TUGAS MIKOLOGI HISTOPLASMOSIS dan MIKOTOKSIKOSIS
Oleh : Rizky Kharismadiyanti Reguler/P27834012019 Semester V
Dosen pengajar : Retno Sasongkowati, M.Kes
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2014
Histoplasma capsulatum A. PENDAHULUAN Histoplasma capsulatum adalah jamur dimorfik yang terdapat di alam dalam bentuk
miseliumnya
(saprofit)
dan
pada
jaringan
manusia
sebagai
ragi.
Histoplasma capsulatum menyebabkan histoplasmosis, infeksi mikotik di paru yang sering terjadi pada manusia dan hewan. Di alam, H. capsulatum tumbuh sebagai kapang berhubungan dengan tanah dan habitat burung, diperkaya oleh substrat alkali nitrogen pada kotoran hewan. H.capsulatum dan histoplasma dan histoplasmosis, yang dimulai dengan inhalasi konidia, terjadi di seluruh dunia. Namun insidennya sangat bervariasi dan kebanyakan kasus terjadi di Amerika Serikat. H. capsulatum mendapatkan nama tersebut dari gambaran sel ragi pada potongan histopatologik; namun, baik protozoa maupun saprofit tersebut tidak mempunyai kapsul.
B. TAKSONOMI JAMUR Taksonomi jamur Histoplasma capsulatum adalah sebagai berikut : Kingdom
: Fungi
Phylum
: Ascomycota
Subphylum
: Ascomycotina
Class
: Ascomycetes
Order
: Onygenales
Family
: Onygenaceae
Genus
: Ajellomyces (Histoplasma)
Species
: Histoplasma capsulatum
C. MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI 1. Ciri dan Morfologi Jamur Histoplasma capsulatum
Jamur Histoplasma
capsulatum merupakan
jamur
yang
bersifat
dimorfik
bergantung suhu. Pada suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk koloni ragi sedangkan pada suhu lebih rendah/suhu kamar (25 – 30oC) membentuk koloni filamen (kapang) berwarna coklat tetapi gambarannya bervariasi. Banyak isolat tumbuh lambat dan spesimen memerlukan inkubasi selama 4 - 12 minggu sebelum terbentuk koloni. Hialin hifa berseptat menghasilkan mikrokonidia (2 – 5 µm) dan makrokonidia berdinding tebal berbentuk sferis yang besar dengan penonjolan materi dinding sel pada daerah perifer (8 – 16 µm). Dalam jaringan atau in vitro pada medium kaya pada suhu 37 oC, hifa dan konidia berubah menjadi sel ragi kecil, oval (2 x 4 µm). Dalam jaringan, merupakan parasit intraseluler fakultatif. Di laboratorium, dengan strain perkawinan yang tepat, siklus seksual dapat diperlihatkan, menghasilkan Ajellomyces capsulatus, suatu telomorf yang menghasilkan askospora.
2. Siklus Hidup
Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang dapat memiliki dua bentuk, yaitu kapang dan yeast. Fungi ini termasuk kedalam Ascomycota parasit yang dapat menghasilkan spora askus (spora hasil reproduksi seksual). Jamur ini berkembang biak secara seksual dengan hifa yang bercabangcabang ada yang berkembang menjadi askogonium (alat reproduksi betina) dan anteridium (alat reproduksi jantan), dari askegonium akan tumbuh saluran untuk menghubungkan keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari saluran inilah inti sel dari anteridium berpindah ke askogonium dan berpasangan. Kemudian masuk ke askogonium dan membelah secara mitosis sambil terus tumbuh cabang yang dibungkus oleh miselium dimana terdapat 2 inti pada ujung-ujung hifa. Dua inti itu akan membelah secara meiosis membentuk 8 spora dan disebut spora askus yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru, demikian seterusnya Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada orang HIVpositif. Infeksi ini disebabkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. Jamur ini berkembang dalam tanah yang tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan unggas, sehingga ditemukan dalam di kandang burung/unggas dan gua. Infeksi menyebar melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup saat napas, dan tidak dapat menular dari orang yang terinfeksi. Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150. Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit yang didefinisi AIDS
3. Identifikasi Jamur Histoplasma capsulatum a. Spesimen Spesimen biakan termasuk sputum, urine, kerokan dari lesi superficial, aspirat sumsum tulang dan sel darah buffy coat. Preparat darah, preparat sumsum tulang, dan specimen biopsi dapat diperiksa secara mikroskopik. Pada histoplasmosis diseminata, biakan sumsum tulang sering positif. b. Pemeriksaan Mikroskopik Sel ovoid kecil dapat diamati dalam makrofag pada potongan histology yang diwarnai dengan pewarnaan fungi (missal, perak metenamin Gomori, Schiffasam periodic atau calcofluor white) atau pada apusan sumsum tulang atau darah yang diwarnai Giemsa. c. Biakan Spesimen biakan dalam medium yang kaya, seperti agar darah glukosa sistein pada suhu 37 oC dan agar Sabouraud atau agar kapang inhibitorik pada suhu 25 – 30 oC (Gambar 6). Pada plat agar darah (37oC), tumbuh sebagai fase budding yeast (bentuk yeast like),berupa koloni berkeriput (wrinkled), seperti adonan (pasty). Pada saboroud dextrose agar (25oC), tumbuh dengan koloni putih,seperti kapas (cottony) yang dapat berubah kuning atau coklat sesuai penuaan. Miselium di hasilkan dengan 2 macam spora : 1) macroconidia bulat,kecil,halus,muncul pada cabang lateral pendek, atau melekat langsung pada dasar. 2) microconidia atau clamydosphore bulat, berdinding tebal dan tertutup oleh projeksi (tuberculate) menyerupai knop.
