LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 BLOK PEDIATRI
Tutor: Dr. Anang Giri
Disusun oleh: Giras Refindasasti
G0016
Gradhika Deskara
G0016
M. Rijalullah
G0016157
Reynaldi
G0016183
Ralitsa Ratna
G0016
Ratu Nurul Fadhilah
G0016
Riska Pradiptakirana
G0016
Rizkika Albanjar
G0016
Sasha Geganaresi L
G0016197
Sha Lisa I
G0016
Shinta Fathimah
G0016
Siti Maryam
G0016
Zahrazulfa D.A
G0016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2019
Bayiku..
Seorang ibu G3P1A0 berusia 26 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3,2 kg, panjang 47 cm secara spontan, warna ketuban jernih, tidak ada mekoneum. Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100 x/menit. Skor Apgar 5-7-10. Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban pecah 24 jam, tidak ada demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu menunjukkan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.
JUMP 2 1. Bagaimana keadaan bayi baru lahir normal? 2. Bagaimana mekanisme pernafasan neonatus? 3. Bagaimana proses embriologi janin? 4. Bagaimana kriteria APGAR interpretasi APGAR pada kasus ini? 5. Hubungan kondisi bayi setelah lahir (tonus dan nafas tidak baik) dengan kondisi ibu? 6. Bagaimana alur resusitasi dan indikasinya? 7. Apa pengaruh ANC yang tidak teratur? 8. Bagaimana interpretasi durasi ketuban pecah? 9. Apa saja faktor yang mempengaruhi janin saat lahir? 10. Apa manfaat dan indikasi rawat gabung? Serta kontraindikasi? 11. Apa saja yang perlu dicek dari ibu sebelum melahirkan? 12. Apa perubahan fisiologis bayi dari intreuterine ke ekstrauterine?
13. Apa hubungan demam pada aat sebelum melahirkan? 14. Apa saja faktor yang menyebabkan bayi tidak bisa bernafas?
JUMP 3 1.
Bayi baru lahir normal :
Menangis
Bernafas spontan
Bergerak aktif
Wana kulit kemerahan
BB 2,5-4 kg
Usia kehamilan 37-40 minggu
Anggota badan lengkap (tidak cacat)
PB 48-52 cm
Denyut nadi : - baru lahir : 180x/menit - lalu turun 140x/menit
Frekuensi napas : 80x/menit
Lingkar dada : 30-38 cm
2.
Pernafasan neonatus :
Dalam bernafas neonatus harus adaptasi (<1 menit) - asfiksia ringan : inisiasi pernafasan awal - paru-paru ekspansi dan hambatan tegangan permukaan - paru kolaps : neonatus menangis kuat lalu paru mengembang
3.
Perkembangan embriologi :
Zygot
Blastula tertanam di endometrium
Pada minggu ke-10 organ mulai terbentuk
Amnion dan mekonium terbentuk (membungkus bayi)
Morula
Blastula
Pada minggu ke-8 terbentuk plasenta
Lebih dari minggu ke-8 periode janin
4.
APGAR
0
1
2
Appearance
Warna biru/pucat
Normal : merah muda
Semua merah muda
Pulse
Tidak teraba
<100x/menit
>100x/menit
Grimace
Tidak ada respon
Respon lemah
Respon lebih/normal
Activity
Lemah/tidak ada
Sedikit gerak
Bergerak aktif
Reflex
Tidak ada
Lemah, tidak teratur
Menangis kuat, teratur
Skenario : R=0, A1 : 2 A2 : 1, P : 0, G : 2 Interpretasi : - 0 Sampai 3 : asfiksia berat - 4 Sampai 6 : asfiksia ringan - 7 Sampai 10 : normal Tindakan : - 0 : RJP - 2 sampai 4 : bagging, masker - 5 sampai 7 : masker Cara penilaian : menit ke-1 sampai menit ke-5. Tapi, jika APGAR masih kurang dari 7 maka dievaluasi tiap 5 menit sampai menit ke-20
5.
Dibahas di jump 7
6.
Resusitasi untuk neonatus
Indikasi :
Usia kehamilan tidak cukup
Nafas tidak normal
Tonus otot kurang baik
Ketuban jernih
Cara :
Mengahangatkan bayi
Jalan nafas (bulb syringe)
Denyut jantung 100x/menit --> resusitasi --> <100x/menit : koreksi ventilasi -> <60x/menit : kompresi dada --> jika masih <60x/menit : suntik epinefrin
7.
Mendeteksi penyakit ibu saat hamil dan untuk memberikan Fe saat ibu
hamil membutuhkan
8.
18-24 jam : PORM --> ketuban pecah dini memanjang dan RDS
(Respiratory distress syndrome) --> asfiksia
9.
Faktor yang mempengaruhi janin lahir :
Jalan lahir
Janin : distosia, makrosom/normal, preskep/presbo
Ibu
10.
Manfaat rawat gabung - Ibu bisa merawat bayi secara mandiri - Bisa memberikan ASI secara teratur - Meningkatkan kasih sayang - Tingkat morbiditas dan mortalitas menurun Indikasi : - Ibu dan anak sehat - Ibu tidak terkena penyakit yang menyertai. Misal : cardiorespi memburuk, eklamsia, Ca mammae Kontraindikasi :
- Bayi : Kejang, sakit berat, BBLR, cacat, dan lain-lain Ibu : Ada penyakit yang menyertai
11.
