MAKALAH KIMIA PANGAN
Disusun Oleh: Kelompok Adlina Ardhanawinata
1606015003
TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS MULWARMAN SAMARINDA 2019
KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang mana pada saat ini telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Makalah yang disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Universitas Mulawarman Samarinda. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari banyak pihak sangat kami harapkan untuk menyempurnakan laporan ini. Akhirnya, ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini, kami harapkan laporan ini dapat bermanfaat dan mampu menambah wawasan bagi semua orang.
Samarinda, Februari 2019
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL......................................................................... KATA PENGANTAR.......................................................................... i DAFTAR ISI......................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR............................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN.................................................................... BAB II PEMBAHASAN................................................ BAB V PENUTUP................................................ DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1.
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN 1.1. Karbohidrat Karbohidrat merupakan susunan dari atom karbon dan air. Secara umum karbohidrat dapat didefinisikan sebagai polimer gula yang memiliki rumus molekul Cn(H₂O)m. berdasarkan rumus molekul tersebut karbohidrat terdiri dari atom C, H dan O. Karbohidrat merupakan suatu turunan dari aldehid atau keton dari alcohol polihidroksi atau senyawa turunan sebagai hasil hidrolisis senyawa kompleks (Girinda, 1986). Karbohidrat merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi organisme heterotroph, jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 kal (kkal). Karbohidrat juga memiliki peranan penting dalam menentukan karateristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari monomer monosakarida (Winarno, 1992). 1.2. Analisa Karbohidrat Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung kadar karbohidrat dengan metode by difference. Kadar karbohidrat (%) = 100% – (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein +
% kadar lemak). Penentuan karbohidrat dalam makanan secara kasar dicantumkan dalam komposisi bahan makanan. 2.2.1 Analisa Kualitatif Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yang dapat digunakan untuk analisi kuantitatif. Bila karbohidrat direaksikan dengan larutan naftol dalam alkohol, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat secara hati - hati, pada batas cairan akan berbentuk furfural yang berwarna ungu. Reaksi ini disebut reaksi molisch dan merupakan reaksi umum bagi karbohidrat. a. Uji Molisch Dengan prinsip karbohidrat direaksikan dengan a-naftol dalam alkohol kemudian ditambah dengan asam sulfat pekat melalui dinding tabung ,(+) bila terbentuk cincin ungu (Sawhney, 2005). b. Uji Barfoed Pereaksi terdiri dari Cu-asetat dan asam asetat. Sampel ditambah pereaksi kemudian dipanaskan,endapan merah bata menunjukkan (+) monosakarida (Krause, 2006). c. Uji Benedict Pereaksi
terdiri
dari
Cu-sulfat,
Na-sitrat
dan
Na-
karbonat.Sampel ditambah pereaksi dan dipanaskan adanya endapan merah cokelat menunjukkan adanya gula reduksi. d. Uji Iodium Larutan sampel diasamkan dengan HCl kemudian ditambah iodin dalam larutan KI. Warna biru berati (+) adanya pati kalau warna merah (+) glikogen. e. Uji Seliwanoff Pereaksi 3.5 ml resocsinol 0,5 % dengan 12 ml HCl pekat diencerkan 3,5 ml dengan aquades setelah sampel ditambah pereaksi dipanaskan. Warna merah cerri menunjukkan positif adanya fruktosa dalam makanan. (Winarno, FG, 2004). f. Uji Antron
Prinsip uji Antron sama dengan uji Seliwanof dan Molisch yaitu menggunakan senyawa H₂SO₄ untuk membentuk senyawa furfural lalu membentuk kompleks dengan pereaksi Antron sehingga terbentuk warna biru kehijauan. g. Uji Fehling Pereaksi terdiri dari Cu-sulfat dalam suasana alkalis, NaOH, ditambah Chelating Agent (kalium natrium tartrat). Sampel ditambah pereaksi dan dipanaskan adanya endapan berwarna merah cokelat menunjukkan adanya gula reduksi. 2.2.2 Analisa Kuantitatif Banyak cara yang dapat digunakan untuk menemukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat
yang
termasuk
polisakarida
maupun
oligosakarida
memerlukan perlakuan pendahuluan sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini, maka bahan dihidrolisis dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu. a. Metode Luff Schoorl Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-
1992
menggunakan
yaitu
metode
analisis Luff
total
Schoorl.
karbohidrat Pada
tahun
dengan 1936,
International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan metode Luff Schoorl sebagai salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa. Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gulagula sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan panas. Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan metode LuffSchoorl. Prinsip analisis dengan metode LuffSchoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam
logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992). Reaksi yang terjadi : Karbohidrat kompleks
→ gula sederhana (gula pereduksi)
Gula pereduksi + 2 Cu²⁺
→ Cu₂O(s)
2 Cu²⁺ (kelebihan) + 4 I ‾
→ 2 CuI₂ → 2 CuI ‾ + I₂
I₂ + 2S₂O₃² ‾
→ 2 I ‾ + S₄O₆² ‾
Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode LuffSchoorl
dapat
diaplikasikan
untuk
produk
pangan
yang
mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi. Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate 1976). Pereaksi yang digunakan dalam metode Luff-Schoorl adalah CH3COOH 3%, Luff Schoorl, KI 20%, Na2S2O3 0,1 N, NaOH 30%, H2SO4 25%, dan HCl 3%. HCl digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi monosakarida, yang akan bereaksi dengan larutan uji Luff Schoorl dengan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ . Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan, maka akan ditambahkan NaOH, yang berfungsi untuk menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl. Asam asetat digunakan setelah proses
penetralan
dengan
NaOH
dengan
maksud
untuk
menciptakan suasana yang sedikit asam. Dalam metode LuffSchoorl, pH harus diperhatikan dengan cermat. Suasana yang terlalu asam akan menimbulkan overestimated pada tahap titrasi
sebab akan terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2 (Harjadi 1994). O₂ + 4I⁻ + 4H⁺ → 2I₂ + 2H₂O Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). H2SO4 ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi monosakarida
dengan
pereaksi
Luff-Schoorl,
kemudian
membentuk CuSO4. KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah terakhir yang dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium tiosulfat (Harjadi 1994). Pada penentuan metode ini, yang ditentukan bukanlah kuprooksida yang mengendap tapi kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi ( titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi ( titrasi sampel). Penentuan titrasi dilakukan dengan menggunakan Natiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen atau sama dengan jumlah kuprooksida yang terbentuk dan sama dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula- mula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan
titrasi
dengan
menggunakan
Na-tiosulfat.
Untuk
mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih, adalah menunjukkan bahwa titrasi sudah selesai. Menurut sudarmadji (1989), Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula menurut luff schoorl dapat diituliskan sebagai berikut :
R – COH + CuO
→ CuO2 + R – COOH
H2SO4 + CuO
→ CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI
→ CuI2 + K2SO4
2CuI
→ Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3
→ Na2S4O6 + NaI
b. Metode Enzimatis Penentuan gula dengan cara enzimatis sangat tepat terutama tujuan penentuan gula tertentu yang ada dalam suatu campuran berbagai macam gula. Cara kimiawi mungkin sulit untuk penentuan secara individual yang ada dalam campuran itu, tetapi dengan cara enzimatis ini penentuan gula tertentu tidak akan mengalami kesulitan karena tiap enzim sudah sangat spesifik untuk gula yang tertentu. (Slamet S, dkk. 2003). c. Metode Kromatografi Perlakuan
dengan
mengisolasi
dan
mengidentifikasi
karbohidrat dalam suatu campuran ialah cara untuk menentukan karbohidrat dengan cara kromatografi. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan prinsip pemisahan suatu campuran berdasarkan atas perbedaan distribusi rationya pada fase tetap dengan fase bergerak. Fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas, sedang fase tetap dapat berupa zat padat atau zat cair. Apabila zat padat sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi serapan, sedangkan bila zat cair sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi partisi atau sebagian. (S Sudarmadji, dkk. 2003).
