BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap peraturan mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh pembuatnya. Kalau kita meninjau tata urutan pada hukum positif maka tujuan pembuatannya tidak lain adalah ketentraman masyarakat, yaitu mengatur sebaik-baiknya dan menentukan batas-batas hak dan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain. Tujuan-tujuan yang bernilai tinggi dan abadi tidak menjadi perhatian aturan-aturan hukum positif kecuali hukum Islam yang sudah menjadi hukum positif. Islam sebagi (agama) wahyu dari Allah SWT yang berdimensi rahmatan li al ‘alamin memberi pedoman hidup kepada manusia secara menyeluruh, menuju tercapainya kebahagiaan kehidupan rohani dan jasmani serta untuk mengatur tata kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun bermasyarakat. Sebaliknya, persepsi atas konsep hukum d luar Islam semata-mata menekankan pada sisi kehidupan bermasyarakat, sementara aturan yang berkaitan dengan sisi kehidupan individu tidak dinamakan hukum meliankan disebut norma, budi pekerti, atau susila. Alasannya karena hukum sebagai produk dari hasil proses kehidupan manusia dalam masyarakat, seperti diungkap oleh Cicero, yaitu Ubi Societas Ibi Ius artinya diaman ada masyarakat disitulah terdapat hukum. Secara umum tujuan penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah SWT adalah untuk kepentingan, kemaslahatan dan kebehagiaan manusia seluruhnya, baik di dunia maupun di akhirat. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pengertian Hukum Islam? 2. Bagaimana Maksud Tujuan Hukum Islam? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui Pengertian Hukum Islam. 2. Mengetahui Tujuan Hukum Islam.
1|Tujuan Hukum Islam
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Islam
Istilah hukum islam berasal dari dua kata, hukum dan islam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian hukum yaitu peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; 2 undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3 patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; 4 keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis;1 Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (Muhammad Daud Ali, 1996: 38) Dalam wujudnya, hukum ada yang tertulis dalam bentuk undang-undang seperti hukum modern (hukum Barat) dan ada yang tidak tertulis seperti hukum adat dan hukum Islam.2 Kata yang kedua yaitu islam, secara bahasa istilah islam memiliki arti pasrah, patuh atau selamat.3 Menurut Mahmud Syaltout didefinisikan sebagai agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya (Mahmud Syaltout, 1966: 9) Dengan memahami arti dari kedua kata yang ada dalam istilah hukum Islam ini, dapatlah dipahami bahwa hukum Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah SWT. dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur tingkah laku manusia di tengahtengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam.4 Setelah melihat pengertian di atas, sekiranya dapat digambarkan bahwa ‘hukum islam’ di sini yang sedang dibahas adalah maksudnya syariat (hukum-hukum yang bersumber dari alquran dan hadis).
1
https://kbbi.web.id/hukum, Dikunjungi pada 30 Maret 2019, 11/45 Dr. Marzuki, M.Ag., Tinjauan Umum Tentang Hukum Islam, (Universitas Negeri Yogyakarta), hlm.1 3 http://kbbi.web.id/islam diakses pada Kamis 14 Maret 2019 pukul 21:17 WIB 4 Dr. Marzuki, M.Ag., Tinjauan Umum Tentang Hukum Islam, hlm. 2 2
2|Tujuan Hukum Islam
