Tugas_mklb_aj_2018_nurussyifa A.z_101811123045_tsunami Selat Sunda (lampung Selatan).docx

  • Uploaded by: Nurussyifa AZ
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas_mklb_aj_2018_nurussyifa A.z_101811123045_tsunami Selat Sunda (lampung Selatan).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,604
  • Pages: 14
TUGAS INDIVIDU Mata Kuliah Manajemen KLB dan Bencana

Disusun oleh :

Nama

: Nurussyifa Afiana Zaen

NIM

: 101811123045

Kelas

: Alih Jenis - 2

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN AJARAN 2018/ 2019

TUGAS 1

PELAKSANAAN FASE TANGGAP DARURAT BENCANA TSUNAMI SELAT SUNDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

1,2

Nurussyifa Afiana Zaen1, Setya Haksama2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga email: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia termasuk negara yang paling rawan terhadap bencana seperti ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan letusan gunung berapi. Indonesia telah banyak dilanda gempa merusak dan bahkan sering diikuti oleh gelombang tsunami yang dahsyat. Salah satunya adalah bencana tsunami Selat Sunda yang terjadi pada tanggal 22 Desember 2018 malam karena longsoran bawah laut akibat erupsi gunung Anak Krakatau dan dampaknya dirasakan di beberapa daerah, salah satunya di pesisir Kabupaten Lampung Selatan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan tanggap darurat yang dilakukan dalam masa tanggap darurat bencana tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan guna evaluasi dan pengembangan di masa mendatang. Masa tanggap darurat bencana tsunami di Kabupaten Lampung Selatan berlangsung selama empat minggu yaitu mulai tanggal 22 Desember 2018 sampai dengan 19 Januari 2019. Prioritas pada masa tanggap darurat yang dilaksanakan adalah pencarian dan penyelamatan korban, serta penanganan para korban luka dan pengungsi. Terhitung tanggal 5 Januari 2019 tercatat korban tsunami di Kabupaten Lampung Selatan antara lain 120 orang meninggal dunia, 8.304 orang luka, 6.999 orang mengungsi, serta sebanyak 543 rumah rusak berat, 70 rumah rusak sedang dan 97 rumah rusak ringan. Sebagai tindak lanjut, pemerintah menyediakan hunian baru untuk para korban tsunami Selat Sunda di wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Kata kunci: tsunami Selat Sunda, tanggap darurat, Kabupaten Lampung Selatan.

PENDAHULUAN

Letak geografis Indonesia di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam dari dataran sampai pegunungan tinggi, serta daratan dan lautan menyebabkan Indonesia termasuk negara yang paling rawan terhadap bencana. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ribuan pulau besar dan kecil (sekitar 13.677 pulau) serta memiliki garis pantai yang sangat panjang yaitu sekitar 80 ribu kilo meter. Berdasarkan data Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Fisik Bencana Indonesia, Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, dan letusan gunung berapi. Indonesia telah banyak dilanda gempa merusak dan bahkan sering diikuti oleh gelombang tsunami yang dahsyat. Kepulauan di Indonesia mempunyai risiko besar terhadap gempa bumi, dimana 80% dari wilayah Indonesia terletak di daerah seismik yang berisiko tinggi di dunia. Dengan

mengetahui

potensi

negara

Indonesia

terhadap

segala

kemungkinan bencana yang terjadi, sudah seharusnya manajemen penanggulangan bencana di Indonesia dilaksanakan dengan baik dan melibatkan seluruh masyarakat Indonesia. Salah satunya yang akan dibahas dalam artikel ini mengenai manajemen penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat pada bencana tsunami selat sunda di wilayah Kabupaten Lampung Selatan yang terjadi pada 22 Desember 2018.

METODE PENELITIAN

Maksud dari penelitian ini adalah melakukan kajian analisis mengenai pelaksanaan fase tanggap darurat bencana

tsunami

yang terjadi pada 22

Desember 2018 di wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui proses tanggap darurat yang telah dilakukan guna evaluasi dan pengembangan di masa mendatang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kejadian Bencana Tsunami Penanganan bencana (disaster management) merupakan proses yang dinamis, terpadu dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan serangkaian kegiatan yang meliputi pencegahan (preventive), mitigasi, kesiapsiagaan (preparedness), tanggap

