Tugas Penunjang Diagnostik.docx

  • Uploaded by: Yurikek 258
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Penunjang Diagnostik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,646
  • Pages: 23
TUGAS PENUNJANG DIAGNOSTIK TENTANG DOKUMENTASI PASIEN STIFFNESS JOINT

OLEH : NISWATUL AULIA ANANDA NIM : 1803010

DOSEN: HARTATI DERI MANILA,S.ST,M.keb

POLITEKNIK KESEHATAN SITEBA PADANG DIII-FISIOTERAPI 2018/2019

KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.. Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Penulis

Niswatul Aulia Ananda

2

DAFTAR ISI

Halaman judul……………………………………………………………………………..1 Kata pengantar…………………………………………………………………………….2 Daftar isi…………………………………………………………………………………...3 Bab 1 pendahuluan………………………………………………………………………..4 1.1 .Latar belakang…………………………………………………………………...4 1.2. Rumusan Masalah……………………………………………......................…...5 1.3 Tujuan………………………………………………....................................…....5

Bab 2 Pembahasan……………………………………………………………………......6 a. Anamnesis………………………………………………………………........10 b. Pemeriksaan Gerak…………………………………………………………..7 c. Penatalaksanaan Fisioterapi…….…………………………………………....18 d. Evaluasi Hasil Terapi…………………………………………………………21 Bab 3 Penutup....................……………………………………………………………....22 a. Kesimpulan……………………………………………………………..…22 b. Saran………………………………………………………………………22 Daftar pustaka……………………………………………………………………………23

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan dokumendokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus dari karangan/ tulisan, wasiat , buku , undang- undang dan sebagainya. Dalam artian umum dokumentasi merupakan sebuah pencarian,penyelidikan, pengumpulan,pengawetan,penguasaan,pemakaian dan penyelidikan dokumen. Dokumen ini digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penerangan pengetahuan dan bukti. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektro terapeutik dan mekanik) pelatihan fungsi dan komunikasi (PERMENKES RI No.80, 2013) Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan ikut berperan dalam menangani stiffness elbow joint, dengan tujuan untuk mengembalikan gerak dan fungsi sendi siku. Dalam problematika fisioterapi pada kasus ini meliputi impairment seperti adanya keluhan nyeri, keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS), penurunan kekekuatan otot dan functional limitation meliputi keterbatasan fungsi dari lengan untuk menekuk maupun meluruskan, dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti halnya menulis, berpakaian, makan, menyisir rambut, memakai sepatu dan sebagainya yang dievaluasi menggunakan indeks kemampuan fungsional Mayo Elbow Performance Index (MEPI) bahkan participation restriction seperti keterbatasan dalam bersosialisasi dan melaksanakan kegiatan tertentu (Hudaya, 2002). Dengan keadaan tersebut maka pasien biasanya akan membatasi setiap gerakan yang berhubungan dengan nyeri, sendi menjadi kaku, oedema, kulit basah, bergaris-garis, halus, dan mengkilap. Pada stiffness elbow joint akibat operatif post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dengan melihat permasalahan tersebut, maka peran fisioterapi adalah mengurangi keluhan-keluhan yang ada dengan menggunakan modalitas alternatif fisioterapi berupa infra merah, transcutaneous electrical nerve stimulation, ultra sound, massage dan terapi latihan. Dalam mengatasi hal ini penulis memilih menggunakan modalitas sinar infra merah dan terapi latihan. Tujuan pemberian modalitas infra merah untuk mempelancar sirkulasi darah, rileksasi otot, mengurangi nyeri dan menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme, serta terapi latihan untuk meningkatkan kekuatan otot, mengembalikan LGS dan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.

4

1.2 RUMUSAN MASALAH Pada stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dextra ini muncul berbagai masalah, maka penulis dalam hal ini mengambil pembahasan masalah dengan rumusan permasalahan sebagai berikut : 1. Masalah utama pasien adalah nyeri yang menyebabkan gangguan aktivitas fungsional sehari-hari. 2. Apakah pemberian Infra Merah dapat mengurangi nyeri pada stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dextra? 3. Apakah pemberian Terapi Latihan dapat meningkatkan LGS, kekuatan otot dan aktivitas fungsional pada stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dextra?

1.3 TUJUAN Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut: 1. Tujuan Umum a. Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan Diploma III fisioterapi di Akademi Fisioterapi “YAB” Yogyakarta. b. Untuk memahami manfaat pemberian infra merah dan terapi latihan pada stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 humerus dextra. 2. Tujuan Khusus a. Untuk memahami manfaat pemberian Infra Merah terhadap pengurangan nyeri pada stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dextra. b. Untuk memahami manfaat pemberian Terapi Latihan terhadap peningkatan LGS, kekuatan otot dan aktivitas fungsional pada stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dextra.