B. Tujuan Hukum Islam Dalam makalah kali ini, agar tidak dianggap keluar dari pembahasan, istilah tujuan hukum islam kami ganti menjadi dengan sebutan maqashid syari’ah. Secara etimologi, Maqâshid merupakan bentuk jamak (plural) dari kata maqshid.5 yang terbentuk dari huruf qâf, shâd dan dâl, yang berarti kesengajaan atau tujuan.6 Sedangkan kata al-syarî’ah secara etimologi berasal dari kata syara’a yasyra’u syar’an yang berarti membuat shari’at atau undang-undang, menerangkan serta menyatakan. Wahbah al-Zuhaili mengatakan bahwa maqâsid al-syarî’ah adalah nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syarî’ah, yang ditetapkan oleh al-Syâri' (pembuat syari’at yaitu Allah dan Nabi Muhammad) dalam setiap ketentuan hukum.7 Sementara al-Syâthibi menyatakan bahwa beban-beban syarî’ah kembali pada penjagaan tujuan-tujuanya pada makhluk. Tujuan-tujuan ini tidak lepas dari tiga macam: dlarûriyyât, hâjiyyât dan tahsîniyyât (primer, sekunder dan tersier). Al-Syâri’ memiliki tujuan yang terkandung dalam setiap penentuan hukum untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.8 Pengaplikasian syarî’at dalam kehidupan nyata (dunia), adalah untuk menciptakan kemaslahatan atau kebaikan para makhluk di muka bumi, yang kemudian berimbas pada kemaslahatan atau kebaikan di akhirat.9 Fathi al-Daryni menyatakan bahwa hukum-hukum itu tidaklah dibuat untuk hukum itu sendiri, melainkan dibuat untuk tujuan lain yakni kemaslahatan.10
5
Muhammad Idris al-Marbawiy, Kamus Idris al-Marbawi; Arab-Melayu, al-Ma’arif, Juz 1, tt., Bandung, hlm. 136 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan (ed), Mac Donald dan Evan Ltd, London ,1980, hlm. 767 7 Wahbah al-Zuhaili, Ushûl al-Fiqh al-Islâmi, Dâr al-Fikri, Damaskus, 1986, cet. Ke-II, hlm. 225 8 Al-Syâthibî, Al-Muawâfaqat Fi Ushul al-Syari’ah, Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Juz II, Beirut, 2003, hlm. 3 9 Ali Mutakin, "Teori Maqasid Al-Syariah dan Hubungannya dengan Metode Istinbath Hukum", Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol 19, No.3, Agustus 2017, hlm.6 10 Fathi Daryni, al-Manâhij al-Ushûliyyah fî Ijtihâd bi al-Ra’yi fî al-Tasyrî’, Dâr al-Kitâb al-Hadîts, Damsyik, 1975, hlm. 28 6
3|Tujuan Hukum Islam
Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni:11 1. Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama) Pemeliharaan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam. Dikarenakan agama merupakan pedoman hidup manusia. Di dalam Islam terdapat komponen akidah yang merupakan pegangan hidup setiap muslim dan akhlak yang merupakan sikap hidup seorang muslim, serta syariah(t) yang menjadi jalan hidup seorang muslim baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun dalam berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Ketiga komponen itu dalam agama Islam berjalin berkelindan. Oleh karena itu, hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin keerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinannya.12 2. Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa) Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua hukum Islam. Hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu, hukum Islam melarang pembunuhan (QS. Al-Israa ayat 33) sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya. 13 3. Hifdz Al’Aql (Memelihara Akal) Pemeliharaan akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam karena dengan mempergunakan akalnya, manusia dapat berpikir tentang Allah, alam semesta, dan dirinya sendiri serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam. Oleh karena itu, pemeliharaan akal menjadi salah satu tujuan hukum Islam. Penggunaan akal harus diarahkan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan hidup manusia dan tidak untuk hal-hal yang merugikan kehidupan. Untuk memelihara akal itulah, hukum Islam melarang orang-orang meminum minuman yang memabukkan, yang dikenal dengan istilah khamer dalam Alquran (Al-Maidah ayat 90) dan menghukum ssetiap perbuatan yang dapat merusak akal manusia.14 4. Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan) 11
http://majelispenulis.blogspot.com/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.html, Diikunjungi pada 4 April 2019, 05.58 12 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Grafindo Persada, 1998), hlm. 63. 13 Ibid,. 14 Ibid, hlm.63-64.
4|Tujuan Hukum Islam
Pemeliharaan
keturunan
merupakan
tujuan
keempat
hukum
Islam.
