Tugas Teknik Eksplorasi Tambang.docx

  • Uploaded by: Claudius Lukito Jarari
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Teknik Eksplorasi Tambang.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,492
  • Pages: 27
Nama

: Claudius Lukito Jarari (D1101161029)

Prodi

: Teknik Pertambangan

Mata Kuliah : Teknik Esplorasi Tugas

: Mencari Genesa Bauksit, Emas, dan Batubara

1. Proses Pembentukan Dan Genesa Bauksit

Bauksit (Al2O3.2H2O) bersistem octahedral terdiri dari 35 – 65 % Al2O3,2 –10 % SiO2, 2-20 % Fe2O3,1-3 % TiO2 dan 10 -30 % air. Sebagai bijih alumina, bauksit mengandung sedikitnya 35 % Al2O3, 5 % SiO2, 6 % Fe2O3, dan 3 % TiO2. Sebagai mineral industri % silica kurang penting, tetapi besi dan titanium oksida tidak lebih dari 3 %. Sebagai abrasive diperlukan silika dan besi oksida lebih dari 6 %. Merupak suatu campuran bahan-bahan yang kaya akan hidrat oksida aluminium, dan bahan-bahan tersebut dapt diambil logam aluminium secara ekinomis. Istiah abuksit di kaitkan dengan laterit. Laterit adalah suatu bahan yang berupa konkresi berwarna kemeraahan, bersifat porous, menutupi hamper sebagian besar daerah tropis dan subtropics, merupakan lapisan yang kaya akan aluminium dan besi. Jika kadar aluminiumnya lebih besar dibandingkan dengan kadar besi, sehingga warnanya menjadi agak muda, kekuningkuningan sampai keputih-putihan, maka latrit semacam ini dinamakan aluminious laterit atau laterit bauksit. Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar aluminium tinggi, kadar Fe rendah dan sedikit kadar kuarsa bebas. Mineral silikat yang terubah akibat

pelapukan, mengakibatkan unsure silika terlepas dari ikatan Kristal dan sebagian unsure besi juga terlepas. Pada proses ini terjadi penambahan air, sedangkan alumina, bersama dengan titanium den ferric oksida (dan mungkin manganis oksida) menjadi terkonsentrasi sebagai endapan residu aluminium. Batuan yang memenuhi persyaratan itu antara lain nepelin syenit, dan sejenisnya dan berasal dari batuan beku, batuan lempung/serpih. Batuan itu akan mengalami proses lateritisasi (proses pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan). Secara komersial baukist terjadi dalam 3 bentuk:  Pissolitic atau Oolitik disebut pua „kernel‟ yang berukuran diameter dari sentimeter sebagai amorfous tryhidrate  Sponge Ore (Arkansas), porous, merupakan sisa dari batuan asal dan komposisi utama gigsite  Amorphous atau bijih lempung

A. Genesa Bijih Bauksit Alumina dapat bersumnber dari batuan primer (magnetik dan hidrothermal) maupun dari batuan sekunder (pelapukan dan metamorfosa). Namun secara luas yang berada di permukaan bumi ini berasal dari batuan sekunder hasil proses pelapukan dan pelindian. Genesa dari bauksit sendiri dapt terbentuk dari 4 proses yaitu: magamatik, hidrotermal, metamorfosa, dan pelapukan 1) Magnetik Alumina yang bersumber dari proses magnetik dijumpai dalam bentuk batuan yang kaya akan kandungan alumina yang disebut dengan alumina-rick rock. Sebagai contoh adalah mineral anortosite dan mineral nefelin pada batuan syenit yang mengandung lebih dari 20%Al2O3. Sumber alumina di Rusia yang pontensial dan telah dilakukan penambangan adalah bersumber dari proses magnetik.

2) Hidrothermal Alumina produk alterasi hidrothermal dari trasit dan riolit pada beberapa daerah vulkanik misalnya mineral alunit mengandung sampai 75% Al2O3dan dapat ditambang sebagai sumber alumina. 3) Metamirfosa Alumina yang bersumber dari proses metamorfosa adalah sumber aluminayang tidak ekonomis. Saat ini masih dalam penelitian ekstraksi yang lebihmaju. Diharapkan dimas mendatang akan menjadi alumina yang potensialdan bernilai ekonomis. Sebagai contoh adalah alumina silikat andalusit, silimanit dan kianit. 4) Pelapukan Alumina yang bersumber dari proses pelapukan, dijumpai sebagai cebakan residual dan disebut sebagai bauksit. Terbaentuk oleh pelapukan feldspatik atau batuan yang mengandung nefelin. B. Klasifikasi Bijih Bauksit 

Berdasarkan genesanya 1) Bauksit pada batuan klastik yang kasar Jenis ini berasal dari btuan beku yang telah berubah menjadi metamorf di daerah yang beriklim tropis dan berumur Tersier Awal. Permukaan daerahnya telah mengalami erosi dan dijumpai bauksit dalam bentuk boulder. Tekstur pisolitik dan bentuknya menyudut dengan kadar bauksit tinggi dalam bohmit dengan posisi letaknya sesuai dengan kemiringan lereng. 2) Bauksit pada terrarosa Jenis terrarosa banyak terdapat disekitar Mediterranian di Eropa Selatan yang merupakan fraksi-fraksi kecil dari hasil pelapukan batu kapur atau dolomite dan sebagian diaspor (Al2O3H2O). Jenis ini mempunyai ikatan monohidrat, karen itulah endapan jenis terrarosa mempunyai kadar alumina yang lebih besar dibandingkan endapan jenis laterit.

