TUGAS PRATIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN AKTIVITAS ANALGETIKA OBAT ANTI INFLAMASI NONSTEROID (NSAIDs)
Disusun Oleh: 1. Felicia Ivana Putri
182010101006
2. Annisa Shalsabila Azhari
182010101020
3. Adiella Bintang Adi Saputri
182010101029
4. Nadiyya Dzawil Ma'la
182010101033
5. Safira Rahmaningtyas
182010101043
6. Mateus Filindo Satria Silalahi
182010101067
6. Ajeng Samrotu Sa'adah
182010101071
7. Winie Agustina Putri Basel
182010101157
8. Mega Nadia Restysari
182010101159
Dosen Pengampu : dr. Desie D. Wisudanti, M.Biomed FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG PRAKTIKUM Dalam farmakologi, dasar-dasar kerja obat diuraikan dalam dua fase yaitu fase farmakokinetik dan fase farmakodinamik. Dalam terapi obat, obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai ke tempat kerja (reseptor)
dan
menimbulkan
efek,
kemudian
dengan
atau
tanpa
biotransformasi (metabolisme) lalu diekskresikan dari tubuh. Proses tersebut dinyatakan sebagai proses farmakokinetik. Farmakodinamik, menguraikan mengenai interaksi obat dengan reseptor obat, fase ini berperan dalam efek biologik obat pada tubuh. Jika dosis meningkat maka intensitas efek obat pada makhluk hidup juga meningkat. Jika dosis berlebih maka akan menyebabkan over dosis bahkan kematian karena rentang indeks terapinya terlalu rendah sehingga menimbulkan efek toksik. Jika dosis kurang maka tidak akan menimbulkan efek teurapeutik. Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis) sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti bradikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak. Uji efek analgesik dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain witkin test (writhing test), hot plate test, tail flick test, dan paw formalin assay. Pengukuran didasarkan pada respons perilaku hewan coba untuk mengurangi stimulus nyeri. Hot plate dan tail flick test merupakan uji yang menggunakan panas sebagai induksi nyeri. Sedangkan witkin test dan paw formalin assay menggunakan rangsang kimiawi sebagai induksi nyeri. Pada praktikum ini digunakan metode witkin test (writhing test). Respons yang diukur pada witkin test adalah jumlah refleks geliat hewan coba
setelah diinjeksikan asam asetat 0,6% secara intraperitoneal. Jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 30 menit. Refleks geliat dinilai dari kontraksi dinding perut, kepala kaki tertarik ke belakang, perut menyentuh dasar atau gerakan meliuk dari ekor mencit.
1.2
MAKSUD DAN TUJUAN PRAKTIKUM 1.2.1 Menjelaskan prinsip kerja obat dalam menghasilkan efek 1.2.2 Menjelaskan hubungan antara dosis obat dengan efek 1.2.3 Menjelaskan hubungan antara waktu dengan efek 1.2.4 Menjelaskan perbedaan individual dalam respon terapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analgesik Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesic atau pereda nyeri. Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperature tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostaglandin pada CNS. NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs) adalah obat yang mengurangi rasa sakit, demam, dan peradangan. Golongan obat analgesik di bagi menjadi dua yaitu analgesik opioid/narkotik dan analgetik nonnarkotik. Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktura dan kanker. Contoh : Metadon, Fentanil, Kodein. Obat Analgesik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/ Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik NonNarkotik /Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek adiksi pada penggunanya Obat-obat golongan analgetik dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu: parasetamol,
salisilat,
(asetasol,
salisilamida,
dan
benorilat),
penghambat
Prostaglandin (NSAID) ibuprofen, derivate-derivat antranilat (mefenamilat, asam niflumat glafenin, floktafenin, derivate-derivat pirazolinon (aminofenazon, isoprofil penazon, isoprofilaminofenazon), lainnya benzidamin. Obat golongan analgesic
