Tugas Proposal Fix.docx

  • Uploaded by: M Asep Saepullah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Proposal Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,046
  • Pages: 47
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KUMON UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 1 CIKEDAL

PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Oleh : SEPTIANI DWI ARIFIYANTI D07160033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN 2018/2019

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..........................................................................................

i

MASALAH A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................

7

C. Pembatasan Masalah .......................................................................

7

D. Perumusan Masalah ........................................................................

8

E. Tujuan Penelitian ............................................................................

8

F.

8

Manfaat ...........................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ....................................................................................

9

B. Penelitian yang Relevan ..................................................................

23

C. Kerangka Berpikir ...........................................................................

24

D. Hipotesis Penelitian ........................................................................

25

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................

26

B. Profil sekolah ..................................................................................

26

C. Metode Penelitian ...........................................................................

27

D. Populasi dan Sampel .......................................................................

28

E. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................

29

F. Instrumen Penelitian .......................................................................

31

G. Teknik Analisis Data .......................................................................

32

H. Hipotesis Statistik ...........................................................................

41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

43

i

MASALAH

A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang memiliki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dengan ditetapkannya matematika sebagai salah satu mata pelajaran pokok atau wajib dalam setiap Ujian Nasional (UN) serta dilihat dari jumlah jam mata pelajaran matematika yang lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Menurut Suherman, dkk (2003) Pembelajaran matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. pengetahuan matematika akan lebih baik jika siswa mampu mengkonstruksi melalui pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya. Untuk itu, keterlibatan siswa secara aktif sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, (Fitri R dkk, 2014: 18). Pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol yang kemudian diterapkan dalam situasi nyata. Belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah, (Uno, Hamzah B., 2010). Peran guru di sekolah sangat dibutuhkan dalam tercapainya tujuan tujuan pembelajaran matematika serta proses belajar mengajar untuk membantu siswa mencapai hasil belajar yang optimal. Pembelajaran matematika memiliki peranan yang sangat penting bagi siswa, yaitu untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kretif, analitis, evaluatif, dan argumentatif. Konsep-konsep dalam ilmu

matematika didapat

karena proses berpikir. Oleh karena itu, logika adalah dasar terbentuknya matematika. Pembelajaran matematika juga memegang peranan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat dipecahkan dengan menggunakan konsep-konsep matematika. Selain itu, banyak bidang ilmu yang sangat memerlukan matematika untuk perkembangannya.

1

Matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri dan dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya itu untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam (Kline dalam Murniati, 2003:46). Peranan matematika sangat penting dalam kehidupan dan pengembangan pengetahuan. Mengingat hal tersebut, sudah seharusnya konsepkonsep yang ada dalam matematika dapat dipelajari dengan baik oleh siswa. Berbagai alasan tentang pentingnya pembelajaran matematika kepada siswa pada hakikatnya tidak terlepas dari tujuan pembelajaran matematika itu sendiri. Menurut Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2013) menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan scientific (ilmiah). Dalam pembelajaran matematika kegiatan yang dilakukan agar pembelajaran bermakna yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta (Fuadi, R., dkk, 2016: 47-48). Sejalan dengan hal tersebut, Sihombing (2013: 89) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah: (1) melatih cara berpikir dalam nalar atau menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten; (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang menyebabkan imajinasi, intuisi dan penemuan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba; (3) mengembangkan kemampuan

pemecahan

masalah;

(4)

mengembangkan

kemampuan

menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan. Akan tetapi, melihat betapa pentingnya pembelajaran matematika bagi siswa tidak sejalan dengan kenyataan bahwa kebanyakan siswa di Indonesia menganggap bahwa matematika merupakan pembelajaran yang sangat sulit. Hal ini terbukti dari survei PISA (Programme For International Student Assesment) yang diselenggarakan oleh OECD (Organization For Economic Cooperation and Development) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia berada pada peringkat 63 dengan skor 371 dari 65 negara,

2

(Azzumarito, 2014: 75). Sejalan dengan itu, hasil PISA tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 63 dari 70 negara, (Larasati, N. dkk, 2017: 36). Ini membuktikan bahwa kemampuan peserta didik di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara maju dan negara berkembang lainnya. Menurut Kemendiknas (2011) sebagaimana dikutip oleh Larasati, N. dkk. (2017: 36) menyatakan bahwa dalam menyelesaikan soal-soal PISA, diperlukan kemampuan pemecahan masalah, melaksanakan pemecahan masalah, dan mengecek hasil pemecahan masalah serta diperlukan juga kreativitas yang tinggi. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang pada saat ini menjadi fokus utama dalam pembelajaran matematika di berbagai negara. Namun, kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik saat ini belumlah sesuai dengan harapan kurikulum dimana pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika. Masalah adalah situasi yang mana siswa memperoleh tujuan dan harus menemukan makna untuk mencapainya, (Prabawanto, 2009). Secara umum, masalah adalah suatu ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Sebagian ahli pendidikan matematika menyatakan masalah adalah pertanayaan yang harus dijawab dan direspon. Akan tetapi, tidak semua jenis pertanyaan dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk masalah. Suatu pertanyaan dapat dikategorikan sebagai masalah apabila pertanyaan tersebut menunjukkan tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan prosedur secara rutin yang diketahui oleh pelaku. Menurut Polya (Novianti, R. dan Wahyuni, R.,2018: 23), menyatakan masalah dalam matematika ada 2 macam, yaitu: 1) Masalah untuk menemukan, teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Siswa berusaha menemukan variabel masalah serta mengkontruksi semua objek yang bisa menyelesaikan masalah; 2) Masalah untuk membuktikan, yaitu menunjukkan suatu pernyataan, benar atau salah. Maka, pengembangan pemecahan masalah dilakukan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan secara konkret.

3

Sementara itu, NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan representasi. Sedangkan menurut Posamentier dan Stepelmen, sebagaimana dikutip oleh Dewanti (2011: 36), NCSM (National Council of Science Museum) menempatkan pemecahan masalah sebagai urutan pertama dari 12 komponen esensial matematika. Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan aspek yang sangat penting dalam matematika. Akan tetapi, kebanyakan siswa di Indonesia masih memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang lemah. Terbukti dari hasil studi TIMSS (Trends International Mathematics and Science Study) pada tahun 1998 Indonesia menduduki peringkat 34 dari 38 negara, pada tahun 2003 Indonesia menduduki peringkat 34 dari 45 negara, dan pada tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari 49 negara. Indonesia mengikuti studi TIMSS dari tahun 1999, 2003, dan 2007 akan tetapi, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia relatif konstan, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kemudian, hasil studi TIMSS pada tahun 2011 pun tidak menunjukkan perkembangan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa di Indonesia. Pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat 38 dari 42 negara, (Nina, V.Y, 2016: 21). Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia berdasarkan hasil studi TIMSS pada tahun 2007 dan 2011 tidak meningkat. Sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal sampai level menengah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia tergolong masih rendah. Hal ini juga terbukti dari hasil tes belajar siswa SMP Negeri 1 Cikedal yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata Ujian Akhir Semester (UAS) siswa kelas VIII adalah 62,57 dari KKM yang telah ditetapkan yaitu 75. Ini berarti hanya beberapa siswa saja yang nilainya mencapai KKM.