Gambar mikrokonidia dan makrokonidia Histoplasma capsulatum.
Biakan harus diinkubasi minimal selama 4 minggu. Harus hati-hati terhadap hasil laboratorium jika mencurigai histoplasmosis karena metode biakan darah khusus, seperti medium kaldu fungi atau sentrifugasi lisis, dapat digunakan untuk meningkatkan penemuan H. capsulatum.
Gambar 6. Kultur jamur H. capsulatum pada media agar Sabouraud
d. Serologi Uji Compelment Fixation (CF) untuk antibody terhadap histoplasmin atau sel ragi menjadi positif dalam 2 – 5 minggu setelah infeksi. Titer CF meningkat selama penyakit progresif kemudian turun sampai kadar sangat rendah ketika penyakit tidak aktif. Titer yang lebih besar atau sama dengan 1 ; 32 merupakan petunjuk kuat adanya infeksi; titer 1 ; 8 atau 1 ; 16 merupakan isyarat adanya infeksi. Peningkatan titer empat kali lipat atau lebih antara serum akut dan konvalesen merupakan bukti infeksi yang meyakinkan Pada uji imunodifusi (ID), prespitin terhadap dua antigen spesifik H. capsulatum terdeteksi; Adanya antibody terhadap antigen H sering menandakan histoplasmosis aktif, sementra antibody terhadap antigen M dapat timbul dari uji kulit berulang atau pajanan di masa lalu. Salah satu uji paling sensitive adalahradioassay atau immunoassay enzim untuk antigen H. capsulatum dalam sirkulasi. Hampir semua pasien dengan histoplasmosis diseminata menunjukkan uji positif untuk antigen dalam serum atau urine; kadar antigen turun setelah pengobatan yang sukses dan timbul kembali saat relaps. Walaupun terjadi reaksi
silang dengan mikosis lain. Uji untuk antigen ini lebih sensitive daripada uji antibody konvensional pada penderita AIDS dengan histoplasmosis. e. Uji Kulit Uji kulit histoplasmin menjadi positif segera setelah infkesi tetap positif selama bertahun-tahun. Uji tersebut dapat menjadi negative pada histoplasmosis diseminata progresif. Uji kulit berulang merangsang antibody serum pada individu yang sensitive, yang menganggu interpretasi diagnostik uji serologi.
D. DISTRIBUSI GEOGRAFIK Jamur Histoplasmosis capsulatum ditemukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia, namun lebih banyak ditemukan di Amerika Utara dan Amerika tengah. Histoplasmosis endemis disepanjang lembah sungai Mississipi dan sungai Ohio. Jamur ini pertama kali diisolasi oleh Emmons dari tanah pada tahun1949. Kemudian di Negara lain juga dilaoprkan penemuan jamur tersebut di tanah yang mengandung kotoran ayam, kelelawar dan burung. Di Indonesia dilaporkan kasus histoplasmosis dan jamur dapat diisolasi dari kelelawar pada tahun 1968. Histoplasmosis duboisii atau histoplasmosis Afrika sampai saat ini penyebaran geografisnya terbatas di Afrika.