5

BAB II PEMBAHASAN

Pengkajian data digunakan untuk menentukan diagnosis fisioterapi dan modalitas terapi yang akan digunakan oleh terapis. 1.

Anamnesis

Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab mengenai penyakit pasien kepada pasien (auto anamnesis) maupun orang lain yang dianggap mengetahui keadaan pasien (hetero anamnesis) pada kasus ini dilakukan auto anamnesis. Anamnesis terdiri dari anamnesis umum, anamnesis khusus, dan anamnesis sistem. a.

Anamnesis umum

Dari anamnesis umum yang dilakukan pada tanggal 6 Januari 2016 terapis memperoleh informasi tentang data pasien yang meliputi : 1) Nama

: Sdri. Elisa Pelita

2) Umur

: 16 Tahun

3) Jenis kelamin

: Perempuan

4) Agama

: Islam

5) Pekerjaan

: Pelajar

6) Alamat

: Bantul, Yogyakarta

b.

Anamnesis khusus

1) Keluhan utama Keluhan utama merupakan keluhan yang mendorong pasien mencari pertolongan atau pengobatan (Hudaya, 2002). Keluhan utama pada pasien ini adalah keterbatasan gerak dan adanya rasa nyeri saat digerakan pada siku sebelah kanan. 2) Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit sekarang memperinci keluhan utama. Berisi tentang riwayat perjalanan penyakit, gejala dasar yang ditimbulkan, riwayat pengobatan serta kemampuan pasien melakukan Activity of Daily Living (ADL) (Hudaya, 2002). Pada kasus ini pada bulan November 2015 pasien mengalami kecelakaan di jalan raya saat mengendarai sepeda motor. Pasien jatuh dengan posisi miring sebelah kanan sehingga menyebabkan lengan pasien terbentur ke jalan dan membuat tulang lengan atas kanan pasien patah. Pasien dalam keadaan sadar penuh, kemudian pasien dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 6

Panembahan Senopati Bantul, untuk dilakukan operasi pemasangan ORIF pada tulang lengan atas kanan yang patah. Setelah tulang lengan atas kanan yang patah di pasang ORIF sekarang pasien mengalami keterbatasan gerak dan rasa nyeri pada sendi siku kanan yang membuat pasien kesulitan beraktivitas, pasien tidak mengeluhkan adanya masalah pada pergelangan tangan, pasien dirujuk ke dokter Rehabilitasi Medik dan pada tanggal 8 Desember 2015 dirujuk ke poli fisioterapi. 3) Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu yaitu riwayat penyakit baik fisik maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Pada kasus ini pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu. 4) Riwayat keluarga Riwayat keluarga menjadi sangat penting karena untuk mengetahui apakah ada penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang tua atau tidak. Pada kasus ini tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa seperti yang di derita pasien saat ini. 5) Riwayat pribadi Dari anamnesis ini ditanyakan mengenai hobi pasien dan juga kebiasaan pasien. Pada pasien adalah seorang pelajar yang sehari-harinya belajar disebuah Sekolah Menengah Atas (SMA), pasien berangkat ke sekolah mengenderai sepeda motor sendiri dan mempunyai hobi bermain basket. c.

Anamnesis sistem

Data ini berfungsi untuk melengkapi data yang belum tercakup pada anamnesis di atas meliputi : 1) Kepala dan leher Tidak ada keluhan pusing, sakit kepala maupun nyeri leher. 2) Kardiovaskuler Tidak ada keluhan nyeri dada dan jantung berdebar-debar. 3) Respirasi Tidak ada keluhan sesak nafas maupun batuk. 4) Gastrointestinalis Tidak ada keluhan mual, muntah, buang air besar lancar dan terkontrol. 5) Urogenitalis Buang air kecil lancar dan terkontrol. 7

6) Muskuloskeletal Keterbatasan gerak sendi siku dan rasa nyeri gerak pada siku sebalah kanan. 7) Nervorum Tidak ada keluhan rasa kebas-kebas dan rasa kesemutan. 2.

Pemeriksaan Fisik

Pengkajian data dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan langsung pada pasien yang terdiri dari : a.

Tanda-tanda vital

Tanda-tanda atau pemeriksaan kondisi umum pasien yang meliputi: 1) Tekanan darah

: 120/80 mmHg

2) Temperatur

: 36o C

3) Denyut nadi

: 65 kali/menit

4) Frekuensi pernapasan b.

: 21 kali/menit

Antropometri

1) Berat badan

: 45 Kg

2) Tinggi badan

: 160 cm

c.