4

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru bidang studi matematika di SMP Negeri 1 Cikedal yang bernama Ade Rukiyah, S.Pd. menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di SMP Negeri 1 Cikedal tergolong masih rendah. Masalah yang paling menonjol di sekolah tersebut adalah kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru. Hal ini ditandai dengan siswa kesulitan dalam menyususun jawaban terhadap soal-soal matematika yang biasanya terstruktur dan eksplisit, yaitu mulai dari apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan untuk memecahkan masalah itu, serta strategi dan teknik yang akan digunakan sehingga siswa bisa dengan mudah menemukan solusinya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa siswa di SMP Negeri 1 Cikedal memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang rendah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sumarno (Febianti, 2012:14) bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah dimulai pada mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan kecukupan unsur yang diperlukan, menyusun model matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah, menjelaskan hasil sesuai dengan permasalahan awal serta menggunakan matematika secara bermakna. Selain itu, kenyataan di lapangan bahwa guru cenderung menggunakan metode

konvensional

selama

pembelajaran

berlangsung,

mengakibatkan

kurangnya keterlibatan siswa selama proses pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh pada kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang disajikan. Sedangkan, siswa hanya mencatat apa yang telah dicatat guru di papan tulis. Fakta tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya solusi yang diterapkan guru untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di SMP Negeri 1 Cikedal. Salah satu solusi yang tepat untuk dapat mengatasi masalah tersebut ialah guru harus menggunakan metode atau

5

model pembelajaran yang lebih bervariatif. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sumartini (2016) bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, perlu didukung oleh metode pembelajaran yang tepat, (Cahyani, H. dan Wahyu, R.S, 2016: 151). Salah satu alternatif model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah model pembelajaran kumon. Sebagaimana diungkapkan oleh Novianti dan Wahyuni (2018: 24) bahwa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, perlu diupayakan model pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif belajar agar pembelajaran konvensional yang terpusat pada guru (teacher oriented) berubah menjadi terpusat kepada siswa (student oriented), yaitu menerapkan metode pembelajaran kumon. Metode dari Jepang ini dianggap efektif meningkatkan kemampuan matematika siswa di sekolah, karena kumon lebih menekankan kegiatan pada kemampuan setiap siswa, sehingga siswa dapat menggali potensi dan mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Pembelajaran kumon tidak hanya mengajarkan cara berhitung tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dan percaya diri (Junaidi, dkk: 2013). Model

pembelajaran

kumon

adalah

suatu

pembelajaran

dengan

mengaitkan antara konsep, keterampilan, kerja individu, dan menjaga suasana nyaman menyenangkan. Menurut Huda (2013) sebagaimana dikutip Sutrisno, E. dkk. (2015: 26) mengatakan bahwa metode kumon telah digunakan oleh lembaga pendidikan negeri maupun swasta di berbagai negara maju lebih dari 50 tahun dan terus berkembang sampai sekarang. Model pembelajaran kumon menekankan pada kemampuan masing-masing siswa. Sehingga siswa dapat menggali potensi dirinya

dan

mengembangkan

kemampuannya

secara

maksimal.

Model

pembelajaran kumon tidak hanya mengajarkan cara berhitung tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dan kepercayaan diri. Dengan menggunakan model pembelajaran kumon ini

6

diharapkan agar kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat lebih baik lagi. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Implementasi Model Pembelajaran Kumon Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Negeri 1 Cikedal”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1.

Masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam pembelajaran matematika.

2.

Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa.

3.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika.

4.

Pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional kurang efektif terhadap siswa.

5.

Masih

kurangnya

keterlibatan

siswa

dalam

pembelajaran,

yang

mengakibatkan kurang berkembangnya kemampuan yang dimiliki siswa.

C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari terjadinya pelebaran masalah, maka peneliti memberikan batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1.

Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kumon.

2.

Materi pembelajaran yang diajarkan adalah materi tentang sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV).

3.

Penelitian ini dilakukan bertempat di SMP Negeri 1 Cikedal yaitu siswa kelas VIII.

7

D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Apakah implementasi model pembelajaran kumon dapat meningkatkan kemampuan pemechan masalah matematis siswa SMP Negeri 1 Cikedal?”.

E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui apakah impementasi model pembelajaran kumon dapat meningkatkan kemampuan pemechan masalah matematis siswa SMP Negeri 1 Cikedal”.

F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

Bagi guru Memberikan masukan yang bermanfaat bagi pendidik tentang model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

2.

Bagi siswa Agar dapat meningkatkan keaktifan siswa, membantu siswa dalam mengembangkan kemampuannya masing-masing, serta membantu siswa membiasakan diri untuk menyelesaikan soal-soal matematika yang beragam.

3.

Bagi pihak sekolah Mendapat masukan untuk memperbaiki proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan potensi belajar peserta didik.

4.

Bagi peneliti Agar peneliti memiliki pengetahuan yang luas tentang model pembelajaran, dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pembelajaran matematika.

8

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1.

Kemampuan Pemecahan Masalah a.

Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Masalah atau dalam bahasa Inggris disebut dengan “Problem”,

didefinisikan sebagai suatu pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan. Umumnya, masalah disadari ada saat seorang individu menyadari keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan. Akan tetapi, setiap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai masalah. Menurut Newell dan Simon, sebagaimana dikutip oleh Rofiqoh, Z. (2015: 18), masalah adalah suatu situasi dimana individu ingin melakukan sesuatu tetapi tidak tahu cara atau tindakan yang diperlukan untuk memperoleh apa yang dia inginkan. Hudojo, sebagaimana dikutip oleh Yuwono(2010: 35), menyatakan bahwa sesuatu disebut masalah bagi siswa jika: (1) pertanyaan yang dihadapkan kepada peserta didik harus dapat dimengerti oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawab, dan (2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui peserta didik. Sejalan dengan itu Labibah, U. (2016: 11) menyatakan bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Setiap masalah yang datang pada diri seseorang pasti mengakibatkan orang tersebut agar setidaknya mau berusaha untuk menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi sesuai dengan kemampuan dirinya. Sehingga pada akhirnya ia harus menggunakan berbagai

9

cara seperti berpikir, mencoba dan bertanya agar masalah yang ia hadapi bisa terselesaikan. Bahkan dalam hal ini, proses penyelesaian masalah antara satu orang dengan orang yang lain kemungkinan berbeda. Karena setiap orang memiliki cara tersendiri untuk dapat menyelesaikan masalahnya. Pemecahan masalah merupakan proses menerima masalah dan berusaha memecahkan masalah tersebut. Menurut Saad & Ghani (2008: 120), pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera. Sedangkan menurut Polya (1973: 3) mendefinisikan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan. Pemecahan masalah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pembelajaran matematika. pemecahan masalah juga merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan pemecahan masalah menjadi salah satu kompetensi yang harus dikembangkan pada pembelajaran matematika. pentingnya kemampuan pemecahan masalah juga diperjelas oleh Branca (Labibah U, 2016: 12) sebagai berikut: a.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika.

b.

Pemecahan masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika.

c.

Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah merupakan kapasitas seseorang dalam melakukan beragam cara yang dilakukan untuk memperoleh solusi dari suatu permasalahan yang sedang ia hadapi baik dengan cara berpikir, mencoba ataupun bertanya. Setiap kali siswa memecahkan suatu masalah, itu berarti bahwa ia sedang mempelajari sesuatu yang baru, karena memecahkan masalah adalah suatu bentuk belajar. Cara yang terbaik yang bisa guru lakukan dalam

10

membimbing siswa untuk melakukan pemecahan masalah dari suatu soal khususnya dalam pembelajaran matematika adalah dengan menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah. b.

