1 + 10,06

𝑛=

1006 11,06

𝑛 = 90.95 𝑛 = dibulatkan menjadi 91 Berdasarkan hasil rumus diatas, diketahui bahwa jumlah responden dalam ini sebanyak 91 responden yang merupakan penerima raskin di Kelurahan Pinang Kencana pada tahun 2017.

4. Sumber dan Jenis Data Dalam penelitian ini, terdapat sumber dan jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Hasan (2010:19) mengemukakan mengenai pengertian, metode dan teknik pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder sebagai berikut: a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian. Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan metode pengamatan (observasi)

25

dan wawancara menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner, serta dibantu dengan panduan wawancara. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang sudah ada. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen, yaitu pengumpulan data yang bersumber dari dokumen resmi yang relevan dengan pelaksanaan penyaluran Raskin terutama di Kelurahan Pinang Kencana.

5. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diinginkan secara benar dan relevan dengan permasalahan penelitian, maka menggunakan teknik sebagai berikut : a. Kuesioner Kuesioner merupakan alat teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Iskandar, 2008: 77). b. Dokumentasi Yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan kategori dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah

penelitian,

seperti

buku,

majalah,dokumen,peraturan-

peraturan,notulen,dan catatan lain.

6. Analisa data Analisa dilakukan terhadap semua data yang diperoleh agar data tersebut memberikan ganbaran tentang bagaimana respon masyarakat terkait penerimaan raskin ini. Adapun analisa yang digunakan dalam

26

penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengukuran menggunakan skala guttman yaitu peneliti yang ingin mendapatkan jawaban tegas terhadap suatu permasalahan yang dinyatakan selalu dibuat dalam pilihan ganda, yaitu “ya” dan “tidak”.

H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami penulisan ini dan agar penulisan ini menjadi terarah, maka penyusun akan membuat sistematika penulisan yang di susun sebagai berikut: BAB I

: PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teoritis, konsep oprasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

: GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Menguraikan tentang lokasi penelitian, mulai dari gambaran umum yang meliputi visi, misi, struktur organisasi, letak geografis, dan lain sebagainya mengenai lokasi yang akan dijadikan pusat penelitian.

BAB III

:PEMBAHASAN

MENGENAI

MASYARAKAT

PENERIMA

RESPON RASKIN

DI

KELURAHAN PINANG KENCANA Berisikan tentang respon masyarakat tentang penerimaan raskin yang ada di Kota Tanjungpinang yang terfokuskan pada Kelurahan Pinang Kencana BAB IV

: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan analisa dan optimalisasi sistem berdasarkan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.

27

DAFTAR PUSTAKA

Mansyur, Muhammad Cholil. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa. Surabaya Indonesia: Usaha Nasional Jamaludin, Adon Nasrullah. 2015. Sosiologi Perkotaan. Bandung. CV Pustaka Setia Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group. Soerjono soekamto, 2003, Sosiologi Suatu Pengantar. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.Ghalia Indonesia. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: GP Press. Suparlan, Parsudi. 1993. Kemiskinan di Perkotaan. PT. Obor Indonesia. Jakarta Saputra, Rahmat.2011.Respon Masyarakat terhadap Program Beras untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan. Medan : Universitas Sumatera Utara (Skripsi) Siti Ulparia Lubis, Tavi Supriana dan Emalisa. RESPON MASYARAKAT PENERIMA RASKIN TERHADAP PROGRAM BERAS BAGI KELUARGA MISKIN (RASKIN) : Studi Kasus Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Sumatra Utara. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) Undang-Undang no. 7 Tahun 1996 Undang-Undang no. 7 Tahun 2003 https://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/download/8065/3459 https://tanjungpinangkota.bps.go.id/website/pdf_publikasi/KecamatanTanjungpinang-Timur-Dalam-Angka-2015.pdf

28

Related Documents

Up
June 2020 21
Up
November 2019 24
Up
October 2019 28
Up Up And Away!
June 2020 11
Buckle Up! Buckle Up!
June 2020 16

More Documents from "gmfletch"