Tugas Sosiologi

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Sosiologi as PDF for free.

More details

  • Words: 2,774
  • Pages: 14
Tema : Perilaku Membuang Sampah Sembarangan LATAR BELAKANG MASALAH Seiring berputarnya waktu, semakin banyak hal – hal yang tidak lumrah dilakukan dan sudah menjadi sesuatu hal yang biasa. Rasa peduli, rasa bersalah, ataupun yang lainnya sepertinya sudah semakin memudar dari diri setiap individu. Banyak faktor yang dapat menyebabkan itu terjadi, salah satunya bisa karena sudah memasuki era globalisasi yang membuat individu secara spontan tidak peka atau rasa individualitas yang semakin kuat. Kebersihan kampus merupakan tanggung jawab kita bersama bukan hanya mahasiswa – mahasiswi tetapi juga Dekan,Dosen,dan para pegawai.Tetapi hal itu rupanya tidak dapat berlaku secara penuh di lingkungan Universitas Islam Bandung (UNISBA). Faktor yang mempengaruhi tidak terciptanya kebersihan pada lingkungan kampus antara lain keberadaan sampah yang berserakan di area kampus, kelas yang penuh dengan coretan ditembok, bangku–bangku yang penuh dengan coretan,dan WC yang bau plus kotor juga sering mewarnai kehidupan di kampus merah kita. Teguran dan kritikan tentang sampah lebih banyak dialamatkan pada mahasiswa. Kurangnya respon mahasiswa tentang masalah sampah ini semakin berlarut–larut, seperti kurangnya kepedulian kita terhadap sampah yaitu tidak sedikit mahasiswa yang menaruh botol bekas minuman dan bungkus serta puntung rokok tanpa mau membuangnya pada tempat sampah yang tersedia. Hal ini sering sekali terjadi. Khususnya di aquarium yang merupakan tempat mahasiswa berkumpul untuk

melakukan berbagai aktivitas sambil menunggu

pergantian kuliah atau sekedar menghabiskan waktu untuk bersosialisasi atau menggunakan fasilitas hotspot. Sehingga di sini sering kali ditemukan puntung rokok dan sampah sampah yang berserakan. Walaupun sudah disediakan tempat sampah, tetapi banyak juga mahasiswa UNISBA yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya. Padahal UNISBA sebenarnya memiliki arti eksplisit dan juga tujuan untuk menjalankan kegiatan di kampus UNISBA berlandaskan islam, dimana kebersihan merupakan salah satu hal penting dalam islam. Bahkan semua mahasiswa ketika awal masuk perkuliahan,

diharuskan mengenal dan mengamalkan landasan dan visi misi UNISBA. Namun kenyataannya, mahasiswa cenderung membiarkan sampahnya berserakan di jalan, kelas, dan lain lain. Berbagai upaya telah dilakukan, baik secara preventif maupun represif, untuk mengendalikan berbagai penyimpangan yang terjadi di lingkungan UNISBA, misalnya menyediakan tempat sampah, peringatan dari dosen atau mahasiswa lain yang peduli lingkungan, tapi penyimpangan ini tetap terjadi di kalangan mahasiswa. Berdasarkan fenomena diatas, kami tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui apa yang membuat mahasiswa UNISBA berperilaku seperti itu, jika dikaitkan dengan pengendalian sosial dalam perilaku membuang sampah.

IDENTIFIKASI MASALAH Perilaku membuang sampah sembarangan, dapat dikategorikan sebagai penyimpangan sosial. Dasar pengkategorian penyimpangan didasari oleh perbedaan perilaku, kondisi dan orang. Menurut Robert MZ, perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma norma yang berlaku dalam suatusistem sosial. Di mana penyimpangan itu adalah terlarang atau terlarang bila diketahui dan mendapat sanksi. Jumlah dan macam penyimpangan dalam masyarakat adalah relatif tergantung dari besarnya perbedaan sosial yang ada di masyarakat. Penyimpangan adalah relatif terhadap norma suatu kelompok atau masyarakat. Karena norma berubah maka penyimpangan berubah. Adalah sulit untuk menentukan suatu penyimpangan karena tidak semua orang menganut norma yang sama sehingga ada perbedaan mengenai apa yang menyimpang dan tidak menyimpang. Penyimpang adalah orang-orang yang mengadopsi peran penyimpang, atau yang disebut penyimpangan sekunder. Para penyimpang mempelajari peran penyimpang dan pola-pola perilaku menyimpang sama halnya dengan orang normal yang mempelajari peran dan norma sosial yang normal. Untuk mendapatkan pemahaman penuh terhadap penyimpangan diperlukan pengetahuan tentang proses keterlibatan melakukan perilaku menyimpang dan peran serta tindakan korbannya. Dalam menghadapi permasalahan penyimpangan sosial ini, masyarakat seringkali melakukan pengendalian sosial. Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya

dapat

bertindak

sesuai

dengan

harapan

kelompok

masyarakat.

Pengendalian sosial tidak hanya dilakukan dalam bentuk teguran langsung, akan tetapi dapat terwujud dalam bentuk lain seperti gosip, hukuman, pendidikan, agama, intimidasi, teguran, cemoohan, dan kekerasan fisik.

TEORI Pengertian Penyimpangan Sosial (social deviation) 1. Menurut Robert M. Z. Lawang penyimpangan perilaku adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sitem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. 2. Menurut James W. Van Der Zanden perilaku menyimpang yaitu perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas toleransi. Menurut Lemert penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan terusmenerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar rambu lalu lintas, buang sampah sembarangan, dll. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, dan lain-lain. Bentuk-bentuk penyimpangan sosial Bentuk penyimpangan menurut pelakunya: •

Penyimpangan Individu: penyimpangan yang dilakukan oleh Individu yang berlawanan dengan Norma. Penyimpangan ini biasanya dilakukan di lingkungan keluarga.



Penyimpangan kelompok: dilakukan oleh kelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya yang bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh kelompok yang melakukan penyimpangan adalah kelompok pengedar narkotika.

Bentuk penyimpangan menurut Sifatnya: •

Penyimpangan bersifat positif: Penyimpangan ini terarah pada nilai sosial yang berlaku dan dianggap ideal dalam masyarakat dan mempunyai dampak yang

bersifat positif. Cara yang dilakukan seolah-olah menyimpang dari norma padahal tidak. Contohnya adalah: Bermunculan Wanita karier yang sejalan dengan emansipasi wanita. •

Penyimpangan bersifat negatif: Penyimpangan ini berwujud dalam tindakan yang mengarah pada nilai-nolai sosial yang dipandang rendah dan dianggap tercela dalam

masayarakat.

Contohnya:

pemerkosaan,

pencurian,

pembunuhan,

perjudian dan pemakaian narkotika. Latar Belakang/sebab-sebab terjadinya penyimpangan Sosial : Proses sosialisasi yang tidak sempurna atau tidak berhasil karena seseorang mengalami kesulitan dalam hal komunikasi ketika bersosialisasi. Artinya individu tersebut tidak mampu mendalami norma- norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan juga dapat terjadi apabila seseorang sejak masih kecil mengamati bahkan meniru perilaku menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Terbentuknya perilaku menyimpang juga merupakan hasil sosialisasi nilai sub kebudayaan menyimpang yang di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi dan faktor agama. Faktor-faktor Penyebab Penyimpangan Sosial •

Faktor dari dalam adalah intelegensi atau tingkat kecerdasan, usia, jenis kelamin dan kedudukan seseorang dalam keluarga.



Faktor dari luar adalah kehidupan rumah tangga atau keluarga, pendidikan di sekolah, pergaulan dan media massa.

Pengendalian Sosial Pengertian Pengendalian Sosial Berikut ini beberapa definisi tentang pengendalian sosial. Menurut Berger (1978) Pengendalian Sosial adalah: berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Roucek (1965) mengemukakan bahwa Pengendalian Sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana

dimana individu dianjurkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial (Social Control). Cakupan Pengendalian Sosial 1. Pengawasan antar individu. 2. Pengawasan individu dengan kelompok. 3. Pengawasan kelompok dengan individu. Sifat Pengendalian Sosial 1. Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran,

artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran. 2.

Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan (deviasi). Pengendalian sosial ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindakan penyimpangan.

