Tutor Kelompok 8 Skenario 2.docx

  • Uploaded by: lestari eka
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tutor Kelompok 8 Skenario 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,483
  • Pages: 39
TUTORIAL SKENARIO II

Agung Kusuma Dea maya Syahrul Hamid Muzzaki Sarah Humayra Meri Satriyawati Nabilah Haptriani Adpriyanti Candra S Eka Realita History Adek Adrian Sena Oktarida Uswatun Amina Restu Anggraini Muti’ah Siregar

G1A116038 G1A116040 G1A116041 G1A116043 G1A116049 G1A116066 G1A116067 G1A116069 G1A116070 G1A116074 G1A116075 G1A116076 G1A116077

TUTOR: dr. M. QATHAR RF TULANDI

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI TAHUN AJARAN 2017/2018

Skenario Mataku Menjadi Kuning Nn. Z, seorang mahasiswi berusia 18 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan bagian putih dari matanya berwarna kuning sejak 4 hari yang lau. Selain itu, Nn. Z juga mengelhkan nyeri pada perut di hipochondirum destra dan urinnya berwarna seperti teh pekat. Sejak seminggu sebelumnya, Nn.Z mengalami febris, badan lemas, tidak nafsu makan disertai nausea juga vomittus terus menerus. Nn. Z sudah mengkonsumsi obat penurun panas dan obat ‘maagh’ tetapi tidak ada perbaikan. Selain Nn. Z, teman satu kosnya juga ada yang mengalami keluhan yang sama. Mereka selalu membeli makanan di warung terdekat tempat kosnya. Dokter poliklinik melakukan pmeriksaan fisik dan merencanakan pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan untuk memastikan penyakit Nn. Z, serta memberikan terap yang adekuat dan konseling secara khusus agar terhindar dari komplikasi yang tidak diinginkan.

I.

Klarifikasi Istilah : 1. Hipokondrium dextra : Regio lateral atas kanan abdomen, pada sisi tulang rawan iga 2. Urine : cairan yang diekskresikan oleh ginjal, disimpan dalam kandung kemih dan dikeluarkan melalui uretra 3. Nausea

: Rasa tidak nyaman pada lambung yang mengakibatkan untuk

muntah 4. Febris : suhu tubuh diatas 37° C 5. Vomitus : bahan yang dimuntahkan 6. Maagh : Gejala penyakit yang menyerang lambung karena iritasi atau radang.

II.

Identifikasi Masalah 1. Anatomi, histologi, dan fisiologi sistem hepatobilliaris 2. Makna klinis mata kuning dan urin warna the pekat dan jelaskan mekanismenya 3. Makna klinis nyeri hipokondrium dextra dan jelaskan mekanismenya 4. Makna klinis febris, badan lemas, tidak nafsu makan disertai nausea dan vomitus 5. Mengapa setelah minum obat maag dan obat penurun panas tidak ada perbaikan ? 6. Apa hubungan gejala yang dialami pasien dengan temannya ? 7. Diagnosis banding dari gejala yang ada pada Nn. Z 8. Pemeriksaan fisik terhadap kasus tersebut 9. Pemeriksaan penunjang untuk kasus tersebut 10. Diagnosis penyakit Nn.Z 11. Epiemiologi dari penyakit Nn. Z 12. Etiologi dari penyakit Nn. Z 13. Patofisiologi dan pathogenesis dari penyakit Nn. Z 14. Gejala klinis dari penyakit Nn. Z 15. Tatalaksana dari penyakit Nn. Z 16. Komplikasi dari penyait Nn.Z 17. Prognosis dari penyakit Nn.Z 18. Edukasi yang harus diberikan terkait penyakit Nn. Z

III.

Brainstorming

1. Anatomi hepar -

Hepar  lobus dextra, lobus sinistra, lobus quadratus, lobus caudatus yang dibatasi dengan ligamentum falciformis

Sistem trias porta  A. Interlobularis, v.interlobularis, dan ductus billier interlobularis Ductus hepatica dextra dan sinistra bergabung menjadi ductus hepatica communis dan nanti baranstomose dengan ductus cystikus menjadi ductus choledocus bermuara ke sphincter oddi melalui papilla duodeni major -

Kantung empedu  fundus, corpus, collum

Histologi hepar Hepar  sel hepatosit , endotel, Sel hepatosit berderet radier di lobus hati, mengarah kev.centralis dan terdapat sinusoid

Fisiologi hepar Fungsi 1.menyekresikan empedu. Empedu  untuk pencernaan dan mengemulsikan lemak 2. Alat buangan bilirubin 2. Mata kuning  infeksi virus di hepar  obstruksi dalam kanalikulus  bilirubin terkonjugasi  sklera kuning Urine  ketidakseimbangan penyerapan dan ekskresi hepar Mekanisme mata kuning  pembentukn biirubin berlebihan  terganggu  penurunan ekskresi bilrubin di empedu 3. Karena obstruksi di kantung empedu dan perforasi . mekanisme  nyeri somatic 4. Makna klinis : indikasi penyakit hepatitis umum  ada virus hepatitis 5. Obat penurun panas  penurunan demam (reaksi imun terhadap inflamasi virus ) Obat maag : obat kolinergik  salah meminum obat 6. Karena proses penularan melalui fecal oral 7. Hepatitis E, malaria, demam tipoid 8. - periksa sclera mata

-palpasi hepar  Murphy sign - pemeriksaan vital sign 9. - pemeriksaan labor - tes seroogis darah

- uji faal hat

10. Hepatitis A 11.Virus HAV menginfeksi manusia > 200 thn ,

Indonesia  1,5 juta kasus/

tahun. Negaraberkembang menyerang anak- anak dan dewasa.Pada Negara maju



menyerang dewasa umur 30 thn 12. virus hepatitis A 13. Patofisiologi  Virus HAV masuk melalui fecal-oral  virus replikasi di orofaring, tractus digestivus  transportasi di hepar  situs replikasi virus di hepar –> pelepasan virus ke vesica vellea  berkembang di usus dan feses (makin banyak) menyebabkan respon imun (limfosit T antigen spesifik ) Pathogenesis  1.Inkubasi 2.Preikterik 3.Ikterik 4. Penyembuhan 14.Ikterus, urine berwarna teh, mudah lelah, anoreksia, nyeri abdomen, feses keabuan, mual muntah, demam/ menggigil, sakit kepala, artalgia, mialgia, diare, nyeri tenggorokan 15. tata laksana terapi suportif, vaksin, rawat inap untuk pasien dehidrasi signifikan 16.Prognosis Gejala tidak berat akan sembuh sendiri, kematian sangat jarang terjadi 17. cuci tangan dengan sabun, hindari makan makanan mentah, memasak air hingga mendidih, Vaksinasi HAV

IV.

Analisis masalah

1. Anatomi, Histologi, Fisiologi Hepar Anatomi Hepar1 Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan

persediaan darah (Sloane, 2004). Beratnya 1200-1800 gram, dengan permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-organ abdomen. Batas atas hepar sejajar dengan ruang interkosta V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis (Amirudin, 2009).

Gambar 1. : Anatomi Hepar

Sumber : Netter, 2006

Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang dinamakan dengan ligamentum teres dan diposterior oleh fissura yang dinamakan ligamentum venosum (Hadi, 2002). Lobus kanan hepar enam kali lebih besar dari lobus kiri dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Menurut Sloane (2004), diantara kedua lobus terdapat porta

hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh darah, saraf dan duktus. Hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritoneum pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya (Hadi, 2002). Hepar disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan arteri hepatika, cabang dari arteri koliaka yang kaya akan oksigen. Pembuluh darah tersebut masuk hati melalui porta hepatis yang kemudian dalam porta tersebut vena porta dan arteri hepatika bercabang menjadi dua yakni ke lobus kiri dan ke lobus kanan (Hadi, 2002). Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat diantara barisan sel-sel hepar ke vena sentral. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika (Sherwood, 2001). Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati (Amirudin, 2009). Plexus (saraf) hepaticus mengandung serabut dari ganglia simpatis T7-T10, yang bersinaps dalam plexuscoeliacus, nervus vagus dexter dan sinister serta phrenicus dexter. Histologi Hepar2 Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbunlemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati danmembentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempengsel ini mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan beranastomosis secarabebas membentuk struktur seperti labirin dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati.2

