NO. 1 a. Berpikir dan Bijaksana Yang saya ketahui tentang Bijkasana ialah bijaksana adalah bertindak sesuai dengan akal pikiran yang sehat disertai hati nurani yg baik dan selalu berhati – hati dalam mengambil keputusan sehingga menghasilkan tingkah laku yang baik dan benar sehingga tidak menyimpang dari norma-norma kehidupan dan kemanusiaan sehingga dapat dicontoh bagi orang banyak. Contohnya saja dalam pengelolaan keuangan. Orang yang bijaksana bisa membedakan mana yang menjadi prioritas utama dan mana yang tidak terlalu penting dilakukan. Hal pertama saat uang diterima adalah memikirkan tentang investasi atau tabungan. Kebijaksanaan disini berkaitan erat dengan kecerdasan dan penekanan hawa nafsu / keinginan. Dan berpikir ialah merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah kesimpulan yaitu berupa pengetahuan (Suriasumantri 1997: 1). Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : bahasa ilmiah, logika dan matematika, logika dan statistika ( Tim Dosen Filsafat Ilmu. 1996: 68).
b. Keraguan dan kekagumam Yang saya ketahui Keraguan, dalam Sejarah Filsafat Barat Keraguan dalam bahasa Latin berasal dari kata dubitare, artinya meragukan. Hal itu didefinisikan sebagai keadaan terpotongnya persetujuan terhadap suatu proposisi
dan
terhadap
kontradiksinya.
Keraguan
juga
dipahami
ketidakpastian tentang kebenaran sesuatu; mempersoalkan kebenaran suatu gagasan atau menganggapnya dapat dipersoalkan; condong tidak percaya akan kebenaran suatu pernyataan; kebimbangan antara ya dan tidak, antara pendapatpendapat yang bertentangan, tanpa menyetujui yang satu atau yang lainnya (Bagus, 1996: 450). Keraguan juga disebut sebagai skeptisisme (Bagus, 1996: 1017)
Kekaguman Ialah adalah sebuah perasaan takjub terhadap sesuatu yang mengesankan. Contohnya seperti kita kagum terhadap apa yang telah diraih seseorang. C. Kritis Dan radikal Menurut saya kritis adalah bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan, contohnya adalah sepertiPada saat bermusyawarah, kegiatan tersebut juga terdapat banyak tindakan yang membutuhkan pemikiran kritis (berpikir kritis). Disitu seseorang dituntut harus berusaha mengeluarkan ide-ide yang ada di pikiran untuk dipertimbangkan oleh seluruh peserta musyawarah. Dalam mempertimbangkan ide tersebut seseorang juga melakukan berpikir kritis karena hal tersebut menyangkut banyak kepentingan bersama apakah itu baik untuk dilaksanakan atau tidak. Dengan begitu maka kegiatan dari musyawarah akan menghasilkan pilihan yang paling bijak bagi kebaikan bersama.
Radikal menurut pendapat saya adalah suatu perbuatan kasar yang bertentangan dengan norma dan nilai sosial.
Berikut ini adalah ciri-ciri radikalisme:
Radikalisme adalah tanggapan pada kondisi yang sedang terjadi, tanggapan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan dengan keras. Melakukan upaya penolakan secara terus-menerus dan menuntut perubahan drastis yang diinginkan terjadi. Orang-orang yang menganut paham radikalisme biasanya memiliki keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan. Penganut radikalisme tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan dalam mewujudkan keinginan mereka. Penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda pandangan dengannya adalah bersalah.
D. terminologi filsafat Menurut plato Dalam filsafat plato disebutkan bahwa sebelum jasad tercipta, jiwa adalah entitas di alam idea. Pada saat jiwa masih merupakan entitas alam idea, jiwa memiliki semua kesempurnaan pengetahuan karena jiwa adalah sesuatu yang sempurna. Jiwa mengetahui segala sesuatu. Namun pada saat jasad tercipta di alam materi maka jiwa harus turun bersatu bersama jasad dan tunduk pada hukum-hukum ketidaksempurnaan materi. Jiwa menjadi sesuatu yang tidak sempurna dan jiwa mengalami kelupaan terhadap seluruh pengetahuan yang pernah dimilikinya ketika berada di alam idea. Dalam filsafat ini Plato menyebutkan bahwa alam materi pada dasarnya hanyalah cerminan dati alam idea.
Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Berikut adalah teori-teori yang disampaikan oleh Aristoteles mengenai filsafat:
1. 2. 3. 4.
Aristoteles mengklasifikasikan filsafat menjadi beberapa bagian yaitu: Logika yaitu tentang bentuk susunan pikiran. Filosofia teoritika Filosofia praktika, tentang hidup kesusilaan (berbuat) Filosofia poetika/aktiva (pencipta)
Menurut Al-Farabi Bagi al-farabi, tujuan filsafat dan agama adalah sama, yaitu mengetahui semua wujud. Hanya saja filsafat memakai dalil-dalil yang yakiniy dan ditujukan kepada golongan tertentu, sedang agama memakai cara iqna’iy (pemuasan perasaan) dan kiasan-kiasan serta gambaran untuk semua orang. Pemahaman ini didasarkan pada pengertian al-farabi tentang filsafat sebagai upaya untuk mengetahui semua yang wujud karena ia wujud (al-ilm bil maujudat bima hiya maujudah). Falsafah al-Farabi merupakan suatu intelektual dalam bentuk kongkrit dari apa yang disebut “Falsafah Pemaduan” (al-Falsafah at-Taufiqiyah) sebagai ciri yang sangat menonjol dari falsafah Islam. Pemikirannya merupakan pemaduan falsafah Aristoteles, Plato dan New-Platonisme dengan pemikiran Islam yang bercorak aliran Syiah Imamiyah. Al-Farabi pun akhirnya mampu mendemonstrasikan dasar persinggungan antara Aristoteles dan Plato dalam sejumlah hal, seperti penciptaan dunia, kekekalan ruh, serta siksaan dan pahala di akhirat kelak. Konsep Farabi mengenai alam, Tuhan, kenabian, esensi, dan eksistensi tak dapat dipisahkan antara keduanya. Mengenai proses penciptaan alam, ia memahami penciptaan alam melalui proses pemancaran (emanasi) dari Tuhan sejak zaman azali. 1. Filsafat Metafisika dan Teori Emanasi cara bahasa Metafisika berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physika (sesudah fisika). Istilah ini merupakan judul yang diberikan Andronikos terhadap empat belas buku karya Aristoteles yang ditempatkan sesudah fisika yang terdiri dari delapan buku. Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah metafisika, melainkan filsafat pertama (Proote Philosophy),
sedangkan Emanasi ialah teori tentang keluarnya sesuatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dari Zat yang wajibul wujud (Zat yang mesti adanya: Tuhan). Teori emanasi .
disebut juga dengan nama “teori urut-urutan wujud”. Menurut alFarabi, Tuhan adalah pikiran yang bukan berupa benda 2. Filsafat kenabian Filsafat kenabian dalam pemikiran al-Farabi erat hubungannya dengan agama. Agama yang dimaksud adalah agama Samawi (langit). Dalam agama Islam Nabi adalah manusia seperti manusia lainnya. Akan tetapi Nabi diberi kelebihan oleh Allah akan kemuliaan berupa mukjizat yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya. Maka dalam agama Islam, seorang Nabi adalah utusan Allah yang mengemban tugas keagamaan. Nabi adalah utusan Allah yang diberikan Al Kitab yang dipandang sebagai Wahyu Ilahi. Oleh sebab itu, apa yang diucapkan oleh Nabi yang berasal dari Allah adalah wahyu, dengan ucapan yang tidak keluar dari nafsunya sendiri. 3. Filsafat Politik Fungsi utama dalam filsafat politik atau pemerintahan al-Farabi ini adalah fungsi kepala Negara yang serupa dengan fungsi jantung (alqalb) di dalam tubuh manusia. Kepala negara merupakan sumber seluruh aktivitas, sumber peraturan, berani, kuat, cerdas, pecinta pengetahuan serta keadilan, dan memiliki akal mustafad yang dapat berkomunikasi dengan Akal kesepuluh, pengatur bumi, dan penyampai Wahyu Menurut al-Farabi, Negara mempunyai warga-warga dengan bakat dan kemampuan yang tidak sama satu sama lain. Di antara mereka
terdapat seorang kepala dan sejumlah warga yang martabatnya mendekati martabat kepala, dan masing-masing memiliki bakat dan keahlian untuk melaksanakan tugas-tugas yang mendukung kebijakan Kepala Negara (sebagai sebuah jabatan). Kemudian dari Kepala Negara, membagi tugasnya kepada sekelompok masyarakat di bawah peringkatnya, kemudian di bawah peringkat tersebut, ada sekelompok orang lagi yang bertanggung jawab untuk kesejahteraan Negara dan begitu seterusnya sampai golongan terendah. 4. Filsafat Pendidikan Al-farabi dalam sebuah risalahnya menyebutkan bahwa yang pertama dilakukan dalam pendidikan dan pengajaran adalah dimulai dengan memperbaiki akhlak. Hal ini dikarenakan orang yang tidak memiliki kepribadian yang baik tidak mungkin belajar ilmu baik. Alasan yang dikemukan al-Farabi ini berdasarkan pendapat filsuf Plato “ Sesungguhnya orang yang tidak bersih dan suci tidak dekat dengan orang yang bersih dan suci. E. Objek Secara umum,Objek Materi dan Objek Formal. Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot
Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak. byek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya.
Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu
menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya. NO. 2 Manusia adalah makhluk berfikir. Manusia yang berpikir secara mendalam disebut filosof. Namun tidak semua manusia yang berpikir itu adalah filosof, kalau berfikirnya tidak mendalam, tidak bersungguh-sungguh dan tidak mengguakan metode dan sistematika berpikir. Beberapa cara berpikir kefilsafatan dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya hingga sampai pada hakikatnya atau substansi yang dipikirkan 2. Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan terletak pada aspek keumumannya 3. Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia 4. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kadah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi
5. Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu 6. Kompherehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara menyeluruh 7. Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan haisl pemikiran yang bebas, yakni bebas drai prasangka-prasangka social, historis, cultural bahkan religious 8. Bertanggung jawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir sekaligus bertanggunngjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri. NO.3 Untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang benar ada 2 cara yang dapat ditempuh, yaitu dengan cara Non-Ilmiah dan cara Ilmiah.
1. Dengan Cara Non-Ilmiah
• Akal Sehat (common sence) Adalah serangkaian konsep dan bagan yang memuaskan untuk penggunan praktis
bagi
kemanusiaan.
Konsep
adalah
pernyataan
abstraksi
yang
digeneralisasikan dari hal-hal khusus. Sedangkan bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teori.
• Prasangka Penemuan pengetahuan yang dilakukan melalui akal sehat dan kebanyakan diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal ini menyebabkan akal sehat mudah berubah menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah perbuatan generalisasi yang terlalu dipaksakan, generalisasi dari hubungan sebab akibat, sehingga hal tersebut menjadi prasangka.
• Pendekatan Intuitif Dalam pendekatan ini orang memberikan pendapat tentang suatu hal yang berdasarkan atas “pengetahuan” yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tidak disadari atau tidak dipikirkan terlebih dahulu. Dengan intuitif orang memberi penilaian tanpa didahului oleh suatu renungan.
• Kebetulan atau Coba-Coba Penemuan secara kebetulan dan coba-coba, banyak diantaranya yang sangat berguna. Penemuan ini diperoleh tanpa rencana, dan tidak pasti. Penemuan kebenaran secara kebetulan atau melalui coba-coba didasarkan atas pikiran logis semata. Misalnya,
seorang
anak
yang
terkunci
dalam
kamar,
dalam
kebingungannya ia mencoba keluar lewat jendela dan berhasil.
· Pendapat otoritas ilmiah dan pikiran ilmiah Otoritas ilmiah biasanya dapat diperoleh seseorang yang telah menempuh pendidikan formal tertinggi, misalnya Doktor atau seseorang dengan pengalaman profesional atau kerja ilmiah dalam suatu bidang yang cukup banyak (profesor). Pendapat mereka seringkali diterima sebagai sebuah kebenaran tanpa diuji, karena apa yang mereka telah dipandang benar. Padahal, pendapat otoritas ilmiah tidak selamanya benar, bila pendapat tersebut tidak disandarkan pada hasil penelitian, namun hanya disandarkan pada pikiran logis semata.
2. Dengan Cara Ilmiah Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah adalah berupa kegiatan penelitian ilmiah dan dibangun atas teori-teori tertentu. Kita dapat pahami bahwa teori-teori
tersebut berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terkontrol berdasarkan data-data empiris yang ditemukan di lapangan. Teori yang ditemukan harus dapat diuji keajekan dan kejituan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan dengan langkah-langkah serupa pada kondisi yang sama maka akan diperoleh hasil yang sama atau hampir sama. Untuk sampai pada kebenaran ilmiah ini, maka harus melewati 3 tahapan berpikir ilmiah yang harus dilewati, yaitu:
1. Skeptik Cara berfikir ilmiah pertama ini ditandai oleh cara orang di dalam menerima kebenaran informasi atau pengetahuan tidak langsung di terima begitu saja, namun dia berusaha untuk menanyakan fakta atau bukti terhadap tiap pernyataan yang diterimanya.
2. Analitik Cara ini ditandai oleh cara orang dalam melakukan setiap kegiatan, ia selalu berusaha menimbang-nimbang setiap permasalahan yang dihadapinya, mana yang relevan dan mana yang menjadi masalah utama dan sebagainya. Dengan cara ini maka jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi akan dapat diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan.
3. Kritis Cara berfikir ilmiah ketiga adalah ditandai dengan orang yang selalu berupaya mengembangkan kemampuan menimbang setiap permasalahan yang dihadapinya secara objektif. Hal ini dilakukan agar semua data dan pola berpikir yang diterapkan selalu logis.
No.4 Menurut Antologi, ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologism. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (lihat Notonagoro, 1975: 53). Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat: Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan silasila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.
Menurut epistemologis ,Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila. Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk pyramidal. Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, di mana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainny, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat. Menurut aksiologis, Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan. Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek. Ada berbagai macam teori tentang nila