Tugas Regulasi K3.docx

  • Uploaded by: Anisa Norma Cahyani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Regulasi K3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,444
  • Pages: 10
Anggota kelompok : 1. Nurul Laufina Salsabila

(17513097)

2. Tinezia Febimeliyani

(17513119)

3. Ajeng Ainina S.

(17513125)

4. Anisa Norma Cahyani

(17513178)

5. Alya Zakiya R

(17513183)

A. REGULASI TENTANG KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA 1. UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. UU No 1 Tahun 1970 dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya : 1. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional. 2. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya; 3. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien. 4. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja. 5. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undangundang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. UU No 1 Tahun 1970 terdiri dari X1 bab dengan 18 pasal. Pada bab I pasal 1 UU No 1 Tahun 1970 membahas mengenai istilah – istilah terkait tempat kerja dan pelaku kerja, meliputi pengurus, pengusaha, direktur, pegawai pengawas, dan ahli keselamatan kerja. Selanjutnya mengenai ruang lingkup tempat kerja dijelaskan dalam bab II pasal 2. Dimana UU No 1 Tahun 1970 mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik

di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Sementara terkait syarat-syarat keselamatan kerja dijelaskan dalam bab III pasal 3 dan pasal 4. Adapun pengawasan dalam dunia kerja dijelaskan dalam bab IV pasal 5, 6, 7 dan 8. Dalam bab ini setiap pelaku kerja memiliki wewenang dan kewajiban yang harus dijalankan. Dalam UU No1 Tahun 1970 juga mengatur mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja pada bab VIII pasal 12, yaitu : 1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja. 2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan. 3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 4. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

2. UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN. Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Undangundang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

3. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.13/MEN/X/2011 TAHUN 2011 TENTANG NILAI AMBANG BATAS FAKTOR FISIKA DAN FAKTOR KIMIA DI TEMPAT KERJA 1. Tenaga kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 2. Setiap orang yang bekerja akan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 3. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja. 4. Faktor lingkungan kerja adalah potensi-potensi bahaya yang kemungkinan terjadi di lingkungan kerjaakibat adanya suatu proses kerja 5. Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagaikadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidakmelebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. 6. Kadar Tertinggi Diperkenankan yang selanjutnya disingkat KTD adalah kadar bahan kimia di udara tempatkerja yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja melakukan pekerjaan.

4. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pada peraturan pemerintah tersebut menjelaskan tentang pengharusan untuk setiap perusahaan, usaha – usaha sosial dan usaha – usaha lain menerapkan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3, dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif, dan agar terciptanya suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif.

Dalam pasal 8 yang berisi “ Setiap pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait ” , ini bermaksud untuk menjamin pihak – pihak yang terkait untuk mengetahui K3 agar dalam pelaksaan perkerjaan terlaksana dengan aman dan baik, oleh karena itu setiap pihak terkait dalam perusahaan tersebut harus memiliki kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat dan kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukkan dari instansi yang berwenang, sebagaimana tertulis dalam pasal 10 ayat 3. Selain itu, pengusaha juga diharuskan melakukan indentifikasi bahaya, pengendalian resiko, serta memperhatikan peningakatan kinerja K3 terhadap pihak – pihak terkait secara terus menerus.

5. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN

KESELAMATAN

DAN

KESEHATAN

KERJA

(SMK3)

KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 05/PRT/M/2014 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang disingkat K3 Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi. Potensi bahaya adalah kondisi atau keadaan baik pada orang, peralatan, mesin, pesawat, instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja, proses produksi dan lingkungan yang berpotensi

menimbulkan

gangguan,

kerusakan,kerugian,

kecelakaan,

kebakaran,

peledakan, pencemaran dan penyakit akibat kerja. Risiko K3 Konstruksi adalah ukuran kemungkinan kerugian terhadap keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan yang dapat timbul dari sumber bahaya tertentu yang terjadi pada pekerjaan konstruksi. Biaya SMK3 Konstruksi Bidang PU adalah biaya yang diperlukan untuk menerapkan SMK3 dalam setiap pekerjaan konstruksi yang harus diperhitungkan dan dialokasikan oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.

Monitoring dan Evaluasi K3 Konstruksi yang selanjutnya disingkat Monev K3 Konstruksi adalah kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Penyelenggaraan K3 Konstruksi yang meliputi pengumpulan data, analisa, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan penerapan K3 Konstruksi.

6. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PENYAKIT AKIBAT KERJA Pada peraturan Menteri tersebut menjelaskan tentang penyelengaraan pelayanan penyakit akibat kerja terhadap perkerja baik sektor formal maupun informal, termasuk aparatur sipil negara, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pelayanan penyakit akibat kerja meliputi diagnosis penyakit akibat kerja dan tata laksana penyakit akibat kerja. Jadi ini bermaksud, akan adanya diagnosa tentang penyebab penyakit yang terjadi di tempat kerja. Penyelenggara pelayanan penyakit dilakukan pada tingkat pertama di laksanakan oleh dokter yang telah melalui melalui pendidikan formal atau pelatihan, sebagaimana yang tercantum pada pasal 8 ayat 1, sedangkan penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat lanjut atau rujukan akan di laksanakan oleh dokter spesialis, sebagaimana yang tercantum pada pasal 9. Adapun sarana prasarana yang disediakan meliputi dokumen rekam medis, alat pemeriksaan fisik, dan alat penanganan emergensi, sebagaimana isi yang tercantum pada pasal 10. Yang dimaksud Sarana prasarana tersbut ialah teruntuk pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Adapun Pembiayaan penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana isi yang tercantum pada pasal 12 ayat 1. Jadi peraturan penyelanggaraan pelayanan penyakit akibat kerja ini, bertujuan untuk mengatur segala yang berhubungan dengan layanan penyakit akibat kerja yang mensejahterahkan para perkeja ataupun pihak – pihak terkait yang berkerja di negara, Sehubungan dengan hal tersebut disusunlah pedoman sebagai acuan bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan dalam diagnosis dan tata laksana penyakit akibat kerja agar mendapatkan pelayanan penyakit akibat kerja yang telah terjamin oleh undang – undang,

ini akan membuat rasa aman terhadap perkerjaanya, karena tidak perlu khawatir akan tanggungan yang akan dipikul jikalau terjadi penyakit akibat kerja.

7. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2016 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT Peraturan menteri ini mengatur tentang pengelolaan dan pengendalian risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit perlu diselenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit agar terciptanya kondisi rumah sakit yang sehat, aman, selamat, dan nyaman. BAB I mengatur tentang ketentuan umum yang memuat tentang pengertian Keselamatan dan kesehatan kerja di rumahsakit dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Lalu BAB II mengatur tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang memuat kebijakan K3RS rencana maupun peraturan mengenai Kebijakan K3RS. Kemudian BAB III tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. BAB IV mengenai pendidikan dan pelatihan yang meliputi Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar kurikulum di bidang K3RS yang diakreditasi oleh Kementerian Kesehatan. BAB V berisi tentang pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan K3RS yang terintegrasi dengan sistem informasi manajemen Rumah Sakit. BAB VI mengenai organisasi di rumahsakit dan BAB VII mengenai Penilaian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

8. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN 

Bab 1 Membahas mengenai apa itu perkantoran, pimpinan kantor, pengelola gedung, keselamatan dan kesehatan kerja, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Perkantoran, kesehatan kerja, ergonomi dan menteri.



Bab 2

Membahas mengenai penyelenggaraan k3 perkantoran meliputi kebijakan K3 seperti visi, tujuan, komitmen dan tekad dalam melaksanakan kebijakan K3 Perkantoran, dan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan K3 Perkantoran secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Standar Keselamatan Kerja meliputi persyaratan keselamatan kerja Perkantoran, dan kewaspadaan bencana perkantoran. 

Bab 3 Membahas mengenai Pencatatan dan pelaporan pelaksanaan K3 Perkantoran yang dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan. Termasuk mengenai jumlah kejadian atau kasus K3 ditujukan kepada pemilik gedung dan ditembuskan kepada Menteri, dinas kesehatan provinsi, dan dinas kesehatan kabupaten/kota secara berjenjang.



Bab 4 Membahas mengenai Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan melalui advokasi dan sosialisasi, bimbingan Teknis, dan monitoring Evaluasi.



Bab 5 Membahas mengenai peraturan peralihan Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, setiap Perkantoran harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.



