Tugas Presentasi Ruptur Tendon Erick

  • Uploaded by: Erick Corputty
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Presentasi Ruptur Tendon Erick as PDF for free.

More details

  • Words: 3,472
  • Pages: 21
TEKNIK JAHITAN PENNINGTON’S MODIFIKASI KESSLER LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN TEKNIK JAHITAN BUNNEL DALAM MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN RUPTUR TENDON ACHILLES

Oleh : Erick Satria Corputty

Pembimbing : Prof. DR. Dr. O.S. Tendean, Sp.And

PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I FAKULTAS KEDOKTERAN SAM RATULANGI MANADO 2015 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Tendon merupakan jaringan ikat fibrosa yang memfasilitasi stabilitas dan pergerakan

sendi. Tendon Achilles atau tendo calcaneus adalah tendon pada bagian belakang tungkai bawah. Tendon Achilles adalah tendon tertebal dan terkuat pada badan manusia. Cedera tendon Achilles bisa disebabkan oleh trauma misalnya oleh benda tajam maupun pada pelari jarak pendek yang tidak melakukan pemanasan.1,3,9 Cedera tendon dengan penyembuhan yang tidak optimal menyebabkan ketidakmampuan dan kecacatan. Keadaan tendon segera setelah operasi tergantung mobilisasi, tegangan, teknik jahitan dan kondisi pre-operatif. Area penyambungan (tenorapi) segera setelah penyambungan adalah lemah, dan area kontinuitas dan kesegarisannya 7-10 hari post operatif sepenuhnya dipertahankan oleh jahitan (teknik jahitan) dan bahan benang. Dikatakan teknik penjahitan tendon ideal bila mampu mempertahankan kontinuitas dan mekanisme menggelincir dari area penyambungan. Kekuatan pada area penyambungan ini (tensile of strength) diperlukan untuk memungkinkan mobilisasi segera setelah operasi, dan untuk mempertahankan kekuatan tegangan yang terus menerus sebagai akibat tarikan otot. 1,2,3,9 Penyebab kegagalan memperbaiki fungsi tendon segera setelah penjahitan adalah terjadinya gap dan rupture pada area penyambungan tendon, sebagai akibat adanya mobilisasi. Ruptur dan gap yang terjadi merangsang perlekatan. Kekuatan pada area penyambungan ditentukan oleh teknik jahitan dan teknik jahitan harus mampu mempertahankan kontinuitas tendon jangan sampai terjadi gap dan rupture. Bahwa teknik penjahitan berpengaruh terhadap kekuatan penyambungan tendon (tensile of strength) sudah lama diketahui. Banyak teknik jahitan yang sudah diperkenalkan, berdasarkan pengaruhnya terhadap aliran darah, dibagi dua yaitu : 2,17

2

1. Tipe Non Konstriktif ( Non Invasif ), contoh : Tipe Mason dan Allen, Kessler, dan Pennington’s Modified Kessler merupakan tipe yang memberi hasil secara biologis dan mekanis. 2. Tipe Konstriktif ( Invasif ), contoh Bunnell merupakan jahitan yang pada awalnya kuat tetapi konstriktif pada aliran darah. Penelitian ini dibuat untuk membandingkan apakah teknik jahitan teknik Pennington’s modifikasi Kessller lebih efektif dalam mempercepat penyembuhan ruptur Tendon Achilles dibandingkan dengan teknik Bunnel. Diharapkan dengan membandingkan kedua teknik penjahitan tendon ini, setelah dianalisa secara statistik maka dapat diketahui apakah teknik jahitan Pennington’s modifikasi Kessler lebih efektif dalam mempercepat penyembuhan ruptur Tendon Achilles dibandingkan dengan teknik Bunnel. 1.2.

Rumusan Masalah Apakah teknik jahitan Pennington’s modifikasi Kessler lebih efektif dalam mempercepat

penyembuhan ruptur Tendon Achilles dibandingkan dengan teknik Bunnell. 1.3.

Tujuan Penelitian Untuk membandingkan efektifitas teknik jahitan Pennington’s modifikasi Kessler dengan

teknik Bunnel dalam mempercepat penyembuhan ruptur tendon Achilles . 1.4.

