A. Tujuan dan Manfaat Instruksional ( Nama Penyaji : Yohanes Kwee )
1. 2.
3.
a. b.
Materi suatu bidang studi tidak mungkin menjadi milik kita, tanpa dipelajari terlebih dahulu, baik dipelajari sendiri maupun diajarkan oleh pendidik. Proses atau kegiatan mempelajari materi ini terjadi dalam saat terjadinya situasi belajar mengajar atau pengajaran (instruksional). Dari perkatan pengajaran atau instruksional inilah maka timbul istilah tujuan instruksional merupakan bagaian dari pembelajaran, berbagai defenisi tujuan instruksional disampaikan oleh beberapa tokoh diantanya : Robert F. Mager (1962), tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi tingkat kompetensi tertentu, Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981), tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang tersamar (covert), Fred Percival dan Henry Ellington (1984), tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan atau keterampilan peserta didik tertentu yang diharapkan dapat sicapai sebagai hasil belajar. Dari beberapa defenisi diatas maka tujuan instruksional adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta didik sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur. Ada dua macam tujuan instruksional, yaitu: Tujuan Instruksional Umum (TIU), yang menggariskan hasil-hasil bidang studi yang harus dicapai oleh peserta didik. Tujuan Instruksional Khusus (TIK), yang merupakan penjabaran TIU yang menyangkut satu pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu sebagai tujuan pengajaran yang kongkrit dan spesifik, yang dianggap cukup berharga, wajar dan pantas yang dapat direalisasikan dan bertahan lama demi tercapainya tujuan instruksional umum. TIK dapat dibedakn menjadi dua aspek yakni: aspek jenis perilaku yang dituntut oleh peserta didik dan aspek isi yakni aspek terhadap hal yang harus dilakukan.
2. Manfaat Tujuan Instruksional Dalam pembaharuan system pendidikan yang berlaku di Indonesia sekarang ini, setiap guru dituntut untuk mengetahui tujuan pembelajaran dari kegiatannya mengajar dengan titik pendidik kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu dalam merancang system belajar yang akan dilakukannya, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tujuan instruksional. Adapun manfaat tujuan instruksional adalah: a. Pendidik mempunyai arah untuk memilih bahan pelajaran dan memilih prosedur (metode) mangajar, b. Peserta didik mengetahui arah belajarnya,
Setiap pendidik mengetahui batas-batas tugas dan wewenang mengajarkan suatu bahan sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah (gap) atau saling menutup (overlap) antar pendidik, d. Pendidik mempunyai patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar peserta didik, e. Pendidik sebagai pelaksana dan petugas-petugas pemegang kebijaksanaan (decision maker) mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efiensi pengajaran. c.
Maka kesimpulan yang dapat saya ambil dari tujuan dan manfaat instruksional Tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat pengajaran. Tujuan instruksional ada dua macam yaitu: 1. Tujuan instruksional umum (TIU), adalah hasil belajar peserta didik setelah selesai belajar dan dirumuskan dengan suatu pernyataan yang bersifat umum. 2. Tujuan instruksional khusus (TIK), adalah penjabaran-penjabaran dari tujuan umum. Bekerja tanpa diketahui arahnya sama halnya dengan berlayar tanpa diketahui arah tujuannya maka tujuan instruksional sangat berguna bagi pendidik karena di antaranya: 1. Pendidik mempunyai arah untuk memilih bahan pelajaran dan memilih prosedur (metode) mangajar. 2. Peserta didik mengetahui arah belajarnya, 3. Setiap pendidik mengetahui batas-batas tugas dan wewenang mengajarkan suatu bahan sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah atau saling menutup antar pendidik. Pendidik mempunyai patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar peserta didik. Pendidik sebagai pelaksana dan petugas-petugas pemegang kebijaksanaan mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efiensi pengajaran. C. PERENCANAAN DESAIN INSTRUKSIONAL ( Nama Penyaji : Yohanes Kwee ) engertian desain Instruksional Desain merupakan kerangka, bentuk atau rancangan.langkah pertama dalam fase pengembangan bagi setiap produk atau sistem yang direkayasa. Desain juga dapat didefinisikan berbagai proses aplikasi berbagai teknik dan prinsip bagi tujuan pendefinisian suatu perangkat, suatu proses atau sistem dalam detail yang memadai untuk memungkinkan realisasi fisiknya. Tujuan desainer adalah untuk menghasilkan suatu model atau representasi dari entitas yang kemudian akan dibangun. Desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara pendidik dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang “perlakuan” berbasis-media untuk membantu terjadinya
transisi. Sebagai suatu disiplin, desain pembelajaran secara historis dan tradisional berakar pada kognitif dan perilaku. Dengan kata lain, desain intruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pembelajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar. Pendekatan sistem dalam pendidikan dapat mencakup beberapa daerah bidang garapan. Misalnya pendekatan sistem kurikulum, sistem pembelajaran, sistem implementasi, sistem implementasi dan sebagainya. Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran ialah sebagai berikut : a)
Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual.
b)
Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang.
c)
Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal.
d)
Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia.
e)
Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem.