narkotik berupa, asetaminofen dan fenasetin. Obat golongan anti-inflamasi nonsteroid berupa aspirin dan salisilat lain, derivate asam propionate, asam indolasetat, derivate oksikam, fenamat, fenilbutazon. 2.2 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun jaringan (Afroh dkk, 2012). Nyeri menjadi salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis, karena sebagian besar penyakit pada tubuh menimbulkan rasa nyeri (Price dan Wilson, 2006). Rasa sakit atau nyeri merupakan pertanda ada bagian tubuh yang bermasalah, yang merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi serta memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh seperti peradangan (rematik,encok), infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri timbul karena adanya rangsangan mekanis ataupun kimiawi, yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator (perantara) nyeri seperti bradikinin, histamin, serotonin, dan prostaglandin. Nyeri juga diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan kronik berdasarkan waktu durasi nyeri. Nyeri kronik merupakan nyeri yang berlangsung sampai melebihi perjalanan suatu penyakit akut, terjadi selama lebih dari 3 bulan. Nyeri kronik mungkin bisa disebabkan oleh proses-proses penyakit yang berlangsung lama pada struktur somatic dan visera oleh disfungsi yang telah lama dari susunan sistem saraf pusat atau susunan saraf tepi, atau oleh faktor-faktor psikopatologis dan lingkungan. Penatalaksanaan pada nyeri berdasarkan Three Step Analgesic Ladder yang diterbitkan oleh WHO dapat dibedakan atas intensitasnya. Pada nyeri dengan intensitas ringan dapat menggunakan parasetamol atau NSAID atau kombinasi NSAID dengan analgesic adjuvant. Nyeri dengan intensitas sedang dapat ditangani dengan NSAID atau kombinasi NSAID dengan analgesic adjuvant atau kombinasi NSAID dan analgesik adjuvant dengan opioid lemah. Nyeri dengan intensitas berat dapat ditangani dengan NSAID, opioid kuat, kombinasi NSAID dengan opioid kuat, atau kombinasi NSAID dan opioid kuat dengan analgesik adjuvant.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri
yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat
menimbulkan kerusakan pada jaringan.Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Beberapa faktor yang memperngaruhi nyeri menurut Perry & Potter (2005), antara lain : a. Usia b. Jenis kelamin c. Kebudayaan d. Makna nyeri e. Perhatian f. Ansietas g. Keletihan h. Pengalaman sebelumnya i. Gaya koping j. Dukungan keluarga dan sosial (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012)
Klasifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri umumnya dibagi 2, yaitu :
a. Nyeri akut : merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. b. Nyeri kronis : merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Universitas Sumatera Utara 20 Nyeri kronis dibagi lagi menjadi nyeri terminal, sindrom nyeri kronis dan psikosomatik (Maryunani, 2010).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan : Obat yang akan diuji: - Asam mefenamat - Parasetamol - Natrium diklofenak - Meloksikam - Antalgin Hewan Mencit albino jantan Alat : - Spuit 1 ml - Sonde Lambung - Stopwatch - Bejana Pengamatan - Handscoon - Cawan porselin - Mortir dan stamper Bahan : - Asam asetat 0,6 % - Akuades
Prosedur Percobaan : a. Mahasiswa dibagi menjadi 3 shift, masing-masing shift dibagi menjadi 6 kelompok kecil (kelompok A, B, C, D, E dan F), dengan jumlah anggota tiap kelompok sama banyak. b. Sebelum penelitian dilakukan mencit diaklimatisasi selama 7 hari untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar, siklus cahaya terang : gelap (14:10), pemberian makan dengan pakan reguler dan air minum, sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10 jam tetapi tetap diberikan air minum dan diberi makanan standar. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal. c. Setiap kelompok kecil akan mendapat 6 ekor mencit, setiap kelompok akan mengerjakan kontrol negatif (K-) yang diberi akuades, diberi asam mefenamat (K1), parasetamol (K2), natrium diklofenak (K3), meloksikam (K4) dan antalgin (K5). Semua pemberian dilakukan secara oral dengan volume pemberian 0,2 mL/20 g BB mencit. d. Tiga puluh menit setelah diberikan obat per oral, mencit diinduksi nyeri dengan menggunakan asam asetat (intraperitoneal) 0,2 mL. e. Setelah pemberian induktor nyeri, ditunggu 5 menit kemudian mencit ditempatkan di dalam bejana pengamatan. f. Amati gerakan geliatnya. Jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 30 menit. Refleks geliat dinilai dari: - Kontraksi dinding perut - Kepala kaki tertarik ke belakang - Perut menyentuh dasar atau - Gerakan meliuk dari ekor mencit - Mencit menarik kaki belakang ke arah abdomen.
