Nama
: Karoni
NIM
: 22010117120048
Kelas
:C
Tugas Responsi Mikrobiologi “Pengecatan BTA”
1. Jelaskan teknik pengecatan Tahan Asam lain selain Ziehl Neelsen! Jawab: Terdapat beberapa metode pewarnaan tahan asam yang tersedia dalam laboratorium klinik. Semua didasarkan pada prinsip yang sama, dengan perbedaan penting dalam rincian protokol pewarnaannya . Secara umum, semua metode memerlukan pembuatan apusan yang tipis, pengeringan di udara , dan fiksasi dengan panas. Apusan dialiri oleh zat warna primer penetrative, didekolorisasi dengan suatu reagen yang mengandung asam mineral kuat, dan diberi warna tandingan dengan zat warna kedua.
a.
Pewarnaan Tan Thiam Hok (Pewarnaan Kinyoun & Gabbet).
Pewarnaan Kinyoun & Gabbet berbeda dari Ziehl-Neelsen yaitu bahwa tidak diperlukan pemanasan terhadap warna primer (Larutan Kinyoun). Digunakan reagen fuksin-karbol yang lebih pekat sehingga zat warna dapat menembus mikroba sehingga tidak diperlukan pemanasan. 1)
Larutan Kinyoun (fuchsin basis 4g, fenol 8ml, alkohol 95% 20ml, H2O destilata
(100ml) dituang pada permukaan sediaan 2)
Didiamkan selama 3 menit, kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci
dengan air yang mengalir perlahan. 3)
Selanjutnya larutan Gabbet (methylene blue 1g, H2SO4 96% 20ml, alkohol absolut
30ml, H2O destilata 50ml) dituang pada permukaan sediaan, 4)
Didiamkan 1 menit kemudian kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air
yang mengalir perlahan, kemudian sediaan dikeringkan di udara 5)
Setelah kering, sediaan dibaca dibawah mikroskop cahaya.
b.
Pewarnaan Fluorokrom
Pewarnaan fluorokrom memerlukan mikroskop yang dilengkapi untuk pencahayaan ultraviolet atau halogen quartz. Metode pewarnaan fluorokrom bukanlah suatu prosedur antibody fluoresen. Pewarna pimer adalah campuran zat warna auramin O dan rodamin B dalam karbol/gliserol. Zat dekolorisasi adalah asam hidroklorida/etanol yang tidak sekuat pada prosedur Ziehl-Neelsen atau Kinyoun dan zat warna tandingannya adalah larutan kalium permanganate yang menghilangkan fluoresensi latar. Keunggulan pewarnaan fluorokrom adalah sensitivitasnya yang lebih tinggi. 1)
Sediaan direndam didalam larutan Auramine (Merck)
2)
Dibiarkan selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air bebas klorin atau H2O
destilata dan dikeringkan. 3)
Sediaan direndam didalam asam alkohol, dibiarkan selama 2 menit, dicuci dengan
H2O destilata dan dikeringkan. 4)
Setelah itu sediaan direndam didalam kalium permanganat 0,5%, dibiarkan selama
2 menit, dicuci dengan H2O destilata dan dikeringkan di udara 5)
Setelah kering, sediaan dibaca di bawah mikroskop UV
2. Jelaskan penilaian kualitas mikroskopik sputum untuk pemeriksaan BTA! Jawab: Sediaan dahak yang telah diwarnai dapat dinilai baik atau jelek dengan memperhatikan beberapa hal secara makroskopis dan mikroskopis, di antaranya : 1.
Kualitas dahak : ditemukan adanya makrofag atau leukosit > 25 LP dengan pembesaran 100x
2.
Ukuran sediaan : 2 x 3 cm
3.
Kerataan : Sediaan tampak rata atau tidak terkelupas
4.
Ketebalan sediaan : seluruh bagian sediaan dapat dilihat dengan jelas pada setiap lapang pandang
5.
Kualitas pewarnaan : BTA dan latar belakang dapat dibedakan dengan jelas
6.
Kebersihan sediaan : adanya sisa zat warna, kotoran harus dihindarkan agar tidak mengganggu pembacaan
Interpretasi BTA Hasil dilihat dibawah lensa objektif 100 x (+ minyak emersi). Minimum diperiksa sebanyak 300 Lapangan Pandang, sebelum dinyatakan negatif (–). Intepretasi BTA (quantitative report) menurut Kemenkes / Union Against Tuberculosis and Lung Diseases ( IUATLD ) : 1.
Tidak ada BTA : 0 / 100 Lapangan pandang
2.
Meragukan = 1-9/100 lapangan pandang
3.
1 + = 10-99/100 Lapangan pandang
4.
2 + = 1-10/Lapangan pandang, periksa minimal 50 Lanpangan pandang
5.