darurat,

evakuasi,

rehabilitasi

dan

pembangunan kembali

(reconstruction). Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Kemudian menurut BPBD Provinsi Lampung, sistem peringatan dini menjadi bagian penting dari mekanisme kesiapsiagaan masyarakat, karena peringatan dapat menjadi faktor kunci penting yang menghubungkan antara tahap kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Pada tanggal 22 Desember 2018 malam, Indonesia dilanda duka akibat terjadinya tsunami Selat Sunda yang dampaknya dirasakan di beberapa daerah, salah satunya di pesisir Kabupaten Lampung Selatan. Kejadian tsunami Selat Sunda merupakan fenomena baru di Indonesia, yaitu tsunami yang terjadi karena longsoran bawah laut akibat erupsi gunung Anak Krakatau yang mana gunung tersebut berada di bawah permukaan air laut. Adapun bencana ini menuai permasalahan di masyarakat karena tidak adanya peringatan dini yang dikeluarkan BMKG setempat terkait pemberitahuan akan potensi terjadinya tsunami. Menurut BMKG, penyebab dari tidak

adanya peringatan dini adalah karena tsunami Selat Sunda terjadi akibat pengaruh erupsi gunung berapi sehingga tidak terdeteksi yang mana pada kejadian bencana tsunami sebelum-sebelumnya biasanya diawali dengan adanya gempa yang kemudian akan muncul peringatan dini tsunami jika kekuatan gempa tersebut memicu potensi terjadinya tsunami. Setelah bencana tsunami Selat Sunda terjadi pada tanggal 22 Desember 2018, di Kabupaten Lampung Selatan dilakukan tanggap darurat bencana untuk menyelamatkan korban yang masih memiliki harapan hidup maupun menemukan korban-korban meninggal. Masa tanggap darurat di Kabupaten Lampung Selatan ditetapkan berlangsung selama 7 hari, dari 2329 Desember 2018. Prioritas utama dalam masa tanggap darurat ini adalah pencarian dan penyelamatan korban, serta penanganan para korban luka dan pengungsi. Kemudian dikarenakan masih banyak korban yang belum ditemukan dan banyaknya pengungsi, masa tanggap darurat diperpanjang selama satu minggu, dari yang semula berakhir 29 Desember 2018 menjadi 5 Januari 2019. Pada tanggal 5 Januari 2019, untuk menyelesaikan proses evakuasi korban yang belum ditemukan maupun belum teridentifikasi, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang kembali masa tanggap darurat selama dua minggu, sehingga yang semula berakhir 5 Januari 2019 menjadi 19 Januari 2019. Selain itu, upaya tanggap darurat lain yang dilaksanakan adalah menyediakan posko pengungsian untuk korban terdampak tsunami dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, termasuk kebutuhan sekolah bagi anak-anak. Sebagai tidak lanjut, pemerintah setempat bersepakat untuk tidak membangun hunian sementara (huntara) tetapi langsung dilakukan pembangunan hunian tetap untuk relokasi dengan menggunakan lahan seluas 2 hektar. Menurut kepala BNPB setempat, Balai Besar Wilayah Sungai Kementerian PU Pera akan melakukan land cleaning, Dinas PU Kabupaten Lampung Selatan akan menyiapkan siteplan, desain dan rencana anggaran, serta bupati Lampung Selatan yang akan mengajukan dana siap pakai BNPB untuk pembangunan hunian tetap dan fasilitasnya dalam

relokasi. Sementara untuk penanganan korban luka-luka maupun meninggal dunia langsung dilarikan ke fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Pelaksanaan masa tanggap darurat bencana tsunami Selat Sunda resmi berakhir pada 19 Januari 2019 dan dilanjutkan memasuki masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami.

B. Permasalahan Kesehatan Akibat Bencana Tsunami Melalui studi literatur dari artikel Potera (2005), ia mengatakan bahwa beberapa penyakit yang dapat terjadi sebagai akibat dari bencana tsunami antara lain penyakit – penyakit yang ditularkan melalui air, seperti malaria dan kolera. Hal tersebut disebabkan karena air laut mencemari air bersih yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk, dan menyebarkan penyakit malaria. Selain itu, terdapat pula penyakit lain akibat bencana tsunami, yaitu seperti penyakit pneumonia yang biasa disebut sebagai “tsunami lung”. Penyakit infeksi paru – paru tersebut muncul ketika para korban yang tersapu oleh gelombang tsunami menghirup air laut yang terkontaminasi dengan lumpur dan bakteri. Akibatnya, paru – paru korban infeksi menjadi bernanah, jika masuk ke aliran darah dan menyebar ke otak, dapat menghasilkan abses dan permasalahan neurologis seperti kelumpuhan.