Dibahas di jump 7
12.
Perubahan fisiologis neonatus - Cardiovascular : sirkulasi bayi+ibu --> sirkulasi bayi - Respirasi : Paru-paru kolaps --> paru mengembang - Metabolisme : menyediakan makanan sendiri - Ginjal : perubahan kemampuan infiltrasi
13.
Demam bisa saja diakibatkan karena infeksi pada tubuh ibu yang tidak
membahayakan janin
14.
Dibahas di jump 7
JUMP 5 Merumuskan tujuan pembelajaran 1. Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi fetus dan neonatus,perubahan dari intra uterine ke ekstra uterin 2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab dan penanganan bayi mengalami gagal napas 3. Mahasiswa mampu menjelaskan kondisi patologis neonatus 4. Mahasiswa mampu menjelaskan catatan ibu sebelum melahirkan 5. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat, indikasi, kontraindikasi dan edukasi ASI
JUMP 7 : Melakukan sintesa dan pengujian informasi yang telah terkumpul 1. Menjelaskan fisiologi perubahan fetus dan neonatus dari intrauterine ke ekstrauterin
Sistem Pernapasan Pernapasan tidak dapat berlangsung selama kehidupan fetus karena tidak ada udara untuk bernapas dalam kantong amnion. Saat lahir, dinding alveoli mula-mula kolaps akibat tekanan permukaan cairan kental yang memenuhi alveoli. Biasanya dibutuhkan lebih dari 25 mm Hg tekanan negatif inspiratorik dalam paru untuk melawan pengaruh tekanan permukaan ini dan untuk membuka alveoli pertama kali. Tetapi segera setelah alveoli terbuka, pernapasan selanjutnya dapat berhasil dengan gerakan pernapasan yang relatif lemah. Untungnya inspirasi pertama pada neonatus normal sangat kuat sehingga biasanya mampu menimbulkan tekanan negatif sebesar 60 mm Hg dalam ruang intrapleura. Pada kurva tekanan-volume menunjukkan bahwa volume udara didalam paru-paru tepat tetap nol sampai tekanan negatif mencapai 40 cm H2O kemudian ketika tekanan negatif meningkat sampai -60 cm H2O sekitar 40 ml udara masuk ke paru-paru dibutuhkan tekanan positif yang besar kirakira +40 cm H2O karena adanya resistansi kental akibat cairan dalam bronkiolus. Napas yang kedua jauh lebih mudah, tekanan negatif dan positif yang dibutuhkan jauh lebih kecil. Bernapas belum seluruhnya normal sampai sekitar 40 menit setelah lahir. Nutrisi pada Neonatus Sebelum lahir, fetus memperoleh hampir semua energi dari glukosa yang didapat dari darah ibu. Setelah lahir, jumlah glukosa yang disimpan dalam tubuh bayi dalam bentuk glikogen hati dan glikogen otot hanya cukup untuk menyuplai kebutuhan bayi beberapa jam saja. Sewaktu bayi lahir, hati neonatus masih jauh dari fungsi yang adekuat, yang menghambat glukoneogenesis yang bermakna. Oleh karena itu, konsentrasi glukosa darah bayi sering kali turun pada hari pertama menjadi serendah 30-40 mg/dl plasma, kurang dari setengah nilai normal. Walaupun demikian untungnya tersedia mekanisme yang sesuai bagi bayi untuk menggunakan simpanan lemak dan protein nya untuk metabolisme sampai air susu ibu tersedia 2 sampai 3 hari kemudian. Masalah khusus juga seringkali berkaitan dengan pemberian suplai cairan yang adekuat untuk Neonatus karena kecepatan pertukaran cairan pada tubuh bayi rata-rata 7 kali lebih besar daripada orang dewasa dan suplai air susu ibu membutuhkan beberapa hari untuk pembentukannya. Biasanya berat badan bayi turun 5 sampai 10% dan kadang sampai 20% dalam 2
sampai 3 hari pertama kehidupan. Sebagian besar kehilangan berat badan ini merupakan akibat kehilangan cairan tubuh dan bukan kehilangan massa pada tubuh. Ginjal Ginjal fetus mulai mengekskresi urine pada trisemester kedua kehamilan dan urin fetus menyumbang sekitar 70 sampai 80% cairan amnion. Perkembangan ginjal yang abnormal atau kerusakan berat fungsi ginjal pada fetus akan sangat menurunkan pembentukan cairan amnion(oligohidramnio)dan dapat mengakibatkan kematian fetus. Walaupun ginjal fetus membentuk urine, sistem kontrol ginjal dalam mengatur keseimbangan antara volume cairan ekstraseluler dan elektrolit fetus, khususnya keseimbangan asam-basa hampir tidak ada sampai akhir kehidupan fetus dan tidak mencapai perkembangan sempurna sampai beberapa bulan setelah lahir. Ginjal neonatus dapat memekatkan urine hanya sampai satu setengah kali osmolaritas plasma, sedangkan orang dewasa dapat memekatkan urine tiga sampai empat kali osmolaritas plasma. Oleh karena itu, mempertimbangkan imaturitas ginjal bersama dengan pertukaran cairan yang nyata pada bayi dan pembentukan asam yang cepat, kita dapat memahami dengan mudah bahwa diantara masalah yang paling penting pada bayi adalah asidosis, dehidrasi dan yang lebih jarang kelebihan cairan. Sirkulasi Darah Pada fetus sistem sirkulasi berbeda dengan neonatus, dimana darah dari plasenta berkadar oksigen dan nutrisi tinggi mengalir melalui vena umbilicalis sinistra masuk ke jaringan hati menuju vena cava inferior. Di