TUGAS MATA KULIAH METABOLISME ZAT GIZI MIKRO “Vitamin B12”
Disusun oleh : Aghnia Ilmi Imani
101811233042
Dicky Andhyka Priambudi
101811233043
Bertaniezia Nur Azizah
101811233044
Nur Afni
101811233045
PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya kita dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Vitamin B12”. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Sumarmi S.KM., M.Si. selaku dosen mata kuliah Metabolisme Zat Gizi Mikro kami dan kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Metabolisme Zat Gizi Mikro yang diberikan. Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi banyak orang. Tentunya kami masih mempunyai banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu kami sangat terbuka apabila ada kritik dan saran yang membangun.
Surabaya, 28 Februari 2019
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2 DAFTAR ISI....................................................................................................... 3 BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 4 1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 4 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5 1.3. Tujuan Makalah ............................................................................................ 5 BAB II ISI ........................................................................................................... 6 2.1 Pengertian Vitamin B12 ................................................................................. 6 2.2 Sumber Vitamin B12 ..................................................................................... 6 2.3 Struktur Vitamin B12 ..................................................................................... 6 2.4 Pencernaan, Penyerapan, dan Penyimpanan Vitamin B12 ............................ 6 2.5 Fungsi Vitamin B12 ....................................................................................... 6 2.6 Metabolisme Vitamin B12 ............................................................................. 7 2.7 Defisiensi Vitamin B12.................................................................................. 7 BAB III PENUTUP ............................................................................................ 7 4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 8 4.2 Saran ............................................................................................................ 9 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zat gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi, mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari bagi para pekerja. Termasuk dalam memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu pengganti selsel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh dengan cara menjaga keseimbangan cairan tubuh. Proses dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang. Tubuh manusia memerlukan sejumlah gizi secara tetap sesuai dengan standar kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila kekurangan zat gizi sedikit maka tidak akan menyebabkan defisiensi, tetapi akan menimbulkan konsekuensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang tidak disadari. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tubuh melakukan pemeliharaan dengan mengganti jaringan yang sudah rusak, melakukan kegiatan, dan pertumbuhan sebelum usia dewasa. Agar tubuh dapat menjalankan ketiga fungsi tersebut diperlukan sejumlah gizi setiap hari, yang didapat melalui makanan. Diperkirakan 50 macam senyawa dan unsur yang harus diperoleh dari makanan dengan jumlah tertentu setiap harinya. Bila jumlah yang diperlukan tidak terpenuhi maka kesehatan tidak akan optimal. Kekurangan zat gizi pada tahap awal menimbulkan rasa lapar dalam jangka waktu tertentu berat badan menurun yang disertai dengan kemampuan kerja. Kekurangan yang berlanjut akan mengakibatkan keadaan gizi kurang dan gizi buruk. Pada usia dewasa, faktor gizi berperan untuk meningkatkan ketahanan fisik dan produktivitas kerja. Zat gizi diperlukan manusia dibagi menjadi dua yaitu Zat Gizi Makro dan Zat Gizi Mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang banyak dibutuhkan oleh tubuh, contohnya karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan zat gizi mikro adalah zat gizi yang sedikit dibutuhkan oleh tubuh tetapi perannya sangat penting bagi tubuh contohnya vitamin, mineral, dll. Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk berbagai fungsi biokimiawi, umunya tidak disintesis oleh tubuh sehingga harus didapat dari makanan. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air dipakai sebagai dasar klasifikasi vitamin. vitamin yang larut dalam air seluruhnya diberi simbol anggota B komplek kecuali vitamin c dan vitamin larut dalam lemak yang baru ditemukan diberi simbol vitamin A, D, E, K.
4
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan vitamin B12?
Bagaimana struktur kimia dari vitamin B12?
Bagaimana pencernaan, penyerapan, transportasi, dan penyimpanan dari vitamin B12?
Bagaimana metabolisme dan ekskresi dari vitamin B12?
Apa fungsi dari vitamin B12?
Bagaimana efek kekurangan vitamin B12 dalam tubuh?
