TUGAS
MATA KULIAH TEKNIK TEROWONGAN
ROCK SLOPE STABILITY (TOPPLING FAILURE)
OLEH : GILANG RAMADAN K NIM : 186060100111008
PROGRAM STUDI S2 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018
BAB I PENDAHULUAN Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik, karena
sifat –
sifat
kemantapan lereng pada tanah.
dan perilakunya
yang berbeda
dengan
Kemantapan lereng pada batuan lebih
ditentukan oleh adanya bidang – bidang lemah yang disebut diskontinuitas, tidak demikian halnya dengan lereng – lereng pada tanah. Kemantapan suatu lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya – gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut Berdasarkan proses longsornya, maka longsoran pada batuan dibedakan menjadi empat, yaitu : 1. Longsoran bidang (Plane Failure) 2. Longsoran Baji (Wedge Failure) 3. Longsoran Busur (Circular Failure) 4. Longsoran Guling (Toopling Failure) Suatu cara yang umum untuk menyatakan kemantapan suatu lereng adalah dengan factor kemantapan atau factor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap mantap, dengan gaya
penggerak
yang
menyebabkan
longsor. Secara matematis factor
kemantapan lereng dapat dinyatakan sebagai berikut :
Dimana : F
: Faktor Kemantapan Lereng
R
: Gaya penahan, berupa resultan gaya – gaya yang membuat lereng tetap mantap
Fp
: Gaya penggerak, berupa resulatan gaya – gaya yang menyebabkan lereng longsor.
Pada Keadaan : - F > 1,0 : Lereng dalam keadaan mantap - F = 1,0 : Lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
- F< 1,0 : Lereng dalam keadaan tidak mantap A. Faktor – faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng batuan 1. Geometri Lereng Kemiringan
dan
tionggi
suatu
lereng
sangat
mempengaruhi
kemantapannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka kemantapannya semakin berkurang. 2. Struktur batuan Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang – bidang sesar, perlapisan dan rekahan, Struktur batuan tersebut merupakan bidang – bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air. Sehingga batuan lebih mudah longsor. 3. Sifat fisik dan mekanik batuan Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi (density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan sudut geser – dalam batuan merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. a. Bobot-isi-batuan Semakin besar bobot-isi batuan , maka gaya penggerak yang menyebabkan
lereng
longsor
juga
semakin
longsor.
Dengan
demikian, kemantapan lereng tersebut semakin berkurang. b. Porositas batuan. Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil kamantapan lereng. Adanya air dalam batuan juga akan menimbulkan tekanan air poriyang akan memperkecil kuat geser batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih mudah longsor. Kuat geser batuan dapat dinyatakan sbagai berikut : τ= c + ( σ - µ ) tan φ
dimana : τ : Kuat geser batuan (ton/m2) c : Kohesi (ton/m2) σ : Tegangan normal (ton/m2) µ : Tekanan air pori (ton/m2) φ : Sudut geser dalam (angle of internal friction) c. Kandungan air dalam batuan Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat geser batuanya menjadi semakin kecil, sehingga kemantapannya pun berkurang (lihat porositas) d. Kuat tekan, Kuat tarik dan Kuat geser batuan Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined and unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength), dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat tekan , kuat tarik dan kuat geser besar, akan lebih mantap (tidak mudah longsor) e. Sudut Geser Dalam (angle of internal friction) Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga akan semakin besar. Dengan demikian, batuan lereng akan lebih mantap 4. Gaya dari luar Gaya – gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kemantapan suatu lereng adalah : a. Getaran yng diakibatkan oleh gemppa, peledakan dan pemakaian alat – alat mekanis yang berat di dekat lereng b. Pemotong dasar (toe) lereng. c. Penebangan pohon – pohonan pelindung lereng.