3) Bauksit pada batuan sedimen klastik Dijumpai pada lingkungan pengendapan sungai stadium tua pada delta. Karena tertransportasi, material rombakan terbawa ke laut. Sedimen klastk berada di atas ketinggian dasar melapuk mengandung perlapisan gravel pasir, lempung kaolinit dan kadang lignit membentuk delta corong. Deposit bauksit jenis ini yang ekonomis dalah berumur Paleosen. 4) Bauksit pada batuan karbonat Deposit bauksit pada batu gamping kadarnya tinggi dan berumur Paleosen. Perkembangannya tidak berada di permukaan tetapi pada kubah-kubah gamping. 5) Bauksit pada batuan posfat Al posfat berwarna abu-abu, putih kehijauan dan bersifat porous yang terisi oleh

berbagai

material.Lapisan

bawahnya

mengandung

lempung

antara

montmorilonit dengan atapulgit. Beberapa lapisan dalam bentuk Ca-posfat , berstuktur oolitik dan dijumpai pula pseudo-oolitik fluorapatit. Di bagian atas lapisan ini mengandung Alposfat dengan mineral krandalit [(Ca Al3H(OH6/(PO4)] yang sangat dominan dibandingkan dengan augilit [(Al2(OH3)/(PO4)]. 

Berdasarkan Letak Depositnya

Selain kelima jenis deposit bauksit tersebut, maka berdasar letak depositnya, deposit bauksit dapat dibedakan menjadi empat tipe,yaitu: 1) Deposit bauksit residual Diasosiasikan dengan kemiringan lereng yang menengah sampai hampir datar pada batuan nefelin syenit. Permukaan bauksit kemiringannya lebih dari 5° dan batasan yang umum adalah 25°. Pada batua nefelin syenit bagian bawah bertekstur granitik. Zona di atasnya menunjukkan vermikuler, pisolitik dan tekstur konkresi lainnya. Di bawah zona konkresi adalah zona pelindian dengan dasar fragmen lempung kaolinit. Walaupun dasar zona pelindian ini melengkung, tidak dapat menghilangkan tekstur granitis. Kaolinit nefelin syenit dipisahkan dengan bauksit bertekstur granitis oleh kaolinit yang kompak dan kasar.

2) Deposit bauksit koluvial Diselubungi oleh kaolinit, nefelin, syenit.Deposit ini terletak di bawah lempung dan termasuk swamp bauxite dengan tekstur pisolitik dan oolitik yang asih terlihat jelas serta berada di daerah lembah. Di bagian atas deposit, kaollinit terus berkembang, dapat memotong secar mendatar atau menggantikan matriks yang tebal dari tekstur pisolitik. Di beberapa tempat, lapisan lignit yang mendatangkan lempung dapat pula memotong badan bijih bauksit sehingga bauksit tersebut menjadi alas dari lapisan lignit ini. 3) Deposit bauksit alluvial pada perlapisan Dapat berupa perlapisan silang siur, dipisahkan dengan gravel yang bertekstur pisolitik. Bauksit tipe ini halus dan tertutup oleh alur runtuhan dari tipe deposit bauksit koluvial. 4) Deposit bauksit alluvial pada konglomerat kasar Deposit tipe ini umumnya menutupi bauksit boulder dengan konglomerat kasar, terutama dari lempung karbonat dan pasir. Bauksit yang terdapat di daerah penelitian termasuk jenis residual deposit bauksit atau dikenal dengan laterit bauksit. Laterit bauksit banyak terdapat di daerah tropis yang merupakan hasil pelapukan dari batuan yang berkomposisi alumina tinggi. Bauksit di daerah penelitian mengandung komponen utama Al2O3,Fe2O3, SiO2 dan TiO2. Disamping keempat komponen utama tersebut, terdapat komponen K,Na,Ca,Mg,P,S dalam jumlah yang sangat kecil. 2. Genesa Pembentukan Emas Dan Mineralogi Emas Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian dipermukaan. Beberapa endapan terbentuk karena prosesmetasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer).  Mineral Pembawa Emas Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineralikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan

sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum,emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsurbelerang, antimon, dan selenium. Emas native merupakan mineral emas yang paling umum ditemukan di alam. Sedangkan

