MAKALAH DIMENSIA
DISUSUN OLEH : EMY MARCHAMA (14220130013) B2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Demensia Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak mengganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku. Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.
Hanya
satu
terminology
yang
digunakan
untuk
menerangkan penyakit otak degenerative yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjelas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sembarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
B. Epidmiologi Laporan Departemen Kesehatan tahun1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2% (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). Peningkatan
angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup satu populasi. Kira-kira 5% usia lanjut 65-70 tahun menderita demensia dan meningkat 2 kali lipat setiap 5 tahun mencapai 45% pada usia 85 tahun. Pada Negara industry kasus demensia 0.5-1.0% dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10-15% atau sekitar 3-4 juta orang. Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di Negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% 15-35%, disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50-60% dan 30-40% demensia akibat penyakit Alzheimer.
C. Klasifikasi 1. Menurut umur : a. Demensia senilis (>65th) b. Demensia prasenilis (<65th) 2. Menurut perjalanan penyakit : a. Reversibel b. Ireversibel (normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B, defisiensi, hipotiroidisma, intoxikasi Pb). 3. Menurut kerusakan struktur otak Tipe Alzheimer Tipe non Alzheimer a. Demensia vascular b. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
c. Demensia Lobus frontal-temporal d. Demensia terkait dengan SIDA (HIV-AIDS) e. Morbus Parkinson f. Morbus Huntington g. Morbus Pick h. Morbus jakob-Creutzfeldt i. Sindrom grestmann-Straussler-Scheinker j. Prion disease k. Palsi supranuklear progresif l. Multiple sclerosis m. Neurofisis n. Tipe campuran 4. Menurut sifat klinis : a. Demensia proprius b. Pseudo-demensia
D. Etiologi Demensia Disebutkan dalam sebuah literature bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (mace, N.L & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy
body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain. Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzheimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat ditransmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C, 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
E. Gejala Klinis Ada dua jenis tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan vascular. 1. Demensia Alzheimer Gejala klinis demensia Alzheimer merupaka kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang passif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neurospsikiatrik seperti, waham
(curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. a. Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestic dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.
Stadium II Berlangsung selama 2-10 tahun, dan gejalanya antara lain: -
Disorientasi
-
Gangguan bahasa (afasia)
-
Penderita mudah bingung
-
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya.
-
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%.
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain : -
Penderita menjadi vegetative
-
Tidak bergerak dan membisu
-
Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri.
-
Tidak bisa mengendalikan buang air besar/kecil.
-
Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
-
Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
2. Demensia vascular Untuk gejala klinis demensia tipe vascular, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. Dan setiap penyebab atau factor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vascular. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vascular daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respons emosi tetap stabil pada demensia vaskuler, diantaranya : a. Kelainan sebagai penyebab demensia :
Penyakit degenarif
Penyakit serebrovaskular
Keadaan anoksi/cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
Trauma otak
Infeksi (AIDS, ensefalitis, sifilis)
Hidrosefaulus normotensive)
Tumor primer atau metastasis
Autoimun, vaskulitif.
Multiple sclerosis
Toksik
Kelainan lain : epilepsy, stress mental, heat stroke, whipple disease.
b. Kelainan/keadaan yang dapat menampilkan demensi
Gangguan psiatrik : depresi, anxietas, psikosis
Obat-obatan : psikofarmaka, antiaritmia, antihieprtensi.
Antikonvulsan :digitalis
Gangguan nutrisi : defisiensi B6 (pellagra), defisiensi B12, defisiensi asam folat, hiopoglikemia, hyperlipidemia, hipercapnia, gagal ginjal, sindrom cushing, addion’s disease, hippotituitaria, efek remote penyakit kanker.
F. Tanda dan Gejala Demensia Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehinga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkangejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degenerative. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluara merasa bahwa mungkin Lansia keleahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka. Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitive. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama focus pemeriksaan. Seringkali demesia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian
latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakuakan juga tes laboratorium. Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia diantaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurleu, A.C., Mahoney, E. 1998). Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut : 1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. 2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya : lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada. 3. Penurunan ketidaknyamanan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata cerita yang sama berkali-kali.
