Ujian Akhir Semester Genap 2018 Fix.docx

  • Uploaded by: Saepudin Saepudin
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ujian Akhir Semester Genap 2018 Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,205
  • Pages: 10
UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2018/2019 PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS STKIP PASUNDAN

Mata kuliah/Semester

: Teori Sosiologi dan Antropologi dalam Pendidikan IPS / Dua

Sifat Ujian

: Take home examination test

Dosen

: Prof. Dr. Endang Komara, M.Si

Batas Akhir Pengumpulan

: Senin, 31 Desember 2018, pukul 10.00 WIB.

Email

: [email protected]

A. Ketentuan Menjawab 1. 2. 3. 4.

Jawablah pertanyaan di atas secara cermat dan berurutan. Jawaban bersifat straightforward dan tidak berputar-putar. Jawaban diketik di atas kertas A-4 dengan font 12 (Time New Roman/Arial), 1,5 spasi. Nilai ujian ditentukan oleh ketepatan jawaban, ketajaman argumentasi, dan keluasan wawasan serta ketaatan dalam perkuliahan. 5. Apabila ada dua orang mahasiswa atau lebih memperlihatkan hasil pekerjaan yang sama (baik sebagian atau seluruhnya), semua pekerjaan tersebut akan didiskualifikasi, dan mahasiswa yang bersangkutan dianggap tidak mengikuti ujian; dan oleh karenanya, dianggap tidak lulus. B. Kerjakan Secara Berurutan I.

Teori modernisasi menurut Bryan S. Turner (1993) dalam bukunya Theories of Modernity and Posmodernity a. Jelaskan 4 (empat) aspek kehidupan sebagai akibat dari modernisasi. Menurut Bryan S. Turner, dampak dari adanya proses modernisasi yang terjadi di masyarakat disebut modernitas yang berarti dunia sosial berada di bawah dominasi estetism, sekulerisasi, klaim universal tentang rasionalitas instrumental, diferensiasi berbagai lapangan kehidupan dunia, birokratisasi ekonomi, praktik-praktik politik dan militer, serta moneterisasi nilai-nilai yang sedang berkembang. Dalam bukunya yang berjudul The Theories of Modernity and Posmodernity, Bryan S. Turner menjelaskan bahwa istilah ‘modern’ berasal dari istilah latin, ‘modernus’, yang digunakan untuk membedakan keadaan orang Kristen dengan orang Romawi dari masa pagan yang telah lewat. Selanjutnya istilah tersebut digunakan untuk menempatkan kondisi masa kini dalam hubungan dengan berlalunya zaman purbakala, yang muncul dan muncul kembali secara pasti selama periode tersebut di Eropa ketika kesadaran terhadap zaman baru membentuk dirinya sendiri melalui hubungan yang diperbarui dengan masa lalu. b. Jelaskan persamaan dan perbedaan Postmodernisasi dengan teori Modernisasi.

Bila modernisme mengarahkan pengembangan ilmu ke pengembangan teori dan pengembangan paradigma, atas dasar rasionalitas, maka postmodernisme mengkritik bahwa modernisme telah mengendalikan manusia secara teknis dengan membuat manusia untuk menggunakan prinsip, sistem pembuktian, model logika, serta cara-cara tertentu dalam berpikir rasional, sehingga manusia menjadi obyek sistem, bukan menjadi dirinya sendiri. Ini berarti postmodernisme tetap mengakui rasionalitas, tetapi memberi kebebasan kepada manusia untuk menempuh jalan kritis-kreatif divergen dalam mencari kebenaran. Posmo bukan hendak membuktikan kebenaran, melainkan hendak mencari kebenaran. Dengan demikian persamaan antara Postmodernisasi dengan teori Modernisasi adalah bahwa keduanya mengunakan rasionalitas sebagai dasar. Sedangkan perbedaan rasional antara era modern dan era postmodern adalah rasional pada era modern telah dimaknai pada kepentingan kerja dan direduksi menjadi efisiensi atas kriteria untung-rugi serta direduksi lebih lanjut menjadi pragmatik. Sedangkan pada era postmodern kebebasan tampil dalam wujud manusia selaku subyek pencari kebenaran. Manusia bukan obyek yang dikendalikan oleh struktur dan sistem tertentu untuk mencari kebenaran. Bila perupa modernis mencari hal-hal yang bersifat universal, maka perupa posmodernis malahan berupaya mengidentifikasikan perbedaan. Kalau modernis percaya pada kemungkinan seni sebagai komunikasi universal, posmodernis justru tidak percaya bahwa seni mampu mengemban misi sebagai bahasa komunikasi universal. Mereka bukan mencari hal-hal yang bersifat universal seperti yang dilakukan perupa modernis melainkan mencari perbedaan spesifik dan khusus dengan memperlihatkan pluralisme pandangan, provisional, variabel, pergeseran dan perubahan. Gerakan modernisme kurang menghargai atau memandang rendah nilai keagungan budaya, mereka merasa terpisah dari peristiwa nyata di tengah masyarakat dan peradaban. Sementara gerakan posmodernisme, kendati memiliki sikap skeptis dan kritis terhadap zamannya, tetapi sangat aktif merespons situasi sosial dan politik. c. Jelaskan perbedaan Fungsionalism Theory dengan Dependency Theory dan World System Theory serta berikan contoh kasus ketiganya. Perbedaan Teori Fungsionalisme, Dipendensi dan Sistem Dunia Teori Fungsionalisme. Teori fungsionalisme dan teori evolusi merupakan cikal bakal lahirnya teori modernisasi yang memandang bahwa manusia mengalami perubahan sosial dari masyarakat yang primitif menjadi masyarakat yang modern. Perubahan sosial tersebut berlangsung secara bertahap dan perlahan. Dari teori evolusi, diturunkan beberapa asumsi mengenai teori modernisi yaitu sebagai proses yang bertahap, proses yang homogen, proses Eropanisasi atau Amerikanisasi, proses yang bergerak maju, proses yang progresif, dan proses yang tidak instan. Teori fungsionalisme didasarkan kepada pemikiran Parson bahwa masyarakat adalah sebuah sistem sosial yang memiliki fungsi yang khas dan saling mendukung satu sama

lain antara subsistem sosial tersebut sehingga tidak mungkin muncul pertentangan satu sama lain. Berbeda dengan pandangan Smelser bahwa modernisasi tidak harus berjalan secara dinamis. Pertentangan akan selalu menyertai. Dari teori ini dihasilkan asumsi mengenai teori modernisasi yaitu sebagai proses yang sistemik, proses transformasi dan proses yang berlangsung terus-menerus. Dengan didasarkan kepada teori evolusi dan fungsionalisme, teori modernisasi digunakan untuk mengkaji persoalan dunia ketiga secara abstrak dan menghasilkan kesimpulan yang bersifat umum untuk menjadi model yang baku. Teori modernisasi memperoleh beberapa kritik. Dalam gerakan pembangunan, modernisasi terlalu etnosentris yang mengikuti nilai-nilai budaya barat, menghilangkan kemungkinan bagi negara dunia ketiga untuk menjalankan alternatif pembangunan lainnya, dan terlalu optimistis. Karena menghendaki homogenisasi, modernisasi belum tentu mampu menghapus nilai-nilai tradisional, belum tentu bertolak belakang, dan belum tentu menghambat modernisasi. Teori modernisasi dipandang memiliki kecendurangan analisis yang abstrak dan tidak jelas waktu dan wilayah yang dimaksud. Secara ideologis, dipandang sebagai produk perang dingin kontra dengan komunisme. Teori modernisasi dipandang mengehendaki adanya dominasi asing. Teori dependensi lahir akibat kekecawaan program KEPBBAL yang di Amerika Latin, krisis teori Marxis ortodok di Amerikan latin dan turunnya kepercayaan terhadap teori modernisasi. Teori ini didasarkan kepada beberapa asumsi yaitu terjadi suatu keadaan ketergantungan yang dilihat dari suatu gejala yang sangat umum di negara dunia ketiga, ketergantungan tersebut diakibatkan oleh faktor luar, ketergantungan tersebut dilihat dari segi ekonomi yakni mengalirnya surplus ekonomi dari negara dunia ketiga ke negara maju, ketergantungan ekonomi tersebut melahirkan pengkutuban akumulasi modal di negara-negara maju menyebabkan ketertinggalan negara dunia ketiga, dan ketergantungan tersebut kebalikan dari pembangunan. Teori sistem dunia menganalisa seluruh negara di dunia sebagai suatu sistem yang tidak terpisahkan. Dengan demikian mengkaji arena cakupan yang lebih luas dibandingkan teori dependensi, bukan hanya satu negara pinggiran akan tetapi semua negara pinggiran ditambah negara semi pinggiran, sentral dan juga sistem ekonomi dunia. Menurut teori sistem dunia arah pembangunan akan mengalami dinamikan yang naik ataupun turun tidak seperti teori dependensi yang akan selalu bersifat turun/negatif. Teori ini juga menganalisi pembangunan dari perspektif tiga kutub yaitu negara sentral, semi pinggiran, dan pinggiran. Metode kajian teori ini didasarkan kepada kajian dinamika sejarah dunia sebagai suatu sistem yang berlangsung tanpa bisa dipisahkan. d. Modernisasi dapat mengakibatkan Culture Shock dan Culture Lag, jelaskan kedua konsep tersebut dan berikan ilustrasi dan cara mengatasinya. e. Jelaskan perbedaan teori fungsionalisme dan strukturalisme dan berikan ilustrasi keduanya.