Gambar 2: sel hepatosit Sumber Gambar: https://embryology.med.unsw.edu.au/embryology/index.php/Gastrointestinal_Tract__Liver_Histology Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar, diameternya tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoiddibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipihgelap, sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau selIto atau liposit hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A danmemproduksi matriks ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoidberasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatik, membawadarah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung.2 Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias portal.Struktur yang paling besar adalah venula portal terminal yang dibatasi olehsel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan dinding yang tebalyang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketigaadalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu,ditemukan juga limfatik.2 Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinushepatik. Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry, terletak di traktusportal. Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih venula hepatic terminal,dimana darah mengalir dari traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venulatersebut. Asinus ini terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak palingdekat dengan traktus portal sehingga paling banyak menerima darah kayaoksigen, sedangkan zona 3 terletak paling jauh dan hanya menerima

sedikitoksigen. Zona 2 atau zona intermediet berada diantara zona 1 dan 3. Zona 3ini paling mudah terkena jejas iskemik.2 Kanalikulus biliaris merupakan suatu celah tubular di antara kedua sel hepatosit. Kanalikulus biliaris merupakan bagian pertama dari sistem duktus biliaris, celah tubular berdiameter 1-2 ! m. Kanalikuli hanya dibatasi oleh membran plasma dari dua hepatosit dan hanya ada sedikit mikrovili. Kanalikulus biliaris membentuk suatu jalinan anastomosis kompleks di sepanjang lempeng lobulus hati dan berakhir di daerah porta. Aliran empedu berlangsung dalam arah yang berlawanan dengan aliran darah, yaitu dari pusat lobulus ke bagian tepi. Cairan empedu akan menuju duktulus biliaris atau kanal Hering yang tersusun dari sel-sel kuboid di bagian tepi. Duktulus kemudian berakhir di dalam duktus biliaris di celah portal. Duktus biliaris dilapisi epitel kuboid atau silindris dan mempunyai selubung jaringan ikat yang jelas. Duktusduktus ini secara berangsur membesar, menyatu dan membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri.2

Gambar 3 : Trias porta pada hepar Sumber gambar: http://www.pr-energy.info/usa/liver-histology.usa Selanjutnya, cairan empedu akan dialirkan ke vesica felea untuk disimpan sementara. Tunika mukosa organ ini dilapisi epitel silindris selapis yang biasanya tidak mempunyai sel goblet. Epitel berikut lamina propria membentuk lipatan mirip vilus intestinalis. Di dalam lamina propria terdapat sejumlah bangunan bulat atau lonjong yang dilapisi epitel yang sama dengan epitel mukosa. Ini sebenarnya potongan lipatan mukosa dan disebut sinus Rokitansky-Aschoff. Dinding kantung empedu tidak mempunyai tunika muskularis mukosa. Tunika muskularisnya terdiri atas berkas-

berkas otot polos yang tidak seteratur jaringan otot polos dinding usus. Tunika serosa/adventisianya terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada daerah yang berhadapan dengan jaringan hati kadang-kadang dapat dijumpai sisa saluran keluar empedu yang rudimenter dan disebut duktus aberans Luschka.2

Gambar 4: Vesica felea Sumber gambar: http://pathologyoutlines.com/topic/gallbladderhistology.html Fisiologi Hepar3 SekresiEmpedu oleh Hati; Fungsi Pohon Empedu.Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah menyekresi empedu,normalnyaantara 600 dan 1.000 ml/hari. Empedu melakukandua fungsi penting.Pertama, empedu memainkan peran penting dalampencernaan dan absorps ilemak, bukan karena enzim dalam empedu yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapikarenaasam empedu dalam empedu melakukan dua hal: (1) Mereka membantu mengemulsi partikel-partikel lemak yang besardalam makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaanpartikel tersebut dapat diserang oleh enzim lipase yangdisekresikan dalam getah pankreas, dan (2) mereka membantuabsorpsi produk akhir lemak yang telah dicerna melaluimembran mukosa intestinal.Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untukmengekskresi beberapa produk buangan yang penting daridarah terutama bilirubin.

Anatomi Fisiologi Sekresi Empedu. Empedu disekresi dalam dua tahap oleh hati: (1) Bagianawalnya disekresi oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitu selhepatosit; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asamempedu, kolesterol,dan zat-zat organik lainnya.Empedu inidisekresi ke dalam kanalikulus biliaris kecil yang terletak diantara sel-sel hati(2) Kemudian, empedu mengalir di dalam kanalikulusmenuju septa interlobularis, tempat kanalikulus mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian secaraprogresif ke dalamduktus yang lebih besar, akhirnya mencapaiduktus hepatikus dan duktus biliaris komunis. Dari siniempedu langsung dikeluarkan ke dalam duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam melaluiduktus sistikus kedalam kandung empedu,.Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris, bagiankedua

sekresi

hati

ditambahkan

ke

dalamsekresi

empedu

yangpertama.Sekresi tambahan ini berupalarutan encer ion-ionnatrium dan bikarbonat yang disekresi oleh sel-sel epitelsekretoris yangmengelilingi duktulus dan duktus.Sekresikedua ini kadang-kadang meningkatkan jumlah empedu totalsampai 100 persen.Sekresi kedua ini dirangsang terutama olehsekretin, yang menyebabkan pelepasan sejumlah ionbikarbonat tambahan untuk melengkapi ionion bikarbonatdalam sekresi pankreas (untuk menetralkan asam yangdikeluarkan dari lambung ke duodenum). Penyimpanan dan Pemekatan EmpeduDi dalamKandung Empedu.Empedu disekresikan secara terusmenerus oleh sel-sel hati, namun sebagian besar normalnyadisimpan

dalam

kandung

empedu

sampai

diperlukan

di

dalamduodenum. Volume maksimal yang dapat ditampung kandungempedu hanya 30 sampai 60 ml. Meskipun demikian, sekresiempedu selaina 12 jam (biasanya sekitar 450 ml) dapatdisimpan dalam kandung empedu karena air, natrium,

klorida,dan

kebanyakan

elektrolit

kecil

lainnya

secara

terus-

menerusdiabsorbsi melalui mukosa kandung empedu, memekatkan sisazat-zat empedu

yang

mengandung

garam

empedu,

kolesterol,lesitin,

dan

bilirubin.Kebanyakan absorpsi kandung empedu ini disebabkan olehtranspor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dankeadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dankebanyakan zat-zat terdifusi lainnya.Empedu secara normaldipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, tetapi dapatdipekatkan sampai maksimal 20 kali lipat.Komposisi Empedu. Dalam proses pemekatan di kandung empedu, air danelektrolit dalam jumlah besar (kecuali ion kalsium)

direabsorbsi oleh mukosa kandung empedu; pada dasarnya semua zat lain, terutama tidak

garam

empedu

direabsorbsi

dan,

dan

zat-zat

karena

itu,

lemak

kolesterol

dan

lesitin,

menjadi

sangat

pekat

dalam

empedu di kandung empedu. Pengosongan Kandung Empedu—Peran PerangsanganKolesistokinin.Ketika makanan mulai dicerna di traktusgastrointestinal bagian atas, kandung empedu mulaimengosongkan isinya, terutama sewaktu makanan berlemakmencapai duodenum sekitar 30 menit setelah makan.Mekanismepengosongan kandung empedu adalah kontraksi ritmis dindingkandung empedu, tetapi pengosongan yang efektif jugamembutuhkan relaksasi sfingter Oddi secarabersamaan, yangmenjaga

pintu

keluar

duktus

biliaris

komunis

ke

dalam

duodenum.Sejauh ini rangsang yang paling poten menyebabkan kontraksi kandung empedu adalah hormon CCK.Hormon ini adalahhormon CCK yang telah dibicarakan sebelumnya yangmenyebabkan peningkatan sekresi enzim pencernaan oleh sel-selasinar pankreas.Rangsang untuk memasukkan CCK ke dalamdarah dari

mukosa

duodenum

terutama

adalah

kehadiran

makanan berlemak dalam duodenum.Kandung empedu juga dirangsang secara kurang kuat olehserat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem sarafvagus dan enterik usus. Keduanya adalah saraf yang sama yangmeningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian lain traktusgastrointestinal bagian atas Sebagai ringkasan, kandung empedu mengosongkan simpananempedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai responsterhadap perangsangan CCK yang terutama dicetuskan olehmakanan berlemak. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan,pengosongan

kandung

empedu

berlangsung

buruk,

tetapi

bila

terdapat lemak dalam jumlah yang berarti dalam makanan,normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalamwaktu sekitar satu jam.Gambar 1 merangkum mengenaisekresi empedu, penyimpanannya dalam kandung empedu, danpelepasan akhirnya dari kandung empedu ke dalam duodenum.