Pengembangan tersebut dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi disamping proses belajar. Prinsip – Prinsip Desain Instruksional (berdasarkan Teori Belajar / Psikologi dan hasil penelitian) : 1. Pengulangan respon yang menyenangkan (pengulangan) 2. Tujuan tujuan instruksional yang jelas (penciptaan kondisi perilaku belajar, metode dan media) 3. Pemberian penguatan (umpan balik nilai, pujian, penghargaan) 4. Pemberian contoh dari alam nyata 5. Pemberian contoh dan non-contoh 6. Perhatian dan ketekunan 7. Pemecahan materi menjadi lebih kecil 8. Penggunaan model 9. Pemecahan keterampilan umum menjadi keterampilan khusus 10. Pemberian informasi kemajuan belajar 11. Perbedaan kecepatan belajar (prasyarat / entry behavior) 12. Mengatur sendiri waktu, cara dan sumber Desain Instruksional dapat dilakukan melalui 2 pendekatan :
1. Pendekatan-pengetahuan (knowledge-oriented); peserta harus dapat menjelaskan prinsipprinsip desain instruksional 2. Pendekatan-produk (product-oriented), peserta diharuskan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam mendesain sesuatu, menghasilkan produk desain Model-model desain Instruksional Ada banyak tokoh yang mengemukakan pendapatnya terkait model pengembangan desain instruksional. Beberapa model pengembangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1. Model Wong dan Roulerson. Wong dan Roulerson mengemukakan enam langkah pengembangan desain instruksional yaitu : a)
Merumuskan tujuan.
b)
Menganalisis tujuan tugas belajar.
c)
Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan memilih kondisi belajar yang tepat.
d)
Memilih metoda dan media.
e)
Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran.
f)
Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan memberi umpan balik.
2. Model Banathy Secara garis besar, model desain intruksional Banathy meliputi enam langkah pokok, yaitu : a)
Merumuskan tujuan,
b)
Mengembangkan tes.
c)
Menganalisis kegiatan belajar.
d)
Mendesain sistem intruksional.
e)
Melakasanakan kegiatan dan mengetes hasil.
f)
Merumuskan tujuan intruksional
3. Model IDI (Instructional Development Institute).
IDI telah dikembangkan di beberapa negara Asia-Eropa, setelah berhasil di ratusan institusi pendidikan di Amerika. Model ini menggunakan model pendekatan sistem yang meliputi tiga tahapan, yaitu: a)
Pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau disebut need assessment. Need assessment ini berusaha mencari perbedaan antara apa yang ada dan apa yang idealnya. Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu ditentukan prioritas mana yang lebih dahulu dan mana yang selanjutnya. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu karakteristik siswa, kondisi, dan sumber-sumber yang relevan. b)
Pengembangan (develope)
Identifikasi tujuan, yaitu dengan menganalisis terlebih dahulu tujuan instruksional yang hendak dicapai, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK merupakan penjabaran lebih rinci dari TIU. TIK diperlukan karena: 1) Membantu siswa dan guru untuk memahami apa yang diharapkan sebagai hasil dari kegiatan instruksional. 2)
TIK merupakan building blocks dari pembelajaran yang diberikan.
3) TIK merupakan indikator tingkah laku yang harus dicapai siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan. Dalam menentukan metoda pembelajaran, ada beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain: 1)
Metoda apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2)
Bagaimana urutan bahan yang akan disajikan.
3) Bentuk instruksional apa yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisinya (ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individu/kelompok, dan lain-lain) c)
Penilaian (evaluate)
Setelah program instruksional disusun, diadakan tes uji coba untuk menentukan kelemahan dan keunggulan, serta efisiensi dan keefetifan dari program yang dikembangkan. 4. Model ISD (Instructional system design).
Rancangan sistem pembelajaran merupakan prosedur terorganisir yang mencakup langkahlangkah menganalisis, merancang, mengembangkan, melaksanakan dan menilai pembelajaran. Langkah-langkah ini, dalam setiap poses memiliki dasar yang terpisah dalam teori maupun praktek seperti halnya pada proses ISD secara keseluruhan. Dalam pengutaraannya yang lebih sederhana adalah sebagai berikut : a)
Menganalisis adalah mengidentifikasi apa yang dipelajari.
b)
Merancang adalah menspesifikasi proses dan produk.
c)
Mengembangkan adalah memandu dan menghasilkan materi pembelajaran.
d)
Melaksanakan adalah menggunakan materi dan strategi dalam konteks.
e)
Menilai adalah menentukan kesesuaian pembelajaran.
