Tutorial In Clinic (tic) 2 Bangsal Pd.docx

  • Uploaded by: UwhaDestura
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tutorial In Clinic (tic) 2 Bangsal Pd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,672
  • Pages: 17
TUTORIAL IN CLINIC (TIC) PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSUD dr. ABDUL AZIZ SINGKAWANG

Oleh: KELOMPOK 1

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2018

TINJAUAN TEORI CKD (Chronic Kidney Disease)

1. Definisi Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2013). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2010).

2. Klasifikasi CKD Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut:

Penjelasan

LFG (ml/mn/1.73m2)

1

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑

≥ 90

2

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan

60-89

3

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang

30-59

4

Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat

15-29

5

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Derajat

Sumber: Sudoyo, 2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

3. Etiologi Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah: a. Nefropati diabetik (riwayat diabetes, proteinuria, retinopati) b. Nefropati hipertensif c. Hipertensi (peningkatan tekanan darah, urinalisis normal, ada riwayat keluarga) d. Penyakit glomerular non-diabetik (presentasi nefrotik atau nefritik) e. Penyakit ginjal kistik (gejala-gejala saluran kemih, sedimen urin yang abnormal, kelainan pada temuan radiologis) f. Penyakit tubulointerstitial (riwayat ISK dan refluks, paparan obat secara kronis,abnormalitas pada temuan radiologis, sindrom tubuler diantaranya defek padakonsentrasi urin dan abnormalitas pada urinalisis)

4. Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefronnefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron

rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat. a. Gangguan Klirens Ginjal Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid. b. Retensi Cairan dan Ureum Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi

akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. c. Asidosis Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3). penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi d. Anemia Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas. e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif

vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun. f. Penyakit Tulang Uremik Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.

5. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut: a. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia 1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal. 2) Defisiensi hormone eritropoetin 3) Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer. b. Kelainan Saluran cerna 1) Mual, muntah, hicthcup 2) Dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus. 3) Stomatitis uremia 4) Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut. 5) Pankreatitis 6) Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase. c. Kelainan mata d. Kardiovaskuler:

1) Hipertensi 2) Pitting edema 3) Edema periorbital 4) Pembesaran vena leher 5) Friction Rub Pericardial e. Kelainan kulit 1) Gatal Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena: Toksik uremia yang kurang terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor dan alergi bahan-bahan dalam proses HD 2) Kering bersisik Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit 3) Kulit mudah memar 4) Kulit kering dan bersisik 5) Rambut tipis dan kasar f. Kelainan selaput serosa g. Neurologi: 1) Kelemahan dan keletihan 2) Konfusi 3) Disorientasi 4) Kejang 5) Kelemahan pada tungkai 6) Rasa panas pada telapak kaki 7) Perubahan Perilaku h. Kardiomegali

6. Pemeriksaan Penunjang a. Radiologi Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal. Pemeriksaan radiologi untuk mendiagnosa penyakit CKD terdiri atas: 1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas. 2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. 3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal. 4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. b. Foto Polos Abdomen Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain. c. Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat. d. USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat. e. Renogram Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal f. Pemeriksaan Radiologi Jantung Mencari adanya kardiomegali, efusi pericarditis g. Pemeriksaan radiologi Tulang Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik h. Pemeriksaan radiologi Paru Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.

i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible j. EKG Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia) k. Biopsi Ginjal, dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya. 1) Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal i. Laju endap darah ii. Urin Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria). Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus/nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1. iii. Ureum dan Kreatinin Ureum dan kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

iv. Hiponatremia v. Hiperkalemia vi. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia vii. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia viii. Gula darah tinggi ix. Hipertrigliserida x. Asidosis metabolic

7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat dilihat pada tabel berikut ini: Stadium

GFR

Rencana Tatalaksana

(mL/menit/1,73m2)

Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, 1

≥ 90

kondisi

evaluasi

komorbid, pemburukan

(progresion)

fungsi

memperkecil

ginjal, resiko

kardiovaskuler Menghambat

2

60 – 89

3

30-59

4

15 – 29

(progresion) fungsi ginjal Mengevaluasi

5

pemburukan

dan

melakukan

terapi pada komplikasi Persiapan untuk pengganti ginjal

< 15

(dialisis) Dialisis

dan

mempersiapkan

terapi

penggantian

ginjal

(transplantasi ginjal) Sumber: (Suwitra, 2009; The Renal Association, 2013) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui

pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).

