Tutorial Hari 2 1.docx

  • Uploaded by: azizi yemahul
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tutorial Hari 2 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,420
  • Pages: 19
finisi Rabies adalah suatu infeksi virus pada otak yang menyebabkan iritasi dan peradangan otak dan medulla spinalis. Menurut cara penularannya rabies termasuk golongan zoonosis langsung (direct zoonosis) yaitu zoonosis yang hanya memerlukan satu jenis vertebrata saja untuk kelangsungan hidupnya, dan agen penyebab penyakit hanya sedikit berubah atau tidak mengalami perubahan sama sekali selama penularan. Sedangkan menurut reservoir utamanya rabies digolongkan dalam antropozoonosis, yaitu penyakit yang secara bebas berkembang di alam di antara hewan-hewan. Menurut agen penyebabnya rabies merupakan zoonosis kausa viral. Rabies dapat ditularkan oleh satwa liar (wild life zoonosis), hewan piaraan (domesticated animal zoonosis) maupun hewan yang hidup dipemukiman manusia (domiciliated zoonosis).1 Penularan rabies biasanya terjadi melalui gigitan hewan yang telah terinfeksi, pencemaran luka segar atau selaput lendir dengan saliva atau otak hewan yang telah terinfeksi. Pada kasus tertentu penularan melalaui udara dapat juga terjadi. Virus ini berkembang biak dalam kelenjar ludah. Sangat peka terhadap pelarut yang bersifat alkalis seperti sabun, desinfektan, alkohol, dll. Sistem yang diserang adalah sistem syaraf atau nervous system: clinical encephalitis yang dapat bersifat paralitik/furious dan glandula salivarius: mengandung sejumlah besar partikel virus yang berada di saliva.1

Epidemiologi Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak. Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras. Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila. Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram). Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case Fatality Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi (99,4%) diikuti kucing (0,29%) dan hewan lain, kera dan hewan piaraan atau liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh manusia yang digigit meliputi kepala (5%), tangan (28%), kaki(57%), lain-lain (10%).2,5

Etiologi Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membrane selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan

berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.4

Gambar 1. Struktur dan komposisi virus Rabies Ket: Virus rabies dengan bentuk seperti peluru yang dikelilingi oleh paku-paku glikoprotein. Glikonukleoproteinnya tersusun dari nukleoprotein, phosphorylated atau phosphoprotein dan polimerase. Diagram melintang ini menunjukkan lapisan konsentrik yaitu amplop dengan membrane ganda, protein m dan digulung dalam RNA.4

Patogenesis Virus rabies masuk ke dalam tubuh mel alui luka atau kontak langsung dengan selaput mukosa dengan rasio gigitan dan cakaran sebesar 50:1. Virus rabies tidak bisa menembus kulit yang utuh. V i r u s r a b i e s m e m b e l a h d i r i d a l a m o t o t a t a u j a r i n g a n i k a t p a d a t e m p a t inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler. Setelah virus menempel pada reseptor nikotinik asetilkolin lalu virus menyebar secara sentripetal melalui serabut saraf motorik dan juga serabut saraf sensorik tipe cepat dengan kecepatan 50 sampai 100 mm per hari. Setelah melewati medulla spinalis, virus bereplikasi pada motor neuron dan ganglion sensoris, akhirnya mencapai otak. Kolkisin dapat menghambat secara efektif transport akson tipe cepat tersebut. Virus melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus dimasukkan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ditempati, terjadilah transkripsi dan translasi. 3

Gambar 2 perjalanan penyakit rabies Genom RNA untai direkam oleh polymerase RNA terkait, varion menjadi lima spesies mRNA. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan pembentukan RNA keturunan. RNA genomic berhubungan dengan transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru mendapatkan selubung melalui pertusan yang melalui selaput plasma. 3 Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung, sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagian-bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk virus baru yang menginfeksi inang yang lainnya, kemudian melanjutkan diri bergerak secara sentripetal sebagai sub viral, tanpa nukleoplasmid menuju jaringan otak. Setelah melewati medula spinalis virus akan menginfeksi tegmentum batang otak dan nukleus selebelaris batang otak selanjutnya virus akan menyebar ke sel purkinye serebelum, diencephalon, basal ganglia dan akhirnya menuju hipokampus terjadi lebih lambat dengan girus dentatus yang relatif tidak terinfeksi. Virus rabies tidak bisa menginfeksi sel granuler pada girus dentatus yang sebagian besar mengandung reseptor AMPAdan Kainate. 2,5