1.3 Tujuan Mendapat gambaran mengenai sumber, fungsi, struktur, reaksi, kekurangan vitamin B12.
5
BAB II ISI 2.1 Pengertian Vitamin B12 Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin yang kompleks (cincin corrin) dan serupa dengan cincin porifin, yang pada cincin ini ditambahkan ion kobalt di bagian tengahnya. Vitamin B12 disintesis secara eksklusif oleh mikroorganisme. Dengan demikian, vitamin B12 tidak terdapat dalam tanaman kecuali bila tanaman tersebut terkontaminasi vitamin B12 tetapi tersimpan pada binatang di dalam hati tempat vitamin B12 ditemukan dalam bentuk metilkobalamin, adenosilkobalamin, dan hidroksikobalamin. 2.2 Sumber Vitamin B12 Vitamin B12 ditemukan hampir secara eksklusif dalam makanan yang berasal dari hewan. Keberadaan terbesar ialah di susu dan ikan. Siapapun yang mengonsumsi vitamin B12 dalam jumlah yang adekuat maka ia akan menerima asupan yang memadai, termasuk vegetarian yang mengkonsumsi produk susu dan telur. 2.3 Struktur Kimia Vitamin B12
6
2.4 Pencernaan, Penyerapan, dan Penyimpanan Vitamin B12 Dalam keadaan normal kurang lebih 70% vitamin B12 yang dikonsumsi dapat diabsorpsi. Angka ini menurun hingga 10% pada konsumsi melebihi lima kali angka kecukupan gizi. Dalam lambang kobalamin dibebaskan dari ikatannya dengan protein oleh cairan lambung dan pepsin, kemudian segera diikat oleh protein-protein khusus (faktor R/rapid electrophoretic mobility) dalam lambung. Vitamin B12 dilepas dari faktor R di dalam duodenum yang bernuansa alkali, oleh enzimenzim pankreas terutama tripsin untuk segera diikat oleh faktor intrinsik (IF). Kompleks vitamin B12IF ini kemudian diikat oleh reseptor khusus pada membran mikrovili ileum usus halus dan diabsorpsi. Di dalam sel mukosa usus halus vitamin B12 dilepas dan dipindahkan ke protein lain (transkobalamin II atau TC-2) untuk kemudian di bawa ke hati. Proses absorpsi, dimulai dai konsumsi ke penampilan vitamin B12 dalam vena porta memakan waktu 8-12 jam. Vitamin B12 yang terikat pada TC-2 kemudian dibawa ke jaringan-jaringan tubuh oleh reseptor-reseptor khusus. Lebih 95% dari vitamin B12 di dalam sel berada dalam keadaan terikat pada enzim metionin sintetase yang ada dalam sitoplasma sel atau pada enzim metilmalonil-KoA mutase yang terdapat dalam mitokondria sel. Persediaan vitamin B12 dalam tubuh adalah 2-3 mg dan sebanyak 1,2-1,3 µg sehari dieksresi melalui feses dan urin. Vitamin B12 yang terdapat di dalam cairan empedu dan sekresi saluran cerna lain disalurkan kembali melalui sirkulasi entero hepatik. Dengan demikian, simpanan vitamin B12 dapat bertahan hingga 10 tahun. Kekurangan konsumsi vitamin B12 baru menunjukkan tanda-tanda setelah 10 tahun, asalkan persediaan tubuh cukup dan kemampuan absorpsi tidak terganggu. Bila absorpsi vitamin B12 dalam saluran cerna terganggu karena kekurangan faktor intrinsik, akibatnya baru telihat setelah empat hingga 10 tahun. Penyerapan vitamin B12 ke dalam sel tergantung pada kompleks TCII-cobalamin yang dapat berikatan dengan reseptor sel dan kemudian masuk ke dalam sel dengan endositosis. Protein transport antar sel diyakini membawa vitamin ke berbagai kompartemen dan organel sel. Vitamin B12, tidak seperti vitamin B kompleks lainnya, dapat disimpan oleh tubuh untuk waktu yang sangat lama. Situs penyimpanan utama (sekitar 50% dari total yang disimpan dalam tubuh) adalah hati. Sejumlah kecil vitamin B12 juga disimpan dalam otot, tulang, ginjal, pankreas, jantung, otak, dan limpa, atau beredar sebagai transkobalamin dalam darah. Sementara methylcobalamin adalah bentuk utama dari cobalamin dalam darah, adenosylcobalamin mewakili sekitar 70% dari vitamin B12 yang disimpan tubuh. 7
Penyimpanan vitamin B12 biasanya jauh melebihi kebutuhan tubuh; defisiensi jarang terjadi karena penyakit hati atau gagal hati. Tetapi, ketika masukan gizi makanan menurun, biasanya tubuh juga kekurangan tiamin dan folat. Biasanya suplemen oral cukup untuk mengembalikan tiamin dan folat ke level normal.