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis saat melihat sebuah drama televise, mara besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul. 5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
G. Diagnosis Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini : 1. Pembedaan antara delirium dan demensia 2. Bagian otak yang terkena 3. Penyebab potensial reversible 4. Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa doibati relative mudah) 5. Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yang disebut 6. Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah 7. Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EEC 8. Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
H. Peran Keluarga Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat
secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kognitif yang akan dialami penderita demensia. Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkingan. Seluruh anggota keluarga diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia. Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilemma, walaupun setiap hari selama 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Meskipun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia. Saling menguatkan sesame anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
I. Tingkah Laku Lansia Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panic karena tidak mengetahui berada di mana, berteriakteriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mengatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan nyaman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu Lansia untuk tidur kembali. Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan terseseat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untukmenghindari Lansia kabur adalah hal
yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lnasia dengan demensia di rumahnya.
J. Pencegahan dan Perawatan Demensia Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti : 1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alcohol dan zat adiktif yang berlebihan. 2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari. 3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif, seperti kegiatan rohanidan memperdalam ilmu agama. 4. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki perasaan minat atau hobi. 5. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
K. Penanganan Demensia Tidak semua kasus demensia dapat dipulihkan. Pengobatan demensia dapat dilakukan untuk meredakan gejala yang dialami dan menghindari komplikasi.pengobatan demensia meliputi : 1. Obat-obatan
Bebrapa jenis obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala demensia adalah : a. Acetylcholinestrase inhibitors, untuk meredakan gejala penyakit Alzheimer ringan, lewy bodies dan halusinasi sebagai penyebab demensia. Efek samping yang mungkin dialami meliputi mual, muntah, diare dan penurunan denyut jantung. Disarankan untuk selalu memantau kondisi jantung melalui EKG saat pengobatan. b. Memantine, untuk memperlambat reaksi kimia dalam otak. Umumnya diresepkan jika Acetylcholinestrase inhibitors tidak membantu atau sudah memasuki tingkat keparahan menengah. Fek samping yang mungkin
dialami
meliputi
pusing,
sakit
kepala,
kehilangan
keseimbangan, konstipasi dan hipertensi. c. Antipsikotik, untuk meredakan perilaku penderita yang agresif atau mengalami agitasi parah. Biasanya obat ini dikomsumsi dalam waktusingkat untuk menghindari resiko efek samping seperti mengantuk, masalah kardivaskuler, kesulitan berkomunikasi, hingga tubuh kaku, khususnya bagi penderita demensia yang disebabkan lewy bodies. d. Antidepresan, untuk meredakan gejala depresi yang umumnya terjadi pada penderita demensia. Untuk gejala yang menyerupai demensia, suplemen berikut akan disarankan :
a. Vitamin E, untuk memperlambat Alzheimer dan kondisi demensia terkait. Vitamin E biasanya dikomsumsi dalam dosis rendah untuk menghindari komplikasi seperti kematian, khususnya bagi penderita penyakit jantung. b. Asama olat omega 3, walau masih memerlukan riset lebih lanjut, omega 3 dipercaya dapat membantu menekan risiko seseorang terserang demensa. 2. Terapi Bebrapa terapi bersifar psikologis dilakukan untuk meredakan gejala demensia, seperti : a. Terapi stimulus kognitif dan orientasi realitas, guna menstimulasi daya
ingat,
kemampuan
memecahkan
masalah,
kemampuan
berbahasa, meredakan disorientasi pikiran, hingga meningkatkan kepercayaan penderita demensia. b. Terapi perlikau, guna menekan perilaku tidak terkontrol yang terjadi karena depresi atau halusinasi. c. Terapi okupasi, untuk mengajarkan penderita cara melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman dan disesuaikan dengan kondisinya, sambil juga mengajarkan cara mengontrol emosi serta mempersiapkan diri untuk perkembangan gejala lebih lanjut pada demensia progresif. d. Terapi validasi, dengan cara memperlihatkan empati dan memahami kondisi penderita agar tidak mengalami depresi. Walau dapat
membantu meredakan kebingungan dan kegelisahan penderita, terapi validasi belum memiliki bukti cukup dalam segi efektifitasnya. Selain terapi-terapi diatas, terdapat juga beberapa terapi pendukung yang dapat dilakukan dirumah, seperti terapi music, aroma terapi, pijat, bermain dengan hewan peliharaan, hingga melakukan aktifitas seni. Saat proses terapi, sangat disarankan untuk memodifikasi perabotan rumah agar memudahkan penderita bergerak dan menyingkirkan benda tajam agar tidak membahayakan penderita. 3. Operasi Pada kasus demensia yang disebabkan oleh tumor otak, cedera otak, atau hidrosefalus, tindakan operasi dapat disarankan. Jika belum terjadi kerusakan permanen pada otak, tindakan operasidapat membantu memulihkan gejala. 4. Pengobatan kondisi lainnya Kondisi pemicu demensia seperti hipertensi, diabetes dan gangguan kolestrol perlu diobati agar tidak menyebabkan kerusakan saraf atau pembuluh darah lebih lanjut. Perubahan gaya hidup seperti mnegurangi komsumsi alcohol dan berhenti merokok juga dapat membantu.