hati, sebagian besar darah mengalir melalui by pass ductus venosus langsung menuju vena cava inferior, sedangkan sebagian kecil darah yang masuk menyebar ke sinusoid-sinusoid hati untuk digunakan bagi perkembangan jaringan hati. Vena cava inferior, selain dari duktus venosus hati, juga menerima darah berkadar oksigen dan nutrisi rendah dari tubuh bagian posterior dan organ-organ viscera lainnya. Selanjutnya, dari vena cava inferior darah mengalir masuk ke atrium dextra. Di atrium dextra, akibat tekanan yang tinggi dari darah plasenta, maka sebagian besar darah langsung masuk ke atrium sinistra melalui foramen ovale. Sebagian kecil darah dari atrium dextra bercampur dengan darah berkadar oksigen rendah dari vena cava superior dan mengalir masuk ke ventrikel dextra. Vena cava superior berfungsi membawa darah dari daerah kepala
dan ekstremitas atas yang berkadar oksigen dan nutrisi rendah (Herman, 2012). Di atrium sinistra, darah berkadar oksigen dan nutrisi tinggi dari atrium dextra bercampur dengan darah berkadar oksigen dan nutrisi rendah dari paru-paru (yang belum berfungsi pada masa fetal) mengalir masuk ke ventrikel sinistra. Oleh ventrikel sinistra, sebagian besar darah dari plasenta yang masih berkadar oksigen dan nutrisi tinggi selanjutnya dipompa menuju ke aorta. Di pangkal aorta terdapat percabangan arteri coronarius yang menuju jantung untuk perkembangan jantung dan arteri utama yaitu: truncus brachiocephalicus dan arteria subclavia yang masingmasing menuju daerah kepala dan tungkai bagian depan. Sementara itu, darah yang terdapat di ventrikel dextra (dengan kadar oksigen sedang) dipompa menuju paru-paru, sebagian kecil digunakan untuk perkembangan paru-paru, dan sebagian besar langsung disalurkan menuju aorta melalui ductus arteriosus. Dapat dimengerti bahwa karena paru-paru belum berfungsi, maka hanya sebagian kecil darah dari ventrikel dextra yang dialirkan menuju paru-paru sedangkan sisanya sebagian besar dialirkan langsung ke aorta (Herman, 2012). Darah dengan kadar oksigen sedang dari aorta (setelah percabangannya dengan duktus arteriosus) dialirkan ke tubuh fetus bagian posterior, organ-organ viscera (seperti ginjal dan usus), ekstremitas inferior, serta sebagian menuju ke plasenta melalui sepasang arteri umbilicalis (Herman, 2012). Pada sirkulasi fetal, kadar oksigen, karbon dioksida, nutrisi dan sisa metabolisme selalu dijaga keseimbangannya secara konstan melalui mekanisme percampuran darah berkadar oksigen dan nutrisi tinggi yang berasal dari plasenta dengan darah berkadar oksigen dan nutrisi rendah yang berasal dari berbagai bagian tubuh fetus (Herman, 2012) Kelenjar endokrin Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu.pada waktu bayi baru lahir kadang-kadang hormon tersebut masih berfungsi, misalnya dapat dilihat pembesaran kelenjar air susu pada bayi laki-laki atau pun perempuan. Kadang dapat dilihat gejala withdrawal misalnya pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai haid pada bayi perempuan. Kelenjar adrenal pada waktu lahir relatif lebih besar bila dibandingkan orang dewasa. Kelenjar tiroid sudah sempurna terbentuk sewaktu lahirdan sudah mulai berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir (Hassan dan Alatas, 1985). Sistem saraf Sebagian besar reflekss pada fetus termasuk medulla spinalis dan bahkan truncus cerebri terbentuk pada bulan ketiga hingga keempat kehamilan. Namun, fungsi-fungsi susunan saraf yang mencakup cortex cerebri masih pada tahap perkembangan awal bahkan pada saat lahir. Tentu
1.
2.
3.
4.
saja, mielinisasi beberapa tractus utama encephalon tersebut menjadi sempurna hanya setelah kira-kira satu tahun kehidupan postnatal (Guyton dan Hall, 2007). Fungsi hepar Selama beberapa hari pertama kehidupan, fungsi hepar pada neonatus mungkin sedikit kurang, seperti yang ditunjukkan oleh pengaruh di bawah ini (Guyton dan Hall, 2007). Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat oleh hepar neonatus berlangsung buruk sehingga hanya menyekresikan sedikit bilirubin selama beberapa hari pertama kehidupan. Pembentukan protein plasma oleh hepar neonatus mengalami defisiensi sehingga konsentrasi protein plasma turun menjadi 15—20% kurang dari konsentrasi pada anak yang lebih tua selama minggu-minggu pertama kehidupan. Kadang-kadang, konsentrasi protein turun sangat rendah hingga bayi mengalami edema hipoproteinemia. Fungsi glukoneogenesis hepar secara khusus mengalami defisiensi sehingga kadar glukosa darah pada neonatus yang tidak diberi makan turun hingga sekitar 30—40 mg/dl (sekitar 40% dari normal), dan bayi harus bergantung terutama pada simpanan lemak untuk energinya hingga terjadi pemberian makan yang cukup. Hepar neonatus biasanya juga membentuk sangat sedikit faktor-faktor darah yang dibutuhkan untuk koagulasi darah normal.
