LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ULKUS SQUAMOUSA CELL CARCINOMA DI RUANG POLIKLINIK HOME CARE RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
OLEH : KELOMPOK VII 1. NOVALIN MAAKEWE, S. Kep 2. NUR ARNI, S. Kep 3. HARTINA HULIHULIS, S. Kep
PRECEPTOR LAHAN
PRECEPTOR INSTITUSI
(……………………….)
(……………………….)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES MALUKU HUSADA MAKASSAR 2019
KONSEP TEORITIS SQUAMOSA CELL CARCINOMA
I. KONSEP MEDIS A. Anatomi Karsinoma Sel Skuamosa Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5–1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (Suzanne, 2004). Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Setelah kehilangan seluruh kulit, maka ciran tubuh yang penting akan menguap dan elektrolit-elektrolit yang penting akan menghilang dari tubuh, akan menguap dan lektrolit-elektrolit akan hilang dalam beberapa jam saja. Contoh dari keadaan ini adalah penderita luka bakar. Bau yang sedap atau tidak sedap dari kulit berfungsi sebagai pertanda penerimaan atau penolakan sosial dan seksual. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang bertautan (Suzanne, 2004). Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Suzanne, 2004). Gambar : Infiltrasi Sel Skuamosa (Hiperkromasi nukleus, fokal diseratosis)
Sumber: (Corwin, 2000) Secara anatomis kulit tersusun atas 3 lapisan pokok terdiri dari: a. Lapisan epidermis b. Lapisan dermis
c. Subkutis d. Sedangkan alat-alat tambahan yang juga terdapat pada kulit antara lain kuku, rambut, kelenjar sebacea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin. Keseluruhan tambahan yang terdapat pada kulit dinamakan appendices atau adnexa kulit (Suzanne, 2004). B. Definisi Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa (SCC) adalah bentuk paling umum kedua dari kanker kulit dan menyumbang 20% dari keganasan kulit. Karsinoma sel skuamosa merupakan poliferasi malikna yang timbul dari dalam epidermis. Karsinoma sel skuamosa sering muncul pada kulit yang rusak karena sinar matahari dan individu lanjut usia. Kebanyakan karsinoma sel skuamosa dapat segera diidentifikasi dan dibuang dengan prosedur bedah midor. Lesi invasive lebih besar dan lebih memerlukan manajemenn oprasi agresif, terapi radiasi, atau keduanya. Risiko karsinoma sel skuamosa sangat tinggi untuk terjadinya metastasis. Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu jenis kanker yang berasal dari lapisan tengah epidermis. Jenis kanker ini menyusup ke jaringan di bawah kulit (dermis). Kulit yang terkena tampak coklat-kemerahan dan bersisik atau berkerompeng dan mendatar, kadang menyerupai bercak pada pasienoriasis, dermatitis atau infeksi jamur (Price Sylvia, 2005). Karsinoma sel skuamosa dapat tumbuh dalam setiap epitel berlapis skuamosa atau mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa. Jadi bentuk kanker ini dapat terjadi misalnya di lidah, bibir, esofagus, serviks, vulva, vagina, bronkus atau kandung kencing. Pada permukaan mukosa mulut mulut atau vulva, leukoplakia merupakan predisposisi yang penting. Tetapi kebanyakan karsinoma sel skuamosa tumbuh di kulit (90-95%) (Price Sylvia, 2005). Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa merupakan kanker yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara klinis terlihat sebagai plak keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan. C. Etiologi Karsinoma Sel Skuamosa Penyebab pasti belum diketahui dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang terkait dengan perkembangan karsinoma sel skuamosa, meliputi hal-hal berikut: 1. Faktor Genetik: Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita kanker memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih besar dari yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker. 2. Usia tua lebih dari 50 tahun. 3. Jenis kelamin laki-laki. Laki-laki leih cenderung mengalami karsinoma sel skuamosa dibanding wanita, karena pajanan terhadap UV yang lebih besar