1.3 Sumber Karbohidrat Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering, dan gula. Hasil olah bahan-bahan ini adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya. Sebagian besar sayur dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian, seperti wortel dan bit serta kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung
karbohidrat daripada sayur daun-daunan. Bahan makanan hewani seperti daging, ayam, ikan, telur, dan susu sedikit sekali mengandung karbohidrat. Sumber karbohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, jagung, ubi, singkong, talas, dan sagu (Winarno, 1993). Tabel 1. Sumber Karbohidrat
NO
KARBOHIDRAT Glukosa
1
Monosakarida
Fruktosa Galaktosa Maltosa
2
Disakarida Sukrosa
3
Oligosakarida
Laktosa Dekstrin Pati (amilum)
4
Polisakarida
Glikogen Selulosa
Tabel 2. Karbohidrat Pada Buah dan Sayur
SUMBER buah-buahan, sayur-sayuran, madu, tetes tebu. buah-buahan, madu, hidrolisa gula tebu jarang terdapat di alam bebas amilum, glikogen, sereal, dan biji gandum yang sedang berkecambah batang tebu, bit, sorghum, nanas, dan wortel ASI dan air susu hewan mamalia Sirup pati, roti dan bir Umbi-umbian, serealia dan bijibijian Dalam tenunan, terutama hati dan otot Buah-buahan
1.3 Fungsi Karbohidrat Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga berfungsi sebagai cadangan makanan, pemberi rasa manis pada makanan, membantu pengeluaran feses dengan cara mengatur peristaltik usus, penghemat protein karena bila karbohidrat makanan terpenuhi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun. Karbohidrat juga berfungsi sebagai pengatur metabolisme lemak karena karbohidrat mampu mencegah oksidasi lemak yang tidak sempurna. Sebagai zat pembangun, apabila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka keadaan kekurangan enersi dan protein (KEP) tidak dapat dihindari lagi. Membantu metabolisme lemak dan protein dengan demikian dapat mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan. Di dalam hepar berfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu. Beberapa jenis karbohidrat mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh. Laktosa rnisalnya berfungsi membantu penyerapan kalsium. Ribosa merupakan merupakan komponen yang penting dalam asam nukleat. Selain itu, beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, mengandung serat (dietary fiber) berguna untuk pencernaan, memperlancar defekasi (Hutagalung, 2004).
1.4 Reaksi – Reaksi Kimia Karbohidrat Hidrolisis Pati Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa (Rindit et al, 1998). Proses hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Enzim, ukuran partikel, temperatur, pH, waktu hidrolisis, perbandingan cairan terhadap bahan baku (volume substrat), dan pengadukan. a. Hidrolisis Dengan Asam Metode kimiawi dilakukan dengan cara hidrolisis pati menggunakan asam organik, yang sering digunakan adalah H2SO4, HCl, dan HNO3. Pemotongan rantai pati oleh asam lebih tidak teratur dibandingkan de ngan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim. Hasil pemotongan oleh asam adalah campuran dekstrin, maltosa dan glukosa, sementara enzim bekerja secara spesifik sehingga hasil hidrolisis dapat dikendalikan (Assegaf, 2009). b. Hidrolisis dengan Enzim Amilase Enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh sel-sel organisme dan berfungsi sebagai katalisator suatu reaksi kimia (Harwati dkk,1997). Kerja enzim sangat spesifik, karena strukturnya hanya dapat mengkatalisis satu tipe reaksi kimia saja dari suatu substrat, seperti
hidrolisis, oksidasi dan reduksi. Ukuran partikel mempengaruhi laju hidrolisis. Ukuran partikel yang kecil akan meningkatkan luas permukaan serta meningkatkan kelarutan dalam air (Saraswati, 2006). Temperatur hidrolisis berhubungan dengan laju reaksi. Makin tinggi temperatur hidrolisis, maka hidrolisis akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi meningkat dengan meningkatnya temperatur operasi. Enzim dapat diisolasi dari hewan, tumbuhan dan mikroorganisme (Azmi, 2006). Pati merupakan cadangan karbohidrat pada tanaman berbentuk granula-granula tak larut yang tersusun dari dua macam molekul polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin, umumnya ditemukan pada umbi, akar dan biji. Gula reduksi terutama dalam bentuk glukosa diperoleh dari hidrolisis pati oleh enzim amilase yang terdapat pada kapang Rhizopus. Selain dari pati, glukosa dapat diperoleh dari hidrolisis isoflavon glikosida oleh kapang Rhizopus (Septiani dkk., 2004). pH untuk enzim acid fungal amilase optimum pada 4 – 5 dan untuk enzim glukoamilase pada 3,5 – 5 (Novo,1995). Hidrolisis amilosa oleh a-amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah degradasi menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi secara cepat diikuti pula dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua relatif lambat dengan pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Sedangkan untuk amilopektin, hidrolisis dengan a-amilase menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis a-limit dekstrin yang merupakan oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu gula yang semuanya mengandung ikatan a1,6 glikosidik (Suhartono, 1989). c. Reaksi Browning Proses pencoklatan atau browning dapat kita temukan pada suatu bahan pangan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja atau tidak diinginkan. Pada umumnya proses pencoklatan dapat di bagi menjadi dua jenis, proses pencoklatan yang enzimatik (dipengaruhi oleh substrat, enzim, suhu, waktu) dan nonenzimatik yang terbagi menjadi 3 macam reaksi yakni karamelisasi, reaksi Maillard dan pencoklatan akibat vitamin C. Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer, disebut reaksi-reaksi Maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu. Warna yang dikehendaki misalnya pada roti, daging, sate dan proses penggorengan ubi jalar. Gugus amina primer biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino.