Tujuan Pengendalian Sosial Tujuan pengendalian sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan, menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya perubahan. Cara-cara Pengendalian Sosial A. Cara Persuasif Cara persuasif lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dimasyarakat. Terkesan halus dan menghimbau. Aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) sangat ditekankan. Contoh: Para tokoh masyarakat membina

warganya dengan memberi nasehat kepada warga yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan, menjaga etika pergaulan, dan sebagainya. Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati anaknya yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat. B. Cara Koersif Cara

koersif

lebih

menekankan

pada

tindakan

atau

ancaman

yang

menggunakan kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara persuasif. C. Cara Pengendalian Sosial Melalui Sosialisasi Cara pengendalian sosial melalui sosialisasi dikemukakan oleh Froman pada tahun 1944 sebagai berikut: “Jika suatu masyarakat ingin berfungsi secara efisien, maka mereka harus melakukan perannya sebagai anggota masyarakat”. Melalui sosialisasi mereka dapat menjalankan peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Misalnya, sejak kecil seseorang dididik melakukan kewajiban yang ada di lingkungan keluarga seperti membersihkan rumah dan merapikan kamar, lambat laun akan timbul rasa senang dalam diri anak tersebut jika sudah melakukan kewajibannya. Apabila si anak tersebut sudah besar dan hidup di lingkungan yang lebih luas, ia akan terbiasa berperan sesuai dengan status yang ia sandang. Melalui sosialisasi seseorang diharapkan dapat menghayati (menginternalisasikan) normanorma, nilai di masyarakat dan menerapkan dalam perilakunya sehari-hari. D. Cara Pengendalian Sosial Melalui Tekanan Sosial Cara pengendalian sosial melalui tekanan sosial dikemukakan oleh Lapiere pada tahun 1954. Lapiere berpendapat bahwa pengendalian sosial merupakan suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Kelompok akan sangat berpengaruh jika anggotanya sedikit dan akrab. Keinginan kelompok dapat digunakan

untuk

menerapkan

merealisasikannya.

norma-norma Misalnya,

yang

pandangan

ada

agar

masyarakat

para

anggotanya

konservatif

yang

dapat masih

menganggap perlu diadakannya upacara adat secara seremonial. Mereka cenderung tetap pelaksanakannya daripada melanggarnya. Bentuk-bentuk Pengendalian Sosial Bentuk-bentuk pengendalian sosial antara lain: 1. Desas-desus (Gosip)

Merupakan “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mendongkrak popularitas seseorang, misalnya artis, pejabat, dsb. 2. Teguran Merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan teguran adalah membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahannya. Misalnya, seorang guru menegur muridnya yang sering ngobrol pada waktu belajar di kelas. Adakalanya juga memberikan surat pemanggilan orang tuanya untuk ke sekolah. 3. Hukuman (Punishment) Adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat. 4. Pendidikan Pengendalian sosial yang telah melembaga baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan membimbing seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Seseorang yang berhasil di dunia pendidikan akan merasa kurang

enak dan takut apabila melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang bahkan melanggar peraturan. 5. Agama

Merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk agama seseorang harus menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. 6. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik akan dijalankan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu. Fungsi Pengendalian Sosial Fungsi pengendalian sosial itu pada hakekatnya

terdiri atas dua hal. Berikut adalah fungsi pengendalian sosial yang terdiri dari 2 hal pokok, yaitu: 1.

Meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma. Usaha ini ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui pendidikan formal ditanamkan kepada peserta didik kesadaran untuk patuh aturan, sadar hukum dan sebagainya melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Melalui pendidikan non formal, mass media dan alat-alat komunikasi menyadarkan warga masyarakat untuk beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.

2. Mempertebal kebaikan norma. Hal ini dilakukan dengan cara mempengaruhi

alam pikiran seseorang dengan legenda, hikayat-hikayat, cerita-cerita rakyat maupun cerita-cerita agama yang memiliki nilai-nilai terpuji.

Peranan Pranata Sosial atau Lembaga Sosial Dalam Pengendalian Sosial

Peranan lembaga sosial atau pranata sosial dalam pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat adalah sangat besar dan dibutuhkan, khususnya terhadap perilaku yang menyimpang demi keseimbangan sosial. Pengendalian sosial itu dapat dilakukan oleh: 1. Polisi Polisi sebagai aparat negara, bertugas memelihara keamanan dan ketertiban, mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Peran Polisi bukan hanya menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku pelanggaran ke instansi lain seperti Kejaksaan, tetapi juga membina dan mengadakan penyuluhan terhadap orang yang berperilaku menyimpang dari hukum. 1. Pengadilan Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman tergantung kesalahan pelaku menurut hukum yang berlaku.