Perbedaan di antara Fungsionalisme dan Strukturalisme adalah dalam konsep teoritik. Meskipun wujud perbedaan itu bukanlah sebuah rekonstruksi tapi lebih tepatnya adalah sebuah reformasi dari paradigma sebelumnya. Perbedaan diantara keduanya adalah sebuah perbandingan yang menunjukkan kelebihan dan kelemahan masingmasing paradigma. Fungsionalisme berpendapat bahwa, kesatuan psikis itu berarti bahwa kapan dan dimana pun, atau dalam keadaan apa pun, manakala pikiran manusia diharapkan pada seperangkat keadaan lingkungan fisik serta kultural, ia akan memberikan reaksi, pemecahan atau penanggulangan yang pada intinya sama. Sedangkan Lévi-Strauss agaknya berpendapat bahwa kapan dan dimana pun, atau dalam keadaan bagaimanapun, sifat-sifat logis dalam pikiran manusia adalah demikian rupa hingga tatakerjanya memiliki kesamaan yang fundamental. Akan tetapi perbedaan tersebut hanya bersifat semu belaka. Alasannya, pada dasarnya Lévi-Strauss tentunya sepaham dengan para pendahulunya dari abad kesembilan belas itu bahwa muatan reaksi, pemecahan atau penanggulangan itu akan berbeda menurut keadaan lingkungan keseluruhan. Akan tetapi menurut LéviStrauss, dan jelas berbeda dengan pendapat teoriwan abad kesembilan belas, muatan tanggapan itu relatif tidak penting; satu-satunya solah ialah proses mental atau pola logis-formal dari tanggapan itu. Bagaimanapun halnya, pikiran manusia merupakan sesuatu yang terprogram. Apakah pikiran itu terdapat dalam suatu matriks budaya industri-atomik-kapitalistik atau dalam lingkungan pemburu-peramu di padang Australia Tengah, tatakerja pikiran manusia sama belaka adanya. Begitulah maka perbedaan antara Lévi-Strauss dengan antropolog abad kesembilan belas sama sekali tidak menyangkut tatakerja hakiki pikiran manusia, melainkan hanya sehubungan dengan soal akibat yang terindra dan merupakan hasil kerja pikiran manusia dalam situasi lingkungan tertentu. Lévi-Strauss tidak berminat pada perbedaan institusi maupun artefak yang menandai berbagai kelompok manusia. Antropolog abad kesembilan belas dan juga kebanyakan antropolog kontemporer menaruh perhatian pada cara “lingkungan” mempengaruhi pikiran manusia yang “tunggal dan sama” itu (Kaplan dan Manners, 246, 2002). 2.

Menurut George Ritzer (Endang Komara, 2005)) bahwa: “there is a ‘minding’ process that intervenes between stimulus and response. It is the mental process, and not simply the stimulus, that determines how a man will react’’. a. Coba analisa apa maksud pendapat di atas! Kesimpulan yang bisa diambil dari pendapat George Ritzer (Endang Komara, 2005) tersebut adalah adalah bahwa tindakan sesorang dalam proses interaksi itu bukan semata-mata merupakan suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus tetapi itu terbentuk melalui proses komunikasi dan interaksi antar individu dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melaui proses belajar, dalam artian memahami simbol-simbol, dan saling menyesuaikan makna dari simbol-simbol tersebut. Meskipun norma-norma, nilai-nilai sosial dan makna dari simbol-simbol itu memberikan pembatasan terhadap tindakannya,