4. Kulit putih terang, rambut pirang atau cokla terang, mata hijau, biru, atau abu-abu. Queensland, Australia, memiliki angka kejadian kanker kulit tertinggi di dunia karena jumlah pajanan UV yang tinggi dan kebanyakan peduduknya adalah orang Inggris atau Irlandia yng mempuya kulit sensitif UV 5. Kulit yang mudah mengalami luka bakar akibat sinar matahari (jenis Fitzpatrick I dan II) 6. Geografi (lebih dekat ke katulistiwa) 7. Sejara kanker kulit nonmelanoma sebelumnya. Sekali terkena karsinoma sel skuamosa, ada kemungkinan untuk seseorang tersebut terkena kanker karsinoma sel skuamosa kembali 8. Paparan sinar UV matahari dengan kumulatif tinggi 9. Paparan karsinogen kimia (misalnya Arsen, Tar, merokok) 75% dari seluruh kanker mulut dan faring di Amerika Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau yaitu termasuk merokok dan mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol dengan rokok bersama-sama secara signifikan memiliki resiko yang lebih tinggi daripada digunakan secara terpisah. Merokok cerutu dan merokok menggunakan pipa mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker mulut dibandingkan dengan merokok kretek 10. Imunosupresi kronis. 11. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) D. Epidemiologi Karsinoma Sel Skuamosa Lebih dari 90% kanker rongga mulut adalah kanker sel skuamosa. Setiap tahun kurang dari 3% kejadian kanker terjadi di Amerika Serikat, di negara-negara berkembang jumlah tersebut lebih besar lagi dan lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan perbandingan 6:1 pada tahun 1950, dan 2:1 pada tahun 1997. Perubahan tersebut dikarenakan peningkatan jumlah perokok wanita pada 3 dekade terakhir. (Corwin Elizabeth, 2000) Pada negara berkembang terdapat peningkatan jumlah penderita dibawah usia 40 tahun, hal ini dikarenakan meningkatnya perubahan genetik pada populasi dewasa muda dan perubahan zat karsinogenik penyebab kanker tersebut (Corwin Elizabeth, 2000). Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu dari 10 jenis kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia, dengan insidensi pada pria 5% dan wanita 2%. Karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut pada umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun. Di Amerika Serikat prevalensi kanker mencapai 34.000 kasus baru per tahun. E. Patofisiologi Karsinoma Sel Skuamosa Squamosa cell caecinoma (SCC) adalah tumor ganas pada keratinosit epidermis. Beberapa kasus karsinoma sel skuamosa terjadi de novo (yaitu dengan tidak adanya lesi precursor). Namun beberapa karsinoma sel skuamosa berasal dari matahari yang disebabkan oleh lesi prakanker dikenal sebagai keratosis actinic. Pasien dengan keratosis actinic multiple memberikan manifestasi