BAB II TOPPLING FAILURE (KEGAGALAN GULING) Keruntuhan Guling paling sering terjadi pada batuanmassa yang dibagi lagi menjadi serangkaian lempengan ataukolom yang dibentuk oleh satu set fraktur yang menyerangkira-kira sejajar dengan permukaan muka lereng dan kemiringan curam (Gambar 1). Dalam menjatuhkan kegagalan kolom batu atau lempengan berputar pada dasarnya titik tetap pada atau dekat pangkalan kemiringan pada saat yang sama selip terjadi di antara keduanyalapisanlapisannya. Kasus longsoran guling yang lebih jarang adalah dari satu kolom yang ditentukan oleh diskontinuitas unik seperti kesalahan. Jenis batuan yang paling rentan terhadap mode ini kegagalan adalah basalt kolumnar dan sedimen dan batuan metamorf dengan alas yang dikembangkan dengan baik atau bidang foliasi (Gambar 1). Seperti yang dijelaskan oleh Hoek dan Bray (1981), ada beberapa jenis kegagalan guling, termasuk lentur, blok, atau kombinasi dari blockand toppling lentur (Gambar 2). Longsoran Guling juga dapat
terjadi
sebagai
sekunder
mode
kegagalan yang terkait dengan mekanisme kegagalan
lainnya
seperti
blockliding.
Contohnya
bermacam-macam
kegagalan
penggulingan
jenis sekunder
ditampilkan pada Gambar 3. Agar terjatuh, pusat Gravitasi kolom atau lempengan harus jatuh di luar dimensi dasarnya.
Kegagalan
menggulingkan
dicirikan oleh gerakan horisontal yang
Gambar 1. Keruntuhan Guling
signifikan di puncak dan sangat sedikit gerakan di ujung jari. Untuk mengakomodasi pergerakan diferensial ini antara jari kaki d an lambang, gerakan interlayer harus terjadi. Dengan demikian, kekuatan geser antar lapisan adalah cmcial untuk stabilitas lereng yang secara structural rentan terhadap guling.
Karakteristik menggulingkan perkembangan
lain
dari
gerakan sebelumnya
adalah ketegangan
utama retak di belakang puncak dan sejajar dengan serangan lapisan. Kegagalan tidak terjadi
sampai
ada
kegagalan
geser
lempengan di dasar kemiringan. Lereng dengan struktur batu itu rentan terhadap terjatuh dapat diinduksi untuk gagal oleh tekanan air pori meningkat atau oleh erosi atau penggalian di ujung lereng.
A. Analisis Kinematik Gambar 4 menunjukkan parameter kemiringan
itu
mendefinisikan
model
analitik untuk analisis penggulingan dan analisis kinematik guling menggunakan stereonet proyeksi. Parameter kemiringan diperlukan untuk analisis model Goodman and
Bray
(1976)
kegagalan
guling
didefinisikan pada Gambar 4 (a). Dari catatan khusus adalah adanya kegagalan bertahap dasar diasumsikan berkembang sepanjang fraktur silang antar kolom. Gambar 2. Jenis keruntuhan guling primer
Kondisi yang diperlukan untuk kegagalan guling dapat diringkas sebagai berikut:
1. Serangan lapisan harus kira-kira sejajar dengan wajah lereng. Perbedaan dalam hal ini orientasi antara 15 dan 30 derajat miliki telah dikutip oleh berbagai pekerja, tetapi untuk konsistensi dengan mode kegagalan lainnya, nilai 20 derajat tampaknya sesuai. 2. Kemiringan lapisan harus ke permukaan lereng. Menggunakan konvensi arah kemiringan, syarat 1 dan 2 dapat dinyatakan sebagai berikut: arah
kemiringan lapisan harus antara 160 dan 200 derajat ke arah kemiringan muka lereng. 3. Sebagaimana dinyatakan oleh Goodman (1980), agar terjadi interlayer slip, normal ke bidang toppling harus memiliki risiko lebih kecil dari kemiringan muka lereng kurang sudut gesekan dari permukaan. Kondisi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: (90o – ψp) ≤ (ψf – Øp) Dimana : Ψp = kemiringan lapisan geologis (bidang), Ψf = kemiringan muka lereng, dan Øp = sudut gesekan di sepanjang bidang.
Gambar 3. Jenis keruntuhan guling sekunder
Atas dasar pengembangan nomograms yang luas untuk analisis guling, Choquet dan Tanon (1985) mengusulkan modifikasi berikut untuk kondisi kinematik ini: (90o – ψp) ≤ (ψf – Øp + k) di mana k = 0 untuk Øp < 20 derajat dan k = 3/5 (Øp - 20 derajat) untuk Øp ≥ 20 derajat. Analog dengan kegagalan planar, beberapa batasan sejauh lateral dari kegagalan jatuh adalah kondisi keempat untuk kemungkinan kegagalan yang kinematis. Karena analisisnya dua dimensi, itu biasanya diasumsikan bahwa pelepasan lateral nol-kekuatan permukaan hadir atau bahwa potensi kegagalan massa didefinisikan oleh kemiringan cembung dalam rencana.