Gambar 3 Replikasi dan siklus infeksi virus Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar kedalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistim limbik, hipotalamus, dan batang otak. Khusus mengenai system limbik dimana berfungsi erat dengan pengontrolan dan kepekaan emosi. Akibat dari pengaruh infeksi sel-sel dalam sistim limbic ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa ada provokasi dari luar. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut aferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Virus rabies menyebar menuju multi organ melalui neuron otonom dan sensorik terutama melibatkan jalur parasimpatis yang bertanggung jawab atas infeksi pada kelenjar ludah, kulit, jantung, dan organ lain. Replikasi di luar sel saraf terjadi pada kelenjar ludah, lemak coklat, dan kornea. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar belakang genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh v i r u s u n t u k b e r g e r a k d a r i t i t i k m a s u k k e s u s u n a n s a r a f p u s a t . Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.2,4

Gambar 4 Negri body di neuron

Gambar 5 Skema patogenesis infeksi virus rabies. Nomor pada gambar menunjukkan urutan kejadian.

Masa Inkubasi

Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi., Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu masuknya ke susunan saraf pusat. Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari.3

Gejala Klinis Rabies Pada Manusia Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium. 1. Stadium Prodromal Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. 2. Stadium Sensoris Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris. 3. Stadium Eksitasi Tonus otot-otot dan aktifitas simpatik meningkat dengan gejala hiperhidrosis (banyak berkeringat), hipersalivasi (banyak air liur), hiperlakrimasi (banyak air mata) dan dilatasi pupil. Bersamaan dengan stadium eksitasi penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya bermacam- macam fobia, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobia (takut air). Kontraksi otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara ke muka penderita (aerophobia) atau dengan menjatuhkan sinar ke mata (photophobia) atau dengan bertepuk tangan ke dekat telinga penderita (audiophobia). Pada stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis, kejang dan takikardi, cardiac arrest, tingkah laku penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan respons yang berlebihan. Gejala-gejala eksitasi dapat berlangsung sampai pasien meninggal, tetapi pada saat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemas, sehingga terjadi paresis flaksid otot-otot. 4. Stadium Paralis Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.5,6

Gejala Klinis Rabies Pada Hewan

Anjing muda lebih relatif lebih peka dibandingkan hewan dewasa. Masa inkubasi rata-rata 3 s.d 6 minggu dengan variasi yang tinggi , bisa 10 hari atau 6 bulan, jarang kurang dari 2 minggu atau lebih dari 4 bulan. Virus rabies dijumpai pada air liur anjing segera setelah gejala klinis tampak. Ada tiga bentuk rabies pada hewan yaitu : 1. Furious rabies (bentuk ganas) 2. Dumb rabies (bentuk tenang) 3. Asimtomatik rabies Pada anjing dan kucing biasanya bersifat ganas. Masa inkubasi 10-60 hari namun bisa juga lebih lama. Air liur binatang sakit yang mengandung virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran.Gejala klinis dari tiga bentuk rabies pada hewan: 1. Bentuk ganas (Furious rabies) Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda terlihat. Tanda-tanda yang sering terlihat: a. Hewan menjadi penakut atau menjadi galak; b. Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat menjadi agresif; c. Tidak menurut perintah majikannya; d. Nafsu makan hilang; e. Air liur meleleh tak terkendali; f. Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang, benda-bendaasing seperti batu, kayu dsb; g. Menyerang dan menggigit barang bergerak apa saja yang dijumpai; h. Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan; ekor diantara 2 (dua) paha. 2. Bentuk diam (Dumb Rabies) Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi. Tanda- tanda yang sering terlihat : a. Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk b. Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahakan sering tidak terlihat. c. Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka. d. Air liur keluar terus menerus (berlebihan). e. Mati. 3. Bentuk Asimtomatis: Hewan tidak menunjukkan gejala sakit dan atau hewan tiba-tiba mati.