Inspeksi

Inspeksi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum kondisi pasien. Pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat dan mengamati. Inspeksi terdiri dari : 1)

Inspeksi statis

Inspeksi statis dilakukan dengan memperhatikan kondisi umum pasien saat duduk ataupun tidur. Pada kasus ini kondisi umum pasien baik, tidak terlihat oedema, deformitas, eritema dan atropi pada siku sebelah kanan dan pergelangan tangan serta jari-jari sebalah kanan tidak terlihat adanya kelumpuhan saraf radialis. 2) Inspeksi dinamisInspeksi dinamis dilakukan dengan memperhatikan gerakan dan hal-hal apa saja yang mampu dilakukan pasien, misalnya mengalami kesulitan beraktivitas seperti dalam posisi dari duduk ke berdiri dan menahan sakit pada siku dalam saat melakukan aktivitas. Pada kasus ini terlihat pasien tidak bisa mengayun lengan kanan saat berjalan dan terlihat raut wajah menahan nyeri saat siku sebelah kanan saat digerakan. 8

d.

Palpasi

Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan, nyeri sentuh, tekstur kulit, suhu lokal ataupun pitting oedema pada sisi yang sakit dengan membandingkan pada sisi yang sehat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menyentuh, meraba atau menekan bagian yang sakit. Pada kasus ini tidak terdapat pitting oedema dan spasme serta tidak adanya perbedaan suhu lokal (normal). e.

Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengetuk suatu bagian organ tubuh (Hudaya, 2002). Dalam pemeriksaan ini tidak dilakukan. f.

Auskultasi

Auskultasi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mendengarkan (Hudaya, 2002). Dalam pemeriksaan ini tidak dilakukan. 3.

Pemeriksaan kognitif, interpersonal dan intrapersonal

Pemeriksaan kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori, pemecahan masalah, pengambilan sikap dan perilaku, orientasi ruang dan waktu. Intrapersonal adalah kemampuan dalam memahami dirinya, menerima keadaan dirinya dan sebagainya (Hudaya, 2002). Interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan dengan orang lain di sekitarnya dalam hal berinteraksi dan berkomunikasi. Pada kasus ini kognitif pasien baik, pasien dapat menceritakan keluhan yang dialami dengan baik, jelas dan berurutan. Untuk intrapersonal, pasien memiliki semangat tinggi untuk sembuh dan mampu menerima keadaannya sekarang. Untuk interpersonal, pasien mampu berkomunikasi baik dengan orang lain dan mampu mengikuti arahan atau intruksi dari petugas fisioterapis. 4.

Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktivitas

a. Fungsional dasar merupakan kemampuan transfer dan ambulasi, misalnya bangun tidur, tidur miring ke kanan dan ke kiri, duduk, duduk ke berdiri dan jalan (Hudaya, 2002). Dari pemeriksaan ini didapatkan hasil pasien belum mampu menggunakan sendi siku kanan secara maksimal dan pasien kesulitan bangun dari posisi tidur ke duduk, serta pasien juga kesulitan dari posisi duduk ke berdiri karena hanya menumpu dengan satu tangan. b. Fungsional aktivitas merupakan aktivitas perawatan diri misalnya mandi, berpakaian, defekasi dan berkemih atau toileting serta aktivitas yang dilakukan pasien seharihari (Hudaya, 2002). Dari pemeriksaan ini didadapatkan hasil pasien kesulitan menulis, makan, mengangkat barang, beribadah dan mengendarai kendaraan sendiri. c. Lingkungan aktivitas yaitu untuk mengetahui apakah pasien mampu dalam menjalankan aktivitas fungsional dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan aktivitasnya baik di dalam rumah maupun di luar rumah (Hudaya, 2002). 9

Dari pemeriksaan ini didapat hasil lingkungan aktivitas kerja, rumah dan sosial mendukung kesembuhan pasien, karena lingkungan aktivitas pasien sebagai seorang pelajar mengalami kesulitan seperti menulis dan membawa beban/barang dengan tangan kanan, serta kesulitan dingkungan rumah seperti makan, menyetrika, mencuci dan memasak dan dilingkungan sosialnya pasien mengalami kesulitan berjabat tangan saat bersosialisai di lingkungan masyarakat dan teman-temanya. 5.

Pemeriksaan gerak dasar

a.