Gambar 5. Sekresi dan penyimpanan empedu

2. Makna klinis mata kuning Infeksi HAV akan mengganggu transpor dan ekskresi bilirubin. Bilirubin dibentuk di hati dan berasal dari penguraian hem. Jika bilirubin terkonjugasi dengan asam glukoronik akan menjadi bilirubin direk sedangkan bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan apapun disebut bilirubin indirek. Bilirubin indirek tidak larut dalam air, transpor dalam plasma melalui ikatan dengan albumin. Bilirubin direk dapat larut dalam air dan secara normal dikeluarkan melalui kanalikulus. Infeksi HAV pada hepar dapat menyebabkan obstruksi dalam kanalikulus sehingga bilirubin khususnya bilirubin direk tidak dapat keluar dan bocor ke dalam jaringan sehingga dapat menimbulkan ikterik. Ikterik ini tampak jelas pada sklera sehingga disebut sklera ikterik. Ikterus yang timbul juga terkait dengan hiperbilirubinemia.4 3. Makna klinis nyeri abdomen5 Pembagian

Visceral

anatomi Forgut

Tempat

penjalaran

nyeri Esofagus dan duodenum

Epigastrium

Midgut

Yeyunum

hingga

pertengahan

kolon Umbilicus

transversum Hindgut

Pertengahan kolon transversum hingga rektum Hipogatrium

(Catatan : Nyeri karena pankreatitis dan nefrolitiasis yang pada umumnya menjalar hingga ke punggung) Nyeri tekan abdomen Cholecystisis

Gastritis

Gastritis

Ascending cholangitis

Ulcer peptikum disease

Pancreatitits

RLL penuominia

Pancreatitis

LLL pneumomia

Hepatitis

Inferior IM

Splenic infraction

Pyelonephritis

AAA

Pyelonephritis

Ureteric obstruction

Bowel obstruction

Ureteric obstruction

DKA Pancreatitis Appenditis

Cystitis

Diverticulitis

Infalamatory bowel disease Pelvic infalamatory disease Sigmoid volvulus Strangulated hernia

Infalamatory bowel disease

Gynaecological pathologi

Strangulated hernia Gynaecological pathologi

4. Makna klinis febris, badan lemas, tidak nafsu makan disertai nausea dan juga vomitus? 4 Febris yang timbul disebabkan karena virus hepatitis A (HAV) yang menginfeksi melepaskan eksogen pirogen. Eksogen pirogen ini merangsang leukosit untuk melepaskan endogen pirogen. Kompleks yang terbentuk antara HAV dan leukosit (kompleks antigen antibodi) merangsang pusat termoregulator di hipotalamus sehingga suhu tubuh lebih dari normal. Selain itu infeksi HAV juga menghasilkan suatu toksin yang mengganggu fungsi saraf khususnya N. V,VII, IX, X, XII. Nervusnervus ini menyebabkan kontraksi yang berlebihan pada saluran pencernaan bagian atas sehingga timbul ransangan mual (nausea). Rangsangan mual dapat berakibat timbulnya muntah (vomitus).

5. Mengapa setelah minum obat maag dan obat penurun panas tidak ada perbaikan? Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus. Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air. Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat suhu set point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika hal ini terjadi adalah adanya infeksi, kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat.15 Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada level temperatur yang paling tinggi. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik dan antihistamin). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah 2 gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya. Obat – obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu golongan salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan para-aminofenol (misalnya acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fenilbutazon dan metamizol).15 Mekanisme acetaminophen atau paracetamol menyebabkan kelainan hati Kerusakan hati akibat acetaminophen terjadi akibat suatu metabolitnya NAPQI (Nacetyl-pbenzoquinoneimine) yang sangat reaktif. Pada keadaan normal produk reaktif ini dengan cepat berikatan dengan kadar gluthation di hati, sehingga menjadi bahan yang tidak toksik. Akan tetapi pada keadaan kelebihan dosis, atau pemakaian terus menerus yang menyebabkan produksi NAPQI terus bertambah, dan tidak sebanding dengan kadar gluthathion, maka NAPQI berikatan membentuk makromolekul dengan sel hati yang mengakibatkan neksrosis sel hati. Kadar covalent binding yang menentukan kadar pengikatan dengan makromolekul dalam menyebabkan sel cedera.15 6. Apa hubungan gejala yang dialami pasien dengan temannya? Transmisi fecal-oral berarti bahwa kuman yang menyebabkan penyakit ditemukan di tinja orang yang terinfeksi, dan disebarkan ke orang lain. Hal ini terjadi ketika seseorang menyentuh tinja orang yang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi tinja orang yang terinfeksi dan menyerap kuman. Benda atau permukaan bisatampil bersih dan masih memiliki kuman yang bisa menyebabkan penyakit. Penyakit yang disebarkan oleh rute fecal-oral bisa terjadiditularkan dari orang ke orang, atau makanan atau air. Hal ini bisa terjadi bila seseorang gagal mencuci tangan dengan

benar setelah menggunakan kamar mandi, lalu menangani makanan yang dimakan orang lain, atau bila kotoran mencemari persediaan air.16

Gambar 6 : Transmisi fecal oral Sumber gambar: Graaf, Miranda de,et al. Sustained fecal-oral human-to-human transmission following a zoonotic event. Current Opinion in Virology 2017, 22:1–6 7. Diagnosis banding penyakit Nn. Z6 1. Hepatitis E HEV adalah suatu virus RNA rantia tunggal berdiameter kurang lebih 32-34 nm dan tidak berkapsul. HEV adalah hepatitis nonA nonB yang ditularkan secara enterik jalur fekal oral. Masa inkubasi sekitar 6 minggu. 2. Demam tifoid Adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Salmonella thypi atau Salmonella parathypi A, B, atau C. Penyakit ini ditularkan lewat saluran pencernaan. Basil yang tertelan menyerang mukosa usus halus, kemudian dibawa oleh makrofag ke kelenjar limfe regional, lalu berkembang biak selama 1-3 minggu masa inkubasi. Pada akhir masa inkubasi, basil ini memasuki peredaran darah mengakibatkan demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Diagnosis ditunjang oleh : (1) splenomegali, (2) petechie, (3) brakikardi, (4) netropenia darah tepi. Dianosis ditegakan dengan uji serologi (tes widal). Pada minggu kedua penyakit, S thypi masuk kembali ke lumen usus melalui ekskresi empedu. Sejumlah besar jaringan limfe di dalam usus halus dan kolon terinfeksi lagi,

yang menyababkan peradangan akut, nekrosis, dan ulserasi. Secara klinis, fase ini ditandai dengan diare dan demam terus-menerus. Diagnosis ditegakan dengan biakan tinja dan urine (Chandrasoma,2006). Kloramfenikol merupakan bakteriostatik yang cukup kuat untuk mengendalikan perkembangbiakan bakteri sampai mekanisme pertahanan tubuh pulih. Tiamfenikol juga berhasil baik untuk demam tifoid. Pencegahan dengan sanitasi yang baik dan vaksinasi (Soedarto, 1990). 3. Malaria Adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari genus plasmodium. Terdapat empat spesies plasmodium, yaitu plasmodium vivaks menimbulkan malaria tertiana yang ringan, P falciparum menimbulkan maliria tertiana yang berat, malariae menimbulkan malaria quartana, dan P ovale menimbulkan malaria ovale. Cara penularan lewat nyamuk anopeles betina yang mengandung sporozoit infektif. Dapat juga ditularkan melalui transfusi, plasenta, dan jarum suntik dalam bentuk trofozoit. Gejala klinik : demam, anemia, pembesaran limpa. Terdapat 3 stadium demam : rasa kedinginan berlangsung 20 menit- 1 jam, panas badan 1-4 jam, dan stadium berkeringat banyak 2-3 jam. Pada malaria tertiana, demam berlangsung tiap hari ke-3 sehingga terjadi siklus 48 jam. Pada malaria quartana demam tiap hari ke-4 (siklus 72 jam). Anemia terjadi karena rusaknya eritrosit yang dijadikan tempat berkembangbiak plasmodium. Splenomegali terjadi akibat bertambahnya kerja limpa untuk menghancurkan eritrosit yang rusak. Untuk menegakan diagnosis dilakukan pemeriksaan darah, yaitu tetes tebal untuk mendiagnosis malaria, dan tetes tipis untuk menentukan spesies plasmodium. Terdapat 2 kelompok obat antimalaria yaitu alkaloid alami dan sintetik seperti chloroquine, camoquine, dll.. Pencegahan dengan PSN (Soedarto, 1990). 8. Pemeriksaan fisik pada penyakit Nn. Z7 1.2 Pemeriksaan pada hati A.

Inspeksi

Pemeriksaan

hati

dimulai

dari

sisi

kanan

terlentang.Perhatikan bentuk perut Normal : simetris Abnormal : · Membesar dan melebar tanda ascites · Membesar dan tegang tanda berisi udara ( ilius )

pasien.

Pasien

berbaring

· Membesar dan tegang daerah suprapubik tanda retensi urine · Membesar asimetris tanda tumor, pembesaran organ dalam perut 2. Perhatikan umbilicus, adanya tanda radang dan hernia atau tidak. 3. Dan lihatlah kulit pasien untuk tanda-tanda penyakit hati, seperti : 1)

Palmar eritema

Kemerahan pada telapak tangan, terutama pada pangkal ibu jari dan jari kelingking disebut eritema palmaris. Hal ini sering dikaitkan dengan gagal hati kronis, dan karenanya juga disebut telapak hati. Meskipun bukan merupakan tanda khas. 2)

Xanthomatosis

Hal ini ditandai dengan akumulasi lipid berbentuk kecil, berwarna kuning, benjolan datar yang disebut xanthomas, di bawah kulit. Benjolan tersebut diamati terutama pada jari-jari, siku, lutut dan sendi lainnya, serta pada tangan dan kaki. Hal ini dapat terjadi dalam kasus metabolisme lipid yang berubah karena kerusakan hati. 3)

Caput medusa Portal hipertensi menyebabkan pelebaran pembuluh darah paraumbilikalis yang

hadir di dekat pusar. Akibatnya, pembuluh darah, yang dinyatakan nyaris tak terlihat melalui permukaan kulit, menjadi sangat menonjol dan terlihat membesar dan membengkak. Mereka muncul seperti struktur tubular biru memancar dari pusar, dalam pola yang menyerupai ular Medusa. Oleh karena itu namanya caput medusa (kepala Medusa). 4)

Spider Nevi

Spider angioma, pembuluh darah laba-laba atau spider nevus ditandai dengan pelebaran pembuluh darah dekat permukaan kulit. Tampaknya seperti lesi dengan titik merah pusat, dan memancar ekstensi merah yang menyerupai jaring laba-laba. Hal ini sering diamati pada leher, wajah, lengan dan bagian atas badan. Kehadiran lebih dari lima spider nevi dianggap menjadi tanda gagal hati. 5)

Ascites

Hal ini mengacu pada penumpukan cairan dalam rongga peritoneal, dan merupakan hasil dari tekanan darah rendah albumin dan meningkat pada pembuluh darah dari hati (hipertensi portal). Tahap awal penumpukan cairan mungkin asimtomatik, tetapi sebagai akumulasi bertambah satu mungkin mengalami kembung dan sakit perut. Penumpukan yang berlebihan menyebabkan distensi perut dan sesak napas. B.

PALPASI

1) Posisi pasien tidur terlentang. 2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien. 3) Pemeriksa meletakkan tangan kiri dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan kemudian ditekanan kearah atas. 4) Telapak tangan kanan diletakkan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke atas / superior pasien dan diekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati. 5) Kemudian ditekan dengan lembut ke dalam dan ke atas. 6) Pemeriksa meminta pasien untuk menarik napas. Hati akan bergerak ke bawah karena gerakan ke bawah diafragma dan mencoba meraba tepi hati saat abdomen mengempis untuk merasakan tekstur hati, yaitu lembut / perusahaan / keras / nodular. Yang dihasilkan dari pemeriksaan palpasi yaitu: Rasa sakit –> nyeri tekan karena peregangan organ-organ, peregangan peritonium, dan tumor. Defans muskuler. Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam. Abnormal : ·

Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul à hepatomegali

·

Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler à hepatoma

C.

PERKUSI

Hati apabila dilakukan perkusi akan menimbulkan suara yang pekak. Hal ini dikarenakan karena konsitensi hepar yg keras. Untuk batas kanan hati, Perkusi dilakukan pada linea midclavicula dextra. Untuk batas atas kanan atas hati dilakukan perkusi dari ½ os. Clavicula ke caudal sehingga akan memunculkan suara sonor (pada paru) hingga didapatkan suara pekak (oleh hepar). Sedangkan batas bawah hati, perkusi dilakukan pada SIAS ke cranial sehingga akan didapatkan suara timpani (pada abdomen) hingga di dapatkan suara pekak (oleh hepar). Lalu kita ukur, ukuran dari hati pasien dari batas kanan atas hati sampai batas kanan bawah hepar tadi. Normalnya liver span (jarak redup oleh karena adanya hati) berkisar 6-12 cm. Dapat dikatakan terjadi hepatomegali (perbesaran hepar) bila batas atas didapatkan naik 1 ICS (pada ICS V) dan batas bawah turun >2cm di bawah arcus costae atau jarak redup >12cm.

Sedangkan untuk batas kiri hati dilakukan pada linea midsternalis. Untuk batas kiri atas hati bisa ditarik garis langsung dari batas kanan atas hati tadi ke medial. Untuk batas kiri bawah hati, dapat dilakukan perkusi dari umbilicus ke cranial, akan didapatkan suara timpani pada abdomen dan pekak oleh karena adanya hati. Batas normal liver span pada lobus kiri hepar yaitu sekitar 4-8cm. Dapat dikatakan terjadi hepatomegali bila didapatkan batas kiri bawah hepar >2cm dibawah processus xiphoideus atau liver span >8cm. D.

AUSKULTASI Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan hati, seperti inspeksi, palpasi perkusi selanjutnya adalah auskultasi. Mendengarkan jika adanya bruit hati atau vena berdengung. Abdominal Venous Hum Abdomen dengan hati-hati diperiksa untuk kehadiran vena superfisial melebar atau caput medusa (varises memancar dari umbilikus). Jika ada, ini ringan teraba untuk kehadiran sensasi. Jika sensasi hadir, hum vena hadir. Hum ini dapat didengarkan dengan menggunakan tekanan ringan dengan bel atau diafragma stetoskop. Jika terdeteksi, hum dapat dilenyapkan dengan meningkatkan tekanan stetoskop atau dengan menekan vena dengan tangan bebas. Dengung vena perut, seperti dengung vena leher rahim, adalah menderu terus menerus, yang dapat diterjemahkan ke perut atau dapat menyebar ke dada.

Yang sangat penting bahwa untuk mendengarkan dengung vena perut tidak harus bingung dengan suara pernapasan dan bising usus. Masalah suara pernapasan dapat diselesaikan dengan meminta pasien menahan nafas. Bising usus bisa sangat membingungkan, tetapi biasanya dapat dibedakan dengan dentingnya, berubah, dan kualitas berselang.

·

Hepatic Arterial Bruit

Perut diperiksa dengan palpasi dan perkusi untuk menentukan ukuran hati, lokasi, dan konfigurasi. Hati kemudian auskultasi menggunakan tekanan cukup kuat dengan baik bel atau diafragma stetoskop. Sebuah bruit arteri mungkin terbatas sistol atau menjadi sistolik dengan ekstensi ke diastole atau kontinu. Ada banyak penyebab bruit arteri perut, dan sulit, jika bukan tidak mungkin, untuk memastikan bruit datang dari hati.

Namun, jika hati besar dan stetoskop ditempatkan langsung di atasnya dan bruit tidak terdengar di lokasi yang jauh dari hati, kemungkinan sangat mendukung bruit yang berasal dari aliran darah arteri atau dalam hati.

