Tugas Wajib Irigasi.docx

  • Uploaded by: indra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Wajib Irigasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,144
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN I.1 Perngertian Irigasi Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi : perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan membuangnya melalui saluran drainasi. Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya. Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Secara alamiah lainnya, adalah melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim kemarau.secara buatan : Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan ( Artificial Irrigation ). Irigasi buatan secara umum dapat dibagi dalam 2 ( dua ) bagian : Irigasi Pompa ( Lift Irrigation ), dimana air diangkat dari sumber air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, baik secara mekanis maupun manual.Dan Irigasi Aliran ( Flow Irrigation ), dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara gravitasi dari sumber pengambilan air. Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.

Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah : 1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu. 2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. 3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur. 4.

Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi. Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya rekayasa

teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis. Di dalam irigasi

ada 3 hal yang paling perlu di ketahui yaitu air, tanah dan tanaman.

I.2 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang termasuk perkembangan penduduknya sangat cepat yang menyebabkan jumlah penduduk semakin bertambah banyak.Dengan demikian kebutuhan pendudukpun semakin bertambah banyak termasukk kebutuhan penduduk yang disuplay oleh lahan pertanian, mau tidak mau lahan pertanian akan semakin luas untuk dapat memenuhi kebutuhan peduduk yang semakin bertambah. Bertambahnya lahan pertanian yang semakin luas maka kebutuhan akan air pun semakin bertambah banyak. Air yang dibutuhkan lahan pertanian tidak cukup hanya mengandalkan dari air hujan saja karna Indonesia memeiliki dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan. Untuk itu perlu sumber air untuk mengairi lahan tersebut dengan metode jaringan irigasi. Kegagalan panen sebuah lahan pertanian yang menyebabkan sering ruginya para petani dan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pangan yang di konsumsi masyarakat membuat timbulnya permasalan baru bagi kesejahteraan masyarakat.Hal ini sering disebabkan oleh kekurangan air yang dibutuhkan oleh sebuah lahan pertanian sehingga terjadi kegagalan panen.Untuk mengatasi hal tersebut perlu sumber air yang banyak untuk mensuplai air ke lahan pertanian.Biasa sumber air yang digunakan adalah sungai.Untuk membawa air dari sungai ke

lahan pertanian maka diperlukan suatu metode irigasi yang tepat yaitu dengan mempertimbangkan semua aspek yang ada dalam hidrologi dan hidrolika.

BAB II AIR

Air merupakan salah satu faktor penentu bagi berlangsungnya kehidupan tumbuhan. Banyaknya air yang ada didalam tubuh tumbuhan selalu mengalami fluktuasi tergantung pada kecepatan proses masuknya air kedalam tumbuhan, kecepatan proses penggunaan air oleh tumbuhan, dan kecepatan proses hilangnya air dari tubuh tumbuhan. Ketersediaan air di daratan bumi dapat tetap terjaga karena adanya hujan. Hujan dapat tercipta karena adanya suatu mekanisme alam yang berlangsung secara siklus dan terus menerus. Dalam pengaturan penyebaran air di daratan bumi, mekanisme alam yang dimaksud tersebut dikenal dengan istilah siklus hidrologi. Siklus hidrologi merupakan siklus atau sirkulasi air yang berasal dari Bumi kemudian menuju ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara terus menerus. Karena bentuknya memutar dan berlangsung secara berkelanjutan inilah yang menyebabkan air seperti tidak pernah habis . Siklus hidrologi di awali dari Pemanasan air laut oleh paparan sinar matahari, lalu Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Selanjutnya, air hujan ini akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan perkolasi) atau mengalir menjadi air permukaan (run off). Air tersebut terkumpul dan mengalir yang akhirnya membentuk sungai yang mengalir menuju laut.Baik aliran air yang berada di bawah tanah maupun air permukaan keduanya menuju ke tubuh air di permukaan Bumi (laut, danau dan waduk). Panasnya air laut didukung oleh sinar matahari karena matahari merupakan kunci sukses dari siklus hidrologi sehingga mampu berjalan secara terus menerus kemudian air berevoporasi, kemudian jatuh ke bumi sebagai prespitasi dengan bentuk salju, gerimis atau atau kabut, hujan, hujan es dan salju dan hujan batu. Dengan kata lain hidrosfer merupakan semua air yang berada di Bumi, baik dalam bentuk cair yakni air, padat berupa es dan salju, maupun dalam bentuk gas yakni berupa uap air.

Berikut, tahap tahap proses terjadinya proses siklus hidrologi, yakni:

1. Evaporasi Evaporasi atau penguapan adalah proses perubahan dari molekul air dalam bentuk zat cair menjadi molekul uap air (gas) di atmosfer. Evaporasi merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam keseluruhan proses hidrologi. Meskipun dalam beberapa analisis untuk kepentingan tertentu seperti analisis banjir, penguapan ukan merupakan unsur yang dominan, namun untuk kepentingan lain seperti analisis irigasi, dan analisis bendungan, penguapan merupakkan unsur yang sangat penting. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif (consumtif use) untuk tanaman dan lain-lain. Proses penguapan sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang berkelanjutan, yaitu : 1.

Interface evaporation, yaitu proses transformasi dari air menjadi uap air di permukaan yang tergantung dari besarnya tenaga yang tersimpan.

2.

Vertical vapor transfer, yaitu pemindahan (removal) lapisan udara yang kenyang uap air dari interface sehingga proses penguapan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh kecepatan angin, stabilitas topografi dan iklim lokal di sekitarnya.

Penguapan pada air atau evaporasi sangat bervariasi baik harian maupun musiman. Penguapan di siang hari lebih besar jika dibandingkan dengan pengupan di malam hari. Demikian pula penguapan pada musim kemarau dan musim penghujan juga akan berbeda.