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa teknik penjahitan tendon berpengaruh terhadap kekuatan penyambungan tendon 2. Hasil penelitian ini memberi masukan bahwa teknik jahitan Pennington’s modifikasi Kessler dapat menjadi pilihan pada penjahitan tendon.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses penyembuhan luka pada tendon Proses penyembuhan luka pada tendon tidak semuanya dapat dimengerti benar. Saat ini ada tiga teori mengenai proses penyembuhan tendon : 1. Tendon tidak mempunyai kemampuan sendiri untuk memperbaiki diri. Proses penyembuhan dimulai dengan respons fibroblast yang berasal dari sarung tendon dan jaringan sekitar. -

Potenza 1962, Herte dan kawan-kawannya menyatakan bahwa sel fibroblast yang berasal dari sarung tendon dan jaringan sekitar mengisi permukaan aposisi tendon dan fibroblast akan menghasilkan kolagen. Kolagen yang terbentuk ini masih immature sampai 28 hari, 38 hari mature dan 138 hari kemudian sudah tidak bisa dibedakan dengan tendon normal.1,9,11,13

-

Lindsay dan Brich mempelajari proses pertumbuhan tendon pada tikus dengan teknik autoradiografi, timidine yang diberikan kuat dengan DNA. Awalnya ditemukan pada fibroblast yang ada pada paratendineus sebelum akhirnya ditemukan pada area repair (tenorapi). Konsentrasi timidine pada paratendinous menurun dan meningkat pada area repair (tenorapi).

2. Bahwa tendon mempunyai kemampuan regenerasi sendiri dengan bantuan makanan dari difusi (yang diterima saat ini) tanpa harus tergantung pada sel-sel yang berasal dari sarung tendon maupun jaringan sekitar.9,11,13 Teori ini didukung oleh : -

Lunborg pada percobaan dengan kelinci, tendon fleksor yang dipotong (potonga) dilepas dari sarung tendon dan potongan itu dipotong dan disambung kembali diletakkan di suprapatellar pouch. Ternyata tendon bisa melakukan metabolism, proliferasi dan sekresi kolagen dalam keadaan di isolisasi dari jaringan sekitar (Instrinsic Capacity).13

4

-

Manskp, Gelberman, Mass dan kawan-kawannya, pada percobaan model binatang bahwa fleksor tendon mempunyai kemampuan untuk sembuh sendiri. Mereka meletakkan potongan tendon fleksor pada media kultur dengan bantuan penyinaran dan elktron mikroskop terlihat ada proses penyembuhan.11,12,13

-

Lindsay dan Thomson, melakukan percobaan dengan membebaskan tendon binatang dari sarung tendon, ternyata terbentuk jaringan ikat baru pada permukaan tendon yang sudah bebas dari sarung tendon dan membentuk ulang sarung tendon yang baru.1

-

Bahwa segera setelah tendon terputus pada ujung tendon terbentuk jaringan baru yang aktif membentuk protein dan fungsi ini ada pada epitendon. Pada epitendon terlihat menjadi hiperplastic fibroblast yang ada pada epitendon dan endotendon mensekresi kollagen dan proses ini bertumbuh dalam 3 dimensi yaitu menebal, memanjang dan menyebar pada ujung tendon. Metabolism kollagen merupakan proses yang aktif pada seluruh tubuh.2,12

3. Bahwa factor intrinsic dan ekstrinsik mempunyai peran yang sama pentingnya. Mason dan Sharon menyimpulkan bahwa penyambungan tendon terjadi diawali proliferasi sarung tendon. Kemudian setelah 4-5 hari tendon mengalami proliferasi dan mengirim sel-sel tendon ke dalam kalus tersebut.2,12 -

Bahwa system kapiler pada tendon yang baik yang berada langsung pada tendon itu maupun yang terbentuk kemudian segera setelah trauma, berperan untuk penyediaan O2 supaya sel tetap hidup dan berperan dalam pembentukan kollagen dan untuk membawa asam amino untuk membentuk protein, dan bila terjadi hipoksia akan terjadi perlekatan.

-

Metabolisme kollagen merupakan proses yang aktif di dalam tubuh termasuk dalam tendon, proses pembentukan dan penghancurannya berada dalam kesetimbangan dan dibutuhkan makanan yang baik yang berasal dari sarung tendon ataupun aliran darah pada tendon.