Bab 6 Membahas mengenai ketentuan penutup Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri sepanjang yang mengatur mengenai Standar Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

9. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ELEVATOR DAN ESKALATOR Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 6 Tahun 2017 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator merupakan peraturan baru yang dikeluarkan oleh

Kementerian Tenaga Kerja pada 6 Juli 2017 lalu. Elevator adalah pesawat lift yang mempunyai kereta dan bobot imbang bergerak naik turun mengikuti rel pemandu yang dipasang secara permanen pada bangunan, memiliki governor dan digunakan untuk mengangkut orang dan/atau barang. Eskalator adalah pesawat transportasi untuk memindahkan orang dan/atau barang, mengikuti jalur lintasan rel yang digerakkan oleh motor listrik. Permen No. 6 tahun 2017 ini mengatur aspek teknis dan kompetensi dalam perencanaan, pembuatan, pemasangan, perakitan, perawatan, dan perbaikan elevator serta eskalator. Peraturan ini sangat tepat diberlakukan guna meningkatkan rasa aman dalam pemakaian, juga mengatur tentang regulasi perijinan elevator dan escalator di Indonesia. Peraturan tersebut berisi mengenai tata cara atau regulasi pembuatan,perancangan, pemeliharaan, perbaikan eskalator yang baik.

10. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA Peraturan menteri ini menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Perburuhan No 7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan di Tempat Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi no 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Kimia di Tempat Kerja. Permen ini memberikan pedoman baru mengenai nilai ambang batas ,faktor fisika dan kimia, standar faktor biologi, ergonomi dan psikologi. Peraturan menteri ini juga mengatur serta persyaratan higiene dan sanitasi, termasuk kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) yang diharapkan menjadi jawaban untuk terwujudnya tempat kerja yang aman, sehat dan nyaman sehingga tercipta produktivitas kerja yang terus meningkat. Permenaker nomor 5 tahun 2018 memuat syarat-syarat yang lebih lengkap tentang K3 Lingkungan Kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan selamat. Ada hal-hal baru yang dimuat dalam Permenaker No 5/2018 ini yaitu : a. Faktor Ergonom

b. Faktor Psikologi n-pertemuan yang tidak penting, tugas kompleks yang dikerjakan dan lain-lain. c. Standar iklim kerja dingin, d. K3 Lingkungan Kerja, e. Ahli Higiene Industri, f. Metoda uji, g. Penerapan higiene dan sanitasi, h. Pemeriksaan dan Pengujian K3, i. Pelaporan pemeriksaan dan pengujian,

B. TEORI KECELAKAAN KERJA Teori kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta milik atau kerugian waktu. Salah satu teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja menurut H.W. Heinrich. (1980) yang dikenal sebagai teori Domino Heinrich. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan, yaitu: (1) kondisi kerja, (2) kelalaian manusia, (3) tindakan tidak aman, (4) kecelakaan, (5) cedera. Kelima faktor ini tersusun seperti kartu domino yang diberdirikan. Jika satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain.Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman yang merupakan poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan yang menyumbang 98% terhadap penyebab kecelakaan. Kemudian ada teori dari Frank E. Bird Petersen. (1985) yang mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian

jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi ambang batas. Teori ini memodifikasi teori Domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan, antara lain: a) Manajemen kurang control b) Sumber penyebab utama c) Gejala penyebab langsung d) Kontak peristiwa e) Kerugian gangguan (tubuh maupun harta benda)

Teori Domino Frank E. Bird sudah lebih kompleks menjelaskan bahwa perilaku manusia ini sebagai subsistem kerja. Kecelakaan terjadi karena ada ‘sesuatu’ yang salah pada sistem (lack of control). Frank E.Bird dalam teorinya juga tidak serta merta menyalahkan manusia sebagai faktor utama dalam suatu kejadian kecelakaan karena menurutnya, pada dasarny tidak ada seorang pekerja atau manusia yang menginginkan adaanya kecelakaan, dalam hal ini Frank sangat memperhatikan subsistem lain. Teori ini melihat penyebab kecelakaan ini secara makro, sehingga dapat membantu perusahaan untuk mengevaluasi akar masalah itu secara sistemik sehingga dapat menghasilkan peningkatan secar berkelanjutan.

Related Documents

Regulasi Ppra.docx
December 2019 26
Regulasi Hormon
August 2019 36
Regulasi Mfk.docx
June 2020 17
Regulasi Semen.docx
July 2020 12
Regulasi Snars.docx
October 2019 36

More Documents from "ari sulistyowati"

Gia.pdf
May 2020 35
Carta Compesar.docx
December 2019 52
October 2019 38
May 2020 27