Langkah-langkah Pemecahan Masalah Berdasarkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Nasional (KTSP) oleh

Departemen Pendidikan Nasional (Khalidah, N, 2016: 19) menyebutkan langkah-langkah pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut: 1) Memahami soal, yaitu memahami dan mengidentifikasi apa fakta atau informasi yang diberikan, apa yang ditanya, diminta untuk dicari, atau dibuktikan. 2) Memilih pendekatan atau strategi pemecahan masalah yaitu misalkan menggambarkan

masalah

dalam

bentuk

diagram,

memilih

dan

menggunakan pengetahuan aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk membuat model atau kalimat matematika. 3) Menyelesaikan model, yaitu melakukan operasi hitung secara benar dalam menerapkan strategi untuk mendapatkan solusi dari masalah. 4) Menafsirkan solusi yaitu memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban serta apakah memberikan pemecahan terhadap masalah semula. Langkah-langkah penyelesaian soal di atas tercakup dalam empat langkah

yang

dikemukakan

oleh

Polya,

yaitu

memahami

masalah,

melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan meninjau kembali hasil pemecahan. Empat tahap pemecahan masalah menurut Polya (1973: 5) adalah sebagai berikut: Memahami Masalah

Melihat Kembali

Membuat Rencana

Melaksanakan Rencana Penyelesaian Gambar 2.1 Tahap Kemampuan Pemecahan Masalah Polya

11

Menurut Polya (1973: 5-17) sebagaimana dikutip oleh Rofiqoh, Z(2015: 21), empat tahap pemecahan masalah Polya dirinci sebagai berikut: 1) Memahami Masalah (understand the problem) Tahap pertama pada penyelesaian masalah adalah memahami soal. Siswa perlu mengidentifikasi apa yang diketahui, apa saja yang ada, jumlah, hubungan dan nilai-nilai yang terkait serta apa yang sedang mereka cari. Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah yang kompleks: a) Memberikan pertanyaan mengenai apa yang diketahui dan dicari b) Menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri c) Menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa d) Fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut e) Mengembangkan model f)

Menggambar diagram

2) Membuat Rencana (devise a plan) Siswa perlu mengidentifikasi operasi yang terlibat serta strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan siswa dengan cara seperti: a) Menebak b) Mengembangkan sebuah model c) Mensketsa diagram d) Menyederhanakan masalah e) Mengidentifikasi pola f)

Membuat tabel

g) Eksperimen dan simulasi h) Bekerja terbalik i)

Menguji semua kemungkinan

j)

Mengidentifikasi sub-tujuan

k) Membuat analogi l)

Mengurutkan data atau informasi

12

3) Melaksanakan rencana penyelesaian (carry out the plan) Apa yang diterapkan jelaslah tergantung pada apa yang telah direncanakan sebelumnya dan juga termasuk hal-hal berikut: a) Mengartikan informasi yang diberikan ke dalam bentuk matematika. b) Melaksanakan

strategi

selama

proses

dan

penghitungan

yang

berlangsung. Secara umum pada tahap ini siswa perlu mempertahankan rencana yang sudah dipilih. Jika semisal rencana tersebut tidak bisa terlaksana, maka siswa dapat memilih cara atau rencana lain. 4) Melihat Kembali (looking back) Aspek-aspek berikut perlu diperhatikan ketika mengecek kembali langkah-langkah yang sebelumnya terlibat dalam menyelesaikan masalah, yaitu: a) Mengecek kembali semua informasi

yang penting

yang telah

teridentifikasi b) Mengecek semua penghitungan yang sudah terlibat c) Mempertimbangkan apakah solusinya logis d) Melihat alternatif penyelesaian yang lain e) Membaca pertanyaan kembali dan bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaannya sudah benar-benar terjawab

c.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Charles dan Laster dalam Kaur Berinderject (2008)

sebagaimana dikutip oleh Syaharuddin (2016: 55-56), ada tiga faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah dari seseorang: a) Faktor pengalaman, baik lingkungan maupun personal seperti usia, isi pengetahuan

(ilmu),

pengetahuan

tentang

strategi

penyelesaian,

pengetahuan tentang konteks masalah dan isi masalah. b) Faktor efektif, misalnya minat, motivasi, tekanan kecemasan, toleransi terhadap ambiguinitas, ketahanan dan kesabaran.

13

c) Faktor kognitif, seperti kemampuan membaca, berwawasan (spatial ability), kemampuan menganalisis, keterampilan menghitung dan sebagainya.

d. Manfaat Kemampuan Pemecahan Masalah Beberapa manfaat yang akan diperoleh peserta didik melalui pemecahan masalah yaitu, (Syaharuddin, 2016: 56): a) peserta didik akan belajar bahwa akan ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah suatu soal dan ada lebih dari satu solusi yang mungkin dari suatu soal. b) mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan membentuk nilai-nilai sosial kerja kelompok. c) peserta didik berlatih untuk bernalar secara logis.

e.

Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Untuk

mengukur

kemampuan

pemecahan

masalah

matematis

diperlukan beberapa indikator. Ada beberapa indikator pemecahan masalah yang telah diungkapkan oleh para ahli, diantaranya: Menurut Jhon indikator pemecahan masalah adalah sebagai berikut: a) Membangun pengetahuan matematika melalui pemecahan masalah. b) Menyelesakan soal yang muncul dalam matematika. c)

Menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang cocok untuk memecahkan soal.

d) Mengamati

dan

mengembangkan

proses

pemecahan

masalah

matematika.

Menurut Sumarno indikator pemecahan masalah adalah sebagai berikut: a) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. b) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik.

14

c) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau diluar matematika. d) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal. e) Menggunakan matematika secara bermakna. Selanjutnya, penelitian ini akan menggunakan indikator yang diukur berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah Polya yang meliputi: 1) Memahami masalah (understand the problem); 2) Membuat Rencana (devise a plan); 3) melaksanakan rencana penyelesaian(carry out the plan); 4) melihat kembali (looking back). Hal ini dimaksudkan supaya siswa lebih terampil dalam menyelesaikan masalah matematika, yaitu terampil dalam menjalankan prosedur-prosedur dalam menyelesaikan masalah secara cepat dan cermat. Selain itu, menurut Saad & Ghani (2008: 121), tahap pemecahan masalah menurut Polya juga digunakan secara luas di kurikulum matematika di dunia dan merupakan tahap pemecahan masalah yang jelas. Sementara itu, indikator dari tahap pemecahan masalah menurut Polya yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Indikator Pemecahan Masalah No

Tahap Pemecahan Masalah

Indikator a)

1

Mengetahui

apa

saja

yang

diketahui dan ditanyakan pada masalah;

Memahami masalah

dan b) menjelaskan masalah sesuai dengan kalimat sendiri. a)

Menyederhanakan masalah; b)

mampu 2

membuat

eksperimen

dan

simulasi; c) mampu mencari sub-tujuan

Membuat rencana

(hal-hal yang perlu dicari sebelum menyelesaikan

masalah);

d)

mengurutkan informasi. 3

Melaksanakan

Rencana

a)

Mengartikan

masalah

yang

15

Penyelesaian

diberikan

dalam

matematika, strategi

dan

bentuk b)

selama

kalimat

melaksanakan proses

dan

penghitungan berlangsung. a)

Mengecek semua informasi dan

penghitungan

yang

terlibat;

b)

mempertimbangkan apakah solusinya 4

Melihat Kembali

logis ; c) melihat alternatif penyelesaian yang lain; d) membaca pertanyaa kembali;

e)

sendiriapakah

bertanya

kepada

pertanyaan

diri sudah

terjawab.

2.

Model Pembelajaran Kumon a.

Sejarah Model Pembelajaran Kumon Pada awalnya, Kumon merupakan salah satu koorporasi pendidikan

yang digagas pertama kali oleh Toru Kumon dari Osaka, Jepang, pada tahun 1958. Toru Kumon adalah seorang berkebangsaan Jepang dan seorang guru matematika di Jepang. Model Kumon terkenal di Jepang. Aritmatika dan matematika, bahasa Jepang dan Bahasa Inggris diajarkan dengan model pembelajaran kumon kepada anak-anak dari usia pra sekolah sampai usia sekolah menengah, secara pribadi, yaitu di luar sistem pendidikan formal. Ia pertama kali menyusun sendiri bahan pelajaran matematika untuk membimbing anaknya belajar matematika. ia kemudian merancang suatu model agar anaknya dapat belajar secara efektif, sistematis serta memiliki dasar-dasar matematika yang kuat. Setelah terbukti dalam keberhasilan yang dicapai anaknya maka ia menyebarkan model tersebut ke seluruh Jepang sehingga model tersebut dikenal dengan model pembelajaran kumon. Model pembelajaran kumon bisa dumulai dari tingkat pra sekolah sampai tingkat