Gambar 4. Analisis Kinematic untuk keruntuhan Guling
B. Analisis Stabilitas Analisis kegagalan guling telah diselidiki oleh beberapa peneliti, termasuk Goodman dan Bray (1976), Hittinger (1978), dan Choquet dan Tanon (1985). Prosedur analitiknya adalah tidak sejelas metode kemiringan batuan lainnya kegagalan, khususnya konsep faktor keselamatan. Secara umum, teknik memeriksa bahwa pusat gravitasi untuk kolom batu tertentu dalam area dasar kolom itu. Kolom di dimana pusat gravitasi terletak di luar pangkalan rentan terhadap terguling. Metode yang dikembangkan oleh Goodman dan Bray (1976) mempertimbangkan setiap kolom pada gilirannya melanjutkan dari puncak lereng ke ujung dan menentukan salah satu dari tiga kondisi stabilitas: stabil, bidang geser, atau jatuh. Kondisi stabilitas tergantung pada geometri blok, geser parameter kekuatan di sepanjang pangkalan dan di sisi kolom, dan setiap kekuatan eksternal. Kolom-kolom yang rentan terhadap geser atau guling mengerahkan kekuatan pada kolom yang berdekatan dalam arah lereng bawah. Analisisnya adalah dilakukan untuk setiap kolom di bagian kemiringan sehingga semua kekuatan antar kolom ditentukan. Stabilitas lereng umumnya tidak bisa dinyatakan secara eksplisit dalam hal faktor keselamatan. Namun, rasio antara nilai gesekan diperlukan untuk membatasi keseimbangan dan yang tersedia sepanjang pangkal kolom sering digunakan sebagai faktor keamanan untuk menjatuhkan analisis. Gambar 5 menunjukkan metode analisis untuk kegagalan guling. Pembaca disebut Hoek dan Bray (1981) untuk ringkasan yang lebih komprehensif dari teknik ini atau untuk Hittinger (1978) untuk solusi komputer analisis guling. Wyllie (1992) telah memperluas analisis ini untuk memasukkan eksternal beban dan tekanan air. Choquet dan Tanon (1985) menggunakan computer solusi yang dikembangkan oleh Hittinger (1978) untuk mendapatkan serangkaian nomogram untuk penilaian kegagalan guling. Nomogram unik dikembangkan berdasarkan sudut interlayer dari geser resistensi, Øp. Sebuah nomogram untuk Øp = 30 derajat adalah diberikan pada Gambar 6 (a). Mengacu pada nomograms ini adalah asumsi berikut: 1. Kolom dalam model memiliki konstanta lebar, didefinisikan sebagai
∆x (Gambar 4 (a)). 2. Basis setiap kolom membentuk kegagalan bertahap dasar dengan kemiringan diasumsikan pada +15 derajat [ψb = 15 derajat pada Gambar 4 (a)]. 3. Tidak ada tekanan air pori di dalam lereng.
Gambar 5. Analisis stabilitas untuk kegagalan Guling (Hoek dan Bray 1981) Contoh penggunaan metode analisis ini diilustrasikan pada Gambar 6. Perhatikan bahwa formulasi menghasilkan lebar kolom pembatas, Ax, di yang gagal menggulingkan terjadi. Variabel input contohnya adalah Sudut gesekan untuk bidang = Øp = 30 derajat, Kemiringan permukaan = ψf = 64 derajat, Kemiringan bidang = ψp = 60 derajat.
Dari Gambar 6 (a), rasio H/∆xe adalah 10 saat mulai runtuh atau membatasi keseimbangan (lihat titik yang ditunjukkan oleh bintang). Jadi, untuk kemiringan ketinggian H = 20 m, ∆x = 2 m. Jika kolomnya lebar kurang dari 2 m, lereng akan tidak stabil dengan baik untuk menjatuhkan. Hasil ini diilustrasikan dalam Gambar 6 (b). Demikian pula, untuk ketinggian kemiringan H = 10 in, lebar kolom pembatas adalah 1 m.