Rabies Pada Kucing mempunyai gejala atau tanda-tanda yang hampir sama dengan gejala pada anjing, seperti : menyembunyikan diri, banyak mengeong, mencakar-cakar lantai dan menjadi agresif. Pada 2-4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang. Berikut fase-fase yang dilalui saat hewan terpapar rabies bentuk ganas (furious rabies), yaitu : 1. Fase prodormal (fase awal) : ditandai dengan bersikap tidak normal, bersembunyi ditempat yang gelap, gelisah, tidak dapat tidur, refleks keaktifan meningkat, anoreksia, nyeri pada gigitan, temperatur meningkat sedikit. 2. Fase eksitasi : setelah 1-3 hari, agresif, cenderung menggigit barang, hewan dan manusia termasuk pemiliknya sendiri. Bahkan kadang kadang menggigit dirinya sendiri. Hewan mengalami hipersalivasi karena hewan tidak bisa menelan salivanya sendiri akibat paralisa otot untuk menelan, gonggongannya berubah karena paralisa sebagaian syaraf vokal, hewan cenderung meninggalkan rumah dan lari jauh, seringkali menyerang anjing dan hewan lain. 3. Fase paralisis : konvulsi, diikuti inkoordinasi otot dan kelumpuhan. Selain bentuk ganas bisa juga dijumpai rabies bentuk diam dengan gejala kelumpuhan, fase eksitasi sangat pendek kadang kadang tidak ada, kelumpuhan mulai otot kepala dan leher. Hewan sulit menelan kemudian diikuti total dan berakhir dengan kematian.5,6

Diagnosis Diagnosis rabies hanya berdasarkan gejala klinis sangat sulit dan kurang bisa dipercaya, kecuali terdapat gejala klinis yang khas yaitu hidrofobia dan aerofobia. Diagnosis pasti rabies hanya bisa didapat dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dikerjakan: 1. Darah rutin : dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000 – 13000/mm) dan penurunan hemoglobin serta hematokrit. 2. Urinalisis : dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit. 3. Mikrobiologi : Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah onset. 4. Histologi : dapat ditemukan tanda patognomonik berupa badan Negri (badan inklusi dalam sitoplasma eosinofil) pada sel neuron, terutama pada kasus yang divaksinasi dan pasien yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu. Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada specimen dapat mengganggu pemeriksaan dan khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin sampai ke laboratorium. Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits). 5. Serologi : DFA Testing and RT-PCR melaluii biopsy kulit, Reverse-Transcription Polymerase Chain Reaction (RTPCR) dalam saliva. 6. Cairan serebrospinal : Rabies Virus–Specific Antibodies dalam serum dan LCS (Rapid fluorescent focus inhibition test/RFFIT), dapat ditemukan monositosis sedangkan protein dan glukosa dalam batas normal. Namun, pada pemeriksaan laboratorium, yang merupakan gold standar untuk diagnosis rabies adalah pemeriksaan dengan tehnik fluorescent antibody (FA). Deteksi nukleokapsid dengan ELISA merupakan tes yang cepat dan jugadapat digunakan maupun dilakukan pada survei epidemiologi.3,6

Penatalaksanaan Rabies Penanganan luka gigitan hewan penular rabies setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies (anjing, kucing, kera) harus ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin. 1. Berikut ini beberapa tips dan langkah-langkah penanganan luka gigitan: Segera luka dibersihkan, bisa menggunakan sabun/deterjen, dibilas dgn air bersihmengalir 5-10 menit. Lalu dikeringkan dgn kain/tissue bersih dan dapat ditambahkan antiseptik betadin ataupun alkohol 70%. 2. Lakukan eksplorasi pada luka. lakukan pembersihan dgn NaCl 0,9%, atau dgn H2O2 3%. 3. Luka yg ada jangan dijahit, kalau luka terlalu lebar bisa dilakukan penjahitan secara longgar dgn menggunakan benang non absorbable, dan dipasang drain. 4. Pemberian vaksin rabies, 0,5 ml IM pada hari 1,3,7,14 dan hari ke-28 . Tidak ada pembedaan dosis untuk anak-anak dan dewasa.

