IDENTIFIKASI SUMBER GEMPA SEKITAR JAKARTA Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester 6 Mata Kuliah Praktik Geofisika Terapan dengan Dosen Pengampu Puji Ariyanto, S.ST, M.Si.
Disusun Oleh : Dede Yunus 32.17.0010
PROGRAM STUDI GEOFISIKA SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA TANGERANG SELATAN 2018
1. Hitunglah indeks kerentanan seismik (Kg) dari data mikrotremor di Palu terlampir (Pilih minimal 10 data). Lakukan analisis dan pemetaan nilai A0, f0, dan Kg serta jelaskan hubungannya terhadap kerusakan bangunan di Palu, Sulawesi Tengah (data makroseismik terlampir)
Langkah kerja : -
Langkah pertama adalah mencari nilai f0 dan A0 menggunakan aplikasi geopsy pada tiap titik pengukuran
-
Metode yg dipakai adalah metode HVSR (H/V), dengan number of window dan length of window otomatis
-
Selanjutnya, nilai Kg (indeks kerentanan seismik) akan dihitung manual menggunakan MS. excel. Nilai parameter dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Site
Lat
Lon
Alt
lw
nw
f0
A0
nc
Kg
Zona
1
-0.88090
119.82870
44
25
85
1.0565
2.67489
2245.063
6.772396131
Menengah
2
-0.88068
119.83256
18
25
68
0.745244
5.24004
1266.915
36.84433448
Tinggi
3
-0.88159
119.83694
6
25
71
1.66465
1.98516
2954.754
2.367380666
Rendah
4
-0.88245
119.84159
2
25
36
1.63605
1.77171
1472.445
1.918618822
Rendah
5
-0.89044
119.83101
38
25
105
1.38014
3.83867
3622.868
10.67673379
Menengah
6
-0.89076
119.83453
37
25
0.926512
4.02375
2339.443
17.47474837
Tinggi
7
-0.88624
119.83540
14
25
101 98
0.764673
4.791551
1873.449
30.02454773
Tinggi
8
-0.89003
119.84058
18
25
69
0.754836
3.98495
1302.092
21.03745251
Tinggi
9
-0.89334
119.84401
15
25
37
11.0826
5.35972
10251.405
2.592045051
Rendah
10
-0.89719
119.83213
107
25
81
4.28344
2.33095
8673.966
1.268449635
Rendah
11
-0.89587
119.83566
69
25
82
0.714219
2.35204
1464.149
7.74565247
Menengah
12
-0.89668
119.84022
39
25
6
3.67227
2.40624
550.841
1.576678985
Rendah
13
-0.89724
119.84646
13
25
0.790176
3.21906
2074.212
13.1139737
Menengah
14
-0.90322
119.83230
122
25
105 104
1.66763
2.17316
4335.838
2.831937771
Rendah
15
-0.90571
119.83678
73
25
147
1.50343
1.3178
5525.105
1.155089921
Rendah
16
0.906827
119.841504
41
25
115
1.11934
3.45984
3218.103
10.69424199
Menengah
17
-0.90730
119.84550
25
25
174
2.30705
3.06464
10035.668
4.071007707
Rendah
18
-0.88401
119.84562
5
25
79
0.621459
3.17897
1227.382
16.26149152
Tinggi
19
-0.88978
119.84658
11
25
90
0.618309
3.60998
1391.195
21.07676841
Tinggi
20
-0.90271
119.84646
19
25
111
0.771987
3.19826
2142.264
13.25005088
Menengah
-
Setelah didapat nilai A0, f0, dan Kg maka dilakukan ploting menggunakan Software Arcgis untuk mengetahui indeks kerentanan seismik, frekuensi dominan, dan faktor amplifikasi di daerah tersebut
Peta Sebaran Nilai Faktor Amplifikasi
Peta Sebaran Frekuensi Dominan
Peta Sebaran Indeks Kerentanan Seismik
Analisis :
Plot titik pengukuran
Peta intensitas guncangan gempabumi
Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai minimal faktor amplifikasi setelah diinterpolasi adalah 2.9474 dan nilai maksimum nya adalah 3.6174. Menurut (Setiawan, 2009), daerah dengan nilai factor amplifikasi 3 – 6 adalah daerah dengan klasifikasi faktor amplifikasi sedang
Kemudian nilai frekuensi dominan pada daerah tersebut, setelah dilakukan interpolasi frekuensi dominan memiliki nilai minimal 0.62065 Hz dan maksimal 10.99232 Hz. Mengacu pada klasifikasi jenis tanah (Arifin, et.al, 2013) daerah tersebut merupakan daerah dengan tanah dominan adalah tanah jenis IV. Dapat dilihat pada peta dengan warna dominan muncul adalah warna hijau (range sampai dengan 2.5Hz). Tanah jenis ini merupakan batuan aluvial yang terbentuk dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll yang memiliki kedalaman mencapai 30m. Tanah jenis ini termasuk jenis tanah yang rawan jika terjadi gempabumi karena memiliki potensi amplifikasi dan liquifaksi. Selain tanah jenis IV, juga ada daerah dengan klasifikasi tanah jenis III yang ditandai dengan warna kuning pada barat daya wilayah pengukuran. Dan pada titik pengukuran site 9, terdapat tanah dengan jenis I dan jenis II yang menandakan titik tersebut memiliki bagian batu yang lebih keras (Batuan tarsier dan lebih tua) walau hanya sedikit.