16

SMA atau sederajat dan bahkan dapat digunakan diluar dari sistem pendidikan formal. Adapun prinsip dasar metode kumon yang telah disebarluaskan ke Indonesia pada Oktober 1993 ini adalah pengakuan tentang potensi dan kemampuan individu setiap siswa. Sesuai dengan misi yang telah ditetapkan pada metode Kumon yaitu dengan menggali potensi yang ada pada setiap individu dan dengan mengembangkan kemampuan secara maksimal, maka akan terbentuk manusia yang sehat dan berbakat yag dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi masyarakat, (Nanda, M.S, 2015: 24).

b. Pengertian Model Pembelajaran Kumon Hendrian mengatakan bahwa model pembelajaran kumon adalah suatu pembelajaran dengan mengaitkan antara konsep keterampilan, kerja individu, serta menjaga suasana nyaman menyenangkan. Pembelajaran dengan model kumon dirancang sedemikian rupa sehingga anak-anak dapat mengerjakannya dengan kemampuannya sendiri. Bahkan memungkinkan bagi anak-anak untuk mempelajari bahan pelajaran di atas tingkatan kelasnya di sekolah, (Toru Kumon,

2006:25).

pembelajaran

Model

perseorangan.

pembelajaran Siswa

kumon

diharuskan

merupakan aktif

dengan

model level

kemampuannya. Nancy Ukai menyatakan bahwa dalam model pembelajaran kumon peserta didik harus berlatih menghitung sampai menemukan solusi. Kemudian maju ke tingkat latihan yang lebih tinggi setelah peserta didik menunjukkan kemampuan untuk melengkapi lembar kerja secara akurat dalam batas waktu dan kesalahan yang ditentukan. Jika salah satu dari batas terlampaui, latihan tambahan diberukan, (Karyanti, 2017: 34) Model pembelajaran kumon adalah model pembelajaran yang unik, yang tidak menyamaratakan kemampuan masing-masing siswa. Berdasarkan bimbingan perseorangan dan belajar pada tingkatan yang tepat, kumon ingin mengembangkan kemampuan setiap siswa dan memaksimalkan potensinya.

17

Dengan menggali potensi setiap individu, kumon mendorong setiap siswa untuk menjadi yang terbaik dengan kemampuan sendiri. Model

pembelajaran

kumon

merupakan

model

pembelajaran

perseorangan dengan level tertentu. Siswa dituntun untuk mengerjakan dengan kemampuannya sendiri. Jadi, model pembelajaran kumon adalah model pembelajaran yang mementingkan cara belajar perseorangan. Di dalam model pembelajaran kumon ini juga menuntut pendekatan sang guru agar dapat mengetahui pada level mana kemampuan siswa tersebut, sehingga guru dapat memberikan bimbingan dengan efektif dan tepat.

c.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kumon Langkah-langkah model pembelajaran Kumon menurut Nancy Ukai

adalah sebagai berikut: 1) Peserta didik yang baru mendaftar menjalani tes diagnostik selama 20 menit. Setelah skor dievaluasi, peserta didik ditempatkan pada tingkat keterampilan yang sangat rendah untuk meningkatkan kinerja awal. 2) Peserta didik disajikan dengan kotak kumon yang berisi beberapa paket lembar kerja berukuran kecil. 3) Dua kali dalam seminggu, peserta didik menghadiri kelas kumon. 4) Peserta didik menerima kembali lembar kerja sebelumnya dan mengoreksi kesalahan sampai skor sempurna. 5) Pendidik memetakan kemajuan peserta didik dalam sebuah buku catatan, memberikan pekerjaan yang lebih sulit untuk latihan selanjutnya. 6) Kumon dipraktekkan setiap hari dalam setahun. Berdasarkan pemaparan di atas telah dijelaskan bahwa langkah-langkah model pembelajaran kumon yang pertama yaitu dilakukan tes penempatan awal yang bertujuan untuk mengetahui level awal peserta didik, selanjutnya peserta didik datang ke kelas kumon sebanyak 2 kali dalam seminggu untuk mempelajari lembar kerja secara mandiri dimana pendidik mengamati peserta didik dengan cermat, untuk memastika setiap peserta didik belajar pada tingkat

18

yang tepat untuknya. Langkah-langkah model pembelajaran kumon yang telah dipaparkan di atas adalah langkah-langkah yang diterapkan dalam program kumon, bukan untuk di sekolah. Karena model pembelajaran kumon yang diterapkan di sekolah yaitu sebatas penyajian konsep dan materi, kemudian memberikan latihan pada peserta didik, setelah peserta didik selesai mengerjakan latihan langsung diperiksa dan dinilai oleh guru. d. Penerapan Model Pembelajaran Kumon Menurut Winarno, penerapan (langkah-langkah) model pembelajaran kumon adalah sebagai berikut: 1) Penyampaian tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik. 2) Sajian konsep pengetahuan awal secara singkat. 3) Memberikan worksheet atau Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang dikerjakan oleh peserta didik secara individu. 4) Pendidik langsung mengoreksi worksheet yang telah dikerjakan peserta didik, jika jawaban peserta didik benar maka pendidik memberikan worksheet lanjutan yang lebih sulit dari worksheet sebelumnya. Jika jawaban peserta didik belum benar, maka pendidik akan memberikan worksheet yang sama dengan worksheet sebelumnya sampai peserta didik mengerjakan worksheet itu dengan benar. Karen banyaknya peserta didik maka dalam pengoreksian worksheet dibantu oleh peserta didik yang telah selesai mengerjakan worksheet dengan berpedoman pada buku penyelesaian. 5) Lima kali salah, pendidik lalu memberikan bimbingan. 6) Pemberian perluasan latihan mandiri.

19

e.

Keunggulan dan kelemahan Model Pembelajaran Kumon Setiap model pembelajaran yang digunakan guru di dalam kelas tentu

ada keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Sebagaimana diungkapkan oleh Russefendi bahwa setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun yang lebih penting adalah kemampuan pendidik dalam menggunakan model yang sesuai dengan materi dan kemampuan peserta didiknya. Keunggulan model pembelajaran kumon adalah sebagai berikut: 1) Bimbingan Perseorangan Membimbing siswa secara perseorangan sesui dengan kemampuan masing-masing, sehingga mereka memiliki kemampuan akademik dasar yang baik dan potensinya dapat berkembang secara maksimal. 2) Step-step kecil Rangkaian soal-soal pada lembar kerja kumon tersusun secara sistematis dan dengan tingkat kesulitas yang meningkat setahap demi setahap (small steps) sehingga siswa tidak merasa kesulitan ketika maju ke tingkat yang lebih tinggi. 3) Kemandirian belajar Siswa belajar yang benar dengan menumbuhkan sikap belajar yang baik. Siswa tidak menerima pelajaran secara sepihak dari pembimbing, melainkan dilatih untuk memahami dan mengerjakan soal dengan kemampuannya sendiri. Cara belajar seperti ini akan membentuk kemandirian dalam belajar. Kumon berusaha untuk mengembangkan kemampuan setiap anak dan mengeluarkan yang terbaik sehingga mereka mempunyai rasa percaya diri untuk mencoba soal yang lebih sulit. Berdasarkan bimbingan perseorangan dan belajar pada tingkatan yang tepat, kumon berusaha untuk mengembangkan kemampuan setiap siswa dan 20

mengeluarkan yang terbaik sehingga mereka mempunyai rasa percaya diri untuk mencoba soal yang lebih sulit. Model pembelajaran kumon menghargai nilai dan belajar mandiri. Maka, bimbingan perseoangan adalah salah satu fitur dasar dari model pembelajaran kumon. Kunci dari bimbingan perseorangan adalah belajar pada tingkatan yang tepat, yaitu ketika siswa dapat maju secara mandiri tanpa diajari secara khusus. Sedangkan kelemahan model pembelajaran kumon adalah sebagai berikut: 1) Memerlukan banyak waktu untuk peserta didik belajar 2) Umumnya target pencapaian kurikulum sering tidak tercapai 3) Kurang cocok untuk kelas yang cukup besar 4) Perlunya monitoring yang ketat dari pendidiknya Adapun langkah-langkah model pembelajaran kumon yang digunakan dalam penelitian ini ialah: 1) Memberikan sajian konsep 2) Memberikan latihan 3) Jika ada jawaban yang keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi 4) Apabila telah mencapai 5 kali salah, maka pendidik akan membimbing peserta didik tersebut. Pada model pembelajaran kumon, peserta didik memulai pelajarannya dari bagian yang dapat dikerjkan dengan lancar untuk membentuk kemampuan dasar yang mantap. Siswa dapat maju kepelajaran yang levelnya lebih tinggi dengan kemampuannya sendiri, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah setiap siswa karena siswa dibiasakan dengan latihan-latihan yang mengasah kemampuannya.