Pemeliharaan keturunan sangat penting dilakukan agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat manusia dapat diteruskan,merupakan tujuan keempat hukum islam. Hal ini tercermin dalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi QS. An-Nisaa’ ayat 11), larangan-larangan perkawinan yang disebut secara rinci dalam Alquran (QS. An-Nissa’ ayat 23), dan larangan berzina (QS. AlIsraa’ ayat 32). Hukum kekeluargaan dan kewarisan Islam adalah hukum-hukum yang secara khusus diciptakan Allah untuk memelihara kemurnian darah dan kemaslahatan keturunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa dalam Alquran, ayat0ayat hukum mengenai kedua bagian hukum islam ini diatur lebih rinci dan pasti dibandu=ingkan dengan ayat-ayat hukum lainnya. Maksudnya, agar pemeliharaan dan kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya.15 5. Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta) Pemeliharaan harta merupakan tujuan kelima hukum islam. Menurut ajaran Islam, harta adalah pemberian Tuhan kepada Manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum Islam melindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat, dan negara, misalnya dari penipuan (QS. An-Nissa’ ayat 29), pengggelapan (QS. An-Nissa’ ayat 58), perampasan (QS. Al-Maaidah ayat 33), pencurian (QS. Al-Maaidah ayat 38), dan kejahatan lain terhadap harta orang lain. Peralihan harta seseorang setelah ia meninggal dunia pun diatur secara rinci oleh hukum Islam agar peralihan itu dapat berlangsung dengan baik dan adil berdasarkan fungsi dan tanggung jawab seseorang dalam kehidupan tumah tangga dan masyarakat (QS. An-Nissa’ ayat 7, 11, 12, 176, dan lain-lain).16 Adapun menurut Abu Zahra, tujuan penetapan hukum Islam yaitu penyucian jiwa, penegakan keadilan, dan perwujudan kemaslahan. Penyucian jiwa dimaksudkan agar setiap muslim dalam setiap aktivitasnya dapat menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dilingkungannya. Pendekatannya dengan banyak melakukan ibadah yang disyariatkan, karena dengan ibadah tersebut dapat membersihkan jiwa dan dapat memperkokoh hubungan kesetiakawanan sosial (ukhuwah Islamiyah, ukhuwah
15 16
Ibid,. 64 Ibid, hlm.64-65.
5|Tujuan Hukum Islam
insaniyah, dan ukhuwah wathaniyah). Penegakan keadilan diharapkan dapat terwujud dalam tata kehidupan masyarakat muslim, yaitu keadilan yang bertalian dengan sesama umat Islam maupun dalam berhubungan dengan umat yang berbeda keimanan. Pendekatannya dapat dilakukan diantaranya melalui pandangan bahwa setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan peradilan serta tidak ada perbedaan yang didasarkan atas stratifikasi sosial. Selain itu, upaya menjungjung tinggi hak asasi manusia harus dikedepankan, karena Islam mengharamkan tindakan kekerasan, penyiksaan, dan penganiayaan. Perwujudan kemaslahatan adalah kemaslahatan hakiki yang bertalian dengan kepentingan umum, bukan kemaslahatan yang dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau golongan apalagi yang dipengaruhi oleh hawa nafsu.17
17
Zainuddin, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.11.
6|Tujuan Hukum Islam
BAB III PENUTUP KESIMPULAN Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Adapun islam, secara bahasa istilah islam memiliki arti pasrah, patuh atau selamat. Menurut Mahmud Syaltout didefinisikan sebagai agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya. Dengan memahami arti dari kedua kata yang ada dalam istilah hukum Islam ini, dapatlah dipahami bahwa hukum Islam merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah SWT. dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur tingkah laku manusia di tengahtengah masyarakatnya. Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam. Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni: 1. Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama) 2. Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa) 3. Hifdz Al’Aql (Memelihara Akal) 4. Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan) 5. Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta) Adapun menurut Abu Zahra, tujuan penetapan hukum Islam yaitu penyucian jiwa, penegakan keadilan, dan perwujudan kemaslahatan.
7|Tujuan Hukum Islam
DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud. 1998. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: Grafindo Persada) Zainuddin. 2010. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika) Idris al-Marbawiy, Muhammad. Tt. Kamus Idris al-Marbawi; Arab-Melayu, al-Ma’arif. Juz 1. Bandung. Al-Zuhaili, Wahbah. 1986. Ushûl al-Fiqh al-Islâmi. cet. Ke-II. (Damaskus: Dâr al-Fikri) Al-Syâthibî. 2003. Al-Muawâfaqat Fi Ushul al-Syari’ah, Juz 1. (Beirut : Dâr al-Kutub alIlmiyah). Mutakin, Ali. 2017. "Teori Maqasid Al-Syariah dan Hubungannya dengan Metode Istinbath Hukum”. Kanun Jurnal Ilmu Hukum. Vol 19. No.3. Daryni, Fathi. 1975. al-Manâhij al-Ushûliyyah fî Ijtihâd bi al-Ra’yi fî al-Tasyrî’, (Damsyik: Dâr al-Kitâb al-Hadîts) https://kbbi.web.id/hukum . http://majelispenulis.blogspot.com/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.html.
8|Tujuan Hukum Islam