BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Keperawatan merupakan suatu profesi yang sangat menuntut kedisiplinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya kepada pasien, perawat dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang memenuhi etika keperawatan, dimana pelayanan yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan cita-cita yang luhur dan niat yang murni dan tidak membedakan suku dan ras. Dalam melaksanakan tugas yang profesional, para perawat mampu serta ikhlas memberikan pelayanan yang bermutu berdasarkan keterampilan yang memenuhi standar serta dengan kesadaran bahwa pelayanan yang diberikan merupakan bagian dari upaya kesehatan secara menyeluruh. Seorang perawat dalam melakukan Tugasnya selalu penuh dengan banyak resiko, setiap tindakan yang diambil seorang perawat akan mengakibatkan suatu perubahan dalam hidup seorang pasien. Pengambilan keputusan yang benar dan sesuai dengan legal etis keperawatan adalah sesuatu yang sangat penting untuk di pelajari oleh seorang calon perawat. Bagaimana seorang perawat harus menghadapi korban yang meminta untuk melakukan Euthanasia atau aborsi, dan bagaimana seorang perawat harus mengambil sikap untuk membela dirinya dalam tameng hukum, semuanya itu akan kami bahas secara rinci dalam makalah kami ini.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu Kode Etik Keperawatan dan bagian-bagiannya ? 2. Bagaimana kasus pelanggaran kode etik keperawatan dan cara penyelesaiannya? 3. Apa itu Isu Etik dalam Praktik Keperawatan dan bagian-bagiannya? 4. Bagaimana kasus pelanggaran isu etik keperawatan dan cara penyelesaiannya? 1.3 Tujuan a. untuk memenuhi tugas mata ajar etika dan hukum keperawatan dan untuk lebih jauh memahami tentang etika dalam keperawatan dan penyelesaian dilema etik. b.Untuk mengetahui issue etik dalam praktik keperawatan : euthanasia dan aborsi c. Untuk mengetahui mengenai transplantasi organ dan supporting Devices
1
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu “Ethos”, yang menurut Araskar dan David (1978) berarti kebiasaan atau model perilaku, atau standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan perilaku. Menurut definisi AARN (1996), etika berfokus pada yang seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau buruk. Sedangkan menurut Rowson,(1992).etik adalah Segala sesuatu yang berhubungan/alasan tentang isu moral. Moral adalah suatu kegiatan/perilaku yang mengarahkan manusia untuk memilih tindakan baik dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung jawabkan (Degraf, 1988).Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan dengan keputusan moral menyangkut manusia (Spike lee, 1994). Menurut Webster’s “The discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation, ethics offers conceptual tools to evaluate and guide moral decision making” 2.2 Kode Etik Keperawatan Prinsip confidentiality (kerahasiaan), berarti perawat menghargai semua informasi tentang klien merupakan hak istimewa pasien dan tidak untuk disebarkan secara tidak tepat. Fidelity / kesetiaan, berarti perawat berkewajiban untuk setia dengan kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat, meliputi menepati janji, menyimpan rahasia serta "Carring". Prinsip Justice (keadilan), merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil untuk semua individu. Semua nilai-nilai moral tersebut selalu dan harus dijalankan pada setiap pelaksanaan praktek keperawatan dan selama berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain. Kondisi inilah yang sering kali menimbulkan konflik dilema etik. Maka penyelesaian dari dilema etik tersebut harus dengan cara yang bijak dan saling memuaskan baik pemberi asuhan keperawatan (perawat), Pasien dan profesi lain (teman sejawat). Pada penulisan makalah ini dibahas suatu kasus yang berkaitan dengan dilema etik dalam praktek keperawatan dan bagaimana penyelesaian dari masalah etik tersebut. 2.3 Tujuan dan Fungsi Kode etik keperawatan Secara umum menurut Kozier (1992). dikatakan bahwa tujuan kode etik profesi keperawatan adalah meningkatkan praktek keperawatan dengan moral dan kualitas dan menggambarkan tanggung jawab, akontabilitas serta mempersiapkan petunjuk bagi anggotannya. Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur prilaku moral dalam keperawatan. Dalam menyusun alat pengukur ini keputusan diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral perawat (Suhaemi, 2002). 2
