Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Nama
: Hartanto
NIM
: 08720018
Prodi
: Sosoiologi
Fanomena PHK di Indonesia PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat. Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka. Baik bagi pihak perusahaan maupun karyawan, PHK memang merupakan persoalan yang sensitif dan dianggap momok. Hanya saja, yang barangkali selama ini tak disadari, bahwa PHK telanjur identik dengan sesuatu yang negatif dan seolah-olah selalu datang dari pihak perusahaan. Padahal, seperti diingatkan oleh praktisi hukum yang banyak memangani kasus PHK Kemalsyah Siregar, PHK hanyalah salah satu dari sebab berakhirnya hubungan kerja. “Maka mengherankan kalau ada yang memprotes PHK sebagai aksi sepihak. Karena memang tak ada PHK dua pihak. Karyawan yang mengundurkan diri, itu juga sepihak, tapi tak pernah ada yang meributkan. Sebab, PHK pada hakikatnya sebuah perceraian. “Hubungan kerja diawali dengan kesepakatan sampai ada sebab yang mengharuskan kesepakatan itu berakhir, bisa karena perusahaan mem-PHK, atau karyawan sendiri mundur, bisa juga karena pensiun.”
Nah..!!! Sebagai mana kita ketahui pasa saat sekarang ini Krisis Global makin berdampak
serius. Bursa saham yang berjatuhan menimbulkan efek berantai terhadap stabilitas operasional korporasi. Munculnya sentiment negative dari pasar saham, menimbulkan kekawatiran yang berkelanjuta. Sehingga, banyak terjadi penarikan investasi oleh para pelaku pasar. Turun drastisnya harga saham harus dibayar trilyunan rupial oleh para korporat untuk menyelamatkan perusahaanya. Baik untuk buy back saham yang telah terjual ke publik maupun menjaga keberlangsungan komponen operasional ekonomi perusahaan. Tersendatsendatnya aktifitas ekonomi untuk kemudian tidak dapat dihindari. Ditambah lagi nilai tukar dollar yang semakin membumbung tinggi, membuat terpuruknya sector swasta yang memiliki ketergantungan transaksi tukar dari rupiah ke dollar. Para nasabah perbankan pun buru-buru menyimpan uangnya dalam bentuk dollar agar dapat selamat dari kemungkinan yang lebih buruk dari depresiasi nilai tukar rupiah, Maka salah atu jalan keluar adalah dengan cara PHK. Hak-hal tersebut diatas merupakan bebarapa pemicu terjadinya PHK dan jika dilihat lebih lanjut bahwa Sektor riil menjadi korban pula. Aktifitas ekspor ke luar negeri memburuk dikarenakan turun drastisnya permintaan. Meski deflasi terjadi untuk beberapa jenis barang, tingkat konsumsi masyarakat menurun. Dampak negatif terhadap income sector merchandiser tidak dapat dihindari. Logika kecukupan modal tidak dapat diikuti oleh sirkulasi pemasukan dari pasar. Wajar saja jika agenda efisiensi dan rasionalisasi atau dengan bahasa lain adalah PHK menjadi pilihan pertama bagi perusahaan-perusahaan untuk bertahan. Tetapi sebenarnya banyak model bentuk efisiensi yang kaca mata perusahaan bias lakukan, misalnya dengan mengurangi produksi, menutup alokasi dana operasional yang dianggap tidak mendesak serta perlu, melakukan penjadwalan cicilan hutang atau obligasi, dan jika semua langkah itu tidak optimal maka barulah mengambil tindakan PHK (Pemberhentian Hubungan Kerja). Sehinnga tidak berdampak dengan pengangguran yang semakin banyak pada negar kita ini. Mengapa deikian ? karena merebaknya PHK akhir-akhir ini memang semakin meresahkan. Sehingga hal ini tidak terlepas dari bagaimana upaya pemerintah untuk segera melakukan tindakan preventif terhadap kemungkinan kedepan yang lebih parah, proses PHK tersebut harus betul-betul dimonitor dengan baik. Agar menjauhi adanya tindakan culas dan tidak bertanggungjawab dari para pemilik perusahaan. Setidaknya semua proses dilakukan sesuai aturan main perundang-undangan dan hak-hak kaum pekerja diberikan secara penuh tanpa potongan apapun. Adapun jalan keluar yang dapat diambil oleh pemerintah selain preventif sebenarnya masih banyak lagi, tetapi semua itu tergantung kinerja pemeriintah kita
sekarang ini yang bias kita lihat. Apalagi menjelang pemilu seperti sekarang ini, saya rasa mungkin hal ini akan terabaikan Karena para pemimpin kita saling memikirkan urusan mereka masing-masing, sehingga para karyawan yang di PHK hanya bias pasrah atau munkin ada juga yang memanfaatkan kasus PHK ini sebagai senjata dalam berkampanye untuk menarik simmpati warga dengan dalih pengadaaan lapangan kerja atau yang lainnya. Jadi saya menyimpulkan bahwa sesungguhnya masalah PHK yang ada di Indonesia ini merupakan tanggung jawab penerintah yang mungkin jika menurut hemat saya bahwa PHK bias diatasi jika seluruh pemimpin kita bejalan sebagai mana mestinya. Terimiakasih Hormat saya Penulis