Proses penyembuhan pada tendon dibagi 3 fase :11 1. Fase Inflamasi 2. Fase Proliferasi atau Fibroblastik 3. Fase Pembentukan Kolagen 5

Proses penyembuhan tendon jaringan

yang direpair secara primer, sama seperti proses

penyembuhan lain, dimulai dengan reaksi inflamasi keluarnya fibrin dan sel-sel inflamasi, besar kecilnya reaksi ini tergantung ukuran luka dan banyaknya trauma. Fibroplastik dipengaruhi oleh reaksi inflamatori. Bila terjadi trauma yang disertai iskemik pada jaringan dan ada benda asing ini akan merangsang terbentuknya jaringan fibrovaskular. Fibroblas pertama sekali pada luka yaitu pada hari kedua tapi masih jarang.2 Kronologi selanjutnya adalah :2,9,11,15 1. Hari ke 3 Luka di tendon diisi dengan jaringan granulasi. Tidak ada tensile strength. Kontinuitas dipertahankan oleh jahitan saja. Edema pada ujung tendon. Respon inflamasi pada alur benang jahitan. Tampak fibroblast. Sintesis kolagen baru dan lisis kolagen lama. 2. Hari ke 7 Organisasi jaringan granulasi. Tensile strength masih kurang. Sintesa fibroblast aktif, sintesis kolagen dan mukopolisakarida. Pemisahan sel-sel tendon, kontribusi untuk penyembuhan minimal diantara ujung tendon. Penyembuhan secara primer tergantung atas migrasi dan pertumbuhan ke dalam jaringan sekitar. 3. Hari ke 14 Luka tendon diisi dengan jembatan fibroblas dan kolagen. Tensile strength masih sangat terbatas. Reaksi proliferasi adalah dalam kontinuitasnya dengan melibatkan jaringan yang cedera disekitarnya. Semua itu diisi koagulum. 4. Hari ke 21 Cukup tensile strength untuk mentoleransi gerakan. 6

5. Sesudah 3 minggu Pembentukan parut dan permukaan maturasi. Sudah dapat mentoleransi gerakan aktif. 6. Setelah 4 minggu Tendon sudah bias menggelincir pada sarung tendon. Tenoblas lebih matur dibanding minggu ketiga. 7. Setelah 5 minggu Fibroblast dan kolagen tersusun secara memanjang. 8. Setelah 7 minggu Sel tendon tersusun sebagai bundle. 9. Setelah 8 minggu Sel tendon matur tersusun secara longitudinal Pada hari kedua setelah luka kolagen sudah ada pada area luka dan kira-kira minggu ke 4 dan ke 6, pembentukan dan penghancuran kolagen berada dalam kesetimbangan, jumlah kolagen menjadi stabil dan perlahan-lahan jumlah fibroblast menurun dan sejumlakh protein diperlukan dalam proses ini. Pada saat efek metabolisme kolagen sudah mencapai kesetimbangan, dilanjutkan efek remodeling.6 Masalah yang timbul pada penyambungan tendon adalah timbulnya perlekatan antara tendon dengan jaringan sekitar. Perlekatan ini bisa timbul oleh karena teknik penyambungan yang menyebabkan strangulasi pada pembuluh darah atau oleh terbentuknya (melar) pada kedua ujung tendon, munculnya gap.2,15,17 Proses inflamasi pada ujung tendon tidak hanya meletakkan kedua ujung tendon tetapi juga tendon dengan jaringan sekitar.7 Imobilisasi yang terlalu lama akan menyebabkan perlekatan dan mobilisasi yang sedini mungkin akan mencegah hal ini. Hipoksia yang terjadi juga mengakibatkan perlekatan.9 2.2. Mobilisasi Tendon Selama beberapa tahun, Gelberman dan kawan-kawannya melakukan penelitian secara invivo dan invitro. Mereka membandingkan kekuatan penyambungan tendon fleksor yang 7