2. Adat Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat tradisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan. 3. Tokoh Masyarakat Adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa (kharisma) sehingga ia dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh masyarakat diharapkan menjadi teladan, pembimbing, penasehat dan petunjuk.

ANALISIS Dalam hal ini, masyarakat UNISBA melakukan penyimpangan primer karena kurang memiliki pengendalian sosial dalam perilaku membuang sampah sembarangan. Oleh karena itu, terdapat beberapa cara untuk menanggulangi hal tersebut. Dari segi prakteknya dapat pula dibedakan antara cara paksaan atau coercive dan cara – cara yang tanpa menggunakan paksaan atau persuasive atau keduanya secara berurutan. Cara yang mana yang akan ditempuh dalam penggunaannya tergantung pada faktor apa yang mendorong mereka untuk melakukan penyimpangan tersebut, selain itu kita bisa melihat kepada siapa pengendalian sosial itu hendak diperlakukan dan dalam situasi dan kondisi yang bagaimana pula. Dalam suatu masyarakat yang berada dalam keadaan tenang, maka cara – cara persuasive mungkin akan lebih efektif daripada cara coercive.

Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang sedang berubah. Oleh karena dalam keadaan seperti itu, pengendalian social yang berfungsi untuk membentuk kaidah yang lama yang telah goyah. Oleh karena biasanya kekerasaan atau paksaan akan menyebabkan reaksi negative. Reaksi yang negative tersebut selalu akan mencari kesempatan dan menunggu saat “agen of social control” berada dalam keadaan yang lengah. Maka, setiap kali paksaan harus ditetapkan sehingga bukannya hasil pengendalian social yang melembaga akan tetapi cara paksaannlah yang akan mendarah daging serta akan berakar dengan kuatnya.

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini kami menggunakan metode Focus Group Discussion (

FGD).

Pada

intiya,

cara

mengembangkan

panduan

FGD

sama

dengan

mengembangkan panduan wawancara. Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan diturunkan dari definisi konsep atau teori yang digunakan berkaitan dengan variabel yang akan diteliti. Definisi Konseptual : Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial. Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok masyarakat.

Definisi Operasional : Penyimpangan Primer: Merupakan penyimpangan sosial yang bersifat sementara dan biasanya tidak diulangi lagi. Seseorang yang melakukan penyimpangan ini masih diterima di masyarakat. Contoh: orang yang melanggar lalu lintas dengan tidak membawa SIM dan perbuatannya itu tidak diulangi lagi. Penyimpangan Sekunder: Merupakan penyimpangan sosial yang nyata dan dilakukan secara berulang-ulang bahkan menjadi kebiasaan dan menunjukkan ciri khas suatu kelompok. Seseorang yang melakukan penyimpangan ini biasanya tidak akan diterima lagi di masyarakat. Contoh: Pemabuk yang seringa mabuk-mabukan dipasar, di diskotik dll. Bentuk-bentuk pengendalian sosial : 1. Desas-desus (Gosip)

Merupakan “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. 2. Teguran Merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan teguran adalah membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahannya. Misalnya, seorang guru menegur muridnya yang sering ngobrol pada waktu belajar di kelas. Adakalanya juga memberikan surat pemanggilan orang tuanya untuk ke sekolah. 3. Hukuman (Punishment) Adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat. 4. Pendidikan

Pengendalian sosial yang telah melembaga baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan membimbing seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Seseorang yang berhasil di dunia pendidikan akan merasa kurang enak dan takut apabila melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang bahkan melanggar peraturan. 5. Agama

Merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk agama seseorang harus menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. 6. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik akan dijalankan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan fenomena dan teori yang kami gunakan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa membuang sampah sembarangan yang termasuk ke dalam penyimpangan primer, diakibatkan proses sosialisasi yang tidak sempurna, dan kurangnya atau longgarnya pengendalian sosial yang ada di lingkungan UNISBA. Saran yang dapat kami berikan dalam mengatasi masalah ini adalah berikan sanksi bagi para pelaku menyimpang tersebut, berdasarkan cara pengendalian sosial yang dipilih.

Related Documents