8. Komplikasi Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah: 1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diet berlebih. 2) Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. 3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin aldosteron. 4) Anemia akibat penurunan eritropoitin. 5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik. 6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh. 7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian. 8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah. 9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia

ASUHAN KEPERAWATAN

JURNAL PENDUKUNG

Jurnal 1 Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Unit Hemodialisa RS Telogorejo Semarang Salah satu penyakit kronis yang banyak diderita adalah gagal ginjal, hemodialisa merupakan hal yang sangat penting karena hemodialisa merupakan salah satu tindakan yang dapat mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik penyakit ginjal atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, pada pasien yang menderita penyakit gagal ginjal harus menjalani hemodialisa sepanjang hidupnya (Smeltzer dan Bare, 2007). Keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang menjalani hemodialisis terutama pada masalah psikologis yang umum atau banyak terjadi pada pasien dengan End Stage Renal Disease (ESRD) yang menjalani hemodialisa adalah depresi (Fredric & Susan, 2010). Secara khusus, depresi dapat mempengaruhi fungsi imonologi, nutrisi, dan faktor- faktor yang mempengaruhi terapi dan kepatuhan dialisis. Konsekuensi dari depresi dari pada pasien dialisis dapat memperkuat dampak dari penyakit kronik, dan meningkatkan kecacatan fungsional dan penggunaan pelayanan kesehatan. Selain itu keadaan depresi ini mengurangi kualitas hidup dan memiliki dampak klinis negatif terhadap para penderita penyakit kronis, termasuk ESRD (AG Karger, 2008). Akibat yang dirasakan ketika pasien menjalani hemodialisa seperti kram otot, hipotensi, hipertensi, sakit kepala, mual, muntah (Lewis, 2011). Depresi dapat di kurangi dengan melakukan teknik relaksasi. Relaksasi digunakan untuk menenangkan pikiran dan melepaskan ketegangan. Salah satu teknik yang dapat

digunakan untuk mengurangi depresi yaitu dengan menggunakan teknik relaksasi otot progesif atau Progresive Muscle Relaxation (PMR) (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). PMR merupakan teknik relaksasi yang dilakukan dengan cara pasien menegangkan dan melemaskan otot secara berurutan dan memfokuskan perhatian pada perbedaan perasaan yang dialami antara saat otot rileks dan saat otot tersebut tegang (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). PMR bermanfaat untuk meningkatkan produksi melatonin dan serotonin serta menurunkan hormon stres kortisol. Melatonin dapat membuat tidur nyenyak yang diperlukan tubuh untuk memproduksi penyembuh alami berupa human growth hormone, sedangkan pengaruh serotonin ini berkaitan dengan mood, hasrat seksual, tidur, ingatan, pengaturan temperatur dan sifat-sifat sosial. Bernapas dalam dan perlahan serta menegangkan beberapa otot selama beberapa menit setiap hari dapat menurunkan produksi kortisol sampai 50%. Kortisol (cortisol) adalah hormon stres yang bila terdapat dalam jumlah berlebihan akan mengganggu fungsi hampir semua sel dalam tubuh. Bersantai dan melakukan PMR dapat membantu tubuh mengatasi stres dan mengembalikan kemampuan sistem imun (Alam & Hadibroto, 2007). Tenik PMR memungkinkan pasien untuk mengendalikan respons tubuhnya terhadap ketegangan (Kozier et al, 2011). Perubahan yang diakibatkan oleh PMR yaitu dapat menurunkan tekanan darah, menurunkan frekuensi jantung, mengurangi disritmia jantung, mengurangi kebutuhan oksigen. Selain itu, teknik ini juga dapat mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju metabolisme, meningkatkan alfa otak (yang terjadi ketika klien sadar, tidak memfokuskan perhatian, dan rileks), meningkatkan rasa kebugaran, meningkatkan konsentrasi, dan memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stressor (Potter & Perry, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis, dimana pada kelompok intervensi dapat menurunkan tingkat depresi lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan responden dilatih mandiri untuk peka terhadap kondisi pada saat otot tegang maupun otot rileks, dimana responden dapat

merasakan kondisi rileks dan nyaman setelah latihan tersebut. Pada saat pikiran dan tubuh rileks maka pada otak akan meningkatkan sekresi hormon endorphin, melatonin dan serotonin. Hormon-hormon diatas berfungsi untuk menurunkan tingkat depresi responden.

Jurnal 2

Jurnal 3

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &. Suddart. Alih Bahasa: Agung Waluyo. Edisi: 12. Jakarta: EGC. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. New York: National Kidney Foundation, Inc. National Kidney Foundation. 2010. About Chronic Kidney Disease: A Guide for Patients and Their Families. New York: National Kidney Foundation, Inc. Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC. Suwitra, Ketut. 2009. Penyakit Ginjal Kronik: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. Suwitra. K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. Alfiyanti, NE., Setyawan, D., & Kusuma, MAB. (2014). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Unit Hemodialisa RS Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. Kozier, Erb, Berman & Snyder, (2011). Buku Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Volume 1. Jakarta: EGC.

Setyoadi & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika. Alam, S., & Hadibroto, I. (2007). Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia. Potter & Perry. (2005). Buku Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Lewis, S. M., Heitkemper, M.M., & Dirksen, S.R. (2011). Medical Surgical Nursing:Assessment and Management of Clinical Problems (6th Ed). Mosby: Elsevier, Inc.

Related Documents


More Documents from ""