TRAKTUS GASTROINTESTINAL Sekitar pertengahan masa kehamilan, fetus mulai mencerna dan mengabsorbsi sejumlah besar cairan amnion, dan selama 2 sampai 3 bulan terakhir, fungsi gastrointestinal mendekati fungsi pada neonatus normal. Pada saat itu, sejumlah kecil mekonium secara terus-menerus dibentuk di dalam traktus gastrointestinal dan diekskresi di anus ke dalam cairan amnion. Mekonium sebagian terdiri atas sisa cairan amnion yang tertelan dan sebagian dari mukus, sel-sel epitel, serta sisa lain produk-produk ekskretoris dari mukosa dan kelenjar-kelenjar gastrointestinal. Sebelum lahir, fetus memperoleh hampir semua energi dari glukosa yang didapat dari darah ibu. Setelah lahir, jumlah glukosa yang disimpan dalam tubuh bayi dalam bentuk glikogen hati dan glikogen otot hanya cukup untuk menyuplai kebutuhan bayi selama beberapa jam saja. sewaktu lahir, hati neonatus masih jauh dari fungsi adekuat, yang menghambat glukoneogenesis yang bermakna. Oleh karena itu, konsentrasi glukosa darah bayi sering turun pada hari pertama menjadi serendah 30 sampai 40 mg/dl
plasma, kurang dari setengah nilai normal. Walaupun demikian, untungnya tersedia mekanisme yang sesuai bagi bayi untuk menggunakan simpanan lemak dan proteinnya untuk metabolisme samapi air susu ibu tersedia 2 sampai 3 hari kemudian. (Hall, 2014)
2. Menjelaskan penyebab dan penanganan bayi mengalami gagal napas Penyebab bayi tidak/terlambat bernapas a) b) c) d)
Kompresi tali pusat Keluarnya sebagian plasenta Kontraksi uterus berlebih Anestesi partus berlebih Apnea pada neonatus dapat terjadi akibat adanya penyakit primer dan dapat bersifat idiopatik. Apne prematuritas idiopatik dapat disebabkan karen adanya obstruksi jalan napas atas seperti ketidakstabilan faring, fleksi leher ataupun oklusi hidung. Apnea idiopatik biasanya ditandai oleh tidak adanya aliran udara tetapi ada gerakan dinding dada yang persisten. Kolaps faring dapat menyebabkan tekanan jalan napas semakin negatif saat inspirasi. Apnea prematuritas idiopatik biasanya terjadi pada neonatus yang preterm dengan didahului apnea osbtruktif dan apnea sentral. Sedangkan, apnea yang dikarenakan penyakit primer digambarkan pada sebuah tabel dibawah ini
Penanganan Rangsangan kulit lembut merupakan terapi adekuat untuk neonatus ringan dan intermiten. Apabila neonatus mengalami apnea berat penanganan berikutnya yaitu diberikan terapi ventilasi dan oksigen. Oksigen berguna untuk mengatasi hipoksia. Tekanan jalan napas positif efektif untuk apnea campuran atau obstruktif. Sementara untuk pengobatan farmakologis biasanya diberikan obat teofilin atau kafein. Dosis untuk teofilin 5mg/kg diikuti 1-2mg/kg setiap 8-12 jam melalui oral ataupun intravena. Dosis kafein yang diberikan yakni 10mg/kg diikuti dosis pemeliharaan 2,5mg/kg/24 jam dalam empat kali per oral. Jenis tersebut dikategorikan metilxantin yang berfungsi untuk memperbesar ventilasi melalui kekuatan diafragma
3. Menjelaskan kondisi patologis neonates Fisiologi Pecahnya Ketuban dan Interpretasi Warna Air Ketuban Pecahnya ketuban Persalinan kala 1 dimulai pada waktu serviks membuka karena his : kontraksi uterus yang teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran darah-lendir yang tidak lebih banyak daripada darah haid. Persalinan kala 1 berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa dalam, bibir porsio serviks tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada saat akhir kala I. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten = LP = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. Sedangkan lama persalinan lebih pendek dari biasa, yaitu pada primipara 10 jam dan pada multipara 6 jam. Di samping itu KPD juga berpengaruh terhadap janin dan ibu. Pada janin, kemungkinan infeksi intra uterin yang lebih dulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) cukup meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu apabila dikaitkan dengan kelahiran prematur, tentu saja dapat menghasilkan bayi dengan nilai apgar yang rendah bahkan bisa sampai mengalami asfiksia neonaturum serta berat badan lahir yang rendah. Sumber lain menyatakan bahwa KPD merupakan faktor resiko tambahan yang cukup penting pada kejadian sepsis streptococcal Group B pada infant. Sedangkan pada ibu, karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intra partal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, dan septikemia, serta partus kering. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejalagejala infeksi. Hal-hal tersebut tentu saja meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu (Sinseng, 2008). Interpretasiwarna air ketuban Air ketuban yang normal jernih berwarna agak kekuningan, menyelimuti janin di dalam rahim selama masa kehamilan. Warna air ketuban kehijauan atau kecoklatan menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan mekonium (kotoran yang terbentuk sebelum lahir, pada keadaan normal keluar setelah lahir saat pergerakan usus yang pertama kali). Hal ini dapat menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stres. Keadaan hipoksia menyebabkan peristaltik usus dan relaksasi otot sfingter ani, maka mekonium dapat keluar melalui anus. Seorang neonatus dapat menghirup cairan tersebut sehingga mengakibatkan masalah pernapasan yang serius yaitu sindrom aspirasi mekonium (SAM) yang membutuhkan penanganan yang tepat. Apabila seorang klinikus