Cara perhitungan dosis : Perhitungan dosis oral parasetamol untuk mencit. Dosis lazim parasetamol untuk manusia
= 500 g
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g
= Dosis Lazim x Faktor Konversi = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g
= (30 g/ 20 g) x 1,3 mg = 1,95 mg
Dosis ini diberikan dalam volume
=
0,2
ml
(disesuaikan
dengan
kemampuan lambung mencit) Dibuat larutan persediaan sebanyak
= 100 ml
Jumlah parasetamol yang digunakan
= (100 ml / 0,2 ml ) x 1,95 mg = 975 mg ~ 1000 mg = 1000 mg = 1g
% kadar parasetamol
= (1 g / 100 ml ) x 100% = 1%
Jika akan digunakan tablet parasetamol Tablet parasetamol tersedia dalam kadar 500 mg per-tabletnya, karena Anda akan membuat suspensi tablet parasetamol dengan kadar 1% b/v atau 1000 mg per 100 ml suspensi, maka untuk mendapatkan 1000 mg glibenklamid Anda membutuhkan glibenklamid setidaknya 2 tablet. Cara pembuatan suspensi parasetamol 1 % b/v 1. Ambil 2 tablet parasetamol lalu gerus hingga halus. 2. Masukkan serbuk parasetamol yang sudah halus ke dalam Erlenmeyer 100 ml 3. Tambahkan sekitar 50 ml akuades kocok hingga homogen Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan akuades
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tabel % daya analgesik kelompok obat Analgesik Kelompok
Replikasi
5'
10'
15'
20'
25'
30'
Jumlah
K-
5 1 2
30 7 15
35 19 25
40 25 25
41 32 22
46 24 19
22 21 17
5 3 4
14 3 3
10 5 6
7 7 14
5 20 5
8 14 7
6 18 6
224 128 121 157,6 50 67 41 52,6 27 23 25 25 121 125 94 113,3 31 44 20 31,6 26 30 36 30,6
K1
K2
K3
K4
K5
5 1 6 5 4 6 5 2 6 5 3 6
1 0 5 11 20 11 4 2 2 11 5 7
2 4 4 14 18 12 6 6 4 4 5 7
2 5 5 24 22 18 5 8 5 3 6 7
8 7 4 29 26 16 4 10 6 2 7 5
12 5 4 22 24 16 5 9 0 3 4 5
2 2 3 21 15 21 7 9 3 3 3 5
% daya analgesik
0%
66,6%
84,1%
28,1%
79,9%
80,5%
4.2.2 Grafik % daya analgesik kelompok obat Analgesik
Grafik % Daya Analgesik 90% 80%
persen daya analgesik
70% 60% 50% 40%
% daya analgesik
30% 20% 10% 0% K-
K1
K2
K3
K4
K5
kelompok obat
4.2 Pembahasan Witkin Test atau Writhing Test adalah salah satu metode yang digunakan untuk menilai kerja dari suatu obat analgesik. Prinsipnya menggunakan senyawa kimia dalam menginduksi rasa sakit, senyawa yang digunakan antara lain ialah larutan asam asetat 0,6% yang diinjeksikan intraperitoneal. Parameternya adalah jumlah geliatan yang ditunjukkan dalam interval 5 menit selama 30 menit. Geliatan yang dimaksud ada 4 jenis yaitu: gerakan meliuk ekor, kontraksi otot perut, perut menyentuh dasar, dan fleksi leher ke depan atau belakang. Pengamatan respon geliatan dilakukan dalam interval waktu yang telah ditentukan. Metode induksi nyeri ini memiliki keuntungan sensitif kepada pengujian obatobatan analgesik lemah (obat NSAIDs). Namun uji ini mengandalkan geliatan (writhes) dari hewan percobaan yang menghasilkan data yang amat subjektif.