E. EPIDEMIOLOGI Histoplasmosis capsulatum tumbuh di tanah yang kaya dengan nitrat seperti tanah daerah-daerah yang sangat terkontaminasi dengan tetesan-tetesan burung atau kayu yang lapuk. Spora jamur sering dibawa sayap burung. Wabah histoplasmosis setempat telah dilaporkan setelah aerosolisasi mikrokonidia dengan pembangunan pada daerah yang sebelumnya ditempati oleh tempat burung starlling atau kandang ayam atau oleh potongan-potongan kayu lapuk. Tidak seperti burung, kelelawar secara aktif terinfeksi dengan histoplasma. Wabah histoplasmosis setempat juga telah dilaporkan setelah pemajanan yang kuat pada kelelawar di gua-gua dan sepanjang jembatan yang sering didatangi oleh kelelawar. Insiden histoplasmosis paling tinggi di Amerika Serikat, yang merupakan daerah endemik meliputi negara bagian tengah dan timur dan terutama lembah sungai Ohio dan sebagian lembah sungai Mississipi. Sejumlah wabah histoplasmosis akut disebabkan oleh pajanan banyak orang dengan inokulum konidia
yang besar. Keadaan tersebut dapat terjadi bila habitat alami H. capsulatum terganggu, yaitu tanah yang bercampur dengan kotoran burung (missal, tempat ertengger burung jalak, kandang ayam( atau kotoran kelelawar (goa). Burung tidak terinfeksi, tetapi kotorannya memberikan kondisi biakan yang baik bagi pertumbuhan fungi. Konidia juga menyebar melalui angin dan debu. Wabah urban histoplasmosis terbesar terjadi di Indianapolis. Pada beberapa daerah yang sangat endemic, 80 – 90% penduduk mempunyai hasil uji kulit yang positif pada awal masa dewasa. Banyak penduduk akan mengalami kalsifikasi miliar di paru. Histoplasmosis tidak menular dari orang ke orang. Penyemprotan formaldehid pada tanah yang terinfeksi dapat membasmi H. capsulatum. Di Afrika, selain patogen yang lazim, terdapat varian yang stabil, H. capsulatum var duboisii, yang menyebabkan bagian paru yang terkena lebih sedikit da lebih banyak lesi pada kulit dan tulang dengan sel raksasa dalam jumlah besar yang mengandung ragi, berbentuk lebih besar dan lebih sferis. F. STRUKTUR ANTIGEN Histoplasmin adalah antigen filtrate biakan kaldu miselium kasar. Setelah infeksi awal, yang bersifat asimtomatik pada lebih dari 95% individu, diperoleh uji kulit tipe lambat yang positif terhadap histoplasmin. Antibodi terhadap ragi dan antigen miselium dapat diukur secara serologis (lihat Tabel 1). Tabel 1. Ringkasan uji Serologis Antibodi Terhadap Patogen Fungi Dimorfik Sistemik Sensivitas dan Nilai Mikosis
Uji
Antigen
Keterangan Diagnosis
Histoplasmosis
CF
H
Prognosis
≤ 84%
Perubahan
Reaksi silang
kasus
titer empat
pada pasien
positif (titer
kali lipat
blastomikosis,
≥ 1 ; 8)
kriptokokosis, asperigilosis, titer dapat disokong uji kulit dengan
histoplasmin CF
Y
≤ 94%
Perubahan
Rekativitas silang
kasus
titer empat
kurang daripada
positif (titer
kali lipat
dengan
≥ 1 ; 8) ID
H
histoplasmin
≥ 85%
Hilangnya
Uji kulit dengan
kasus
h
histoplasmindapat
positif,
meningkatkan
yaitu pita m
jumlah pita m;
atau m dan
lebih spesifik
h
daripada uji CF
G. PATOGENESIS DAN PATOLOGI Inhalasi mikokonidia merupakan stadium awal infeksi manusia. Konidia mencapai alveoli, bertunas, dan berproliferasi sebagai ragi. Infeksi awal adalah bronkopneumonia. Ketika lesi paru awal bertambah usianya, terbentuk sel raksasa disertai dengan pembentukan granuloma dan nekrosis sentral. Pada saat pertumbuhan spora, sel ragi masuk ke dalam system retikuloendotelial melalui system limfatik paru dan limfatik hilus. Penyebaran dengan keterlibatan limfa khas menyertai infeksi paru primer. Pada hospes normal, respons imun timbul pada sekitar 2 minggu. Lesi paru awal sembuh dalam 2 sampai 4 bulan tetapi dapat mengalami kalsifikasi buckshot yang melibatkan paru dan limpa. Tidak seperti tuberkolosis, reinfeksi dengan H.capsulatum terjadi dan dapat menimbulkan respons hospes yang berlebihan pada beberapa kasus.
H. GEJALA KLINIK Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150. Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit yang didefinisi AIDS.
Secara umum histoplasmosis tanpa gejala dan hanya ditandai dengan gejala hypersensitive terhadap histoplasmin. Berupa tumor pernafasan akut yang jinak, dengan variasi mulai dari penyakit yang ringan pada saluran pernafasan sampai dengan tidak dapat melakukan aktivitas karena tidak enak badan, demam, kedinginan, sakit kepala, myalgia, nyeri dada dan batuk nonproduktif, kadang-kadang timbul erythema multiforme dan erythema nodosum. Ditemukan adanya pengapuran kecil-kecil tersebar pada paruparu, pengapuran pada kelenjar limfe, hiler dan limpa merupakan gejala lanjut dari penyakit ini. Infeksi terjadi dengan inhalasi spora, terutama mikrokonidia, spora yang cukup kecil untuk mencapai alveoli pada inhalasi, yang