peningkatan risiko untuk pengembangan karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa yang mampu infiltrasi pertumbuhan lokal, menyebar ke kelenjar getah bening regional, dan metastasis jauh, paling sering ke paru-paru. Karsinoma skuamosa invasif kebanyakan didapati pada tepi lateral lidah dan dasar mulut, sangat jarang pada palatum dan dorsum lidah. Pulau-pulau tumor yang invasif bermetastasis melalui pembuluh limfa dan mengenai kelenjar getah bening supraomohioid dan servikal. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan sekuele terakhir dan biasanya sebagai akibat metastasis kelenjar getah bening yang menjalar ke duktus torakikus masuk vena sistemik. (Corwin, 2000)
WOC
Usia diatas 50 tahun
Paparan sinar UV dan zat karsinogen
Faktor genetik
Resiko terkena Kanker
Imunitas
Mutasi DNA
Lesi prakanker (keratosis actinic)
Kerusakan Integritas Kulit Menembus membrane basal dermoepidermis
Karsinoma Sel Skuamosa
Tampak plak merah berskuama
Apoptosis menurun, Metastasis di pembulu limfa
Mengenai Kelenjar Getah Bening
Prosedur Diagnostik (Pembedahan, Kemoterapi, dll)
Kurangnya pengetahuan
Gangguan Rasanyaman Nyeri Tahap Infasif
Tampak Nodular dan Hiperkeratosis Lesi Ulseratif
Ansietas
Tumor membesar, dapat diraba, bengkak yang melekat
F. Manifestasi Klinis Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa yang belum menginvasi menembus membran basal taut dermoepidermis (karsinoma in situ) tampak sebagai plak merah, berskuama, dan berbatas tegas. Lesi tahap lanjut yang invasif tampak nodular, dan memperlihatkan produksi keratin dalam jumlah bervariasi yang secara klinis tampak sebagai hiperkeratosis dan mungkin mengalami userasi. Karsinoma sel skuamosa invasif secara klinik ditandai lesi yang ulseratif dan induratif. Sering daerah ulserasi menunjukkan tepi melingkar, melipat dan mukosa yang berdekatan dapat menunjukkan batas-batas yang tampak leukoplakia dan atau eritroplakia. Bila kelenjar servikal yang terkena metastasis sudah mencapai dimensi cukup besar, dapat diraba, membengkak dan melekat (berbeda dengan limadenopati yang dapat digerakkan, lunak dan nyeri tekan bila sebagai akibat penyakit radang). Secara mikroskopik, karsinoma skuamosa menunjukkan sarang-sarang dan pulau-pulau sel epitel invasif dengan berbagai derajat diferensiasi (misalnya keratinisasi). Stroma jaringan ikat biasanya memiliki infiltrasi sel-sel radang mononuklear. Derajat radang dapat merupakan ukuran reaktivitas imun terhadap antigen-antigen tumor. Beberapa penelitian menunjukkan prognosis lebih baik pada tumor-tumor dengan radang hebat. Tingkat permulaan dari karsinoma sel skuamosa, secara klinis tidak memberikan gambaran yang jelas, dan hanya menimbulkan rasa nyeri yang minimal. Karsinoma sel skuamosa memiliki beberapa variasi gambaran klinis, yaitu: 1. Eksofitik Lesi ini memiliki permukaan yang tidak rata dan berpapil-papil, dengan warna yang bervariasi dari sama dengan jaringan sekitar sampai merah keputihan, tergantung dari keratin yang terbentuk. Permukaan seringkali mengalami ulserasi dan pada palpasi terasa keras (indurasi) 2. Endofitik Lesi ini berbentuk cekung dan ireguler, terdapat ulserasi, daerah sentral dibatasi oleh penggiran yang meninggi berbentuk bulat (rolled border) yang berwarna merah keputihan. Pinggiran yang meninggi ini merupakan akibat dari tumor yang berinvasi ke bawal dan laterl ke jaringan epitel di bawahnya. 3. Leukoplakia dan eritoplakia Keadaan leukoplakia dan ertitroplakia merupakan keadaan awal sebelum terbentuknya suatu masa atau ulserasi. Gambaran klinis ini identik dengan lesi premalignansi. Permukaan mukosa secara khas akan berubah dengan terbentuknya karsinoma endofitik atau eksofitik. Bila terjadi destruksi pada lapisan tulang di bawahnya, dapat menimbulkan rasa sakit dan terlihat pada gambaran radologisnya sebagai ’moth eaten’ radiolusensi dengan tepi bergerigi.