5. Dapat dikombinasikan dgn antibiotik, untuk mencegah adanya infeksi kuman atau bakteri yg lain. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) : Bila ada indikasi pengobatan, terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki. Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR. Sedangkan Vaksinasi

Dosis

apabila kontak dengan air luir pada

Waktu pemberian

kulit luka yang tidak berbahaya, maka Dasar

0,5ml

0,5ml

4x Pemberian : Hari Ke-0 :

diberikan 2x Sekaligus

VAR

atau

diberikan

kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya. Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan

Serum

Anti

Rabies

adalah

sebagai berikut : 1. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV). Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Cara pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak di daerah paha). Vaksinasi Dasar

Dosis 0,5ml

0,5ml

Waktu pemberian 4x Pemberian : Hari Ke-0 :

2x Sekaligus

(Deltoid Kiri dan Kanan) Hari Ke 7 dan Ke 21 Ulangan

-

-

-

Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure Treatment)

(Deltoid Kiri dan Kanan) Hari Ke 7 dan Ke 21 Ulangan

o.5ml

0.5ml

2. Suckling Mice Brain Vaccine

Hari Ke-90

(SMBV) Kemasan : Dos berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml dan Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml. Vaksinasi Dasar

Dosis 1ml

2ml

Waktu pemberian

Keterangan

Dosis dan cara pemberian sesudah

7x Pemberian : diberikan Anak < 3th

digigit (Post Exposure Treatment).

setiap hari

Cara pemberian : Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan

Vaksinasi Ulangan Dasar

Dosis 0,1ml 1ml

0,25ml 2ml

Waktu pemberian

Keterangan

Hari Ke-11, 15, 25, 30, 7x Pemberian : diberikan Anak < 3th dan 90 setiap hari

(sc) di sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagaian fleksor lengan bawah .

Ulangan

0,1ml

0,25ml

Hari Ke-11, 15, 30, dan 90

Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Cara pemberian : sama seperti pada butir 2.a.

II. Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) 1. Serum hetorolog (Kuda). Kemasasn : vial 20 ml (1 ml = 100 IU) Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler. - Dosis : Jenis Serum Serum Heterolog

Dosis 40ml/Kgbb

Waktu pemberian

Keterangan

Bersamaan dengan

Sebelumnya

pemberian VAR

Dilakukan

2. Serum Momolog Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU

hari ke-0

Skintest

).

Cara

pemberian

:

Disuntikkan secara infiltrasi di

sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler. - Dosis : Jenis Serum Serum

Dosis 20ml/Kgbb

Momolog

Waktu pemberian Bersamaan dengan pemberian VAR hari ke-0

Keterangan Sebelumnya tidak Dilakukan Skintest

Perawatan Rabies a. Penderita dirujuk ke Rumah Sakit b. Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan Ringer Laktat/NACI 0,9%/cairan lainnya, kalau perlu diberi anti konvulsan dan sebaiknya penderita difiksasi selama di perjalanan dan waspada terhadap tindak–tanduk penderita yang tidak rasional, kadang – kadang maniakal disertai saat–saat responsif. c. Di Rumah Sakit penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi d. Tindakan medik dan pemberian obat–obat simptomatis dan supportif termasukanti biotik bila diperlukan. e. Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka sewaktu menanganikasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan paramedis memakai sarung tangan, kaca mata dan masker, serta sebaiknya dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidurnya.4

0. Pencegahan Rabies a. Pencegahan Primer 1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies. 2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies. 3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas rabies. 4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus. 5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi. 6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan. 7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.

