LAPORAN TUTORIAL ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
Disusun oleh : Kelompok 2 Tutor: dr. Winawati Eka Putri, Sp.KK
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2018
HALAMAN PENGESAHAN Laporan tutorial skenario 2 telah melalui konsultasi dan disetujui oleh Tutor Pembimbing
Surabaya, 15 Maret 2019 Pembimbing
dr. Winawati Eka Putri, Sp.KK 0714118406
KELOMPOK PENYUSUN
Ketua
: David Sajid Muhammad
(6130015002)
Sekretaris I
: Ainun Nufus
(6130015017)
Sekretaris II
: Ainiyah Fairus
(6130015032)
Anggota
: Rafiqa Erlisa Julkifli
(6130015007)
Ratih Ayu Puspita
(6130015012)
Bagas Setiawan Ihsan Zaini
(6130015022)
Siti Diana Ruqqy
(6130015027)
Mutia Husni
(6130015037)
An Nisaa Putri
(6130015042)
Izki Masyaqqoni Pujiana
(6130015047)
SKENARIO Kronologi Kasus Seorang laki-laki, berusia 25 tahun, dan berkebangsaan Indonesia, dinyatakan meninggal dunia di RS Mujirahayu Jalan Manukan Kulon Kel. Manukan Kulon pada hari Minggu tanggal 1 Oktober 2017 pukul 01.30 WIB. Menurut keterangan penyidik, orang tersebut ditemukan tergeletak di tepi jalan di depan SPBU Balongsari setelah terjadi peristiwa bentrok antar kelompok supporter sepakbola dengan kelompok beladiri pada hari Minggu tanggal 1 Oktober 2017 sekitar pukul 01.15 WIB. Oleh petugas dinas sosial orang tersebut dibawa ke RS Muhirahayu (sekitar 1 km dari tempat kejadian), sebelum mendapat tindakan perawatan kemudian orang tersebut dinyatakan meninggal dunia. Jenazah dikirim oleh pihak kepolisian sector Tandes ke RS Surabaya untuk dilakukan pemeriksaan. Jenazah tiba hari minggu tanggal 1 Oktober 2017 pukul 06.00 WIB kemudian dilakukan pemeriksaan luar dan dalam sesuai SPVR yang kami terima pada tanggal 1 Oktober 2017 pukul 08.20 WIB. Pemeriksaan Luar Lebam mayat ditemukan pada punggung dan paha bagian belakang, hilang dengan penekanan. Kaku mayat pada persendian lengan, mudah dilawan. Tidak ditemukan tanda-tanda pembusukan.
STEP 1 Kata Kunci 1. Laki-laki 25 tahun kebangsaan Indonesia 2. Ditemukan tergeletak di tepi jalan 3. Ditemukan setelah terjadi peristiwa bentrok 4. Dinyatakan meninggal di RS sebelum mendapat tindakan perawatan 5. Jenazah tiba ke RS Surabaya pukul 6 6. Dilakukan pemeriksaan luar dan dalam sesuai SPVR yang diterima tanggal 1 Oktober 2017 pukul 08.20
STEP 2 Rumusan Masalah 1. Kapan pasien diperkirakan meninggal ? 2. Apa jenis kekerasan yang dialami korban ? 3. Apa kemungkinan penyebab kematian korban ? 4. Bagaimana penulisan visum et repertum dari kasus tersebut ?
Jawaban 1. Korban diperkirakan meninggal pukul 01.15 – 01.30 2. Kekerasan tajam dan kekerasan tumpul 3. Trauma organ vital yang kemungkinan menyebabkan perdarahan internal yang diakibatkan penganiayaan 4. Visum et Repertum : (terlampir pada lampiran)
STEP 3 Hipotesis Korban meninggal pada pukul 01.15 – 01.30 yang disebabkan karena trauma organ vital akibat penganiayaan.