L. Upaya Pembinaan Lansia 1. Pengertian
Upaya kesehatan usia lanjut adalah upaya kesehatan paripurna dasar dan menyeluruh dibidang kesehatan usia lanjut yang meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. 2. Tujuan dan sasaran pembinaan a. Tujuan umum Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat
sesuai
dengan
keberadaannya
dalam
strata
kemasyarakatan. b. Tujuan khusus Meningkatkan kesadaran pada usia lanjut untuk membina sendiri kesehatannya. Meningkatkan kemampuan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam menghayati dan mengatasi kesehatan usia lanjut. Meningkatkan jenis dan jangkauan kesehatan usia lanjut. Meningkatkan mutu pelayanan usia lanjut. c. Sasaran pembinaan secara langsung
Kelompok usia menjelang usia lanjut (45-54 tahun) atau dalam virilitas dalam keluarga maupun masyarakat luas.
Kelompok usia lanjut dalam masa praserium (55-64 tahun) dalam keluarga, organisasi masyarakat usia lanjutdan masyarakat umumnya.
Kelompok usia lanjut dalam masa serescens (> 65 tahun) dan usia lanjut dengan resiko tinggi (> 70 tahun) hidup sendiri, terpencil, hidup dalam panti, bercerita penyakit berat, cacat dan lain-lain.
d. Sasaran pembinaa tak langsung
Keluarga dimana usia lanjut berada.
Oraganisasi social yang bergerak didalam pembinaan keseshatan usia lanjut.
Masyarakat luas.
3. Pelayanan kesehatan dan penyuluhan kesehatan masyarakat usia lanjut Pelayanan usia lanjut ini meliputi kegiatan upaya-upaya antara lain: a. Upaya promotif Upaya promotif yaitu menggairahkan semangat hidup bagi usia lanjut agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan, dimana penyuluhan masyarakat usia lanjut merupakan hal yang penting sebagai penunjang program pembinaan kesehatan usia lanjut yang antara lain adalah :
Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri serta deteksi dini penurunan kondisi kesehatannya, teratur dan berkesinambungan memeriksakan
kesehatannya
ke
puskesmas
atau
instansi
pelayanan kesehatan lainnya.
Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan usia lanjut agar tetap merasa sehat dan segar.
Diet seimbang atau makanan dengan menu yang mengandung gizi seimbang.
Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
Membina keterampilan agar dapat mengembangkan kegemaran atau hobinya secara teratur dan sesuai dengan kemampuannya.
Meningkatkan kegiatan social di masyarakat atau mengadakan kelompok social.
Hidup menghindarkan kebiasaan yang tidak baik seperti; merokok, alcohol, kopi, kelelahan fisik dan mental.
Penanggulangan masalah kesehatannya sendiri secara benar.
b. Upaya preventif Upaya preventif yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses ketuaan. Upaya preventif dapat berupa kegiatan :
Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini penyakit-penyakit usia lanjut.
Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan usia lanjut serta tetap merasa sehat dan bugar.
Penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kacamata, alat bantu pendengaran agar usia lanjut tetap dapat memberikan karya dan tetap merasa berguna.
Penyuluhan untuk pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada usia lanjut.
Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Upaya kuratif Upaya kuratif yaitu upaya pengobatan pada usia lanjut dan dapat berupa kegiatan:
Pelayanan kesehatan dasar
Pelayanan kesehatan spesifikasi melalui system rujukan.
d. Upaya rehabilitative Upaya rehabilitative yaitu upaya mengembalikkan fungsi oragan yang telah menurun, yang dapat berupa kegiatan :
Membrikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya alat pendengaran dan lain-lain agar usia lanjut dapat memberikan karya dan tetap berguna sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Mengembalikkan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental penderita.
Pembinaan usia dan hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktifitas di dalam maupun diluar rumah.
Nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita.