2. Transpirasi Penguapan air ini bukan hanya terjadi di badan air dan tanah. Penguapan air juga dapat berlangsung di jaringan makhluk hidup, seperti hewan dan tumbuhan. Penguapan semacam ini dikenal dengan istilah transpirasi. selain itu, transpirasi juga mengubah air yang berwujud cair dalam jaringan makhluk hidup menjadi uap air dan membawanya naik ke atas menuju atmosfer. Akan tetapi, jumlah air yang menjadi uap melalui proses transpirasi umumnya jauh lebih sedikit dan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah uap air yang dihasilkan melalui proses evaporasi.

3. Kondensasi Kondensasi merupakan proses berubahnya uap air menjadi partikel- partikel es. Ketika uap air dari proses evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan sublimasi sudah mencapai ketinggian tertentu, uap air tersebut akan berubah menjadi partikel-partikel es yang berukuran sangat kecil melalui proses konsendasi. Perubahan wujud ini terjadi karena pengaruh suhu udara yang sangat rendah saat berada di ketinggian tersebut. Partikel- partikel es yang terbentuk tersebut akan saling mendekati satu sama lain dan bersatu hingga membentuk sebuah awan. Semakin banyak partikel es yang bersatu, maka akan semakin tebal dan juga hitam awan yang terbentuk. Inilah hasil dari proses kondensasi. 4. Sublimasi Tahapan yang lainnya adalah sublimasi yaitu proses naiknya uap air ke atas atmosfer bumi. Sumblimasi merupakan proses perubahan es di kutub atau di puncak gunung menjadi uap air, tanpa harus melalui proses pencairan. Sublimasi ini juga tidak sebanyak penguapan (evaporasi maupun transpirasi), namun meski sedikit tetap saja sublimasi ini tetap berkontribusi erat terhadap jumlah uap air yang naik ke atmosfer, namun jumlah air yang di hasilkan menjadi lebih sedikit. Dibandingkan dengan evaporasi maupun transpirasi, proses sublimasi ini berjalan lebih lambat dari pada keduanya. Sublimasi ini terjadi pada tahap siklus hidrologi panjang.

5. Adveksi Adveksi merupakan perpidahan awan dari satu titik ke titik lainnya namun masih dalam satu horizontal. Jadi setelah partikel- partikel es membentuk sebuah awan yang hitam dan gelap, awan tersebut dapat berpindah dari satu titik ke titik yang lain dalam satu horizontal. Proses adveksi ini terjadi karena adanya angin maupun perbedaan tekanan udara sehingga mengakibatkan awan tersebut berpindah. Adveksi adalah proses perpindahan awan dari satu titik ke titik lain dalam satu horizontal akibat arus angin atau perbedaan tekanan udara. Proses adveksi ini memungkinkan awan yang terbentuk dari proses kondensasi akan menyebar dan berpindah dari atmosfer yang berada di lautan menuju atmosfer yang ada di daratan. Namun perlu diketahui bahwa tahapan adveksi ini tidak selalu terjadi dalam proses hidrologi, tahapan ini tidak terjadi dalam siklus hidrologi pendek.

6. Run off Proses terjadinya siklus hidrologi selanjutnya ialah tahap run off. Tahapan run off ini terjadi ketika sudah di permukaan Bumi. Run off (limpasan) ialah suatu proses pergerakan air dari tempat yang tinggi menuju tempat rendah di permukaan bumi. Proses pergerakan air ini berlangsung melalui saluran-saluran air contohnya danau, got, muara, sungai, laut hingga samudra. Dalam proses inilah air yang mengalami siklus hidrologi akan kembali ke lapisan hidrosfer.

7. Infiltrasi Proses selanjutnya adalah proses infiltrasi. Air yang sudah berada di bumi akibat proses presipitasi, tidak semuanya mengalir di permukaan bumi dan mengalami run off. Sebagian kecil dari air tersebut akan bergerak menuju ke pori- pori tanah, merembes, dan menumpuk menjadi air tanah. Proses pergerakan air ke dalam pori- pori tanah ini disebut sebagai proses infiltrasi. Proses infiltrasi akan secara lambat membawa air tanah untuk menuju kembali ke laut. Setelah melalui proses run off dan infiltrasi, kemudian air yang telah mengalami siklus hidrologi akan kembali berkumpul ke lautan. Dalam waktu yang berangsurangsur, air tersebut akan kembali mengalami siklus hidrologi yang baru, dimana diawali dengan evaporasi.

BAB III TANAH DAN LAHAN Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antar agregat. Tanah tersusun dari tiga fase yaitu, fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fase cair dan gas mengisi ruang antar agregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antar agregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori. Tanah memiliki peran penting untuk keberlangsungan makhluk hidup di bumi. Dari sektor pertanian dapat dikatakan tanah merupakan kebutuhan utama bagi tanaman, walau sudah ada pengembangan sistem penanaman tanpa penggunaan tanah. Namun tanah ini mampu menyediakan bahan makan dan mineral guna pertumbuhan tanaman tersebut. Tanah mampu menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman, tetapi tidak semua cocok untuk pertumbuhannya. Dari setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan kegunaan tersendiri yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman. Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang (FAO 1997 dalam Sitorus, 2004). Menurut FAO (1995) dalam Rayes (2007) Lahan memiliki banyak fungsi, diantaranya fungsi produksi yaitu lahan sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan bakar kayu dan bahanbahan biotik lainnya bagi manusia, baik secara langsung maupun melalui binatang ternak termasuk budidaya kolam dan tambak ikan. Menurut FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) kemampuan lahan adalah potensi lahan untuk penggunaaan pertanian secara umum. Kesesuaian lahan yaitu potensi lahan untuk jenis tanaman tertentu. Sedangkan kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi dan kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu.

III.1 Jenis-jenis Tanah a.

Tanah Regosol

Tanah regosol terbentuk dari material yang dikeluarkan letusan gunung berapi yang belum mengalami perkembangan sempurna. Tanah jenis ini bertekstur kasar dan berbahan organik rendah. Sifat demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Tanah regosol lebih cocok untuk tanaman palawija dan tanaman yang tidak membutuhkan banyak air. Tanah ini tersebar di Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara. b.

Tanah Litosol

Tanah litosol hampir mirip dengan tang regosol karena sama-sama terbentuk dari aktivitas gunung Merapi. Tanah ini memiliki kedalaman yang dangkal dan peka terhadap erosi. Kandungan bahan organik tanah ini masih rendah. Tanah litosol cocok untuk tanaman seperti palawija dan tanaman keras. Tanah ini tersebar di Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara, Maluku Selatan dan Papua.

c.

Tanah Latosol

Tanah

latosol terbentuk dari pelapukan batuan sedimen dan metamorf.

Tanah ini sebagian besar terbentuk dan berkembang di daerah yang lembab. Kandungan bahan organik tanah ini bisa berubah-ubah dari sedang sampai tinggi. Tanah latosol mampu menyerap air dengan baik sehingga bisa menahan erosi. Tanah latosol lebih cocok untuk tanaman seperti tebu, cokelat, kopi dan karet. Tanah ini tersebar di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi.

d.

Tanah Organosol

Tanah organosol terbentuk dari pelapukan bahan organik. Tanah ini biasa ditemui di daerah rawa atau daerah yang bayak tergenang air. Tanah organosol ini terbagi menjadi dua macam, yaitu tanah humus dan tanah gambut.

e.

Tanah humus

Tanah humus adalah tanah hasil pelapukan bahan organik, khususnya dari tanaman yang sudah mati. Humus sangat subur untuk pertanian karena memiliki kandungan bahan organik tinggi sehingga warna tanah ini menjadi hitam. Humus cocok untuk tanaman seperti kelapa, nanas dan padi.

f.

Tanah gambut

Tanah gambut adalah tanah hasil pembusukan bahan organik. Gambut tidak sesubur humus. Pembusukan bahan organik pada tanah gambut berlangsung dalam keadaan tergenang sehingga tanah menjadi anaerob dan terlalu masam. Gambut cocok untuk tanaman seperti kelapa sawit. g.

Tanah Grumusol

Tanah grumusal terbentuk di ketinggian tidak lebih dari 300 m di atas permukaa laut dengan topografi yang berbukit. Tanah ini sangat lekat ketika basah dan menjadi pecah-pecah ketika kering. Tanah ini mampu menyerap air yang tinggi dan juga mampu menyimpan hara yang dibutuhkan tanaman. Tanah grumusol cocok untuk tanaman seperti rumput-rumputan dan jati. Tanah ini banyak ditemui di Jawa, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur. h.

Tanah Alluvial

Tanah alluvial terbentuk dari material halus yang diendapkan di aliran sungai. Tanah termasuk jenis tanah muda karena belum mengalami perkembangan. Tanah ini memiliki ciri-ciri berwarna kelabu dengan struktur sedikit lepas-lepas. Kesuburan tanah alluvial tergantung pada sumber bahan asal aliran sungai, namun biasanya memiliki kandungan hara yang tinggi. Tanah alluvial cocok untuk tanaman seperti padi, tebu, kelapa dan buah-buahan. Tanah ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sungai-sungai besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Papua.

III.2 Sawah Sawah adalah tanah yg digarap dan diairi untuk tempat menanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan.

Sawah merupakan tempat khusus yang disediakan oleh petani untuk menanam padi. Tapi menanam padi terus sepanjang tahun tanpa ada jeda juga bisa mengurangi hasilnya. Karena zat-zat hara dalam tanah terus disedot oleh tanaman padi untuk menghasilkan buah yang banyak. Semakin sering disedot maka kandungannya akan turun. Untuk mengembalikan kembali kandungan zat hara dalam tanah, maka tanaman padi harus diselingi dengan tanaman sayur seperti palawija. Palawija, terutama kacangkacangan mempunyai akar yang sanggup mengikat nitrogen yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah. Batang palawija yang sudah panen, bisa digunankan sebagai pupuk alami untuk meningkatkan kesuburan tanah sawah. Batang-batang tersebut bisa langsung di sebarkan di dalam sawah dan dibiarkan membusuk secara alami. Palawija biasanya tidak memerlukan banyak air seperti halnya tanaman padi. Jadi sangat cocok ditanam ketika musim kering dimana persediaan air agak menurun. Hal ini juga bisa menambah penghasilan para petani disaat musim kering datang dimana padi sulit dikembangkan.

Palawija membantu mengembalikan kondisi tanah. Disinilah peran penting palawija untuk tanah persawahan, yaitu mampu mengembalikan kesuburan tanah yang sudah disedot oleh tanaman padi untuk menghasilkan buah yang ranum.

III.3 Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan (land cover). Perbedaannya, istilah penggunaan lahan biasanya meliputi segala jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu.

Kedua istilah ini seringkali digunakan secara rancu. Suatu unit penggunaan lahan mewakili tidak lebih dari suatu mental construct yang didesain untuk memudahkan inventarisasi dan aktivitas pemetaan (Malingreau dan Rosalia, 1981). Identifikasi, pemantauan dan evaluasi penggunaan lahan perlu selalu dilakukan pada setiap periode tertentu, karena ia dapat menjadi dasar untuk penelitian yang mendalam mengenai perilaku manusia dalam memanfaatkan lahan. Dengan demikian, penggunaan lahan menjadi bagian yang penting dalam usaha melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan keruangan di suatu wilayah. Prinsip kebijakan terhadap lahan perkotaan bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan dan pengadaan lahan untuk menampung berbagai aktivitas perkotaan.