kemudian berlanjut dengan bentuk budding. Dengan berlanjutnya waktu, reaksi granuloma terjadi. Nekrosis perkijuan atau kalsifikasi dapat menyerupai tuberkulosis. Diseminasi transien dapat meninggalkan granuloma kalsifikasi pada limpa. Pada orang dewasa, massa bulat atau jaringan parut dengan atau tanpa kalsifikasi sentral dapat menetap pada paru, yang disebut histoplasmoma. Dapat pula terbentuk infiltrat paru dan pembesaran kelenjar hilus. Bila infeksi terjadi dengan jumlah spora yang besar maka terdapat gambaran yang mirip dengan tuberkulosis miliaris. Infeksi ini biasanya sembuh dengan atau tanpa meninggalkan perkapuran dalam paru. Pada beberapa keadaan, dapat berlangsung progresif hingga mengenai sebagian atau seluruh paru, deseminata, dengan atau tanpa riwayat histoplasmosis primer akut paru, potensial fatal hingga dapat menyebabkan kematian. Infeksi kedua kali dapat menimbulkan reaksi jaringan yang lebih kuat sehingga menimbulkan rongga atau kaverna dengan gejala batuk darah. Kebanyakan orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala-gejala. Saat gejalannya datang, sangat bermacam-macam gejalanya, tergantung kepada bentuk dari penyakitnya. Infeksi paru-paru dapat menjadi short-term (acute) dan relatif ringan, atau dapat juga menjadi long-term (kronis) dan serius. Gejala-gejala infeksi paru-paru akut adalah kelelahan, demam, dingin, sakit di dada, dan batuk kering. Infeksi paru-paru kronis dapat seperti tuberculosis dan terjadi di sebagian besar orang yang telah sakit paru-paru. Hal ini dapat berkembang berbulan-bulan atau bertahun-tahun dan melukai paru-paru. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan menyerupai gejala penyakit paru lain seperti demam, batuk, sesak napas, dan lain-lain. Penyakit yang menahun mirip dengan gejala
tuberkulosis shingga sulit dibedakan dari penyakit tersebut. Di alat dalam lain, gejala yang ditimbulkan juga tidak khas dan menyerupai penyakit pada alat tersebut sehingga seringkali penyakit ini tidak dapat dikenal secara dini. Dari paru, jamur dapat menyebar secara hematogen ke alat lain, terutama sistem retikulo-endotel, sehingga menimbulkan pembengkakan hati, limpa, dan kelenjar getah bening. Walaupun demikian, pada Histoplasmosis diseminata, penderita tidak selalu menunjukkan gejala paru ataupun sangat minimal, seperti juga yang terjadi pada pasien ini. Suatu bentuk infeksi yang akut dan fatal serta cepat dijumpai pada anak-anak dan penderita imunosupresi, termasuk penderita AIDS. Demam, anemia, leukopesia, berat badan menurun, sering dijumpai pada penyebaran H. capsulatum diseminata. Jika tidak terdiagnosa, dapat menimbulkan kematian. Penyakit paru fulminan dapat menyerupai infeksi pneumonia oleh Pneumocystis carinii. Fungemia sering dijumpai dan kadang organisme intraselular ini dapat terlihat bersirkulasi pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi biasa di dalam monosit1,2,3. Secara klinis histoplasmosis terbagi menjadi histoplasmosis asimptomatik, histoplasmosis pulmoner akut, histoplasmosis pulmoner kronik dan histoplasmosis diseminata. 1.
Histoplasmosis Asimptomatik
Histoplasmosis asimptomatik biasanya terjadi di daerah endemis. Sebanyak 50 – 85% orang yang tinggal di daerah endemis pernah terinfeksi jamur tersebut. 2.
Histoplasmosis Pulmoner Akut
Bentuk yang paling sering ditemukan, dapat primer (infeksi awal atau sekunder (infeksi Wang). Bentuk primer seringkali asimptomatik, masa tunasnya pada bayi dan anak kecil ialah 10 - 23 hari, banyak dijumpai di daerah endemis. Satu-satunya tanda infeksi adalah uji kulit histoplasmin positif. Bila timbul gejala akan menyerupai influenza yaitu panas mendadak, malaise, nyeri otot sakit kepala, batuk nonproduktif, dapat disemi rhonkhi yang difus dan hepatosplenomegali ringan. Pemeriksaan radiologis menunjukkan infiltrat kecil-kecil tersebar di paru dan pembesaran kelenjar pada hilus. Kelainan ini bersifat ringan dan sembuh sendiri Pada anak-anak berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Bentuk sekunder, gejalanya serupa dengan yang primer, pada pemeriksaan radiologis tampak nodul-nodul
milier tersebar di paru menyerupai tuberkulosis miliaris. Dalam beberapa bulan kelainan ini dapat menghilang sendiri dengan atau tanpa perkapuran. Uji tuberkulin negatif sedangkan uji kulit histoplasmin positif 3.
Histoplasmosis Pulmoner Kronik Dijumpai pada orang dewasa setengah umur, perokok dan mempunyai riwayat
penyakit obstruksi paru kronis, belum pernah ditemukan pada anak-anak. . Gejalanya demam, batuk kronik dengan produksi sputum, malaise, lelah, berat badan turun, nyeri dada dan hemoptisis. Pada pemeriksaan radiologis paru terlihat kavitasi pada lobus atas dan fibrosis yang progresif pada bagian bawah paru. 4.