namun dengan kemampuan berfikir yang dimilikinya, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya b. Apa perbedaan dan persamaan antara teologi, metafisik dan positivistik dan berikan ilustrasinya. Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia terdiri atas tiga Tahap yaitu Tahap teologik, lalu meningkat ketahap metafisik, kemudian mencapai tahap akhir yaitu tahap positivistik. 1. Tahap Teologis Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap. Pertama, tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme). Kedua, tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu, dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikian rupa hingga tiap tahapan gejalagejala memiliki dewa sendiri-sendiri (polytheisme). Gejala-gejala “suci” dapat disebut “dewa-dewa”, dan “dewa-dewa” ini dapat diatur dalam suatu sistem,sehingga menjadi politeisme dengan spesialisasi. Ada dewa api,dewa lautan, dewa angin, dan seterusnya. Ketiga, adalah tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (esa), yaitu dalam monotheisme. Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan pandangannya kepada hakekat yang batiniah (sebab pertama). Di sini, manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu. 2. Tahap Metafisik Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatanabstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep “alam”, sebagai asal mula semua gejala. 3. Tahap positivistik

Pada tahap positivistik, orang tahu bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari “segala sesuatu” yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya, yaitu dengan “pengamatan” dan dengan “memakai akalnya”. Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum. Persamaan dari ketiga tahap tersebut adalah bahwa ketiga tahapan tersebut berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia dan bagi bidang ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisik dan akhirnya dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan. Perbedaannya adalah, meskipun seluruh ilmu pengetahuan tersebut dalam perkembangannya melalui ketiga macam tahapan tersebut, namun bukan berarti dalam waktu yang bersamaan. Hal demikian dikarenakan segalanya tergantung pada kompleksitas susunan suatu bidang ilmu pengetahuan. Semakin kompleks susunan suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu, maka semakin lambat mencapai tahap ketiga. Dalam hal ini Auguste Comte memberikan analog; manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis sehingga dibutuhkan figur dewa-dewa untuk “menerangkan” kenyataan. Meningkat remaja dan mulai dewasa dipakai prinsipprinsip abstrak dan metafisis. Pada tahap dewasa dan matang digunakan metodemetode positif dan ilmiah.

c. Coba analisa lima jenis Penguatan Pendidikan Karakter dan lengkapi dengan ilustrasinya yang sedang dikembangkan oleh Kemdikbud RI sejak Tahun 2017 di setiap level pendidikan.

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK); yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masingmasing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan

pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih. Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama. Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan keteladanan. Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan. Contoh Model Implementasi Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) 1. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui Kegiatan Pembiasaan, antara lain: Memulai hari dengan Upacara Bendera (Senin), Apel, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Lagu Nasional, dan berdoa bersama. Membaca buku-buku nonpelajaran tentang PBP, cerita rakyat, 15 menit sebelum memulai pembelajaran, Sebelum mengakhiri kegiatan belajar Siswa melakukan refleksi, menyanyikan lagu daerah dan berdoa bersama.

2. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui Kegiatan- kegiatan IntraKurikuler yakni integrasi pendidikan karakter dalam kegiatan Kegiatan Belajar Mengajar pada semua mata Pelajaran. 3. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui Kegiatan Ko-Kurikuler dan Ekstrakurikuler: Sesuai minat dan bakat siswa yang dilakukan di bawah bimbingan guru/pelatih/melibatkan orang tua & masyarakat: Kegiatan Keagamaan, Pramuka, PMR, Paskibra, Kesenian, Bahasa & Sastra, KIR, Jurnalistik, Olahraga, dsb. d. Jelaskan melalui Konsep, Fakta, Prinsip dan Prosedur mengenai Keteladanan Guru Zaman ‘’Now”. Dari perspektif Sosiologi Pendidikan. Karakter religius, nasionalis, integritas, mandiri, dan gotong royonh adalah konsep keteladanan yang semestinya dimiliki dan ditampilkan oleh sosok guru dalam rangka pelaksanaan pendidikan karakter. Keteladanan guru zaman now seringkali dihadapkan pada situasi masyarakat yang secara gamblang tidak memberikan teladan bagi peserta didiknya. Rumah yang menjadi basis pertama pendidikan, yaitu pendidikan keluarga sudah bermasalah. Keteladanan orang tua zaman kini dipertanyakan. Tindakan buruk orang tua di masyarakat dipertontonkan kepada anaknya, bahwa seringkali orang tua mendesak pihak sekolah untuk mengikuti kemauan orang tua. Kondisi yang tidak kondusif di keluarga pun ini menjadi tantangan guru. Bagaimana guru bisa mengikat dan memikat peserta didiknya menjadi insan yang lebih baik dari orang tuanya. Persoalan itu belum cukup, peserta didik sebagai anggota masyarakat juga disuguhi dengan drama perilaku yang tidak kalah buruknya. Tuturan kebencian, kebohongan, sodok-sana-sini menjadi pemandangan yang seringkali ditemui peserta didik pada saat bergaul di masyarakat. Kondisi masyarakat kita longgar dan tidak membawa angin segar bagi pembentukan karakter peserta didik ketika berinteraksi dengan masyarakat. Hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian secara akurat sehingga guru zaman now tidak berada dalam dua persoalan besar, pertama persoalan yang lahir dari lingkungan keluarga peserta didik dan persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Namun demikian, satu hal penting yang patut menjadi prinsip dari seorang guru adalah berkarakter terlebih dahulu sebelum melakukan pembinaan karakter terhadap peserta didik. Guru dipandang masyarakat sebagai profesi khusus, yang terkenal dengan pameo “Guru harus digugu dan ditiru”.Pameo tersebut menyiratkan pandangan dan harapan masyarakat terhadap guru sangatlah tinggi. Dalam hal ini, guru tidak lagi dipandang sebagai seorang seorang pendidik di kelas saja, namun guru dipandang sebagai pendidik dan pengayom di lingkungan masyarakat. Sebagai konsekuensinya, guru sebaiknya memberikan contoh teladan yang baik kepada seluruh masyarakat. Bentuk keteladanan ini erat sekali hubungannya dengan kompetensi yang harus dikuasai oleh guru dengan baik. Sedangkan penguasaan