Untuk kerentanan seismik, daerah sekitar Balaroa (Tenggara wilayah pengukuran) memang memiliki indeks kerentanan seismik yang tinggi. Dengan indeks kerentanan seismik lebih dari 18, menunjukkan bahwa daerah tersebut sangat rentan atas kerusakan yang diakibatkan bencana seismik. Jika dilihat pada peta intensitas guncangan gempabumi, daerah Balaroa memiliki nilai PGA ekstrim dengan kerusakan sangat berat disertai fenomena liquifaksi (Ditandai dengan gradasi warna merah). Dengan memperhatikan jenis klasifikasi tanah yang merupakan batuan sedimen lunak dan alluvial, kemudian indeks kerentanan seismik yang tinggi sangatlah wajar kerusakan yang terjadi didaerah tersebut sangat luar biasa ditambah lagi dengan fenomena liquifaksi.
2. Lakukanlah inversi penampang resisitivitas (terlampir) dengan Res2dinv. Buatlah analisis dan interpretasi litologi batuan serta kemungkinan adanya aquifer didukung data geologi regional terlampir!
Jawab : Koordinat Titik Pengukuran Resistivity
Lintasan 1 membentang dari 1A ( 7°27'5.06"S, 107°38'35.53"E) ke 1B ( 7°27'4.95"S, 107°38'34.54"E) lintasan 2 membentang dari 2A ( 7°27'5.45"S, 107°38'34.97"E) ke 2B ( 7°27'4.47"S, 107°38'35.27"E)
Peta Geologi Garut
Klasifikasi Batuan Dan Mineral
Hasil Olahan Dengan Menggunakan Aplikasi Res2dinv A. Lintasan 1
Interpretasi : Lintasan 1 panjangnya 30 meter, dengan jarak antar elektroda 2.0 meter. Lintasan ini membentang dari 1A ( 7°27'5.06"S, 107°38'35.53"E) ke 1B ( 7°27'4.95"S, 107°38'34.54"E) dengan arah agak Timur- Barat searah dengan kemiringan lereng. Model penampang tahanan jenis 2D dengan topografi pada lintasan 1 ditunjukkan pada gambar 1.
Model penampang tahanan jenis 2D lintasan 1 Pada model penampang tahanan jenis lintasan 1, terlihat bahwa sebaran nilai tahanan jenis rendah ditunjukkan warna biru tua hingga biru muda diinterpretasikan sebagai lapisan lempungan lunak
(jenuh air) dan bersifat impermeabel. Penampang berwarna hijau hingga hijau tua memiliki pasir berlempung yang dimana berkisar dari 5 hingga 50 ohm.m. Selanjutnya, pada penampung kuning hingga ungu tua diinterpretasikan sebagai tanah berpasir kerikil dengan rentang 100 hingga 5000 ohm m. B. Lintasan 2
Interpretasi : Lintasan 2 panjangnya 30 meter, dengan jarak antar elektroda 2.0 meter. Lintasan ini membentang dari 2A ( 7°27'5.45"S, 107°38'34.97"E) ke 2B ( 7°27'4.47"S, 107°38'35.27"E) dengan arah agak Selatan-Utara tegak lurus dengan kemiringan lereng dan memotong lintasan 1 pada jarak kurang lebih 14 m. Model penampang tahanan jenis 2D dengan topografi pada lintasan 2 ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 1 Model penampang tahanan jenis 2D lintasan 1
Pada model penampang tahanan jenis lintasan 2, terlihat bahwa sebaran nilai tahanan jenis rendah ditunjukkan warna biru tua hingga biru muda diinterpretasikan sebagai lapisan lempungan lunak (jenuh air) dan bersifat impermeabel. Penampang berwarna hijau hingga hijau tua diinterpretasikan
sebagai lapisan lempung yang dimana berkisar dari 3 hingga 30 ohm.m. Selanjutnya, pada penampung kuning hingga ungu tua diinterpretasikan sebagai tanah lempung berkerikil dengan rentang 100 hingga 5000 ohm m.