Histoplasmosis Diseminata Suatu penyakit yang akut pada bayi, anak kecil dan penderita dengan
imunospresi. Morbiditas dan mortalitas tinggi. Bentuk yang fatal ini jarang terjadi. Kelainan dimulai dengan infeksi paru akut, demam, batuk, sesak napas dan cepat menjadi progesif serta menyerang banyak organ. Penderita tampak sakit berat, mual, muntah, sakit perut dan diare. Ditemukan rhonkhi, limfa- denopati, hepatosplenomegali, anemia, leukopenia dan trombositopenia. Bila tidak diobati, kelainan akan memburuk dan dapat terjadi kegagalan pernapasan, perdarahan gastro-intestinal yang tidak dapat dikontrol, koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan/atau sepsis, akhimya dapat menimbulkan kematian. Gambaran radiologis paru terlihat infiltrate interstitial difus atau bentuk retikulonodular yang dengan cepat menjadi acute respiratory distress syndrome. Kelainan ini dapat dijumpai pula pada penderita leukemia atau keganasan sistem limfatik dan hemopoetik lainnya, path pemberian kemoterapi, obat imunosupresif atau steroid, serta pada penderita AIDS yang menunjukkan gejala demam yang tidak dapat diterangkan sebabnya disertai hepatosplenomegali dan pansitopeniat. Kelainan yang bersifat subakut atau kronis dapat di tern ukan pada penderita dewasa, biasanya dengan gejala ulserasi pada mulut, faring, laring dan saluran pencernaan, insufisiensiadrenal, endokarditis, osteomielitis, arthritis dan meningitis. I. DIAGNOSIS Penemuan H.capsulatum dengan biakan berbeda-beda menurut bentuk infeksi. Pada hospes normal dengan histoplasmosis paru akut simtomatik atau asimtomatik, biakan sputum jarang diperoleh dan secara bervariasi positif, biakan cairan cucian
bronkoalveoler tampak mempunyai hasil yang sedikit lebih tinggi daripada sputum. Biakan darah steril pada penderita dengan histoplasmosis paru akut, dan biakan dari setiap sumber adalah khas steril pada individu dengan penyakit bentuk sarkoid. Bentuk ragi dapat ditubjukkan secara histologis pada jaringan penderita dengan bentuk-bentuk yang ompleks dari penyakit paru akut (granuloma mediastinum, fibrosis mediastinum dan histoplasma). Biakan sputum positif pada 60% orang dewasa dengan histoplasmosis paru kronis. Ragi dapat ditemukan dari darah atau sumsum tulang pada lebih dari 90% penderita dengan histoplasmosis diseminata progresif. Deteksi antigen jamur dengan radioimmunoassay merupakan penelitian diagnostic terbaik pada kasus tersangka histoplasmosis diseminata progresif. Pada penderita terinfeksi HIV seperti juga penyakit lain yang berisiko menjadi penyakit diseminata. Antigen terkait histoplasmosis dapat ditujukkan pada urin atau darah pada lebih dari 90% kasus. Hasil positif palsu dapat terjadi pada individu dengan blastomikosis, parakoksidiodomikosis dan koksidioidomikosis. Pengukuran antigen berkala pada penderita dengan penyakit diseminata berguna untuk memonitor respos terhadap terapi. Serum dan urin individu dengan infeksi paru akut atau kronis adalah antigen positif secara bervariasi. Serokonversi berlanjut berguna untuk diagnosis histoplasmosis paru akut, komplikasinya dan penyakit paru kronis. Antibodi serum terhadap ragi dan antigen terkait-miselium secara klasik diukur dengan fiksasi komplemen. Walaupun ditemukan titer lebih besar dari 1:8 pada lebih dari 80% penderita dengan histoplasmosis, titer 1:31 atau lebih besar adalah paling berarti untuk infeksi baru. Titer antibodi fiksasi komplemen sering tidak bermakna pada awal infeksi dan tidak menjadi positif sampai 4-6 minggu pasca pemajanan. Titer fiksasi komplemen mungkin positif palsu pada penderita dengan gangguan imun. Deteksi antibodi dengan imunodifusi kurang senitif daripada
J. PROGNOSIS Prognosis histoplasmosis tergantung kondisi penyakit pada saat diagnosis ditegakkan. Diagnosis dini mempunyai prognosis yang lebih baik, namun diagnosis sering kali terlambat ditegakkan secara klinis histoplasmosis memiliki gejala yang mirip
dengan penyakit lain. Pada histoplasmosis diseminata pemberian pengobatan yang tepat dengan induksi dan terapi supresif untuk mencegah relaps memperbaiki prognosis.
K. PENGOBATAN 1. Pada Manusia
Pengobatan histoplasmosis dibedakan antara pengobatan pada penderita imunokompeten non AIDS dan pengobatan pada penderita AIDS. Pada kelompok non AIDS pengobatan juga dibedakan antara histoplasmosis diseminata yang mengancam nyawa dan bentuk yang lebih ringan. Pada bentuk diseminata yang mengancam nyawa pengobatan dimulai dengan pemberian amfotersin B secara intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari selama 1 – 2 minggu. Dosis total diberikan sebanyak 2500 mg untuk orang dewasa. Untuk anak-anak disesuaikan dengan umur dan berat badan. Kemudian diteruskan dengan itrakonazol 200 – 400 mg/hari sampai paling sedikit 6 bulan. Pada bentuk yang lebih ringan dapat diberikan itrakonazol 200 – 400 mg selama paling sedikit 6 bulan. Pada histoplasmosis paru kronik dengan kavitas diperlukan pengobatan selama lebih dari satu tahun untuk mencegah relaps. Pada penderita AIDS dengan histoplasmosis ringan sampai sedang dapat diberikan itrakonazol 200 mg tiga kali/hari untuk tiga hari pertama dilanjutkan denga 2 x 200 mg selama 12 minggu. Prinsip pengobatan histoplasmosis diseminata adalah pemberian terapi induksi untuk mendapatkan perbaikan klinis diikuti terapi supresif untuk mencegah relaps. Terapi induksi menggunakan amfoterisin B 0,5 – 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari – 2 minggu tergantung respons penderita. Kemudian diikuti terapi supresif dengan itrakonazol 400 mg/hari selama kurang lebih 3 bulan. 2.
Pada Hewan Pada kasus terjadinya Epizootic Lymphangitis pada kuda, pengobatn yang dapat
dilakuakan yaitu dengan pemberian Iodide Sodium secara intravena, atau dengan pemberian Potassium Iodide secara peoral, namun terjadinya penyakit terulang kembali atau kambuh pada beberapa bulan kemudian dapat terjadi. Secara invitro sensitifitas organisme terhadap Amphotericin B, Nystatin, dan Clotrimazole telah dilaporkan. Pada kebanyakan kasusu hewan yang terinfeksi oleh penyakit ini tidak diijinkan untuk dilakukan pengobatan, dan hewan yang terinfeksi segera dimusnahkan dengan eutanasia.
3. a.
Obat Anti Jamur Untuk Penderita Histoplasmosis Amfoterisin B Amfoterisin B yang ditemukan dan diisolasi dan strain Str.nodosus pada tahun
1956 merupakan antibiotika kelompok makrolida poliena. Sesuai dengan namanya sifat amfoter diberikan oleh gugus karboksil pada cincin utama dan gugus amino pada mikosamin.
1) Aktivitas Amfoterisin
B
aktif
terhadap Candida
sp.,
Cryptococcus
neoformans,
Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum,Torulopsis glabrata, Coccidiodes immitis, Paracoccidiodes braziliensis, Aspergillus sp, dan hanya aktif terbatas terhadap
protozoa, Leishimania
braziliensis dan Naegleria
fowleriserta
tidak
memiliki aktivitas anti bakteri. 2) Absorpsi, distribusi dan ekskresi Absorpsi amfoterisin B dan saluran pencernaan hampir tidak ada, infus iv 0,5 mg/kg bobot badan berulang menghasilkan kadar plasma 1-1,5 μg/ml pada akhirnya dan kemudian menurun menjadi 0,5-1,0 μg/m1 dalam 24 jam berikutnya. Obat dilepaskan dan bentuk kompleks dengan deoksikolat dalam aliran darah dan dalam plasma Iebih dan 90% terikat pada protein khususnya B-lipoprotein. 2-5% dosis dikeluarkan dalam urine pada terapi harian dan eliminasi tidak berubah pada penderita anefrik atau hemodialisis. Kadar dalam cairan tubuh lebih kurang 2/3 kadar plasma dengan waktu paruh eliminasi I.k. 15 hari. 3) Efek samping Sejumlah besar efek tidak diharapkan bisa timbul dan yang paling umum adalah demam (biasanya berkurang meskipun pemakaian dilanjutkan) dan azotemia serta didahului oleh dyspnea dan takikardia. 4) Penggunaan Terapi sistemik hanya diberikan untuk penderita di bawah pengawasan ketat dengan mikosis fatal progresif yang disebabkan oleh jamur yang peka dan harus dilanjutkan untuk waktu yang cukup, biasanya 2-4 bulan, untuk mencegah
kekambuhan. Sedangkan pemakaian dalam kehamilan harus sangat berhatihati meskipun belum ada bukti teratogenitas. b.
Imidazol dan Triazol Berbeda dengan amfoterisin B yang diproduksi secara alamiah, kelompok
antijamur azol merupakan senyawa sintetik yang diklasifikasi sebagai imidazol (mikonazol dan ketokonazol) atau triazol (itrakonazol dan flukonazol) bergantung kepada jumlah kandungan atom nitrogennya ada 2 atau 3.
1) Farmakologi Ketokonazol dan itrakonazol hanya tersedia per oral dan merupakan basa lemah yang membutuhkan lingkungan asam untuk solubilisasi dan absorpsi yang optimal (penggunaan penyekat reseptor histamin H2 menurunkan absorpsi). Variabilitas makanan mengurangi absorpsi dan ketersediaan-hayati ketokonazol, sebaliknya untuk itrakonazol malah meningkat 2 sampai 3 kali bila bersama makanan dibandingkan dengan perut kosong. Variasi ambang plasma puncak setelah dosis tunggal 200 mg ketokonazol dan itrakonazol lebih kurang 0,3-3,0 μg/ml. Kadar plasma puncak itrakonazol, tetapi tidak ketokonazol, 3-5 x lebih besar setelah 7-14 hari terapi dibandingkan dengan setelah pemakaian dosis tunggal. Untuk mempersingkat waktu mencapai keadaan setimbang pada infeksi serius dianjurkan dosis 200 mg 3 dd itrakonazol; absorpsinya tidak berubah oleh adanya makanan atau keasaman lambung. Kadar plasma puncak hampir sama dengan dosis dicapai dalam 2-4 jam setelah pemakaian oral serta 2-2,5 kali lebih besar pada keadaan setimbang (yang dicapai dalam 6-10 hari setelah terapi dimulai) dibandingkan setelah dosis tunggal. 2) Aktivitas dan resistensi Baik imidazol maupun triazol aktif terhadap Cryptococcus neoformans, C. albicans, dan jamur dimorf yang umum seperti Coccidioides brasiliensis dan Sporothrix schenckii. Kekecualian yang nyata adalah ketidak-aktifan mikonazol terhadap B. dermatidis. Itrakonazol lebih aktif dan yang lain terhadapAspergillus sp. Sampai saat ini timbulnya resistensi terhadap azol yang klinis penting meskipun setelah terapi jangka panjang jarang, tetapi kegagalan terus meningkat pada kasus HIV. 3) Efek samping
Ketokonazol, flukonazol dan itrakonazol lebih ditolerir daripada antijamur yang lebih tua. Gejala gastrointestinal yang berkaitan dengan dosis paling umum, tetapi hingga dosis 400 mg sehari jarang sampai mengharuskan penghentian terapi. Meskipun sebagian besar penderita dengan induksi kenaikan kadar aminotransferase plasma bersifat asimptomatik, ketokonazol dan lebih jarang lagi triazol mungkin menimbulkan hepatitis yang klinis penting atau fatal. 4)
Interaksi obat Interaksi azol dengan obat lain seperti fenobarbital, HCT, metilprednisolon,
klordiazepoksid dan karbamazepin tidak begitu pénting dan diketahui jelas. Ketokonazol invitro memiliki efek inhibisi jauh lebih besar daripada flukonazol dan itrakonazol terhadap sitokrom P450 katalis pengubahan siklosporin menjadi metabolit utamanya, tetapi ketiga azol tersebut meningkatkan nyata kadar plasma sikiosporin pada transpiantasi organ sehingga pemberian bersama obat lain yang dapat berinteraksi membutuhkan pemantauan cermat kadar plasma azol maupun obat yang berkaitan. 5) Penggunaan Sampai kini peran azol oral dalam penatalaksanaan kandidemia atau kandidiasis yang menyebar belum jelas, tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa flukonazol dan amfoterisin B sama efektifnya untuk terapi kandidemia (khususnya infeksi karena kateter) pada penderita tanpa neutropenia. Untuk kandidiasis ginjal atau kandiduria karena kadarnya dalam bentuk aktif yang tinggi dalam urine, flukonazol sangat bermanfaat dan lebih disukai daripada flusitosin yang juga dikeluarkan cepat melalui saluran urine karena lebih ditolerir dan jarang menimbulkan resistensi. Flukonazol juga merupakan alternative efektif dan aman dan amfoterisin B untuk penatalaksanaan kandidiasis serius pada penerima transplantasi organ, khususnya yang menggunakan siklosprorin. Flukonazol merupakan azol paling baik untuk meningitis akibat kriptokokus karena penetrasinya yang tinggi ke dalam cairan serebrospinal dan sebanding dengan amfoterisin B sebagai terapi primer termasuk pada kasus AIDS yang membutuhkan terapi pemeliharaan seumur hidup untuk mencegah kambuhan. Setelah perbenihan cairan serebrospinal negatif, flukonazol lebih unggul daripada amfoterisin B karena kambuhan dan efek samping yang lebih sedikit.
L. PENCEGAHAN Sulit untuk mencegah pajanan terhadap jamur yang menyebabkan histoplasmosis, terutama di daerah di mana penyakit tersebar luas. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya Histoplasmosis antara lain : 1.
Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang dipenuhi dari ekskresi burung dan kelelawar.
2.
Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari gedung ataupun perumahan.
3.
Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi.
4.
Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan spora jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang berpotensi sebagai sumber penularan penyakit, seperti kandang ayam sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air untuk menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.
5.
Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit, pekrja hendaknya menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker wajah yang berfungsi untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan masker dengan diameter kurang lebih 1 milimicron.
MIKOTOKSIKOSIS
Mikotoksikosis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh senyawa beracun yang dihasilkan oleh jamur atau kapang. Penyebab penyakit Mikotoksikosis adalah : 1) Aflatoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus 2) Ochratoksin yang dihasilkan oleh Aspergillus ochraceus Salah satu spesies penyebab Mikotoksikosis adalah Amanita muscaria. Berikut penjelasan tentang jamur Amanita muscaria. A. PENGERTIAN Amanita muscaria adalah suatu jamur psikoaktif jenis agraris yang berasal dari jenis pohon cemara, terdapat di daerah belahan bumi utara, ditemui pada musim gugur. Salah satu yang paling terkenal adalah Quitessential jamur paying, yang merupakan suatu jamur berwarna merah white-spotted white-gilled. Umumnya jamur ini dianggap sebagai jamur beracun. Jamur mempunyai arti dalam kultur Siberian dan dalam India kuno, mungkin juga di dalam kultur Scandinavian. Amanita muscaria jika di dalam bahasa Inggris disebut lalat agarinuc atau jamur terbang. Tetapi, bagaimanapun juga yang mengusulkan bahwaistilah lalat bukan menunjuk kepada serangga, tetapi hanya sebagai hasil konsumsi cendawan (didasarkan pada kepercayaan pada abad pertengahan dimana lalat bisa masuk ke dalam kepala dan menyebabkan illness)
B. KLASIFIKASI Kingdom
: Fungi
Divisi
: Basidiomycota
Class
: Homobasidiomycetes
Subclass
: Hymenomycetes
Ordo
: Agaricales
Family
: Amanitaceae
Genus
: Amanita
Spesies
:Amanita muscaria
C. MORFOLOGI
Amanita muscaria memiliki ciri yaitu Kopiah berdiameter 5-30 cm (berwarna merah seperti darah dan diselubungi selubung yang umumnya berwarna putih). Tangkai berukuran 5-20 cm mempunyai suatu cincin dan dasar seperti bola dengan garis-garis seperti kapas, pada bagian dasar tangkai berdiameter 1-3 cm. biasanya tangkainya berwarna putih mendekati warna cream dan bersisik. Memiliki selubung universal (penyebab noda putih yang pada atas kopiah juga sering membentuk lingkaran-lingkaran konsentris dan pada tangkai yang lebih rendah terdapat gelembung), memiliki insang (jumlahnya sedikit tetapi luas dan berwana keputih-putihan), mempunyai cetakan spora yang berukuran 9-13 x 6,5-9 mikron bentuknya lonjong, tak berwarna dan lembut. D. PATOLOGI Gejala-gejala bila seseorang mengkonsumsi jamur ini : 1. Amatoxins, gejala ini meliputi empat tahap : Fase Latency, pada fase ini berlangsung sekitar 6-12 jam tetapi keadaan pasien tidak begitu mengkhawatirkan, hanya mempunyai prasangka tentang sesuatu sehingga membuat dirinya menjadi tidak tenang. Fase Gastrointestinal, pada fase ini orang akan mengalami diare, dehidrasi, muntah bahkan bisa mengalami sakit abdominal. Fase ketiga, fase ini seserorang menjadi kehilangan kesadaran atau seperti orang terhipnotis.
Fase keempat, merupakan fase final, pada fase ini orang bisa terkena penyakit liver dan gagal ginjal, bahkan bisa menyebabkan kematian. Tetapi semua ini dapat terjadi jika dosis otang yang mengkonsumsi berlebihan, dosis yang seharusnya adalah 0,1 mg/kg berat badan. 2. Phallotoxins dan Virotoxins, gejalanya berupa pembengkaka pada hati dan perhentian arus empedu. 3. Phallolynsins, sangat labil terhadap asam dan panas, tetapi tida berpenaruh pada orang yang telah teracuni oleh jamur Amanita. 4. Ibotenic acid, gejala yang ditimbulkannya : ataxia, histeris, dan halusinasi. Pencegahan terhadap gejala-gejala yang terjadi yaitu : Dengan mengkonsumsi jamur ini sesuai dosis yang ditentukan (0,1 mg/kg berat badan), karena dengan mengkonsumsi sesuai dosis ini dapat menghindari orang berhalusinasi, terkena liver bahkan bisa juga menyebabkan kematian. Versi lain dari Amanita muscaria yang mempunyai penampilan serupa hanya berbeda pada warna kopiahnya, antara lain : 1. Variasi Alba
Suatu cendawan luar biasa, mempunyai kopiah putih seperti perak dengan kutil putih, tetapi bentuknya tidak serupa dengan bentuk umumnya. 2. Variasi Kumpulan
Mempunyai kopiah berwarna kuning atau yellow-orange kopiah. 3. Versi Aureola
Ditemukan di Eropa Selatan, mempunyai kopiah seerti buah jeruk. 4. Versi Flavivolvate
Kopiah berwarna merah dengan kutil kuning. Ditemukan di daerah barat benua Amerika Utara dan ditemukan pula di Kolumbia, Andean, Costa Rica. Jamur ini beracun serupa dengan Amanita muscaria.
5. Versi Formosa
Ditemukan di Eropa, mempunyai kopiah berwarna orange-yellow dengan kutil berwarna coklat atau kekuning-kuningan. 6. Variasi Guessowii
Warna kopiah menguning seperti jeruk, pusat kopiah berwarna kuning, sedang bagian luarnya kemerah-merahan. Variasi seperti ini biasanya ditemukan di Amerika Utara. 7. Variasi Persicina
Kopiah berwarna kemerah-merahan menyerupai semangka. Ditemukan di kawasan pantai bagian Tenggara U.S.A pada sekitar tahun 1977.
8. Variasi Regalis
Berasal dari Scandinavia dan Alaska, kopiahnya berwarna liver-brown dan mempunyai kutil kuning.
Daftar Pustaka
Anonim, 2011. Histoplasmosis. Jakarta; Yayasan Spiritia Jawetz, Melnick dan Adelberg, 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta; EGC Sacher R.A dan Richard A. McPherson, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta. EGC Staf Pengajar Departemen Parasitologi. Buku Ajar; Parasitologi Kedokteran. Jakarta; FKUI Arvin, Behrman Klirgman. Ilmu kesehatan Anak. Jakarta; EGC http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/amanita/amanita.html diakses tanggal 30 Desember 2014 Anonim.2004.Fly agaricred(Amanita muscaria-Var Amanita muscaria) http://www.erowid.org/plants/amanitas/amanitas_muscaria_muscaria.sht diakses tanggal 30 Desember 2014