Adanya penggunaan kode etik keperawatan, organisasi profesi keperawatan dapat meletakkan kerangka berfikir perawat untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab kepada masyarakat anggota tim kesehatan lain dan kepada profesi. Sesuai tujuan tersebut diatas, perawat diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan etika profesi secara terus menerus agar dapat menampung keinginan dan masalah baru dan mampu menurunkan etika profesi keperawatan kepada perawat-perawat muda. Disamping maksud tersebut, penting dalam meletakkan landasan filsafat keperawatan agar setiap perawat dapat memahami dan menyenangi profesinya. Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah, mampu: a. Mengenal dan mengidentifikasi unsure moral dalam praktik keperawatan b.Membentuk strategi/cara dan menganalisa masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan c.Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa tujuan dan fungsi kode etik keperawatan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi kode etik keperawatan, adalah: 1) Memberikan panduan pembuatan keputusan tentang masalah etik keperawatan. 2) Dapat menghubungkan dengan nilai yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan 3) Merupakan cara mengevaluasi diri profesi perawat 4) Menjadi landasan untuk menginisiasi umpan balik sejawat 5) Menginformasikan kepada calon perawat tentang nilai dan standar profesi keperawatan 6) Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral. Sedangkan kode etik keperawatan di Indonesia yng dikeluarkan oleh organisasi profesi (PPNI) telah diatur lima pokok etik, yaitu: hubungan perawat dan pasien, perawat dan praktek, perawat dan masyarakat, perawat dan teman sejawat, perawat dan profesi. Kelima pokok etik keperawatan yang ada merupakan bentuk kode etik yang telah mejadi panduan dari semua perawat Indonesia untuk menjalankan profesinya.
2.4 Konsep Moral dalam praktek keperawatan Praktek keperawatan menurut Henderson dalam bukunya tentang teori keperawatan, yaitu segala sesuatu yang dilakukan perawat dalam mengatasi masalah keperawatan dengan menggunakan metode ilmiah, bila membicarakan praktek keperawatan tidak lepas dari fenomena keperawatan dan hubungan pasien dan perawat. Fenomena keperawatan merupakan penyimpangan/tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio, psiko, social dan spiritual), mulai dari tingkat individu untuk sampai pada tingkat masyarakat yang juga tercermin pada tingkat system organ fungsional sampai subseluler (Henderson, 1978, lih, Ann Mariner, 2003). Asuhan keperawatan merupakan bentuk dari praktek keperawatan, dimana asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktek keperawatan yang diberikan pada pasein dengan menggunakan proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dan etiket keperawatan (Kozier, 1991).Asuhan keperawatan ditujukan untuk memandirikan pasien, (Orem, 1956,lih, AnnMariner, 2003). a.Prinsip-prinsip moral dalam praktek keperawatan 1) Menghargai otonomi (facilitate autonomy) Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. 3
2) Kebebasan (freedom) Perilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau paksaan pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas menentukan pilihan yang menurut pandangannya sesuatu yang terbaik. Contoh : Klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak asuhan keperawatan yang diberikan. 3)Kebenaran (Veracity) a truth Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang tidak bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun hubungan saling percaya dengan pasien. Perawat sering tidak memberitahukan kejadian sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari hasil penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978). Contoh:Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku dimana klien dirawat. 4)Keadilan (Justice) Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991). Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan childress adalah mereka uang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka. 5)Tidak Membahayakan (Nonmaleficence) Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side driil. b.Nilai-nilai profesional yang harus diterapkan oleh perawat 1) JUSTICE (Keadilan) : Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal, sikap yang dapat dilihat dari Justice, adalah: Courage (keberanian/Semangat, Integrity, Morality,Objectivity), dan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan justice perawat: Bertindak sebagai pembela klien, Mengalokasikan sumber-sumber secara adil, Melaporkan tindakan yang tidak kompeten, tidak etis, dan tidak legal secara obyektif dan berdasarkan fakta. 2) TRUTH (kebenaran): Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang berhubungan denganperawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas, Honesty,Rationality, Inquisitiveness (ingin tahu), kegiatan yang beruhubungan dengan sikap ini adalah: Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan jujur, Mendapatkan data secara lengkap sebelum membuat suatu keputusan,Berpartisipasi dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi masyarakat dari informasi yang salah tentang asuhan keperawatan. 3)AESTHETICS : Kualitas obyek, kejadian, manusia yang mengarah pada pemberian kepuasan dengan prilaku/ sikap yang tunjukan dengan Appreciation, Creativity, Imagination, Sensitivity, kegiatan perawat yang berhubungan dengan aesthetics: Berikan lingkungan yang menyenangkan bagi klien, Ciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain, Penampilan diri yang dapat meningkatkan “image” perawat yang positif 4
