BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Istilah clean dan good governance sering kali dikaitkan dengan tuntunan akan pengelolaan pemerintah yang professional, akuntabel, dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut . 1. Apa Pengertian good and clean governance ? 2. Apa pengertian Reformasi Birokrasi ? 1
3. Apa sajakah prinsip-prinsip dalam good and clean governance ? 4. Apa sajakah contoh korupsi di masyarakat ? 5. Bagaimanakah solusi yang dapat diberikan untuk menyelesaikan contoh korupsi di masyarakat?
1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat didapatkan tujuan sebagai berikut. 1. Mengetahui pengertian good and clean governance. 2. Mengetahui perngertian Reformasi Birokrasi. 3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam good and clean governance. 4. Mengetahui contoh korupsi di masyarakat. 5. Mengetahui solusi yang dapat diberikan untuk menyelesaikan contoh korupsi yang terdapat di masyarakat.
1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Manfaat Praktis Dapat digunakan sebagai acuan dan pengetahuan dalam memahami Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau Clean and good governance. 1.4.2 Manfaat Teoretis 1. Dapat dijadikan sebagai pedoman oleh penulis berikutnya, terutama dalam melakukan studi lebih mendalam mengenai Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau Clean and good governance. 2. Dapat menambah wawasan tentang Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau Clean and good governance..
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good and Clean Governance Istilah good and clean governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik dan muncul pada awal 1990-an. Secara umum, istilah good and clean governance memiliki pengetian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bank Dunia dalam laporannya tentang governance and development tahun 1992 mengartikan good governance sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan, pemerintahan yang bertanggungjawab pada publiknya (Bintan R. Saragih). Pengertian good governance tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat) dengan istilah good corporate. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih adalah model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab.
2.2 Reformasi Birokrasi Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, dan komprehensif, dengan tujuan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik. Good governance (tata pemerintahan yang baik) adalah sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif dan efsien dengan menjaga sinergi yang konstruktif di antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efsiensi, dan akuntabilitas. Dengan demikian, reformasi birokrasi berarti: a. perubahan cara berpikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak); b. perubahan penguasa menjadi pelayan; c. mendahulukan peranan dari wewenang; d. tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir; e. perubahan manajemen kerja; 3
f. mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan profesional, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), melalui penataan kelembagaan, penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia, akuntabilitas kinerja yang berkualitas efsien, efektif, dan kondusif, serta pelayanan yang prima (konsisten dan transparan).
2.3 Prinsip-Prinsip Good Governance Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional
dan akuntabel yang
bersandar pada prinsip-prinsip good governance. Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental (asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yiatu: 1. Partisipasi Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisasi. 2. Penegakan Hukum Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi wujud good and clean governance, harus diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Supremasi hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemerintah atas dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya). b. Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara suku dengan lainnya.
4
c. Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil. d. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, diperlukan penegak hukum yang memiliki integritas moral dan bertanggung jawan terhadap kebenaran hukum. e. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya. 3. Transparansi Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean governance. Akibat tidak adanya prinsip transparan ini, Indonesia telah terjerembab ke dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparan, yaitu: a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan. b. Kekayaan pejabat politik. c. Pemberian penghargaan. d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan. e. Kesehatan. f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik. g. Keamanan dan ketertiban. h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat. Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui mekanisme test and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen yang dilakukan oleh lembaga legislatif maupun komisi independen, seperti komisi yudisial, kepolisian dan pajak. 4. Responsif Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good and clean governance bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan sosial. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas
5
profesional. Adapun etik sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan publik. 5. Konsensus Asas konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan konsensus, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin dipertanggungjawabkan. 6. Kesetaraan Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas kesetaraan ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin, dan kelas sosial. 7. Efektivitas dan efisiensi Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. adapun, asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori pemerintahan yang efisien. 8. Akuntabilitas Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyakarat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
