TUGAS KEPERAWATA GAWAT DARURAT
Dosen Pembimbing : M. Taukhid. S.Kep.Ns,M.Kep
Nama Kelompok : 1.
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI 2019
PEMBAHASAN
1.1
Konsep Stroke 1. Definisi Stroke Definisi Stroke Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (Gofir, 2009) Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999; dalam Bangun, 2009). 2. Klasifikasi Stroke Klasifikasi Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Defenisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA) (Gofir, 2009). Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut menurut Misbach (1999) dalam Ritarwan (2002) adalah berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya. A. Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. a.
Perdarahan Intraserebral (PIS).
b.
Perdarahan Subarachnoid (PSA).
B. Stroke Iskemik yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Sehingga dapat menyebabkan jaringan otak mati. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark.
a.Transient Ischemic Attack (TIA). b. Trombosis Serebri. c. Embolia Serebri. 3. Faktor Resiko Stroke A. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Etnis /Ras 4. Hereditas B. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi: 1. Hipertensi. 2. Penyakit jantung. 3. Obesitas. 4. Diabetes mellitus. 5. Hiper-agregasi trombosit. 6. Alcoholism. 7. Merokok. 8. Peningkatan kadar lemak darah (kolesterol, trigliserida, LDL). 9. Hiperurisemia. 10.Infeksi. 1.2
Konsep Kadar Glukosa Darah 1. Definisi Glukosa Darah Glukosa darah adalah monosakarida dan unit kimia kompleks, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang telah masuk kedalam tubuh dan dicerna menjadi
monosakarida dan diabsorbsi terutama dalam duedonum dan jeujenum proximal. Sesudah diabsorbsi kadar gula darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya kembali normal (Price&Wilson, 2006). 2. Pengaturan Glukosa Darah Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorbsi, terutama dalam duodenum dan jejunum prosimal. Setelah diabsorbsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang (1) mengekstraksi glukosa, (2) menyintesis glukosa, dan (3) melakukan glikolisis. Jumlah glukosa yang yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan digunakan oleh jaringan-jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon yaitu (1) hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, yaitu insulin yang dibentuk oleh sel-sel beta di pulau langerhans pankreas (Gambar 2.1), dan (2) hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah, ada glukagon yang disekresi oleh sel- sel alfa pulau langerhans, epinefrin yang disekresikan oleh medulla adrenal dan jaringan kromafin lain, glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal dan Growth Hormone (GH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior (Price dan Wilson, 2006). 1. Metabolisme Glukosa Darah Metabolisme adalah segala proses reaksi kimia yang terjadi didalam makhluk hidup. Prosesmya yang lengkap dan komplit sangat terkoodinatif melibatkan banyak enzim didalamnya sehingga terjadi bertukaran bahan dan energi. Adapun metabolisme yang mempengaruhi glukosa dalam tubuh yaitu: 1. Metabolisme Karbohidrat Karbohidrat bertanggung jawab penting atas sebagian besar intakemakanan sehari-hari dan sebagian karbohidrat akan berubah menjadi lemak. Karbohidrat dalam makanan terutama adalah polimer hexosa dan yang terpenting
glukosa,
laktosa,
fruktosa,
dan
galaktosa.
Kebanyakan
monosakarida dalam tubuh berada dalam bentuk D-isomer yang menghasilkan glukosa (Ganong, 2009). 2. Metbolisme Gula Darah
Setelah gula darah diserap oleh dinding usus akan masuk dalam aliran darah masuk ke hati, dan disintesis menghasilkan glikogen kemudian dioksidasi mencadi CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah kedalam sel tubuh yang memerlukannya. 3. Tes Toleransi Glukosa Diagnosa DM dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium gula darah puasa dan pemeriksaan gula darah setelah makan (beban glukosa). Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) puasa dan sewaktu. Pasien diminta puasa 8-10 jam sebelum pemeriksaan gula darah. Pada umumnya pasien juga akan diminta untuk mengumpulkan sample urinnya. Hal ini ditujukan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urin. Karena selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160 – 180 mg/dl, glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Bila kadar glukosa dalam darah melebihi dari 180 mg/dl maka sebagian akan dibuang melalui urin atau yang biasa disebut sebagai glikosuria. Gangguan toleransi glukosa harus diwaspadai sebagai gejala awal DM. perubahan pola hidup dan pemeriksaan laboratorium berkala sangat dianjurkan. 4. Penilaian Pengontrolan Glukosa Darah Metode yang digunakan untuk menetukan pengontrolan glukosa darah pada semua tipe diabetes adalah dengan pengukuran glikat hemoglobin. Hemoglobin pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar dari sumsum tulang. Selama 120 hari masa hidup hemoglobin dalam eritrosit, normalnya hemoglobin sudah mengandung glukosa. Bila kadar glukosa meningkat diatas normal, maka jumlah glikat hemoglobin juga akan meningkat. Dapat dilakukan test HbA1C untuk menetukan kadar glukosa dalam hemoglobin (Price dan Wilson, 2006). Kontrol hiperglikemia yang tidak adekuat dapat didefinisikan sebagai kadar hemoglobin A1c >7.0 %. Sampai saat ini tujuan umum penanganan diabetes dengan target HbA1C ke 7.0% masih dipakai pada orang dewasa untuk mencegah resiko makrovaskular. 1.3
Konsep Diabetes Mellitus 1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat kegagalan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes Melllitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat kronik dan selanjutnya terjadi perubahan metabolisme protein dan lemak (Buss, 2013).
2. Klasifikasi American Diabetes Association (ADA) mencatat ada beberapa klasifikasi DM sebagai berikut: 1. DM Type 1 melalui proses imunologik dan idiopatik 2. DM Type 2 bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin 3. DM Type yang lain merupakan efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, obat/zat kimia, infeksi, imunologi dan syndrom genetik lain. 4. DM Gestasional 3. Etiologi Penyebab dari berbagai type diabetes mellitus itu berbeda. Berikut adalah penyebabnya: 1. Diabetes Mellitus tipe I Penyebabnya adalah proses autoimun yang dicetuskan oleh faktor-faktor lingkungan atau viral dan idiopatik ( tidak ada tanda proses autoimun. 2. Diabetes Mellitus tipe II Penyebabnya adalah kelelahan sel beta yang disebabkan oleh kebiasaan gaya hidup atau faktor herediter. 3. Diabetes Gestasional Penyebabnya adalah intoleransi glukosa, kemungkinan suatu kombinasi resistensi insulin dengan gangguan sekresi insulin, yang terjadi selama kehamilan.
4. Gejala Klinik 1. Poliuria (sering buang air kecil) 2. Polidipsia (sering haus) 3. Polifagia (mudah lapar) Gejala lain : 1. Penurunan berat badan 2. Nyeri kepala 3. Kram otot 4. Penglihatan kabur 5. Hemiplegia 6. Hemiparesis
5. Faktor Resiko 1. Diabetes type 1 a. Gangguan autoimun (penyakit addison, penyakit seliak, autoimunitas tirod, anemia pernisiosa) b. Riwayat keluarga c. Etnisitas (Kulit hitam, Hispanik, Asia, atau asli Amerika) 6. Patofisiologis 1) Patofisiologi diabetes tipe 1 Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti islet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan
bahwa
autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2) Patofisiologi diabetes tipe II Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan
kurangnya sel beta atau defisiensi insulin
resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif. 3) Patofisiologi diabetes gestasional Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014). 7. Komplikasi Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain : 1) Komplikasi metabolik akut Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya: a) Hipoglikemia Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008). b) Ketoasidosis diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga
mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Soewondo, 2006). c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik) Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2006). 2) Komplikasi metabolik kronik Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson (2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya: a. Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu: (1) Kerusakan retina mata (Retinopati) Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009). (2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik) Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal. (3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009). b. Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler) Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke dan risiko jantung koroner. 1)
Penyakit jantung koroner Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai
dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction) (Widiastuti, 2012). 2)
Penyakit serebrovaskuler Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien nonDM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare, 2008).
8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan diabetes mellitus adalah secara konsisten menormalkan kadar glukosadarah dengan variasi minimum. Penelitian-penelitian erakhir mengisyaratkan bahwamempertahankan glukosa darah senormal dan sesering mungkin dapat mengurangi angkakesakitan dan kematian. Tujuan ini dicapai melalui berbagai cara, yang masing-masingdisesuaikan secara individual. 1) Insulin: pengidap diabetes tipe I memerlukan terapi insulin. Tersedia berbagai jenisi nsulin dengan asal dan kemurnian yang berbeda-beda.insulin juga berbedabeda dalam aspek saat awitan kerja, waktu puncak kerja, dan lama kerja. . Pengidap diabetes tipe II, walaupundianggap tidak bergantung insulin, juga dapat memperoleh manfaat dari terapi insulin. Pada pengidap diabetes tipe II, mungkin terjadi defisiensi pelepasan insulin atau insulin yangdihasilkan kurang efektif karena mengalami sedikit perubahan 2) Pendidikan dan kepatuhan terhadap diet: adalah komponen penting lain pada pengobatan diabetes tipe I dan II. Rencana diet diabetes dihitung secara individual bergantung pada kebutuhan pertumbuhan, rencana penurunan berat (biasanya untuk pasiendiabetes tipe II), dan tingkat aktivitas. Distribusi kalori biasanya 50-60% dari karbohidratkompleks, 20% dari protein, dan 30% dari lemak. Diet juga mencakup serat, vitamin, danmineral. Sebagian penderita diabetes tipe II mengalami pemulihan kadar glukosa darahmendekati normal hanya dengan intervensi diet karena adanya peran faktor kegemukan. 3) Program Olahraga: terutama untuk pengidap diabetes tipe II, adalah intervensi terapetik ketiga untuk diabetes mellitus. Olahraga, digabung dengan pembatasan
diet, akan mendorong penurunan berat dan dapat meningkatkan kepekaan insulin. Untuk kedua tipe diabetes,olahraga terbukti dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel sehingga kadar glukosadarah turun. Olahraga juga dapat meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin.
1.4
Patofisiologi Diabetes dengan Komplikasi Stroke Komplikasi jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh – pembuluh kecil (mikroangiopati) dan pembuluh – pembuluh besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nefropati diabetic) dan saraf – saraf perifer (neuropati diabetic), otot – otot serta kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran histopatologi berupa arterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Sehingga terjadilah hiperglikemia berat dan apabila melebihi ambang batas reabsorbsi oleh ginjal maka timbullah glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang (polifagia) mungkin akan timbul dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan cairan elektrolit. Ketika tubuh kehilangan cairan maka darah mengalami kepekatan yang membuat darah menggumpal atau dengan kata lain mengalami trombosis. Trombosis adalah proses kompleks yang berhubungan dengan proses terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya dapat menghasilkan penyempitan pembuluh darah yang mengarah ke otak (Gambar 3.3) (Price dan Wilson, 2006).
Defisiensi Insulin
Penurunan Pemakaian Glukosa
Hiperglikemia
Glukosuria
Osmotik Diuresis
Dehidrasi
Viskositas Darah
Trombosis
Artherosklerosis
Mikrovaskuler
Makrovaskuler
Jantung
Serebral
Stroke
Ekstremitas