4) ALTRUISM : Peduli bagi kesejahteraan orang lain (keiklasan) dengan sikap yang ditunjukan yaitu: Caring, Commitment, Compassion (kasih), Generosity (murah hati), Perseverance (tekun, tabah (sabar), kegiatan perawat yang berhubungan dengan Altruism:Memberikan perhatian penuh saat merawat klien, Membantu orang lain/perawat lain dalam memberikan asuhan keperawatan bila mereka tidak dapat melakukannya, Tunjukan kepedulian terhadap isu dan kecenderungan social yang berdampak terhadap asuhan kesehatan. 5) EQUALITY (Persamaan): Mempunyai hak, dan status yang sama, sikap yang dapat ditunjukan oleh perawat yaitu: Acceptance (menerima), Fairness (adil/tidak diskriminatif), Tolerance, Assertiveness, kegiatan perawat yang berhubungan dengan equality: Memberikan nursing care berdasarkan kebutuhan klien, tanpa membeda-bedakan klien, Berinteraksi dengan tenaga kesehatan/teman sejawat dengan cara yang tidak diskriminatif 6) FREEDOM (Kebebasan): Kapasitas untuk menentukan pilihan, sikap yang dapat ditunjukan oleh perawat yaitu: Confidence, Hope, Independence, Openness, Self direction, Self Disciplin, kegiatan yang berhubungan dengan Freedom: Hargai hak klien untuk menolak terapi, Mendukung hak teman sejawat untuk memberikan saran perbaikan rencana asuhan keperawatan, Mendukung diskusi terbuka bila terdapat isu controversial terkait profesi keperawatan 7) HUMAN DIGNITY (Menghargai martabat manusia): menghargai martabat manusia dan keunikan martabat manusia dan keunikan individu, sikap yang dapat ditunjukan oleh perawat, yaitu: Empathy, Kindness, Respect full, Trust, Consideration, kegiatan yang berhubungan dengan sikap Human dignity: Melindungi hak individu untuk privacy, Menyapa/memperlakukan orang lain sesuai dengan keinginan mereka untuk diperlakukan, Menjaga kerahasiaan klien dan teman sejawat. 2.5 Hak&Kewajiban Perawat dan Hak Pasien Hak mungkin merupakan tuntutan sebagaimana mestinya dengan dasar keadilan, moralitas atau legalitas (Suhaemi, 2002). Hak adalah tuntutan terhadap sesuatu yang seseorang berhak, seperti kekuasaan atau hak istimewa. Hak merupakan peranan fakultatif karena sifatnya boleh tidak dilaksanakan atau dilaksanakan, menurut suryono (1990). Hak merupakan sutau yang dimilikin orang atau subyek hukum baik manusia sebagai pribadi atau manusia sebagai badan hukum, dimana subyek yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan. Sedangkan kewajiban merupakan peran imperative karena tidak boleh tidak dilaksanakan. 1. Hak-hak perawat Menurut Claire dan Fagin (1975), bahwa perawat berhak: a. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya b.Mengembangkan diri melalui kemampuan kompetensinya sesuai dengan latar pendidikannya c. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan serta standard an kode etik profesi d. Mendapatkan informasi lengkap dari pasien atau keluaregannya tentang keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan e. Mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan/kesehatan secara terus menerus. f. Diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan maupun oleh pasien g. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun emosional h. Diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
5
i. Privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dan atau keluargannya serta tenaga kesehatan lainnya. j. Menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui anjuran maupun pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan standar profesi atau kode etik keperawatan atau aturan perundang-undangan lainnya. k. Mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang diberikannya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di institusi pelayanan yang bersangkutan l. Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan bidang profesinya. 2.Tanggung jawab/kewajiban perawat Disamping beberapa hak perawat yang telah diuraikan diatas, dalam mencapai keseimbangan hak perawat maka perawat juga harus mempunyai kewajibannya sebagai bentuk tanggung jawab kepada penerima praktek keperawatan. (Claire dan Fagin, 1975l,dalam Fundamental of nursing,Kozier 1991) Kewajiban perawat, sebagai berikut: a. Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan b. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan batas kemanfaatannya c. Menghormati hak pasien d. Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai keahlihan atau kemampuan yang lebih kompeten, bila yang bersangkutan tidak dapat mengatasinya. e. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi yang ada. f. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu pasien yang lainnya. g. Berkolaborasi dengan tenaga medis (dokter) atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada pasien h. Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan atau keluargannya sesuai dengan batas kemampuaannya i. Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan j. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dn tehnologi keperawatan atau kesehatan secara terus menerus k. Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan batas kewenangannya l. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kesuali jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang. m. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja. 2.6 Masalah Etik dalam Praktek Keperawatan Setelah beberapa definisi, dan teori yang berkaitan dengan etika, hak perawat, hak pasien dan kewajiban dari pelaku asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan, masalah etik menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien dengan harapan perawat. Masalah eika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis (Suhaemi, 2002). Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 6
1995).Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung pada praktik keperawatan. 1.Konflik etik antara teman sejawat Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien.Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat.Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana. 2.Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau pengobatan Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, sosial dan lain-lain. 3.Masalah antara peran merawat dan mengobati Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 4.Berkata Jujur atau Tidak jujur Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan. Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. 5.Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil. 2.7 Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis, seseorang harus bergantung pada 7
pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991). 1. Teori dasar pembuatan keputusan Etis a. Teleologi Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleologi dan utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987). b. Deontologi (Formalisme) Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah. Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturanaturan yang ditaati bersifat universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. 2. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis. Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan. 2) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut 3) Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut 4) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat 5) Mendefinisikan kewajiban perawat 6) Membuat keputusan. Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas, penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik. Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995). Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu: a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya
8
b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada pelanggaran hukum/legal c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan diskusikan dalam suatu tim (komite etik). d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan. f. Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan bila mungkin dapat dijalankan. 2.8 Kasus Pelanggaran Etika Keperawatan Di sebuah rumah sakit di suatu kota memiliki jumlah perawat dan pasien tidak sebanding. Hal tersebut membuat pelayanan kepada klien kurang maksimal .Suatu hari, terdapat seorang perawat berinisial K sedang memberikan obat oral kepada seorang pasien berinisial A. Pada saat memberikan minum obat oral, banyak sekali kasus yang ditemui oleh perawat tersebut. Biasanya pada saat memberikan obat oral, beberapa pasien berpura-pura minum obat. Setelah perawat meninggalkan ruangan, lalu pasien memuntahkan obat tersebut dan memasukkannya ke dalam saku. Perawat K yang telah membantu memberikan obat oral pada pasien A berpesan agar obat diminum dan tidak dibuang. Kemudian, pasien tersebut mengatakan, “iya”.Sambil memberikan obat kepada pasien lainnya perawat K mengawasi pasien A. Hingga beberapa saat kemudian pasien A membelakangi perawat K kemudian mengelap mulutnya. Setelah itu, perawat K memanggil pasien A dan menarik baju pasien tersebut. Tak hanya itu perawat A memaki pasien A dan menampar mulut pasien tersebut hingga beberapa kali. Akhirnya pasien tersebut mengatakan, “ampun”. Kemudian perawat itu menyuruh pasien tersebut meminum kembali obat tersebut dan menyarankan agar tidak mengulangi tindakan tersebut.
9
Analisa Kasus 1. Pelanggaran Kode Etika Keperawatan a) Bab 1 pasal 4 Perawat K kurang menjalin kerjasama dengan pasien A. Seharusnya perawat K tidak perlu memaki pasien A, tetapi perawat K harus bias mengambil hati pasien A agar pasien A yakin bahwa pasien A memng perlu minum obat. b) Bab 4 pasal 2 Perawat tidak menjujung tinggi nama baik profesi karena seharusnya perawat bersikap lemah lembut, sopan, dan sabar. 2. Pelanggran Hak-Hak Pasien Perawat K menlanggar hak pasien karena pasien A berhak diperlakukan dengan sopan santun dalam menerima pelayanan bukan dengan cara marah – marah seperti tindakan yang dilakukan perawat K. 3. Perawat Lalai dalam Kewajiban Perawat yang seharusnya sebagai pemebri rasa nyaman (comforter) dan pelindung (protector) tidak sepantasnya melakukan tindakan kasar kepada pasien A. 4. Pelanggran Undang – Undang Kesehatan tahun 1992 pasal 53 ayat 2 yaitu, perawat tidak mematuhi standar profesi dan tidak menghormati hak – hak pasien. 2.9 Isu Etik dalam Praktik Keperawatan Berikut merupakan Isulel Etik dalam Praktik Keperawatan : 1. EUTHANASIA (dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.) Pengertian : Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu artinya baik, tanpa penderitaan : sedangkan thanathos artinya mati atau kematian. Dengan demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada pula yang menerjemahkan bahwa euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa penderitaan.
10
Hippokrates pertama kali menggunakan istilah “eutanasia” ini pada “sumpah Hippokrates” yang ditulis pada masa 400-300 SM.Sumpah tersebut berbunyi: “Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu”. Banyak ragam pengertian euthanasia yang sudah muncul saat ini. Ada yang menyebutkan bahwa euthanasia merupakan praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukuan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Saat ini yang dimaksudkan dengan enthanasia adalah bahwa seorang dokter mengakhiri kehidupan pasien terminal dengan memberikan suntikan yang mematikan atas permintaan pasien itu sendiri., atau dengan kata lain euthanasia merupakan pembunuhan legal. Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan hukum kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda), yaitu : Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien itu sendiri. Jenis-jenis Euthanasia : Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, sesuai dengan dari mana sudut pandangnya atau cara melihatnya. Ø Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas : a. Euthanasia pasif Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidup pasin. Dengan kata lain, euthanasia pasif merupakan tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada pasien terminal untuk mengakhiri hidupnya. Tindakan pada euthanasia pasif ini dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, seperti tidak memberikan alat-alat bantu hidup atau obat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya. Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga medis maupun keluarga pasien sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki kematian anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi penderitaan pasien itu sendiri atau karena sudah tidak mampu membayar biaya pengobatan.
11
b. Euthanasia aktif atau euthanasia agresif Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Dengan kata lain, Euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk mnimbulkan kematian dengan secara sengaja melalui obatobatan atau dengan cara lain sehingga pasien tersebut meninggal. Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas : Euthanasia aktif langsung (direct) Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini juga dikenal sebagai mercy killing. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect) Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut Ø Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan atas : a. Euthanasia Sukarela (Voluntir) Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan pasien itu sendiri. Permintaan pasien ini dilakukan dengan sadar atau dengan kata lain permintaa pasien secara sadar dn berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun juga. b. Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir) Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar. Permintaan biasanya dilakukan oleh keluarga pasien. Ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental, kekurangan biaya, kasihan kepada penderitaan pasien, dan lain sebagainya. Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma). Euthanasia ini seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan, misalnya hanya seorang wali dari pasien dan mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi pasien tersebut. 2. ABORSI Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi pada umumnya dilakukan karena 12
terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yang gagal, perkosaan, ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar nikah. Mengenai alasan aborsi memang banyak mengundang kontroversi, Ada yang berpendapat bahwa aborsi perlu dilegalkan dan ada yang berpendapat tidak perlu dilegalkan. Pelegalan aborsi dimaksudkan untuk mengurangi tindakan aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak berkompeten, misalnya dukun beranak. Sepanjang aborsi tidak dilegalkan maka angka kematian ibu akibat aborsi akan terus meningkat. Ada yang mengkatagorikan Aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama, ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain. Jika aborsi untuk alasan medis, aborsi adalah legal, untuk korban perkosaan, masih di grey area, aborsi masih diperbolehkan walaupun tidak semua dokter mau melakukannya. Kasus perkosaan merupakan pilihan yang sulit. Meskipun bisa saja kita mengusulkan untuk memelihara anaknya hingga lahir, lalu diadopsikan ke orang lain, itu semua tergantung kematangan si ibu dan dukungan masyarakat agar anak yang dilahirkan tidak dilecehkan oleh masyarakat. Untuk kehamilan jiwa diluar nikah atau karena sudah kebanyakan anak dan kontrasepsi gagal perlu dipirkirkan kembali krena anak merupakan anugerah terbesar yang dberikan oleh TUHAN. Sebaiknya kita jangan mencari pemecahan masalah yang pendek / singkat / jalan pintas, tapi harus jauh menyentuh dasar timbulnya masalah itu sendiri. Prinsip melegalkan aborsi sama seperti Prinsip lokalisasi. Banyak celah yang justru akan dimanfaatkan, karena seks bebas sudah jadi realita sekarang ini, apalagi di kota-kota besar. Perempuan berhak dan harus melindungi diri mereka dari eksploitasi orang lain termasuk suaminya, agar tidak perlu aborsi. Sebab aborsi, oleh paramedis ataupun oleh dukun, legal atau illegal, akan tetap menyakitkan buat wanita, lahir dan batin meskipun banyak yang. menyangkalnya. Karena itu kita harus berupaya bagaimana caranya supaya tidak sampai berurusan dengan hal yang akhirnya merusak diri sendiri.Karena ada laki-laki yang bisa seenak melenggang pergi, dan tidak peduli apa-apa meskipun pacarnya/istrinya sudah aborsi dan mereka tidak bisa diapa-apakan, kecuali pemerkosa, yang jelas ada hukumnya. Jadi solusinya bukan cuma dari rantai yang pendek, tapi dari ujung rantai yang terpanjang, yaitu : penyuluhan tentang seks yang benar. Jika dilihat kebelakang, mengapa banyak remaja yang aborsi, karena mereka melakukan seks bebas untuk itu diperlukan pendidikan agama agar moral mereka tinggi dan sadar bahwa free seks tidak sesuai dengan agama dan berbahaya. Jika tidak ingin hamil gunakan kontrasepsi yang paling aman dan kontrasepsi yang paling aman adalah tidak berhubungan seks sama sekali. Segala sesuatu itu ada resikonya. Untuk itu sebelum bertindak, orang harus mulai berpikir : nanti bagaimana bukannya bagaimana nanti.
13
Keputusan aborsi juga dapat keluar dalam waktu yang singkat, dan setelah melewati waktu krisis, bisa saja keputusan aborsi dibatalkan karena ada seseorang yang mendampingi memberikan support, dan dia tidak jadi mengaborsi. Keputusan untuk aborsi, kemungkinan bisa menghantui seumur hidupnya, mengaborsi anaknya, dan selama beberapa minggu dia masih menyesali dan menangisi kejadian itu, seperti kematian seorang anak. Apalagi jika aborsi dilakukan akibat paksaan, misalnya paksaan dari orangtua, demi nama baik keluarga. Bayangkan berapa banyak orang-orang yang.bisa dipaksa untuk menggugurkan, jika aborsi ini dilegalkan. § Penyebab Aborsi Karakteristik ibu hamil dengan aborsi yaitu: a) Umur Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki.Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofessional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa. Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterine. b) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. c) Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik
14
lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.. d) Riwayat Kehamilan yang lalu Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn – Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007). Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi (Kompas, 3 Maret 2000). Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian.Data WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman.Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia.Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak aman. § Jenis-Jenis Aborsi a. Aborsi Alamiah atau Spontan Aborsi alamiah / spontan berlangsung tanpa tindakan apapun (keguguran). Pada umumnya aborsi ini dikarenakan kurang baknya kualitas sel telur maupun sel sperma. b. Aborsi Medisinalis Aborsi medisinalis adalah aborsi yang terjadi karena brbagai alas an yang bersifat medis. Aborsi ini dilakukan karena berbagai macam indikasi, seperti : Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan pendarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion). Mola Hidatidosa atau hindramnion akut Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kangker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kangker payudara Prolaps uterus yang tidak bisa diatasi. Telah berulang kali mengalami operasi caesar Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi,nephritis,tuberkolosis, paru aktif yang berat. Penyakit-penyakit metabolik misalnya diabetes yang tidak terkontrol Gangguan jiwa , disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
15
c. Aborsi Kriminalis Pada umumnya aborsi ini terjadi karena janin yang dikandung tidak dikhendaki oleh karena berbagai macam alasan. Seperti berkut ini : Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi. Kehamilan di luar nikah. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga. Masalah social misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga). Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
3. TRANSPLANTASI ORGAN Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa bagi penderita.Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter-dokter dalam melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penyembuhan suatu penyakit tidak dapat begitu saja diterima masyarakat luas. § PENGERTIAN TRANSPLANTASI Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan cara terapi. Hingga dewasa ini transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplatasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah. Karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para 16
pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat), pemerintah dan swasta. § Jenis – jenis Transplantasi Organ 1. Autograf (Autotransplatasi), yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. Misalnya operasi bibir sumbung, imana jaringan atau organ yang diambil untuk menutup bagian yang sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri. 2. Allograft (Homotransplantasi) , yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh yang lan yang sama spesiesnya, yakni manusia dengan manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan kornea mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati, walaupun tingkat kebrhsilannya belum tinggi. Transfusi darah sebenarnya merupakan bagian dari transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia (darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain (recipient). 3. Xenograft (Heterotransplatasi) , yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda spesiesnya. Misalnya antara species manusia dengan binatang. Yang sudah terjadi contohnya daah pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis kera), meskipun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil. 4. Isograft Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari seseorang ke tubuh orang lain yang identik. Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik. SUPPORTING DEVICES § Komponen Yang Mendasari Transplantasi Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu: 1. Eksplantasi yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal. 2. Implantasi yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain § Komponen Yang Menunjang Transplantasi Disamping dua komponen yang mendasari di atas, ada juga dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu: 1. Adaptasi Donasi yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atau oragan. 17
2. Adaptasi Resepien yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat befungsi lagi. Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak. Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplatasi adalah :
Donor hidup Jenazah dan donor mati Keluarga dan ahli waris Resepien Dokter dan pelaksana lain Masyarakat
Alat-alat yang biasanya digunakan dalam proses transplantasi, meliputi 2.10
Pisau operasi Cusa (pisau pemotong yang menggunakan gelombang ultrasonografi) Meja operasi Gunting bedah Slang-slang pembiusan Drap (kain steril yang digunakan untuk menutup bagian tubuh yang tidak dioperasi) Plastic steril berkantong yang fungsinya menampung darah yang meleleh dari tubuh pasien Retractor Penghangat darah dan cairan Lampu operasi Kasus Pelanggaran Isue Etik keperawatan
Ny. D seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 2 orang anak yang ber umur 6 dan 4 tahun, Ny.D. berpendidikan SMA, dan suami Ny.D bekerja sebagai Sopir angkutan umum. Saat ini Ny.D dirawat di ruang kandungan RS. sejak 2 hari yang lalu. Sesuai hasil pemeriksaan Ny.D positif menderita kanker Rahim grade III, dan dokter merencanakan klien harus dioperasi untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim, karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.D. Klien tampak hanya diam dan tampak cemas dan binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Pada saat 18
ingin meninggalakan ruangan dokter memberitahu perawat kalau Ny.D atau keluarganya bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya.
Menjelang hari operasinya klien berusaha bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya, yaitu: “apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster” Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara singkat, “ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi” “penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain” “yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…” “Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan dokternya…ya.” Sehari sebelum operasi klien berunding dengan suaminya dan memutuskan menolak operasi dengan alasan, klien dan suami masih ingin punya anak lagi.
Penyelesaian kasus : Kasus diatas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada kasus dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. D, dapat diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut: *Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya, berkaitan dengan: Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan,
Rohaniawan
dan
perawat.
Tindakan
yang
diusulkan
yaitu:
Akan dilakukan operasi pengangkatan kandungan/rahim pada Ny.D. tetapi pasien mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya menggorogoti tubuhnya, walaupun 19
sebenarnya bukan itu yang diharapkan, karena pasien masih meginginkan keturunan. Maksud dari tindakan yaitu: dengan memberikan pendidikan, konselor, advokasi diharapkan pasien mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi. Dengan tujuan agar Agar kanker rahim yang dialami Ny.D dapat diangkat (tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu: Bila operasi dilaksanakan -Biaya: biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk pelaksanaan operasinya. -Psikologis: pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang bila operasi berjalan baik dan lancar, namun klien juga dihadapkan pada kondisi stress akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal. Selain itu konsekuensi yang harus dituanggung oleh klien dan suaminya bahwa ia tidak mungkin lagi bisa memiliki keturunan. -Fisik: klien mempunyai bentuk tubuh yang normal. -Biaya: biaya yang dibituhkan klien , tidak mengeluarkan biaya apapun. -Psikologis: klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian, terjadi kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya dan hidup dalam masa masa sulit dingan penyakitnya. -Fisik: timbulnya nyeri pinggul atau tidak bisa BAK, perdarahan sesudah senggama, keluar keputihan atau cairan encer dari vagina. Mengidentifikasi
konflik
yang terjadi
berdasarkan
situasi
tersebut.
Untuk
memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien. Apabila tindakan operasi dilakukan perawat dihadapkan pada konflik tidak melaksanakan kode etik profesi dan prinsip moral. Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat khawatir akan kondisi Ny.D akan semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk mempunyai anak bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-prinsip profesional perawat. Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat melangkahi wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat tidak bekerja sesuai standar profesi. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut. Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah dioperasi. 20
Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila tidak dilakukan tindakan operasi Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan tindakan operasi dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh keluarga. Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat. Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang kompleks dan rumit, membuat keputusan dilkukan operasi atau tidak, tidak dapat diputuskan pihak tertentu saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama yang meliputi: Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum). Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan. Dalam kasus Ny.D. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.D dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan. Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap 21
sehingga hak autonomi pasien dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya. Mendefinisikan kewajiban perawat dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini meningkatkan kesejahteraan pasien membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya ,membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem
pendukung
melaksanakan
peraturan
Rumah
Sakit
selama
dirawat
melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan kompetensi keperawatan
professional
dan
SOP
yang
berlaku
diruangan
tersebut.
Membuat keputusan dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.
Pada kondisi kasus Ny.D. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.D. Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.D sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa
hal
itu
merupakan
hak,
ataupun
otonomi
pasien
dan
keluarga.
Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan keluarganya serta pertimbangan tim kesehatan sebagai seorang perawat, keputusan yang terbaik adalah dilakukan operasi berhasil atau tidaknya adalah kehendak yang maha kuasa sebagai manusia hanya bisa berubah. 22
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh sebab itu pemberian pelayanan/asuhan keperawatan harus berdasarkan pada landasan hukum dan etika keperawatan. Standar asuhan perawatan di Indonesia sangat diperlukan untuk melaksanakan praktek keperawatan, sedangkan etika keperawatan telah diatur oleh organisasi profesi, hanya saja kode etik yang dibuat masih sulit dilaksanakan dilapangan karena bentuk kode etik yang ada masih belum dijabarkan secara terinci dan lengkap dalam bentuk petunjuk tehnisnya. Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien, penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu dalam menyelesaikan permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu pihak. 3.2 Saran 1. Pentingnya membuat standar praktek keperawatan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. 2. Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya perangkat-perangkat aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik dilapangan. 3. Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).
23
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/Acer/Downloads/document.pdf http://windaqs.blogspot.com/2017/02/issue-etik-dan-dilema-etik-dalam.html https://indisaputri20.wordpress.com/2013/02/14/etika-keperawatan/ https://www.google.com/search?safe=strict&ei=vREYXIWlMs70rAH8najgCQ&q=kasus+pe langgaran+isu+etik+keperawatan&oq=kasus+pelanggaran+isu+etik+keperawatan&gs_l=psyab.3..35i39.119565.119565..121057...0.0..0.976.976.6-1......0....1..gwswiz.......0i71.kfnp9vMwm6M https://www.google.com/search?q=kasus+pelanggaran+etika+keperawatan&oq=kasus+pelan ggaran+etika+keperawatan&aqs=chrome..69i57j69i60l2j0l3.13748j1j9&sourceid=chrome&i e=UTF-8
24