8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong). 9. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa. 10. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies. 11. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter. b. Pencegahan Sekunder Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.

c. Pencegahan Tersier Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.4,6

1. Prognosis Penyakit rabies tidak dapat disembuhkan sehingga prognosisnya jelek. Tanpa pencegahan, penderita hanya bertahan sekitar 8 hari, sedangkan dengan penangan suportif, penderita dapat bertahan hingga beberapa bulan. Sebelum ditemukan pengobatan, kematian biasa nya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Hingga saat ini belum ada laporan kasus yang dapat bertahan hidup setelah manifestasi dari penyakit rabies timbul. Pada manusia yang tidak mendapatkan vaksin rabies hampir selalu fatal terutama setelah muncul gejala neurologi, tetapi bila setelah terpapar virus diberikan vaksin akan mencegah perkembangan virus. 5

FILARIASIS PENDAHULUAN Filariasis adalah Infestasi dari filarial, dimana filarial adalah cacing nematode dari superfamilia filariodea1. Familia yang penting dalam superfamilia ini adalah Dipetalonematidae yang meliputi berbagai spesies yang hidup dalam jaringan limfoid, jaringan dan juga rongga tubuh. Spesies yang hidup dalam jaringan limfoid adalah Wuchereria bancrofti, Brugia Malayi, Brugia timor, sedangkan yang hidup dalam jaringan adalah Loa loa, dan Onchocerca volvulus, dan yang hidup dalam rongga badan adalah Mansonella ozzardi, Mansonella perstans, dan Mansonella streptocerca (hidup di kulit atau subkutan).2 Kekebalan alami atau yang didapat pada manusia terhadap infeksi filarial belum diketahui banyak. Cacing filaria mempunyai antigen yang spesifik untuk spesies dan spesifik untuk kelompok; memberi reaksi silang antara berbagai spesies dan nematode lainnya. ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh superfamilia filariodea, berikut daftar nama dan penyakit yang ditimbulkan oleh parasite tersebut: a. Wuchereria bancrofti, adalah penyebab dari Bancroftian filariasis yang menimbulkan kelainan limfopatologik seperti elephantiasis. Cacing ini ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp, Culex sp dan Aedes sp.2 b. Brugia Malayi,merupakan penyebab Malayan filariasis yang menimbulkan penyakit dengan gejala menyerupai Bancroftian filariasis. Cacing ini ditularkan melalui Mansonia sp, Aedes sp dan Anopheles sp.2 c. Brugia timor adalah penyebab Timorian filariasis yang ditularkan melalui Anopheles sp. Gejala menyerupai Bancroftian filariasis. 2 d. Loa loa, yang ditularkan melalui Chrysops atau deerfly menyebabkan penyakit khas yang dinamakan loasis atau Calabar swelling. Gejala yang ditimbulkan berupa bengkak pada kulit, lesi pada mata, manifestasi alergi lainnya. 2 e. Onchocerca volvulus, sering dinamakan Blinding filariaI, yang menyebabkan kebutaan, cacing ini juga dapat menimbulkan kelainan kulit yang menyebabkan perubahan bentuk wajah penderita. Cacing ini ditularkan terutama oleh Simulium sp atau Blackflies.2 f. Mansonella ozzardi, menyebabkan penyakit yang dinamakan ,mansonellosis yang dianggap ada kaitannya dengan adanya perdangan sendi( arthritis). Cacing ini ditularkan melalui Simulium sp atau Culicoides.2 g. Mansonella perstans, ditularkan melalui Culicoides dapat menimbulkan sindrom alergi yang khas h. Mansonella streptocerca, penyebab streptocerciasis yang menimbulkan kelainan kulit tetapi tanpa menimbulkan kebutaan atau elephantiasis