Gerak pasif

Gerak pasif adalah suatu cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh terapis pada pasien sementara itu pasien dalam keadaan pasif dan rileks. Tujuannya yaitu untuk memeriksa lingkup gerak sendi, end feel, provokasi nyeri dan kelenturan otot (Kisner, 2007). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2. TABEL 1 PEMERIKSAAN GERAK PASIF ELBOW DEXTRA Gerakan

ROM

Nyeri/tidak

End feel

Fleksi

Tidak full

Nyeri

Soft

Ekstensi

Full

Nyeri

Hard

Supinasi

Full

Tidak nyeri

Elastis

Pronasi

Full

Tidak nyeri

Harder

Tabel 1 menunjukan dari pemeriksaan gerak pasif elbow dextra adanya gerakan fleksi yang tidak full ROM dan adanya nyeri pada gerakan fleksi dan gerakan ekstensi. Sedangkan pada gerakan supinasi dan gerakan pronasi tidak ada masalah. TABEL 2PEMERIKSAAN GERAK PASIF WIRST DEXTRA Gerakan

ROM

Nyeri/tidak

End feel

Palmar fleksi

Full

Tidak nyeri

Elastis

Dorsal fleksi

Full

Tidak nyeri

Elastis

Radial deviasi

Full

Tidak nyeri

Hard

Ulnar deviasi

Full

Tidak nyeri

Elastis

10

Tabel 2 menunjukan dari pemeriksaan gerak pasif wirst dextra tidak ada masalah keterbatasan ROM dan nyeri atau indikasi kelumpuhan saraf radial. b.

Gerak aktif

Gerak aktif adalah suatu cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh pasien itu sendiri tanpa bantuan dari terapis. Terapis melihat dan mengamati serta memberikan aba-aba. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini yaitu nyeri gerak, lingkup gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan (Kisner, 2007). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. TABEL 3 PEMERIKSAAN GERAK AKTIF ELBOW DEXTRA Gerakan

ROM

Nyeri/tidak

End feel

Fleksi

Tidak full

Nyeri

Soft

Ekstensi

Full

Nyeri

Hard

Supinasi

Full

Tidak nyeri

Elastis

Pronasi

Full

Tidak nyeri

Harder

Tabel 3 menunjukan dari pemeriksaan gerak aktif elbow dextra adanya gerakan fleksi yang tidak full ROM dan adanya nyeri pada gerakan fleksi dan gerakan ekstensi. Sedangkan pada gerakan supinasi dan gerakan pronasi tidak ada masalah. TABEL 4 PEMERIKSAAN GERAK AKTIF WIRST DEXTRA Gerakan

ROM

Nyeri/tidak

End feel

Palmar fleksi

Full

Tidak nyeri

Elastis

Dorsal fleksi

Full

Tidak nyeri

Elastis

Radial deviasi

Full

Tidak nyeri

Hard

Ulnar deviasi

Full

Tidak nyeri

Elastis

Tabel 4 menunjukan dari pemeriksaan gerak aktif wirst dextra tidak ada masalah keterbatasan ROM dan nyeri atau indikasi kelumpuhan saraf radial. 11

c.

Gerak Isometrik melawan tahanan

Gerak aktif melawan tahanan adalah suatu cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh pasien secara aktif sementara terapis memberikan tahanan yang berlawanan dari arah gerakan yang dilakukan pasien. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini yaitu rasa nyeri dan kekuatan otot (Kisner, 2007). Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6. TABEL 5 PEMERIKSAAN GERAK ISOMETRIK MELAWAN TAHANAN ELBOW DEXTRA Gerakan

Mampu/tidak

Nyeri

Tahanan

Fleksi

Mampu

Nyeri

Minimal

Ekstensi

Mampu

Nyeri

Minimal

Supinasi

Mampu

Tidak nyeri

Maksimal

Pronasi

Mampu

Tidak nyeri

Maksimal

Tabel 5 menunjukan dari pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan elbow dextra adanya gerakan fleksi dan ekstensi yang hanya mampu melawan tahanan minimal. Sedangkan pada gerakan supinasi dan gerakan pronasi mampu melawan tahanan maksimal.. TABEL 6 PEMERIKSAAN GERAK ISOMETRIK MELAWAN TAHANAN WIRST DEXTRA Gerakan

Mampu/tidak

Nyeri

Tahanan

Palmar fleksi

Mampu

Tidak nyeri

Maksimal

Dorsal fleksi

Mampu

Tidak nyeri

Maksimal

Radial deviasi

Mampu

Tidak nyeri

Maksimal

Ulnar deviasi

Mampu

Tidak nyeri

Maksimal

Tabel 6 menunjukan dari pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan wirst dextra semua gerakan mampu melawan tahanan maksimal. 6.

Pemeriksaan spesifik

12

a.