disambung diimobilisasi total dengan tendon yang dimobilisasi secara pasif. Ternyata kekuatan sambungan dan fungsi menggelincir (gliding) jauh lebih baik pada tendon yang dimobilisasi, mobilisasi juga mencegah perlekatan, mencegah kontraktur dan kekakuan sendi. Pada tendon yang diimobilisasi terjadi perlekatan antara tendon yang direpair dengan sarung tendon sementara pada tendon yang di mobilisasi permukaannya terlihat licin dan penyembuhan yang lebih baik. Imobilisasi yang lama menyebabkan proses kembali ke normal menjadi lebih lama dan berkepanjangan.1,4,7,12,13,15 Mobilisasi yang dilakukan sedini mungkin dan di bawah control (passive flexi and active flexi) juga akan mencegah kekakuan sendi dan mencegah kontraktur.1,12,13 Tegangan yang terjadi pada area repair (tenorapi) sebagai akibat mobilisasi tendon akan merangsang penyembuhan tendon, mencegah perlekatan dan fungsi menggelincir (gliding) yang sempurna, sudut pergerakan jari meningkatkan vaskularisasi.1,2,3,4,12,13,16,17 Teori yang mendasari hal ini :2,3 1. Tegangan pada area penyambungan (tenorapi) menyebabkan fibroblast dan kolagen tersusun secara parallel (bila fibroblast dan kolagen diletakkan di luar area tendon susunannya tidak teratur). 2. Bahwa tegangan pada area penyambungan (tenorapi) menyebabkan efek piezoelectric, yang mengakibatkan perbedaan potensial. Perbedaan potensial ini juga menghilangkan garis pemisah kedua ujung tendon. 3. Tegangan yang terjadi pada ujung tendon menyebabkan terbentuknya protein yang lebih banyak, isi DNA yang lebih banyak, proliferasi fibroblas dan maturasi. 4. Gerakan pada ujung tendon mungkin member mekanisme pompa yang memompa cairan sinovial memasuki tendon yang akhirnya memberi nutrisi. Mobilisasi pada tendon dimulai sejak hari ke 3 pascaoperasi dan mobilisasi yang dilakukan adalah fleksi pasif dan aktif ekstensi dibawah control tenaga ahli dan saat ini sudah digunakan alat CPM (Continous Passive Motion). Resiko mobilisasi segera setelah penyambungan tendon adalah terbentuknya gap dan ruptur.3,13,15

8

2.3. Teknik Penyambungan Penyembuhan tendon secara primer dimulai dengan menjahit dan mendekatkan kedua ujung tendon, dan fibroblast akan mengisi celah kedua ujung tendon dan berjalan sepanjang benang jahitan. Masalah yang timbul pada penyambungan tendon didominasi oleh kekuatan penyambungan tendon yang berhubungan dengan teknik penyambungan tendon sampai hari ke 10 pasca operasi kekuatan penyambungan sepenuhnya tergantung pada teknik jahitan.2 Area penyambungan (tenorapi) terus menerus mendapat tegangan yang cenderung menimbulkan GAP atau bahkan tercabutnya benang. Tegangan ini bisa berasal dari tarikan otot bagian proksimal dan sebagai akibat mobilisasi. Teknik jahitan harus mampu mempertahankan kontinuitas jangan sampai ada gap, rupture ataupun melar pada kedua permukaan tendon yang di aproksimasi.2,3,15 Karena tendon merupakan jaringan yang tersusun secara memanjang, usaha menjahit secara simple cenderung gagal, dan teknik jahitan dikatakan memuaskan bila penilaian objektifnya adalah kekuatan penyambungan (tensile of strength) maksimal, bisa dilakukan dengan mudah dan memungkinkan untuk dilakukan mobilisasi yang sedini mungkin. Teknik jahitan harus mampu mempertahankan kontinuitas jahitan jangan sampai ada gap atau gap yang ditoleransi umum adalah 1-2 mm. 2,3,4,12 Hal-hal diatas seperti kekuatan penyambungan, mobilisasi, gap, rupture yang berhubungan dengan teknik penjahitan melahirkan banyak teknik jahitan baik yang mengkonstiksi pembuluh darah (invasive), contoh Bunnell maupun yang non konstruksi (non invasive) seperti Kessler, Mason dan Allen.2 Teknik jahitan secara invasive memberi kekuatan penyambungan pada tendon tetapi menyebabkan strangulasi pada pembuluh darah yang merupakan predisposisi timbulnya gap. Pada sambungan tendon teknik non invasive (non konstriktif) penyembuhannya lebih baik secara biologis dan mekanis sebagai contoh teknik Mason, Allen dan Kessler.3 Bahwa penambahan jahitan di ujung tendon secara jelujur menambah kekuatan sambungan dan perlekatan simpul yang berada diantara tendon untuk mencegah gangguan pada proses menggelincir (gliding).3,13,15 9