Dalam hubungannya dengan optimalisasi

penggunaan lahan, kebijakan

penggunaan lahan diartikan sebagai serangkaian kegiatan dan tindakan yang sitematis dan terorganisir dalam penyediaan lahan, serta tepat pada waktunya, untuk peruntukan pemanfaatan dan tujuan lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro, 2002). Perubahan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan, spiritual maupun gabungan keduanya . Penggunaan lahan merupakan unsur penting dalam perencanaan wilayah. Bahkan menurut Campbell (1996), disamping sebagai faktor penting dalam perencanaan, pada dasarnya perencanaan kota adalah perencanaan penggunaan lahan. Kenampakan penggunaan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni keadaan kenampakan penggunaan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik dan non-sistematik.

Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang sama. Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta multiwaktu. Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan penggunaan lahan dapat diketahui.

Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan yang mungkin bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak linear karena kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan maupun lokasinya (Murcharke,

1990). Di daerah perkotaan perubahan penggunaan lahan cenderung berubah menjadi dalam rangka memenuhi kebutuhan sektor jasa dan komersial.

Perubahan penggunaan yang cepat di perkotaan dipengaruhi oleh empat faktor, yakni : 1.

Adanya konsentrasi penduduk dengan segala aktivitasnya

2.

Aksesibilitas terhadap pusat kegiatan dan pusat kota

3.

Jaringan jalan dan sarana transportasi

4.

Orbitasi, yakni jarak yang menghubungkan suatu wilayah dengan pusat-pusat pelayanan yang lebih tinggi.

Evaluasi Kesesuaian Lahan Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan saat ini dalam keadaan alami tanpa ada perbaikan lahan, sedangkan kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan pada lahan. Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menganjurkan agar dalam membandingkan sifat-sifat lahan dengan syarat-syarat penggunaan lahan digunakan kualitas lahan, bukan karakteristik lahan.

Kualitas lahan ad alah sifat-sifat lahan yang dapat diukur langsung (conplex land attributed) yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk pengunaanpenggunaan tertentu, sedangkan karakteristik lahan (land characteristic) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah dan sebagainya.

Evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk penggunaan lahan tersebut.

Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan). Sedangkan, klasifikasi kesesuaian lahan adalah penilaian dan pengelompokan atau proses penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu.

Klasifikasi kesesuaian lahan menyangkut perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan, menurut kerangka kerja FAO (1976) dalam Rayes (2007) terdiri atas 4 kategori, yaitu:

1.

Ordo Menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum. Pada tingkat ordo kesesuaian

lahan dibedakan atas ordo sesuai (S) dan ordo tidak sesuai (N). Ordo S adalah lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Ordo N adalah lahan yang mempunyai pembatas demikian rupa sehingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan.

2.

Kelas Menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo. Pada dasarnya jumlah kelas dalam tiap

ordo tidak terbatas, tetapi dianjurkan untuk memakai 3 kelas dalam ordo S dan 2 kelas dalam ordo N. Kelas S1 (sangat sesuai); lahan yang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kelas S2 (cukup sesuai); lahan mempunyai pembatas agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatasan akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta meningkatkan masukan yang diperlukan. Kelas S3 (sesuai marjinal); lahan mempunyai pembatas sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan.

Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Kelas N1 (tidak sesuai saat ini); lahan mempunyai pembatas lebih berat, tapi masih mungkin untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. Faktorfaktor pembatasnya begitu berat sehingga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Kelas N2 (tidak sesuai selamanya); lahan mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.

3.

Sub-kelas

Menunjukan keadaan tingkatan dalam kelas yang didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas. Masing-masing kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub-kelas kesesuaian tergantung pada jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas dicerminkan oleh simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas. Misalnya S2n, artinya lahan tersebut mempunyai kelas kesesuaian S2 (cukup sesuai) dengan pembatas n (ketersediaan hara). Jika terdapat lebih dari satu faktor pembatas, maka pembatas yang paling utama diletakkan lebih awal.

4.

Satuan (unit)

Menunjukkan tingkatan dalam subkelas didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Perbedaan antara satu unit dengan unit yang lain merupakan perbedaan dalam sifat-sifat tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan seringkali merupakan perbedaan detail dari pembatas-pembatasnya. Pemberian simbol kesesuaian lahan pada tingkat unit dilakukan dengan angka setelah simbol subkelas yang dipisahkan oleh tanda penghubung, misalnya S2n-1, S2n-2.

III.4 Pola tata tanam 1. Tata Tanam

Agar kebutuhan air pada tanaman dapat terpenuhi dengan baik, maka perlu dilakukan suatu pembagian.Pembagian tersebut merupakan pola tanam.Untuk pola tanam hendaknya disesuaikan dengan ketersediaan sumber air untuk jaringan irigasi.Apabila sumber air cukup banyak, maka pola tanam dalam satu tahun dapat berupa Padi-PadiPalawija, apabila sumber air yang tersedia cenderung sedikit, maka dapat digunakan pola tanam Padi-Palawija-Palawija.

2. Jadwal Tata Tanam

Wilayah Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.Oleh karena itu dalam pola tata tanam awal tanam merupakan hal yang penting untuk direncanakan.Pada awal tanam, biasanya musim hujan belum turun sehingga persediaan air relatif kecil.Untuk menghindari kekurangan air, maka urutan tata tanam pada waktu penyiapan lahan diatur sebaik-baiknya.

3. Koefisien Tanaman

Setiap tanaman memiliki koefisien yang berbeda. Koefisien tanaman ini akan berhubungan dengan nilai evapotranspirasi yang akan dipakai pada metoda Penman modifikasi.Koefisien yang dipakai harus berdasarkan pada pengalaman dari proyekproyek irgasi yang ada.

Sebagai

acuan

biasanya

diberikan

table

koefisien

tanaman

menurut

NEDECO/PROSIDA serta dari FAO.Koefisien tanaman yang biasanya dipergunakan di Indonesia adalah koefisien tanaman untuk padi dan palawija, karena dianggap padi dan palawija merupakan tanaman yang paling sering ditanam di Indonesia.

Tabel 4.1. Harga- harga koefisien tanaman untuk diterapkan dengan metode perhitungan evapotranspirasi FAO Tanaman

1/2 bulan No.

Jangka tumbuh/hari

1

2

3

4

5

Kedelai

85

0,5

0,75

1,0

1,0

0,82

0,45*

Jagung

80

0,5

0,59

0,96

1,05

1,02

0,95*

130

0,5

0,51

0,66

0,85

0,95

Bawang

70

0,5

0,51

0,69

0,90

0,95*

Buncis

75

0,5

0,64

0,89

0,95

0,88

Kapas

195

0,5

0,5

0,58

0,75

0,91

Kacang tanah

6

7

8

9

0,95

0,95

0,55

0,55*

1,04

1,05

1,05

1,05

10

11

12

13

0,78

0,65

0,65

0,65

Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, KP-01, Departemen Pekerjaan Umum

4. Kebutuhan Air Tanaman (evapotranspirasi potensial)

Dalam penentuan kebutuhan air tanaman, kebutuhan air akan diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air pada masa persiapan lahan, dan pada masa tanam. Rumus untuk mendapatkan kebutuhan air tanaman : ET = k . ETo Dimana : ET

= Kebutuhan air tanaman (evapotranspirasi potensial) (mm/hari).

k

= Koefisien tanaman

ETo

= Evaporasi potensial (mm/hari).

5. Perkolasi

Kehilangan air di lahan pertanian diperhitungkan karena adanya rembesan air dari daerah tidak jenuh ke daerah jenuh air (perkolasi). Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1.

Tekstur tanah, Makin besar tektur tanah makin besar angka perkolasinya dan sebaliknya.

2.

Permeabilitas tanah, makin besar permeabilitasnya, makin kecil perkolasiyang terjadi.

3.

Tebal lapisan tanah bagian atas. Makin tipis lapisan tanah bagian atas makin kecil angka perkolasinya.

4.

Letak permukaan air tanahMakin dangkal air tanah makin kecil angka perkolasinya.Perkolasi dapat mencapai 1 – 3 mm per hari.

6. Pengolahan Tanah

Untuk penanaman padi, tanah terlebih dahulu harus diolah, untuk pengolahan tanah diperlukan air agar tanah tersebut menjadi lembek.Banyaknya air yang diperlukan dalam periode pengolahan tanah berkisar antara 150-250 mm. Banyaknya air irigasi yang paling banyak adalah saat terjadi pengolahan tanah, apalagi bila tidak terjadi turun hujan atau waktu untuk pengolahan tanah tersebut sangat sempit.Pengolahan tanah pada umumnya dilakukan 20-30 hari sebelum penanaman dimulai pengolahan tanah ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pembajakan dan panggarukan. Banyaknya air yang diperlukan untuk saat pengolahan tanah dapat dihitung dari rumus sebagai berikut :

Wp

= [ A . S + A .d (n-1) / 2 ] . 10 (m3)

Wp

= Banyaknya air saat pengolahan tanah

N

= Jumlah hari pengolahan tanah

S

= Tinggi air untuk pengolahan (mm)

D

=

A

= Luas daerah yang tanahnya diolah

Unit

water

requirement

(mm)

(Evapotranspirasi

+

Perkolasi)

Banyaknya air untuk pengolahan tanah pada hari ke- X dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut: W px = A/n [ s + (x-1) d ] 10 m3

7. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah.Rumus berikut dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan.

PWR 

( S a  S b ) N .d  Pd  F1 10 4

dimana : PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mm Sa

= Derajat kejenuhan tanag setelah, penyiapan lahan dimulai, %

Sb

= Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai, %

N

=Porositas tanah dalam % pada harga rata-rata untuk kedalaman tanah

d

= Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan mm

Pd

= Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan, mm

F1

= Kehilangan air di sawah selama 1 hari, mm Untuk tanah berstruktur berat tanpa retak-retak kebutuhan air untuk penyiapan lahan

diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Pada permulaan transplantasi tidak akan ada laposan air yang tersisa di sawah. Setelah transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan, ini berarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjai 250 mm untuk menyiapkan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transpantasi selesai.

Bila lahan telah dibiarkan beda selama jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih), maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk yang 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.

Untuk tanah-tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga-harga kebutuhan air untuk penyelidikan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan sebaiknya dipelajari dari daerah-daerah di dekatnya yang kondisi tanahnya serupa dan hendaknya didasarkan pada hasil-hasil penyiapan di lapangan. Walau pada mulanya tanah-tanah ringan mempunyai laju perlokasi tinggi, tetapi laju ini bisa berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun. Kemungkinan ini hendaknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga-harga kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditetapkan menurut ketentuan di atas.

8. Kebutuhan air selama penyiapan lahan Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam 1/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut : IR = M ek/ (ek – 1) Dimana : IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/ hari M = Kebutuhan air untuk mengganti/ mengkompensari kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = Eo + P, mm/ hari Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1* ETo selama penyiapan lahan, mm/ hari P = Perkolasi k

= MT/S

T = jangka waktu penyiapan lahan, hari S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan laposan air 50 mm, mm yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan di atas. Untuk menyikapi perubahan iklim yang selalu berubah dan juga dalam rangka penghematan air maka diperlukan suatu metode penghematan air pada saat pasca konstruksi. Pada saat ini perhitungan kebutuhan air dihitung secara konvensional yaitu dengan metode genangan, yang berkonotasi bahwa metode genangan adalah metode boros air.

9. Persemaian Pekerjaan persemaian tanaman biasanya bersamaan dengan pekerjaan pengolahan tanah, tetapi karena kurang tenaga kerja terkadang dilakukan sekitar 5 hari setelah pengolahan tanah .Untuk persemaian ini biasanya diperlukan waktu 20-25 hari adapun luas yang diperlukan untuk persemaian pada umumnya 5% dari luas lahan.Sedang kebutuhan air untuk persemaian lebih kurang 6 mm/hari. 10. Curah Hujan Efektif Untuk mengaliri suatu sawah, maka perlu dipertimbangkan curah hujan efektif yang akan digunakan. Biasanya untuk curah hujan efektif bulanan diambil 80% untuk tanaman padi dengan kemungkinan tidak terpenuhi adalah 20%.Curah hujan efektif dilakukan dari hasil analisis data curah hujan. Analisis data curah hujan bertujuan untuk menentukan :

-

Curah hujan efektif adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang tersedia secara efektif untuk memenuhi kebutuhan air tanaman

-

Curah hujan lebih dipakai untuk menghitung kebutuhan pembuangan/ drainase dan debit banjir Jadi yang dimaksud dengan Re adalah Rh yakni curah hujan efektif yang didapatkan dari hasil 0,7 * R80, dimana R80 adalah curah hujan dengan kemungkinan 80% terjadi.Untuk mencari nilai dari R80, maka yang perlu dilakukan adalah hal-hal sebagai berikut :  Mengumpulkan data curah hujan bulanan selama kurun waktu tertentu dari beberapa stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah irigasi. Biasanya perhitungan menggunakan minimal waktu 10 tahun, dan dibutuhkan 3 stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah irigasi.  Merata-ratakan data curah hujan dari beberapa stasiun yang diperoleh.  Mengurutkan data curah hujan dari yang terkecil sampai yang terbesar.  Mencari nilai R80 dengan mengguanakan rumus (N/n+1), dimana N adalah urutan dan n adalah jumlah tahun yang diambil  Menghitung nilai Re, dimana Re=0,7*R80

11. Debit Andalan Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80% (kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah dari debit andalan adalah 20%). Debit andalan ditentukan untuk periode tengah – bulanan. Debit minimum sungai diantalisis atas dasar data debit harian sungai. Agar analisisnya cukup tepat dan andal, catatan data yang diperlukan harus meliputi jangka waktu paling sedikit 20 tahun. Jika persyaratan ini tidak bisa dipenuhi, maka metode hidrologi analitis dan empiris bisa dipakai. Dalam menghitung debit andalan, kita harus mempertimbangkan air yang diperlukan dari sungai di hilir pengambilan. Dalam praktek ternyata debit andalan dari waktu kewaktu mengalami penurunan seiring dengan penurunan fungsi daerah tangkapan air. Penurunan debit andalan dapat menyebabkan kinerja irigasi berkurang yang mengakibatkan pengurangan areal persawahan. Antisipasi keadaan ini perlu dilakukan

dengan memasukan faktor koreksi besaran 80% - 90%untuk debit andalan. Faktor koreksi tersebut tergantung pada kondisi perubahan DAS. Salah satu metode untuk mengestimasi data debit yang digunakan adalah Metode Dr. F.J. Mock(1973) dimana memperkenalkan model sederhana simulasi simulasi keseimbangan air bulanan untuk aliran yang meliputi data hujan, evaporasi dan karakteristik hidroogi daerah pengaliran. Kriteria perhitungan dan asumsi yang digunakan dalam analisa Dr. F.J. Mock adalah sebagai berikut : 1.

Evapotranspirasi Aktual (Ea) / Evapotranspirasi Terbatas (Et) Evapotranspirasi aktual dihitung dari evaporasi potensial metode Penman (ETo). Hubungan antara evaporasi potensial dengan evapotranspirasi aktual dihitung dengan rumus : Ea

= ETo - E  (Ea = Et)

E

= ETo x (m/20) x (18-n)  (E = E)

Dengan : Ea

= Evapotranspirasi aktual (mm/hari)

Et

= Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)

ETo

= Evaporasi potensial metode Penman (mm/hari)

m

= Prosentase lahan yang tidak tertutup tanaman, ditaksir dari peta tataguna lahan

m

= 0 untuk lahan dengan hutan lebat

m

= 0 untuk lahan dengan hutan sekunder pada akhir musim hujan dan bertambah 10 % setiap bulan kering berikutnya

2.

m

= 10 % – 40 % untuk lahan yang tererosi

m

= 30 % – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah (misal: sawah,ladang)

n

= Jumlah hari hujan dalam sebulan

Keseimbangan Air di Permukaan Tanah a.

Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut : Ds = P – Et Dengan :

Ds

= Air hujan yang mencapai permukaan tanah(mm/hari)

P

= Curah hujan (mm/hari)

Et

= Evapotranspirasi terbatas (mm/hari)

Bila harga DS positif (P > Et) maka air akan masuk ke dalam tanah bila kapasitas kelembaban tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan melimpas bila kondisi tanah jenuh. Bila harga Ds negatif (P < Et), sebagian air tanah akan keluar dan terjadi kekurangan (defisit). b.

Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga Ds. Bila harga negatif maka kapasitas kelembaban kekurangan kapasitas kelembaban tanah bulan sebelumnya.

c.

Kapasitas kelembaban tanah (Soil Moisture Capacity) Perkiraan kapasitas kelembaban tanah awal diperlukan pada saat dimulainya simulasi dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan tanah atas dari daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air dalam tanah per m3. Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar, maka kapasitas kelembaban tanah akan makin besar pula. Jika pemakaian model dimulai bulan januari, yaitu pertengahan hujan, maka tanah

dapat dianggap berada pada lapisan lapangan (field capacity). Sedangkan jika model dimulai dalam musim kemarau, akan terdapat kekurangan, dan kelembaban tanah awal yang mestinya di bawah kapasitas lapangan.

3.

Limpasan dan Penyiapan Air Tanah (Run Off & Groundwater Storage) a.

Koefisien Infiltrasi (i) Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang porous misalnya pasir halus mempinyai infiltrasi lebih tinggi dibandingkan tanah lempung berat. Lahan yang terjal dimana air tidak sempat infiltrasi ke dalam tanah maka koefisien infiltrasi akan kecil. Batasan infiltrasi adalah 0,0 – 1,0.

b.

Penyiapan Air Tanah (Groundwater Storage) Pada permulaan simulasi harus ditentukan penyiapan awal (initial storage) yang besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Sebagai contoh : dalam daerah pengaliran kecil yang mana kondisi geologi lapisan bawah adalah tidak ada air sungai pada musim kemarau, maka penyimpanan air tanah menjadi nol. Rumus – rumus yang digunakan :

Vn

= k . Vn-1 + ½ (1 + k) . In

DVn = Vn – Vn-1 Dengan : Vn

= Volume air tanah bulan ke n

Vn-1 = Volume air tanah bulan ke (n – 1) K

= qt/qo = Faktor resesi aliran air tanah (catchment area recession factor)

qt

= Aliran air tanah pada waktu t (bulan ke t)

qo

= Aliran air tanah pada awal t (bulan ke 0)

In

= Infiltrasi bulan ke n

DVn-1 = Perubahan volume aliran air tanah Faktor resesi air tanah (k) adalah 0 – 1,0. Harga k yang tinggi akan memberikan resesi yang lambat seperti pada kodisi geologi lapisan bawah yang lambat seperti pada kondisi geologi lapisan bawah yang sangat lulus air (permeable). c.

Limpasan (Run Off) Aliran dasar

: infiltrasi dikurangi perubahan volume aliran air dalam tanah.

Limasan langsung

: kelebihan air (water surplus) – infiltrasi

Limpasan

: aliran dasar + limpasan langsung

Debit andalan

: aliran sungai dinyatakan dalam m3/bulan

Langkah-langkah perhitungan debit Metode F.J. Mock : 1.

Mempersiapkan data-data yang dibutuhkan, antara lain :

rerata hujan daerah (P),

evapotranspirasi potensial (ETo), jumlah hari hujan (n), faktor resesi aliran air tanah (k), dan angka koefisien infiltrasi (i). 2.

Menentukan evapotranspirasi terbatas (Et).

3.

Menentukan besar hujan dipermukan tanah (Ds).

4.

Menentukan harga kelembaban tanah (SMC).

5.

Menentukan infiltrasi (i), dengan koefisien antara 0 – 1,0.

6.

Menentukan air lebihan tanah (water surplus).

7.

Menentukan kandungan air bawah tanah (Vn).

8.

Menentukan perubahan kandungan air bawah tanah (DVn).

9.

Menentukan aliran dasar aliran langsung.

10. Menentukan debit yang tersedia di sungai.

3

Pergantian Lapisan Air Pergantian lapisan air biasanya dilakukan setelah pemupukan.Pergantian lapisan air dilakukan menurut kebutuhan.Jika tidak ada penjadwalan yang khusus, hendaknya melakukan pergantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm selama satu bulan atau satu setengah bulan setelah transplantasi.

4

Efesiensi Irigasi Efisiensi irigasi (e) adalah angka perbandingan jumlah debit air irigasi terpakai dengan debit yang dialirkan; dan dinyatakan dalam prosen (%). Untuk tujuan perencanaan, dianggap seperempat atau sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Efisiensi irigasi keseluruhan rata-rata berkisar antara 59 % - 73 %. Oleh karena itu kebutuhan bersih air di sawah (NFR) harus dibagi effsiensi irigasi untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di intake. 1.

Saluran tersier, kehilangan air = 20%, sehingga efisiensi  80 %

2.

Saluran sekunder, kehilangan air 10 %, sehingga efisiensi  90 %

3.

Saluran utama, kehilangan air 10 %, sehingga efiseiensi  90 % Efisiensi secara keseluruhan dihitung sebagai berikut = efisiensi jaringan tersier

(60%) x efisiensi jaringan sekunder (90%) x efisiensi jaringan primer (90%), sehingga efisiensi irigasi secara keseluruhan  65 %.

5

Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi diperkirakan untuk menentukan analisis sumber air untuk keperluan irgasi.Perimbangan antara air yang dibutuhkan dengan debit yang tersedia dipelajari dengan menggunakan data-data yang ada. Di sini dibedakan tiga bidang utama pada perhitungan kebutuhan air irigasi. Bidangbidang yang dimaksud adalah: -

Meteorologi

-

Agronomi dan tanah serta

-

Jaringan irigasi

Dalam memperhitungkan kebutuhan air harus dipertimbangkan kebutuhan untuk domestik dan industri. Ada berbagai unsur yang akan dibicarakan secara singkat di bawah ini. a. Evaporasi Eo = 1,1 x Eto b. Curah hujan efektif Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah-bulanan diambil 70 % dari curah hujan rata-rata mingguan atau tengah-bulanan dengan kemungkinan tak terpenuhi 20 %. c. Pola tanam Pola tanam seperti yang diusulkan dengan memperhatikan kemampuan tanah menurut hasil-hasil survei. Kalau perlu akan diadakan penyesuaian-penyesuaian. d. Koefisien tanaman Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi (ETo) dengan evapotranspirasi tanaman acuan (ETtanaman) dan dipakai dalam rumus Penman. Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman yang terus menerus di daerah itu. e. Perkolasi dan rembesan Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah. Tes kelulusan tanah akan merupakan bagian dari penyelidikan ini. Apabila padi sudah ditanam di daerah tersebut, maka pengukuran laju perkolasi dapat dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hr. Di daerah-daerah miring perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerahdaerah dengan kemiringan di atas 5 persen, paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.

f. Penyiapan lahan Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan mesin, jangka waktu satu bulan dapat dipertimbangkan. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200 mm. Ini meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah; pada awal transplantasi akan ditambahkan lapisan air 50 mm lagi. Angka 200 mm di atas mengandaikan bahwa tanah itu "bertekstur berat, cocok digenangi dan bahwa lahan itu belum bera (tidak ditanami) selama lebih dari 2,5 bulan. Jika tanah itu dibiarkan bera lebih lama lagi, ambillah 250 mm sebagai kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk kebutuhan air untuk persemaian. g. Efisiensi Irigasi h. Rotasi / Golongan Untuk menghitung kebutuhan air total penyiapan lahan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : NFR = ( IR-Re )  Menghitung kebutuhan air total ( bersih ) di sawah untuk padi menggunakan Re80, sementara untuk palawija digunakan Re50.Untuk menghitung kebutuhan air bersih digunakan

rumus

:

NFR = ETc + P + WLR – Re  Menghitung kebutuhan air irigasi di intake DR = NFR / 0,65*8,64 Keterangan DR : Kebutuhan air irigasi di intake (diversion requirement) LP : Kebutuhan air selama masa penyiapan lahan Faktor 0,65 adalah nilai efisiensi dari saluran, dan 8,64 adalah konstanta pengubah mm/hari menjadi l/dt/ha.

6

Sistem Rotasi Irigasi rotasi (rotational irrigation) merupakan teknik irigasi dimana pemberian air dilakukan pada suatu luasan tertentu untuk periode tertentu, sehingga areal tersebut menyimpan air yang dapat digunakan hingga periode irigasi berikutnya dilakukan. Jika terjadi kekurangan air akibat kebutuhan air yang besar sementara tersedianya air kurang, maka perlu dilakukan pemberian air secara rotasi antar petak tersier atau antar petak sekunder.

7

Sistem Giliran Pada umumnya sering terjadi kekurangan air irigasi selama musim kemarau, terutama pada petak yang terakhir. Jika hal ini terjadi, pengairan saluran-saluran harus digilir untuk menghilangi kehilangan air yang banyak selama pengangkutan. Debit minimum suatu saluran berbeda-beda, tergantung luas sawah yang ditanami dan luas sawah yang mendapat air dari saluran tersebut. Untuk keperluan itu perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut : a.

Pembagian air tidak kurang dari 20 lt/dt. Untuk menjamin hal tersebut pemberian air digilir.

b.

Seluruh jaringan tersier tergilir, jika jumlah air bersesuaian dengan FR 0,1 0 lt/dt/ha.

c.

Prioritas pemberian air disesuaikan dengan P > W > R. 1. Jadwal pemberian disiapkan untuk masing-masing saluran tersier, dan diberitahukan ke tiap desa. Jadwal penggiliran didasarkan pada periode 10 harian dan LPR dari tersier-tersier. 2. Pembagian sampai pada pintu tersier akan diawasi oleh juru, sedangkan dalamjaringan diawasi oleh ulu-ulu (sambong). 3. Juru dan pengamat akan turun tangan dalam pembagian air di petak tersier, hanya jika terjadi perselisihan di desa-desa. Keterangan : FPR (Factor Palawija Relatif) adalah perbandingan antara debit minimum terhadap LPR. FPR = Q/LPR Dimana: Q LPR

= Debit air minimum = Angka perbandingan antara satuan luas baku terhadap palawija

yang berdasarkan jumlah kebutuhan satuan air terhadap tanaman palawija.

Keuntungan yang diperoleh dari sistim giliran adalah : 1.

Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak

2.

Kebutuhanpengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada perioda pengolahan lahan)

Sedangkan yang tidak menguntungkan adalah : 1.

jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama akibat lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman

2.

kehilangan air akibat eksploitasi ssedikit lebih tinggi

4.16. Sistem Golongan Cara ini dilakukan bila jumlah air sangat terbatas, sementara kebutuhan air (terutama saat pengolahan tanah) sangat besar. Maka saat tanam dilakukan secara bertahap dari satu petak tersier ke petak lainnya. Kelompok-kelompok dalam petak tersier ini disebut sebagai golongan, yang idealnya satu daerah irigasi dibagi dalam 3-5 golongan dengan jarak waktu tanam biasanya 2-3 minggu. Untuk memudahkan operasional jaringan irigasi, tiap pintu tersier diberi tanda/papan nama yang menunjukkan urutan golongan dan tanggal menerima air irigasi. Urutan-urutan pemberian air irigasi setiap tahun dapat berubah sehingga permulaan masa tanam untuk tiap golongan tiap tahunnya juga berubah.

Related Documents


More Documents from "Buat RegisterAplikasi"