G. Pemeriksaan Diagnostik Karsinoma Sel Skuamosa Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan mikroskopis melalui biopasieni. Seringkali, biopasieni ditunda karena keputusan dari dokter maupun pasien, terdapat infeksi atau iritasi lokal. Tetapi, penundaan tersebut tidak boleh lebih dari 3-4 minggu. Kadang, luasnya lesi menyulitkan untuk melakukan biopasieni yang tepat untuk membedakan displasia atau kanker. Oleh sebab itu tambahan penilaian klinis lainnya dapat membantu mempercepat biopasieni dan memilih daerah yang tepat untuk melakukan biopasieni. Penggunaan cairan toluidine blue sangat berguna sekali, karena keakuratannya (lebih dari 90%), murah, cepat, sederhana dan tidak invasif. (Corwin, 2000) Mekanisme kerjanya dengan afinitas atau menempelnya toluidine blue dengan DNA dan sulfat mukopolisakarida, sehingga dapat dibedakan apakah terjadi displasia atau keganasan dengan epitel yang normal dan lesi jinak. Toluidine blue berikatan dengan membran mitokondria, dimana terikat lebih kuat pada epitel sel displasia dan sel kanker daripada dengan jaringan normal. (Corwin, 2000) Sitologi eksfoliatif telah membantu dalam menentukan diagnosa. Namun, kesulitan pengumpulan sel, waktu yang lama dan biaya yang mahal telah membatasi penggunaannya. Teknik brush biopasieny secara luas digunakan pada sitologi dengan pengumpulan sel yang mewakili keseluruhan epitel berlapis skuamosa. Prosedurnya tidak menyebabkan sakit, oleh sebab itu tidak perlu penggunaan anestetikum. (Corwin, 2000) H. Penatalaksanaan Karsinoma Sel Skuamosa 1. Eksisi Bedah Tujuan utamanya adalah untuk mengankat keseluruhan tumor. Cara yang terbaik untuk mempertahankan penampilan kosmetika adalah dengan menempatkan garis insisi disepanjang garis tegangan kulit yang normaldan garis anatomis tubuh yang dialami. Dengan cara ini, jaringan parut yang terbentuk tidak akan mudah terlihat. Ukuran insis tergantung pada ukuran dan lokasi tumor, kendati biasanya meliputi rasio panjang terhadap lebar yaitu 3:1. Memadainya eksisi dengan pembedahan dipastikan melalui evaluasi mikroskopik terhadap potongan potongan specimen. Apabila tumornya berukuran besar, pembedahan rekontruksi dengan menggunakan skin flap atau graft kulit mungkin diperlukan. Luka insisi ditutup lapis demi lapis untuk memperbesar efek kosmetika. Perban tekan dipasang pada luka untuk penyangga. Infeksi jarang dijumpai sesudah tindakan eksisi yang sederhana jika tindakan aseptic bedah yang benar tetap dipertahankan selama dan sesudah operasi. 2. Terapi Radiasi Terapi radiasi sering digunakan untuk kanker kelopak mata, ujung hidung, dan daerah pada atau dekat stuktur yang vital (misalnya nervus fasialis). Terapi ini hanya dikerjakan pada
pasien yang berusia lanjut karena perubahan akibat sinar-x dapat terlihat sesudah 5 hingga 10 tahun kemudian dan perubahan maliknan pada sikatriks dapat ditimbulkan oleh sinar-x setelah 15 hingga 30 tahun kemudian. Pasien harus diinformasikan bahwa kulit dapat menjadi merah dan melepuh. Salep kulit yang netral (yang dureseokan oleh dokter) dapat dioleskan untuk mengurangi gangguan rasa nyaman. Pasien juga harus diingatkan agar kulitnya tidak terkena sinar matahari.
3. Kemoterapi Formulasi kemoterapitopikal dari 5-fluorouracil (5-FU) digunakan untuk pengobatan actinic keratosis dan dangkal karsinoma sel basal. Keberhasilan pengobatan pada pasien dengan sel karsinoma skuamosa juga telah dilaporkan. Karsinoma sel skuamosa invasif tidak harus ditangangi dengan kemoterapi topical. Suatu bentuk dari 5-FU (capesitabine), yang disetujui oleh food and Drug Administration (FDA) dapat dipertimbangkan pada pasien dengan sel karsinoma skuamosa situ dengan penyebaran daerah kulit yang luas. II.
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut Doengoes pengkjian pada penyakit kanker kulit berfokus pada beberapa aspek dibawah ini. a. Aktifitas /istirahat Gejala : kelemahan atau keletihan. Perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam. Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan. Pekerjaan atau profesi dengan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi. b. Sirkulasi Gejala : palpitasi, nyeri dada pada pengaruh kerja Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah c. Integritas ego Gejala : faktor stress (keuangan, pekerjaan perubahan peran) dan cara mengatasi stress (misal, merokok, minim alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/spritual) tasalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia, lesi cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi. Tanda: menyangkal, menarik diri, marah. d. Eliminasi Gejala : perubahan pada pola defekasi mis, darah pada feses, nyeri pada defekasi. perubahan eliminasi urinarius mis, nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih. Tanda: perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
e. Makanan/cairan Gejala : kebiasaan diet buruk (mis, rendah serat, tinggi lemak, aditif bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah, intoleransi makanan. Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan hebat, kakaksia, berkurangnya massa otot. Tanda: perubahan pada kelembapan/ turgor kulit, edema f.
Neurosensorik Gejala : pusing; sinkope
g. Nyeri/kenyamanan Gejala: tidak ada nyeri, atau derajat berfariasi misal ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit) h. Pernapasan Gejala : merokok ( tembakau, hidup dengan seorang perokok). Pemajananan abses. i.
Keamanan Gejala : pemajanan pada kimia toksis, karsinogen, pemajanan matahari lama/lebih
j.
Seksualitas Gejala : masalah seksual misal dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun. Multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini, herpes genital.
k. Interaksi sosial Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan ( berkenan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan). Masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b/d agen biologis (proses kanker) 2. Gangguan integritas kulit b/d efek radiasi, proses malignansi. 3. Perubahan citra tubuh b/d adanya ulserasi 4. Cemas b/d krisis situasi (prosedur pembedahan)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NOC
NIC
Nyeri Akut b/d agen biologis
Pain Level,
Pain Management
(proses kanker)
pain control,
-
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
comfort level
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama ….
kualitas dan faktor presipitasi
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: -
-
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
mampu
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi -
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
menemukan dukungan dengan -
menggunakan manajemen nyeri -
reaksi
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) -
Observasi
Mampu
mengenali
nyeri
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
(skala,
intensitas,
kebisingan
frekuensi dan tanda nyeri)
-
Kurangi faktor presipitasi nyeri
-
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
-
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
-
Tanda vital dalam rentang normal
-
Tidak mengalami gangguan tidur
intervensi -
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
-
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
-
Tingkatkan istirahat
-
Berikan
informasi
tentang
nyeri
seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur -
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
1. Kerusakan integritas kulit b/d Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes efek radiasi, proses malignansi.
Pressure Management
Wound Healing : primer dan sekunder
-
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…..
yang longgar
kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan -
Hindari kerutan pada tempat tidur
kriteria hasil:
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
-
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas,
temperatur,
kering
hidrasi, -
pigmentasi)
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Tidak ada luka/lesi pada kulit
-
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Perfusi jaringan baik
-
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
yang tertekan -
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami -
-
Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
-
Kaji
lingkungan
dan
peralatan
yang
menyebabkan tekanan -
Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
karakteristik,warna
cairan,
granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus -
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka -
Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
-
Cegah kontaminasi feses dan urin
-
Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
-
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
2. Perubahan citra tubuh b/d Body image adanya ulserasi
Body image enhancement
Self esteem
-
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….
Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
gangguan body image
-
Monitor frekuensi mengkritik dirinya
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
-
Jelaskan
- Body image positif
tentang
pengobatan,
perawatan,
kemajuan dan prognosis penyakit
- Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
-
Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi
-
Identifikasi
tubuh
arti
pengurangan
melalui
pemakaian alat bantu
- Mempertahankan interaksi sosial
-
Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
3. Cemas b/d krisis situasi Anxiety control (prosedur pembedahan)
Setelah
dilakukan
Coping Enhancement tindakan
keperawatan -
selama......cemas klien teratasi dengan kriteria hasil : -
Memiliki informasi untuk mengurangi takut
-
Menggunakan tehnik relaksasi
-
Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi peran
-
Mengontrol respon takut
-
Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien dan keluarga
-
Sediakan reninforcement positif ketika pasien melakukan perilaku untuk mengurangi takut
-
Sediakan perawatan yang berkesinambungan
-
Kurangi
stimulasi
lingkungan
yang dapat
menyebabkan misinterprestasi -
Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi dan rasa takutnya
-
Perkenalkan dengan orang yang mengalami penyakit yang sama
-
Dorong klien untuk mempraktekan tehnik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA
Judith, Wilson. 2012. Buku Saku Keperawatan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Muttaqin, Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika. Nurarif A.H dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC jilid 3. Jogjakarta : MediAction Smeltzer, S. C & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed.8. Vol 3. Jakarta. ECG. Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta : EGC.