Data pengamatan yang digunakan dalam perhitungan berasal dari data ratarata dua data terdekat. Daya analgesik (secara umum): 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑜𝑏𝑎𝑡
100% - (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑥 100%) Nb: - Apabila menghasilkan prosentase negatif berearti terjadi ketidak validan data. - Daya analgesik NSAID bernilai positif. - Semakin tinggi daya analgesiknya semakin efektif dalam meredam nyeri. Mendiamkan mencit selama 30 menit paska masuknya obat melalui sonde lambung bertujuaan untuk membiarkan obat-obatan yang diinjeksi diabsorbsi oleh lambung dan beredar pada pembuluh darah hewan coba. Dalam hasil percobaan apabila terjadi perbedaan yang amat jauh (deviasinya besar mengakibatkan persebaran tidak normal data maka untuk menentukan rata-rata hanya diambil dari 2 data yang jaraknya tidak jauh, rata-rata dari dua data dengan jarak terdekat (selisih paling kecil). Bisa muncul perbedaan dan tidak validnya hasil daya analgetik diakibatkan oleh terlalu subjektifnya pengamatan, pengamat melakukan salah dalam penghitungan geliatan hewan coba dimana pergerakan hewan coba yang seharusnya merupakan gerakan yang normal tetapi dihitung sebagai geliatan akibat respon induksi nyeri serta melewatkan geliatan mencit. Penyuntikan asam asetat yang salah atau tidak tepat dapat menyebabkan kematian hewan coba. Kekurangan terbesar dalam witkin / writhing test adalah risiko dihasilkan data dengan validitas yang rendah dikarenakan hasil pengamatannya sendiri amatlah subjektif. Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa urutan obat yang memiliki daya analgetik paling tinggi atau kuat adalah paracetamol, antalgin, meloksikam, asam mefenamat, dan natrium diklofenak. Hasil yang didapat setelah diuji dengan menggunakan tabel ANOVA, pemberian obat analgetik yang berbeda pada hewan uji mencit akan mempengaruhi frekuensi geliat mencit, sesuai dengan efektivitas obat sebagai analgetik, yaitu paracetamol > antalgin > meloksikam > asam mefenamat > natrium diklofenak.
Persen analgesik pada kontrol negatif sebesar 0%, sedangkan pada asam mefenamat (K1) sebesar 66,6%, pada paracetamol (K2) sebesar 84,1%, pada natrium diklofenak (K3) sebesar 28,1%, meloksikam (K4) sebesar 79,9%, pada antalgin (K5) sebesar 80,5%. Yang terkuat adalah paracetamol, sedangkan yang terlemah adalah natrium diklofenak. Hasil untuk asam mefenamat sudah sesuai karena obat memberikan efek analgetik yang lebih ringan disebabkan oleh sifat asam dan efek samping nyeri pada lambung. Sehingga dengan sifat dan efek sampingnya ini justru dapat meningkatkan nyeri pada lambung mencit. Namun hasil ini juga kurang sesuai dengan teori, karena yang seharusnya memiliki efek analgetik yang lebih kuat adalah antalgin, karena bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Dan diikuti oleh paracetamol, karena hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Kemudian yang seharusnya memiliki efek analgetik yang terkuat ketiga setelah paracetamol adalah meloksikam, diikuti oleh natrium diklofenak dan asam mefenamat. Penyimpangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu ketika sudah 30 menit setelah pemberian analgetik, tidak segera disuntikan asam asatet sehingga efek obat analgetiknya sudah berkurang, faktor fisiologis dari mencit, yang mengalami beberapa kali percobaan sehingga kemungkinan mencit stress, waktu penyuntikan ada larutan yang tumpah sehingga mengurangi dosis obat analgetik yang diberikan, pengambilan larutaan stock yang tidak dikocok dahulu, sehingga dosis yang diambil tiap spuit berbeda, karena larutan stock yang dibuat adalah bentuk sediaan suspensi, seharusnya dalam pengambilan dikocok terlebih dahulu, agar bahan obat yang diambil, bukan hanya larutannya.
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Jadi Kesimpulan yang didapat dari pratikum yang telah dilakukan ialah obat analgesik akan mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dengan obat analgesik terkuat adalah paracetamol, sedangkan yang terlemah adalah natrium diklofenak. Hasil yang ada berbeda dari teori dikarenakan hasil yang ada sangatlah subjektif.
DAFTAR PUSTAKA
Azzami1,N., dan T. Eko. 2019. Pengaruh Pemberian Analgesik Kombinasi Parasetamol dan Morfin terhadap Kadar Ureum Serum pada Tikus Wistar Jantan. Jurnal Kedokteran 8(1):323-332 Afrianti, R., R.Yenti, dan D. Meustika.2014. Mencit Putih Jantan yang di Induksi Asam Asetat 1% 1(1):54-60 Mita,S. dan P.Husni. 2017. Pemberian Pemahanaman Mengenai Penggunaan Obat Analgesik Secara Rasional pada Masyarakat di Arjasari Kabupaten Bandung. Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat 6(3):193-195