melihat mekonium selama proses persalinan, dapat dilakukan pemberian amnioinfusion bagi ibu dengan harapan dapat mencegah berbagai komplikasi pada neonatus. Dijumpainya mekonium di dalam air ketuban meninggalkan bekas atau sejumlah bukti. Apabila mekonium berada selama empat jam atau lebih di dalam air ketuban, maka dasar kuku (nail bed) janin akan berwarna dan kalau berada di dalam air ketuban duapuluh empat jam atau lebih verniks kaseosa akan ikut berwarna. Selaput ketuban dan tali pusat pun akan berwarna oleh mekonium dalam waktu tiga jam dan makrofag dalam satu jam. Cairan yang berwarna merah jambu menunjukkan perdarahan yang baru terjadi, sedangkan air ketuban yang berwarna seperti anggur menunjukkan adanya riwayat perdarahan. Tanda warna air ketuban tersebut kemungkinan trivial tetapi dapat membantu menentukan penyebab yang mungkin (Kosim, 2010). ASFIKSIA PERINATAL Asfiksia perinatal adalah kurangnya aliran darah atau pertukaran gas ke atau dari janin pada periode segera sebelum, selama, atau setelah proses kelahiran. Asfiksia perinatal dapat menyebabkan sekuele sistemik dan neurologis yang mendalam akibat penurunan aliran darah dan / atau oksigen ke janin atau bayi selama periode peripartum. Ketika pertukaran gas plasenta (prenatal) atau paru (pasca-natal) terganggu atau berhenti sama sekali, terjadi kekurangan oksigen parsial (hipoksia) atau komplit (anoksia) oksigen ke organ vital. Ini menghasilkan hipoksemia progresif dan hiperkapnia. Jika hipoksemia cukup parah, jaringan dan organ vital (otot, hati, jantung, dan akhirnya otak) akan mengembangkan hutang oksigen. Glikolisis anaerob dan asidosis laktat akan terjadi. Ensefalopati hipoksikiskemik neonatal merujuk secara spesifik pada gejala sisa neurologis dari asfiksia perinatal. Kriteria diagnostik untuk ensefalopati hipoksik-iskemik neonatal adalah sebagai berikut:
Asidosis metabolik dengan pH <7,0 (pada tali pusat atau sampel darah bayi) Base Deficit -12 Skor APGAR = lima pada 10 menit dengan kebutuhan berkelanjutan untuk resusitasi Adanya beberapa kegagalan sistem organ Bukti klinis ensefalopati: hipotonia, gerakan okulomotor atau pupil yang abnormal, isapan yang lemah atau tidak ada, apnea, hiperpnea, atau kejang klinis
Temuan neurologis tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lain (kesalahan metabolisme bawaan, kelainan genetik, kelainan neurologis bawaan, efek pengobatan) Patofisiologi Ada tiga tahap cedera otak pada ensefalopati hipoksik-iskemik. Pertama, ada cedera neuron primer primer yang terjadi karena gangguan oksigen dan glukosa ke otak. Ini menurunkan ATP dan menyebabkan kegagalan pompa NaK yang bergantung pada ATP. Sodium memasuki sel diikuti oleh air, menyebabkan pembengkakan sel, depolarisasi luas, dan kematian sel. Kematian sel dan lisis menyebabkan pelepasan glutamat, asam amino perangsang, yang menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler dan selanjutnya kematian sel. Setelah cedera segera adalah periode laten sekitar enam jam, di mana reperfusi terjadi, dan beberapa sel pulih. Cedera neuron sekunder yang terlambat terjadi selama 24-48 jam ke depan karena reperfusi menyebabkan aliran darah ke dan dari daerah yang rusak, menyebarkan neurotransmitter toksik dan memperluas area otak yang terpengaruh.
Etiologi Asfiksia perinatal dapat terjadi karena kompromi hemodinamik maternal (emboli cairan amnion), kondisi uterus (ruptur uterus), atau plasenta dan tali pusat (solusio plasenta, simpul atau kompresi tali pusat) dan infeksi. Asfiksia dapat terjadi sebelum kelahiran atau dapat terjadi segera setelah kelahiran pada pasien berkompromi yang membutuhkan resusitasi. Sebagian besar kasus asfiksia perinatal terjadi intrapartum, meskipun 20% terjadi antepartum dan kasus lain terjadi pada periode awal pascakelahiran. Asfiksia perinatal dapat terjadi karena kejadian maternal (perdarahan, emboli cairan amniotik; kolaps hemodinamik), kejadian plasenta (solusio akut), kejadian uterus (pecah), kejadian tali pusat (tali nuchal ketat, prolaps / avulsi tali pusat) dan infeksi intrapartum (demam maternal dalam persalinan). Sejarah obstetrik dan peripartum yang cermat sangat penting untuk menentukan etiologinya.