Gambar 6. Nomogram untuk analisis stabilitas guling (Choquet dan Tanon 1995) Choquet dan Tanon (1985) mengemukakan bahwa Faktor keamanan dievaluasi dengan rasio actual lebar kolom, ∆x, hingga batas teoretis lebar kolom, ∆x, berdasarkan
FS
(x) (xe)
di mana untuk FS> 1, kemiringan stabil terhadap guling dan untuk FS <1, kemiringannya tidak stabil jatuh. Gambar 6 (c) menunjukkan kurva sensitivitas untuk kemiringan permukaan, ψf, sebagai fungsi dari lebar kolom pembatas, ∆xe
untuk kemiringan bidang yang konstan, ψp = 60 derajat, dan tinggi lereng H = 15 in. Kurva ini dikembangkan dari nomogram pada Gambar 6 (a) dengan menentukan H/∆xe yang sesuai nilai untuk masing-masing kurva ψf. Sensitivitas kurva menunjukkan bahwa kemiringan dengan sudut muka 67 derajat memiliki lebar kolom pembatas 2 m. Jika lebar sebenarnya lebih besar dari nilai ini, kemiringan akan stabil terhadap jatuh, dan sebaliknya jika itu kurang, kemiringan akan tidak stabil. Dengan perbandingan, jika lebar kolom sebenarnya adalah 4 m, kemiringannya akan stabil pada sudut permukaan 82 derajat. Stabilisasi kegagalan jatuh dapat dilakukan dengan mengurangi aspek rasio kolom dalam salah satu dari dua cara: dengan mengurangi kemiringan tinggi sehingga tinggi kolom berkurang atau dengan lapisan bersama untuk meningkatkan lebar dasar kolom. Kedua metode ini mengubah geometri kolom sehingga pusat gravitasi kolom berada di dalam basis mereka.
BAB III PEMBAHASAN JURNAL A. Rock Slopes Processes and Recommended Methods for Analysis Paper yang ber judul “Rock Slopes Processes and Recommended Methods for Analysis” mendeskripsikan tentang beberapa jenis model ketidakstabilan pada lereng batuan diantaranya yaitu Falls, Topples, Slides, Spreads, dan Flows. Adapun beberapa metode yang dijelaskan dalam menganalisis dan mendesain stabilitas lereng batuan yaitu : - Empirical Methods Karena fakta bahwa pengalaman sangat penting dalam rekayasa geoteknik, metode empiris didasarkan pada pengalaman sebelumnya. Faktor-faktor pengendali yang mempengaruhi ketidakstabilan lereng, seperti ketinggian lereng, sudut lereng, struktur geologis, jenis material, kondisi air tanah, dan parameter lainnya, dikumpulkan dan diterapkan pada masalah yang ada. - Kinematic Methods Metode analisis ini melibatkan penggunaan proyeksi stereografi untuk mengevaluasi apakah suatu blok massa batuan memiliki potensi untuk bergerak bersama diskontinuitas yang dikembangkan mengelilingi blok itu. - Physical Modelling Perilaku massa batuan dapat diuji melalui pemodelan fisik yang melibatkan tiga metode; material model penskalaan turun, beban lebih besar pada material yang lebih kuat dan pemodelan gaya sentrifugal. - Probabilistic Methods Lereng batuan melibatkan banyak faktor variabel, di samping faktor variabel umum antara tanah dan lereng batuan seperti parameter kekuatan, lereng batu memiliki diskontinuitas yang secara alami variabel dan bukan nilai konstan, contohnya, panjang lubang dan sudut orientasi. - Limit Equlibrium Analysis Banyak metode batas keseimbangan telah dikembangkan dalam rekayasa geoteknik untuk menganalisis dan merancang lereng di mekanika tanah
dan batuan. Ini didasarkan pada konsep faktor keselamatan. Dalam bentuknya yang paling sederhana, faktor keamanan adalah rasio antara jumlah gaya yang menahan kegagalan, dan jumlah gaya yang menyebabkan kegagalan; sebuah faktor keselamatan yang lebih besar dari kesatuan menyiratkan stabilitas. - Numerical modeling approaches Perkembangan komputer dan kecepatan komputasi dalam tiga dekade terakhir telah menghasilkan pengembangan aplikasi metode numerik di bidang geoteknik, untuk struktur permukaan dan penggalian bawah tanah. Lereng batu besar pada umumnya kompleks karena heterogenitas, keadaan tegangan, diskontinuitas, proses berpasangan, geometri, kegagalan progresif, dan non-linearitas perilaku material. Dari
beberapa
metode
analisis
diatas,
berdasarkan
pembahasan
dideskripsikan bahwa dalam analisis keruntuhan Guling dapat direkomendasikan menggunakan metode Analsis Kinematik dan Physical Modelling.