Perawatan fisioterapi.
e. Upaya penyuluhan kesehatan Disamping upaya pelayanan diatas dilaksanakan yang tidak kalah penting adalah penyuluhan kesehatan masyarakat yang merupakan bagian integral dari pada setiap orang program kesehatan. Adapun tujuan khusus program penyuluhan kesehatan masyarakat pada usia lanjut ditujukan sebagai berikut:
Kelompok usia lanjut itu sendiri
Kelompok keluarga yang memiliki usia lanjut
Kelompok masyarakat lingkungan usia lanjut
Penyelenggaraan kesehatan
Lintas sektoral (pemerintah dan swasta) Sedangkan penyuluhan kesehatan masyarakat ada usia lanjut
terdiri dari :
Komponen
penyebarluasan
Informasi
kesehatan
dengan
melakukan kegiatan : -
Mengembangkan, memproduksi dan menyebarluaskan bahanbahan penyuluhan kesehatan masyarakat usia lanjut.
-
Meningkatkan sikap, kemampuan dan motivasi petugas puskesmas dan rujukan serta masyarakat di bidang kesehatan masyarakat usia lanjut.
-
Melengkapi puskesmas den rujukannya dengan sarana den bahan penyuluhan.
-
Meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk media masa agar pesan kesehatan masyarakat usia lanjut menjadi bagian integral.
-
Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat umum den kelompok khusus seperti daerah terpencil, transmigrasi dan lain-lain.
-
Melaksanakan
pengkajian
den
pengembangan
serta
pelaksanaan tekhnologi tepat guna dibidang penyebarluasan informasi. -
Melaksanakan evaluasi secara berkala untuk mengukur dampak serta meningkatkan daya guna dan hasil guna penyuluhan.
-
Menyebarluaskan informasi secara khusus dalam keadaan darurat seperti wabah, bencana alam, kecelakaan.
Komponen pengembangan potensi swadaya masyarakat di bidang kesehatan dengan kegiatan antara lain: -
Mengembangkan sikap, kemampuan dan motivasi petugas Puskesmas dan pengurus LKMD dalam mengembangkan potensi swadaya masyarakat di bidang kesehatan.
-
Melaksanakan kemampuan dan motivasi terhadap kelompok masyarakat pengembangan
termasuk potensi
swasta
yang
melaksanakan
swadaya
masyarakat
dibidang
kesehatan usia lanjut secara sistematis dan berkesinambungan.
-
Mengambangkan,
memporoduksi
dan
menyebarluaskan
pedoman penyuluhan kesehatan usia lanjut untuk para penyelenggaraan penyuluhan, baik pemerintah maupun swasta.
Komponen Pengembangan Penyelengaraan penyuluhan dengan kegiatan : -
Menyempurnakan kurikulum penyuluhan kesehatan usia lanjut di sekolahsekolah kesehatan.
-
Melengkapi masukan penyuluhan pada usia lanjut.
-
Menyusun modul pelatihan khusus usia lanjut untuk aparat diberbagai tingkat.
Adapun langkah-langkah dari penyuluhan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
Perencanaan sudah dimulai dengan kegiatan tersebut diatas dimana
masalah
kesehatan,
masyarakat
usia
lanjut
dan
wilayahnya jelas sudah diketahui.
Pelaksanaan penyuluhan kesehatan masyarakat usia lanjut harus berdaya guna serta berhasil guna.
Merinci tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang harus jelas, realisis dan bisa diukur.
Jangkauan penyuluhan harus dirinci, pendekatan ditetapkan dan dicapai lebih objektif, rasional hasil sasarannya.
Penyusunan pesan-pesan penyuluhan.
Pengembangan
peran
serta
masyarakat,
kemampuan
penyeleggaranan benarbenar tepat guna untuk dipergunakan.
Memilih media atau saluran untuk mengembangkan peran serta masyarakat dan kemampuan penyelenggaranan. Dengan langkah-langkah rencana penyuluhan beserta semua
sumber daya dan temuan yang diperoleh, dilaksanakan upaya penyuluhan dengan menyusun, menyepakati dan menjelankan suatu jadwal pelaksanaan kegiatan yang jelas dengan menguraikan kapan ( waktu ) dimana ( tempat ),dan siapa ( kelompok sasaran ) , bagaimana ( metode dan media ), apa (pesan-pesan ).
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahjudi, Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 1999 Stanley, Mickey, Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC. Jakarta; 2002. Dirjen Pembinaan Kesehatan Keluarga, 1992, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Depkes, Jakarta.