Tatalaksana
Hipotermia terapeutik adalah pengobatan untuk ensefalopati hipoksiaiskemik neonatal. Setelah cedera neuron primer primer, di mana terjadi gangguan oksigen dan glukosa ke otak, ada periode laten hingga 6 jam sebelum fase sekunder cedera terjadi karena area yang cedera reperfusi, dan sel-sel yang rusak lisis, melepaskan neurotransmitter toksik. Tujuan dari terapi hipotermia adalah untuk intervensi selama periode laten dan meminimalkan kerusakan dari cedera saraf sekunder. Hipotermia terapeutik, ketika dimulai dalam enam jam setelah cedera mengurangi mortalitas dan kecacatan parah dari 62% menjadi 48% dan meningkatkan kelangsungan hidup dengan hasil normal dari 24% menjadi 40% dengan jumlah yang diperlukan untuk mengobati enam hingga tujuh. Pendinginan seluruh tubuh tampaknya lebih efektif dalam mengurangi kematian daripada pendinginan kepala selektif, tetapi kedua modalitas efektif dalam mengurangi kecacatan parah dan hasil gabungan kematian dan kecacatan parah. Bayi dengan ensefalopati sedang (Sarnat Stage II) mendapat manfaat paling banyak dari hipotermia terapeutik. Yang penting, pendinginan tampaknya tidak mengurangi kematian dengan biaya kerusakan neurologis yang lebih parah pada korban. Efek samping yang terkait dengan hipotermia terapeutik termasuk vasokonstriksi perifer, diuresis, disfungsi jantung, aritmia, koagulopati, trombositopenia, disfungsi leukosit, hipertensi paru, dan sklerema (deposit kalsium pada kulit). Hipotermia terapeutik dapat diberikan dengan aman dengan peralatan khusus dan pemantauan di pusatpusat medis yang canggih. 4. Menjelaskan catatan ibu sebelum melahirkan - TORCH TORCH
adalah
suatu
pemeriksaan
untuk
Toxoplasma,
Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes Simplex Virus. Protozoa Toxoplasma gondii jika tertelan akan menyebabkan penyakit Toxoplasmosis, hal ini terkait kehamilan bisa mengakibatkan beberapa kecacatan seperti abortus spontan. Tanda dan gejala dari toxoplasmosis umumnya dikenali setelah kelahiran. Untuk penatalaksanannya sang ibu bisa diberi spiramycin. Rubella pada ibu gejalanya cukup ringan seperti demam, malaise dan infeksi saluran kemih, akan tetapi jika penularan terjadi kepada janin maka dapat terjadi Congenital Rubella Syndrome (CRS). Congenital Rubella Syndrome terdiri dari trias gejala antara lain katarak, defek jantung dan tuli sensoneural. Cytomegalovirus mengakibatkan gejala seperti myalgia dan demam dan
antiviral bisa diberikan kepada sang ibu yang terinfeksi. Jika janin terpapar maka bisa terjadi kerusakan di SSP dan kerusakan pada ocular atau auditory. Herpes Simplek virus termasuk yang jarang jika dikaitkan dengan penularan vertical, sehingga biasanya bayi terpapar saat prosesi persalinan. Gejala umumnya asimtomatik, tp pada bayi bisa terjadi encephalitis.
5. Menjelaskan manfaat, indikasi, kontraindikasi dan edukasi ASI
INISIASI MENYUSUI DINI Langkah 1: Lahirkan, lakukan penilaian pada bayi keringkan 1. Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran 2. Sambil meletakkan bayi di perut bawah ibu, lakukan penilaian apakah bayi perlu resusitasi atau tidak. Jika bayi stabil tidak memerlukan resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks. Verniks akan membantu menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem. 4. Hindari mengeringkan punggung tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan bayi membantu bayi mencari puting ibunya yang berbau sama. 5. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus kemudian suntikan oksitosin 10 UI intramuskular pada ibu. Langkah 2: Melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi selama paling sedikit 1 jam. 1. Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap didada Ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu tapi lebih rendah dari puting. 2. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. 3. Lakukan kontak kulit bayi ke kulit ibu di dada Ibu paling sedikit 1 jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Jika perlu, letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara Ibu dan bayi. Hindari membersihkan payudara ibu.
4. Selama kontak kulit bayi ke kulit Ibu tersebut, lakukan manajemen aktif kala 3 persalinan Langkah 3: biarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu.