kompetensi tersebut erat kaitannya dengan usaha peningkatan mutu pendidikan. Apabila guru menguasai kompetensi tersebut, maka mutu pendidikan dengan sendirinya juga akan meningkat. Untuk membantu efektifnya keteladanan yang dicontohkan guru agar tertanam dari diri peserta didiknya. Pertama, guru perlu dibekali dengan karakter yang pilihan bukan karakter rendahan yang tidak berkualitas. Hal ini guru menjadi sumber daya manusia pinilih yang tegak berdiri di depan kelas. Kedua, orang tua diberikan pembinaan, bisa dari sekolah bekerja sama dengan keluarga untuk memberikan yang terbaik kepada anaknya. Keluarga yang baik inilah yang dapat memberikandukungan penuh pada saat guru yang pinilih menanamkan karakter kepada peserta didiknya. Ada jalinan kerja sama dukung-mendukung antara guru, keluarga, dan masyarakat. Ketiga, perlu digerakkan program pendidikan kepada masyarakat yang berorientasi penciptaan masyarakat binaan yang ramah anak sekolah. Hal ini akan menciptakan kondisi kehidupan masyarakat yang baik sehingga anak akan meniru perilaku yang baik yang telah ditunjukkan oleh masyarakat. Mungkin, tindakan tawuran itu sedikit banyak juga didukung atau dipengaruhi oleh masyarakat yang sakit. Apabila ketiga hal tersebut dapat diwujudkan dengan baik maka keyakinan untuk mendapatkan generasi now (generasi melineal) yang inovatif, kreatif, berkarater akan terlahirkan secara baik. Pemerintah melalui LPTK perlu menghasilkan lulusan calon guru (sebelum mengikuti program PPG) sebagai pribadi yang potensial. Artinya, guru zaman now yang pinilih. Guru yang memiliki pribadi yang unggul, antara lain: memiliki reputasi baik di depan orang lain, kreatif dan inovatif dalam karya baik seni maupun intelektual, berwawasan nasionalisme (sebagai wujud sila ketiga Pancasila), kehandalan dalam berkolaborasi/ berteman/ berjejaring secara sosial, dan berkecakapan/berketerampilan yang bisa diandalkan. Guru zaman now yang memiliki ciri-ciri tersebutlah yang nampaknya secara potensial mampu memberikan keteladanan bagi peserta didiknya.

e. Kembangkan salah satu teori Sosiologi dan Antropologi (Grand Theory, Middle Theory, and Operational Theory) dalam judul Tesis Tentatif Anda.

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF MODERNISASI Dampak Positif a. Perubahasan Tata Nilai dan SikapAdanya modernisasi dalm budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikapmasyarakat yang semua irasional menjadi rasional.

b. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan TekhnologiDengan berkembangnya IPTEK masyarakat menjadi lebih mudah dalamberaktivitas. c. Tingkat Kehidupan yang Lebih Baik Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu uasaha mengurangipengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat

Related Documents


More Documents from "Gede Juliarsa"