elektrum, keberadaannya dialam menempati urutan kedua. Mineral-mineral

pembawa emas lainnya jarang atau bahkan langka. Emas native mengandung perak antara 8 - 10%, tetapi biasanya kandungan tersebut lebih tinggi, dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau besi. Oleh karenanya, warna emas native bervariasi dari kuning emas, kuning muda, sampai keperak-perakan, bahkan berwarna merah oranye. Berat jenis emas native bervariasi antara 19,3 (emasmurni) sampai 15,6 tergantung pada kandungan peraknya. Bila beratjenisnya 17,6 maka kandungan peraknya sebesar 6%, dan bila beratjenisnya 16,9 kandungan peraknya sebesar 13,2%. Sementara itu elektrum adalah jenis lain dari emas native yangmengandung perak di atas 18%. Dengan kandungan perak yang lebih tinggi, warna elektrum bervariasi antara kuning pucat sampai warna perak kekuning-kuningan. Berat jenisnya pun bervariasi antara 15,5 - 12,5. Bilakandungan emas dan perak berbanding 1 : 1 berarti kandungan peraknya36%, dan bila perbandingannya 2,5 : 1 berarti kandungan peraknya 18%.  Mineral Induk Emas berasosiasi dengan kebanyakan mineral-mineral yang biasanya membentuk batuan. Emas biasanya berasosiasi dengan sulfide (mineral yang mengandung sulfur/belerang). Pyrite merupakan mineral induk yang paling umum. Emas ditemukan dalam pyrite sebagai emas nativ dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang tergantungpada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Urutan selanjutnya Arsenopyrite, Chalcopyrite mineral sulfida lainnya berpotensi sebagai mineral induk terhadap emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalam batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi ( magnetit dan oksidabesi sekunder), silica dan karbonat, material berkarbon serta pasir dankerikil (endapan plaser). Terkadang sulit mengidentifikasi emas dengan mineral yang menyerupainya, seperti pyrite, chalcopyrite, pyrrhotite, pentlandite danmika berwarna emas. Pyrite

berwarna kuning dengan bau khas logam dengan bentuk kristal kubus. Chalcopyrite juga kuning-kuningan dengan bau khas logam tetapi bentuknya kristal bersegi empat. Sebuah uji kimia dengan menggunakan acid nitric mungkin diperlukan untuk membedakan pyrite dan chalcopyrite. Pyrrhotite mudah diidentifikasi menggunakan batang magnet karena bersifat magnetis. Arsenopyrite adalah perak putih ke-abu-abu baja dengan kilau logam dan biasanya kristal berbentuk prisma. Arsenopyrite bila dipukul dengan palu sering tercium aroma bawang putih.Emas berbentuk butiran sedangkan bentuk mika adalah kepingan.  Asosiasi Mineral Pembawa Emas Ditinjau dari kajian metallurgi/pengolahan, ada tiga variasi distribusiemas dalam bijih :  Emas didistribusikan dalam retakan-retakan atau di batas di antarabutiranbutiran yang sama (misalnya : retakan dalam butiran mineral pyriteatau di batas antara dua butiran pyrite)  Emas didistribusikan sepanjang batas di antara butiran-butiran duamineral yang berbeda (misalnya : di batas antara butiran pyrite danarsenopyrite atau di batas antara butiran chalcopyrite dan butiran silica.)  Emas yang terselubung dalam mineral induk (misalnya : emas terbungkus ketat dalam mineral pyrite).  Ukuran Butiran Ukuran butiran mineral-mineral pembawa emas (misalnya emasnative atau elektrum) mulai dari berupa partikel-partikel berukuran fraksi (bagian) dari satu mikron (1 mikron = 0,001 mm), hingga butiranberukuran beberapa mm yang dapat dilihat dengan mata telanjang.Ukuran butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih, kadar emas yang rendah dalam batuan (bijih) menunjukkan ukuran butiran yang halus.Berdasarkan ukuran butirannya, emas dibagi dalam enam kategori :  Emas native dengan butiran sebesar > 2mm ukuran yang dikenalsebagai nuggets.  Potongan emas dan gangue (kuarsa, ironstone dll) yang dikenalsebagai spesimen.

 Emas native dengan butiran kasar sebesar 2 mm hingga sehalus150 microns yang terlihat dengan mata telanjang.  Emas Microcrystalline ukuran 150-0,8 microns yang hanya dapatdilihat dengan mikroskop.  Partikel emas submicroscopic yang terdapat di sisi kristal mineralsulfida tertentu, terutama pyrite, chalcopyrite, arsenopyrite danpyrrhotite.  Dalam compounds dengan tellurium.er dan endapan plaser



Emas Primer (Primary Gold) Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di

dalam retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk

karena

proses metasomatisme kontak dan aktifitas hidrotermal, yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika. Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat/vein dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Memiliki karakteristik sebagai berikut :  Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badanurat.  Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.  Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentandengan pengotoran (dilution).

 Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, danzona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping.  Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumnya

tajam,

berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yangmenjari (bercabang).  Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentangyang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic (acak /tidak beraturan) dan sulit diprediksi.  Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle. 

Emas Sekunder (Secondary Gold) Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses

pelapukan terhadap batuan-batuan yang mengandung emas. Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses tersebut menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan, rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur permukaan kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya.Dimana pengkonsentrasian secara mekanis melalui proses erosi, transportasi dan sedimentasi (terendapkan karena berat jenis yang tinggi) yang terjadi terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer menghasilkan endapan emas letakan/aluvial (placer deposit). 

Endapan placer Adalah akumulasi material lepas yang terbentuk karena diawali oleh proses

pelapukan mineral asal yang kemudian terpindahkan ketempat lain yang biasanya berupa dataran rendah. Apabila media trasnportasi merupakan sungai disebut cebakan alluvial. Namun apabila transportasinya oleh gravitasi maka disebut kolovial. Jika material lepasnya masih dekat dengan lokasi pemineralan maka disebut cebakan elluvial. Cebakan mineral yang terbentuk karena proses ini biasanya merupakan mineral berat seperti emas, kasiterit,

magnetit, ilmenit, dsb. Bentuk tubuh bijih biasanya perlapisan tidak teratur, lena-lensa, bentuk tidak teratur lainnya. Sebaran bahan berharga juga tidak merata. Contoh dari tipe ini adalah cebkan emas sekunder, pasir besi, dan endapan mineral berat lainnya. 

Dieferensiasi Magma Diferensiasi magma adalah proses yang memungkinkan satu magma homogen

menghasilkan bermacam-macam batuan beku yang secarakimiawi berbeda. Proses ini terjadi pada saat magma mulai mendingin, terjadilah kristal-kristal mineral pada suhu yang tinggi. Akibat gaya gravitasi, kristal-kristal yang terbentuk lebih dulu akan mengendap.dan demikianlah seterusnya sehingga terjadilah pemisahan kristal yang mengakibatkan komposisi magma induknya berubah. Hasilnya adalah batuan beku lain dengan komposisi berbeda.

Proses diferensiasi magma

Magma merupakan larutan silikat panas yang mengandung oksida, sulfida dan zatzat mudah menguap (volatile) yang terdiri dari air, khlorin, sluorin dan boron yang dikeluarkan ketika pembekuan magma terjadi.Emas pembentukannya berhubungan dengan naiknya larutan sisa magmake atas permukaan yang dikenal dengan istilah larutan hidrothermal.Suatu ledakan hasil dari proses hidrothermal dalam pembentukkannya harus melalui

tiga

proses

yang

meliputi

proses

differensiasi,

migrasi

danakumulasi

(pengendapan). Proses differensiasi berlangsung pada magma sehingga dari suatu sumber

magma akan terbentuk berbagai macam mineral-mineral baru. Proses differensiasi

ini

dapat diakibatkan oleh kristalisasi, gravitasi, pemisahan cairan, serta asimilasi. Melalui differensiasi unsur-unsur magma mengalami perubahandan membentuk endapan mineral sulfida dan oksida magmatik yang biasanya tersebar. Sebelum kristalisasi berakhir, seluruh cairan sisa akanditekan keluar membentuk pegmatit,dan kemudian apabila pemadatantelah atau hampir sempurna, akan terbentuk larutan sisa magma yangmudah bergerak (larutan hidrothermal). Larutan ini akan membentukendapan logam mineral epigenetik. 

Endapan Hidrothermal Hidrothermal merupakan fluida atau larutan air panas yang naik akibat proses

magmatik ataupun dari proses lainnya seperti meteoritikatau yang terbebaskan pada suatu proses malihan. Air panas tersebut melarutkan unsur-unsur logam dari batuan yang dilaluinya sehingga akanterjadi pengkayaan unsur-unsur dan akan diendapkan di suatu tempatdengan temperatur yang lebih rendah. Sebagian besar dari cebakan mineral berasal dari proses ini.Hidrothermal ini kaya akan logam-logam yang relatif ringan, dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses pembentukan endapan. Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal dua macam endapan hidrothermal, yaitu  Cavity filing, mengisi lubang-lubang (opening-opening) yang sudahada di dalam batuan.  Metasomatisme, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalambatuan dengan unsurunsur baru dari larutan hidrothermal.

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengendapan dipermukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme yaitu kontak yang terjadi antara bebatuan dengan air panas (hydrothermal) atau fluida lainnya. Genesis emas dikategorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser. Berdasarkan temperatur, tekanan dan kondisi geologi pada saat pembentukan emas dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: 1) Endapan Hipotermal Endapan ini terbentuk pada temperatur ≈ 300°C - 600°C pada kedalaman > 12.000 meter. Endapan ini merupakan endapan urat (vein)dan penggantian

(replacement) yang terbentuk pada temperatur dan tekanan tinggi. Pada endapan ini, biasa terdapat mineral logam yang berupa bornit, kovelit, kalkosit, kalkopirit, pirit, tembaga, emas, wolfram, molibdenit, seng dan perak. Mineral logam tersebut berasosiasi denganmineral - mineral pengotor seperti piroksen, amfibol, garnet, ilmenit, spekularit, turmalin, topaz, mika hijau dan mika cokelat 2) Endapan Mesotermal Endapan ini terbentuk pada suhu 200-4000C dan kedalamanbekisar 3.000 meter sampai 12.000 meter. Endapan ini terletak agak jauh dari tubuh intrusi, maka sumber panas yang utama berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Fluida tersebut berasal dari meteorik water yang masuk menuju lokasi intrusi dan mengalami pemanasan yang selanjutnya naik menuju lokasi endapan mesotermal. Logam utama yang terdapat pada endapan ini antara lain emas, perak, tembaga, seng dan timbal. Mineral bijih yang ditemukan berupa sulfida, arsenida, sulfantimonida, dan sulfarsenida. Pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, tetrahedrit, dan tentalit serta emas stabil merupakan mineral bijih yang paling banyak ditemukan. Mineral pengotor yang dominan adalah kuarsa namun selain itu juga dijumpai karbonat seperti kalsit, dolomit, ankerit dan sedikit siderit, florit yang merupakan asosiasi penting. 3) Endapan epitermal Endapan ini terbentuk pada suhu 50°C - 250°C yang berada dekat permukaan bumi dan terletak pada kedalaman paling jauh dari tubuh intrusi, dan terbentuk pada kedalaman 1 km . Sumber panas yang utama pada endapan ini berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Dengan kata lain, fluida panas tersebut telah melewati zona endapan mesotermal.

Mineralisasi emas dan logam lainya dalam sistem hidrothermal  High sulphides epithermal Sistem ini menghasilkan logam Au (emas), Hg (merkuri), Bi(bismut), As (arsen), dan Te (telurium). Mineral yang terbentuk padaumumnya adalah Cinabar (HgS) dan Cavalerite (AuTe).  Low sulphides epithermal Sistem ini menghasilkan logam Au (emas), dan Ag (perak). Mineralyang terbentuk pada umumnya adalah Electrum (Au,Ag) dan Argentite(Ag2S).  Au base metal Sistem ini menghasilkan logam Au (emas), Zr (zirkon), W(tungsten), dan Mo (molibdonium).  Skarn Sistem ini menghasilkan logam Mn (mangan), Fe (besi), Cu(tembaga), Zn (seng), dan Pb (timbal). Mineral yang terbentuk padaumumnya adalah Pyrolusite (MnO2), Magnetit (Fe3O4), Galena (PbS),Chalcopyrite (CuFeS2), Cuprite (Cu2O).  Porphyry

Sistem ini menghasilkan logam Cu (tembaga) dan Au (emas).Mineral yang terbentuk umumnya Azurite (Cu3(CO3)2(OH)2) dan Malachite(Cu2CO3(OH)2).  Sediment hosted (placer deposits) Sistem ini menghasilkan Au dan Ag dalam bentuk logam murni.

3. Genesa Batubara

A. Tahap pembentukan batubara Dua tahap penting yang dapat di bedakan untuk mempelajari genesa batubara adalah gambut dan batubara. Dua tahap ini merupakan hasil dari suatu proses yang berurutan terhadap bahan dasar yang sama (tumbuhan). Menurut wolf–1984, secara definisi dapat diterangkan sebagai berikut: a. Gambut Adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi (proses pembentukan asam humin) dan dalam kondisi tertutup udara – umumnya di bawah air –t idak padat, dengan kandungan air lebih dari 75 % berat Ar ( Ah received = berat pada saat diambil di lapangan ) serta kandungan mineral lebih kecil dari 50 % dalam kondisi kering.

b. Batubara Adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam. Sejak pengendapannya mengalami terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbon.Berdasarkan klasifikasi Badan Standardisasi Nasional Indonesia tentang batubara, pengertian endapan batubara adalah Endapan yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan hampir proses metamorfosis oleh panasdan tekanan selama waktu geologi, yang berat kandungan bahan organiknya lebih dari 50% atau volume bahan organik tersebut termasuk kandungan lengas bawaan ( inherent moisture)lebih dari 70 %”. Untuk menjadi batubara, ada beberapa tahapan yang harus di lewati oleh bahan dasar pembentuknya. Pada tiap tahapan ada proses yang terjadi dan proses-proses tersebut tergantung kepada banyak faktor.David White, (1961) mengatakan bahwa tahap perubahan tanaman yang mati menjadi batubara secara fisik dan kimiawi di tunjukan oleh hal –hal seperti :