2.4. Perlekatan Tendon menyalurkan energi dari otot untuk menggerakkan persendian. Penyembuhan tendon yang baik pada kasus trauma adalah mengembalikan kontinuitas tendon tanpa perlekatan yang mengganggu proses menggelincir (gliding). Keberhasilan penyambungan tendon dipengaruhi oleh banyak faktor.17 Perlekatan adalah terbentuknya jaringan fibrosis dan granulasi antara tendon dengan jaringan sekitar sehingga terjadi gangguan gliding. Banyak factor yang mengakibatkan terjadinya perlekatan :9 1. Penanganan jaringan yang tidak optimal 2. Imobilisasi (manajemen pasca operasi) 3. Hipoksia jaringan 4. Material dan teknik jahitan 5. Reaksi inflamasi Penanganan perlekatan adalah mobilisasi sedini mungkin teknik penjahitan yang baik, anti inflamasi yang bekerja secara local contohnya triamcinolone, penggunaan benang yang tidak menyebabkan reaksi contohnya nilon, dan pemberian oksigen hiperbarik.1,6,9

10

BAB III KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual Berdasarkan judul penelitian, permasalahan efektifitas Teknik Pennington’s modifikasi Kessler dalam mempercepat penyembuhan rupture tendon dibandingkan dengan teknik Bunnel untuk memperoleh tujuan penerapan terapi, maka ditentukan kerangka teori sebagai berikut :

Populasi semua penderita rupture Tendon Achilles berusia 12-60 tahun yang dirawat di bagian bedah RSUP Prof Dr RD Kandou Manado

Sampel rupture Tendon Achilles yang memenuhi kriteria inklusi Faktor intrinsik:   

Faktor ekstrinsik:  

Genetik Imunitas Usia

Teknik Pennington’s modifikasi Kessler

Status gizi Higiene

Teknik Bunnel

3 Fase Penyembuhan Ruptur Tendon Achilles +/-

11

3.2. Hipotesis Penelitian H0

: Tidak ada perbedaan efektivitas antara Teknik Pennington’s modifikasi Kessler dalam mempercepat penyembuhan rupture Tendon Achilles dibandingkan dengan teknik Bunnel.

H1 : Teknik Pennington’s modifikasi Kessler

lebih efektif dalam mempercepat

penyembuhan Ruptur Tendon Achilles dibandingkan dengan teknik Bunnel. .

12

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental pretest-posttest control group design O1  P  O2 O3  B  O4 O5  K  O6 O7  P  O8 P

S

R

O9  B  O10 O11  K  O12 O13  P  O14 O15  B  O16 O17  K  O18

P

: Populasi

S

: Sampel

R

: Random

O1 : Rupture Tendon Achilles sebelum dilakukan penjahitan Teknik Pennington’s O2 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase inflamasi) sesudah dilakukan penjahitan Teknik Pennington’s 13

O3 : Rupture Tendon Achilles sebelum dilakukan penjahitan Teknik Bunnel O4 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase inflamasi) sesudah dilakukan penjahitan Teknik Bunnel O5 : Rupture Tendon Achilles sebelum diberikan kontrol ( hanya imobilisasi ) O6 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase inflamasi) sesudah diberikan control O7 : Rupture Tendon Achilles sebelum dilakukan penjahitan Teknik Pennington’s O8 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase proliferasi) sesudah dilakukan penjahitan Teknik Pennington’s O9 : Rupture Tendon Achilles sebelum dilakukan penjahitan Teknik Bunnel O10 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase proliferasi) sesudah dilakukan penjahitan Teknik Bunnel O11 : Rupture Tendon Achilles sebelum diberikan kontrol ( hanya imobilisasi ) O12 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase proliferasi) sesudah diberikan control O13 : Rupture Tendon Achilles sebelum dilakukan penjahitan Teknik Pennington’s O14 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase pembentukan kolagen) sesudah dilakukan penjahitan Teknik Pennington’s O15 : Rupture Tendon Achilles sebelum dilakukan penjahitan Teknik Bunnel O16 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase pembentukan kolagen) sesudah dilakukan penjahitan Teknik Bunnel O17 : Rupture Tendon Achilles sebelum diberikan kontrol ( hanya imobilisasi ) O18 : Kesembuhan Rupture Tendon Achilles (fase pembentukan kolagen) sesudah diberikan control