·

Hepatic Friction Rub

Pasien diperiksa untuk ukuran, lokasi, dan konfigurasi hati. Tekanan ringan tangan saat memeriksa digunakan untuk merasakan sensasi atas hati yang berhubungan dengan pernapasan. Jika terasa, friction rub akan didengar, tapi rub lebih sering didengar dan tidak terasa. Sebuah friction rub hati terdengar dekat dengan telinga dan sangat mirip dengan suara yang dihasilkan oleh menggosok paksa jempol dan telunjuk bersama-sama dekat dengan telinga. Jika rub sedang diproduksi oleh gerakan hati, rub biasanya akan terbatas pada perut dan tidak akan menyebar ke dada. Demikian juga rub gesekan yang disebabkan oleh pergerakan pleura tidak akan terdengar di hati 9. Pemeriksaan penunjang penyakit Nn. Z8,9,10,11,12 A. Pemeriksaan fungsi hati Pemeriksaan ini diindikasikan untuk penapisan atau deteksi adanya kelainan atau penyakit hati, membantu menengakkan diagnosis, memperkirakan beratnya penyakit, membantu mencari etiologi suatu penyakit, menilai hasil pengobatan, membantu mengarahkan upaya diagnostic selanjutnya serta menilai prognosis penyakit dan disfungsi hati.3,4 Jenis uji fungsi hati dapat dibagi menjadi 3 besar yaitu, 

penilaian fungsi hati,



mengukur aktivitas enzim,



mencari etiologi penyakit.

Pada penilaian fungsi hati diperiksa fungsi sintesis hati, eksresi, dan detoksifikasi. 1. Pemeriksaan fungsi hati a. Fungsi Sintesis Albumin Albumin merupakan substansi terbesar dari protein yang dihasilkan oleh hati.Fungsi albumin adalah mengatur tekanan onkotik, mengangkut nutrisi, hormon, asam lemak, dan zat sampah dari tubuh.Apabila terdapat gangguan fungsi sintesis sel hati maka kadar albumin serum akan menurun (hipoalbumin) terutama apabila terjadi lesi sel hati yang luas dan kronik. Penyebab lain

hipoalbumin diantaranya terdapat kebocoran albumin di tempat lain seperti ginjal pada kasus gagal ginjal, usus akibat malabsorbsi protein, dan kebocoran melalui kulit pada kasus luka bakar yang luas. Hipoalbumin juga dapat disebabkan intake kurang, peradangan, atau infeksi. Peningkatan kadar albumin sangat jarang ditemukan kecuali pada keadaan dehidrasi. b. Globulin Globulin merupakan unsur dari protein tubuh yang terdiri dari globulin alpha, beta, dan gama. Globulin berfungsi sebagai pengangkut beberapa hormon, lipid, logam, dan antibodi. Pada sirosis, sel hati mengalami kerusakan arsitektur hati, penimbunan jaringan ikat, dan terdapat nodul pada jaringan hati, dapat dijumpai rasio albumin : globulin terbalik. Peningkatan globulin terutama gama dapat disebabkan peningkatan sintesis antibodi, sedangkan penurunan kadar globulin dapat dijumpai pada penurunan imunitas tubuh, malnutrisi, malababsorbsi, penyakit hati, atau penyakit ginjal. c. Fungsi ekskresi bilirubin Bilirubin berasal dari pemecahan heme akibat penghancuran sel darah merah oleh sel retikuloendotel. Akumulasi bilirubin berlebihan di kulit, sklera, dan membran mukosa menyebabkan warna kuning yang disebut ikterus. Kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dL biasanya baru dapat menyebabkan ikterus. Ikterus mengindikasikan gangguan metabolisme bilirubin, gangguan fungsi hati, penyakit bilier, atau gabungan ketiganya. Pemeriksaan bilirubin untuk menilai fungsi eksresi hati di laboraorium terdiri dari pemeriksaan bilirubin serum total, bilirubin serum direk, dan bilirubin serum indirek, bilirubin urin dan produk turunannya seperti urobilinogen dan urobilin di urin, serta sterkobilin dan sterkobilinogen di tinja. Apabila terdapat gangguan fungsi eksresi bilirubin maka kadar bilirubin serum total meningkat. Kadar bilirubin serum yang meningkat dapat menyebabkan ikterik. Penyebab ikterus berdasarkan tempat dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu prehepatik, hepatik dan pasca hepatik (kolestatik). Peningkatan bilirubin prehepatik sering disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlebihan. Bilirubin tidak terkonjugasi di darah tinggi sedangkan serum transaminase dan alkalin fosfatase normal, di urin tidak ditemukan bilirubin. Peningkatan bilirubin akibat kelainan hepatik berkaitan dengan penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati misalnya pada sindrom Gilbert, gangguan konjugasi

bilirubin karena kekurangan atau tidak ada enzim glukoronil transferase misalnya karena obat-obatan atau sindrom Crigler-Najjar. Enzim hati akan meningkat sesuai penyakit yang mendasarinya, ikterus biasanya berlangsung cepat. Peningkatan bilirubinpasca hepatik akibat kegagalan sel hati mengeluarkan bilirubin terkonjugasi ke dalam saluran empedu karena rusaknya sel hati atau terdapat obstruksi saluran empedu di dalam hati atau di luar hati.

Tabel 1. pemeriksaan laboratorium ikterus 2. Pengukuran Aktifitas Enzim a. Enzim Transaminase Enzim transaminase meliputi enzim alanine transaminase (ALT) atau serum glutamate piruvattransferase (SGPT) dan aspartate transaminase (AST) atau serum glutamate oxaloacetate transferase (SGOT).Pengukuran aktivitas SGPT dan SGOT serum dapat menunjukkan adanya kelainan sel hati tertentu, meskipun bukan merupakan uji fungsi hati sebenarnya pengukuran aktivitas enzim ini tetap diakui sebagi uji fungsi hati. Enzim ALT/SGPT terdapat pada sel hati, jantung, otot dan ginjal.Porsi terbesar ditemukan pada sel hati yang terletak di sitoplasma sel hati.AST/SGOT terdapat di dalam sel jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, pankreas, limpa dan paru. Kadar tertinggi terdapat di dalam sel jantung. AST 30% terdapat di dalam sitoplasma sel hati dan 70% terdapat di dalam mitokondria sel hati. Tingginya kadar AST/SGOT berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan sel akan diikuti

peningkatan kadar AST/SGOT dalam waktu 12 jam dan tetap bertahan dalam darah selama 5hari. Peningkatan SGPT atau SGOT disebabkan perubahan permiabilitas atau kerusakan dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan integritas sel hati (hepatoseluler). Peningkatan enzim ALT dan AST sampai 300 U/L tidak spesifik untuk kelainan hati saja, tetapi jika didapatkan peningkatan lebih dari 1000 U/L dapat dijumpai pada penyakit hati akibat virus, iskemik hati yang disebabkan hipotensi lama atau gagal jantung akut, dan keruskan hati akibat obat atau zat toksin. Rasio De Ritis AST/ALT dapat digunkan untuk membantu melihat beratnya kerusakan sel hati. Pada peradangan dan kerusakan awal (akut) hepatoseluler akan terjadi kebocoran membran sel sehingga isi sitoplasma keluar menyebabkan ALT meningkat lebih tinggi dibandingkan AST dengan rasio AST/ALT <0,8 yang menandakan kerusakan ringan. Pada peradangan dan kerusakan kronis atau berat maka keruskan sel hati mencapai mitokondria menyebabkan peningkatan kadar AST lebih tinggi dibandingkan ALT sehingga rasio AST/ALT > 0,8 yang menandakan keruskan hati berat atau kronis. 3. Menentukan Etiologi Penyakit Hati a.

Penyakit Hati Autoimun Beberapa antibodi dan protein tertentu dapat digunakan sebagai penanda etiologi dari penyakit hati autoimun seperti antinuclear antibody (ANA) untuk hepatitis autoimun kronis, anti-smooth muscle antibodies (SMA) dan antimitochondrial antibody (AMA) untuk sirosis hati, hepatitis autoimum kronis, dan sirosis.

b. Keganasan Sel Hati Pada keganasan sel hati dapat dipilih parameter alfafetoprotein (AFP) yaitu suatu protein yang disintesis pada masa fetus, kadar puncak AFP adalah usia janin 1216 minggu dan menurun segera setelah bayi lahir. Peningkatan AFP yang sangat tinggi mengarah pada keganasan sel hati, tumor embriogenik ovarium, tumor embriogenik

testis,

hepatoblastoma

embriogenik,

dan

kanker

gastrointestinal.Peningkatan ringan AFP dapat disebabkan oleh beberapa keadaan seperti hepatitis akut dan kronis, serta kehamilan. c. Infeksi Virus Hepatitis Hepatitis adalah inflamasi jaringan hati dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, autoimun, obat-obatan, atau zat toksik. Diagnosis hepatitis virus sangat ditentukan oleh penanda serologi dari bagian virus hepatitis.