Selley (1976) mengatakan “maturation” atau “coalification” merupakan pertukaran unsur tanaman yang terjadi sesudah tanaman itu mati dan terendapkan. Pendewasaan (“maturation”), terjadi dalam dua tahap yaitu tingkat gambut (“peat stage”) dan tingkat timbunan (“burial stage”).Pada fase gambut terjadi perubahan biogenik, batang-batang tanaman yang mati terurai secara biokimia dan ketika terkubur mengalami pertambahan beban dari sedimen diatasnya serta mengalami peningkatan temperaturnya membuatnya

dewasa

secara

dinamotermal

sehingga

lambat

laun

gambut

berubah

menjadi

batubara.Tahap gambut merupakan syarat mutlak untuk pembentukan batubara. Dalam keadaan normal tumbuhan mati yang tersingkap di udara akan hancur oleh proses oksidasi dan oleh organisme, terutama fungi dan bakteri anaerob.Bila tumbuhan tertimbun dalam rawa sehingga jenuh air, maka terdapat beberapa kemungkinan perubahan. Bakteri aerobik yang membutuhkan oksigen akan segera mati seiring dengan berkurangnya oksigen dalam rawa. Sementara itu, bakteri anaerob yang tidak membutuhkan oksigen akan muncul dengan fungsi yang sama, yaitu menguraikan unsur-unsur tanaman.Jika keadaan air rawa tenang maka hasil kegiatan bakteri tidak akan hilang dan terkumpul di atasnya. Akibatnya, lingkungan rawa menjadi tidak bersih, aktifitas bakteri menjadi terbatas dan peruraian tumbuahan sisa kemudian berhenti. Pada tingkat ini hasilnya disebut peat( gambut ).Jika gambut dialiri air maka bahan-bahan penghambat mejadi hilang terbawa aliran dan peruraian berlangsung lagi dan kemungkinan gambut tidak terbentuk. Jika endapan gambut tidak teraliri lagi, akan tetapi terkubur oleh lapisan sedimen halus yang sifatnya kedap air ( “impermeable”) maka pengawetan secara alami mungkin terjadi. Bila prosesini berlangsung berulang – ulang maka akan terbentuk perlapisan batubara. Faktor-faktor lain yang mengontrol pembetukan gambut :  Kelembaban yang berlebihan (“exces moisture”)  Pengiriman zat makan (“suply of nutrients”)  Derajat keasaman atau alkalinitas·Potensial oksidasi reduksi (redoks). Kelembaban yang berlebihan menyebebkan oksidasi berjalan pelan, kecepatan dari pembusukan lambat dan gambut cenderung tertimbun terus. Keasaman dari medium sekitar di pengaruhi oleh kandungan kapur ( CaCO3) dalam air. Menuru White(1908), terdapat dua tahap dalam pembentukan batubara, yaitu: 1) Tahap Biokimia / peatifikasi. 2) Tahap Dinamokimia/Metamorfisme.

B. Tahap Biokimia/Peatifikasi Tahap ini merupakan proses perubahan dari bahan tumbuhan – tumbuhan yang mengalami pembusukan dan kemudian terakumulasi hingga membentuk peat ( gambut ). Pada tahap ini adanya aktifitas mikroorganisme dan partikel – partikel bakteri terhadap material tumbuh –tumbuhan akan menyebabkan adanya oksigen yang cukup memadai. Pada tahap awal ini bila menguntungkan, akan terbentuk Peat yang berwarna hitam gelap atau dengan struktur amorf. Dan jika kurang menguntungkan akan terbentuk peat yang mengandung material –material kayu dan material – material lain yang tidak teruraikan ( tidak mengalami dekomposisi ) dengan warna coklat.

Dengan demikian peat merupakan tahap awal dalam pembentukan batubara yang merupakanpemadatan dari bahan tumbuh –tumbuhan yang mengalami pembusukan dan terakumulasi.Bahan utama dari tumbuh tumbuhan yang menghasil kan peat disebut selulose (C₆H₁₀O₅), dimanproses kimia nya adalah sebagai berikut : C₆H₁₀O₅+6 O₂ ----> 6 CO₂+5 H₂O. Proses pembusukan terjadi pada kondisi lingkungan yang oksigennya kurang, sehingga terjadi pembakaran yang tidak sempurna, misalnya pada daerah rawa/paya. Menurut Thiessen dan Strikler (1934) bahwa bakteri aerobik dan anaerobik dapat hidup di rawa /paya dengan kedalaman maksimal 9 feet. Actinomyces dan fungi (jamur) terdapat pada lapisan bagian atas dan tidak diketemukan pada kedalaman di bawah 4 feet. Proses terjadinya pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

 Temperatur air  Sirkulasi air  Jumlah oksigen dalam air (O₂ sedikit. Pembusukan lebih cepat).  Jumlah toxin ada dalam air (toxin adalah kotoran dari bakteri), karena jika toxin terlalu banyak dalam air dapat meracuni bakterinya sendiri, sehingga aktifitas pembusukan terhenti.  MOOR Moor adalah lapisan gambut dengan ketebalan minimun 30 cm (dalam hal tertentu lumpur juga termasuk di dalamnya). Gambut terjadi akibat penumpukan sisa tumbuhan yang tidak secara keseluruhan berwarna kemerah-merahan/teroksidasi terjadi di bawah kondisi basah (di bawah air), sehingga tidak seluruhnya berhubungan dengan udara. Menurut Ilmu tanah gambut adalah sedimen yang mengandung lebih besar dari 30 % substansi organik dalam kondisi kering. Sedangkan menurut pengertian yang lebih baru lagi, ada tiga kategori yang didasarkan pada temperatur pemanasan 5000C. Disebut Moor kalau pada temperatur tersebut kehiangan berat 75 –100 %. Kalau kehilangan berat 15 –75 % disebut Anmoor, sedang kalau kehilangan berat 0 –15 %, maka disebut mineral atau tanah.  NIEDERMOOR/ LOWMOOR Niedermoor terbentuk pada lingkungan yang kaya akan bahan makanan (eutrop) atau pada suatu bagian perairan (danau) yang menjadi darat (Verlandung Nahrstofffreicher Gewasser), dimana kaya akan makanan bagi tumbuhan sebagai penyebab berlimpahnya/ tumbuh subur vegetasi.Air tanah atau laut yang bergerak bisa mengakibatkan suatu penghanuran yang cepat dari tumbuhan yang teah mati, sehingga penumpukkan gambut menadi lambat. Dalam hal ini gambut sangat basah/ banyak air. Permukaan moordalam jangka waktu yang lama tertutup air (periode dalam setahun), sehingga jenis tumbuhan yang hidup disini menyesuaikan diri. Sering permukaan moordatar atau cekung. Hanya moordi lereng gunung bisa murung permukaannya. Moorini tidak secara langsung

tergantung pada air hujan, karena supplyairnya bisa dari daerah sekitarnya berupa sungai atau air tanah.

Tipe-tipe moor  HOCHMOOR/ HIGHMOOR Hochmoorbisa mencapai beberapa meter dari permukaan tanah dengan bentuk yang cembung. Moorini tidak tergantung pada air tanah atau air kolam karena moorini mempunyai sistem air tersendiri yang tergantung hanya pada air hujan. Moorini terjadi akibat neraca air yang positif (penguapan lebih kecil dari uap hujan) sehingga air huan tersimpan dalam gambut. Akibatnya pH menjadi lebih kecil dan miskin akkan oksigen. Dengan demikian penghancuran sisa yumbuhan menjadi terhambat (penumpukkan gambut menjadi cepat). Karena miskin akkan bahan makanan maka disebut Ombrotoph.

C. Seam Batubara Di dalam batuan pembaa batubara, seam batubara merupakan lapisan tunggal dari batubara yang sebenarnya, batas atas disebut atap (roof) dan atas baah disebut lantai (floor).

Batuan-batuan yang terdapat pada atap dan lantai mempunyai hubungan yang erat dengan pengendapan batuan tersebut.Bagian lantai biasanya merupakan batulempung, dicirikan dengan tidak dijumpainya jejak-jejak perlapisan atau laminasi yang bersifat karbonatan. Ketebalan dari bagian lantai mempunyai variasi yang besar, mulai dari beberapa miimeter sampai beberapa meter. Bagian atap biasanya kurang seragam dan lebih bervariasi jika dibandingkan dengan bagian lantai. Batas antara lapisan batubara dengan atap dapat bersifat tegas maupun berangsur. Seam batubara jarang terdiri dari batubara murni seluruhnya, biasanya lapisan yang tipis dari mineral-mineral (umumnya siltdan shale) bertindak sebagai sisipan dan disebut sebagai dirth bandsatau shale parting. Lapisan tipis setebal beberapa milimeter sampai centimeter tersebut dapat berkembang sehingga seam batubara terpisah menjadi dua lapisan atau lebih (splitting).

Gambanr: Perkembangan seam batubara

D. Tempat Terbentuknya Batubara Pembentukan batubara di alam secara teoritis digolongkan dalam dua kategori kemungkinan, yang dikenal sebagai: 1) Teori Insitu Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses pembatubaraan (coalification). Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan

merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia terdapat di lapangan batubara Muara Enim (Sumatera Selatan). 2) Teori Hanyutan (Drifting) Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara teradinya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara delta Mahakam purba, Kalimantan Timur.