Pemeriksaan nyeri

Menurut The International Association For the Study of Pain (IASP). Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan. Definisi tersebut merupakan pengalaman subyektif dan bersifat individual (Parjoto, 2006). Tes pengukuran derajat nyeri dapat menggunakan dengan Verbal Descriptive Scale (VDS). VDS adalah suatu metode pengukuran nyeri dengan tujuh skala penilaian (Parjoto, 2006), skala tersebut dapat dilihat di tabel 7. TABEL 7 DERAJAT NYERI dengan VDS Nilai (derajat)

Keterangan

1

Tidak nyeri

2

Nyeri sangat ringan

3

Nyeri ringan

4

Nyeri tidak begitu berat

5

Nyeri cukup berat

6

Nyeri berat

7

Nyeri tidak tertahankan

Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diam dan bergerak. Pasien diminta untuk menunjukan rasa nyeri pada angka yang dapat mewakili rasa nyeri yang dirasakan pada saat pemeriksaan. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 8. TABEL 8 PEMERIKSAAN NYERI ELBOW DEXTRA dengan VDS No

Jenis Nyeri

Nilai derajat nyeri

1.

Nyeri diam

1 (tidak nyeri)

2.

Nyeri tekan

Ada

3.

Nyeri gerak

5 (nyeri cukup berat)

13

b.

Pemeriksaan kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)

MMT adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan otot atau group ototnya secara disadari. Ada enam kriteria penilaian kekuatan otot, yaitu: Nilai 5 (normal) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, mampu bergerak melawan gravitasi dan melawan tahanan maksimal. Nilai 4 (good) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, mampu melawan gravitasi dan tahanan sedang atau minimal. Nilai 3 (fair) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi tanpa melawan tahanan. Nilai 2 (poor) gravitasi.

: mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan

Nilai 1 (trace)

: hanya terdapat kontraksi otot saja dan tidak terjadi gerakan sendi.

Nilai 0 (zero) Daniel’s, 2007)

: kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi. (Worthingham’s &

Setelah dilakukan pemeriksaan pada elbow didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 9 dan tabel 10. TABEL 9

PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT ELBOW DEXTRA dengan MMT Grup otot

Dextra

Sinistra

Fleksor

4*

5

Ekstensor

4

5

Supinator

5

5

Pronator

5

5

Keterangan : * = adanya keterbatasan LGS

14

TABEL 10 PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT WIRST DEXTRA dengan MMT Grup otot

Dextra

Sinistra

Palmar fleksor

5

5

Dorsal fleksor

5

5

Radial deviator

5

5

Ulnar deviator

5

5

Dari pemeriksaan tabel 9 didapatkan hasil adanya kelemahan otot pada grup otot fleksor dan ekstensor elbow. Sedangkan dari pemeriksaan tabel 10 tidak ada kelemahan otot pada grup otot wirst dan tidak ada indikasi kelumpuhan saraf radialis. c.

Pemeriksaan LGS

Pemeriksaan LGS dilakukan dengan menggunakan goneometer untuk mengetahui ada tidaknya keterbatasaan sendi pada daerah elbow joint. Hasil pengukuran ditulis denganStandar International Standard Orthopedic Measurement (ISOM). Cara penulisannya yaitu dimulai dari gerakan yang menjauhi tubuh-posisi netral-gerakan mendekati tubuh. Pemeriksaan luas gerak elbow joint ini dilakukan dalam gerak fleksi dan ekstensi serta pronasi dan supinasi. Titik patokan atau sumbu untuk mengukur fleksi dan ekstensielbow joint yaitu pada epicondylus humeri lateralis, goneometer pasif lurus dengan humerus dan yang aktif lurus mengikuti tulang radius. Pada gerakan supinasi dan pronasi yaitu pada ujung phalangeal III distal dengan gerakan rotasi. Pada hasil pemeriksaan ini diperoleh hasil dapat dilihat pada tabel 11. TABEL 11 PEMERIKSAAN LGS ELBOW DEXTRA dengan GONEOMETER Gerakan

Nilai LGS

Nilai Normal LGS

Aktif

S= 0o-0o-50o

S= 0o-0o-145o

R= 75o-0o-80o

R= 750-0o-80o

S= 0o-0o-60o

S= 0o-0o-1450

R= 75o-0o-80o

R= 750-0o-80o

Pasif

15

e. Pemeriksaan dengan skala fungsional Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas kesehariannya dan kemampuan fungsionalnya yang terganggu akibat adanya keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemeriksaan ini menggunakan alat ukur berupa disability indeks dari MEPI (Dawson, 1996). MEPI merupakan alat ukur untuk mengukur kemampuan fungsional pada gangguan sendi siku. MEPI terdiri dari 4 indikator dan 15 defenisi dengan memiliki nilai skor tersendiri untuk setiap indikator pertanyaan yaitu dapat dilihat pada tabel 12. TABEL 12 SKALA KEMAMPUAN FUNGSIONAL dengan MEPI Indikator

Defenisi

Skor

Skor Normal

Nyeri

Tidak nyeri

45

45

Ringan

30

Sedang

15

Berat

0

> 100o

20

50o-100o

15

< 50o

5

Stabil

10

Kurang stabil

5

Tidak stabil

0

Mampu menyisir rambut

5

Mampu makan sendiri

5

Mampu merawat kebersiahan diri

5

Mampu mengenakan kaos

5

Mampu mamakai sepatu

5

LGS

Stabilitas

Fungsional

Jumlah Skor Normal

20

10

25

100 16

Dengan kriteria penilaian: (1) skor 90-100 = ringan, (2) skor 75-89= sedang, (3) skor 60-74 = berat dan (4) skor < 60 = sangat berat. Pada kasus ini setelah melakukan pemeriksaan didapatkan hasil seperti yang dapat dilihat di tabel 13. TABEL 13 PEMERIKSAAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL dengan MEPI Indikator

Defenisi

Nyeri

Tidak nyeri

Skor

Ringan Sedang Berat LGS

0

> 100o 50o-100o

15

< 50o Stabilitas

Stabil

10

Kurang stabil Tidak stabil Fungsional Mampu menyisir rambut

5

Mampu makan sendiri

5

Mampu merawat kebersiahan diri

5

Mampu mengenakan kaos

5

Mampu mamakai sepatu

5

Jumlah

50

Tabel 13 hasil pemeriksaan dengan MEPI didapatkan prosentasenya adalah 50 (sangat berat). Menunjukan kondisi pasien masih kesulitan dalam kemampuan aktivitas fungsionalnya.

17

f.

Pemeriksaan Antropometri

Pemeriksaan antropometri merupakan pemeriksaan dengan menggunakan midline untuk mengukur lingkar anggota gerak dan panjang gerak. Alat ukur adalah midline, pada prinsipnya pengukuran lingkar segmen dengan patokan yaitu epicondylus humeri dari arah distal ke arah proximal. Pengukuran segmen yang mengalami oedema atau tidak, dengan cara membandingkan antara lengan yang sakit dengan lengan yang sehat. Pada hasil pemeriksaan ini diperoleh hasil dapat dilihat pada tabel 14. TABEL 14 PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI dengan MIDLINE Titik patok pengukuran

Panjang

Dextra

Sinistra

Epicondylus humeri lateralis dari distal ke proxima

5 cm

20 cm

20 cm

10 cm

21 cm

21 cm

15 cm

21 cm

21 cm

20 cm

23 cm

23 cm

Dari pemeriksaan antropometri pada tabel 14 menunjukan hasil tidak adanya odema ataupun atropi.

B. Penatalaksanaan Fisioterapi terapi dilaksanakan sesuai dengan kondisi pasien yang telah diketahui berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan. 1.

Tujuan terapi

Tujuan dari terapi yang akan dilaksanakan harus berorientasi kepada problematik yang dialami pasien dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Penulis mengklasifikasikan tujuan fisioterapi menjadi dua kelompok yaitu : a.

Tujuan jangka pendek

Adapun tujuan jangka pendek dari terapi yang diberikan adalah mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan LGS elbow joint dextra. b.

Tujuan jangka panjang 18

Adapun tujuan jangka panjang yang merupakan tujuan akhir adalah mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. 2.

Modalitas terapi

Modalitas fisioterapi yang akan digunakan dalam stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur `1/3 distal humerus dextra adalah infra merah dan terapi latihan. a.

Infra Merah

1) Persiapan alat Mempersiapkan alat yaitu generator sinar infra merah kemudian mengecek tidak rusak keadaan lampu, cek kabel dalam keadaan utuh, ada yang terkelupas atau tidak. 2) Persiapan pasien Memposisikan pasien senyaman mungkin dengan posisi pasien tiduran, bebaskan area yang akan diterapi dari kain atau penutup kulit, sebelum diterapi kulit harus kering dan dilakukan tes sensibilitas panas-dingin pada daerah elbow yang sakit dan sehat, setalah melakukan tes sensibilitas dengan 3 kali pengulanagan, hasil pada tes ini adalah normal, pasien tidak mengalami ganguan sensibilatas, serta memberikan informasi yang jelas tentang tujuan terapi mengenai apa yang akan dirasakan yaitu rasa hangat tidak menyengat dan apa yang tidak boleh dilakukan selama terapi misalnya saat diterapi pasien sambil membaca. 3) Pelaksanaan Pertama memposisikan pasien tiduran senyaman mungkin di atas bed atau tempat tidur secara telentang. Bebaskan area lengan kanan yang akan di terapi dari penutup maupun benda yang menghalangi. Alat diatur sedemikian rupa, sehingga lampu sinar infra merah dapat menjangkau daerah siku kanan dengan jarak 50-60 cm atau toleransi pasien. Sudut pasang sinar infra merah tegak lurus terhadap daerah siku atau lokasi yang diterapi. Dua area yang diterapi adalah sekitar siku bagian depan sekitar otot biceps dan otot tricep. Setelah semuanya siap alat dihidupkan, kemudian mengatur waktu 15 menit. Selama proses terapi berlangsung fisioterapis harus mengontrol panas yang diterima pasien, jika selama pengobatan rasa nyeri, pusing, ketegangan otot meninggi, dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitasnya, dengan sedikit menjauhkan sinar infra merah. Hal ini berkaitan dengan adanya over dosis. Setelah proses terapi selesai matikan alat dan alat dirapikan seperti semula. Serta memeriksa kulit jika timbul warna merah kehitaman dan disentuh nyeri sebaiknya dioles dengan salep anti kebakaran misalnya levertrans. b.

Terapi Latihan

1) Persiapan alat Tempat tidur agar pasien dapat senyaman mungkin saat mendapatkan terapi. 19

2) Persiapan pasien Sebelum terapi dimulai, hal yang perlu dilakukan pada pasien antara lain : memposisikan pasien senyaman mungkin yaitu tidur telentang, menanyakan kepada pasien apakah ada keluhan pusing, mual dan lainnya, menyarankan kepada pasien agar jangan memakai pakaian yang terlalu ketat agar tidak menghambat gerakan. 3) Pelaksanaan terapi Terapi yang diberikan meliputi : free active movement, ressisted active movement, dan hold relax. a) Free active movement Tujuan dilakukannya free active movement adalah mengurangi oedema disekitar siku, memelihara luas gerak sendi, memelihara koordinasi dan ketrampilan motorik untuk aktivitas fungsional pada sendi siku. Posisi pasien

: tiduran telentang atau bisa juga dengan duduk

Posisi terapis

: disisi yang sakit yaitu samping kanan.

Cara : latihan dilakukan pada sendi siku, serta pasien bebas melakukan gerakan sendiri tanpa bantuan. Berikan fiksasi pada ujung distal dari lengan atas serta aba-aba kepada pasien untuk menggerakkan fleksi- ekstensi siku, kemudian terapis mengamati setiap gerakan. Gerakan ini dilakukan 8 detik hitungan dengan 8 kali pengulangan. b) Ressisted active movement Posisi pasien

: tiduran telentang

Posisi terapis

: disisi yang sakit yaitu samping kanan.

Cara : latihan dilakukan pada sendi siku, serta pasien diberi tahanan secara meningkat saat melakukan gerakan fleksi dan ekstensi. Berikan fiksasi pada ujung distal dari lengan atas dan pada pergelangan tangan serta aba-aba kepada pasien untuk menggerakkan lengan bawah dengan menekuk dan meluruskan siku kanan, kemudian terapis memberi tahanan pada setiap gerakan. Gerakan ini dilakukan 8 detik hitungan dengan 8 kali pengulangan. c) Hold Relax Latihan ini bertujuan untuk menambah lingkup gerak sendi siku. Posisi pasien

: tidur telentang

Posisi terapis : disamping kanan pasien, tangan terapis memegang lengan bawah pasien dan yang satu memfiksasi distal humerus. 20

Cara : pasien menekuk dan meluruskan siku sampai batas luas gerak sendi yang pasien miliki secara aktif, pasien dianjurkan melakukan kontraksi isometrik dengan meluruskan sikunya, kemudian terapis memberikan tahanan, dengan aba-aba “dorong...dorong!” sehingga tidak terjadi gerakan pada sendi siku. Kontraksi dipertahankan selama 8 detik kemudian pasien diminta merileksasikan persendian sikunya, kemudian dilakukan penguluran kearah fleksi siku secara pasif (Kisner, 1996)gerakan dilakukan 8 detik hitungan dengan 8 kali pengulangan. 3.

Edukasi

Edukasi adalah pendidikan yang diberikan kepada pasien atau keluarga untuk dilakukan di rumah guna menunjang keberhasilan terapi yang optimal maka diberikan edukasi dan home program pada pasien. Edukasi yang diberikan antara lain : a. Pasien diajarkan cara mengkompres siku kanannya dengan air hangat atau suam-suam kuku dengan mengkompres menggunakan handuk pada sekitar siku dengan waktu 15 menit setiap pagi dan sore, tujuannya untuk merileksasikan dan melemaskan otot sekitar siku. b.Pasien diajarkan melakukan latihan-latihan seperti menggerakan sikunya dengan menekuk dan meluruskan sikunya dengan ditahan dengan tangan yang lain dengan 8 kali pengulangan ditahan 8 detik tujuannya agar sendi tidak kaku dan dapat menambah pergerakan sendi. c. Pasien juga harus mengurangi aktivitas yang membebani sendi siku kanan yang berlebihan, seperti mengangkat beban yang berat. d. Pasien dibiasakan untuk mandiri akan memenuhi kebutuhan pribadinya misalnya mandi, makan, toileting, memakai kaos dan memakai sepatu.

C. Evaluasi Hasil Terapi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari terapi yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan lainnya yaitu dapat dijadikan patokan perlu tidaknya memodifikasi pelaksanaan terapi atau merujuk ke tenaga kesehatan lain. Evaluasi diperoleh dengan cara mencatat dan membandingkan pada setiap terapinya. Adapun komponen– komponen yang perlu dilakukan evaluasi pada stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dextra : (1) mengenai rasa nyeri menggunakan penilaian dengan skala nyeri VDS, (2) kekuatan otot fleksor dan ekstensor serta pronator dan supinator elbow joint karena kurangnya aktivitas bergerak dengan MMT, (3) LGS elbow joint dengan Goneometer, (4) Kemampuan fungsional dengan Skala MEPI. Penulis menggunakan evaluasi dengan SOAP yang kepanjangannya yaitu.

21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Permasalahan yang dihadapi oleh Sdri. EP usia 16 tahun seorang pelajar SMA pada kondisi stiffness elbow joint dextra post ORIF fraktur 1/3 distal humerus dextra terjadi impairment berupa adanya nyeri, adanya keterbatasan LGS dan adanya penurunan kekuatan otot. Serta functional limitation berupa kesulitan berpakaian, makan, menyisir rambut, memakai sepatu dan sebagainya. Selain itu participation restriction berupa kesulitan mengikuti kegiatan dilingkungan aktivitas kerja, rumah dan sosial pasien, karena aktivitas pasien sebagai seorang pelajar mengalami kesulitan seperti menulis dan membawa beban/barang dengan tangan kanan, kesulitan dilingkungan rumah seperti makan, menyetrika, mencuci, memasak dan dilingkungan sosialnya pasien mengalami kesulitan berjabat tangan saat bersosialisai di lingkungan masyarakat dan teman-temanya. Sesuai dengan problematika tersebut, maka fisioterapi dapat berperan dengan pemberian modalitas infra merah dan terapi latihan berupa free active movement, ressisted active movement, dan hold relax. Pada pasien ini setelah melakukan enam kali terapi diperoleh berupa penurunan derajat nyeri, peningkatan LGS, dan peningkatan aktifitas fungsional elbow dextra. Keberhasilan dari program terapi yang diberikan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Motivasi dan semangat yang tinggi untuk sembuh dari diri pasien sehingga bersedia melakukan terapi dengan rutin, serta bersedia mengikuti intruksi dari fisioterapis mendukung proses kelancaran tindakan terapi. B. Saran Dalam hal ini keberhasilan ditentukan oleh tim medis dan penderita sendiri. Untuk mendukung lancarnya pelaksanaan program fisioterapi yang telah ditetapkan maka latihan di rumah sesuai dengan yang dianjurkan terapis seperti gerakan menekuk sendi siku, gerakan aktifitas seperti menyisir rambut, makan, menggosok gigi, mandi, berpakaian. Dalam melakukan pemberian tindakan, fisioterapi tidak dapat bekerja sendiri dan diperlukan kerjasama antara dokter dan tim medis lainnya demi keberhasilan penyembuhan pasien.

22

DAFTAR PUSTAKA

Brader H. (2006). Special Tests For Orthopedic Examination: 3nd ed. America: Slack Incorporated. Dawson, J., Fitzpatrick, R., Carr, A., & Murray, D. (1996). Questionnaire on the perceptions of patients about total hip replacement. British Journal of Bone and Joint Surgery, 78-B (2): 185-190. Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Dorland, N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hastono, S. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hudaya, P. (2002). Rematologi. Politeknik Kesehatan Surakarta. Kisner. (1996). Therapeutic Exercise Foundations and Tecniques. Philadelphia: Third Edition, F A Davis Company. Kisner. (2007). Therapautic Exercise Foundations and Techniques. 5nd ed. Philadelphia: F.A. Davis Company. Levesque, M. (2009). Athritis and Tennis Elbow. Dipetik April 07, 2016, dari www.MedecineNet.com/2009-American-Academic-of-Orthopedic-Surgeons.html Low, J. e. (2000). Electrotherapy Explained. Melboume New Delhi: Oxford Auckland Boston Johannburg. Mansyur, A., & dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI, Medica Aesculpalus.

23

Related Documents


More Documents from "Yurikek 258"