STEP 4 Mind Mapping
Kejadian Pengeroyokan 01.15
Penemuan korban 01.30
Dinyatakan meninggal di RS Mujirahayu
Pengiriman ke RS Surabaya 06.00
Otopsi
Pemeriksaan luar
Pemeriksaan dalam
Perkiraan sebab kematian
Laporan Visum et Repertum
Kepentingan rekontruksi kejadian
STEP 5 Learning Objective 1. Mampu memahami dan menjelaskan perkiraan waktu meninggal korban 2. Mampu memahami dan menjelaskan jenis kekerasan pada skenario 3. Mampu memahami dan menjelaskan sebab kematian korban pada skenario 4. Mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis luka 5. Mampu memahami dan menjelaskan cara mendeskripsikan luka sesuai visum et repertum
STEP 6 Belajar Mandiri
STEP 7 Hasil belajar mandiri 1. Mampu memahami dan menjelaskan perkiraan waktu meninggal korban Thanatologi merupakan ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan kematian. Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat (James, 2011). Kegunaan thanatologi antara lain:
Memastikan kematian klinis
Memperkirakan sebab kematian
Memperkirakan saat kematian
Memperkirakan cara kematian
a. Rigor mortis (kaku mayat) Berasal dari bahasa latin Rigor berarti “stiff” atau kaku, dan mortis yang berarti tanda kematian (sign of death). Rigor mortis merupakan tanda kematian yang disebabkan oleh perubahan kimia pada otot setelah terjadinya kematian, dimana tanda ini susah digerakkan dan dimanipulasi. Awalnya ketika rigor mortis terjadi otot berkontraksi secara acak dan tidak jelas bahkan setelah kematian somatic (James, 2011). Rigor mortis adalah tanda kematian yang dapat dikenali berupa kekakuan otot yang irreversible yang terjadi pada mayat. Kelenturan otot dapat terjadi selama masih terdapat ATP yang menyebabkan serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku (James, 2011). Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukan tanda pasti kematian. Faktor yang mempengaruhi rigor mortis antara lain (James, 2011):
1. Suhu lingkungan 2. Derajat aktifitas otot sebelum mati 3. Umur 4. Kelembapan Dalam kondisi sedang biasanya dapat terjadi kekakuan terdeteksi di wajah antara sekitar 1 jam dan 4 jam dan di tungkai antara sekitar 3 jam dan 6 jam setelah kematian, dengan kekuatan kekakuan meningkat secara maksimal sekitar 18 jam setelah kematian. Setelah didirikan, kekakuan akan tetap hingga sekitar 50 jam setelah kematian sampai autolisis dan dekomposisi sel otot mengintervensi dan otot menjadi lembek lagi. Waktu-waktu ini hanyalah pedoman dan tidak pernah bisa absolut (James, 2011).
b. Livor mortis (lebam mayat) Lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna biru kemerahan akibat terkumpulnya darah di dalam vena kapiler yang dipengaruhioleh gaya gravitasi di bagian tubuh yang lebih rendah di sepanjang penghentian sirkulasi. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menyebabkan darah mencapai capillary bed dimana pembuluh-pembuluh darah kecil afferen dan efferen salung berhubungan (James, 2011). Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnansi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ketempat-tempat terendah yang dapat dicapai. Mula-mula darah mengumpul di vena-vena besar dan kemudian pada cabang-cabangnya sehingga mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi merah kebiruan (James, 2011). Lebam mayat berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercak-bercak warna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian yang pada akhirnya akan membuat warna kulit
menjadi gelap. Kadang-kadang cabang darah vena pecah sehingga terlihat bintikbintik perdarahan yang disebut tardieu spot (James, 2011). Lebam mayat mulai terbentuk 30 menit sampai 1 jam setelah kematian somatis dan intensitas maksimal setelah 4 jam postmortem. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih dapat berpindah-pindah jika posisi mayat diubah. Setelah 4 jam postmortem lebam mayaat tidak akan menghilang dan dalam waktu 3-4 hari lebam masih dapat berubah (James, 2011).
c. Algor mortis (penurunan suhu) Manusia memiliki panas badan yang tetap sepanjang ia dalam keadaan sehat dan tidak dipengaruhi oleh iklim sekitarnya, hal ini disebabkan oleh karena mekanisme isologi alat-alat tubuh manusia melalui proses oksidasi memproduksi panas tubuh. Panas tersebut diatur dan dikendalikan oleh kulit. Jika seseorang mengalami kematian, maka produksi panas serta pengaturan panas di dalam tubuhnya tidak berhenti. Dengan demikian sejak saat kematiannya manusia tidak lagi memiliki suhuh tubuh tetap, oleh karena suhu badannya mengalami penurunan (decreasing proses) (James, 2011). Setelah korban mati, metabolisme yang memproduksi panas terhenti, sedangkan pengeluaran panas berlangsung terus sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium disketiranya. Penurunan suhu pada saat-saat pertama kematian sangat lamban karena masih adanya proses gilogenolisis, tetapi beberapa saat kemudian suhu tubuh menurun dengan cepat (James, 2011). Setelah mendekati suhu lingkungan penurunan suhu tubuh lambat lagi. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi dan pancaran panas. Hilangnya panas melalui konduksi bukan merupakan faktor penting selama hidup, tetapi setelah mati perlu dipertimbangkan jika tubuh berbaring pada permukaan yang dingin. Meskipun penurunan suhu tubuh setelah kematian tergantung pada hilangnya panas melalui
radiasi dan konveksi, tetapi evaporasi dapat menjadi faktor yang signifikan jika tubuh dan pakaian kering (James, 2011). Penurunan suhu mayat akan terjadi setelah kematian dan berlanjut sampai tercapainya suatu keadaan di mana suhu mayat sama dengan suhu lingkungan. Panas yang dilepaskan melalui permukaan tubuh, dalam hal ini kulit, adalah secara radiasi dan oleh karena tubuh terdiri dari berbagai lapisan yang tidak homogen, maka lapisan yang berada di bawah kulit akan menyalurkan panasnya ke arah kulit, sedangkan lapisan tersebur juga menerima panas dari lapisan dibawahnya. Keadaan tersebut yaitu dimana terjadi pelepasan atau penyaluran panas secara bertingkat dengan sendirinya membutuhkan waktu (James, 2011).
d. Pembusukan Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Proses autolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan oleh sel-sel yang sudah mati. Mula-mula yang terkena ialah nucleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya. Seterusnya dinding sel akan mengalami kehancuran dan akibatnya jaringan akan menjadi lunak atau mencair. Proses pembusukan ini di mulai 18 jam – 24 jam setelah seseorang dinyatakan meninggal (James, 2011). Banyak variasi dari laju dan onset pembusukan. Media mayat memiliki peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat. Menurut Casper mayat yang dikubur ditanah umunya membusuk 8x lebih lama dari pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Hal ini disebabkan suhu didalam tanah yang lebih rendah terutama dikubur ditempat yang lebih dalam, terlindung dari binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobic (James, 2011). Tanda-tanda pembusukan : 1. Warna kehijauan pada dinding perut daerah caecum, 2. Wajah, bibir, scrotum dan vulva membengkak. 3. Distensi dinding abdomen
4. Vena-vena superfisialis pada kulit berwarna kehijauan dan disebut MARBLING SIGN 5. Darah keluar dari mulut dan hidung 6. Bola mata menonjol, kuku dan rambut mudah lepas
Jika dilihat berdasarkan skeenario, jenazah pasien baru tiba di RS pada pukul 06.00 yang kemudian dilakukan pemeriksaan luar. Pada pemeriksaan luar ditemukan lebam mayat di punggung dan paha bagianbelakang, hilang dengan penekanan. Kaku mayat pada persendian lengan, mudah dilawan dan tidak ditemukan tanda-tanda pembusukan. Jika dihubungkan dengan teori diatas bedasarkan lebam mayat jenazah bahwasannya lebam mayat hilang dengan penekanan yang menandakan bahwasannya kematian pasien masih <4jam dari kedatangan jenazah. Sedangkan jika dilihat dari kekauannya pad persendian lengan tetapi masih mudah dilawan dimana jika sesuai teori maka waktunya kurang lebih 3-6 jam sebelumnya. Dan tidak ada pembusukan menandakan jenazah belum > 24 jam. Jika diestimasikan waktu meninggalnya pasien, pasien terlibat bentrokan pada pukul 01.15 dan ditemukan ditepi jalan pada pukul 01.30 meninggal pada waktu perjalanan di rumah sakit dan jenazah sampai di rumah sakit pukul 06.00, jika melihat dari karakteristik lebamnya kemungkinan jenazah meninggal pada pukul >02.00, tetapi jika dilihat dari kekakuan ototnya jenazah meninggal pada pukul <03.00, sehingga dapat kita simpulkan bahwasannya jenazah pasien tersebut meninggal pada antara pukul 02.00 – 03.00 dalam perjalanan menuju rumah sakit.
2. Mampu memahami dan menjelaskan jenis kekerasan pada scenario Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari luka dan cedera, hubungannya dengan jenis kekerasan serta efeknya terhadap manusia. Ada beberapa jenis perlukaan akibat kekerasan yaitu, kekerasan bersifar mekanik, alam, dan kimiawi (James, 2011).
a. Kekerasan bersifat mekanik (James, 2011) 1. Kekerasan tumpul a) Luka memar Trauma benda tumpul karena pecahnya pembuluh darah kapiler di jaringan subkutan mengakibatkan ekstravasasi darah ke jaringan sekitar sehingga tampak kulit merah kebiruan dan bengkak.
Gambar: Luka memar lengan atas Syarat terjadinya luka memar : 1) Benda tumpul dengan konsistensi padat keras 2) Kekuatan yang cukup besar Luas dan beratnya kekuatan luka dipengaruhi : 1) Kekuatan trauma 2) Struktur dan keadaan pembuluh darah setempat Proses penyembuhan menyebabkan warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan, kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi penyembuhan sempurna (James, 2011). Luka memar pada korban hidup perlu ditentukan umurnya baik secara makroskopik maupun mikroskopik, namun menentukan umur luka secara tepat sangatlah sulit, yang terpenting adalah menentukan luka tersebut baru atau sudah lama.
Umur luka memar diketahui dari perubahan warna : hari ke - 1
: merah kebiruan, bengkak (baru)
2 - 3 : biru tua, kehitaman (baru) 4 - 6 : biru kehijauan, coklat (lama) > 1-4 minggu : menghilang (lama) Pada luka memar korban hidup/mati perlu diperhatikan apakah luka memar tsb membentuk pola sesuai dengan benda yang digunakan. Penting untuk mengetahui benda yang menyebabkan luka memar tersebut sehingga dicocokkan dengan barang bukti yang ditemukan penyidik di TKP.
b. Luka lecet Kondisi pada kulit dimana epidermis hilang karena gesekan dengan benda berpermukaan kasar atau rusaknya lapisan permukaan kulit karena tekanan (James, 2011). Ciri luka lecet: 1) Sebagian/seluruh epitel menghilang 2) Permukaan tertutup oleh eksudasi yang akan mengering menjadi krusta 3) Timbul reaksi radang berupa penimbunan sel-sel PMN 4) Tidak meninggalkan jaringan parut
Gambar: Luka lecet tekan pada gantung diri
Gambar: Luka lecet geser pada aspal
Gambar: Luka lecet berpola sisi pisau “Rambo” pada lengan atas
c. Luka robek Akibat benturan dengan benda tumpul, antara lain: terjatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, tendangan, dll. Menekan dan menggeser bagian kulit sehingga kulit teregang. Melampaui elastisitas kulit lalu kulit terputus menimbulkan celah pada kulit (James, 2011).
Ciri - ciri: 1) Berbentuk tidak teratur 2) Tepi yang tidak rata 3) Lecet dan memar 4) Dasar luka yang berbentuk tidak teratur 5) Terlihat jembatan jaringan
d. Kekerasan tajam 1) Luka tusuk Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Biasanya tepi luka rata. Pada saat benda tajam mengenai kulit, akan terbantuk celah pada kulit yang merupakan sudut lancip. Contoh: - Belati, bayonet, keris - Clurit - Kikir - Tanduk kerbau
Gambar: Luka tusuk pada punggung
Elastisitas kulit menandakan dalamnya luka tidak menggambarkan panjangnya pisau, contohnya di perut. Sering pada kasus pembunuhan, sering didapatkan adanya luka tangkisan (defence wound). Pada bunuh diri
ditemukan luka percobaan yang dangkal dengan arah yang sejajar (James, 2011). Pada dada (stabil) dapat digunakan identifikasi senjata:
Panjang luka : ukuran maksimal dari lebar senjata
Dalam luka : ukuran minimal dari panjang senjata
2) Luka iris Akibat kekerasan tajam yang bergerak kurang lebih sejajar dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka. Sering pada pembunuhan (James, 2011). 3) Luka bacok Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal. Sering terjadi pada kasus pembunuhan (James, 2011).
Gambar: Luka bacok pada kepala
3. Mampu memahami dan menjelaskan sebab kematian korban pada scenario Sebab kematian pada skenario tersebut karena kekerasan tajam dan kekerasan tumpul, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Kekerasan tajam Pada pemeriksaan luar ditemukan beberapa luka yang di akibatkan oleh benda tajam. Seperti luka tusuk di belakang telinga, jarijari korban dan terdapat luka di kepala korban. Luka tusuk yang di temukan di belakang telinga korban merupakan luka yang dihasilkan oleh benda/alat yang berujung runcing dan bermata tajam, dengan ciri tepi luka rata, sudut tajam dan memiliki kedalaman luka lebih panjang dari pada panjang luka. Alat yang sering digunakan misalnya: pisau, bayonet, pedang atau keris (Kaushik, 2017). Disebutkan dalam sebuah penelitian tahun 2014 di Jamaika membagi area tubuh yang paling sering terluka adalah dada, kemudian diikuti oleh dada dan perut, perut, kepala, leher, kepala, serta dada dan kepala. Sebagian besar luka tusuk pada ekstremitas atas diperoleh korban saat mereka mencoba membela atau melindungi diri dari penyerang. Luka pertahanan dari ekstremitas bawah dapat juga terjadi namun jarang (Kaushik, 2017). Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, loga, sembilu, bahkan tepi kertas atau rumput. Ciri-ciri umum dari luka akibat benda tajam adalah:
Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata, sudutnya runcing dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata, sudutnya runcing dan dasar luka berbentuk garis atau titik.
Bila ditautkan akan menjadi rapat (karena benda tersebut hanya memisahkan, tidak menghancurkan jaringan) dan membentuk lurus atau sedikit lengkung.
Tebing luka rata dan tidak ada jembatan jaringan. Daerah di sekitar garis batas luka tidak ada memar (Santosa, 2008).
2. Kekerasan tumpul Didapatkan luka memar pada kepala korban, dan juga di area di temukannya korban terdapat benda-benda seperti kayu dan tongkattongkat yang diperkirakan digunakan untuk memukul kepala korban. Luka memar sendiri adalah Meskipun sering bersamaan dengan abrasi dan laserasi, memar murni terjadi karena kebocoran pada pembuluh darah dengan epidermis yang utuh oleh karena proses mekanis. Ekstravasasi darah dengan diameter lebih dari beberapa millimeter disebut memar atau kontusio (Idries, 1997). Terdapat juga luka abrasi yaitu luka yang paling superfisial. Definisinya ialah luka yang penetrasinya tidak mencapai ketebalan penuh dari epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak menyebabkan perdarahan, karena pembuluh darah berada di dermis. Namun, karena terjadi pengerutan alami pada papilla dermis, banyak abrasi memasuki korium dan perdarahan terjadi. Definisi lainnya menjelaskan abrasi sebagai luka superfisial pada kulit, yaitu penetrasi dari bagian teratas dermis lebih jarang daripada epidermis, sehingga perdarahan dapat terjadi (Idries, 1997).
4. Mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis luka Berdasarkan penyebabnya, jenis luka dibagi menjadi (Hoediyanto & Hariadi, 2010): 1. Luka akibat benda tajam, merupakan kelainan pada tubuh yang disebabkan persentuhan dengan benda atau alat bermata tajam sehingga kontinuitas jaringan rusak atau hilang. Contoh benda
bermata tajam yaitu, pisau, silet, pedang, pecahan kaca, keris, dan lain-lain. Jenis luka akibat benda tajam yaitu: a. Luka iris/sayat (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh benda yang tajam dengan suatu tekanan ringan atau goresan pada permukaan tubuh. b. Luka tusuk (Stab Wound), terjadi akibat adanya benda tajam yang masuk ke dalam permukaan tubuh dengan tekanan tegak lurus. c. Luka bacok (Chop Wound), terjadi akibat benda berat bermata tajam yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga lebih besar. 2. Luka akibat benda tumpul a. Luka memar (Contusion Wound), terjadi kerusakan jaringan subkutan sehingga pembuluh-pembuluh darah rusak dan pecah meresap ke jaringan sekitarnya. b. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi kerusakan yang mengenai lapisan epidermis akibat kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan kasar, sehingga epidermis menjadi tipis dan sebagian atau seluruh lapisannya hilang. c. Luka robek (Laseration Wound), terjadi kerusakan jaringan bawah kulit, sehingga epidermis terkoyak, folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea mengalami kerusakan. 3. Luka akibat tembakan senjata api : a. Kelim lecet: bagian yang kehilangan kulit ari yang mengelilingi lubang akibat anak peluru menembus kulit. b. Kelim kesat: usapan zat yang melekat pada anak peluru pada tepi lubang. c. Kelim tatoo: butir mesiu yang tidak habis terbakar tertanam pada kulit sekitar kelim lecet. d. Kelim jelaga: penampilan asap pada permukaan kulit di sekitar luka tidak masuk.
e. Kelim api: daerah hiperemi atau jaringan yang terbakar terletak tepat di tepi lubang luka. 4. Luka akibat trauma fisika a. Luka bakar: terjadi akibat kontak kulit dengan benda bersuhu tinggi. b. Luka akibat trauma listrik: terjadi akibat kulit kontak dengan listrik tegangan tinggi.
5. Mampu memahami dan menjelaskan cara mendeskripsikan luka sesuai visum et repertum Identifikasi dan deskripsi luka mungkin memiliki implikasi medikolegal yang serius pada tahap berikutnya, dan sering setelah beberapa waktu yang cukup telah berlalu sejak perlukaan tersebut berlaku.Oleh karena itu penting bahwa berbagai jenis luka dapat diidentifikasi dan dijelaskan dengan benar, dengan deskripsi lengkap yang dibuat dalam catatan yang diambil pada saat, atau segera setelah pemeriksaan (catatan kontemporer). Luka adalah istilah yang diberikan untuk kerusakan jaringan yang disebabkan oleh kekuatan mekanik (juga disebut cedera atau trauma).Ini termasuk luka akibat tusukan, trauma tumpul (ditinju, ditendang, dipukul dll), cekik, gigit, tembak, jatuh dari ketinggian, ditabrak oleh kendaraan, dan trauma ledakan dari bahan peledak. Deskripsi luka harus mencakup: -
Sifat luka, yaitu apakah itu memar, abrasi atau laserasi dll.
-
Dimensi luka, misalnya panjang, lebar, kedalaman dll. Hal ini membantu untuk mengambil foto luka dengan indikasi dimensi (misalnya pita pengukur ditempatkan di samping luka), dan untuk pengukuran yang akan diambil dari luka seperti yang muncul pertama, dan kemudian dengan tepi luka ditarik bersama-sama (jika itu adalah laserasi dll).
-
Posisi luka dalam kaitannya dengan tanda anatomiyang tetap, misalnya jarak dari garis tengah, di bawah klavikula dll.
-
Ketinggian luka dari tumit (yaitu permukaan tanah) - ini sangat penting dalam kasus di mana pejalan kaki telah ditabral oleh kendaraan bermotor.
Jenis-jenis utama luka yang sering ditemukan dalam kehidupan seharihari, termasuk:
-
lecet
-
memar / kontusio
-
laserasi
-
luka gores
-
luka tusukan
-
fraktur
-
bekas gigitan
-
luka pertahanan
Lecet (abrasi) Sebuah abrasi adalah gundulan kulit yang disebabkan oleh
gesekan.Sebuah luka dapat berupa dalam atau dangkal tergantung pada kekuatan
dan
kekasaran
permukaan
yang
menyebabkan
abrasi.Seseorang yang terseret di trotoar mungkin memiliki luka yang lebih dalam dan lebih kasar daripada orang yang terseret di karpet.Sesekali, arah daya dapat ditentukan.Jika salah satu ujung luka memiliki margin dengan kulit timbul, misalnya, daya berasal dari sisi berlawanan.
Memar (kontusio) Memar adalah perubahan warna kulit yang disebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan dari pembuluh darah yang pecah.Secara umum, semakin tua seseorang, semakin mudah pembuluh darahakan pecah. Tidak ada cara, namun, untuk menentukan dengan tepat berapa
banyak daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan memar. Usia memar sulit untuk menentukan karena variabilitas besar reaksi tubuh terhadap trauma. Orang dengan kelainan darah dan penyakit hati dapat mengembangkan
lebih
kontusio
parah
daripada
orang
yang
sehat.Apabila terjadinya penyembuhan, luka memar berubah warna dari biru
atau
merah,
merah-biru,
hijau,
coklat,
dan
akhirnya
kuning.Perubahan warna ini, walaubagaimanapun, mungkin muncul tidak beraturan dan mungkin tumpang tindih. Tidak ada cara untuk mengetahui berapa lama setiap tahap warna akan berlangsung. Kadangkadang luka memar baru-baru ini akan memiliki semburat coklat.
Laserasi (Robek) Kulit robek dari trauma tumpul disebut laserasi.Banyak robekan
terkait dengan kedua luka memar dan lecet.Sebagai contoh, sebuah pukulan ke kepala dengan palu dapat menyebabkan robeknya kulit kepala dengan lecet yang berdekatan.Jika darah keluar ke jaringan sekitarnya, kulit juga bisa memar.Laserasi harus dibedakan dari luka iris. Laserasi biasanya memiliki jembatan jaringan menghubungkan satu sisi luka yang lain. Luka iris dan insisi tidak memiliki jembatan jaringan karena benda tajam memotong luka bersih dari atas ke bawah luka. Kematian akibat trauma tumpul mungkin memiliki beberapa atau tidak ada tanda-tanda eksternal atas trauma.Hal ini terjadi terutama pada pukulan fatal di abdomen.
Trauma tumpul di kepala Trauma tumpul ke kepala dan wajah dapat menghasilkan memar,
luka, dan lecet.Namun, mungkin tidak ada tanda-tanda eksternal dari trauma kepala jika seseorang memiliki kepala yang penuh rambut.Luka eksternal yang jelas tidak diperlukan untuk menentukan kematian disebabkan oleh trauma kepala. Kadang-kadang, senjata meninggalkan karakteristikpattern identifikasi pada kulit kepala. Sayangnya, ini adalah pengecualian daripada aturan.
Tanda Battle Perubahan warna kebiruan pada kulit belakang telinga yang terjadi dari darah bocor di bawah kepala setelah patah tulang tengkorak.
Perdarahan kacamata (mata rakun) Perubahan warna dari jaringan di sekitar mata biasanya karena fraktur tulang tengkorak. Para perdarahan ini mungkin melibatkan satu atau kedua mata dan dapat keliru ditafsirkan bahwa orang yg meninggal telah melanda sekitar wajah dan mata. Ketika seseorang menerima pukulan signifikan ke kepala akan ada perdarahan di bawah kepala bahkan dengan tidak ada luka eksternal. Tergantung pada jumlah daya, mungkin terjadi patah tulang tengkorak.Ada berbagai jenis patah tulang tengkorak, namun jenis tertentu tidak sepenting mengenali pola seperti fraktur sirkular disebabkan oleh palu.
Prosedur Penulisan laporan luka untuk KORBAN MATI No
Aktivitas
1
Periksa semua administrasi dan peralatan yang dibutuhkan: a. Surat permohonan pemeriksaan eksternal (SPV) b. Informed consent yang telah ditandatangani c. Sketsa tubuh hasil pemeriksaan d. Pena e. Hasil foto yang berisi data pemeriksaan sebelumnya
2
Tuliskan
kembali
informasi yang diperlukan dari surat permohonan
pemeriksaan eksternal (SPV) pada laporan visum : a. Nomor permintaan polisi b. Nama Korban / usia c. Nomor register kasus d. nama pemeriksa e. Penguji nomor ID f. Tanggal pemeriksaan g. Waktu pemeriksaan
3
Menuliskan dalam laporan hasil deksripsi dari dokumentasi bahan bukti (baju robek, tempat darah, dll)
4
Menuliskan dalam laporan hasil dokumentasi tubuh dengan cara fotografi I. II. III.
5
Whole body berisi dokumentasiada tidaknya kerusakan Regionalberisi dokumentasi kerusakan dengan jaringan sekitarnya Close Up berisi dokumentasi kerusakan
Menuliskan dalam laporan deksripsi luka berdasarkan daerah anatomi dan absis dan ordinat dari luka
6
Menuliskan dalam laporan deksripsi luka yang mencakup :
I.
Jumlah luka
II.
Jenis luka
III.
Lokasi (wilayah anatomi)
IV.
Pengukuran luka (panjang dan lebar)
V.
Lokasi (absis and ordinat)
VI.
Karakteristik luka:
Batas Luka: bentuk luka, luka perbatasan - bahkan atau bergerigi, ujung luka - runcing atau tumpul
Luas dalam batas luka: lereng interior - bahkan atau bergerigi, jenis jaringan, jaringan bridging, basis od luka
Wilayah di sekitar perbatasan luka: memar, bekuan darah, ljelaga,tattoage; dll
DAFTAR PUSTAKA
Hoediyanto, Hariadi. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal edisi 7. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. James, JP. 2011. Simpson’s Forensic Medicine 13th Edition. London: Hodder Arnold. Kaushik, Vijay Kumar. Sheikh, M. Which is the Cause of Death? - A Case Report. Ntl J of Community Med 2017. Santosa, Relawati R, Maryono, Pranarka K, Intarniati, Rahman A, et al. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2009.
KOP SURAT INSTITUSI
Surabaya,14 Maret 2019 PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM No. 6130015032
Yang bertandatangan di bawah ini, Ainiyah Fairus Dokter umum pada RS Mujirahayu atas permintaan dari kepolisian sektor Tandes dengan suratnya nomor 001 tertanggal 1 Oktober 2017 maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal 1 Oktober 2017 pukul 08.20 bertempat di RS Mujirahayu, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 001. Yang menurut surat tersebut adalah : Nama
: Tidak teridentifikasi
Umur
: 25 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Warga negara
: Indonesia
Pekerjaan
: Tidak teridentifikasi
Agama
: Tidak teridentifikasi
Alamat
: Tidak teridentifikasi
HASIL PEMERIKSAAN 1. Korban datang dalam keadaan : meninggal 2. Pada korban ditemukan : - Luka terbuka pada kepala sisi kiri bagian dahi dengan lebar luka 5cm akibat kekerasan benda tumpul - Luka terbuka pada kepala sisi kanan akibat kekerasan benda tumpul - Luka terbuka pada telinga kanan sebanyak 2 luka dengan masing2 lebar 1cm akibat kekerasan benda tajam - Kuku-kuku jari kebiruan dengan bekas memar pada jari- jari kiri
3. Pemeriksaan : - Pemeriksaan luar : lebam mayat ditemukan pada punggung dan paha bagian belakang, hilang dengan penekanan. Kaku mayat pada persendian lengan, mudah dilawan. Tidak ditemukan tanda-tanda pembusukan 4. Terhadap korban dilakukan : visum et repertum 5. Korban dirawat/dipulangkan : disimpan
KESIMPULAN Demikianlah Visum et Repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP
Dokter Pemeriksa
Dr. X, Sp, F