14

P

: Teknik Pennington’s modifikasi Kessler

B

: Teknik Bunnel

K

: Kontrol

4.2. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita rupture Tendon Achilles berusia 12-60 tahun yang dirawat di bagian bedah RSUP Prof Dr RD Kandou Manado. Sampel dalam penelitian ini adalah rupture Tendon Achilles yang memenuhi kriteria inklusi. Besarnya sampel ditentukan menurut rumus infinitif (Tendean,2007) ,sebagai berikut : n = Zα2.γ2 d2 Dimana :

n

= Besarnya sampel

γ = Varian populasi Zα = Harga standar normal d = Penyimpangan yang ditolelir. n = (1,976)2 (0,15)2 (0,05)2 n = 35 4.3 Kriteria Penelitian Kriteria inklusi : 1. Usia 12 tahun – 60 tahun. 2. Penderita rupture Tendon Achilles tanpa komplikasi lain.

15

3. Penderita belum diberi terapi sebelumnya. 4. Penderita telah mengisi formulir informed consent. Kriteria eksklusi : 1. Penderita rupture tendon Achilles dengan komplikasi. 2. Penderita telah diberi terapi sebelumnya.

4.4. Variabel Penelitian Variabel Bebas : 1. Penjahitan tendon dengan teknik Penningston’s modifikasi Kessler 2. Penjahitan tendon dengan teknik Bunnel Variabel Tergantung : 1. Penyembuhan Ruptur Tendon Achilles

4.5. Definisi Operasional 1. Rupture tendon Achilles adalah terputusnya kontinuitas dari suatu tendon Achilles. 2. Prosedur dengan teknik Pennington’s modifikasi Kessler adalah jahitan inti dimulai dengan menjahit dari ujung ke proksimal (jahitan pada tendon memasuki tendon pada 1/3 medial atau 1/3 lateral atau sebaliknya) dan memasuki tendon 4-6mm. Jahitan tersebut keluar dan membentuk jalinan. Memasuki tendon kembali sampai keluar dan memasuki tendon mengarah ke bagian distal (kedua ujung benang ada pada ujung tendon). Tendon dibagian distal diperlakukan sama, kemudian dilakukan simpul yang terletak diantara ujung tendon. 3. Prosedur dengan teknik Bunnel adalah benang memasuki tendon proksimal, menyilang dua kali dan mengarah ke ujung tendon dengan cara yang sama. Perlakuan yang sama diberikan pada tendon tendon distal, kemudian dilakukan simpul. 4. Proses penyembuhan rupture tendon dibagi 3 fase : 1. Fase Inflamasi adalah fase ditandai dengan keluarnya fibrin dan sel-sel inflamasi dan dimulai pada hari pertama. 16

2. Fase Proliferasi atau Fibroplastik adalah fase sintesa fibroblast aktif dan pembentukan jaringan granulasi dimulai pada hari kedua sampai minggu kedua 3. Fase Pembentukan Kolagen adalah fase sintesis kolagen baru dan lisis kolagen lama dimulai hari ketiga sampai minggu kedelapan

4.6. Bahan Penelitian Benang SILK atraumatik ukuran 4/0 dan benang monofilamen nilon 6/0 dan cairan NaCl 0,9%

4.7. Instrumen penelitian 1. Peralatan bedah minor 2. Meja operasi 3. Formulir pencatatan data penelitian 4.8. Prosedur Penelitian Penderita yang memenuhi kriteria penelitian diberikan informasi yang jelas tentang penelitian ini dan menandatangani informed consent. Semua penderita yang memenuhi kriteria penelitian dibagi menjadi 3 kelompok secara random yaitu: Kelompok 1

: Penjahitan tendon dengan menggunakan teknik Pennington’s modifikasi Kesler

Kelompok 2

: Penjahitan tendon dengan menggunakan teknik Bunnel

Kelompok 3

: Pasien hanya diimobilisasi

Pada masing-masing kelompok dilakukan penilaian berdasarkan 3 fase proses penyembuhan tendon. 4.9. Analisis Data Data akan dianalisa dengan menggunakan uji statistik yaitu non parametrik dengan uji Chi-square.