10. Diagnosis Penyakit Nn. Z Hepatitis A Virus hepatitis A merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm yang dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase praikterik.5 11. Epidemiologi Hepatitis A Virus 13 Virus hepatitis A telah menginfeksi manusia lebih dari 2000 tahun. Pada tahun 1947, hepatitis A pertama kali dapat diidentifikasi melalui specimen feses dengan mikroskop electron. Penemuan tersebut menyebabkan berkembangngnya serologi imunoglobin G (igG) dan imunoglobil M (igM). Angka kejadian hepatitis Aakut di seluruh dunia adalah 1,5 juta kasus pertahun, dimana diperkirakan jumlah kasus yang tidak dilaporkan adalah 80%, menurut WHO di perkirakan terdapat puluhan juta individu terinfeksi per tahunnya diseluruh dunia. Infeksi virus hepatitis A endemis tinggi terdapat pada Negara dengan sanitasi yang buruk dan kondisi sosial ekonomi yang rendah, dimana infeksi biasanya terjadi pada usia kurang dari 5 tahun.

Perubahan epidemiologi infeksi virus hepatitis A mengalami perubahan, dimana pada Negara berkembang infeksi terjadi pada usia anak-anak hingga dewasa, sedangkan pada Negara maju, dengan endemisitas rendah, infeksi virus hepatitis A pada umumnya terjadi pada usia 30 tahun keatas. Diperkirakan sekitar 1,5 juta kasus klinis dari hepatitis A terjadi di seluruh dunia setiap tahun, tetapi rasio dari infeksi hepatits A yang tidak terdeteksi dapat mencapai sepuluh kali lipat dari jumlah kasus klinis tersebut. Seroprevalensi dari hepatitis A virus beragam dari beberapa negara di Asia. Pada negara dengan endemisitas sedang seperti Korea, Indonesia, Thailand, Srilanka dan Malaysia, data yang tersedia menunjukan apabila rasio insidensi mungkin mengalami penurunan pada area perkotaan, dan usia pada saat infeksi meningkat dari awal masa kanakkanak menuju ke akhir masa kanak-kanak, dimana meningkatkan resiko terjadinya wabah hepatitis A. Hepatitis A masih merupakan suatu masalah kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8-68,3%.2 Incidence rate dari hepatitis per 10.000 12 populasi sering kali berfluktuasi selama beberapa tahun silam.4 Suatu studi di Jakarta melaporkan bahwa anti-HAV kadang kadang ditemukan pada bayi baru lahir, dan ditemukan pada 20% bayi. Angka prevalensi ini terus meningkat pada usia di atas 20 tahun 12. etiologi dari penyakit Nn. Z?13 Virus hepatitis A termasuk hepatovirus, yang masuk dalam famili Picornaviridae. Ukuran virus hepatitis A adalah 27-32 nm, panjang genom HAV 7500-8000 pasang basa, tidak mempunyai selubung, mempunyai bentuk icosahedral, positive singlestranded linIer RNAvirus, yangmempunyai 7,5 kb genom. Masa inkubasi virus hepatitis A ini adalah 14-50 hari, rata-rata pada 28 hari. Genom tersebut mempunyai 3 regio, 5’ untranslated region dengan 734-742 nukleotida; open reading frame tunggal yang mengkode poliprotein; dan 3’ regio non-coding yang mengandung 4080 nukleotida. Selama memasuki hepatosit ribosom berikatan dengan RNA virus yang tidak berselubung. Selanjutnya, HAV-RNA ditranslasikan menjadi protein yang besar ini dibagi menjadi 3 regio: regio P1 mengkode protein struktural VP1, VP2 dan VP3; regio P2; serta regio P3 yang mengkode protein nom struktural, yang terlibat dalam replikasi virus. HAV-RNA dapat di deteksi pada cairan tubuh dan

feses menggunakan teknik amplifikasi asam nukleat dan teknik sekuensing. Sampai saat ini genotipe HAV dikenal sebanyak 6 biah. Variasi sekuens anatara VP1/P2A junction digunakan untuk menentukan genotip dan subgenotip. 13. Patofisiologi dan Patogenesis Penyakit Nn. Z13 Patogenesis Hepatitis A Virus HAV didapat melalui transmisi fecal-oral; setelah itu orofaring dan traktus gastrointestinal merupakan situs virus ber-replikasi. Virus HAV kemudian di transport menuju hepar yang merupakan situs primer replikasi, dimana pelepasan virus menuju empedu terjadi yang disusul dengan transportasi virus menuju usus dan feses. Viremia singkat terjadi mendahului munculnya virus didalam feses dan hepar. Pada individ yang terinfeksi HAV, konsentrasi terbesar virus yang di ekskresi kedalam feses terjadi pada 2 minggu sebelum onset ikterus, dan akan menurun setelah ikterus jelas terlihat. Anak-anak dan bayi dapat terus mengeluarkan virus selama 4-5 bulan setelah onset dari gejala klinis. Kerusakan sel hepar bukan dikarenakan efek direct cytolytic dari HAV;

Secara umum HAV tidak melisiskan sel pada berbagai sistem in vitro. Pada periode inkubasi, HAV melakukan replikasi didalam hepatosit, dan dengan ketiadaan respon imun, kerusakan sel hepar dan gejala klinis tidak terjadi. Banyak bukti berbicara bahwa respon imun seluler merupakan hal yang paling berperan dalam patogenesis

dari hepatitis A. Kerusakan yang terjadi pada sel hepar terutama disebabkan oleh mekanisme sistem imun dari Limfosit-T antigen-specific. Keterlibatan dari sel CD8+ virus-specific, dan juga sitokin, seperti gamma-interferon, interleukin-1-alpha (IL-1α), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosis factor (TNF) juga berperan penting dalam eliminasi dan supresi replikasi virus. Meningkatnya kadar interferon didalam serum pasien yangterinfeksi HAV, mungkin bertanggung jawab atas penurunan jumlah virus yang terlihat pada pasien mengikuti timbulnya onset gejala klinis. Pemulihan dari hepatitis A berhubungan dengan peningkatan relatif dari sel CD4+ virus-specific dibandingkan dengan sel CD8+. Immunopatogenesis dari hepatitis A konsisten mengikuti gejala klinis dari penyakit. Korelasi terbalik antara usia dan beratnya penyakit mungkin berhubungan dengan perkembangan sistem imun yang masih belum matur pada individu yang lebih muda, menyebabkan respon imun yang lebih ringan dan berlanjut kepada manifestasi penyakit yang lebih ringan. Dengan dimulainya onset dari gejala klinis, antibodi IgM dan IgG antiHAV dapat terdeteksi.35 Pada hepatitis A akut, kehadiran IgM anti-HAV terdeteksi 3 minggu setelah paparan, titer IgM anti-HAV akan terus meningkat selama 4-6 minggu, lalu akan terus turun sampai level yang tidak terdeteksi dalam waktu 6 bulan infeksi. IgA dan IgG anti-HAV dapat dideteksi dalam beberapa hari setelah timbulnya gejala. Antibodi IgG akan bertahan selama bertahun-tahun setelah infeksi dan memberikan imunitas seumur hidup. Pada masa penyembuhan, regenerasi sel hepatosit terjadi.Jaringan hepatosit yang rusak biasanya pulih dalam 8-12 minggu. 14. Gejala Klinis dari penyakit Tn.Z19 Tabel gejala tersering pada penyakit hepatitis A akut Gejala

Angka kejadian %

Ikterus

40-80

Urin berwarna seperti teh

68-94

Mudah lelah

52-91

Anoreksia

42-90

Nyeri / rasa tidak nyaman pada abdomen

37-65

Feses berwarna dempul

52-58

Mual dan muntah

16-87

Demam atau menggigil

32-73

Sakit kepala

26-73

Artralgia

11-40

Mialgia

15- 52

Diare

16-25

Nyeri tenggorokan

0-20

Lima pola klinis infeksi hepatitis A adalah: 1. Infeksi hepatitis A asimptomatik, biasanya terjadi pada anakanak usia dibawah 56 tahun. 2. Infeksi virus hepatitis A simptomatik dengan urin berwarna seperti teh dan feses berwarna dempul, biasanya disertai dengan ikterus. 3.

Hepatitis kolestasis, yang ditandai dengan pruritus, peningkatan jangka penjang dari alkaline fosfatase, gamma glutamyl transpeptidase, hiperbilirubinemia, dan penurunan berat badan.

4.

Hepatitis A relaps, yang bermanifestasi kembali munculnya sebagian atau seluruh tanda klinis, penanda biokimia virus, dan penanda serologi infeksi virus hepatitis A akut setelah resolusi inisial.