EPIDEMIOLOGI Umumnya penyakit filariasis yang sering terjadi adalah yang diakibatkan oleh Wuchereria bancrofti. Yang memiliki prevalensi di afrika bagian ekuator, subbenua india, Asia Tenggara dan Amerika Tengah dan Selatan.3 Prevalensi dari mikrofilaria meningkat bersama dengan umur pada anak-anak dan meningkat antara usia 20-30 tahun. Pada saat usia pertumbuhan, serta lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.4 PATOGENESIS Lingkaran hidup filarial meliputi, (1) pengisapan mikrofilaria dari darah atau jaringan oleh seranggap penghisap darah, (2) Metamorfosis mikrofilaria di dalam hospes perantara serangga, dimana mula-mula membentuk larva rabditiform lalu membentuk larva filariform yang aktif, (3) penularan larva infektif ke dalam kulit hospes baru, melalui probosis serangga yang menggigit, dan kemudian pertumbuhan larva setelah masuk ke dalam luka gigitan sehingga menjadi cacing dewasa.4 Tubuh yang sudah terinfeksi dari cacing filaria akan menyerang organ tertentu sesuai dengan daerah predarannya. Jadi telah dikenal 3 bentuk daerah utama parasite menginfeksi manusia, bisa pada limfatik yang akan berdampak pada system saluran limfenya, onkoserkiasis yang akan menginfeksi sekitar bagian wajah dan bahkan dapat menimbulkan kebutaan, Loiasis daerah tempat infeksi yang berada dalam jaringan. Biasanya mikrofilaria dapat hidup hingga 3bulan-3 tahun, sedangkan parasite dewasa bisa hidup hingga beberapa tahun.3 DIAGNOSIS Pengujian yang dilakukan terhadap pasien adalah usaha untuk menemukan atau memperoleh jaringan atau cairan tubuh untuk mendeteksi langsung organisme pathogen untuk membuktikan ada tidaknya infeksi. Hasil dari pengujian ini sangat penting untuk memandu pemilihan antibiotic untuk terapi dan sasaran yang tepat.5 Cacing dewasa sulit untuk ditemukan, sehingga yang paling mudah digunakan untuk menegakan diagnosa adalah larvanya yang disebut sebagai mikrofilaria. Yang digunakan untuk mendeteksi mikrofilaria di dalam darah adalah2: a. Ada tidaknya selubung(Sheath) pada mikrofilaria tadi, spesies yang memiliki sheath adalah Wuchereria brancrofti, Brugia sp dan Loa loa, sedangkan yang tidak memiliki sheath adalah, Onchocerca volvulus dan Mansonella sp. b. Jumlah dan penyebaran body nuclei( nucleus yang banyak ditemukan pada bagian tubuh mikrofilaria, serta letak dari body nuclei tadi berjajar atau berkelompok c. Ada tidaknya serta ukuran cephalic space yaitu rongga yang terdapat pada di bagian anterior tubuh yang tidak tertutupi oleh body nuclei d. Adanya bagian yang dinamakan inner body yaitu bagian tubuh yang pada perwarnaannya Nampak lebih berwarna merah e. Letak dari nerve ring, excretory apparatus dan anus f. Letak dan ukuran genital cell( g sell)

Ciri khas dari kehidupan cacing terutama mikrofilarianya adalah periodisitas densitas mikrofilaria dalam darah yang mempunyai gambaran tertentu selama 24 jam atau dengan katas lain mikrofilaria muncul pada sel darah tepi pada jumlah banyak pada waktu-waktu tertentu.2 Sesuai dengan periodisitas mikrofilaria dikenal beberapa strain pada spesies ini, yaitu2: a. Strain Nonperiodic. Mikrofilaria strain ini selalu ada dalam jumlah tetap di darah tepi( Mansonella perstant, Dirofilaria witei pada burung dan Brugia patei di pulau pate) b. Strain Subperiodic. Mikrofilaria strain ini selalu ada dalam darah tepi, namun pada saat-saat tertentu jumlahnya bisa meningkat dari biasanya. 

Strain nocturnal subperiodic. Mikrofilaria selalu ada dalam darah tepi, namun jumlahnya bertambah pada malam hari (Wuchereria bancrofti di Thailand dan Filipina, Brugia malayi dan Brugia pahagi pada kera)



Strain diurnal subperiodic. Mikrofilaria selalu ada di dalam darah tepi, tetapi jumlah bertambah pada siang hari(Wuchereria bancrofti di pasifik, Brugia pahagi pada kera)

c. Strain Periodic. Pada saat tertentu saja mikrofilaria ini dapat ditemukan pada sel darah tepi. 

Strain nocturnal periodic. Bila mikrofilarianya ditemukan banyak di darah tepi pada malam hari (Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia patei, Dirofilaria aethiops pada kera Loa loa pada Baboon)



Strain diurnal periodic. Bils mikrofilarianya ditemukan banyak di darah tepi pada siang hari ( Loa loa pada manusia)

PENATALAKSANAAN Untuk pengobatan dari Filariasis Limfatik(LF) berdasarkan recomendasi WHO mendapat terapi kombinasi dengan albendazol atau dietilkarbmazin dan dimulai sebelum obstruksi limfatik.6 Albendazol(oral tablet 200mg, suspensi 100 mg/5mL)7 dimasukan dalam program untuk mengendalikan filariasis limfatik, tetapi tampaknya kurang untuk mengendalikan infeksi penyakit tersebut ketimbang dietilkarbamazin atau ivermektin. Benzimidazol diperkirakan berkerja melawan nematode dengan menghambat sintesis mikrotubulus. Albendazol juga memiliki efek larva sidal pada penyakit hidatid, sistim serkosis, askariasis, dan infeksi cacing tambang, serta efek ovisidal pada askariasis, ankilostomiasis dan trikuriasis.6-7

Reaksi simpang ketika pengunaan albendazol dapat berupa distres epigastrium yang ringan dan transien, diare, nyeri kepala, mual, pusing, kelelahan, dan insomnia. Namun pengunaan dalam 1-3 hari efek simpang kurang bermakna. Efek samping baru bisa terlihat pada pada penggunaan jangka panjang. Selama terapi jangka panjang pemeriksaan hitung darah dan fungsi hati harus dipantau. Obat ini tidak dianjurkan untuk penderita sirosis hati dan hipersensitifitas terhadap obat benzimidazol.7 Dietilkarbamazin sitrat berperan dalam mengimobilisasi mikrofilaria dan mengubah struktur permukaannya, kemudian melepas mikrofilaria tersebut dari jaringan dan membuatnya lebih rentan terhadap penghancuran oleh mekanisme pertahanan pejamu. Pada W bancrofti dan B malayi diobati selama 2 minggu dengan obat dietilkarbamazin, sedangkan untuk L loa selama 3 minggu.7 dengan dosis awal yang kecil untuk mencegah reaksi alergi sebagai akibat reaksi inflamasi dari mikrofilaria yang sekarat. Regimennya adalah 50 mg ( 1mg/kg pada anak) pada hari ke-1, tiga kali dosis 50 mg pada hari ke-2, 3 kali dosis 100mg (2mg/kg pada anak) pada hari ke-3. Dan kemudian berikan 2 mg/kg tiga kali sehari untuk menyelesaikan rangkaian terapi selama 2-3 minggu.7 Dapat juga diberikan antihistamin selama beberapa hari terapi untuk membatasi reaksi alergi. Bisa diberikan kortikosteroid dengan dosis dietilkarbamazin diturunkan atau dihentikan jika terjadi reaksi alergi berat. Obat ini dapat digunakan juga untuk kemoprofilaksis dengan dosis 300 mg tiap minggu atau 300 mg tiga hari berturut-turut setiap bulannya pada loiasis, 50 mg tiap bulan pada filariasis Malaya dan bankrofti. Reaksi simpang terhadap dietilkarbamazin yang umumnya ringan dan selintas meliputi, nyeri kepala, malaise, anoreksia, kelemahan, mual, muntah dan pusing. Reaksi simpang akibat dari cacing yang sekarat juga bisa terjadi. Pada penyakit berupa onkosersiasis dietilkarbamazin tidak lagi digunakan karena efektifitasnya kurang baik dibandingkan ivermektin, sehingga ivermektin jauh lebih dipilih. Selain itu juga efek toksisitasnya menjadi salah satu bahan pertimbangan.7 Ivermektin merupkan pilihan obat untuk strongiloidiasis dan onkosersiasis, dan merupakan obat alternative untuk infeksi cacing lainnya. Mekanisme kerja obat ini dengan cara memperkuat penyampaian sinyal berperantara-asam-γaminobutirat(GABA) pada saraf perifer. Untuk penyakit onkosersiasis, ivermektin berperan sebagai mikrofilariasidal. Obat ini efektif untuk memblokade pelepasan mikrofilaria selama beberapa bulan pascaterapi. Setelah pemberian beberapa dosis standar, mikrofilaria dalam kulit menghilang dalam 2-3 hari.6-7 Untuk onkosersiasis terapi dilakukan dengan mengunakan ivermektin dosis tunggal 150 mcg/kg yang diminum dengan air pada kondisi lambung kosong. Obat kemudian diberikan berulang dengan regimen yang bervariasi, mulai dari jadwal pemberian bulanan hingga lebih jarang. Pascaterapi akut, terapi diulang dengan interval 12 bulan sampai cacing dewasa mati, yang membutuhkan masa sekitar 10 tahun atau lebih lama. Pasien dengan mikrofilaria dalam kornea atau camera oculi anterior dapat diobati dengan kortikosteroid hanya pada terapi ivermektin pertama untuk menghindari reaksi peradangan mata. Untuk penyakit strongiloidiasis, terapinya meliputi dua dosis harian sebesar 200 mcg/kg. Pada pasien luluh imun dengan infeksi desiminata, seringkali dibutuhkan terapi berulang tetapi penyembuhannya tidak tercapai.7

Efek samping, biasa muncul pada penyakit strongiloidiasis yang berupa kelelahan, pusing, mual, muntah, nyeri, abdomen, ruam. Sedangkan untuk onkosersiasis, efek simpangnya berasal dari reaksi Mazotti akibat penghancuran mikrofilaria. Reaksi ini meliputi demam, nyeri kepala, pusing, somnolen, kelemahan, ruam, pruritus yang meningkat intensitasnya, diare, nyeri sendi dan otot, hipotensi, takikardia, limfadenitis, limfangitis, dan edema perifer. Dimana reaksi ini dimulai pada hari pertama terapi dan memuncak pada hari kedua.7 Untuk ini kortikosteroid diindikasikan untuk mengatasi reaksi Mazotti. Obat ini sebaiknya jangan diberikan dengan obat-obatan yang meningkatkan aktivitas GABA, misalnya barbiturate, benzodiazepine, dan asam valproate. Obat ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil, sedangkan pada anak-anak dibawah 5 tahun belum ditetapkan.7

enduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat. 1. Dosis standar Dosis tunggal 5 mg/kg berat badan; untuk filariasis bancrofti selama 15 hari, dan untuk filariasis brugia selama 10 hari. 2. Dosis bertahap Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet untuk usia kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12 untuk filariasis bancrofti dan pada hari 5-17 untuk filariasis brugia. 3. Dosis rendah Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk usia < 10 tahun, seminggu sekali selama 40 minggu.

Kegiatan pemberantasan nyamuk terdiri atas: 1. Pemberantasan nyamuk dewasa a. Anopheles : residual indoor spraying b. Aedes : aerial spraying 2. Pemberantasan jentik nyamuk a. Anopheles : Abate 1% b. Culex : minyak tanah c. Mansonia : melenyapkan tanaman air tempat perindukan, mengeringkan rawa dan saluran air 3. Mencegah gigitan nyamuk a. Menggunakan kawat nyamuk/kelambu

b. Menggunakan repellent

Penyuluhan tentang penyakit filariasis dan penanggulangannya perlu dilaksanakan sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang baik untuk menunjang penanggulangan filariasis. Sasaran penyuluhan adalah penderita filariasis beserta keluarga dan seluruh penduduk daerah endemis, dengan harapan bahwa penderita dengan gejala klinik filariasis segera memeriksakan diri ke Puskesmas, bersedia diperiksa darah kapiler jari dan minum obat DEC secara lengkap dan teratur serta menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Evaluasi hasil pemberantasan dilakukan setelah 5 tahun, dengan melakukan pemeriksaan vektor dan pemeriksaan darah tepi untuk deteksi mikrofilaria.

4.1.9 Prognosis filariasis Pada kasus – kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus – kasus lanjut terutama dengan edema tungkai, prognosis lebih buruk.

Related Documents

Tutorial 2
May 2020 15
Tutorial 2
July 2020 9
Tutorial 2
November 2019 21
Tutorial 2
November 2019 28
Tutorial 2
April 2020 8

More Documents from "Faham"