17

BAB V TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 5.1 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Bedah FK Unsrat / RSUP Prof R.D Kandou Manado. 5.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah 6 bulan. Mulai bulan Juli 2009 sampai dengan Desember 2009 5.3 Cara Penelitian MINGGU KEGIATAN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1

1

1 1 1

1 1

0

1

2 3 4

5 6

*

*

*

* *

*

*

*

PERSIAPAN  Pembuatan usulan penelitian

*

*

 Pembentukan organisasi  Pembuatan kuesioner

*

 Melatih tenaga peneliti

*

 Uji lapangan  Pengadaan alat-alat

*

*

 Pengurusan surat-surat *

PELAKSANAAN PENELITIAN *

*

 Pengumpulan data

*

*

*

 Pengolahan data

*

*

*

*

*

 Analisis data

PENGOLAHAN DATA

* *

DISKUSI

*

PELAPORAN

*

18

*

*

BAB VI PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

6.1. Personalia Penelitian 1. Ketua penelitian 2. Konsultan 3. Anggota peneliti 4. Pekerja lapangan 5. Tenaga administrasi 6.2. Perkiraan Biaya Penelitian 1. Honorium Konsultan

2.500.000

2. Bahan dan Peralatan Penelitian

3.000.000

3. Transportasi untuk pengumpulan data

1.000.000

4.

Alat tulis menulis

500.000

5.

Biaya analisis dan pembuatan laporan penelitian

1.500.000

6.

Biaya lain-lain

1.000.000 ------------ + Total biaya :

19

Rp. 9.500.000

DAFTAR PUSTAKA

1. Furlow LT. The Role Tendon Tissue In Tendon Healing. Plastic Reconstruction Surgery, 1976; 57 : 39-49 2. Ketchuin LD. Primary Tendon Healing : A Review. Journal Hand Surgery, 1977; 2 : 35428 3. Greenwald DP, Hong HZ, May JW. Mechanical Analysis of Tendon Suture Techniques. Journal Hand Surgery, 1994; 19A : 7-641 4. Wagner et al. A Biomechanical Comparison of Techniques of Flexor Tendon Repair. Journal Hand Surgery, 1994; 19A : 83-979 5. Boyes JH. Problem of Tendon Surgery Am J. Surgery, 1965 ; 109: 171-269 6. Smith JW. Blood Suplly of Tendon Am J. Surgery 1965 ; 109 : 176-272 7. Chase R. Muscle Tendon Kinetics. Am J. Surgery 1965; 109 : 182-277 8. Peacock E. Physiology of Tendon Reapir; Am J. Surgery 1965 ; 92-283 9. Nelwan BN. Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Penyembuhan Tendon Fleksor, 2002. Suatu Penelitian Eksperimental pada Kelinci . 10. Salter BR. The Musculoskeletal System : The William of Wilkins Company 1999. 148178 11. Flynn JE, Graham JH. The Role of Tendon in Healing with Primary Repair of Tendon and Tendon Transplants In : Hand Surgery. 3rd edited by J.EFlynn Baltimore, Williams and Wilkins, 1982; 155-211 12. Weckesser EC. Technique of Tendon Repair : Historical Pespective In : Hand Surgery 3rd edited by JE Flynn Baltimore, Williams and wilkins, 1982 : 139-277 13. Leddy JP. Flexor Tendons – Acute Injuries In : Green DP, Operative Hand Surgery 3rd ed, New York, Churchill Livingstone, 1983; 1823-1845 14. Schneider LH, Hunter JM. Flexor Tendon – Late Recontruction In : Green DP, Operative Hand Surgery 3rd ed, New York : Churchill Livingstone, 1983; 1853-1970 15. Peimer CA. Surgery of The Hand, In : Schwartz SJ, Principles of Surgery, 7 th ed New York : Mc Graw-Hill, 1999 : 2023-2043 20

16. Nunley JA, Goldner JL. Tendon Injury and Repair In : Sabiston DC, Text Book of Surgery 15th ed. Philadelphia : WB Saunders Company, 1977 : 1470-1479 17. The Effect of Local triamcinolone Acetonide Badministration on The Healing Process of Flexor Tendon Repair In Rabbit : Indonesian Journal of Plastic Surgery. Volume 1 : 2002, 16-26.

21

Related Documents


More Documents from ""