C. Unit Pelaksana Teknis yang Terlibat Setelah terjadi bencana tsunami Selat Sunda, di wilayah Kabupaten Lampung Selatan dilaksanakan proses tanggap darurat yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pemerintah pusat dan tim SAR gabungan.

D. Dampak Bencana Tsunami Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) setempat, pada tanggal 5 Januari 2019 tercatat korban tsunami di Kabupaten Lampung Selatan antara lain 120 orang meninggal dunia, 8.304 orang luka, dan 6.999 orang

mengungsi, serta sebanyak 543 rumah rusak berat, 70 rumah rusak sedang dan 97 rumah rusak ringan. Sedangkan menurut Kepala Bappeda Lampung Selatan, total kerugian dampak dari tsunami Selat Sunda diperkirakan mencapai Rp 202 miliar diantaranya kerugian pada kerusakan infrastruktur publik mencapai Rp 101 miliar dan kerugian sarana hunian masyarakat, usaha, dan lainnya mencapai Rp 102 miliar.

E. Upaya Penanggulangan Menurut Suhendro (1994) beberapa alternatif upaya penanggulangan bencana tsunami yang dapat ditempuh antara lain:

1. Penataan kembali (relocation) lahan pantai. Misalnya seperti menghindari pembangunan pemukiman yang terletak terlalu dekat dengan garis pantai. Lalu daerah di sepanjang garis pantai setebal 200 meter periu dihijaukan kembali dengan hutan bakau/ mangrove dan pohon – pohon besar lainnya seperti pohon kelapa yang berlapis-Iapis. Selain itu, batu – batu karang juga perlu dibiarkan tumbuh karena dapat berfungsi sebagai pemecah gelombang alami. 2. Melestarikan hutan mangrove, karena hutan mangrove dapat berfungsi sebagai perisai alami pelindung pantai dari ancaman gelombang tsunami, angin kencang, maupun erosi. 3. Pembuatan pemecah gelombang atau overtopping seawall. Salah satu metode untuk melindungi suatu daerah di tepi pantai dari gelombang tsunami adalah dengan membuat pemecah gelombang (breakwater) di laut, atau overtopping seawall di darat. Kedua struktur tersebut harus cukup kuat dan stabil untuk menahan gaya hidrodinamik gelombang dan gaya – gaya lain yang timbul. Cara ini dapat membuat struktur tahan tsunami. Analisis secara rinci terhadap kerusakan struktural bangunan akibat gelombang tsunami dapat memberikan gambaran perkiraan mengenai besar dan karakteristik gaya hidrodinamik yang ditimbulkan oleh suatu tsunami.

Selain itu, baik dari pemerintah atau badan terkait maupun masyarakat harus lebih siap dalam menghadapi peristiwa bencana alam mengingat Indonesia adalah negara rawan bencana. Salah satu tugas pemerintah dan badan terkait adalah dengan melengkapi fasilitas yang dapat membantu meminimalisir dampak suatu bencana seperti berupa alat untuk mendeteksi ancaman dini suatu bencana. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB),

Indonesia

tidak

lagi

memiliki

buoy

untuk

mendeteksi tsunami sejak 2012 silam. Buoy sendiri merupakan sistem pelampung yang diletakkan di tengah laut untuk mendeteksi gelombang pasang dan tsunami. Buoy ini adalah salah satu opsi teknologi pendeteksi dini tercepat atas peluang terjadinya tsunami di wilayah Indonesia, yang mana dipasang di beberapa titik di laut lepas, mulai Samudra Hindia sampai Sumatera, Selatan Jawa dan seterusnya tetapi total 22 buoy yang tersebar di perairan nusantara kondisinya hilang dan rusak total. Adapun kesadaran masyarakat Indonesia juga perlu ditingkatkan mengingat menurut Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, banyak buoy yang hilang disebabkan oleh tidak adanya pengawasan di samudra lepas maupun hilang karena diambil oleh nelayan. Dengan memperhatikan hal – hal demikian, kasus seperti bencana tsunami Selat Sunda yang didahului tanpa peringatan dini tsunami karena merupakan fenomena baru di Indonesia dan tidak tersedianya alat pendeteksi dini tsunami tidak terjadi lagi, yang mana kesiapsiagaan tersebut nantinya dapat mengurangi korban yang terdampak bencana bilamana suatu bencana itu terjadi.

SIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut: 1. Bencana tsunami Selat Sunda terjadi pada tanggal 22 Desember 2018 malam karena longsoran bawah laut akibat erupsi gunung Anak Krakatau dan dampaknya dirasakan di beberapa daerah, salah satunya di pesisir Kabupaten

Lampung Selatan. 2. Masa tanggap darurat bencana tsunami di Kabupaten Lampung Selatan berlangsung selama empat minggu yaitu terhitung mulai tanggal 22 Desember 2018 sampai dengan 19 Januari 2019 guna memaksimalkan proses percarian korban, evakuasi korban, maupun proses identifikasi korban. 3. Prioritas pada masa tanggap darurat yang dilaksanakan adalah pencarian dan penyelamatan korban, serta penanganan para korban luka dan pengungsi. 4. Terhitung tanggal 5 Januari 2019 tercatat korban tsunami di Kabupaten Lampung Selatan antara lain 120 orang meninggal dunia, 8.304 orang luka, 6.999 orang mengungsi, serta sebanyak 543 rumah rusak berat, 70 rumah rusak sedang dan 97 rumah rusak ringan. 5. Beberapa penyakit yang dapat terjadi sebagai akibat dari bencana tsunami antara lain malaria, kolera, dan penyakit pneumonia atau yang biasa disebut dengan “tsunami lung”. 6. Beberapa alternatif upaya penanggulangan bencana tsunami antara lain penataan kembali (relocation) lahan pantai, pelestarian hutan mangrove, dan pembuatan pemecah gelombang atau overtopping seawall. 7. Sebagai saran/ rekomendasi, sebaiknya pemerintah atau badan terkait lebih siap dan memperhatikan potensi – potensi bencana alam yang bisa terjadi di Indonesia, sehingga kasus seperti bencana tsunami Selat Sunda yang didahului tanpa peringatan dini tsunami karena merupakan fenomena baru di Indonesia dan tidak tersedianya alat pendeteksi dini tsunami tidak terjadi lagi, yang mana kesiapsiagaan tersebut nantinya dapat mengurangi korban yang terdampak bencana bilamana suatu bencana itu terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan

Penanggulangan

Bencana

Daerah

Provinsi

Lampung

(https://bpbd.lampungprov.go.id diakses 16 Maret 2019).

(online)

CNN. BNPB: Seluruh Buoy Deteksi Tsunami di Indonesia Rusak. Berita 30 September 2019. CNN Indonesia (online) (https://www.cnnindonesia.com/ diakses 21 Maret 2019). Halim, D. dan E. Djumena. Tanggap Darurat di Lampung Selatan Diperpanjang Hingga

19

Januari.

Berita

Kompas

6

Januari

2019

(online)

(https://nasional.kompas.com diakses 16 Maret 2019). Jokowinarno, D. 2011. Mitigasi Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir Lampung. Jurnal Rekayasa Vol. 15 No. 1. Fakultas Teknik Universitas Lampung (online) (https://ft-sipil.unila.ac.id diakses 16 Maret 2019). Naryanto, H.S. 2008. Analisis Potensi Kegempaan dan Tsunami di Kawasan Pantai Barat Lampung Kaitannya dengan Mitigasi dan Penataan Kawasan. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 2. Badan Pengkajian

dan

Penerapan

Teknologi

(BPPT)

Jakarta

(online)

(https://ejurnal.bppt.go.id diakses 16 Maret 2019). Naryanto, H.S. 2014. Mitigasi Kawasan Pantai Selatan Kota Bandar Lampung, Propinsi Lampung Terhadap Bencana Tsunami. Jurnal Alami Vo. 8 No. 2. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta (online) (https://ejurnal.bppt.go.id diakses 16 Maret 2019). Potera, C. 2005. Infectious Disease: In Disaster’s Wake: Tsunami Lung. Environmental Health Perspectives (online) (https://ehp.niehs.nih.gov/ diakses 21 Maret 2019). Suhendro, B. 1994. Bencana Tsunami dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal No. 23 Tahun XIV Triwulan 3. UNISIA (online) (https://media.neliti.com diakses 21 Maret 2019). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana (online) (https://bnpb.go.id diakses 16 Maret 2019).

