Tugas Pancasila Sigit.docx

  • Uploaded by: Citra Chairani Amalia
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Pancasila Sigit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,169
  • Pages: 11
A. Pancasila Sebagai Filsafat Pancasila sebagai filsafat berarti bahwa Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan berbangsa, bernegara bagi warga Negara Indonesia dimanapun mereka berada. Filsafat secara harafiah berasal dari bahasa Yunani, yakni philosophia. Kata philo/philien memiliki arti cinta, dan shopia/sophos memiliki arti hikmah atau kebijaksanaan. Maka filsafat memiliki arti mencintai sesuatu hal yang memiliki sifat bijaksana. Filsafat sendiri merupakan ilmu atau teori yang menjadi dasar dalam pikiran dalam melakukan sesuatu. Dan makna filsafat menurut D. Runes ialah sebuah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha untuk mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan. 1. Menurut Kajian Ilmu Filsafat Sebagai sebuah filsafat, di dalam Pancasila terkandung sebuah pandangan, nilai-nilai serta suatu pemikiran yang menjadikannya inti utama dari sebuah ideologi. Pancasila sebagai sebuah filsafat merupakan cerminan sebuah pemikiran yang kristis dan rasoinal tentang kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat Pancasila ditujukan untuk semua orang dan bukan hanya untuk bangsa Indonesia saja, sebab didalamnya terkandung konsep kehidupan secara luas dan tidak terbatas. Didalam filsafat Pancasila ada beberapa sudut pandang yang mendasarinya, diantaranya sebagai berikut: a. Ontologi D. Runes mengungkapkan, ontologi merupakan teori tentang suatu keberadaan atau eksistensi. Sedangkan menurut pemikiran Aristoteles mengenai filsafat terutama, ontologi merupakan ilmu yang

menyelidiki tentang sebuah hakikat sesuatu hal yang memiliki arti yang sama dengam metafisika. Jadi dengan pemjelasan tersebut, ontologi ialah suatu bidang filsafat yang mendalami sebuah makna tentag sebuah keberadaan sesuatu hal (eksistensi). Bidang ontologi meliputi keberadaan manusia, benda, dan alam semesta beserta segala isinya. Dalam aspek ontologi, “keberadaan” Pancasila merupakan sesuatu hal yang nyata dan realistis. Sebab didalam Pancasila menjelaskan tentang keberadaan Tuhan serta kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk adalah sesuatu yang nyata (real). Seperti yang tertera pada sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”. Bahwa Pancasila secara ontologi mengakui keberadaan Tuhan yang memiliki kuasa dan sebagai pencipta alam semesta. b. Epistemologi Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mendalami tentang dasar-dasar, asal muasal, ketentuan, susunan metode dan kesahihan sebuah ilmu pengetahuan. Maka dari segi epistemologi Pancasila merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan dan

memiliki

dasar-dasar

yang

memiliki

kekuatan

hukum.

Sebagaimana yang tercantum dalan UUD 1945. c. Aksiologi Aksiologi merupakan ilmu filsafat yang mendalami tentang makna, sumber dan jenis sebuah nilai serta tingkatan dan hakikat yang terkandung didalam sebuah nilai tersebut. Dilihat dari segi aksiologi, Pancasila memiliki nilai-nilai yang mendasari terciptanya sebuah hak dan kewajiban warga negara didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang majemuk. Nilai-nilai tersebut merupakan cerminan dari kehidupan bangsa yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

2. Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat Filsafat Pancasila merupakan sistem ialah suatu kesatuan bagianbagian yang saling memiliki keterkaitan, keterikatan dan

saling

bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang dinamakan sebuah kesatuan organis.

Pancasila

sebagai

suatu

sistem

filsafat

pada

dasarnya

menggunakan beberapa pendekatan untuk menyelami nilai-nilai pokok yang mendasarinya, beberapa penjelasannya sebagai berikut: a. Dengan menggunakan pendekatan secara deduktif yakni dengan mencari hakikat serta menganalisis isi dari Pancasila itu sendiri dan menyusunnya secara sistematis menjadi suatu keutuhan pandangan yang komprehensif. (baca juga: Fungsi GBHN dalam Pembangunan Nasional). b. Dengan menggunakan pendekatan secara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala yang timbul dalam kehidupan sosial dan budaya pada masyarakat kemudian merefleksikannya lantas menarik arti serta makna yang hakiki dari gejala-gejala yang timbul tersebut. Pancasila sebagai filsafat mengandung sebuah pandangan, konsepkonsep kebenaran dan cara berpikir yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia. Pancasila memiliki fungsi dasar negara bagi suatu negara yang sesungguhnya ditujukan bukan hanya untuk bangsa Indonesia nammun juga pada kehidupan manusia secara menyeluruh. Didalam Pancasila yang terdiri dari lima sila yang pada hakikatnya merupakan sebuah sistem filsafat. 3. Prinsip Filsafat Pancasila Pancasila memiliki lima sila didalamnya yang antara satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, artinya