e. Reaksi Maillard Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. hasilnya berupa produk berwarna cokelat yang sering dikehendaki. Namun kadang-kadang malah menjadi pertanda penurunan mutu. Reaksi maillard yang dikehendaki misalnya pada pemanggangan daging, roti, menggoreng ubi jalar, singkong, dll. Reaksi Maillard yang tidak dikehendaki misalnya pada pengeringan susu dan telur. Gugus amino primer biasanya terdapat pada bahan awal berupa asam amino. Reaksi Maillard yang terjadi selama produksi pembakaan roti. yang mungkin disebabkan terjadinya reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak habis digunakan oleh khamir (dari ragi roti). Meskipun gula-gula nonreduksi (misalnya sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan reaksi Maillard, yang pada suhu tinggi terjadi pemecahan ikatan glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap berikut: i. Aldosa (gula pereduksi) bereaksi dengan asam amino atau dengan gugus amino dari protein sehingga dihasilkan basa Schiff. ii. Perubahan terjadi menurut reaksi amadori sehingga menjadi amino ketosa. iii. Hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi membentuk furfural dehida dari pentosa atau hidroksil metil furfural dari heksosa. iv. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara berupa metil-dikarbonil yang diikuti penguraia menghasilkan reduktor dan dikarboksil seperti metilglioksal, asetot, dan diasetil. v. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus amino (disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin. Reaksi maillard berlangsung cepat pada suasana alkalis dan dalam bentuk larutan. Meskipun demikian, pada kadar air bahan 13% sudah terjadi pencokelatan. Gula nonreduksi tidak dapat melakukan reaksi Maillard selama tidak terjadi pemecahan ikatan glikosida yang dapat membebasan monoskarida dengan gugus pereduksi. Aldopentosa lebih reaktif daripada aldoheksosa. Fruktosa dalam keadaan murni tidak akan mengalami kondensasi dengan asam amino. F. Reaksi Karamelisasi
Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non enzimatis yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya asam-asam amino atau protein. Bila gula dipanaskan di atas titik leburnya, warnanya berubah menjadi coklat disertai perubahan cita rasa (Eskin, et al., 1971). Winarno (1999) menyebutkan bahwa pada proses karamelisasi mula-mula sukrosa pecah menjadi glukosa dan fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mempu mengeluarkan satu molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadi glukosan yang kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi polimerisasi dan beberapa jenis asam yang timbul di dalamnya . Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak sendiri melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak. Interaksi antara karbohidrat (gula) dengan protein pun ada. Bahan pangan yang dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong, ubi jalar, gula pasir, dll. Dalam pengolahan yang melibatkan pemanasan yang tinggi karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang justru dikehendaki, tetapi jika dikehendaki karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak diharapkan. Gula pasir dapat disebut juga sukrosa yang merupakan disakarida, gula invert dan non gula reduksi. Sukrosa diperoleh dengan jalan mengkondensasi glukosa dan fruktosa, dapat diinversikan sehingga kemanisannya tinggi. Rumus molekul sukrosa adalah C12H22O11 dengan berat molekul 342,296. Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air. Semakin tinggi suhu, maka kelarutannya akan semakin besar. Pada suhu yang tinggi yaitu antara 190-220oC terjadi dekomposisi secara lengkap dan menghasilkan karamel. Pemanasan lebih lanjut akan menghasilkan CO2, CO, asam asetat dan aseton (Marsono, 1999). G. Reaksi Pencoklatan akibat Vitamin C Asam askorbat merupakan suatu senyawa reduktor yang juga dapat bertindak sebagai prekursor untuk pencoklatan non enzimatis. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversibel dengan membentuk suatu senyawa diketoglukonat (Winarno, 1989). H. Gelatinasi dan Retrogradasi Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan letak hilum yang unik. Bila pati mentah
dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 550C – 650C merupakan pembekakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali ke kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut inilah yang dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas. Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifat semula. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air dalam jumlah yang cukup besar. Pada molekul pati, amilosa yang dapat terdispersi dalam air panas akan meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang ada di sekitarnya. Pasta pati yang mengalami gelatinasi terdiri dari granula-granula yang membangkak tersuspensi dalam air panas. Molekul-molekul amilosa akan terus terdispersi asalkan pasta pati teteap dalam keadaan panas. Bila pasta pati kembali mendingin maka, molekul- molekul amilosa sulit bersatu kembali. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinasi tersebut disebut retrogradasi.