3. Hitunglah receiver function dari data teleseismik yang terekam pada stasiun UGM terlampir (Pilih minimal 5 waveform) dan lakukan analisis dari fase-fasenya!
Jawab : Dari data yang tersedia, diperoleh data gempa dalam format *.SAC pada stasiun UGM dengan 12 event yang berbeda. Berikut adalah peta sebaran episenter gempabumi yang digunakan.
Didapatkan hasil dengan parameter misfit yang lebih baik dengan melihat nilai final deconvolution reproduces yang mendekati atau lebih dari 90% meskipun ada beberapa event yang dibawah nilai tersebut. Berikut nilai final deconvolution reproduces dari masing-masing event.
Nama Event 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Final Deconvolution Reproduces (%) 91.3 74 79.9 90.1 83 73.8 87.3 94.7 92.3
10 11 12
89.9 94 91.5
Dengan menggunakan 12 macam data dengan 3 file tiap-tiap komponen *.SAC dan respon instrumennya didapatkan masing-masing plot Receiver Function-nya. Kita dapat membandingkan hasil plot Receifer Function dalam radial menggunakan filter Gaussian 1.5 detik dan 2.5 detik, didapatkan hasil plot seperti berikut.
Hasil Plot Receiver Function Radial, berdasarkan Back Azimuth-nya dengan filter Gaussian 1.5 detik
Hasil Plot Receiver Function Radial, berdasarkan Ray parameter (sec/km) dengan filter Gaussian 1.5 detik
Hasil Plot Receiver Function Radial, berdasarkan Back Azimuth-nya dengan filter Gaussian 2.5 detik
Hasil Plot Receiver Function Radial, berdasarkan Ray parameter (sec/km) dengan filter Gaussian 2.5 detik
Gambar dibawah menjelaskan fase gelombang teleseismik ketika melewati lapisan Moho dan penjalaran gelombangnya.
Ilustrasi fase gelombang teleseismik ketika melewati lapisan Moho (Yunartha, 2013).
Dari hasil tersebut dapat di interpretasi. Interpretasi menggunakan plot Receiver Function Radial dalam Ray Parameter dengan menggunakan filter Gaussian 1.5.
PpPs Low Velocity Layer Ps
Low Velocity Laye Direct P
Interpretasi fase gelombang Pp Ps PpPs di plot Receiver Function
Dapat di interpretasikan bahwa terdapat fase dengan polaritas negatif pada waktu tiba sekitar 4-6 detik, hal ini dapat dikorelasikan dengan adanya low velocity zone yang diasumsikan bahwa adanya zona kecepatan rendah di daerah kerak. Selanjutnya fase gelombang Ps yang merupakan gelombang P langsung yang terkonversi menjadi gelombang S terdapat pada 8-10 detik. Kemudian pada kisaran 10-14 detik menunjukan fase dengan polaritas negatif yang tajam, polaritas negative yang diasumsikan terdapat low velocity zone diasosiasikan dengan adanya subduksi lempeng Indo-Australia dibawah Pulau Jawa dikarenakan stasiun UGM berada di wilayah Yogyakarta yang merupakan pesisir selatan Pulau Jawa. Selanjutnya fase terakhir yang teridentifikasi ialah fase PpPs terdapat pada 14-16 detik, fase ini merupakan gelombang P langsung yang dibiaskan sebagai gelombang P, kemudian direfleksikan sebagai gelombang P oleh permukaan bumi, dan akhirnya direfleksikan oleh lapisan Moho sebagai gelombang S.