B. Flexural Toppling Failure in Rocks Slopes : From Theory to Aplication Seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya pada Bab II dimana untuk keruntuhan Guling (Topples) terbagi atas dua jenis keruntuhan yaitu keruntuhan Primer dan Sekuder. Paper ini mendeskripsikan tentang salah satu jenis keruntuhan Primer yaitu Frexural Toppling. Kegagalan guling adalah salah satu mode paling umum dari kegagalan lereng batuan di lapisan batuan berlapis. Flexural Toppling adalah salah satu mode kegagalan yang terkenal. Jenis kegagalan ini terjadi karena tekanan lentur. Dalam artikel ini, ulasan singkat namun komprehensif tentang kegagalan penggulingan disajikan. Pertama, kondisi dan mekanisme umum kegagalan dijelaskan. Kemudian, eksperimental, teoretis dan pemodelan numerik dari kegagalan dirangkum. Selanjutnya, beberapa riwayat kasus dianalisis dan hasilnya dengan model teoritis yang ada dibandingkan dan disajikan. Akhirnya, beberapa praktis rekomendasi bagaimana cara menggunakan model ini dibuat.
BAB IV KESIMPULAN Memahami mode pergerakan lereng batuan sangat merugikan dalam memilih metode atau metode analisis yang efektif. Kegagalan lereng geomaterial buatan manusia dan / atau alam dapat sangat berdampak pada masyarakat. Lereng batuan yang rentan terhadap ketidakstabilan dapat dibagi menjadi dua kategori utama, lereng yang dikendalikan secara struktural, dan lereng batuan yang kompleks. Untuk mengklasifikasikan tanah longsor atau potensial, jenis pergerakan atau ketidakstabilan harus diidentifikasi. Makalah ini memperkenalkan mode gerakan yang telah diamati di lapangan. Beberapa penyebab dapat menyebabkan ketidakstabilan batuan seperti siklus pembekuan / pencairan, permukaan air yang tinggi, dan pemotongan lereng yang berlebihan; proses pergerakan lereng melibatkan serangkaian peristiwa dari sebab akibat. Untuk menganalisis lereng batuan; banyak pendekatan pemodelan numerik siap membantu para insinyur. Saya merekomendasikan untuk menggunakan lebih dari satu alat untuk menghasilkan hasil dan membandingkannya dengan perilaku sebenarnya dari lereng batuan. Klasifikasi, penyebab, dan metode analisis yang tersedia akan membantu para peneliti dan juga insinyur untuk menetapkan metode pilihan mereka untuk menyelidiki lereng batuan.
DAFTAR PUSTAKA Adhikary, D.P., Dyskin, A.V., Jewell, R.J. and Stewart, D.P. (1997). “A study of the mechanism of flexural toppling failure of rock slopes.” Rock Mechanics and Rock Engineering, Vol. 30, PP. 75-93. Ashby, J. (1971). “Sliding and toppling modes of failure in models and jointed rock slopes.” M Sc thesis, Imperial College, University of London. Aydan, Ö. and Kawamoto T. (1987). “Toppling failure of discontinuous rock slopes and their stabilization (in Japanese).” Journal of Japan Mining Society, Vo. 103, PP. 763-770. Aydan, Ö. and Kawamoto, T. (1992). “Stability of slopes and underground openings against flexural toppling and their stabilization.” Rock Mechanics and Rock Engineering, Vol. 25, PP. 143-165. Cruden, D.M. (1989). “Limits to common toppling.” Canadian Geotechnical Journal, Vol. 26, PP. 737-742. De Freitas, M.H. and Watters, R.J. (1973). “Some field examples of toppling failure.” Geotechnique,Vol. 23, PP. 495-514. Goodman, R.E. and Bray, J.W. (1976). “Toppling of rock slopes.” ASCE Specialty Conference on Rock Engineering for Foundations and Slopes, Vol. 2, PP. 201-234. Ishida, T., Chigira, M. and Hibino, S. (1987). “Application of the distinct element method for analysis of toppling observed on a fissured slope.” Rock Mechanics and Rock Engineering, Vol. 20, PP. 277-283. Nichol, S. (1988). “Examination of toppling behavior in large rock slopes using the UDEC computer code.” Doctorate Thesis, McGill University, 155 p. Pritchard, M.A. and Savigny, K.W. (1990). “Numerical modelling of toppling.” Canadian Geotechnical Journal, Vol. 27, PP. 823–34.