TUGAS 2

STANDAR KOMPETENSI PETUGAS PADA BENCANA TSUNAMI

TAHAP BENCANA PROFESI

KET. PRA

Epidemiologist - Merencanakan

- Melakukan Rapid

PASCA - Melakukan

mitigasi terhadap

Health

surveilans pasca

wilayah pesisir

Assessment

bencana terkait

dengan sektor –

(RHA) untuk

penyakit –

sektor yang

memprioritaskan

penyakit yang

terkait.

aktivitas yang

mungkin muncul

dilakukan dalam

akibat bencana.

- Melakukan

Sanitarian

SAAT

pemetaan wilayah

masa tanggap

berisiko tsunami.

darurat.

- Memastikan

- Menentukan

- Memulihkan

pasokan air bersih

sumber air bersih

ketersediaan air

merata di setiap

yang dapat

bersih.

wilayah.

digunakan pada

- Melakukan

lokasi bencana.

- Melakukan kerja sama dengan

monitoring dan

sektor terkait

evaluasi agar

untuk

pemerintah

merekonstruksi

maupun swasta di

wilayah

wilayah tersebut

terdampak

memperhatikan

bencana agar

pembangunan

sanitasinya

wilayah yang

kembali normal.

bersih dan sehat sesuai aturan lingkungan hidup.

Ahli Gizi

- Rencana kontingensi.

- Memastikan

- Memulihkan dan

pendistribusian

memantau

pangan merata

ketersediaan

mengikuti

bagi para korban/

pangan agar

sosialisasi/

pengungsi dengan

pemerataan bahan

pelatihan tentang

bekerja sama

pangan kembali

penyediaan gizi

dengan sektor

seperti semula.

dalam

terkait.

- Ahli gizi

penanggulangan

- Mengadakan

- Memantau kemungkinan

bencana guna

dapur umum

terjadinya

antisipasi apabila

untuk memenuhi

permasalahan gizi

terjadi bencana

kebutuhan pangan

pasca bencana

tsunami.

para pengungsi

terutama pada

maupun petugas

kelompok –

evakuasi.

kelompok risiko

- Memberikan sosialisasi kepada masyarakat

- Memastikan

tinggi seperti

mengenai

keamanan dan

bayi, balita, ibu

kebutuhan gizi

kebersihan bahan

hamil, lansia, dan

seimbang.

pangan yang

orang dengan

tersedia maupun

penyakit tertentu

ketersediaan

makanan yang

serta

pangan merata di

telah diolah.

menanganinya

- Memastikan

setiap wilayah.

- Memperhatikan

bila terjadi

status gizi secara

permasalahan

khusus pada

gizi.

kelompok – kelompok risiko tinggi (ibu hamil, bayi, balita, lansia, dan orang dengan penyakit tertentu).

TUGAS 3

UPAYA PENANGGULANGAN PADA BENCANA TSUNAMI

TAHAP BENCANA PROGRAM

KET. PRA

SAAT

PASCA

Masyarakat

- Memberdayakan

- Melakukan

Pesisir Sadar

masyarakat agar

koordinasi

atau meningkatkan

Potensi

sadar akan

dengan lintas

kemampuan para

Bencana

potensi bencana.

sektor terkait

anggota karang

maupun para

taruna siaga

kelompok –

anggota karang

bencana.

kelompok karang

taruna siaga

taruna siaga

bencana dalam

kerja sama lintas

bencana di setiap

evakuasi/

sektor dalam

desa.

penanganan

rangka

korban selama

rekonstruksi

diklat mengenai

masa tanggap

wilayah maupun

penanggulangan

darurat.

rehabilitasi

- Membentuk

- Memberikan

bencana tsunami

- Memberdayakan

- Mempertahankan

- Melaksanakan

masyarakat sekitar

kepada ketua/

masyarakat di

yang terdampak

perwakilan

posko – posko

bencana.

kelompok karang

pengungsian,

taruna.

misalnya dalam

- Mengadakan

pemenuhan

simulasi

kebutuhan

penanggulangan

pangan agar

bencana di desa –

mereka mampu

desa di wilayah

membantu

pesisir.

mengolah dan menyediakan makanan dengan

memperhatikan kebersihan dan kandungan gizi secara umum (contohnya masyarakat mengetahui jika memasak makanan terlalu matang dapat membuat kandungan gizi didalamnya berkurang).

Related Documents


More Documents from ""