Manfaat Pemberian ASI 1. ASI dapat mengurangi tingkat depresi pada ibu. Sebuah penelitian terhadap 14 ribu ibu baru, yang dimuat dalam Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak, menunjukkan ibu yang menyusui cenderung terhindar dari masalah kesehatan mental. Satu dari sepuluh perempuan dunia rentan terkena depresi, namun jumlah itu turun saat perempuan punya kesempatan untuk memberikan ASI. 2. ASI meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi. Ibu meneruskan zat antibodi mereka lewat ASI kepada bayi-bayi mereka, sehingga bayi dapat membentuk sistem pertahanan tubuh yang kuat untuk melawan virus flu dan infeksi. 3. ASI membantu memperkuat ikatan emosional antara anak dan ibu mereka. Kedekatan ini merupakan katalis dalam membangun hubungan yang kuat antara orang tua dengan anak-anak mereka karena anak akan merasa lebih terlindungi dan beradaptasi dengan dunia baru di sekitar mereka. 4. ASI membuat anak lebih cerdas. Meskipun demikian, masih diperdebatkan oleh para pakar, apakah kecerdasan itu dipicu kandungan asam lemak dalam ASI ataukah ikatan emosional yang terbentuk antara orang tua dan anak selama proses menyusui berlangsung. 5. ASI mengurangi risiko obesitas. ASI membantu bayi untuk memilih makanan lebih baik di kemudian hari, yang pada akhirnya memperkecil risiko obesitas. ASI adalah makanan yang mudah dicerna bayi, sangat bergizi, dan membantu bayi memutuskan berapa banyak yang bisa dia konsumsi dan kapan meminumnya. 6. ASI menjadikan anak-anak berperilaku lebih baik. Anak-anak yang minum ASI dan mampu membentuk ikatan emosional dengan kedua orang tuanya selama proses menyusui, mampu mengembangkan perilaku yang lebih baik daripada yang tidak. Namun jika ikatan itu tidak terbentuk, dampaknya bisa berlawanan. 7. Nutrisi dalam ASI membantu otak anak berkembang sempurna dan lebih baik daripada nutrisi dalam susu formula. 8. ASI membantu ibu menurunkan berat badan. Proses menyusui membakar banyak kalori dalam tubuh ibu, sehingga berat badan berlebih selama hamil dapat cepat turun. 9. ASI mengurangi risiko kanker pada ibu, terutama kanker payudara dan indung telur.
10. ASI membantu keluarga menghemat anggaran rumah tangga karena gratis. Kontraindikasi ASI KONTRA INDIKASI PADA IBU Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong berat, tak dianjurkan memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang otot polos. Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi, menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu hingga kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung. Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan dipengaruhi obat-obatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya. Konsultasikan pada dokter mengenai boleh-tidaknya pemberian ASI pada bayi dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang dikonsumsi. Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentubayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali tak boleh memberi ASI pada bayi. Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya sel - sel karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa menyusu ibu ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan menghentikan pemberian ASI. Obat-obatan antikanker yang dikonsumsi, bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi. Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayinya.
Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusu mengalami gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi jadi terganggu. Ketujuh, ibu dengan tuberkulosis. Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tak menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu harus menggunakan masker. Tentu saja ibu harus menjalani pengobatan secara tuntas. Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, boleh-tidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si bayi. KONTRA INDIKASI PADA BAYI Kontra indikasi pada bayi, antara lain: pertama, bayi kejang. Kejang kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusu. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusu. Kedua, bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paruparu atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tidak memungkinkan untuk menyusu, namun setelah keadaan membaik tentu dapat disusui. Misalnya bayi dengan kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (Very Low Birth Weight). Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLSR belum baik sehingga tidak memungkinkan untuk menyusu. Ketiga, bayi dengan cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis, palatoskisis bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusu. Edukasi a. Pemberian ASI eksklusif maksimal hingga usia 6 bulan kemudian diikuti pemberian makanan pendamping hingga usia 24 bulan b. Pemberian ASI maksimal 3 jam kemudian berganti ke payudara satunya
c. Usahakan hindari penggunaan dot untuk melatih oral-training bayi
Rawat Gabung Dalam bab-bab yang lain telah dijabarkan mengenai manfaat ASI, bagaimana ASI diproduksi dan hal-hal apa yang dapat membantu meningkatkan produksi ASI. Rawat gabung merupakan salah satu hal yang telah diketahui dapat membantu meningkatkan produksi ASI. Dalam bab ini akan dibicarakan antara lain mengenai pengertian rawat gabung, manfaat rawat gabung, hal-hal yang harus dipersiapkan untuk melakukan rawat gabung, masalahmasalah yang timbul dalam pelaksanaan rawat gabung dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Pengertian Rawat gabung adalah membiarkan ibu dan bayinya bersama terus menerus. Pada rawat gabung / rooming-in bayi diletakkan di box bayi yang berada di dekat ranjang ibu sehingga mudah terjangkau. Ada satu istilah lain, beddingin, yaitu bayi dan ibu berada bersama-sama di ranjang ibu. Manfaat rawat gabung 1. Mempercepat mantapnya dan terus terlaksananya proses menyusui. Dengan rawat gabung ibu dapat memberi ASI sedini mungkin, juga lebih mudah memberikan ASI. Adanya kontak terus menerus antara ibu dan bayinya memungkinkan ibu segera mengenali tanda-tanda bayinya ingin minum sehingga ibu/bayi dapat menyusui/menyusu on demand. Ibu yang melakukan rawat gabung menghasilkan ASI yang lebih banyak, lebih dini, menyusui lebih lama, dan lebih besar kemungkinannya menyusui eksklusif dibandingkan ibu yang tidak melakukan rawat gabung. 2. Memungkinkan proses bonding Rawat gabung akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayinya. Makin banyak waktu ibu bersama bayinya, makin cepat mereka saling mengenal. Ibu siap memberikan respon setiap saat. Rawat gabung juga menurunkan hormon stres pada ibu dan bayi. 3. Menurunkan biaya Pihak rumah sakit dapat menekan biaya karena tidak perlu membangun dan memelihara ruang bayi sehat, tidak perlu mengeluarkan gaji untuk petugas ruang bayi sehat, juga biaya yang harus dikeluarkan bila bayi menjadi sakit dapat dikurangi. Turn over lebih cepat.
4. Peralatan minimal Bila dilakukan bedding-in maka akan mengurangi pembelian boks bayi. Tidak memerlukan botol susu. 5. Tidak ada tambahan tenaga Tidak perlu menambah tenaga untuk ruang bayi sehat, karena untuk rawat gabung dapat memanfaatkan tenaga yang sudah ada di ruang nifas. 6. Menurunkan infeksi Adanya kontak kulit dengan kulit antara bayi dan ibunya memungkinkan bayi terpapar pada bakteri-bakteri normal pada kulit ibu, yang dapat melindungi bayi terhadap kumankuman berbahaya. Kolostrum yang mengandung banyak antibodi, yang segera didapat bayi, juga melindungi bayi terhadap penyakit infeksi. 7. Keuntungan untuk bayi Bayi yang dirawat gabung akan lebih jarang menangis, lebih mudah ditenangkan, lebih banyak tidur. Mereka minum lebih banyak dan berat badannya lebih cepat naik. Ikterus lebih jarang terjadi. Bayi juga lebih hangat karena berada dalam kontak terus menerus dengan kulit ibunya. 8. Melatih ketrampilan ibu merawat bayinya sendiri Tindakan perawatan bayi yang dilakukan di dekat ibunya akan membantu ibu untuk melatih ketrampilan merawat bayinya sendiri, sehingga pada saat pulang ibu sudah tidak canggung lagi merawat bayinya. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu. Persiapan 1. Mempersiapkan alat dan sarana a) Kebutuhan bayi Bayi dapat tidur di ranjang ibunya atau di dalam boksnya sendiri. Boks bayi sebaiknya diletakkan di tempat yang mudah dijangkau ibunya, jadi dianjurkan diletakkan di samping tempat tidur ibu, bukan di dekat kaki ibu. Siapkan juga alat-alat perawatan bayi dan pakaian bayi di dekat ibu, agar ibu juga dapat merawat bayinya dengan mudah. b) Kebutuhan ibu Sediakan tempat tidur yang rendah untuk ibu supaya ibu tidak kesulitan naik turun tempat tidur bila ingin menyusui atau merawat bayinya. Bila tempat tidur yang tersedia tinggi, sediakan anak tangga untuk membantu ibu naik turun tempat tidur. Sediakan juga meja pasien agar ibu dapat menaruh keperluannya dan keperluan bayinya di tempat yang terjangkau. c) Sarana lain Siapkan lemari pakaian untuk keperluan pakaian ibu dan pakaian bayinya. Untuk di ruangan perlu disiapkan tempat mandi bayi yang portabel serta perlengkapannya agar kegiatan memandikan bayi dapat dilakukan di dekat
ibu. Sediakan juga tempat cuci tangan ibu, kamar mandi dan wc tersendiri. Bel untuk memanggil petugas harus disediakan di tempat yang mudah dijangkau ibu. Bahan bacaan, leaflet mengenai petunjuk perawatan ibu menyusui dan perawatan nifas dapat disediakan untuk dibaca oleh ibu. 2. Membuat kriteria/syarat rawat gabung Tidak semua bayi baru lahir dapat menjalani rawat gabung. Perlu dibuat suatu kriteria/syarat untuk menentukan bayi mana saja yang dapat menjalani rawat gabung. Kriteria yang dapat dipakai adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bayi normal, tidak mempunyai cacat bawaan berat Nilai APGAR menit ke 5 lebih dari 7 Keadaan stabil Berat badan lahir >2500-4000 gram Umur kehamilan 37-42 minggu Tak ada faktor risiko Ibu sehat
DAFTAR PUSTAKA
CDC. 2018. Contraindications to Breastfeeding or Feeding Expressed Breast Milk to Infants. https://www.cdc.gov/breastfeeding/breastfeeding-specialcircumstances/contraindications-to-breastfeeding.html. Diakses pada 28 feb 2019 CDC. 2018. Hepatitis B or C Infections. https://www.cdc.gov/breastfeeding/breastfeeding-specialcircumstances/maternal-or-infant-illnesses/hepatitis.html. Diakses pada 28 feb 2019 Gilliam-Krakakuer M, Junior GWC. 2018. Birth Asphyxia. www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430782/. Diakses pada 28 Februari 2019 Guyton, Arthur C. et Hall, John E. 2007. Fisiologi Fetus dan Neonatus dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC. Hegar, B. (2013). Mengapa Ibu harus menyusui ?. [online] IDAI. Available at: http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/mengapa-ibu-harusmenyusui-2 [Accessed 3 Mar. 2019]. Idai. 2013. Rawat Gabung. [Online] Ikatan Dokter Anak Indonesia.http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/rawat-gabung (diakses 3 Maret 2019) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Inilah Sepuluh Manfaat ASI. http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/pdf.php?id=116100600 005. Diakses pada 27 Februari 2019 Kosim, MS et al. (2010). Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Purwadianto, Agus dan Budi Sampurna.2013. Kedaruratan medik. Tangerang : Binarupa Aksara.
Roesli, U. (2008). Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda Soetjiningsih et.al. 2012. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC