Tugas Ujian Neuro.docx

  • Uploaded by: Hardy Putranto
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Ujian Neuro.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,307
  • Pages: 49
TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

HIPOKALEMI

A. Definisi Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena kehilangan kalium yang berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal.1

B. Etiologi Penyebab Hipokalemia diantaranya ialah: 1. Deplesi Kalium Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka3.

2. Disfungsi Ginjal

Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B. 3. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit. 4. Kehilangan K+ Melalui Ginjal Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia.

Obat-obat lain yang bisa menyebabkan hipokalemia dirangkum dalam tabel:

5. Endokrin atau Hormonal Aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium. 3

C. Patofisiologi Keseimbangan Elektrolit Perpindahan Trans Selular

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1. Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam. Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

D. Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung 4 Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF. Ini membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi risiko stroke. Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium. Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada hipokalemia pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk. mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK. Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia. Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.

E. Derajat Hipokalemia Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L, sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan mengancam jiwa. F. Gejala Klinis Hipokalemia5 a CNS dan neuromuskular Lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang. b Pernapasan Otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut) c Saluran cerna Menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual muntah. d Kardiovaskuler Hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG. e Ginjal Poliuria,nokturia.

G. Diagnosis Untuk memastikan hipokalemia, akan dilakukan serangkaian pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang, seperti kadar K dalam serum kurang dari 3.5 mEq/L, kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam, kadar Mg dalam serum, analisis gas darah, dan terdapat gelombang U pada elektrokardiografi (EKG).9

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

H. Penatalaksanaan Hipokalemia Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum. Koreksi dilakukan berdasarkan kadar kalium, yaitu: 1. Kalium 2,5 – 3,5 mEq/LBerikan 75 mEq/kgBB per oral per hari dibagi tiga

dosis. 2. Kalium <2,5 mEq/L

Ada 2 cara, berikan secara drip intravena dengan dosis: a. [(3,5 – kadar K+ terukur) x BB(kg) x 0,4] + 2 mEq/kgBB/24 jam, dalam 4 jam pertama. [(3,5 – kadar K+ terukur) x BB(kg) x 0,4] + (1/6 x 2 mE/ kgBB/24jam), dalam 20 jam berikutnya. b. (3,5 – kadar K+ terukur) + (1/4 x 2 mEq/kgBB/24 jam), dalam 6 jam.

a. Jumlah Kalium Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

yang dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat. Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium 6.

b. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5— 1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa. Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat. c. Koreksi Hipokalemia Perioperatif 8 

KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa disertai defisiensi Cl-.



Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.



Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala klinik.



Penggantian 40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit terkoreksi.

d. Kalium iv 

KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat.



Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.10 

Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.



Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.



Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.

e. Diet Kalium Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50100 mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).

I. Prognosis Dengan mengkonsumsi suplemen kalium biasanya dapat mengkoreksi hipokalemia. Pada hipokalemia berat, tanpa penatalaksanaan yang tepat, penurunan kadar kalium secara drastis dapat menyebabkan masalah jantung yang serius yang dapat berakibat fatal. 7

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

DAFTAR PUSTAKA

1. Zwanger

M.

Hypokalemia.

Available

at:

http://emedicine.com/emerg/topic273.html. Accessed on October 1st 2012. 2. Sriwaty A. Prevalensi dan Distribusi Gangguan Elektrolit Pada Lanjut Usia.

Available at: http://eprints.undip.ac.id/22684/1/Sriwaty.pdf. Accessed on October 2nd 2012. 3. Daryadi.

Hiperkalemia

dan

Hipokalemia.

Available

at:

http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/hiperkalemia-dan-hipokalemia.html. Accessed on October 3rd 2012. 4. Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for potassium

Replacement in Clinical Practice. Arch Intern Med 2000;160:2429-2436. 5. Price & Wilson. Gangguan Cairan & Elektrolit. Patofisiologi Vol.1. 6th ed.

Jakarta: EGC; 2006; p. 344. 6. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A

problem-based approach. WB Saunders Co. 2nd ed., p 358 7. David

C.

Hypokalemia.

Available

at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000479.htm. Accessed on October 3rd 2012. 8. AJ Nicholls & IH Wilson. Perioperative Medicine : managing surgical patients

with medical problems. OXFORD University Press; 2000. 9. Gennari F.J. Hypokalemia: Current Concept. The New England Journal of

Medicine 1998 Aug 13;339(7): 451-458. 10. Salah E. Gariballa, Thompson G. Robinson and Martin D. Fotherby.

Hypokalemia and Potassium Excretion. Journal of the American Geriatrics Society 1997;45(12).

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

STATUS EPILEPTIKUS Definisi Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu, status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.11,12

Klasifikasi Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan – area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)- kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi. Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa). Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut: 1)

Overt generalized convulsive status epilepticus Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran penuh.  Tonik klonik  Tonik  Klonik  Mioklonik

2)

Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.

3)

Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)  Simple motor status epilepticus

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270  Sensory status epilepticus  Aphasic status epilepticus 4)

Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)  Petit mal status epilepticus  Complex partial status epilepticus.

PENATALAKSANAAN STATUS EPILEPTIKUS Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol penatalaksanaan status epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan konsensus Epilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks ReseptorBarbiturat. Berdasarkan penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570 pasien yang mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada tabel di bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang berhasil menghentikan kejang sebanyak 65 persen.13,14

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama. Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg dengan infus

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek samping termasuk hipotensi (2850 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.

Status Epileptikus Refrakter Seseorang yang mengalami bangkitan berulang, meski telah mencapai kadar terapi OAE dalam satu tahun terakhir setelah awitan. Hal ini diakibatkan oleh karena kegagalan dari OAE untuk mengontrol fokus epileptik bukan karena dosis yang tidak tepat, ketaatan minum OAE , ataupun kesalahan pemberian atau perubahan dalam formulasi. Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit. Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain-tremor, rigor dan serangan psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama. Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleg EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.

Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Gambar : Algoritma tatalaksana pada stasus epileptikus

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Pada : awal menit 1.

Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi)

a.

Periksa tekanan darah

b.

Mulai pemberian Oksigen

c.

Monitoring EKG dan pernafasan

d.

Periksa secara teratur suhu tubu

e.

Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

2.

Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa, hitung darah

lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 3.

Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

4.

Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg IV atau IM

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty 5.

Lakukan rekaman EEG (bila ada)

6.

Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena dengan

kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat menelan. Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung 1.

Intubasi, masukkan kateter, periksa temperature

2.

Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100 mg per

menit Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil. -atauBerikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG. -atauBerikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan berdasarkan gambaran EEG.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Miastenia Gravis Definisi Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial. Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang dimanifestasikan adanya kelemahan dan kelelahan otot akibat dari menurunnya jumlah dan efektifitas reseptor asetilkoline pada persambungan antar neuron neuromuscular junction (Guyton, 2007).

Klasifikasi Menurut Osserman miastenia gravis dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu: 1. Kelas I (miastenia okular) Hanya menyerang otot-otot okular sepeti ptosis, diplopia. Sifatnya ringan dan tidak menimbulkan kematian. 2. Kelas II a. Kelas II A (miastenia umum ringan) Awitan lambat, biasanya pada mata kemudian menyebar ke otot rangka, tidak gawat, respon terhadap obat baik, kematian rendah. b. Kelas II B ( miastenia umum sedang) Menyerang beberapa otot skeletal dan bulbar, kesulitan mengunyah, menelan. Respon terhadap obat kurang, angka kematian rendah. 3. Kelas III (miastenia fulminan akut) Perkembangan penyakit cepat, disertai krisis pernapasan, respon terhadap obat buruk, terjadinya thyoma tinggi dan angka kkematian tinggi. 4. Kelas IV (mistenia berat lanjut) Berkembang selama 2 tahun dari kelas I ke kelas II. Dapat berkembang secara perlahan atau tiba-tiba, respon terhadap pengobatan kurang dan kematian tinggi.

Etiologi Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin. Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan aetelkolin dibebaskan

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan asetilkolin reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot (Guyton, 2007). Meskipun faktor presipitasi masih belum jelas, tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa kelemahan pada miastenia gravis diakibatkan dari sirkulasi antibodi dalam reseptor asetilkolin. Menurut hipotesa bahwa sel-sel myoid (sel-sel thymus yang menyerupai sel otot skeletal) sebagai tempat yang paling awal terjangkit penyakit. Virus bertanggung jawab terhadap sel-sel ini dimana menyebabkan pembentukan antibodi. Penyebab lain diperkirakan karena faktor keturunan, dimana 15 % dari bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita miastenia gravis memperlihatkan gejala-gejal miastenia gravis seperti kelemahan pada muscular, ptosis, kesulitan menghisap dan sesak napas. Setelah 7 sampai 14 hari bayi lahir, gejala-gejala ini akan hilang seiring hilangnya antibodi. Hal ini memperkuat teori bahwa antibodi berperan dalam penyakit ini (Price, 2006). Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan asetilkolin atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.

Patofisiologi Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular (Corwin, 2009). Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang salah satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul neuromukular-reseptor yang bereaksi terhadap neurotransmiter acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara sel syaraf dan otot terganggu. Apa penyebab tubuh untuk menyerang reseptor acetylcholine sendiri-reaksi autoimun-tidak diketahui (Corwin, 2009). Berdasarkan salah satu teori, kerusakan kelenjar thymus kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar bagaimana membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui, kelenjar thymus bisa memerintahkan sel

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi yang menyerang acetylcholine. Orang bisa mewarisi kecendrungan terhadap kelainan autoimun ini. sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.

Faktor Resiko Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis diantaranya: 1. Pengobatan a. Obatan-obatan antikolinesterase b. Laksative atau enema c. Tranq’uilizer atau sedatif d. Potasium depleting diuretic e. Antibiotik seperti aminoglikosid, tetrasiklin, polimiksin, antiaritmia, prokainamide, quinine f.

Narkotik analgetik

g. diphenilhydramine 2. Alkohol 3. Perubahan hormonal 4. Stress 5. Infeksi 6. Perubahan suhu/temperatur 7. Panas 8. pembedahan

Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang timbul pada kasus miastenia gravis bervariasi dari masingmasing kelas, namun demikian pada pasien miastenia gravis tanda dan gejala yang mungkin terjadi, yaitu: 1. gangguan pada mata seperti adanya diplopia (pandangan ganda), ptosis (kelemahan kelopak mata).

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

2. Gangguan pada otot wajah seperti kesulitan mengunyah, menelan dan bicara. 3. Gangguan pada kelemahan otot palatal dan faring sehingga pasien tidak mampu menelan dan hal ini berisiko menimbulkan aspirasi. 4. Kelemahan otot leher sehingga kepala pasien sulit tegak. 5. Kelemahan pada otot-otot pernapasan seperti diafragma dan otot intercosta mengakibatkan terganggunya pernapasan. 6.

Terjadinya krisis miastenia, disebabkan karena kekurangan asetilkolin, keadaan ini

disebabkan karena perubahan atau ketergantungan obat, emosi dan stress fisik, infeksi atau pembedahan. 7. Terjadinya krisis kolinergik, disebabkan karena kelebihan dari asetilkolin sebagai akibat overdosis pengoabatan/efek toksik dari pemberian asetilkolin. Perbedaan gejala Krisis kolinergik dan krisis miastenia dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.3 Perbedaan krisis kolinergik dan krisis miastenia Krisis miastenia

Krisis kolinergik

1. Meningkatnya tekanan darah

1. Menurunnya tekanan darah

2. Takikardia

2. Bradikardia

3. Gelisah

3. Gelisah

4. Ketakutan

4. Ketakutan

5.Meningkatnya sekresi bronkhial, air 5.Meningkatnya sekresi bronkhial ,air mata dan keringat

mata dan keringat

6. Kelemahan otot umum

6. Kelemahan otot umum

7. Kehilangan refleks batuk

7. Kesultan bernapas, menelan dan bicara

8. Kesulitan bernafas, menelan dan bicara 8. Mual, muntah 9. Penurunan output urine

9. Diare 10.Kram abdomen.

2.4. 7. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan kasus miastenia gravis, rontgen dada dan CT scan dada : mengetahui kemungkinan adanya thymoma serta dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon autoimun. Tensilon test (edrofonium klorida) : dengan menyuntikkan 1-2 mg tensilon intravena, jika tidak ada perkembangan suntikkan kembali 5-8 tensilon. Reaksi dianggap positif apabila

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam 1 menit) ptosis hilang. Reaksi ini tidak berlangsung lama dan akan kembali seperti semula. Injeksi IV memeperbaiki respon motorik sementara dan menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik. Test Wertenberg : penderita diminta menatap benda di atas bidang ke dua mata tanpa berkedip. Pada miastenia gravis maka kelopak mata yang terkena akan ptosis. Test Prostigmin : prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atrpon sulfas disuntikkan IM atau subkutan. Positif apabila ada perbaikan kekuatan otot, atau gejala menghilang. Electromyogram (EMG) : mengetahui kontraksi otot. Test serum antibodi ami reseptor asetilkolin : terjadi peningkatan.

2.4 8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien dengan kasus miastenia gravis, yaitu: 1. Penatalaksanaan umum a.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi.

b.

Aktivitas fisik dan pencegahan komplikasi

c.

Pengunaan ventilator jika ada indikasi.

2. Pengobatan a. Plasmaferesis: terapi penggantian plasma sebanyak 3-8 kali. b. Antikolisterase seperti peridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam. c.

Steroid seperti prednison diberikan selang-seling sehari sekali untuk menghindari efek

samping. d. Immunosupresan seperti azatioprin. 3. Pembedahan timektomi atau pengangkatan kelenjara thymus.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta Guyton. 2007. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta. Hunter, Jennifer M. 2004. Inhibitor cholinesterase and Inhibitor cholinergic drug. Universitas Departemen Anestesi, University Clinical Department, Duncan Building, Daulby Street, Liverpool, L69 3GA Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta. Paul A.K: Anti cholinesterase Drugs. In: Drugs and Eqiupment in Anaesthetic Practice, 2005, 5th Ed, Elsevier, India: 83-88 Setiawati, Arini., Gan, Sulistia. 2007. Susunan Saraf Otonom Dan Transmisi Neurohumoral. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Waseem, Muhammad,

Perry, Christopher. 2010. Krisis kolinergik setelah Rodenticide

Keracunan. Vol. 524-527 Zunilda, D.S. 2007. Agonis dan Antagonis Muskarinik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

HERNIASI OTAK

Definisi Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana jaringan otak menjadi berpindah dalam beberapa cara karena peningkatan tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak). Kenaikan tekanan menyebabkan otak diperluas, tetapi karena memiliki tempat untuk masuk ke dalam tengkorak, maka otak menjadi rusak parah. Dalam beberapa kasus, herniasi otak dapat diobati, tetapi dalam kasus lain itu akan menyebabkan koma dan kematian pada akhirnya. Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar wilayah ke tempat lain karena efek massa.Biasanya ini komplikasi dari efek massa baik dari tumor, trauma, atau infeksi.

Etiologi Herniasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang menyebabkan efek massa dan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK): ini termasuk cedera otak traumatis , stroke , atau tumor otak . Karena herniasi memberikan tekanan yang ekstrim pada bagian-bagian otak dan dengan demikian memotong pasokan darah ke berbagai bagian otak, sering kali fatal. karena itu, langkah-langkah ekstrim yang diambil dalam peng rumah sakit untuk mencegah kondisi ini dengan mengurangi tekanan intrakranial . Herniasi juga dapat terjadi karena tidak adanya TIK tinggi ketika lesi massa seperti hematoma terjadi di perbatasan kompartemen otak.6 Hal ini paling sering akibat pembengkakan otak dari cedera kepala. Herniasi otak adalah efek samping yang paling umum dari tumor di otak, termasuk: tumor otak primer dan tumor otak metastasis.

Herniasi otak juga dapat disebabkan oleh: 7 • Abses • Pendarahan • Hidrocephalus • Stroke yang menyebabkan pembengkakan otak Sebuah herniasi otak dapat terjadi: 7

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

• Antara daerah-daerah di dalam tengkorak, seperti yang dipisahkan oleh sebuah membran kaku yang disebut tentorium • Melalui pembukaan alami di dasar tengkorak yang disebut foramen magnum • Melalui bukaan dibuat selama operasi otak Klasifikasi Otak dapat ditekan ke struktur seperti falx serebri, tentorium serebelli, dan bahkan melalui lubang yang disebut foramen magnum di dasar tengkorak ( melalui sumsum tulang belakang berhubungan dengan otak ).8 Ada dua kelompok utama herniasi: supratentorial dan infratentorial. Herniasi Supratentorial adalah struktur biasanya terdapat di atas pakik tentorial sedangkan infratentorial adalah struktur di bawahnya.8 • Supratentorial herniasi : 1. Uncal 2. Central (transtentorial) 3. Cingulate (subfalcine) 4. Transcalvarial • Infratentorial herniation Infratentorial herniasi : 1. Upward (upward cerebellar or upward transtentorial) 2. Tonsillar (downward cerebellar) Diagram di bawah ini menggambarkan jenis utama dari herniasi otak. Dalam hal ini disebabkan oleh lesi massa ( hematoma subdural ) yang juga menyebabkan edema sekunder ke otak yang berdekatan.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Gambar dari Blumenfeld Neuroanatomy melalui Kasus Clinial, Sinauer Assoc. Inc, 2002. Inc, 2002.

Herniasi Uncal Pada herniasi uncal, sebuah subtipe umum herniasi transtentorial, bagian terdalam dari lobus temporal , yang uncus , dapat ditekan begitu banyak sehingga terjadi oleh tentorium dan memberikan tekanan pada batang otak , terutama otak tengah.10 Tentorium jaringan dapat dilucuti dari korteks otak dalam proses yang disebut decortication .11 Uncus dapat menekan saraf kranial ketiga , yang dapat mempengaruhi parasimpatis kepada mata di sisi dari saraf yang terkena, menyebabkan pupil mata terpengaruh untuk melebar dan mengerut gagal dalam merespon terhadap cahaya sebagaimana mestinya. Pelebaran pupil sering mendahului terkena kompresi saraf kranial III (serat parasimpatis adalah radial terletak di serat eferen somatik umum di CNIII), yang merupakan penyimpangan dari mata ke "bawah dan keluar" posisi karena hilangnya persarafan untuk semua pergerakan otot mata kecuali untuk rektus lateral (diinnervasi oleh VI saraf kranial) dan oblik superior (diinnervasi oleh saraf kranial IV). Gejala terjadi dalam urutan ini karena serat parasimpatis eksentrik mengelilingi serat motor dari CNIII dan, karenanya, yang pertama yang dikompresi. 11 Kompresi dari ipsilateral arteri posterior serebral akan mengakibatkan iskemia dari korteks visual primer lapangan ipsilateral dan kontralateral visual defisit pada kedua mata (kontralateral hemianopia homonymous ). 11 Temuan penting lainnya adalah tanda lokalisasi palsu, yang disebut stakik Kemohan, yang hasil dari kompresi dari kontralateral kruris otak mengandung corticospinal dan beberapa kortikobulbar saluran serat.11 Hal ini menyebabkan ipsilateral (sisi yang sama dengan herniasi) hemiparesis . Karena mayoritas saluran corticospinal innervates otot fleksor, perpanjangan kaki juga dapat dilihat. Dengan meningkatnya tekanan dan perkembangan hernia akan ada distorsi dari batang otak menyebabkan perdarahan Duret (merobek kapal kecil di parenkim ) di median dan paramedian zona dari mesencephalon dan pons. Pecahnya pembuluh ini menyebabkan perdarahan berbentuk linier atau dinyalakan. Batang otak terganggu dapat menyebabkan mengulit postur , depresi pusat pernapasan dan kematian. Kemungkinan lain yang dihasilkan dari distorsi batang otak meliputi kelesuan , denyut jantung lambat, dan pelebaran pupil.9 Uncal herniasi dapat maju ke herniasi pusat.8

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Herniasi Sentral / Transtentorial Pada herniasi sentral, (juga disebut "herniasi transtentorial") diencephalon dan bagian lobus temporal dari kedua belahan otak ditekan melalui lekukan di cerebelli tentorium .10 Herniasi Transtentorial dapat terjadi saat otak bergerak baik atas atau bawah di seluruh tentorium, yang disebut naik dan turun herniasi transtentorial masing, namun turun herniasi jauh lebih umum.5 Downward herniasi dapat meregang cabang arteri basilar (arteri pontine), menyebabkan arteri tersebut robek dan berdarah, yang dikenal sebagai sebuah Duret perdarahan . Akibat biasanya menjadi fatal.12 Radiografis, herniasi ke bawah ditandai dengan penghapusan dari sumur suprasellar dari herniasi lobus temporal ke hiatus tentorial dengan kompresi yang terkait pada peduncles otak. Sindroma hipotensi intrakranial telah dikenal untuk meniru herniasi transtentorial bawah. Herniasi Cingulata ( Subfalcine ) Dalam herniasi cingulata atau subfalcine, yang jenis yang paling umum, bagian terdalam dari lobus frontalis adalah turun di bawah bagian dari falx serebri , yang dura mater di bagian atas kepala antara dua belahan otak .7,13 cingulate herniasi dapat disebabkan ketika salah satu belahan membengkak dan mendorong cingulate gyrus oleh falx serebri.8 ini tidak menaruh banyak tekanan pada batang otak karena herniasi jenis lain, tetapi dapat mengganggu pembuluh darah di lobus frontal yang dekat dengan tempat cedera (arteri serebral anterior), atau mungkin kemajuan untuk herniasi pusat.10 Interferensi dengan aliran darah dapat menyebabkan peningkatan berbahaya di ICP yang dapat menyebabkan bentuk-bentuk yang lebih berbahaya dari herniasi.14 Gejala untuk herniasi cingulate tidak didefinisikan dengan baik. 14 Biasanya terjadi selain herniasi uncal, cingulate herniasi dapat muncul dengan sikap abnormal dan koma .8 cingulate herniasi sering diyakini sebagai awal jenis lain herniasi. 14 Herniasi Transcalvarial Pada herniasi transcalvarial, otak meremas melalui fraktur atau situs bedah dalam tengkorak. 8 Juga disebut "herniasi eksternal", ini jenis herniasi mungkin terjadi selama kraniotomi , operasi di mana suatu penutup dari tengkorak dibuka, mencegah lembaran tengkorak dari digantikan. 5 Upward Herniation (herniasi ke atas) Tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil untuk naik melalui pembukaan tentorial di atas, atau herniasi cerebellar. Otak tengah didorong melalui takik tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke bawah. 10 Herniasi Tonsillar

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Pada herniasi tonsillar, juga disebut herniasi cerebellar ke bawah,8 atau "coning", amandel cerebellar bergerak ke bawah melalui foramen magnum mungkin menyebabkan kompresi batang otak yang lebih rendah dan saraf tulang belakang leher atas, ketika mereka melalui foramen magnum. Peningkatan tekanan pada batang otak bisa mengakibatkan disfungsi pusat di otak yang bertanggung jawab untuk mengendalikan fungsi pernafasan dan jantung. 10 Tonsillar herniasi dari otak kecil juga dikenal sebagai Malformasi Chiari (CM), atau sebelumnya adalah Arnold Chiari Malformation (ACM). Setidaknya ada tiga jenis malformasi Chiari yang diakui secara luas, dan mereka mewakili proses penyakit yang sangat berbeda dengan gejala yang berbeda dan prognosis. Kondisi ini dapat ditemukan pada pasien tanpa gejala sebagai temuan insidentil, atau dapat menjadi begitu parah untuk membahayakan hidup. Kondisi ini sekarang sedang didiagnosis lebih sering oleh ahli radiologi, pasien karena semakin banyak menjalani scan MRI kepala mereka. Ectopia cerebellar adalah istilah yang digunakan oleh ahli radiologi untuk menggambarkan amandel cerebellar yang "rendah palsu" tapi yang tidak memenuhi kriteria radiografi untuk definisi sebagai malformasi Chiari. Definisi radiografi saat ini diterima untuk suatu malformasi Chiari adalah bahwa amandel cerebellar berbohong setidaknya 5mm di bawah tingkat foramen magnum. Beberapa dokter telah melaporkan bahwa beberapa pasien tampaknya mengalami gejala yang konsisten dengan malformasi Chiari tanpa bukti radiografi herniasi tonsillar.. Kadang-kadang pasien yang digambarkan sebagai memiliki 'Chiari [jenis] 0'. 15 Ada banyak penyebab diduga herniasi tonsillar termasuk: saraf tulang belakang penarikan atau okultisme filum terminale ketat (menarik di atas batang otak dan struktur sekitarnya), turun atau cacat fosa posterior (bagian bawah, kembali sebagian dari tengkorak) tidak memberikan ruang yang cukup bagi serebelum; hidrosefalus atau abnormal volume CSF mendorong amandel keluar. gangguan jaringan ikat, seperti Danlos Sindrom Ehlers , dapat dikaitkan.15 Untuk evaluasi lebih lanjut dari herniasi tonsillar, studi aliran CINE digunakan. Jenis MRI memeriksa aliran CSF pada sendi cranio-serviks. Untuk orang mengalami gejala dengan minimal herniasi tampaknya terutama jika gejala lebih baik dalam posisi telentang dan buruk atas berdiri tegak, tegak MRI dapat berguna.15

Manifestasi Klinis Karakteristik fisik dapat menunjukkan kerusakan otak parah. Misalnya seperti penurunan kesadaran , dengan Glasgow Coma Skor dari tiga sampai lima, salah satu atau kedua pupil dapat membesar dan mengecil tetapi gagal dalam merespon terhadap cahaya. Muntah juga dapat terjadi karena kompresi dari muntah pusat di medula oblongata.6

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Dapat juga dijumpain :4 • Henti jantung (tanpa denyut nadi) • Pernafasan Irregular • Nadi Irregular • Hilangnya semua refleks batang otak (berkedip-kedip, tersedak, respon pupil terhadap cahaya tidak ada) • Respiratory arrest (no breathing)

Diagnosis Pemeriksaan neurologis menunjukkan perubahan dalam kewaspadaan (kesadaran). Tergantung pada beratnya herniasi itu, akan ada masalah dengan satu atau lebih reflex dan otak yang berhubungan dengan fungsi saraf cranial. Pasien dengan herniasi otak memiliki ritme jantung yang tidak teratur dan kesulitan bernafas secara konsisten. 7 Untuk herniasi transtentorial, computed tomography (CT) scanning atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) berguna untuk evaluasi. MRI dapat memberikan pandangan aksial, serta sagital dan koronal.16 Untuk subfalcine / cingulate herniasi, CT scan atau MRI lagi berguna untuk evaluasi, dengan MRI mampu memberikan aksial, sagital, dan pandangan koronal. 16 Untuk foramen magnum / herniasi tonsillar, MRI memberikan visualisasi terbaik di pandangan sagital dan koronal. Namun, karena pasien dengan jenis herniasi sering hadir akut, CT scan aksial memungkinkan visualisasi dari kondisi ini. 16 Untuk sphenoid / herniasi Alar, MRI memberikan visualisasi terbaik pada gambar parasagittal. Namun CT scan aksial atau MRI bisa menunjukkan perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang merupakan perpindahan anterior dari arteri serebral ipsilateral menengah, yang merupakan tanda herniasi sphenoid tidak langsung.16 Untuk herniasi ekstrakranial, CT scan atau MRI berguna untuk evaluasi.16

Penatalaksanaan Pilihan pengobatan bervariasi untuk herniasi otak. Sebagai aturan umum, langkah pertama adalah untuk mengurangi tekanan intrakranial untuk mencegah kerusakan lebih lanjut ke otak. Tergantung pada apa yang menyebabkan tekanan, ini mungkin berusaha dengan obat, masuknya paralel untuk menguras kelebihan cairan, atau tindakan bedah lainnya. Jika tekanan intrakranial bisa distabilkan, langkah berikutnya adalah untuk menilai tingkat kerusakan, dan

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

berbicara tentang kemungkinan pilihan pengobatan. Dalam kasus di mana tekanan cepat diturunkan, itu mungkin untuk menghindari kerusakan permanen.2 Herniasi otak adalah darurat medis. Tujuan pengobatan adalah untuk menyelamatkan nyawa pasien. Untuk membantu membalikkan atau mencegah herniasi otak, tim medis akan memperlakukan meningkat pembengkakan dan tekanan di dalam otak. Pengobatan mungkin diperlukan: 7 • Menempatkan drain ke otak untuk membantu mengeluarkan cairan • Kortikosteroid, seperti deksametason, terutama jika ada tumor otak • Pengobatan yang menghapus cairan dari tubuh seperti diuretik manitol atau lainnya, yang mengurangi tekanan di dalam tengkorak • Menempatkan tabung di saluran napas (intubasi endotrakeal) dan meningkatkan tingkat pernapasan untuk mengurangi tingkat karbon dioksida (CO2) dalam darah • Menghilangkan darah jika pendarahan menyebabkan herniasi

Prognosis Herniasi otak dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Bahkan, ketika herniasi terlihat pada CT scan, prognosis bermakna untuk pemulihan fungsi saraf adalah buruk. Pasien mungkin menjadi lumpuh pada sisi yang sama dengan lesi menyebabkan tekanan, atau kerusakan pada bagian otak disebabkan oleh herniasi dapat menyebabkan kelumpuhan pada sisi yang berlawanan lesi. Kerusakan pada otak tengah , yang berfungsi mengaktifkan jaringan reticular yang mengatur kesadaran akan menyebabkan koma. Kerusakan pada pusat-pernafasan kardio di medula oblongata akan menyebabkan pernapasan dan serangan jantung .Penyelidikan kini sedang berlangsung tentang penggunaan agen neuroprotektif selama periode pasca-trauma berkepanjangan hipersensitivitas otak.15

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

CEDERA KEPALA

A. Definisi Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001). Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat

atau

pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

B. Klasifikasi CEDERA KEPALA Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut: 1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ). 2.

Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).

3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut : - Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak. - Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.

C. Glasgow Coma Seale (GCS)

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.

Skala GCS : Membuka mata : Spontan

4

Dengan perintah

3

Dengan Nyeri

2

Tidak berespon Motorik : Dengan Perintah

1 6

Melokalisasi nyeri

5

Menarik area yang nyeri

4

Fleksi abnormal

3

Ekstensi

2

Tidak berespon Verbal : Berorientasi

1 5

Bicara membingungkan

4

Kata-kata tidak tepat

3

Suara tidak dapat dimengerti

2

Tidak ada respons

1

D. Anatomi Kepala 1. Kulit kapala Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi. 2. Tulang kepala Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah dalam ruang epidural. 3. Lapisan Pelindung otak / Meninges Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter. - Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter : 1. Melindungi otak. 2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ). 3. Membentuk periosteum tabula interna. - Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala. - Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam system vena. 4. Otak. Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2. Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma. Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial). 5. Tekanan Intra Kranial (TIK). Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian. E. jenis-jenis cedera kepala 1. Fraktur tengkorak Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini. 2. Cedera otak dan gegar otak Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat. Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.

3. Komosio serebral Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi. 4. Kontusio cerebral Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%). 5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi ) Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak. 6. Hemotoma subdural Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan oleh truma

tetapi

dapat

juga

terjadi

kecenderungan

pendarahan

dengan

serius

dan

aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik. -

hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau lasersi.

-

Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.

-

Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada lansia.

7. Hemotuma subaradinoid Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat kronik. 8. Hemorasi infracerebral. Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.

F. MANIFESTASI KLINIS. 1. Nyeri yang menetap atau setempat. 2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial. 3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung). 4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah. 5. Penurunan kesadaran.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 6. Pusing / berkunang-kunang. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler 8. Peningkatan TIK 9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas 10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

G. PATHWAYS Trauma kepala

Cedera jar. Otak setempat

Kerusakan setempat

Cedera menyeluruh

Kekuatan diserap sepanjang jar. otak

Sawas darah otak rusak

Vasolidator pemb. Darah & edema(Ketidakseimbangan CES & CIS)

CO2 meningkat PH menurun

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Mobilisasi sel ke darah edema

Peningkatan TIK

Hipoksia

Iskemi jar otak Nekrosis jar otak

Peningkatan p’fusi jar. otak

Defisit neurolosis Gang. Syaraf vagal

Gang fungsi medulla dolongata

Penurunan fungsi kontraksi otot polos lambung Penurunan kemamp. Absorsi makanan Nausea Vornitus

Penurunan tingkat kesadaran

Gangguan fungsi otot respirasi Perububahan frek.RR

Makanan tdk tercerna

Kerusakan persepsi & kognitif Kerusakan mobilitas frek Perub P’sepsi sensorik

Resti pola nafas tdk efektif

Resiko nutrisi kurang dr kebutuhan

Resiko deficit cairan

H. PENATALAKSANAAN

Gang. Pemenuhan kebutuhan ADL

Resti cedera sekunder

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup. PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL 1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi. 2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi 3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang

jalur intravena yg

besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema. 4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB 5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB 6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal 7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat : - Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri - Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah - Lakukan CT scan Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya : 1. Hematoma epidural

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel 3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4. Edema cerebri 5. Pergeseran garis tengah 6. Fraktur kranium 8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan : - Elevasi kepala 30 - Hiperventilasi - Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 46 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I - Pasang kateter foley - Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)

I. NURSING CARE PLAIN

1. Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital a. Aktifitas dan istirahat Gejala

: merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan

Tanda

: - Perubahan kesadaran, letargi - hemiparese - ataksia cara berjalan tidak tegap - masalah dlm keseimbangan

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 - cedera/trauma ortopedi - kehilangan tonus otot b. Sirkulasi Gejala

: - Perubahan tekanan darah atau normal - Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yg diselingi bradikardia disritmia

c. Integritas ego Gejala

: Perubahan tingkah laku atau kepribadian

Tanda :Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi d. Eliminasi Gejala

: Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi

e. Makanan/cairan Gejala

: mual,muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda

: muntah,gangguan menelan

f. Neurosensori Gejala

:-

Kehilangan

kesadaran

sementara,amnesia

seputar

kejadian,vertigo,sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran -Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya,diplopia,kehilangan sebagain lapang pandang,gangguan pengecapan dan penciuman Tanda

: - Perubahan kesadran bisa sampai koma - Perubahan status mental - Perubahan pupil - Kehilangan penginderaan - Wajah tdk simetris - Genggaman lemah tidak seimbang

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 - Kehilangfan sensasi sebagian tubuh g. Nyeri/kenyamanan Gejala

; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama

Tanda

: Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri nyeri yg hebat,merintih

h. Pernafasan Tanda

: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,mengi

i. Keamanan Gejala

: Trauma baru/trauma karena kecelakaan

Tanda

: - Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan - Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau hidung - Gangguan kognitif - Gangguan rentang gerak - Demam

2. Prioritas Keperawatan a) Memaksimalkan perfusi serebral b) Mencegah dan meminimalkan komplikasi c) Mengoptimalkan fungsi otak d) Menyokong proses koping e) Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit 3. Tujuan Pemulangan a) Fungis cerebral meningkat,defisit neurologi dapat diperbaiki atau distabilkan b) Komplikasi tidak terjadi c) ADL dpt terpenuhi sendiri atau dibantu ornag lain d) Keluarga memahami keadaan yg sebenarnya dan dpt terlibat dlm proses pemulihan e) Proses/prognosis penyakit dan penanganan (tindakan dpt dipahami dan mampu mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya yang terdsedia) IV. Rencana Tindakan Keperawatan

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 1. Dx : Perubahan perfusi serebral berdasarkan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia. Ditandai dengan : -

Perubahan tingkat kesadaran ; kehilangan memori

-

Perubahan respons motorik/ sensori, gelisah, muntah

-

Perubahan TTV

Kriteria Hasil : -

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan kognisi, dan fase motorik/ sensori

-

Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan TIK

-

TD = 110/70 – 150/90 mmHg, Nadi 80-100 x/mnt, RR = 16-20 x/mnt, pusing berkurang / hilang

TINDAKAN / INTERVENSI

RASIONALISASI

1. Kaji ulang tanda-tanda vital klien

1. Mengkaji adanya kecenderungan

dan status relirologis klien.

pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan

2. Monitor tekanan darah, catat

lokasi, perluasan dan perkembangan

adanya hipertensi sistolik secara

kerusakan ssp.

teratur dan tekanan nadi yang makin berat, obs, ht, pada klien yang mengalami trauma multiple.

2. Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti penurunan tekanan darah distolik (nadi yang

3. Monitor Heart Rate, catat adanya

membesar) merupakan tanda

bradikardi, takikardi atau bentuk

terjadinya peningkatan TIK, juga

disritmia lainya.

diikuti ( yang berhubungan dengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang berhubungan dengan trauma

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 4. Monitor pernafasan meliputi pola

multiples) dapat mengakibatkan

dan ritme, seperti periode apnea

kerusakan / iskima serebral.

setelah hiperventilasi (pernafasan cheyne – stokes). 3. Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia 5. Kaji perubahan pada penglihatan (

dapat timbul yang encerminkan

penglihatan kabur, ganda, lap.

adanya depresi / trauma pada

Pandang menyempit dan kedalaman

batang otak pada pasien yang tidak

persepsi.

mempunyai kelainan jantung sebelumnya.

6. Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah/ pada posisi netral.

4. Nafas tidak teratur menunjukkan

Sokong dengan handuk kecil / bantal

adanya gangguan serebral/

kecil. Hindari pemakaian bantal besar

peningkatan TIK dan memerlukan

pada kepala

intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinan dukungan nafas buatan.

7. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas kep. Yang dilakukan dan batasi waktu dari setiap prosedur

5. Gangguan penglihatan dapat

tersebut.

diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, merupakan konsekuensi terhadap keamanan

8. Turunkan stimulasi eksternal dan

dan juga akan mempngaruhi pilihan

berikan kenyamanan, seperti masase

intervensi.

punggung, lingkungan yang tenang, suara / bunyi-bunyian yang lembut dan sentuhan yang hati dan tepat.

6. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah lain

9. Perhatiakn adanya gelisah yang

yang selanjutnya akan meningkat

menaikkan, peningkatan keluhan dan

TIK.

tingkah laku yang tidak sesuai lainya.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 7. Aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK * Kolaborasi 10. Tinggikan kepala pasien 15 – 45 o

dengan menimbulkan efek stimulatif.

sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi. 8. Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh 11. batasi pemberian cairan sesuai

dan meningkatkan istirahat untuk

indikasi, berikan cairan dengan alat

mempertahankan / menurunkan

control.

TIK.

12. Berikan O2 tambahan sesuai

9. Petunjuk non verbal ini

indikasi

mengindikasikan adanya peningkatan TIK / adanya nyeri ketika pasien tidak mengungkapkan

13. Berikan obat sesuai indikasi :

kebutuhan secara verbal. Nyeri yang tidak hilang dapat menjadi

- Diuretik - Steroid

pemacu munculnya TIK saat berikutnya.

- Analgetik sedang - Sedatif

10. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga mengurangi kongesti dan edema / resiko terjadinya peningkatan TIK.

11. Perbatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema serebral; meminimalkan fruktuasi aliran vaskuler, tekanan darah (TD) dan TIK.

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 12. Menurunkan hipoksemia yang mana dapat menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral yang meningkatkan TIK.

13. – Untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak TIK. - Menurunkan inflasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. - Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat Θ pada TIK tetapi harus digunakan dengan hasil untuk mencegah gangguan pernafasan - Untuk mengendalikan kegelisahan agitas.

2. Dx. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berdasarkan dengan kerusakan neurovaskuler ( cedera pada pusat pernafasan otak). Kriteria hasil : -

mempertahankan pola pernafasan normal / efektif (16.20 x/ mnt)

-

Tidak ada sianosis

-

Tidak ada sesak nafas

-

GDA salam batas normal pasien

TINDAKAN / INTERVENSI

Rasional

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman 1. Perubahan pernafasan pernafasan.

catat

ketidak

aturan komplikasi

menandakan awitan

pulmonal/

lokasi / luasnya

menandakan

keterlibatan otak

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 2. Catat kompetensi refleksi gangguan / pernafasan lambat, periode opnea dapat menelan dan kemampuan pasien untuk menundakan perlunya ventilasi mekanis. melindungi jalan nafas sendiri. Pasang jalan nafas sesuai indikasi. 2.

Kemampuan

memobilisasi

/

membersihkan sekresi periting untuk 3. Anjurkan pasien untuk melakukan pemeliharaan jalan nafas kehilangan nafas dalam yang efektif jika pasien refleks menelan dan batuk menandakan sadar.

perlunya jalan nafas buatan/ intubasi.

4. Angkat kepala tempat tidur sesuai 3. Mencegah / menurunkan aktifitas aturanya, posisi miring sesuai indikasi.

5. Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suatu tambahan yang tidak normal (cractus,

Pantau

ventilasi

paru

menurun

adanya

kemungkinan sudah jatuh menyumbat jalan nafas.

rondimengi).

6.

4. Untuk memudahkan ekspansi paru/

penggunaan

obat-obat

depresan pernafasan seperti sedative.

5.

Untuk

masalah

mengidentifikasi paru

kongesti.

Obst

seperti jln

adanya

atelektasis, nafas

yang

membahayakan oksigerasi serebral / menandakan terjadinya infeksi pasu * Kolaborasi

(komplikasi cedera kepala).

7. Lakukan RO thorax ulang

6. Dapat meningkatkan gangguan / 8. Berikan O2

komplikasi pernafasan.

9. lakukan fisiotherapi dada jika ada 7. Melihat kembali keadaan ventilasi dan indikasi.

tanda-tanda

komplikasi

yang

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270 berkembang

/

seperti

atelektasis,

brorchopreumonia.

8. Memaksimalkan O2 pada darah arteri dan

membantu

dalam

pencegahan

hipoksia jika pusat pernafasan tertekan mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

9. Walau merupakan kontra indikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut, namun tindakan ini sering berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan nafas dan menurunkan renko atelektasis / komplikasi paru lainya

TRI HARDI PUTRANTO 1102014270

Related Documents


More Documents from "yosua"