21

Peneliti ingin menekankan bahwa model pembelajaran kumon berbeda dengan model kumon pada kursus kumon, karena dalam kursus kumon yang dihadapi pendidik dalam satu kelas adalah peserta didik yang tingkat kemampuannya berbeda-beda dan level yang dipelajarinya juga berbeda-beda. Yang menyebabkan materi yang diterima oleh peserta didik di kelas kumon pasti berbeda-beda. Akan tetapi dalam model pembelajaran kumon yang peneliti maksud yaitu materi pelajaran yang dibahas sama untuk satu kelas, akan tetapi latihan yang diberikan pada peserta didik secara bertahap berbeda tingkat kesukarannya dan dikerjakan oleh masing-masing peserta didik disesuaikan dengan kemampuan mereka. Di sini penerapan model kumon lebih menekankan pada potensi dan kemampuan yang berbeda pada tiap siswa, sehingga dapat dikatakan bahwa yang ditetapkan dalam model pembelajaran kumon lebih menekankan pada belajar perseorangan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kumon merupakan suatu model pembelajaran yang mengaitkan antar konsep, keterampilan, kerja individu, dan menjaga suasana nyaman dan menyenangkan yang bertujuan agar selain siswa memiliki kemampuan dasar yang kuat, juga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan suatu permasalahan, membentuk kemandirian dan rasa percaya diri yang kuat untuk mengembangkan dirinya masing-masing dan kemampuan untuk mengidentifikasi dengan kemampuannya sendiri.

22

B. Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah : 1.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Karyanti (2017) Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung yang berjudul “Pengaruh model pembelajaran kumon terhadap pemahaman matematis ditinjau dari gaya kognirif peserta didik pada mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri Satu Atap 4 Pesawaran” hasilnya terungkap bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kumon terhadap pemahaman matemati serta berpengaruh terhadap gaya kognitif peserta didik, tetapi tidak terdapat interaksi antara perlakuan pembelajaran dengan kategori gaya kognitif peserta didik terhadap pemahaman matematis.

2.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Zeni Rofiqoh (2015) Universitas Negeri Semarang

yang berjudul “Analisis kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas X dalam pembelajaran discovery learning berdasarkan gaya belajar siswa” hasilnya terungkap bahwa 12 siswa memiliki gaya belajar converger, 6 siswa memiliki gaya belajar diverger, 6 siswa memiliki gaya belajar accommodator, dan 8 siswa memiliki gaya belajar assimilator. Siswa tipe converger, diverger, accommodator, dan assimilator mampu memecahkan masalah dengan melalui tahap memahami masalah dengan mengetahui apa yang diketahhui dan ditanyakan pada masalah serta menjelaskan masalah dengan kalimat sendiri.

23

C. Kerangka Berpikir Matematika merupakan suatu bidang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan matematika merupakan suatu bidang ilmu yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Meskipun begitu, bagi kebanyakan siswa di Indonesia beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Dan hal inipun terbukti dari hasil survei PISA yang menunjukkan kemampuan matematika siswa di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara maju dan negara berkembang lainnya. Pemecahan masalah merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, yaitu komponen yang berkaitan dengan tahap menyelesaikan masalah. Hal ini disebabkan karena dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan pernah lepas dari masalah. Sehingga manusia perlu mencari solusi dalam setiap permasalahan yang ia hadapi. Akan tetapi, meskipun pemecahan masalah merupakan komponen yang sangat penting, kebanyakan siswa di Indonesia memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis yang masih rendah. Terbukti dari hasil survey TIMSS yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal sampai pada level menengah. Juga terbukti dari hasil wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran matematika, diperoleh bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika. Ini dikarenakan guru cenderung menggunakan metode konvensional selama pembelajaran berlangsung yang mengakibatkan siswa kurang terlibat selama proses pembelajaran sehingga siswa kirang mampu mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah matematika karena ia hanya menuliskan apa yang ditulis oleh guru di papan tulis. Kurangnya kemampuan pemecahan masalah mateatis siswa menjadi cambuk bagi dunia pendidikan matematika. ini menyebabkan seorang guru harus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai cara yang bervariasi dalam pembelajaran matematika agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif

24

yang menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran (student oriented). Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara guru mengusahakan agar dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat dan menempatkan siswa sebagai pusat dari pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah model pembelajaran kumon. Dalam pembelajaran dengan model kumon guru memberikan kesempatan lebih untuk siswa agar mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya dengan banyak mengerjakan latihan-latihan yang sesuai dengan level

kemampuannya,

sehingga

siswa

dapat

menggali

potensi

dan

mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Dengan mengarahkan siswa pada pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kumon serta mengarahkan siswa pada tahap kemampuan pemecahan masalah matematis menurut Polya, diharapkan agar kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat menjadi lebih baik. Selain itu, dengan penerapan model pembelajaran kumon juga bisa mempermudah guru dalam mengarahkan dan mengajarkan siswa, karena siswa belajar mandiri sesuai dengan kemampuannya. D. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: “Implementasi model pembelajaran kumon dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP Negerti 1 Cikedal”.

25

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1.

Tempat Penelitian Penelitian mengenai implementasi model pembelajaran kumon untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada mata pelajaran matematika bertempat di SMP Negeri 1 Cikedal kelas VIII A dan VIII B. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Cikedal karena kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah tersebut masih rendah. 2.

Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran

2019/2020. Tabel 3.1 Rincian Kegiatan Penelitian N

Jenis

o

Kegiatan

1

Waktu Penelitian November 1

Desember

2 3 4 1

Januari

Februari

Maret

2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pengajuan Judul Penyusun

2

an Proposal

3

4

Selesai Proposal Seminar Proposal

26

B. Profil Sekolah Nama Sekolah

: SMP Negeri 1 Cikedal

Alamat

: Jl. Stasiun Babakanlor

Kode Pos

: 42271

Kecamatan

: Cikedal

Kabupaten/Kota

: Pandeglang

Provinsi

: Banten

Waktu Penyelenggaraan

: Pagi

NPSN

: 20600582

Akreditas

: B

Status

: Negeri

Status Kepemilikan

: Pemerintah Daerah

SK Pendirian Sekolah

: Kemendikbud RI/0216/0/1992

Tanggal SK Pendirian

: 1992-05-05

SK Izin Operasional

: Kemendikbud RI/0216/0/1992

Tanggal SK Izin Operasional

: 1992-05-05

C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, yaitu suatu bentuk penelitian ilmiah yang mengkaji suatu permasalahan dari suatu fenomena, serta melihat kemungkinan

kaitan

atau

hubungan-hubungannya

antar

variabel

dalam

permasalahan yang ditetapkan, (Indrawan, R, Yaniawati, P, 2016: 51). Metode ini digunakan pada penelitian untuk populasi dan teknik sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara acak kelas, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, kemudian dianalisis bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan desain Eksperimen Semu (Quasi-Experment).

27

Desain eksperimen semu (Quasy-Eksperiment design) yaitu desain yang memiliki kelompok kontrol tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengruhi pelaksanaan eksperimen. Desain ini mempunyai dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kumon, sedangkan pada kelompok kontrol mendapat perlakukan pembelajaran matematika dengan metode ceramah. Rancangan yang digunakan dalam penelitia ini adalah sebagai berikut. Tabel 3.2 Rancangan Desain Eksperimen Semu (Quasy-Eksperiment Design) Kelompok

Tes Awal

Perlakuan (variabel bebas)

Tes Akhir

Eksperimen Alami

Y1

X

Y2

Kontrol Alami

Y1

-

Y2

(Indrawan, R, Yaniawati, P, 2016: 58)

D. Populasi dan Sampel 1.

Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, (Arikunto, 2013: 173).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Cikedal, dengan sebanyak empat kelas, yaitu kelas VIII A, VIII B, VIII C, dan VIII D. 2.

Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, (Arikunto,

2013: 174). Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan teknik pengambilan sampel yang dilakukan. Sampel terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas VIII A dan kelas VIII B. Dengan jumlah peserta didik yang disajikan dalam tabel berikut.

28

Tabel 3.3 Data Siswa Kelas VIII A dan VIII B yang Menjadi Sampel Penelitian

Kelas

Jenis Kelamin

Jumlah

Laki-laki

Perempuan

VIII A

13

16

29

VIII B

14

14

28

Jumlah

27

30

57

3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel dari suatu populasi. Dalam penelitian yang dilakukan teknik sampling yang dilakukan yaitu Simple Random Sampling. Simple Random Sampling merupakan teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara undian terhadap kelas yang akan dipilih untuk menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah-langkah pengundian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a.

Peneliti menyiapkan kertas undian sebanyak populasi kelas VIII yang ada di sekolah, yaitu sebanyak empat buah kertas undian yang bertuliskan kelas VIII A, VIII B, VIII C, dan VIII D.

b.

Peneliti

mengundi

dengan

melakukan

dua

kali

pengundian

berdasarkan kertas undian yang telah dibuat dari suatu populasi kelas VIII tersebut. Pengundian pertama muncul kelas VIII A yang dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B yang dijadikan sebagai kelas kontrol.

29

E. Teknik Pengumpulan Data 1.

Wawancara Wawancara (Interview) adalah cara pengumpulan data yang dilakukan

melalui percakapan antara peneliti (seseorang yang ditugasi) dengan subjek penelitian atau responden atau sumber data. Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk mewawancarai guru bidang studi matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Cikedal. Dalam hal ini pewawancara mengadakan percakapan sedemikian hingga pihak yang diwawancarai bersedia terbuka mengeluarkan pendapatnya. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi yang jelas untuk kebutuhan penelitian. 2.

Metode Tes Metode tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan

untuk mengukur kterampilan pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok, (Karyanti, 2017: 61). Teknik ini diberikan kepada peserta didik untuk dikerjakan secara individual. Tes ini diberikan sebanyak dua kali, yaitu tes awal (Pretes) dan tes akhir (postes) yang soalnya dibuat sama. Bentuk tes yang diberikan yaitu tes tertulis berupa soal uraian (essay), karena dari soal uraian ini dapat terlihat proses berpikir siswa, serta melatih ketelitian dan sistematika penyusunan jawaban sehingga kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat diukur. Tujuan diberikan pretes adalah untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sebelum diberikan perlakuan. Sedangkan tujuan diberikan postes adalah untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis setelah diberikan perlakuan. Dalam penelitian ini pretes dan postes diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum soal tes digunakan dalam penelitian, soal tersebut di uji cobakan terlebih dahulu pada siswa yang telah memperoleh materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Uji coba ini dilakukan untuk

30

mengetahui apakah soal tersebut memenuhi syarat soal tes yang baik yaitu dengan menghitunga validitas tiap butir soal, reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran tiap butir soal. 3.

Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya, (Arikunto, S, 2013: 274). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data tentang keadaan sekolah, siswa, dan lainnya Sebelum diadakan tes yang berhubungan dengan penelitian ini. Dokumentasi yang digunakan pada penelitian ini berupa trankrip nilai dan profil sekolah. Teknik ini digunakan juga untuk mendokumentasikan kegiatan pembelajaran seperti foto saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran pada saat penelitian berlangsung.

F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bagi peneliti yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Tes yang digunakan berupa butir soal uraian (essay) untuk mengukur keterampilan proses pembelajaran matematika peserta didik. Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematis, dan jenis soal dibuat berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Bahan tes diambil dari materi pelajaran matematika SMP kelas VIII semester genap dengan mengacu pada kurikulum yang ditetapkan di SMP Negeri 1 Cikedal. Pokok bahasan yang diambil dalam penelitian ini adalah materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Penyusunan soal tes diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal serta alternatif kunci jawaban masing-masing

31

butir soal. Nilai kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik diperoleh secara terintegral dengan melihat tingkat solusi. Cara ini dikemukakan oleh Malone (1980: 204) dengan memberikan rubrik skoring untuk soal soal pemecahan masalah adalah sebagai berikut. Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Skor

Tingkat Solusi Tidak mampu memulai

0

Siswa tidak mampu memulai menyelesaikan masalah atau apa yang dikerjakannya tidak bermakna. Pendekatan

1

Pendekatan yang digunakan siswa bermakna yang mengindikasikan siswa memahami masalah, tetapi gagal dalam langkah awal. Substansi Siswa mendemonstrasikan secara cukup rinci yang menunjukkan siswa

2

tersebut melakukan proses penyelesaian secara nalar, tetapi ia melakukan

kesalahan

besar

atau

salah

menginterpretasi

yang

menghalangi diperolehnya proses solusi yag benar. Hasil 3

Masalah hampir terselesaikan; kesalahan kecil menyebabkan solusi akhir yang salah. Lengkap

4

Suatu metode yang lengkap digunakan sampai diperoleh jawaban yang benar. (Sugiman, 2009: M534) Pada penelitian ini digunakan standar mutlak untuk menentukan nilai yang

diperoleh peserta didik, yaitu dengan menggunakan formula sebagai berikut: Nilai akhir =

skor mentah × 100 skor maksimum idel 32

Keterangan: Skor Mentah

: Skor yang diperoleh peserta didik.

Skor Maksimum Ideal : Skor maksimum x banyaknya soal.

G. Teknin Analisis Data 1.

Uji Instrumen Uji instrumen yang baik dan dapat dipercaya adalah instrumen yang

memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa bertujuan untuk mengukur validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda. a.

Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keadaan

atau kesahihan suatu alat ukur. Untuk mengukur kevalidan soal, peneliti mengkorelasikan antara skor item instrumen dengan rumus korelasi Pearson product moment (Arikunto, 2013: 213). Rumus korelasi pearson product moment adalah sebagai berikut: 𝑁(∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)

𝑟𝑥𝑦 =

√(𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 )(𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 ) Keterangan: 𝑟𝑥𝑦 :Koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan 𝑋

: Skor Butir Soal

𝑌

: Skor Total tiap butir soal

𝑁

: Jumlah siswa uji coba (testee) Berdasarkan pengujian ini soal dinyatakan valid atau tidaknya jika

hasil perhitungan nilai koefisien korelasi (𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ) lebih dari nilai 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau untuk mengklasifikasikan koefisien korelasi dapat digunakan pedoman kategori seperti pada tabel dibawah (Suherman, 2003).

33

Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Validitas Batasan

Kategori

0,80 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,00

Validitas sangat tinggi

0,60 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,80

Validitas tinggi

0,40 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,60

Validitas sedang

0,20 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,40

Validitas rendah

0,00 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,20

Validitas sangat rendah

𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,20

Tidak valid (Diana, P., 2018: 52)

Validitas inipun terkadang dijadikan sebagai keputusan digunakan atau tidaknya sebuah soal dalam perangkat tes (instrumen).

b. Uji Reliabilitas Reliabilitas suatu alat ukur dimaksudkan sebagai alat yang memberikan hasil yang tetap sama. Untuk menentukan tingkat reliabilitas tes digunakan metode satu kali tes dengan teknik Alpha Cronbach (Suherman, 2003: 154). Perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, yaitu: 𝑟11 = (

∑ 𝑆𝑖 2 𝑘 ) (1 − 2 ) 𝑘−1 𝑆𝑖

Keterangan: 𝑟11

: koefisien reliabilitas tes

𝑘

: banyaknya butir item yang digunakan

1

: bilangan konstanta

𝑆𝑖 2

: varians skor total

∑ 𝑆𝑖 2

: jumlah varians skor dari tiap-tiap butir item 34

Jumlah varians skor setiap item dan varians total, dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Suherman, 2003: 154) sebagai berikut:

𝑆𝑖 2 =

(∑ 𝑋𝑖 )2 𝑛 𝑛

∑ 𝑋𝑖 2 −

𝑆𝑖 2 : varians tiap soal ∑ 𝑋𝑖 2: jumlah kuadrat tiap soal ∑ 𝑋𝑖 : jumlah tiap soal n

: jumlah siswa Untuk mengintrepetasikan nilai reliabilitas tes yang diperoleh dari

perhitungan tersebut, digunakan kriteria reliabilitas tes seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah, (Suherman, 2003). Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas Koefisien Korelasi

Kriteria Reliabilitas

0,80 < 𝑟11 ≤ 1,00

Reliabilitas sangat tinggi

0,60 < 𝑟11 ≤ 0,80

Reliabilitas tinggi

0,40 < 𝑟11 ≤ 0,60

Reliabilitas sedang

0,20 < 𝑟11 ≤ 0,40

Reliabilitas rendah

𝑟11 ≤ 0,20

Reliabilitas sangat rendah (Diana, P., 2018: 54)

c. Uji Indeks Kesukaran Pengujian indeks kesukaran dari setiap item soal ini bertujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut mudah, sedang atau sukar. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang anak untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sebaiknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa

35

dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi di luar jangkauan (Arikunto, 2005). Indeks kesukaran diberi simbol ′𝐼𝐾′ yang dapat dihitung dengan rumus: (Lestari, 2015) 𝐼𝐾 =

𝑋̅ 𝑆𝑀𝐼

Keterangan: 𝐼𝐾

: Indeks kesukaran

𝑋̅

: Rata-rata skor

𝑆𝑀𝐼

: Skor maksimal ideal

Dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.7 Kategori indeks kesukaran 𝑷

Keterangan

𝐼𝐾 = 0,00

Sangat sukar

0,00 ≤ 𝐼𝐾 ≤ 0,30

Sukar

0,30 ≤ 𝐼𝐾 ≤ 0,70

Sedang

0,70 ≤ 𝐼𝐾 ≤ 1,00

Mudah

𝐼𝐾 = 1,00

Sangat mudah (Diana, P., 2018: 57)

d. Uji Daya Pembeda Menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam membedakan peserta didik yang termasuk kedalam kategori lemah atau rendah dan kategori kuat atau tinggi prestasinya. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (𝐷𝑃). Untuk menghitung indeks diskriminasi suatu tes dapat digunakan persamaan: (Lestari, 2015) 𝐷𝑃 =

𝑋̅𝐴 − 𝑋̅𝐵 𝑆𝑀𝐼 36

Keterangan: 𝐷𝑃

: Daya pembeda

𝑋̅𝐴

: rata-rata skor siswa kelompok atas

𝑋̅𝐵

: rata-rata skor siswa kelompok bawah Untuk mengklasifikasi daya pembeda dapat digunakan pedoman

kategori daya pembeda sebagai berikut: Tabel 3.8 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda Indeks Daya Pembeda

Keterangan

𝐷𝑃 ≤ 0,00

Sangat jelek

0,00 < 𝐷𝑃 ≤ 0,20

Jelek

0,20 < 𝐷𝑃 ≤ 0,40

Cukup

0,40 < 𝐷𝑃 ≤ 0,70

Baik

0,70 < 𝐷𝑃 ≤ 1,00

Sangat baik

(Diana, P., 2018: 55) 2.

Uji N-Gain Data N-Gain atau gain ternormalisasi merupakan data yang diperoleh

dengan membandingkan selisih skor pretes dan postes dengan selisih SMI dan pretes. Selain digunakan untuk melihat peningkatan kemampuan siswa, data ini juga memberikan informasi mengenai pencapaian kemampuan siswa. Dengan demikian, data N-Gain memberikan informasi mengenai peningkatan kemampuan beserta peringkat siswa di kelas. Nilai N-Gain ditentukan dengan rumus berikut : 𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 =

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑆𝑀𝐼 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠

Dengan kriteria sebagai berikut:

37

Tabel 3.9 Kriteria N-Gain

3.

Nilai N-Gain

Kriteria

𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 ≥ 0,70

Tinggi

0,30 < 𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 < 0,70

Sedang

𝑁 − 𝐺𝑎𝑖𝑛 ≤ 0,70

Rendah

Uji Prasyarat Data yang akan diolah dalam penelitian ini adalah data yang berasal

dari tes awal dan tes akhir yang diberikan terhadap kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Setelah data terkumpul kemudian data tersebut diolah dan dianalisis guna menjawab hipotesis yang telah diajukan. Uji prasyarat yang digunakan adalah sebagai berikut: a.

Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang

diambil dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak. Data yang diuji yaitu data kelompok eksperimen dan data kelompok kontrol. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian adalah Uji chi-kuadrat (𝜒 2 ). Langkahlangkah uji Normalitas Data: (Riduwan, 2010: 187-190) 1.

Menentukan skor besar dan kecil

2.

Menentukan rentangan (R) R = Skor terbesar – Skor terkecil

3.

Menentukan banyaknya kelas (BK) 𝐵𝐾 = 1 + 3,3 𝐿𝑜𝑔 𝑛 (Rumus Sturgess)

4.

Menentukan panjang kelas (i) 𝑖=

𝑅 𝐵𝐾 38

5.

Menentukan rata-rata atau Mean (𝑋̅) 𝑋̅ =

6.

∑ 𝑓𝑋𝑖 𝑛

Menentukan Simpangan Baku (S) 𝑛 ∑ 𝑓𝑋𝑖 2 − (∑ 𝑓𝑋𝑖 )2 𝑆=√ 𝑛(𝑛 − 1)

7.

Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan jalan: a) Menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri kelas interval pertama dikurangi 0,5 dan kemudian angka skor-skor kanan kelas interval ditambah 0,5. b) Mencari nilai Z-score 𝑍=

𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠−𝑋̅ 𝑆

c) Mencari luas 0-Z dari tabel kurva normal dari 0 – Z dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas. d) Mencari luas tiap kelas interval dengan jalan mengurangkan angkaangka 0 – Z, yaitu angka baris pertama dikurangi baris kedua, angka baris kedua dikurangi baris ketiga, dan begitu seterusnya. Kecuali untuk angka yang berbeda pada baris paling tengah ditambahkan dengan angka pada baris berikutnya. e) Mencari frekuensi yang diharapkan (𝑓𝑒 ) dengan cara mengalikan luas tiap interval dengan jumlah responden (n). f)

Mencari chi-kuadrat (𝜒 2 ) Untuk mencari chi-kuadrat (𝜒 2 ) yaitu menggunakan rumus: 𝑘

(𝜒 2 )

=∑ 𝑖=1

(𝑓0 − 𝑓𝑒 )2 𝑓𝑒

Keterangan: 𝜒²

= Chi-kuadrat

fo

= Frekuensi yang diobservasi 39

fe

= Frekuensiyang diharapkan

g) Membandingkan (𝜒 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ) dengan (𝜒 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ) Kaidah keputusan: Jika jika 𝜒2hitung< 𝜒2tabel maka distribusi data normal. jika 𝜒2hitung ≥ 𝜒2tabel maka distribusi data tidak normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas adalah pengujian mengenai sama atau tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Untuk menguji homogenitas variansi digunakan langkah-langkah sebagai berikut: (Riduwan, 2010: 186) 1.

Menghitung varians terbesar dan varians terkecil 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

atau 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =

𝑆 2 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑆 2 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Untuk mencari nilai varians sampel adalah menggunakan rumus sebagai berikut: 2

𝑛(∑ 𝑋𝑖 ) − (∑ 𝑓𝑥𝑖 )2 𝑆 = 𝑛(𝑛 − 1) 2

2.

Bandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel Degan rumus :

dbpembilang = n – 1 (untuk varians terbesar) dbpenyebut = n – 1 (untuk varians terkecil)

3.

Kriteria Pengujian: Jika: Fhitung≥ Ftabel, maka tidak homogen Fhitung ≤ Ftabel, maka homogen

4.

Uji Hipotesis Setelah uji normalitas dan uji homogenitas terpenuhi, maka dilakukan

uji hipotesis. Setiap hipotesis bisa benar atau tidak benar dan karenanya perlu diadakan penelitian sebelum hipotesis itu diterima atau ditolak. Langkah atau prosedur untuk menentukan apakah menerima atau menolak hipotesis dinamakan pengujian hipotesis (Sudjana, 2005: 219). a.

Langkah-langkah pengujian hipotesis 1) Menentukan atau merumuskan pasangan hipotesis

40

Pasangan 𝐻0 dan 𝐻1 yang telah dirumuskan dan yang telah kita isi akan dituliskan dalam bentuk : 𝐻0 ∶ 𝜇 = 𝜇0 𝐻1 ∶ 𝜇 > 𝜇0 2) Memilih bentuk statistik yang harus digunakan adalah rumus T 3) Memilih kriteria pengujian Tolak 𝐻0 jika F ≥ F_tabel 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑓(𝑛1−1;𝑛2−1);(1−𝛼) 4) Berikan Kesimpulan b.

Rumus-rumus pengujian hipotesis 1) Jika data bersifat normal dan kedua variansnya homogen, maka uji hipotesis dengan menggunakan rumus: 𝑡=

𝑠𝑑𝑔𝑎𝑏 = √

𝑋̅1 − 𝑋̅2 𝑠𝑑𝑔𝑎𝑏

(𝑛1 − 1)𝑉1 + (𝑛2 − 1)𝑉2 (𝑛1 + 𝑛2 ) − 2

2) Jika data normal tetapi variansnya tidak homogen maka rumus yang digunakan adalah: 𝑡=

𝑋̅1 − 𝑋̅2 2 2 √𝑠𝑑1 + 𝑠𝑑2 𝑛1 𝑛2

3) Jika data bersifat tidak normal dan tidak homogen serta data tidak normal dan homogen maka pengujian bisa dilakukan dengan uji tanda atau wilcoxon.

H. Hipotesis Statistik

41

Hipotesis statistik adalah pernyataan statistik tentang populasi yang diteliti, (Riduwan, 2010: 174). Hipotesis statistik ini dirumuskan untuk menjelaskan gambaran dan parameter apa dari populasi. 𝐻0 ∶ 𝜇 = 𝜇0 𝐻1 ∶ 𝜇 > 𝜇0 Keterangan 𝜇0

:

: rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas

eksperimen (yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kumon). 𝜇

: rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas kontrol

(yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional). 𝐻0

; Implementasi model pembelajaran kumon tidak dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 𝐻1

: Implementasi model pembelajaran kumon dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

42

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Azzumarito, D.P. (2014). “Pengembangan Instrument Test Literasi Matematika Model PISA”. Journal Of Educational Research and Evaluation. Vol. 3. No.2 Cahyani, H. Wahyu, R.S. (2016). “Pentingnya Peningkatan kemampuan Pemecahan Masalah melalui PBL untuk Mempersiapkan Generasi Unggul Menghadapi MEA”. Seminar Nasional Matematika X Universitas negeri Semarang. Dewanti, S. S. (2011). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Pendidikan Matematika Sebagai Calon Pendidik Karakter Bangsa Melalui Pemecahan Masalah. Prosiding Seminar Nasional Matematika. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Diana, P. 2018. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Ditinjau Dari Tingkat Kecemasan Matematika Siswa SMP. Skripsi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fitri, R. dkk. (2014). Penerapan Strategi The Firing Line Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VI IPS SMA Negeri 1 Batipuh. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 3. No 1. Fuadi, R., dkk. (2016). Peningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Melalui Pendekatan Kontekstual. Jurnal Didaktika Matematika. Vol 3. No 1. Gilar, M. J. (2016). “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual”. Jurnal THEOREMS. Vol. 1. No. 1 Hasratuddin. (2014). “Pembelajaran Matematika Sekarang dan yang akan Datang Berbasis Karakter”. Jurnal Didaktik Matematika. Vo. 1. No. 2

43

Hidayati, F. (2010). Kajian Kesulitan Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta Dalam Mempelajari Aljabar. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Negeri

Yogyakarta:

http://core.ac.uk/download/pdf/110600082.pdf Indrawan, R. dan Yaniawati, P. (2016). Metodologi Penelitian. Bandung: Refika Aditama. Khalidah, N. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Di Kelas VIII MTsN Cot Gleumpang. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN AR-Raniry Darussalam Banda Aceh Karyanti (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Kumon Terhadap Pemahaman Matematis Ditinjau dari Gaya Kognitif Peserta Didik pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri Satu Atap 4 Pesawaran. Skripsi pada Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN

Raden

Intan

Lampung

:

http://repository.radenintan.ac.id/752/1/Skripsi_Lengkap_Karyanti_2222.p df Labibah,

U.

(2016).

“Meningkatkan

Kemampuan

Pemecahan

Masalah

Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Pada Materi Himpunan Siswa Kelas Vii MTs Tanbihul Ghofilin Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi Fakultas Sains dan Teknologi

UIN

Walisongo

Semarang:

http://eprints.walisongo.ac.id/5914/1/123511078.pdf Larasati, N. dkk. (2017) “Literasi Matematika pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pancasakti Tegal”. Jurnal pendidikan MIPA Pancasakti. Vol. 1. No. 1 Nina, V.Y. (2016). “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Metode Pembelajaran Metode Inkuiri Berbantu Software Algebrator”. JPPM. Vo.. 9, No. 1

44

Novianti, R. Wahyuni, R. (2018). “Pengaruh Model Pembelajaran Kumon terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi persamaan Kuadrat yang Berbantuan Software Algebrator di Kelas X IPA SMA Negeri 2 Peusangan”. Majalah Ilmiah Universitas Almuslim. Vol. 10.No. 3 Nurkholis. (2013). “Pendidikan dalam Upaya Memajukan Teknologi”. Jurnal Kependidikan. Vol. 1. No. 1 Polya, G. 1973. How to Solve it. New Jersey: Princeton University Press. Riduwan. (2010). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Rofiqoh, Z (2015). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X dalam Pembelajaran Discovery Learning Berdasarkan Gaya Belajar Siswa. Skripsi pada Prodi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan

Alam

Universitas

Negeri

Semarang

:

http://lib.unnes.ac.id/22322/1/410141105-s.pdf Saad, N.S. & Ghani, A. S. 2008. Teaching Mathematics in Secondary School: Theories and Practices. Perak: Universiti Pendidikan Sultan Idris. Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiman. (2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Problematika dan Cara Melatihkannya. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Suherman, E. dkk. (2001). Strategi Belajar Mengajar Kontemporer. Bandung : Depdikbud. Sutrisno, E. dkk. (2015). “Keefektivan Penggabungan Model Pembelajaran Kumon dan Teams Games Turnament Berbasis Pendidikan Karakter Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik pada Materi Statistika Kelas VII”. JKPM. Vol. 2. No. 2 Syaharuddin. (2016). Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dalam Hubungannya dengan Pemahaman Konsep Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMPN 4 Binamu Kabupaten Jeneponto. Tesis Prodi Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar: http://eprints.unm.ac.id/4405/1/SYAHARUDDIN.pdf

45

Related Documents

Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113
Tugas Proposal
May 2020 19
Proposal Tugas Akhir
May 2020 19
Tugas Proposal Fix.docx
December 2019 15
Proposal Tugas Akhir.docx
December 2019 20
Proposal Tugas Akhir.docx
August 2019 21

More Documents from "Gilang Ramadhan Badja"

Script.docx
June 2020 4
Biodata Print.docx
June 2020 3
Tugas Proposal Fix.docx
December 2019 15
Kompetensi Dasa1.docx
May 2020 39
Presentation1.pptx
April 2020 41