6
9. Visi Strategis Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clean governance.
2.4 Contoh Korupsi di Masyarakat Terdapat beberapa indikator kebiasaan atau perilaku di masyarakat yang menjurus kepada perilaku koruptif. Indikator tersebut dibagi menjadi tiga lingkup, yaitu lingkup keluarga, lingkup komunitas dan lingkup publik. 1. Pemberian uang atau barang juga kerap diberikan jelang hari raya keagamaan (46 persen). Tak hanya pada tokoh-tokoh agama, pemberian juga diberikan kepada pejabat setempat (RT/RW/Kades/Lurah). 2. Misalnya di suatu desa ada pembagian sembako untuk warga-warganya berupa beras yang di bungkus plastik yang masing2 seberat 2 kg . lalu , ada warga yang mengambil sembako itu lebih dari 1 bungkus, padahal itu bukan hak miliknya. 3. Pemberian uang atau barang jaminan kepada keluarga atau rekan agar seseorang diterima menjadi pegawai negeri atau swasta. 4. Uang penggalangan dana yang ditujukan kepada korban bencana, namun dana tersebut tidak sampai kepada korban bencana alam tetapi digunakan /disalahgunakan oleh oknum tertentu 5. Petugas KUA yang meminta uang tambahan untuk transport, pemberian uang jaminan kepada guru agar anaknya diterima masuk ke sekolah yang diajarnya, hingga pembagian uang dan barang pada pelaksanaan pemilu. 6. Memberi uang pelicin untuk mempercepat urusan administrasi seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga dan lain sebagainya. 7. Uang damai yang diberikan masyarakat kepada polisi karena melakukan suatu pelanggaran terhadap aturan atau norma yang berlaku.
7
2.5 Solusi Mengatasi Korupsi di Masyarakat Solusi korupsi di masyarakat, yaitu sebagai berikut: a. Partisipasi : Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Bentuk partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Warga memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk menyampaikan pendapat, bersuara dalain proses petumusan hebijakan publik, balk secara langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya prinsip di atas diharapkan masyarakat lebih paham dan mengerti dari dampak korupsi. Prinsip ini juga bisa membantu masyarakat terhindar dari korupsi karena masyarakat bisa menjadi lebih terbuka. b. Penegakan hukum : Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang professional harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hokum dan penegakannya secara konsekuen, pertisipaasi
dapat
berubah
menjadi
tindakan
public
yang
anarkis.
Publikmembutuhkan ketegasan dan kepastian hokum. Tanpa kepastian dan aturan hokum, prose politik tidak akan berjalan dan tetata dengan baik. Realisasi wujud good and clean governance, harus diimbangi dengan komitmen pemerintahan untuk menegakkan hokum yang mengandung unsurunsur sebagai berikut: 1. Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan hukum yang disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas. 2. Penegakan hokum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hokum berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. 3. Independensi peradilan, yakni paradilan yang independen bebas dri pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya. Dengan adanya prinsip tersebut diharapkan masyarakat lebih bisa menghidar dari tindak korupsi.
8
c. Kesetaraan : Asas kesetaraan (equity) adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Adanya peluang yang lama bagi setiap anggota masyarakat untuk beraktivitas berusaha. Dengan adanya prinsip tersebut diharapkan lebih meratanya status ekonomi. Semoga dengan adanya ini kesenjangan masyarakat tidak terjadi dan dapat diatasi bila terjadi kesenjangan.
9
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan Korupsi adalah sebuah kejahatan yang menhancurkan lembaga demokrasi, menggrokoti tatanan hukum, merusak kepercayaan dalam masyarakat terhadap negara, memperlamban pertumbuhan ekonomi, menghambat upaya-upaya pengentasan kemiskinan, mengganggu alokasi sumber daya serta menurunkan daya saing negara dan melumpuhkan investasi. Prinsip good governance merupakan konsep-konsep yang erat kaitanya dengan pelayanan publik. Pelayanan publik yang selama ini di rasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri, banyak pelayanan publik yang di berikan kepada masyarakat tidak efesien dan tidak efektif serta tidak akuntabilitasnya tidak terjamin.
3.2 Saran Korupsi perlu dihindari dan tidak pantas ditiru sebab akan menimbulkan kerugian pada diri dan bisa menghancurkan harga diri sendiri. Kita sebagai makhluk hidup harus bertingah laku dengan hati yang tulus ikhlas dan tidak melakukan kegiatan yang tidak patut di lakukan seperti korupsi. Penulis menyarankan kepada pembaca,agar mencari keterangan-keterangan yang lebih mendetail tentang materi-materi yang dipaparkan di atas demi kesamaan persepsi dan interprestasi dalam berbagai masalah yang ditulis oleh penulis. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan motivasi bagi para pembaca ,khususnya bagi penulis untuk lebih giat dalam mempelajari dan memahami tata kelola pemerintahan dan baik dan bersih.
10
DAFTAR PUSTAKA
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK). Jakarta : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Admin
Humassetda.
2017.
GOVERNANCE
DI
PENGERTIAN,
PRINSIP
INDONESIA.
DAN
PENERAPAN
GOOD
https://humassetda.bulelengkab.go.id
/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-good-governance-di-indon esia-99 . Diakses pada 23 Maret 2018
11