2.5 Fungsi Vitamin B12 Fungsi vitamin B12: metabolisme protein dan asam amino. Fungsi metabolik vitamin B12: aktivitas : Metilmalonil-koA Mutase, N5 -CH3-FH4 :Homosistein Metiltransferase. Fungsi spesifik vitamin B12 : Sebagai koenzim dalam metabolisme propionat, asam amino, dan unit karbon tunggal Manfaat vitamin B12 untuk tubuh, yaitu menjaga kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis, meningkatkan suasana hati dan mengurangi gejala depresi, menjaga kesahatan jantung, serta mencegah anemia. 2.6 Metabolisme Vitamin B12 Absorbsi vitamin B12 mempunyai mekanisme sangat rumit dan unik. Di dalam sekresi gaster terdapat enzyme transferase yang disebut factor intrinsic (FI). FI mengikat vitamin B12 yang membuat vitamin ini resisten terhadap serangan mikroba yang menghuni rongga usus. Dalam bentuk terikat FI vitamin B12 ditranspor menembus mukosa usus. Di dalam rongga ileum ikatan FI-vitamin B12 membuat kompleks dengan Ca dan Mg untuk kemudian diabsorbsi oleh dinding usus dan setelah menempel, vitamin B12 dilepaskan lagi oleh liberating enzyme yang terdapat di dalam sekresi dinding usus. Vitamin B12 yang telah terlepas kembali kemudian diserap menembus epithel dan masuk ke dalam mukosa usus halus. Mekanisme ini hanya berlaku untuk hydroxo cobalamine dan cyanocobalamine, tidak berlaku bagi cobalamin derivate lainnya (chlorocobalamine,nitrocobalamine dan thiocyanocobalamine). Di dalam darah vitamin B12 ditranspor terkonjugasi pada globulin. Darah orang normal mengandung vitamin B12 sebesar 200-900 ug/ml sedang kapasitas transport maksimal adalah 500-11—ug/ml sehingga pada keadaan normal terdapat kejenuhan 60% dari kapasitas maksimal. Hanya sebagian kecil saja dari vitamin B12 yang terikat pada globulin itu diekskresikan melalui ginjal ke dalam urin. Kadar vitamin B12 di dalam plasma darah tidak merefleksikan status gizi vitamin B12 di dalam jaringan. Vitamin B12 yang melebihi kapasita mengikat vitamin di dalam darah diekskresikan dalam urin. Pada kondisi konsumsi fisiologis vitamin B12 terutama terdapat dalam cairan empedu. Konsentrasinya dalam empedu terdapat sepuluhkali di dalam urine. Vitamin B12 terutama ditimbun di dalam hati. Vitamin B12 yang terdapat di dalam cairam empedu ini berasal dari simpanan di dalam hati tersebut. Vitamin B12 yang diekskresikan di dalam cairan empedu ini sebagian diserap kembali di dalam usus 8
halus, melalui lingkaran enterohepatik. Data menunjukkan bahwa cairan empedu ini mengandung F1 yang mendorong penyerapan kembali vitamin B12. 2.7 Defisiensi Vitamin B12 Defisiensi vitamin B12 jarang disebabkan oleh kekurangan makanan dan paling umum timbul dari defisiensi penyerapan vitamin B12 manifestasi klasiknya adalah pernicious anemia. Merupakan anemia megablostik identik dengan yang diamati dengan defisiensi folat, dan penyakit neurologis yang parah dan sering ireversibel yang disebut degenerasi gabungan subakut sumsum tulang belakang yang ditandai dengan demielinisasi dan neuropati perifer. kehilangan ingatan dan demensia juga telah diamati. meskipun perkembangan anemia sering mendahului penyakit neurologis dan memungkinkan deteksi dan pengobatan defisiensi b12 sebelum perkembangan kerusakan neorologis, hal ini tidak selalu terjadi, dan beberapa pasien datang dengan penyakit neorogical tanpa adanya Gejala anemia neurologis terjadi pada 75% hingga 90% pasien dengan defisiensi B12 klinis dan mungkin merupakan satu-satunya gejala pada 25%. Alasan untuk ini tidak jelas. Karena anemia disebabkan oleh induksi defisiensi folat fungsional, telah ditentukan bahwa subjek yang kekurangan B12 yang memiliki asupan folat tinggi, seperti vegetarian atau individu yang mengonsumsi suplemen folat, mungkin lebih mungkin mengembangkan gejala neurologis tanpa mengembangkan anemia. , tetapi bukti kuat yang mendukung hipotesis ini kurang. 2.7.1 Malabsorption Pernicious anemia= penurunan sel darah merah yang terjadi ketika tubuh tidak dapat dengan baik menyerap vitamin B12 dari saluran pencernaan Cacat dalam penyerapan vitamin B 2 mempengaruhi proporsi yang signifikan dari orang tua. Anemia pernisiosa klasik disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyerap vitamin B, 2 sebagai akibat dari kurangnya produksi IF. Penyakit ini terkait usia dan biasanya disebabkan oleh kerusakan sel-sel parietal di perut, yang disebabkan oleh penyakit autoimun di mana antibodi terhadap H + .K * -ATPase atau IF diproduksi. Karena vitamin B tubuh, 2 toko biasanya cukup pada awal penyakit dan pergantian toko tubuh lambat, dapat memakan waktu bertahun-tahun sebelum gejala defisiensi menjadi jelas. Pergantian seluruh tubuh meningkat, karena ketidakmampuan untuk menyerap kembali vitamin B12 empedu serta vitamin B2 diet. Perusakan sel parietal menurunkan produksi asam, yang juga mengganggu pelepasan vitamin diet 9
dari pengikat protein. Prevalensi anemia pernisiosa yang tidak diobati pada lansia diperkirakan sekitar 2%. Sekitar 3% dari orang tua dites positif untuk autoantibodi IF, yang mungkin menunjukkan insiden anemia pernicious pernicious yang agak lebih tinggi (Carmel, 1996). Tes Schilling kadang-kadang digunakan secara klinis untuk memverifikasi diagnosis anemia serius. Dalam tes ini, penyerapan vitamin B, 2 berlabel, yang diukur dengan penampilannya dalam urin, rusak pada anemia pernisiosa pasien tetapi menjadi normal adalah 1f diberikan bersama dengan dosis vitamin B12 berlabel. 2.7.2 Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik adalah salah satu jenis anemia yang terjadi saat sel darah merah memiliki ukuran yang lebih besar dari normal. Ia tidak mengalami pembelahan dan tidak berkembang secara sempurna, sehingga berakibat pada penurunan jumlah sel darah merah. Alasan untuk anemia megaloblastik identik yang dihasilkan dari defisiensi folat dan vitamin B12 paling baik dijelaskan oleh hipotesis perangkap metil (shane dan stokstad). kedua vitamin tersebut adalah kofaktor untuk reaksi metionin sintase. pada pasien dengan anemia pernisiosa, aktibitas metionin sintase dalam sumsum tulang berkurang lebih dari 85% dan sebagian besar protein hadir dalam bentuk apoenzyme ini menyebabkan akumulasi folat seluler dalam bentuk 5-metil-H4PteGlun, dan ini pada dasarnya satu-satunya bentuk folat yang ditemukan dalam sitosol hewan percobaan di mana metionin sintase telah dinonaktifkan. 5-metil-H4PteGlun dapat dimetabolisme hanya melalui reaksi metionin sintase dan secara fungsional tidak tersedia kecuali dikonversi menjadi 5-metil-H4PteGlun. perangkap folat dalam bentuk ini menghasilkan kurangnya koenzim folat untuk reaksi lain dari metabolisme satu karbon, termasuk timidilat dan sintesis purin. akibatnya, gejalanya identik dengan yang terlihat pada defisiensi folat: anemia megaloblastik. perubahan megaloblastik terjadi dalam profil darah subyek yang diobati dengan nitrous oxide anestesi karena penghancuran metionin sintase. setelah perawatan, kadar enzim secara bertahap kembali normal karena sintesis protein baru
10
11
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin yang kompleks (cincin corrin) dan serupa dengan cincin porifin, yang pada cincin ini ditambahkan ion kobalt di bagian tengahnya. Vitamin B12 ditemukan hampir secara eksklusif dalam makanan yang berasal dari hewan. Fungsi vitamin B12 adalah berperan penting pada pembelahan sel, memelihara lapisan yang mengelilingi dan melindungi sel saraf, berperan dalam aktivitas dan metabolisme sel-sel tulang, dan dibutuhkan untuk melepaskan folat sehingga dapat membantu pembentukan sel darah merah. Defisiensi vitamin B12 antara lain anemia, hipersensitif kulit, kelumpuhan, gangguan sintesis DNA, dan lain-lain. 3.2 Saran Dikarenakan banyaknya fungsi dan manfaat dari konsumsi kobalamin ini sendiri harus memenuhi kebutuhan dari tubuh. Dan banyaknya sumber makanan yang mengandung kobalamin seperti susu dan ikan yang sangat mudah ditemukan di lingkungan sekitar seharusnya menjadikan defisiensi kobalamin ini tidak terjadi. maka konsumsi makanan yang mengandung kobalamin dengan seimbang antara hewani dan nabati akan menimbulkan tidak hanya mencegah defisensi kobalamin namun juga menyeimbangkan fungsi tubuh baik dalam pemenuhan nutrisi maupun proses penyerapan nutrisi dalam metabolisme.
12
DAFTAR PUSTAKA
Shane, B. Folate, vitamin B12 and vitamin B6. In: Stipanuk, MH ed. Biochemical, physiological, molecular aspects of human nutrition, 2nd ed. New York: Saunders, 2006:693–732. Gropper, Sareen S. 2013. Advanced Nutrition and Human Metabolism, 6th ed. Canada: Wadsworth Cengage Learning. Hardinsyah. 2016. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
13