3 + = > 10 BTA dalam 1 lapangan pandang, periksa minimal 20 Lapangan pandang
3. Sebutkan mikroba tahan asam lain, selain M. tuberculosis beserta penyakitnya! Jawab: Microbacterium Leprae Microbacterium leprae merupakan pathogen intrasel obligat sehingga belum dapat dibiakkan invitro (media tak hidup). Bakteri sering ditemukan pada sel endothelial pembuluh darah atau sel mononuclear (makrofag) sebagai lingkungan yang baik untuk bertahan hidup dan perkembangbiakan. Basil lepra ini tahan terhadap degradasi intraseluler oleh makrofag, mungkin karena kemampuannya keluar dari fagosom ke sitoplasma makrofag dan berakumulasi hingga mencapai 1010basil/gram jaringan pada kasus lepratype lepromatus. Kerusakan syaraf perifer yang terjadi merupakan sebuah respon dari system imun Karena adanya basil ini sebagai antigen. Pada lepra type tuberkuloid, terjadi granuloma yang sembuh dengan sendirinya bersifar berisi sedikit basil tahan asam. Bakteri mycobacterium leprae berbentuk batang, langsing atau sedikit membengkok dengan kedua ujung bakteri tumpul, tidak bergerak, tidak memiliki spora dan tidak berselubung. Sel-sel panjang, ada kecenderungan untuk bercabang. Berukuran 1-7 x 0,2-0,5µm, bersifat gram positif, tahan asam, letak susunan bakteri tunggal atau sering bergerombol serupa tumpukan cerutu sehingga sering disebut packed of cigarette, atau merupakan kelompok padat sehingga tidak dapat dibedakan antara bakteri yang satu dengan yang lainnya, kadang-kadang terdapat granula.
Bentuk-bentuk M. Leprae yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan mikroskopis adalah : 1.
Bentuk utuh (solid); dinding sel bakteri tidak terputus, mengambil zat warna
secara sempurna. Jika terdapat daerah kosong/transparan ditengahnya juga dapat dikatakan solid 2.
Bentuk globus ; adalah bentuk solid yang membentuk kelompok, dapat dibagi 2,
yaitu : Globus besar terdiri dari 200-300 bakteri, dan lobus kecil terdiri dari 40-60 bakteri 3.
Bentuk pecah (fragmented); dinding bakteri biasanya terputus sebagian atau
seluruhnya, tidak menyerap zat warna secara merata 4.
Bentuk berbutir-butir (granuler); tampak seperti titik-titik yang tersusun
5.
Bentuk clump; adalah bentuk granuler yang membentuk kelompok tersendiri,
biasanya llebih dari 500 bakteri
Siklus Hidup Microbacterium Leprae Seperti mikobakteri lainnya ( atau bakteri ' acid - fast ' ), Mycobacterium leprae memiliki waktu yang lama untuk mereplikasi dirinya di luar sel inang. Beberapa peneliti berpendapat bahwa M. Leprae adalah parasit intraseluler fakultatif, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa bakteri tidak bisa bereplikasi sama sekali di luar sel. Didukung oleh fakta bahwa M. leprae belum pernah dikultur in vitro. Ketika M. leprae menemukan host yang tepat maka bakteri ini akan bereplikasi dengan memakan waktu hingga 13 hari untuk menjalani satu siklus replikasi. Kusta ditandai dengan replikasi bakteri di dalam vesikel intraseluler makrofag, sel Schwann, dan sel endotel. Secara umum, M. leprae lebih memilih sel-sel tersebut pada suhu lebih rendah dari tubuh manusia, yang mengapa cenderung memanifestasikan dirinya di dekat permukaan kulit . Metabolisme Ideal terjadi pada 33 ° C dan pH antara 5,1 dan 5,6.
a. Proses pengikatan sel Microbacterium Leprae pada inang Pertama , bakteri berikatan dengan reseptor pada permukaan sel inang . Untuk sel Schwann saraf , yang fenolik glikolipid - 1 ( PGL - 1 ) atau LBP21 reseptor pada M. leprae mengikat rantai samping α - 2 dari laminin - 2 serta reseptor α - dystroglycan terkait. Namun, laminin juga ditemukan pada sel-sel otot straited dan jaringan plasenta ,
yang keduanya juga terinfeksi oleh M. leprae. Kehadiran protein histon HLP - seperti, disekresikan oleh M. leprae , meningkatkan sel Schwann. Pengikatan PGL-1/LBP21 - laminin dijelaskan lebih pada gambar di bawah . Protein laminin terdiri dari dua subunit , α - β - dystroglycan dan dystroglycan. Subunit α terletak di sisi ekstraseluler membran dan mengikat tiga protein : laminin - α 1 rantai , agrin , dan perlecan. Seluruh kompleks ini diduga struktural menstabilkan sel dan melindunginya dari cedera. Fibronektin , βintegrin6 , dan glikoprotein 25kDa juga mengikat M. leprae , yang hadir dalam sel epitel. Penelitian telah menunjukkan bahwa situs mengikat beberapa dapat digunakan oleh M. leprae untuk mengikat berbagai jenis sel ( termasuk sel-sel endotel dan makrofag ) , menunjukkan bahwa jika salah satu reseptor tidak ada , orang lain dapat bekerja sama dengan baik.