kelima sila didalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat berdiri sendiri. Pada prinsipnya Pancasila ditinjau dari teori kausa (sebab) yang dikemukakan oleh Aristoteles, adalah sebagai berikut : a. Kausa Material, yakni sebuah sebab yang memiliki hubungan dengan materi atau bahan. Materi maupun bahan dasar Pancasila berasal dari nilai-nilai kehidupan sosial serta kebudayaan yang telah ada dan berkembang di tengah masyarakat Indonesia sendiri. b. Kausa Formalis, yakni sebuah sebab yang memiliki hubungan dengan asal-mula sebuah bentuk. Pancasila sebagai Ideologi negara merujuk pada proses pembentukan Pancasila yang kemudian dirumuskan hingga menjadi Pancasila yang dimuat dalam UUD 1945. c. Kausa Finalis, yakni sebuah sebab yang terkait dengan asal mula sebuah tujuan. Para anggota BPUPKI dan panitia sembilan yang menentukan tujuan perumusan Pancasila sebagai ideologi negara dan bangsa yang merdeka.BPUPKI – Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. d. Kausa Efisien, tentang asal mula sebuah karya. Kegiatan-kegiatan BPUPKI

dan PPKI dalam melahirkan Pancasila melalui sidang

bersama, merupakan kausa efisien yang membentuk Pancasila sebagai dasar negara. B. Pancasila Sebagai Etika Politik 1. Pengertian Etika Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu peikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-aaran dan pandanganpandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahasas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral terntentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (suseno, 1987). Etika umum

mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai kehidupan manusia (suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendir dan etika sosial merupakan kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus. 2. Pancasila Sebagai Sistem Etika Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah disahkan sebagai dasar Negara adalah merupakan kesatuan utuh nilai-nilai budi pekerti atau moral. Oleh karena itu pancasila dapat disebut sebagai moral bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah menegara dalam Negara kesatuan republik Indonesia. Dengan demikian pancasila juga merupakan moral Negara, yaitu moral yang berlaku bagi Negara. 3. Pengertian Politik Pengertian politik berasal dari kata politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang dipilih. Untuk

pelaksanaan

tujuan-tujuan

itu

perlu

ditentukan

kebijaksanaan-kebijaksanaan umum, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suartu kekuasaan, dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama

maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan. Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai pplitik, lembaga masyarakat maupun perseorangan. 4. Pengertian Etika Politik Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk etika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia. Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka

dan

apriori,

melainkan

secara

rasional

objektif

dan

argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.

Hukum dan kekuasaan negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu negara adalah adanya cita-cita the rule of law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial. 5. Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan pancasila, karena pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern. a. Pluralisme Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang. b. Hak asasi manusia Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia

adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut: 1) Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian negara, masyarakat, melainkan karena pemberian sang pencipta. 2) Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh negara modern. c. Solidaritas bangsa Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. d. Demokrasi Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.

e. Keadilan sosial Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilanketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya. 6. Dimensi Politisi Manusia a. Manusia sebagai makhluk individu – sosial Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandan manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di

dalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segala kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat. Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis. b. Dimensi politis kehidupan manusia Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitn dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah

keputusan

bersifat

politis

manakala

diambil

dengan

memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan – tindakannya. Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat

diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia. 7. Nilai-Nilai Terkandung Dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik Sila pertama ‘ketuhanan yang maha esa’ serta sila kedua ‘ kemanusiaan yang adil dan beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan: a. Asas legalitas ( legitimasi hukum). b. Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis). c. Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).

Related Documents

Tugas Pancasila
December 2019 29
Tugas Pancasila
June 2020 17
Tugas Makalah Pancasila
August 2019 36
Pancasila
June 2020 30

More Documents from ""

Presentasi Sekretaris
June 2020 25
Asf.docx
November 2019 42
Klasifikasi Arsip 2017.pdf
December 2019 39
Seminar Bahasa .docx
November 2019 41