5. Hepatitis fulminan, yang jarang terjadi dan dapat hilang spontan, tetapi dapat juga fatal, bahkan sampai membutuhkan transplantasi hati. Pola klinis infeksi hepatitis A berupa kolestasis, relaps dan fulminan merupakan pola klinis yang jarang terjadi. 15. Tata laksana Penyakit Nn. Z5 Penatalaksanaan Hepatitis A Virus Penatalaksanaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi suportif, yang terdiri dari bed rest sampai dengan ikterus mereda, diet tinggi kalori, penghentian dari pengobatan yang beresiko hepatotoxic, dan pembatasan dari

konsumsi alkohol.

Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan rawat inap. Rawat inap direkomendasikan untuk pasien dengan usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi imunosupresif, pengobatan yang mengandung obat hepatotoxic, pasien muntah berlebih tanpa diimbangi dengan asupan cairan yang adekuat,

penyakit hati

kronis/didasari oleh kondisi medis yang serius, dan apabila pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan gejala-gejala dari hepatitis fulminan. Pasien dengan gagal hati fulminant, didefinisikan dengan onset dari encephalopathy dalam waktu 8 minggu sejak timbulnya gejala. Pasien dengan gagal hati fulminant harus dirujuk untuk pertimbangan melakukan transplantasi hati.

16. Komplikasi Penyakit Nn. Z5 Komplikasi dari hepatitis A. Secara umum, hepatitis A tidak menimbulkan komplikasi. Tetapi ada beberapa kondisi yang bisa menyebabakan penyakit ini menimbulkan hepatitis jika tidak ditangani dengan baik. Salah satu contohnya adalah hepatitis fulminan. Hepatitis fulminan ditandai dengan gejala dan tanda gagal hati akutpenciutan hati, kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemanjangan waktu protrombin yang sangat nyata, dan koma hepatikum. HBV merupakan penyebab 50% kasus hepatitis fulminan, dan sering disertai oleh infeksi HDV. Agen delta (HDV) dapat menyebabkan hepatitis bila terdapat dalam tubuh dengan HBsAg. Hepatitis fulminan ini kadang disertai oleh HAV dan sangat jarang menjadi komplikasi HCV. HAV juga tidak menyebabkan komplikasi hepatitis kronis. Hepatitis kronis aktif dapat berkembang pada hampir 50% penderita HCV 17. Prognosis Hepatitis A14 Secara umum, prognosisnya sangat bagus. Imunitas jangka panjang menyertai infeksi HAV. Kekambuhan dan hepatitis kronis biasanya tidak terjadi. Biasanya, tidak ada gejala mendadak yang menetap. Kematian jarang terjadi, meskipun lebih sering pada pasien lanjut usia dan pada pasien dengan penyakit hati yang mendasarinya. Setiap tahun, diperkirakan ada 100 orang meninggal di Amerika Serikat sebagai akibat dari gagal hati akut karena infeksi HAV. Meskipun kasus- kematian akibat infeksi HAV fulminant telah dilaporkan pada semua kelompok usia, dimana secara keseluruhan mortalitas diperkirakan sekitar 0,3%, tingkat ini 1,8% di antara orang dewasa yang berusia lebih dari 50 tahun dan juga lebih tinggi pada orang dengan penyakit hati kronis. 18. Edukasi dari AGUNG Keluarga pasien dan pasien perlu diberikan edukasi perihal pengobatan dan pencegahan agr tak terpapar virs hepatitis A. Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi karena keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk HAV. Pada bulan Februari 1995, vaksin pertama untuk HAV disetujui untuk dilisensikan oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Vaksin diberikan dengan rekomendasi untuk jadwal pemberian dua dosis bagi orang dewasa berumur 18 tahun dan yang lebih tua, dan dosis kedua diberikan 6 hinggal2bulan setelah dosis pertama. Anak berusia lebih dari 2 tahun dan remaja diberi tiga dosis; dosis kedua diberikan satu bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan berikutnya. Anak berusia

kurang dari 2 tahun tidak divaksinasi. Cara pemberian adalah suntikan intramuskular (IM) dalam otot deltoideus. lmunoglobulin (IG)-dahulu disebut globulin serum imun, diberikan sebagai perlindungan sebelum atau sesudah terpajan HAV. Semua sediaan IG mengandung anti-HAV. Profilaksis sebelum pajanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang akan berkunjung ke negara-negara endemis-HAV. Bila kunjungan berlangsung kurang dari 3 bulan, maka diberikan dosis tunggal IG (0,2 ml/kgBB) secara IM; bila kunjungan diperkirakan lebih lama, berikan 0,06 ml/kg setiap 4 hingga 6 bulan. Pemberian IG pascapajanan bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegera mungkin atau dalam waktu 2 minggu setelah pajanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal serumah, staf pusat penitipan anak, pekerja di panti asuhan dan wisatawan ke negara berkembang dan tropis. Tindakan dalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis mencakup penyediaan makanan dan air bersih yang aman, serta sistem pembuangan sampah yang efektif. Penting untuk memperhatikan higenitas umum, mencuci tangan, serta membuang urine dan feses pasien terinfeksi secara aman. Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali pakai, akan menghilangkan sumber infeksi yang penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV sebelum diterima menjadi panel donor. LEARNING ISSUE (LI) 1. Pengertian dan pembagian ikterik dan contohnya? Jenis Pengertian Ikterus prahepatik18 Ikterus hemolitik disebabkan oleh pemecahan(hemolisis) berlebihan sel darah merah, yang menyebabkan hati mendapat lebih banyak bilirubin daripada kemampuan mengeksresikannya. Ikterus hepatik18 Ikterus yang masalahnya terletak dihati, terjadi ketika hati mengalami penyakit dan tidak dapat menangani bilirubin bahkan dalam jumlah normal. 18 Ikterus pascahepatik Ikterus obstruktif yang terjadi ketika saluran empedu tersumbat misalnya oleh batu empedu hingga bilirubin tidak dapat dieliminasi.

PENYAKIT GANGGUAN METABOLISME BILIRUBIN

  

     

Penyebab Talasemia Porfiria Pernisiosa

Defisiensi enzim glukorinil transferase sebagai katalisator Hepatitis akut Nekrosis hati Batu empedu pada Ductus Coledocus Karsinoma ampula vatteri Karsinoma caput pankreas

1. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi 2. Hiperbilirubinemia konjugasi Hiperbilirubiemia Tak Terkonjugasi Hemolisis. Walaupun hati yang normal dapat memetabolisme kelebihan bilrubin, namun peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolisis dapat melampaui kemampuannya. Pada keadaan hemolisis yang berat konsentrasi bilirubin jarang lebih dari 3-5 mg/dL (>51-86 umol/L) kecuali kalau terdapat kerusakan hati juga. Namun demikian kombinasi hemolisis yang sedang dan penyakit hati yang ringan dapat mengakibatkan keadaan ikterus yang lebih berat; dalam keadaan ini hiperbilirubinemia bercampur, karena eksresi empedu kanalikular terganggu.19 Sindrom Gilbert. Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek (tak terkonjugasi), yang menjadi penting secara klinis, karena keadaan ini sering disalahartikan sebagai penyakit hepatitis kronik. Penyakit ini menetap, sepanjang hidup dan mengenai sejumlah 3-5% penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa muda dengan keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja. Beberapa anggota keluarga sering terkena tetapi bentuk genetika yang pasti belum dapat dipastikan. Patogenesisnya belum dapat dipastikan Adanya gangguan (defek) yang kompleks dalam proses pengambilan bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dL (34-86 umol/L) yang cenderung naik dengan berpuasa dan keadaan stres lainnya. Keaktifan enzim glukuroniltransferase rendah; karenanya mungkin ada hubungan dengan sindrom Crigler-Najjar tipe II. Banyak pasien juga mempunyai masa hidup sel darah merah yang berkurang, namun demikian tidak cukup untuk menjelaskan keadaan hiperbilirubinemia. Sindrom Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan. Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulositosis. Histologi hati normal, namun biopsi hati tidak diperlukan untuk diagnosis. Pasien harus diyakinkan bahwa tidak ada penyakit hati.19 Sindrom Crigler-Najjar. Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh karena adanya keadaan kekurangan glukuro- niltransferase, dan terdapat dalam 2 bentuk. Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe I (lengkap=komplit) mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Pasien dengan penyakit autosom resesif tipe II (sebagian = parsial) mempunyai hiperbilirubinemia yang kurang berat (< 20 mg/dL, <342 umol/L) dan biasanya bisa hidup sampai masa dewasa tanpa kerusakan neurologik. Fenobarbital, yang dapat merangsang kekurangan glukuronil transferase, dapat mengurangi kuning.19 Hiperbilirubinemia shunt primer. Keadaan yang jarang, yang bersifat jinak dan familial dengan produksi early labeled bilirubin yang berlebihan.19 Hiperbilirubiemia Konjugasi 1. Nonkolestasis

2. Kolestasis Hiperbilirubinemia Konjugasi Non-kolestasis Sindrom Dubin-Johnson. Penyakit autosom resesif ditandai dengan ikterus yang ringan dan tanpa keluhan. Kerusakan dasar terjadinya gangguan ekskresi berbagai anion organik seperti juga bilirubin, namun ekskresi garam empedu tidak terganggu. Berbeda dengan sindrom Gilbert hiperbilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin konjugasi dan empedu terdapat dalam urin. Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin, namun gambaran histologi normal. Penyebab deposisi pigmen belum diketahui. Nilaiaminotransferase dan fosfatase alkali normal. Oleh karena sebab yang belum diketahui gangguan yang khas ekskresi korpoporfirin urin dengan rasio reversal isomer I; III menyertai keadaan ini.Sindrom rotor. Penyakit yang jarang ini menyerupai sindrom Dubin-Johnson, tetapi hati tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolik lain yang nyata ditemukan.19 Hiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis 1. Kolestasis intrahepatik 2. kolestasis ekstrahepatik (sumbatan pada duktus bilier, di mana terjadi hambatan masuknya bilirubin ke dalam usus). Kolestasis intrahepatik. Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian ikterus obstruktif sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada. Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus), sampai ampula Vater. Untuk kepentingan klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik dan penyakit-penyakit lain yang jarang.19 Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat {drug Induced hepatitis), dan kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadangkadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut. Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-kadang bisa menjurus ke sirosis. 19

Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan

transaminase yang tinggi. Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data terakhir menyebutkan juga kelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit autoimun yang berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian. Kolangitis sklerosis primer {Primary sclerosing cholangitis/PSG) merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke kolangiokarsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus kolestatik,seperti asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klorpromazin (Torazin) dan steroid estrogenik atau anabolik.19 Kolestasis ekstrahepatik. Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah strikturjinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu. Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubiemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti. Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K, gangguan ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan; Konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X.19 2. Jelaskan beda SGOT dan SGPT? Jenis pemeriksaan Penjelasan SGOT SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijum pai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam

Kondisi peningkatan a. Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai n ormal) : kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa. b. Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal) : obstruksi

SGPT

konsentrasi sedang dijum pai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijum pai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkula si. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 2448 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau juga dinamakan ALT (AlaninAminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijum pai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya

saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis. c. Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA).

a. Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia). b. Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT). c. Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris.

SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer.Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L. Sedangkan untuk SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah Laki-laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.

3. Hepatoma merupakan komplikasi dari? Hepatoma Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. Karsinoma hepatoseluler sering disebut sebagai hepatoma. Epidemiologi dari karsinoma hepatoseluler dapat dilihat dari berbagai sudut pandang penting : pertama, aspek konvensional dari dampak kesehatan masyarakat secara keseluruhan; kedua, berhubungan dengan penyakit yang mendasari seperti infeksi hepatitis virus atau non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD); dan ketiga, variasi epidemiologi berdasarkan biologis tumor.20 Berdasarkan penyakit yang mendasari, hepatitis virus memainkan peran hingga 80 % pada seluruh kejadian karsinoma hepatoseluler. Populasi pembawa hepatitis virus B memiliki angka kejadian kanker primer pada hati lebih mecolok dibandingkan dengan populasi orang normal. Di Inggris, misalnya, mortalitas dari kanker hati primer adalah sekitar 1-2 per 100.0000 populasi dan populasi pembawa antigen hepatitis virus B adalah sekitar 1 per 1000 populasi, sebaliknya di negara China mortalitas dari kanker hati primer berkisar 17 per 100.000 populasi dan angka pembawa antigen hepatitis virus B sekitar 7,5-14%.20 Faktor risiko utama karsinoma hepatoseluler di Indonesia adalah infeksi kronik virus hepatitis B, virus hepatitis C dan sirosis hati oleh berbagai sebab. Risiko juga dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin dan umur. Faktor risiko utama tersebut dihubungkan dengan pemilihan populasi tertentu yang sebaiknya dilakukan surveillance untuk karsinoma hepatoseluler dan berpengaruh terhadap prognosis. Populasi terinfeksi virus hepatitis B yang berisiko tinggi mendapatkan karsinoma hepatoseluler adalah: laki-laki pembawa hepatitis B pada ras Asia setelah berusia 40 tahun, perempuan pembawa hepatitis B ras Asia setelah berusia 50 tahun, pembawa hepatitis B dengan riwayat keluarga karsinoma hepatoseluler, pasien hepatitis B ras negro, sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B. Populasi terinfeksi virus hepatitis C yang digolongkan berisiko tinggi mendapatkan karsinoma hepatoseluler adalah sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis C. Semua sirosis hati apapun penyebabnya mempunyai risiko tinggi untuk mendapatkan karsinoma hepatoseluler.20 Mekanisme perkembangan karsinoma hepatoseluler berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Infeksi HBV dapat menyebabkan karsinoma hepatoseluler tanpa melalui sirosis, meskipun sebagian besar pasien dengan karsinoma hepatoseluler yang terkait HBV memiliki penyakit sirosis. Sebaliknya, karsinoma hepatoseluler yang terkait HCV hampir selalu terjadi fibrosis lanjut atau sirosis.20

MIND MAP

DAFTAR PUSTAKA

1. Netter : Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier; 2006 2. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junquiera Teks dan Atlas. Jakarta:EGC. 2007 3. Sherwood : Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 3. Jakarta: EGC 4. Hassan, Rusepno, et all. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 5. A.Price, Sylvia & M. Wilson, Lorraine. 2005. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC. p.491-492 6. Soedarto. 1990. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Widya Medika:

Jakarta 7. Lynn S. Bickley and Peter G. Szilagyi.2012. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking. 11th edition. Publisher: Lippincott Williams & Wilkins. 8. Sherlock S, Dooley J. Diseases of the liver and biliary system.United State of America: Blackwell publishing; 2002. 9. Dufour DR. Liver disease. In:Carl AB, Edward RA, David EB editors. Clinical chemistry and molecular diagnostics. Fourth ed. Missouri: Elsevier saunders; 2006. p. 1777-1827. 10. Hall P, Johnny C. What is the real function of the liver ‘function” test. Ulster Med J. 2012;81:30-36. 11. Suryaatmadja

M.

Pemeriksaan

laboratorium

uji

fungsi

hati.

Buletin

ABC.2009;11:2-8. 12. Ghany MG, Jake LT. Acute viral hepatitis. In: Yamada T, David HA, Anthony NK, Neil K, Chung O, Don WP,editors. Gastroenterology 5th ed. United State of America :BlackwellPublishing; 2009.p. 2073- 111 13. Andri Sanityoso. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 Jilid II. Griskalis Christine. Jakarta. 2014. Hal: 1946. 14. Gilroy, R. K. 2016. “Hepatitis A”, http://emedicine.medscape.com/article/177484overview#a6, diakses pada 21 September 2017 pukul 10.52.

15. Jurnalis, Yusri Dianne dan Yorva Sayoeti, Marlia Moriska. Kelainan Hati akibat Penggunaan Antipiretik. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3) OSDH. Prevention of Diarrheal Illness pada https://www.ok.gov/health/Disease,_Prevention,_Preparedness/Acute_Disease_Service / diakses 23 September 2017

16. Sumber:

17. Edukasi 18. Sherwood : Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC 19. Setiaji,

Siti,

dkk.

Ilmu

Penyakit

Dalam

Edisi

Keenam

Jilid

Jakarta:InternaPublishing. 2014 20. I Ayuningtyas. 2014. Karsinoma Hepatoseluler. http://eprints.undip.ac.id/44757/3/bab_2.pdf. Diakses pada 23 September 2017.

II.

Related Documents


More Documents from "Rizky Indah Soraya"

Ppt Tutor.pptx
December 2019 4
Rpp 1.docx
May 2020 8
121.doc
December 2019 14
Makalah Aksiologi.docx
December 2019 25