E. Proses Paleografi dan Paleoklimat Pembentukan batubara merupakan proses yang komplek yang harus dinilai dan dipelajari dari segala segi. Sekitar sepuuh macam proses yang berbeda satu dengan lainnya, yang merupakan proses geologi, paleografi dan bersifat paleoklimatis. Semua itu merupakan penyebab terbentuknya batubara dalam suatu cekungan. Proses-proses diatas saling mempengaruhi dan juga saling tergantungsatu dengan lainnya. Akumulasi batubara hanya dapat terjadi bila terdapat keseimbangan yang tepat dari parameter-parameter yang banyakl itu. Kesepuluh macam faktor yang berpengaruh tersebut adalah: 1) Posisi Geotektonik Posisi geotektoni adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam pembentukan cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan faktor yang dominan. Posisi ini akan mempengaruhi iklim lokkal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses

metamorfosa organik dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah setelah pengendapan berakhir. 2) Topografi Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk. Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pada posisi geotektonik. 3) Iklim Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dalam kondisi yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geotektonik. Temperatur yang lembab pada ili tropis dan sub tropis umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin. Hasi pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7 hingga 9 tahun, dengan ketinggian pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya mencapai 5 hingga 6 m dalam selang waktu yang sama. 4) Penurunan Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal. Pergantian transgresi dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya. Hal tersebut menyebabkan adanya infitrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbentuk. 5) Umur Geologi Proses geoogi menentukan berkembangnya evolusi kkehidupan berbagai macam tumbuhan. Masa perkembangan geologi secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang memiliki umur geologi lebih tuaselalu ada deformasi tektonik yang membentuk struktur dan perlipatan atau patahan pada

lapisan batubara. Disamping itu faktor erosi akan merusak semua bagian dari endapan batubara. 6) Tumbuhan Flora merupakan unsur utama pembentu batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan ona fisiografi dengan ilim dan topografi tertentu. Flora merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai dari Paleozoikum hingga Devon, flora belum tumbuh dengan baik. Setelah Devon pertama kali terbentuk lapisan batubara di daerah laguna yang dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari pertumbuhan flora secara besarbesaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen, hutan tumbuh dengan subur selama masa karbon. Masa Tersier merupakan perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman. 7) Dekomposisi Dekomposisi flora yang merupakan bagian transformasi biokimia dari organik merupakan titik awal untu seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut sisa tumbuhan akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikkrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan pati. Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara bitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air ( H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentukk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan metan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah.kecepatan pembentukan gambut akan bergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukkan. Bila tumbuhan tertutup oeh air dengan cepat, maka akan terhindar dari proses pembusukan, tetapi terjadi proses desintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terallu lama berada di udara

terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang sehingga hanya bagian keras saa tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikrobiologi. 8) Sejarah Sesudah Pengendapan Searah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi perkkembangan batubara dan cekkungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut. Disamping itu sejarah geologi endapan batubara bertanggung jawab terhadap terbentuknya struktur cekungan batubara, berupa perlipatan, pensesaran, intrusi magmatik dan sebagainya. 9) Struktur Cekungan Batubara Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasikan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensif menyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus. 10) Metamorfosa Organik Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi olehproses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi

batubara

dalam

berbagai

mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO, CH4, dan gas lainnya) serta bertambahnya proosentase karbon adat, belerang, dan kandungan abu. Perubahan mutu batubar diakibatkkan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oeh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses metamorfoosa organik akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimkia, fisik, dan optiknya. F. Bentuk Lapisan Batubara Bentuk cekungan, proses sedimentasi, prooses geologi selama dan sesudah proses pembatubaraan akan menentukan lapisan batubara. Mengetahui bentuk lapisan batubara

sangat

menentukan

dalam

menghitung

cadangan

dan

merencanakan

cara

penambangannya.berikut ini beberapa bentuk dari lapisan batubara. 1) Bentuk Hoorse Back Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya melengkung ke arah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan ke arah lateral lapisan batubara emungkinan sama ataupun menjadi lebih keci atau menipis.

2) Bentuk Pinch Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis, misalnya batulempung, sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batu pasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur.

3) Bentuk Clay Vein Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung atau pasir.

4) Bentuk Burried Hill Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana batubara semua terbentuk, terdapat suatu kulminasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi (diterobos).

5) Bentuk Fault Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mangacaukan di dalam perhitungan cadangan, akibat adanya perpindahan ppperlapisan akibat pergeseran ke arah vertikal.Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala patahan harus dilakukkan dengan tingkat etelitian yang tinggi. Pada daerah seperti ini disamping kegiatan pemboran, maka penyelidikan geofisika sangat membantu di dalam melakukan interpretasi dan korelasi lubang pemboran.

6) Bentuk Fold Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana depsit batubara mengalami perlipatan. Main intensif gaya yang bekerja, pembentukan perlipatan akkan semakin kompleks. Dalam melakukkan eksplorasi batubara di daerah yang banyak gejala perlipatan, apalagi bila di daerah tersebut juga terjadi patahan, harus dengan ketelitian yang tinggi. Untuk daerah seperti ini disamping kkegiatan pemboran, maka penyelidikan geofisika sangat membantu di dalam melakukan interpretasi dan korelasi antar lubang pemboran.

Related Documents


More Documents from "Syahrul Ghifari"