Pada umumnya ISD bersifat linier dan memuat prosedur yang menghendaki kejelian dan konsistensi. Ciri khas rancangan ini adalah semua langkah dilengkapi untuk dapat berfungsi pada setiap komponen sebagai pengontrol dan penyeimbang satu sama lain. 5. Model Robert Mager. Desain instruksional menurut Robert Mager sangat pasti dan jelas dikemukakan, yaitu berupa rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Robert Mager mengungkapkan perumusan TIK secara tertulis dan diinformasikan kepada pendidik dan peserta didik, sehingga keduanya mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang tercamtum dalam TIK. TIK tersebut mengandung satu pengertian atau tidak mungkin ditafsirkan dalam pengertian yang lain. Perumusan TIK merupakan titik permulaan yang sesungguhnya dari proses pengembangan instruksional, sedangkan proses sebelumnya merupakan tahap pendahuluan untuk menghasilkan TIK. Tujuan dari TIK tersebut merupakan satu-satunya dasar dalam menyusun kisi-kisi tes. Dalam TIK, penentuan isi pelajaran disesuaikan dengan apa yang akan dicapai. 6. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) Secara garis besar, model pengembangan PPSI mengikuti pola dan siklus pengembangan yang mencakup hal-hal sebagai berikut : a)
perumusan tujuan.
b)
pengembangan alat evaluasi.
c)
kegiatan belajar.
d)
pengembangan program kegiatan.
e)
pelaksanaan pengembangan.
Perumusan tujuan menjadi dasar bagi penentuan alat evaluasi pembelajaran dan rumusan kegiatan belajar. Rumusan kegiatan belajar lebih lanjut menjadi dasar pengembangan program kegiatan, yang selanjutnya adalah pelaksanaan pengembangan. Hasil pelaksanaan tentunya dievaluasi, dan selanjutnya hasil evaluasi digunakan untuk merevisi pengembangan program kegiatan, rumusan kegiatan belajar, dan alat evaluasi. Kelebihan dari model PPSI antara lain: a) Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran, bukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran. b)
Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis.
c) Dalam pengembangannya melibatkan penilaian ahli, sehingga sebelum dilakukan uji coba di lapangan perangkat pembelajaran telah dilakukan revisi berdasarkan penilaian dan saran serta masukan para ahli. 7. Model Gerlach dan Elly. Model desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely (1971), langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari : a)
Merumuskan tujuan instruksional.
b)
Menentukan isi materi pelajaran.
c)
Menentukan kemampuan awal peserta didik.
d)
Menentukan teknik dan strategi.
e)
Pengelompokan belajar.
f)
Menentukan pembagian waktu.
g)
Menentukan ruang.
h)
Memilih media intruksional yang sesuai.
i)
Mengevaluasi hasil belajar.
j)
Menganalisis umpan balik.
8. Model Dick dan Carey. Model desain instruksional menurut Dick and Carey dibagi menjadi sepuluh tahapan yaitu: a)
Menganalisis Tujuan Pembelajaran.
b)
Melakukan Analisis Pembelajaran.
c)
Menganalisis siswa dan konteks.
d)
Merumuskan tujuan khusus.
e)
Mengembangkan instrumen penilaian.
f)
Mengembangkan strategi pembelajaran.
g)
Mengembangkan materi pembelajaran.
h)
Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Formatif.
i)
Merevisi Pembelajaran.
j)
Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif.
9. Model Briggs. Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional. Susunan atau anggota dari tim tersebut meliputi dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional. Briggs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan dan latihan. Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja. Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pokok desain instruksional menurut Briggs. 10. Model Kemp Desain instruksional yang dikembangkan oleh Kemp juga terdiri dari sepuluh langkah yaitu :
a) Penentuan tujuan instruksional umum (TIU), yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan. b) Menganalisis karakteristik siswa, yaitu dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan. c) Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK), yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut. d) Menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan. e) Mengadakan penjajakan awal (preassesment), langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum. f) Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan, penentuan harus melalui analisis alternatif. g)
Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan.
h) Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya. Kriteria model desain instruksional yang baik. Begitu banyaknya model instruksional yang serupa, dapat mempersulit pemakai untuk memilih model yang terbaik untuk diterapkan dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, alangkah lebih baik apabila model yang dipilih dapat memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Sederhana, yaitu bentuk yang sederhana akan lebih mudah untuk dimengerti, diikuti dan digunakan. 2. Lengkap, yakni suatu model pengembangan desain pembelajaran yang lengkap haruslah mengandung tiga unsur pokok, yaitu identifikasi, pengembangan dan evaluasi. 3. Mungkin diterapkan, artinya model yang dipilih hendaklah dapat diterima dan dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat 4. Luas, yakni jangkauan model tersebut hendaklah cukup luas, tidak saja berlaku untuk pola belajar mengajar yang konvensional, tetapi juga proses belajar mengajar yang lebih luas, baik yang menghendaki kehadiran guru secara fisik maupun yang tidak
5. Teruji, yaitu model yang bersangkutan telah dipakai secara luas dan teruji/terbukti dapat memberikan hasil yang baik. Apabila model-model yang sudah ada ternyata tidak ada yang memenuhi kelima kriteria tersebut maka masih ada kemungkinan untuk mengembangkan model yang baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi pemakai. Mungkin dapat menciptakan model yang baru atau cukup dengan memodifikasi model yang sudah ada.