Untuk makrofag, trisaccharide terminal pada PGL - 1 peptida pada M. leprae berikatan dengan reseptor komplemen CR1 , dan 4 , dan bagian dari C3 , yang kemudian memfasilitasi fagositosis oleh jalur klasik komplemen. Namun, asam lemak rantai samping juga harus hadir pada PGL - 1 molekul untuk mengikat terjadi . Karena spesifik mengikat komplemen C3 , fagositosis M. leprae menjadi makrofag tidak terkait dengan ledakan oksidatif ( yang umumnya hadir ketika bakteri phagocytosed oleh monosit ). Ledakan oksidatif biasanya sinyal kehancuran bakteri - oleh karena itu , kurangnya meledak oksidatif ini mungkin merupakan tanda bahwa M. leprae entah bagaimana mampu menghindari respon seluler awal terhadap patogen. Setelah mengikat telah terjadi , M. leprae diambil ke dalam sel inang oleh fagositosis dan dirumuskan oleh phagosome . Dari sana , bakteri harus bertahan phagosome - lisosom fusi dan hidup cukup lama untuk meniru dan kembali keluar dari sel .
b. Replikasi bakteri: Setelah bakteri melekat pada reseptor permukaan sel, bakteri melakukan gerakan fagosit. Proses fagositosis tidak seperti peristiwa fagositosis bakteri lain, bahwa protein aktindependent kinase tirosin, tergantung pada kalsium protein kinase dan phosphatidylinositol 3 - kinase yang memediasi prosesnya. Biasanya, setelah fagositosis bakteri dibunuh melalui fusi dengan phagolysosome dan pencernaan oleh protease dan
bahan kimia oksidasi. Namun, beberapa peneliti berpikir bahwa M. leprae entah bagaimana mampu menangkap proses fusi lisosom untuk di mana saja dari 1 sampai 4 jam dan mereplikasi dalam phagosome sebaliknya. Saat ini mekanisme spesifik mencegah fusi belum ditandai. Dengan cara ini proses misterius bakteri mampu menciptakan daerah aman berbatasan langsung itu sendiri, disebut ' elektron zona transparan ', untuk transparansi di bawah pencitraan elektron. Namun, setelah periode tertentu jam ( atau jika makrofag diaktifkan ), makrofag atau sel Schwann kemudian memperkenalkan protease langsung ke phagosome, di samping sejumlah besar molekul MHC. Respon seluler kedua ini merupakan garis pertahanan pertama terhadap M. leprae. Setelah bakteri telah dipecah menjadi potongan-potongan, molekul MHC kemudian dapat mengambil potongan-potongan itu dan menyampaikannya kepada setiap limfosit lewat atau sel mononuklear lain dengan pindah ke membran sel. Jika bakteri mampu menghindari mekanisme degradasi dan mereplikasi dalam sel, M. leprae membentuk bundel bakteri yang kemudian keluar dari sel dan menginfeksi jaringan lainnya . Aspek yang menarik dari siklus hidup M. leprae adalah efeknya pada sel-sel yang menyerang. Beberapa penelitian awal telah menunjukkan bahwa M. leprae memiliki kemampuan untuk meningkatkan pembagian sel Schwann menginfeksi, sehingga memungkinkan proliferasi lebih lanjut dalam host. Ini merupakan mekanisme yang menarik yang tidak sepenuhnya dipahami, tetapi merupakan mekanisme baru melindungi diri sendiri untuk M. leprae . Penyakit akibat infeksi Mycobacterium leprae adalah Kusta Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lain kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainankelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit.
Masa tunas penyakit kusta rata-rata 2-5 tahun dan masa belahnya memerlukan waktu yg sangat lama dibandingkan dgn kuman-kuman yg lain yaitu 12-21 hari. Penularan penyakit kusta ini dapat melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam. Dan juga melalui kulit dengan kulit yang syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang. Penyakit kusta dapat menular dilandasi oleh beberapa faktor, diantaranya : - Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa - Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti - Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti - Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah. - Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat Terdapat beberapa tanda tertularnya penyakit kusta pada diri seseorang, berikut adalah tanda penyakit kusta secara umum :
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa) Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :
Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
Anoreksia.
Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
Cephalgia.
Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.
Neuritis.
Menurut WHO, penyakit kusta diklasifikasikan dalam beberapa tipe yaitu : a. Tipe PB (Pausibasiler) Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I (Indeterminate), TT (tuberculoid) dan BT (borderline tuberculoid) menurut kriteria Ridley dan Jopling dan hanya mempunyai jumlah lesi antara 1-5 pada kulit. Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular. b. Tipe MB (Multibasiler) Kusta MB adalah semua penderita kuta tipe BB (mid borderline), BL (borderline lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Jopling dengan jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smear positif. Kusta tipe MB adalah tipe yang dapat menular.
Gambar 1. Kusa tipe PB
Gambar 2. Kusta tipe MB
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur.