Tugas Makalah Chapter Retrieval Processes.docx

  • Uploaded by: R RM
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Makalah Chapter Retrieval Processes.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,829
  • Pages: 29
RETRIEVAL PROCESSES Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Kognitif (Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd)

Oleh: Ria Rimfani Musna 1802975

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2018

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelumnya, bab 3 dan 4 telah membahas tentang Sensory, Short-Term, Working Memory dan Encoding Process, yang menjadi fokus dalam bab ini adalah proses retrieval, proses mengakses dan proses menempatkan kembali informasi dari memori jangka panjang. Proses retrieval bisa dikatakan lebih penting daripada pengkodean dan penyimpanan. Seperti yang telah ditunjukkan oleh Roediger (2000), alasannya bisa berasal dari analogi persepsi. Sama seperti dunia luar yang mengandung banyak informasi dan kita hanya memandang sebagian kecilnya saja, otak kita mengandung sebanyak informasi yang dapat dikodekan dan disimpan serta dapat diakses hanya melalui proses pengambilan. Entah bagaimana, dalam proses pengambilan, kita dapat memilah pengalaman masa lalu kita dan mengubahnya menjadi pengalaman sadar. Seperti yang akan kita lihat dalam bab ini, suatu variabel seperti isyarat, hadir saat pengambilan dan bagaimana peserta didik telah berlatih mengambil informasi yang memiliki kekuatan pada apa yang telah diingat dan dimanfaatkan. Retrieval processes (proses pengambilan) merupakan proses pemulihan kembali atau mengingat kembali apa yang disimpan sebelumnya. Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan dalam memori untuk digunakan kembali bila dibutuhkan. Pemanggilan (retrieval) dalam Bahasa sehari-hari mengingat lagi adalah menggunakan informasi yang disimpan dalam memori. Dalam bab ini, membahas bagaimana terjadinya Retrieval processes dengan mengilustrasikan beberapa fenomena retrieval umum lainnya sebagai berikut: Mrs. Thompson baru saja memberikan ujian tentang sejarah Amerika. Dalam kelas ujian tersebut, kebanyakan siswa mulai menulis jawaban dari pertanyaan, tetapi ada empat orang siswa yang diperhatikan gerak geriknya saat ujian tersebut berlangsung. Siswa tersebut yaitu Ronald, Aisha dan Laura, hasil pengamatannya sebagai berikut: Saat Ronald mulai membaca pertanyaan pertama, dia sudah mulai merasakan gemetar, dingin dipunggungnya dan merasakan cemas. Dia tidak ingat jawaban apa yang harus ditulis, bahkan dia juga tidak dapat mengingat topik pembahasan yang pernah dibahas. Dia meneguk dan melanjutkan pertanyaan berikutnya. Sebaliknya, dengan laura saat mulai membaca pertanyaan pertama dan tersenyum kepada dirinya sendiri karena teringat lelucon yang diceritakan oleh mrs.

Thompson pada hari dia membahas materi itu. Laura mulai menulis jawabannya dan mengatakan bahwa kata-kata itu muncul dengan mudah. Untuk laura, pertanyaannya adalah isyarat yang sempurna untuk mengingat. Sementara itu, Aisha menulis bagian dari jawaban dan berhenti. Dia tahu bahwa sisa jawabannya, tapi entah bagaimana kata-kata itu tidak muncul dalam ingatannya. Dia mengangkat tangannya dan bertanya Mrs. Thompson datang ke meja Aisha untuk menjelaskan secara singkat maksud pertanyaan. Setelah mendengar penjelasan tersebut, Aisha mengatakan "aha”! dia merasa ingat sesuatu dan kembali ke tulisannya, yakin bahwa ia bisa menjawab pertanyaan tersebut. Di seberang ruangan, Alejandro mengalami kesulitan mengingat jawaban tes. Akhirnya, ia membolak balik soal tes dan membuat goresan garis yang ia digunakan untuk belajar sebelumnya. Kemudian menggunakan garis nya itu membantunya mengingat apa yang harus dikatakan. Mrs. Thompson mengawasi Alejandro, bingung karena ia sering tampaknya memberikan isyarat sendiri untuk tes nya. Pengalaman dari empat siswa di kelas sejarah Mrs. Thompson yang bervariasi. tapi probabilitasnya tinggi bahwa kita semua telah mengalami hal yang serupa. Kadang-kadang proses pengambilan kita tampaknya tidak efektif seperti Ronald. Pada saat lain, kita mengambil informasi yang kita butuhkan hanya setelah perjuangan. Penelitian tentang ingatan manusia telah banyak memusatkan perhatian pada pemahaman pengkodean dan penyimpanan, tetapi banyak isu penting yang terkait dengan proses pengambilan yang mulai muncul dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah fenomena yang kemudian dikenal sebagai pengkodean spesifisitas. B. Encoding Specificity Encoding Specificity (Kekhususan Pengkodean), Associate atau kata pendamping membantu kinerja memori hanya ketika mereka ada pada subyek pengkodean dan pada pengambilan informasi. Dari diskusi tentang kekhususan pengkodean, para psikologi bertanya-tanya apakah pengelompokkan ini penting hanya pada saat pengkodean dan pengambilan atau terjadi pada keduanya? Dalam penelitian awal, tulving dan osles (1968) menjawab pertanyaan ini. Tulving dan Osler membagi kelompok subjek mereka menjadi dua kondisi. Dalam satu kondisi, subjek hanya dijadikan daftar kata 24-item untuk belajar. Dalam kondisi kedua, subjek menerima daftar kata yang sama, tetapi dalam hal ini masing-masing 24-item yang harus dipelajari dipasangkan dengan rekan yang ingatan lemah. Kemudian subjek kondisi kedua dibagi menjadi dua kelompok yaitu setengah subjek hanya diminta untuk mengingat secara bebas dari 24 kata.

Setengah lainnya juga diminta untuk menulis ulang 24 kata tetapi subjek ini dipasangkan dengan rekan yang lemah ingatannya. Dengan cara ini, Tulving dan Osler membangun empat kelompok : 1) Daftar kata, belajar tanpa rekan, menguji tanpa rekan 2) Daftar kata untuk belajar tanpa rekan, menguji dengan rekan 3) Daftar kata untuk belajar dengan rekan, menguji tanpa rekan 4) Daftar kata untuk dipelajari bersama rekan, uji dengan rekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kata-kata dari rekan yang ingatannya lemah atau katakata isyarat dapat memfasilitasi kinerja memori hanya ketika subjek berada baik di saat encoding dan di saat retrieval. Isyarat yang hadir pada saat pengkodean atau pada saat pengambilan tidak dapat meningkatkan kinerja memori. Penelitian selanjutnya mengembangkan dan mencontohkan fenomena kekhususan pengkodean. Penelitian tersebut antara lain sebagai berikut: a. The Generation Effect Efek generasi ini membentuk pada temuan bahwa material verbal yang dihasilkan sendiri pada saat pengkodean lebih baik dari pada materi yang dihasilkan dengan cara membaca pada saat pengkodean. Misalnya: Rabinowitz dan Craik (1986), mereka menunjukkan bahwa 56 kata untuk dipelajari oleh subjek, setiap kata tersebut dipelajari mengkaitkannya dengan benda-benda dan sebagainnya hanya dibaca. Ketika subjek menyandikan kata-kata, subjek harus menghasilkan huruf-hurus yang hilang dari ingatan. Contoh: jika seorang guru menyebutkan kata kotak yang berbentuk bangun datar, tanpa seorang guru menyebutkan apa saja sifat-sifat dari kubus siswa tau bahwa yang berbentuk kotak itu adalah kubus, karena siswa lebih mudah mengingat kembali huruf-huruf yang hilang dari ingatannya dari pada siswa yang hanya membaca. b.

Elaborative Interogation

Elaborative Interogation adalah menggali pertanyaan-pertanyaan pada informasi dari apa yang sudah pernah dibaca. Menginterogasikan informasi baru dengan apa yang sudah mereka ketahui dan membantu siswa memperkaya informasi yang masuk dalam berbagai cara. Contoh: guru mengajukan berbagai pertanyaan eksplorasi untuk mengali berbagai ingatan siswa yang tersimpan dalam memori jangka panjang, kemudian dikeluarkan melalui memori jangka pendek dan terjadilah di memori kerja. Informasi lebih baik dipelajari bukan hanya karena elaborasi melakukan proses asimilasi kedalam struktur mental yang ada tetapi juga karena dapat direkonstruksi dengan cara membuatnya lebih bermakna (Mandler, 2002b).

Contohnya: dimana proses ini siswa diberikan berbagai pertanyaan untuk mengali pengetahuan siswa yang telah ada dalam memorinya, seperti pertanyaan : Apakah kamu pernah belajar menghitung ?, Dimana ?, Dengan siapa ?, setelah sesi pertanyaan interrogation dilakukan maka proses elaborasi dilakukan seperti guru mendorong siswa untuk membaca dan menuliskan hasil eksplorasi, diskusi, mendengarkan pendapat, pada saat proses elaborasi guru dihadapkan mampu membuat proses belajar mengajar yang bermakna. c.

Advance Organizer Advance Organizer adalah informasi pendahuluan yang diberikan kepada siswa sebelum

membaca bacaan yang akan mengkaitkan informasi yang akan dipelajari dan informasi terdahulu. Sebuah contoh penelitian tentang pengkodean spesifisitas dapat dilihat dalam sebuah studi oleh Corkill, Glover, dan Bruning (1988) yang berfokus pada faktor-faktor yang membuat advance organizer yang efektif. Advance organizer adalah materi yang diberikan kepada siswa sebelum membaca materi yang dirancang untuk mengkaitkan dengan materi yang harus dipelajari. Corkill dkk, mengurutkan siswa ke dalam kondisi berdasarkan apakah mereka membaca materi prasyarat sebelum membaca bab tentang astronomi. Kemudian saat mengingat, Corkill dkk, memeriksa efek dari advance organizer sebagai isyarat untuk pengambilan. Berbeda dengan kondisi tidak ada isyarat dan kondisi lain (di mana jenis lain dari petunjuk diberikan kepada siswa pada saat pengambilan), memberikan informasi awal kepada pembaca sebagai isyarat pengambilan menyebabkan tingkat recall yang lebih besar secara signifikan dari konten penerimaan. Akan tetapi, menyampaikan informasi awal sebelumnya sebagai isyarat pengambilan hanya bekerja jika para siswa telah membaca informasi awal sebelum membaca bab tentang astronomi. Siswa yang hanya membaca saja tanpa informasi sebelumnya tidak mendapatkan memberikan manfaat dari advance organizer yang diberikan kepada mereka pada saat pengambilan. Tampaknya, bahkan mengingat kembali dari bagian bacaan yang panjang dapat difasilitasi ketika siswa diberikan isyarat pada saat pengambilan yang hadir ketika mereka pertama kali mengaktifkan schemata tentang materi. Satu aspek menarik dari prinsip kekhususan pengkodean adalah penerapannya yang luas, Sebagai contoh, para peneliti telah menunjukkan bahwa proses pengambilan lebih efisien ketika cocok dengan kondisi pengkodean bahkan ketika keadaan afektif atau psikologis yang tidak biasa dilibatkan. Fenomena ini sering disebut sebagai pembelajaran yang bergantung pada kondisi (Overton, 1985; Schramke & Bauer 1997). Dalam sebuah penelitian, Bower (1981) menemukan

bahwa siswa yang belajar informasi ketika mereka sedih, mereka mengingat informasi yang lebih baik ketika mereka berada dalam keadaan yang sama dibandingkan ketika mereka bahagia. Godden dan Baddeley (1975) menemukan hal yang sama ketika orang belajar informasi di darat atau di bawah air! Hasil ini menunjukkan hubungan yang kuat antara kondisi atau keadaan pada pengkodean dan orang-orang pada saat pengambilan. Semakin banyak kecocokan ini, semakin besar kemungkinan akan berhasil. Hasil dari pengkodean studi spesifisitas penting bagi pendidik, karena mereka menekankan pentingnya konteks pada ingatan. Dalam studi ini, konteks untuk pengambilan bervariasi dengan ada atau tidaknya petunjuk yang tersedia bagi siswa pada penyandian. Namun, efek konteks pada retrieval melampaui kehadiran atau tidak adanya isyarat penelitian. Simth (1986) dan Smith, Vela, dan Williamson (1989). Sebagai contoh, menunjukkan bahwa bahkan konteks lingkungan umum di mana pengkodean dan retrieval terjadi mempengaruhi memori. Ternyata memori siswa untuk informasi tidak hanya tergantung pada isyarat penelitian tetapi di kelas di mana siswa belajar. Ketika siswa diuji di ruangan yang sama di mana mereka belajar, kinerja ingatan mereka lebih baik daripada jika mereka diuji di ruangan yang berbeda dari yang di mana mereka belajar. Studi tentang pengaruh konteks pada retrieval dan prinsip pengkodean kekhususan telah menjadi bagian keseluruhan dari pemahaman kita tentang ingatan. Mereka membantu berpikir tentang bagaimana keberhasilan dalam mengambil informasi sangat berkaitan dengan kesesuaian antara kondisi belajar dan pengambilan. Mereka juga dapat membantu kita berpikir tentang kondisi belajar dan belajar yang paling mungkin memberikan siswa kesempatan terbaik untuk menerapkan dan menggunakan apa yang mereka pelajari. Prinsip pengkodean spesifisitas juga penting karena menyoroti hubungan antara berbagai tahap pemrosesan informasi. Kami sekarang tahu bahwa aktivitas yang meningkatkan pengkodean informasi juga akan meningkatkan pengambilan. Meskipun kadang-kadang diperlukan untuk membedakan antara pengkodean, penyimpanan, dan retrieval, bahkan lebih penting untuk diingat bahwa semua fungsi memori terkait erat. Kekhususan pengkodean juga membantu untuk menjelaskan pengalaman memori sehari-hari. Sebagai contoh, kita semua telah memiliki pengalaman mendengar lagu tertentu di radio dan kemudian mengingat hal-hal yang tidak kita pikirkan selama bertahun-tahun (ingat diskusi kita tentang memori episodik). Demikian pula, sebagian besar dari kita pernah mengalami ingatan yang kita pikir terlupakan ketika kita bertemu seorang teman dari masa kecil kita atau masa sekolah

menengah. Dalam contoh-contoh ini, musik atau penglihatan teman mengembalikan isyarat hadir ketika kami menyandikan informasi. Tanpa isyarat, pengambilan mungkin sulit, seperti ketika kita bertemu dengan seorang kenalan kerja di luar konteks katakanlah, di supermarket dan pada awalnya gagal mengenali orang tersebut. Encoding spesifisitas menekankan sifat alami dari proses kognitif (Lave & Wenger, 1991; Wortham, 2001) dan pentingnya konteks dalam kognisi. Ingatan siswa tidak berfungsi seperti pemutar DVD; peristiwa tidak hanya diputar ulang pada pilihan mereka. Sebaliknya, pengambilan tergantung pada kualitas isyarat memori yang tersedia bagi mereka, berdasarkan tingkat kecocokan antara encoding dan konteks pengambilan. Kaya konteks yang memberikan banyak isyarat kaya untuk pengambilan hampir selalu akan menghasilkan kinerja memori yang lebih baik, sementara konteks dengan isyarat pengambilan yang lemah atau sedikit cenderung memberi kita sedikit indikasi tentang apa yang sebenarnya diketahui siswa. Salah satu cara bahwa konteks pada saat pengambilan dapat bervariasi adalah dengan tuntutan yang kita berikan kepada siswa di waktu penilaian. Misalnya, di satu sisi, kami dapat memberikan informasi kepada siswa dan menanyakan apakah mereka mengenalinya, seperti ketika pilihan ganda sederhana atau item benar-salah digunakan. Di sisi lain, kita dapat meminta siswa untuk memberikan informasi dari ingatan, seperti ketika kita meminta mereka untuk mendiskusikan dua konsekuensi penting domestik dari Perang Irak. Dalam konteks yang terakhir, kami meminta siswa untuk mengingat dan memanfaatkan informasi. Perhatian yang baik telah berfokus bagaimana pengenalan dan penarikan kembali beroperasi. Pada bagian berikut, kami meninjau masing-masing pendekatan ini untuk mengambil informasi memori jangka panjang. Contoh: misalkan seorang guru bertanya tanggal 10 november adalah hari ? secara spontan siswa akan menjawab itu adalah hari pahlawan, karena sudah tersimpan dalam memori siswa. Tetapi, jika guru bertanya 20 november hari apa, jika tidak bertautan dengan apa yang ada dalam memori siswa makanya siswa tidak tahu bahwa tanggal 20 november tersebut adalah hari libur maulid. Contoh lainya dalam pembelajaran matematika: ketika seorang guru bertanya kotak itu bentuk apa? Jika pertanyaan itu bertautan dengan apa yang ada dalam memori siswa makanya dengan mudah siswa menjawab pertanyaan tersebut. C. Recall and Recognition Bayangkan Anda sedang mempersiapkan ujian tengah semester untuk suatu mata pelajaran. Pemahaman Anda adalah bahwa ujian pilihan ganda (recall), sehingga Anda bekerja keras

mempersiapkan diri untuk mengenali kembali ide-ide yang ada pada tes dan untuk membedakan fakta-fakta penting dari materi lain. Anda akhirnya selesai belajar pada jam 4 pagi di pagi hari, anda senang mengetahui bahwa Anda sepertinya telah menguasai materi tersebut. Sayangnya, kebahagiaan Anda hanya berlangsung sampai saat Anda masuk ke ruang ujian dan mengtahui bahwa Anda salah. Tes ini bukan pilihan ganda. Sebaliknya ini adalah ujian esai, yang mengharuskan Anda untuk mengingat informasi, bukan hanya mengenalinya. Situasi ini tidak hanya mengganggu tetapi mungkin akan berdampak negatif terhadap kinerja Anda, mengingat perbedaan antara mengenali dan mengingat informasi. Ada bukti empiris yang mengaitkan strategi persiapan ujian siswa dengan kinerja mereka. Dalam laboratorium, siswa yang tes recall cenderung fokus pada organisasi material, sedangkan mereka yang mengantisipasi recognition cenderung menekankan membedakan item dari satu sama lain sehingga mereka dapat memilih item yang relevan dari distraktor pada tes (Kintsch, 1986). Metode persiapan yang berbeda ini mengarah pada penampilan pengujian yang dibentuk untuk jenis tes yang diharapkan. Siswa yang diuji dengan cara yang konsisten dengan harapan mereka untuk menguji siswa yang jauh lebih baik yang menerima jenis tes yang tidak mereka harapkan (Glover & Corkill, 1987). Kebiasaan siswa belajar yang sebenarnya menanggung pekerjaan laboratorium. Biasanya, siswa mempersiapkan secara berbeda untuk tes esai daripada untuk tes pengenalan. Mereka melaporkan bahwa ketika mereka belajar untuk semua ujian esai, mereka menekankan pengorganisasian konten, menghubungkan ide-ide penting satu sama lain dan mempraktekkan penarikan kembali informasi. Sebaliknya, ketika siswa mempersiapkan diri untuk tes pengenalan, mereka melaporkan fokus untuk menjadi dekat dengan materi dan membedakan informasi yang akan diambil dari materi lain. Mereka juga ingat untuk belajar lebih giat untuk tes esai daripada untuk tes pengenalan. Yang terakhir ini berbeda, sangat masuk akal karena penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pengenalan lebih mudah daripada mengingat. Hampir dalam semua situasi, kinerja siswa lebih baik pada tes recognition daripada pada tes recall (Hamilton & Ghatala, 1994; Mitchell & Brown, 1988). Terlepas dari banyaknya bukti tidak langsung yang menunjukkan perbedaan pada proses mengingat dan pengenalan, sifat yang tepat dari perbedaan-perbedaan ini sulit dipahami (Nilsson, Law, & Tulving, 1988). Hipotesis awal yang ditawarkan untuk menjelaskan perbedaan dalam recall dan recognition diajukan oleh McDougall (1904) lebih dari seabad yang lalu. Hipotesis

"ambang" ini menyatakan bahwa baik kinerja pengenalan dan mengingat kembali bergantung pada kekuatan informasi dalam memori. Selanjutnya, hipotesis menyatakan bahwa sedikit informasi memiliki kekuatan tertentu sebelum dapat dikenali, yang disebut ambang pengenalan. Hipotesis ambang juga menyatakan bahwa jumlah kekuatan yang lebih besar diperlukan untuk informasi yang perlu diingat, ambang mengingat kembali. Implikasi dari hipotesis ambang yang jelas dan tampaknya memperhitungkan sebagian besar data dari studi yang kontras recognition dan recall. Hipotesis ini memperkirakan bahwa beberapa informasi yang dipelajari dengan baik akan dikenali dan diingat karena kekuatan informasi dalam memori akan berada di atas pengenalan recognition dan ambang batas recall. Ketika informasi kurang dipelajari, bagaimanapun itu tidak akan diingat atau dikenali karena kekuatannya dalam memori pengenalan tetapi dibawah ambang batas recall. Hipotesis ambang telah diganti oleh perspektif yang lebih kontemporer. Karya tulving dan rekan-rekannya (misalnya, Nilsson ct al., 1988; Tulving, 1983, 1985), berpendapat bahwa perbedaan dalam mengingat dan pengenalan adalah bagian dari fenomena kontekstual yang lebih besar dalam memori yang mirip dengan pengkodean spesifisitas; yaitu, kecocokan atau pengkodean dan operasi pengambilan menentukan kinerja. Argumen Tulving, kurangnya dari upaya untuk memeriksa proses yang terlibat dalam mengingat dan pengenalan, daripada itu upaya untuk menjelaskan perbedaan kinerja dalam mengingat dan pengenalan. Perspektif kedua tentang ingatan dan pengenalan disebut sebagai model ingatan ganda. Pandangan ini menyatakan bahwa recall dan pengakuan pada dasarnya sama, kecuali bahwa pencarian memori yang jauh lebih luas diperlukan dalam mengingat daripada pengenalan (Greene, 1992, untuk diskusi lebih lanjut). Untuk mengilustrasikan bagaimana penarikan dan pengakuan pencarian berbeda. Gambar 5.1 menunjukkan contoh jaringan proposisional berdasarkan pandangan J. R. Anderson tentang bagaimana proposisi terkait dapat diwakili (Anderson, 2005). Ini merupakan informasi bahwa Monroe adalah presiden setelah Madison. Misalnya, dua pertanyaan berikut: I. Siapa presiden setelah Madison? 2. Apakah Monroe presiden setelah Madison? Pertanyaan pertama ("Siapa...") Adalah pertanyaan penarikan; yang kedua ("Apakah Monroe ...") adalah pertanyaan pengakuan. Pertanyaan penarikan memberi siswa Madison sebagai titik akses untuk memulai pencarian memori. Dari sudut pandang Anderson, pertanyaan seperti itu menuntut hal itu

GAMBAR 5.1 Jaringan Proposisi. Gambar tersebut menggambarkan jaringan proposisional dari informasi yang Monroe ikuti Madison sebagai presiden Amerika Serikat. Pembaca memasukkan memori di Madison dan mencari ke Monroe. Untuk mencapai hal ini, seorang siswa pertama akan mengaktifkan mode Madison dan aktivasi penyebaran sampai pembaca Monroe. Namun, jika hubungan antara proposisi kedua dan ketiga lemah atau jika tidak cukup diaktifkan, maka ingatan akan gagal. Berbeda dengan pertanyaan recall, pertanyaan recognition menyediakan dua titik akses dalam memori yang dapat menyebar aktivasi: Madisor, dan Monroe. Rupanya siswa tidak dapat mengaktifkan tautan yang sesuai dari Madison, mereka mungkin melakukannya dari Monroe. Jadi, pertanyaan recognition menyediakan lebih banyak cara untuk masuk dan mencari memori. Analisis teoritis penuh tentang perbedaan potensial antara recall dan recognition berada di luar cakupan bab ini. Diskusi singkat kita tentang proses-proses ini mungkin tampak menyiratkan bahwa jika siswa diberi isyarat yang tepat, pengambilan adalah masalah mencari memori yang tepat, menemukannya, dan kemudian membacanya. Jika Anda duduk untuk menguji konten ini, sepertinya Anda hanya perlu menemukan tempat Anda menyimpan kenangan agar berhasil mengingat konten, Pandangan ini salah, karena menganggap bahwa seluruh isi kejadian memori (misalnya, hasil belajar bab ini) disimpan dan bahwa itu semua disimpan di tempat yang sama. Ini juga mengasumsikan bahwa semua yang harus dilakukan adalah mencari lokasi memori dan mengambilnya. Jika memori disimpan dengan cara ini, kita masing-masing akan membutuhkan gudang untuk menyimpan semua kenangan terpisah kita. Kami hanya menemukan terlalu banyak informasi selama hidup kami untuk memungkinkan penyimpanan besar seperti itu.

Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi. Misalnya: yang terjadi pada proses recall, ketika mengingat nama seorang teman saat sekolah dasar, kita dapat mengingat namanya tanpa adanya kehadiran teman tersebut. Sedang yang terjadi pada proses recognition, kita akan mengingat nama seorang teman saat kita berjumpa dengan teman yang bersangkuran. Dalam hal lainnya, contoh dalam pembelajaran matematika: Recall, misalnya: seorang siswa sedang belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian tengah semester mata pelajaran matematika, siswa tidak tahu pertanyaan yang seperti apa yang akan ditanya. Namun, saat siswa membaca pertanyaan tersebut dia tahu bahwa adalah tentang materi pecahan. Recognition, misalnya: rekognisi ini terjadi ketika seorang guru memulai pembelajaran maka guru tersebut memberikan apersepsi terlebih dahulu dengan menunjukkan gambar rumah pada dan bertanya kepada siswa atap rumah padang berbentuk apa ? D. Reconstruction Jika retrieval tidak mudah

dibaca langsung dari memori, apa itu? Banyak bukti

menunjukkan bahwa retrieval adalah memori rekonstruktif (misalnya, Craik, 2002; Greene, 1992; Mandler, 2002b) seperti halnya pengkodean adalah memori konstruktif. Dengan kata lain, alihalih keseluruhan kejadian dalam memori. Namun, hanya kata kunci dari suatu peristiwa yang disimpan, dipandu oleh schemata. Pada saat pengambilan, kami memunculkan kata kunci dan menyatukannya dengan pengetahuan umum (baik domain khusus maupun umum) untuk merekonstruksi apa yang kami temui. Proses ini memungkinkan kita untuk "menangani" informasi yang jauh lebih sedikit daripada kita mengkodekan dan mengambil kembali semua informasi yang kita temui. Misalnya, Anda harus menyaksikan kecelakaan mobil sore ini. Kemudian, ketika seorang petugas polisi meminta Anda untuk menceritakan apa yang terjadi, Anda mungkin akan mengambil beberapa kata kunci dari kejadian tersebut dan sisanya direkonstruksi. Misalnya, Anda mungkin ingat dengan jelas bahwa sebuah truk pickup tua menabrak sebuah Mercedes baru di persimpangan. Anda juga ingat bahwa Anda sedang menunggu tanda “berjalan” tiba , tetapi Anda mungkin sebenarnya tidak dapat melihat lampu lalu lintas. Jadi, untuk menggambarkan kendaraan mana yang menyalakan lampu merah, Anda bekerja dari apa yang sebenarnya Anda lihat dan ingat untuk mencapai kesimpulan bahwa pengemudi pickup itu pasti mengabaikan lampu merah. Untuk semua yang Anda tahu, meskipun lampu lalu lintas bisa terjebak sehingga kedua kendaraan pada saat lampu hijau.

Kesalahan ini timbul oleh memori konstruktif, seperti kendaraan yang menjalankan penerangan biasa terjadi dalam pengambilan. Siswa membuat kesalahan serupa saat mengingat apa yang mereka baca dan dengar. Mereka mungkin menulis tentang George Washington yang terpilih sebagai presiden pertama Amerika Serikat dan bahwa John Adams ikut dengannya sebagai wakil presiden. Bahkan, Adams menempati posisi kedua dalam pemilihan untuk menjadi presiden dan menjadi wakil presiden. Undang-undang pemilu yang mengatur sistem kita saat ini "teman sepencalonan" untuk presiden dan wakil presiden tidak dirumuskan sampai setelah Washington waktu itu. Dalam hal ini, siswa mengingat siapa yang menjadi presiden dan wakil presiden, tetapi merekonstruksi bagaimana wakil presiden datang ke kantor. Fenomena serupa sering terjadi ketika mahasiswa psikologi menjelaskan studi John B. Waston yang terkenal tentang albert kecil. Seperti yang Anda ketahui, Waston mengondisikan rasa takut terhadap anak-anak Albert dengan memasangkan bunyi keras dengan benda-benda putih sampai benda-benda putih itu mengeluarkan respons rasa takut. Namun, kami telah melihat beberapa siswa yang melanjutkan untuk menyatakan bahwa Watson "tidak terkondisi" Albert kecil dan menghilangkan respon rasa takut. Bahkan, tidak ada laporan tentang hal ini terjadi. Siswa menggunakan pengetahuan mereka tentang pendekatan kontemporer untuk penelitian psikologi untuk merekonstruksi akhir yang masuk akal untuk cerita. Seperti ini dapat dilihat dari contoh-contoh lainnya, sistem memori rekonstruktif harus jauh lebih sedikit membutuhkan memori "ruang" daripada sistem "pembacaan". Hanya kata kunci yang perlu diingat tentang peristiwa memori ketika pengetahuan lain digunakan untuk merekonstruksi peristiwa. Tentu saja sistem rekonstruktif juga akan membuka lebih banyak kesalahan yang mengarah pada rekonstruksi yang tidak tepat. Faktanya, kesalahan dari tipe ini telah meyakinkan sebagian besar psikolog kognitif tentang sifat rekonstruktif memori (lihat Ceci & Bruck, 1993; dan Welch-Ross, 1995, untuk ulasan). Dua penelitian klasik yang dilakukan pada tahun 1930-an telah menjadi pusat argumen bagi sifat rekonstruktif dari ingatan manusia. Masing-masing telah direplikasi beberapa kali, dan hasilnya tetap konsisten (Schwartz & Reisberg, 1991). Dalam sebuah penelitian yang dilaporkan dalam bukunya, Remembering (1932), Bartlett, seorang psikolog Inggris, memiliki subjek untuk membaca sebuah cerita singkat berjudul "The War of the Ghosts." Kisah ini adalah abstraksi dari legenda Native Amerika Utara yang dengan pengetahuan yang sangat luas tentang budaya itu.

Namun, Bartlett adalah orang Inggris dan memiliki sedikit pengetahuan tentang budaya, jika ada persiapan budaya untuk memahami cerita. Bagi mereka, itu sangat tidak biasa. Setelah Bartlett membaca ceritanya, Bartlett menilai ingatan mereka pada rentang waktu yang berbeda. Bartlett mencatat bahwa ingatan untuk bagian itu sedikit bahkan pada rentang waktu yang pendek. Lebih penting lagi, Bartlett mengamati bahwa subjek seakan hanya mengingat inti atau tema cerita. Dari intisari ini, mereka membangun kisah yang masuk akal yang membuat semacam keluar dari informasi yang diingat. Tidak mengherankan, cerita-cerita yang direkonstruksi sering mengandung kesalahan dan distorsi yang membuat cerita sesuai dengan pengetahuan budaya umum yang dimiliki oleh subyek Inggris (lihat cerita 5.1). Pada tahun yang sama, buku Bartlett diterbitkan, Carmichael, Hogan, dan Walter (1932) menjelaskan bukti yang sangat berbeda tetapi juga meyakinkan untuk proses rekonstruksinya. Dalam eksperimen mereka, yang melibatkan memori sebuah gambar, semua subjek Carmichael dkk diperlihatkan satu set gambar garis yang mirip dengan yang digambarkan pada Gambar 5.2. Subjek dikelompokkan ke dalam tiga kondisi berdasarkan label yang mereka terima dengan gambar. Subjek dalam kondisi kontrol tidak menerima label; mereka hanya ditunjukkan gambarnya. Subjek dalam satu kondisi eksperimental menerima label yang ditunjukkan pada Daftar A pada Gambar 5.2. Subjek dalam kondisi eksperimen kedua diberi label yang digambarkan dalam Daftar B Gambar 5.2. Misalnya, subjek dalam satu kondisi eksperimental melihat dua lingkaran dihubungkan dengan garis lurus berlabel "barbel," sedangkan subjek dalam kondisi lain melihat gambar ini berlabel "kacamata." Ketika subjek dalam Carmichael dkk. Studi diminta untuk menarik angka-angka dari perbedaan yang mernori dan menarik muncul di antara berbagai kondisi. Subjek dalam kondisi kontrol paling akurat menggambarkan gambar seperti aslinya ditampilkan. Anggota kelompok eksperimen yang diberi label dalam Daftar A cenderung berprasangka terhadap gambar mereka secara sistematis sehingga mereka sesuai dengan label. Dalam demonstrasi kelas di mana kami mengulangi Carmichael dkk, eksperimen satu siswa menggambar potongan hidung dan pita atau “kacamata.” Demikian pula, subjek menunjukkan label. Dalam Daftar B juga berprasangka reproduksi mereka agar sesuai dengan label yang mereka lihat. Dalam penggunaan bahan-bahan ini, kami telah melihat siswa yang menggambar topi koboi untuk "topi" dan lainnya yang meletakkan pegangan pada gagang "sekop," BOX 5.1

Student'sProtocol

Kisah Bartlett "The War of the Ghosts" dan Dua orang muda berdiri di dekat sungai untuk One Student's Protocol

memulai pengurungan, ketika sebuah perahu

Perang Hantu

muncul dengan lima di dalamnya. Mereka

Suatu malam, dua pemuda dari Egulac pergi ke semua bersenjata untuk perang. sungai untuk berburu anjing laut, dan

Para pemuda pada mulanya ketakutan,

sementara mereka di sana menjadi berkabut tetapi mereka diminta oleh para pria untuk dan tenang. Kemudian mereka mendengar datang dan membantu mereka melawan teriakan

perang,

dan

mereka

berpikir: beberapa musuh di bank lain. Seorang pemuda

"Mungkin ini adalah pesta perang." Mereka mengatakan dia tidak bisa datang karena melarikan diri ke pantai, dan bersembunyi di hubungannya akan mengkhawatirkan dirinya; balik balok kayu. Sekarang kano muncul, dan yang lain berkata dia akan pergi, dan mereka mendengar suara dayung, dan melihat memasuki perahu. satu kano datang bagi mereka. 'Ada lima pria di perahu, dan mereka berkata:

Pada malam harinya dia kembali ke gubuknya, dan memberi tahu teman-temannya

"Apa yang kaupikirkan? Kami ingin bahwa dia telah bertempur. Banyak sekali yang mengajakmu. Kita akan naik ke sungai untuk terbunuh, dan dia terluka oleh panah; dia tidak berperang melawan orang-orang."

merasa sakit, katanya. Mereka mengatakan

Salah satu pemuda berkata: "Saya tidak kepadanya bahwa dia pasti bertempur dalam punya anak panah." "Panah ada di kano” kata pertempuran hantu. Kemudian dia ingat bahwa mereka.

itu aneh dan dia menjadi sangat bersemangat.

"Aku tidak akan ikut. Aku mungkin Namun, di pagi hari, dia jatuh sakit, dan temanterbunuh. Kerabatku tidak tahu ke mana aku temannya berkumpul; dia jatuh dan wajahnya pergi. Tapi kau," katanya, berpaling ke yang menjadi sangat pucat. Lalu dia menggeliat dan lain, "boleh ikut dengan mereka."

menjerit dan teman-temannya dipenuhi dengan

Jadi, salah satu pemuda pergi, tetapi yang teror. Akhirnya dia menjadi tenang. Sesuatu lain kembali ke rumah.

yang keras dan hitam keluar dari mulutnya, dan

Dan para prajurit pergi ke sungai ke kota dia terkendali dan mati. di sisi lain Kalama. Orang-orang turun ke air, dan mereka mulai berkelahi, dan banyak yang terbunuh. Tapi saat ini pemuda itu mendengar salah satu prajurit berkata: "Cepat, mari kita

pulang: orang India itu telah dipukul." Sekarang dia berpikir, "Oh, mereka makan hantu." Dia tidak merasa sakit, tetapi mereka mengatakan dia punya ditembak. Jadi, kano kembali ke Egulac, dan pemuda itu pergi ke rumahnya, dan membuat api dan dia mengatakan kepada siapa pun dan berkata: "Lihatlah, aku menemani hantu-hantu itu, dan kami pergi berperang. Banyak dari rekan-rekan kami terbunuh, dan banyak dari mereka yang menyerang kami terbunuh. Mereka mengatakan saya dipukul, dan saya tidak merasa sakit." Dia

menceritakan

semuanya,

dan

kemudian dia menjadi tenang. Ketika matahari terbit dia jatuh. Sesuatu yang hitam keluar dari mulutnya. Wajahnya menjadi berkerut. Orangorang berjongkok dan menangis. Dia sudah mati. Meskipun penelitian Bartlett dan Carmichael dkk dengan jelas menunjukkan bahwa ingatan bersifat rekonstruktif, penjelasan mereka tentang bagaimana rekonstruksi dioperasikan tidak jelas dan tidak diterima dengan baik. Tidak sampai teori skema mulai diterima secara umum, semakin banyak laporan teoritis yang canggih tentang memori rekonstruktif. Secara umum, pandangan saat ini proses rekonstruktif dalam memori menekankan siswa mengasimilasi informasi baru ke dalam struktur memori yang ada. Daripada mengingat semua rincian dalam sebuah peristiwa, siswa mengingat inti dari suatu peristiwa (misalnya, Washington dan Adams adalah presiden pertama dan wakil presiden) dan kemudian menggunakan pengetahuan umum mereka tentang peristiwa serupa (misalnya, schemata siswa untuk presiden pemilihan umum) untuk merekonstruksi informasi pada saat tes, kelangkaan yang kita lihat.

LIST A

GAMBAR

LIST B

Bottle

Stirrup

Eyeglasses

Barbel

Ship’s wheel

Sun

GAMBAR 5.2 Memori rekonstruktif dalam pengulangan informasi yang berkomitmen untuk menghafal memori (misalnya, Ikrar Kesetiaan dan solilokui Hamlet) juga menunjukkan bahwa memori rekonstruktif kemungkinan besar ketika siswa belajar dan mengingat informasi-informasi yang bermakna yang struktur pengetahuannya sudah tersedia. Dalam pembelajaran matematika dengan reconstruction untuk pengambilan informasi, misalnya: Alat peraga matematika yang dalam konsep menjadi alat bantu pembelajaran tentu banyak diperlukan dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran. Selain memudahkan kegiatan belajar mengajar bagi guru maupun siswa, alat peraga juga diharapkan mampu digunakan secara efektif dan mampu merekonstruksi ingatan siswa. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan alat peraga yang tepat dalam pembelajaran.

Beberapa alat peraga yang mungkin tersedia di sekolah adalah alat peraga bangun datar maupun bangun ruang seperti persegi, peregi panjang, segitiga, jajar genjang, kerangka kubus, kerangka balok, kerangka kerucut dan sebagainya. Misalnya untuk membuktikan teorema phytagoras, antara lain seperti di bawah ini. Teorema Pythagoras ialah teorema yang mengaitkan ketiga sisi dalam segitiga bersudut tepat. Torema ini dibuktikan pertama kali secara matematis oleh Pythagoras ho Samios (582 SM - 496 SM), seorang matematikawan dan filsuf Yunani. Pembuktian teorema Pythagoras berkaitan erat dengan luas persegi dan segitiga. Pythagoras menyatakan bahwa kuadrat panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi-sisi yang lain. Untuk memeriksa kebenarannya, mari kita lakukan kegiatan berikut. 1. Sediakan kertas berpetak, kertas manila, pensil, penggaris, gunting, dan lem. 2. Buatlah beberapa buah persegi dari kertas berpetak dengan panjang sisi persegi adalah a = 3 kotak, b = 4 kotak, c = 5 kotak. Kemudian guntinglah persegi-persegi itu-itu. 3. Tempel ketiga persegi tersebut di kertas manila seperti gambar di bawah ini.

4. Ulangi langkah no. 2 dan 3 dengan membuat persegi yang berukuran a = 6 kotak, b = 8 kotak, dan c = 10 kotak. 5. Perhatikan luas ketiga persegi. Apa yang dapat kalian ketahui tentang hubungan nilai a,b, dan c? Hubungannya adalah jumlah kuadrat nilai a dan b sama dengan kuadrat nilai c. Pembuktian: 3² + 4² = 5²

6² + 8² = 10²

9 + 16 = 25

36 + 64 = 100

25 = 25

100 = 100

Jadi dapat kita simpulkan bahwa segitiga-segitiga itu adalah segitiga siku-siku dan dengan rumus Pythagoras a² + b² = c². Beberapa alat peraga tersebut memang mirip. Dengan adanya bantuan alat peraga, guru dapat membantu merekonstruksi ingatan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan matematika.

E. Recalling Specific Event Diskusi sebelumnya, menunjukkan bahwa orang cenderung merekonstruksi makna sebuah cerita ketika mereka mengambil informasi itu dari pengetahuan umum seperti memori semantik yang diuraikan dalam bab sebelumnya. Tapi apa yang terjadi ketika kita mencoba mengingat peristiwa tertentu yang telah terjadi pada kita? peristiwa ini mungkin diambil dari skema representasi yang berbeda dalam sesuatu memori seperti memori episodik. Di antara pertanyaan-pertanyaan yang peneliti telah pelajari adalah apakah peristiwa episodik lebih mudah diambil dan apakah mereka direkonstruksi ke tingkat yang sama seperti informasi semantik. Sebagian besar dari kita percaya bahwa kita dapat mengambil peristiwa tertentu dari memori dengan sangat mudah dan akurasi. Misalnya, banyak orang Amerika yang lebih tua ingat di mana mereka berada dan apa yang mereka lakukan ketika Presiden John F. Kennedy dibunuh. Yang lain memiliki ingatan yang sama mengenai kematian Beatie John Lennon atau hilangnya pesawat ulang-alik Challengen dan Columbia. Gambaran-gambaran tragedi World Trade Center sekarang ada di benak setiap orang. Kenangan peristiwa yang sangat spesifik seperti ini sering disebut sebagai ingatan flashbulb (Brown & Kulik, 1977). Flashbulb adalah ingatan terhadap peristiwa pertama kali terjadi dengan sangat mengejutkan dan membuat emosi seseorang ikut terhanyut dalam peristiwa tersebut. Ingatan untuk suatu kecelakaan lalu lintas yang Anda saksikan atau untuk pernikahan saudara perempuan Anda juga akan jatuh ke dalam kategori ini. Para peneliti telah menemukan hal-hal yang mengejutkan tentang flashbulb dan kisah-kisah episodik lainnya. Ingatan-ingatan flashbulb tidak seakurat yang mungkin dipikirkan orang, dan dalam banyak kasus tentu tidak "memori ingatan yang tajam," Loftus dan Loftus (1980), yang memeriksa keakuratan kesaksian, menemukan bahwa kesaksian saksi mata seringkali sangat tidak akurat dan bahwa, seperti semua ingatan, dapat dipengaruhi oleh kondisi yang dikenakan pada saat pengambilan. Misalnya, meminta seorang saksi untuk mengingat seberapa cepat mobil itu melaju ketika mobil itu menabrak mobil lain mungkin menimbulkan perkiraan yang lebih tinggi daripada kata yang lebih netral seperti dipukul. Temuan ini sangat menyarankan bahwa informasi pokok pada distorsi serius pada pengambilan tidak hanya karena rekonstruksi yang disebabkan oleh pembelajaran tetapi juga oleh isyarat pengambilan. Studi tentang ingatan flashbulb melaporkan temuan serupa. McCloskey, Wible, dan Cohen (1988) meminta mahasiswa untuk mengisi kuesioner tentang peristiwa seputar ledakan pesawat

ulang-alik Challenger 3 hari setelah bencana. McCloskey dkk, melaporkan bahwa tidak lama setelah kecelakaan, kebanyakan orang memiliki kenangan yang sangat jelas tentang di mana mereka berada, apa yang mereka lakukan, dan bagaimana mereka merasa wawancara dengan orang yang sama 9 bulan kemudian, bagaimanapun, mengungkapkan banyak ketidakakuratan antara memori awal dan tertunda untuk peristiwa tersebut. hanya sekitar 65% dari subjek laporan yang cocok dengan versi aslinya. Schmidt (2004) sama bahwa melaporkan konsistensi memori yang rendah antara mahasiswa mengingat 9/11 pengalaman langsung mereka setelah peristiwa dan ingatan mereka 2 bulan kemudian. Studi seperti ini menunjukkan bahwa pengambilan tidak sesederhana yang diharapkan, bahkan untuk informasi yang jelas dan emosi yang dibebani informasi. Kesalahan pengambilan dibagi menjadi dua kategori: (1) kesalahan yang disebabkan oleh diri sendiri, seperti dalam penelitian Bartlett, (2) yang dipengaruhi oleh situasi, seperti "pertanyaan utama" pengacara di ruang sidang. Kesalahan ini terjadi karena penyimpanan sebagai sedikit informasi yang kita butuhkan, yang membuat sistem kognitif jauh lebih efisien dan serbaguna tetapi membuka memori untuk kemungkinan kesalahan rekonstruktif. Kebanyakan kesalahan rekonstruktif tidak begitu penting, meskipun beberapa dapat menyebabkan konsekuensi yang serius. Misalnya, kesaksian saksi mata yang salah dalam keadaan ruang sidang mungkin memiliki konsekuensi yang signifikan bagi korban dan terdakwa. Kebanyakan orang dewasa jauh lebih tidak akurat daripada yang mereka curigai ketika memantau ingatan mereka sendiri (Johnson, Hashtroudi, & Lindsay, 1993). Pemantauan memori bahkan kurang akurat ketika menyangkut kenangan otobiografi, sebagian karena kebanyakan orang dapat terlalu percaya diri saat menilai sendiri kemampuan memori Anak-anak sangat sedikit dalam hal ini (Ceci & Bruck, 1993). Sering gagal membedakan antara kejadian aktual yang terjadi dibandingkan dengan peristiwa yang disarankan oleh orang dewasa dan rekan yang dapat dipercaya. Dalam pembelajaran matematika, sama halnya dengan proses merekonstruksi pada penggunaan alat peraga dimana siswa mampu membuat langkah demi langkah untuk mencapai tujuan utamanya. Namun, saaat siswa mengulang kembali proses alat peraga ada dimana informasi yang didapat mengalami kesalahan yang disebabkan oleh dirinya sendiri, seperti tidak mengingat langkah-langkah berikutnya atau melupakan konsep dasar dari alat peraga tersebut.

F. Relearing Pada waktu, informasi yang kita kenal dengan baik tampaknya terlupakan selamanya. Salah satu penulis, contohnya, 3 tahun kuliah bahasa Prancis dan beberapa tahun kemudian menyatakan bahwa dia hanya ingat un peu. Rupanya, 3 tahun belajar telah menghilang di suatu temapt, kerena recognition dan recall Bahasa Prancis dari sudut pandang yang jauh itu tampak mustahil. Namun, ketika penulisnya mengunjungi Montreal, dia menemukan dirinya dengan cepat mempelajari kembali bahasa Prancis dasar, setidaknya sampai pada titik di mana dia bisa berbelanja, menanyakan hal yang sederhana, dan mendapatkan inti dari cerita bisbol di La presse. Rupanya, pengetahuannya tentang bahasa Prancis hanya tampak hilang karena belajar kembali jauh lebih mudah daripada pembelajaran aslinya. Sebagian besar ilmuwan kognitif setuju bahwa hal yang paling sensitif dari memori dan kadang-kadang masih digunakan oleh para peneliti belajar Bahasa juga belajar kosakata (misalnya, Hansen, Umeda & Mckinney, 2002), metode ini jarang digunakan oleh psikologi. Alasan utama adalah tidak terlalu cocok untuk bahan stimulus yang kompleks. Sementara kriteria dari error-free verbatim recall mungkin tampak masuk akal untuk daftar suku kata yang tidak masuk akal atau kosakata bahasa asing, hampir tidak mungkin bisa diterapkan untuk bab tentang sejarah Amerika, kuliah tentang genetika dasar, atau menceritakan kembali intisari dari Grapes of Wrath. Secara umum, usaha setelah mengukur upaya penghematan belajar sangat sulit dan jarang dilakukan. Dalam dua upaya yang jarang ini, Nelson (1985) dan Macleod (1988) mengembangkan variasi prosedur klasik Ebbinghaus. Dalam studi mereka, setiap individu mempelajari daftar pasangan yang dipasangkan, dengan kata benda dipasangkan dengan angka. Awalnya, mereka bekerja sampai mereka mencapai satu kesalahan bebas melewati daftar di mana mereka mengumpulkan kata benda yang dipasangkan dengan angka yang disediakan. Setelah penundaan yang lama (minggu atau bulan dalam pekerjaan Nelson), sesi kedua dilakukan. Sesi kedua ini memiliki dua fase. Yang pertama adalah tes recall di mana individu, diberi isyarat angka dan berusaha mengingat sebanyak mungkin kata benda. Pada fase kedua, subjek diminta untuk mempelajari kembali item yang tidak terdaftar dan jumlah yang setara dari item yang sebelumnya tidak terlihat pada satu percobaan. Perbedaan kemudian terlihat dalam penarikan langsung atau barang yang sebelumnya dipelajari dan baru diambil sebagai indikasi penghematan memori. Apa yang jelas baik dari penelitian awal dan yang lebih baru adalah bahwa kita mempertahankan jejak ingatan jauh lebih banyak daripada yang kita recall, recognition, atau event

reconstruct. Sebenarnya, bagaimana belajar kembali berbeda dari pembelajaran asli adalah topik untuk penelitian di masa depan, tetapi salah satu faktor, yang diketahui mempengaruhi pembelajaran awal dan belajar kembali adalah jenis praktik di mana seseorang terlibat (Ericsson, 1996). Praktek terdistribusi mengacu pada periode latihan teratur (misalnya latihan piano harian). Praktek Massa mengacu pada periode yang tidak teratur dari latihan yang intens (misalnya, memenuhi ujian). Praktek terdistribusi tampaknya lebih efisien daripada latihan massa (Ashcralt, 1994). Misalnya, mempelajari lima kata baru setiap hari selama 3 hari membutuhkan sedikit waktu belajar daripada mempelajari 150 kata yang sama dalam rentang 3 hari. Praktek terdistribusi nampaknya lebih bermanfaat ketika belajar deklaratif, bukan prosedural, pengetahuan (Mumford contanza, Baughman, Threfall, & Fleischman, 1994). Praktek terdistribusi juga memfasilitasi belajar konsep tingkat tinggi, yang biasanya membutuhkan lebih banyak waktu atau upaya untuk belajar daripada fakta sederhana. Untuk proses retrieval pada relearning, kita sebagai guru harus memiliki strategi dalam proses belajar mengajar bagaimana mampu membuat suatu pembelajaran yang lebih bermakna dan dapat menjadi kenangan dalam jangka panjang siswa. Dimana sewaktu-waktu dapat dipanggil kembali dalam kondisi tertentu, salah satu contohnya yaitu bisa saja seorang guru memberikan siswa latihan bagi siswa yang sekolahnya full day dan dapat juga dengan metode pemberian tugas, dengannya adanya proses seperti yang dijelaskan materi yang dipelajari siswa akan lebih diingat secara berkala. Pengkajian dan Pengambilan: Pengujian sebagai Praktik Retrieval? Secara tradisional, kami berpikir untuk menguji terutama dari perspektif penilaian. Tes adalah untuk mengukur apa yang siswa ketahui. Akhir-akhir ini, bagaimanapun, penelitian oleh Roediger, McDaniel, dan rekannya (misalnya, Chan, McDermott, & Roediger, 2006; Karpicke & Roediger, 2007; McDaniel, Anderson, Derbish, & Morrisette, 2007; Roediger & Karpicke, 2006a, 2006b) telah memperbarui tertarik pada efek pengujian bahwa mengambil tes atau kuis pada materi yang sedang dipelajari meningkatkan pembelajaran dan retensi pada tes akhir, Sementara kita semua menghargai bahwa siswa dapat belajar sesuatu dari yang diuji, penelitian laboratorium dan ruang kelas baru-baru ini pada efek pengujian telah menghasilkan beberapa temuan yang menarik dan bahkan berlawanan dengan intuisi. Ini menunjukkan bahwa, dalam kondisi tertentu, mengambil tes atas materi dapat memiliki efek yang lebih besar pada retensi masa depannya daripada mengambil jumlah waktu yang sama untuk mengkaji ulang. Efek

ini muncul bahkan ketika kinerja tes tidak sempurna dan bahkan ketika tidak ada umpan balik diberikan pada informasi yang hilang (meskipun umpan balik, jika tersedia, bermanfaat). Dengan kata lain, sejauh menyangkut kinerja ujian akhir, setelah awalnya mempelajari materi, mungkin lebih baik menggunakan waktu anda berulang kali ditanyakan (atau menanyai diri sendiri) daripada menghabiskan berulang kali membahas materi. Dalam sebuah studi representatif tentang efek pengujian (Roediger & Karpicke, 2006a, Eksperimen 2), mahasiswa berinteraksi dengan materi dalam bagian proses dalam empat balok 5 menit. Mereka juga mempelajari bagian itu dan mengambil tiga tes (kelompok STTT), belajar dalam tiga kali dan mengambil satu tes (kelompok SSST}, atau mempelajari bagian itu empat kali (kelompok SSSS). Mereka yang mengambil tes yang diberikan lembaran kertas dengan judul dan diberitahu setiap kali hanya untuk menuliskan apa yang mereka ingat dan tidak peduli dengan katakata atau perintah yang tepat. Tidak ada umpan balik yang diberikan pada tes ini. Tes akhir diberikan 5 menit setelah belajar atau l minggu kemudian dan mencetak untuk sejumlah ide unit mengingat kembali. Seperti yang diperkirakan, pada tes yang diberikan 5 menit setelah kegiatan belajar selesai, kelompok SSSS adalah yang terbaik; praktek massa dari penelitian berulang bermanfaat. Namun, pada tes satu minggu. baik kelompok STTT dan SSST mengingat jauh lebih banyak daripada kelompok SSSS (61% dan 56% mengingat, masing-masing. 40% mengingat). Data ini cukup dramatis, terutama mengingat bahwa siswa STTT membaca bagian itu hanya 3,4 waktu rata-rata (selama satu periode mereka belajar), sementara siswa dalam kelompok SSSS membacanya ratarata lebih dari 14 kali! Secara umum, ini dan penelitian terkait pada efek pengujian telah menunjukkan bahwa pengambilan tes cenderung menjadi kegiatan belajar yang lebih baik daripada hanya melanjutkan studi materi (Karpicke & Roediger, 2008; McDaniel ct al., 2007). Mengapa ini terjadi? Satu penjelasan bisa saja bahwa pengujian memungkinkan untuk lebih banyak proses dan pembelajaran, tetapi itu tidak menjelaskan mengapa efek lebih penting dalam jangka panjang daripada ingatan langsung. Alasan yang lebih baik, menurut Roediger dan Karpicke (2006b) adalah bahwa manfaatnya terkait dengan proses pengambilan itu sendiri. Pengujian memberi siswa kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan pengambilan yang akan mereka gunakan nantinya. Faktor yang terkait adalah bahwa, seperti proses yang lebih awal menghasilkan jejak yang lebih terperinci, yang disebut kesulitan yang diinginkan (Bjork, 1999) dari tes-induced

retrieval meningkatkan elaborasi dan mengembangkan ingatan jangka panjang yang lebih baik. Juga, korespondensi tertutup antara praktek retrieval dan konteks retrieva; dari tes akhir mengilustrasikan proses yang sesuai dengan transfer, yang kami ketahui terkait dengan peningkatan retensi. Komunitas pendidikan hingga saat ini sebagian besar tidak terlalu memerhatikan efek menguntungkan dari pengujian. Banyak guru dan pendidik lain melihat pengujian dalam keterangan yang kurang positif, mungkin karena penekanan yang berat pada tes standar dengan sedikit atau tidak ada kaitan dengan proses pembelajaran di kelas atau karena upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan dan menilai tes. Tetapi dengan sejumlah penelitian yang terkontrol dengan baik yang menunjukkan nilai pengujian sebagai alat pembelajaran, mungkin sudah waktunya, sebagaimana para peneliti ini berpendapat, untuk memasukkan pengujian lebih sistematis dalam desain instruksi kami. Dengan laporan anekdot yang menunjukkan penerimaan siswa yang positif terhadap penilaian yang sering (misalnya, Roediger & Karpicke, 2006b), praktik siswa yang sedang ditanyai pada rentang yang berjarak tidak hanya dapat meningkatkan peluang untuk pengambilan di kemudian hari, tetapi juga terbukti berharga untuk meyakinkan siswa dan guru bahwa pembelajaran sedang terjadi. G. Implications for Instruction Bab ini telah membahas bagaimana cara pengambilan informasi dapat dibuat lebih efektif. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan kecocokan antara pengkodean dan kondisi pengambilan, termasuk menawarkan praktik pengambilan sebagai bagian dari pembelajaran. Cara kedua adalah untuk memberikan isyarat yang relevan pada saat pengambilan. Cara ketiga adalah menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk merekonstruksi informasi yang hilang dan penghematan memori. Implikasi dari ketiga strategi pengambilan ini mengikuti. 1. Encoding dan retrieval saling terkait. Literatur tentang pengkodean spesifikitas jelas menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk mengingat informasi sangat terkait dengan kemampuan mereka untuk menyandikannya dengan cara yang berarti. Ketika informasi diuraikan pada encoding dan ketika informasi hadir pada pengkodean digunakan untuk meminta pengambilan, siswa mengingat lebih baik daripada jika informasi "encodingspecific" tidak ada. Contohnya adalah penggunaan organizer advance yang diberikan kepada siswa sebelum membaca sebuah bab, dan kemudian menampilkan organizer lagi sebagai isyarat pengambilan.

Pada tingkat yang lebih luas, konsep pengkodean spesifisitas dan proses transfer yang sesuai menegaskan kembali sifat sistem kognitif kita yang sangat interaktif. Belajar dan retensi informasi tidak terjadi dalam tindakan "penyandian" yang terisolasi. "penyimpanan" atau "pengambilan" tetapi hasil dari semua proses ini. Kita perlu mengingat sifat pembelajaran yang terus menerus dan interaktif saat merencanakan instruksi. Ini membutuhkan kami untuk rencana ke depan sehingga kegiatan pembelajaran kami termasuk peninjauan yang efektif dan praktik pengambilan. Bahkan yang lebih penting, kita perlu bertanya apakah aktivitas pengkodean dan pengambilan dikelas kami sesuai dengan konteks di mana siswa kami pada akhirnya akan perlu mengambil dan menggunakan apa yang telah mereka pelajari. 2. Pembelajaran selalu terjadi dalam konteks tertentu yang mempengaruhi pengkodean dan pengambilan. Salah satu cara untuk meningkatkan pembelajaran adalah menempatkannya dalam konteks yang memberikan struktur yang berguna kepada siswa (Lave & Wenger, 1991), seperti secara khusus memberi tahu mereka tujuan dari tugas belajar. Strategi lain yang berguna adalah untuk mengaktifkan pengetahuan awal siswa atau untuk menyediakan kerangka skematik sebelum instruksi. Akhirnya, informasi harus disajikan dan dikerjakan dengan cara yang mencerminkan bagaimana siswa akan diminta untuk menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. 3. Pengambilan bergantung pada kondisi. Hanya sedikit guru atau siswa yang berpikir tentang kemampuan mereka untuk mengingat informasi tergantung pada keadaan emosi atau lokasi fisik mereka. Namun demikian, sebuah lembaga besar penelitian menunjukkan bahwa recall terkait dengan suasana hati kita dan kondisi di mana kita belajar bahwa Informasi. Salah satu implikasinya adalah bahwa kondisi penilaian harus sesuai dengan kondisi pembelajaran. Membawa siswa ke ruang yang tidak dikenal pada waktu yang berbeda dalam sehari daripada kelas reguler mereka dapat berdampak negatif terhadap kinerja mereka. Melakukan ujian akhir pada waktu atau lokasi baru, seperti yang sering dilakukan di universitas, mungkin juga keliru. Salah satu cara bahwa guru dapat membantu siswa adalah dengan mengajarkan mereka untuk mempersiapkan tes penting, seperti SAT, di bawah kondisi kemungkinan untuk mendekati orang-orang dari tes yang sebenarnya. 4. Memori bersifat rekonstruktif. Pengambilan lebih dari sekadar memutar ulang peristiwa dari memori. Para siswa sering mengambil ide utama dan menggunakannya serta

pengetahuan umum mereka untuk membuat tanggapan yang masuk akal. Secara keseluruhan, tampaknya meningkatkan kekayaan dan jumlah petunjuk pada saat pengambilan menghasilkan proses rekonstruksi yang lebih akurat. Terlepas dari seberapa dukungan konteks pengambilan yang tersedia, recall akan bervariasi dari siswa ke siswa berdasarkan pengetahuan dunia mereka. Dua siswa dengan jumlah pembelajaran "sama" dapat menulis tentang suatu topik dengan sangat berbeda, bukan karena yang tahu lebih banyak dari yang lain, tetapi karena pengetahuan yang tersedia untuk mendukung rekonstruksi. Mengingat tema kunci dari teks ini, kita seharusnya tidak pernah melupakan fakta bahwa belajar adalah proses membangun yang tinggi. Dalam Bab 3 dan 4, kami melihat bagaimana para pelajar membangun makna dengan mengusahakannya sehubungan dengan pengetahuan sebelumnya atau mengolahnya pada tingkat yang lebih dalam. Analoginya untuk proses konstruktif pada encoding adalah proses rekonstruktif pada saat pengambilan. Beberapa guru melihat proses konstruktif dan rekonstruksi dalam keterangan yang negatif, mungkin mengasumsikan bahwa siswa harus fokus pada fakta dan konsep eksplisit daripada membuat makna mereka sendiri. Kami sangat tidak setuju dengan pandangan ini. Penelitian telah secara konsisten menunjukkan bahwa siswa belajar lebih banyak dan mengingatnya lebih baik ketika mereka aktif (konstruktif) peserta didik. Meskipun membangun atau merekonstruksi makna mungkin tampak menyebabkan lebih banyak kesalahan adalah terjemahan kata demi kata dari materi yang harus dipelajari, kesalahan ini biasanya tidak signifikan, sedangkan biaya yang dibayarkan untuk pendekatan hafalan untuk belajar tinggi. 5. Belajar meningkatkan ketika siswa menghasilkan konteks mereka sendiri untuk makna. Penelitian tentang efek generasi, interogasi elaborative, dan pertanyaan rekan yang dipandu secara konsisten telah menunjukkan bahwa pembelajaran meningkat ketika siswa membuat, alih-alih mengambil, yang berarti. Misalnya, menghasilkan antonim ke kata berhenti (misalnya, pergi) akan meningkatkan memori untuk kata pergi dibandingkan dengan hanya membacanya dari daftar atau melihatnya dipasangkan dengan berhenti. Menjawab pertanyaan tentang informasi yang harus dipelajari (misalnya, menggunakan metode seperti interogasi elaboratif, memandu pertanyaan rekan, dan efek pengujian) juga akan meningkatkan mengingat. Salah satu penjelasannya adalah bahwa siswa lebih mudah

mengingat apa yang telah mereka pelajari jika mereka juga telah menciptakan kondisi pada saat pengkodean yang akan menguntungkan untuk pengambilan nanti. Meskipun isyarat yang disediakan oleh teks atau guru dapat berguna, yang dihasilkan oleh siswa mereka mungkin lebih tersedia dan efektif. 6. Recall dan recognition tidak sama. Bukti menunjukkan bahwa recall dan recognition menghasilkan proses pengambilan yang berbeda dan memperoleh pola studi yang berbeda. Karena itu, kinerja pencarian siswa adalah yang terbaik ketika mereka tahu sebelumnya bentuk penilaian apa yang akan diambil. Siswa yang mengharapkan tes pilihan ganda akan berkinerja terbaik pada tes benar-salah. Dan seterusnya, mengetahui jenis-jenis pertunjukan yang diharapkan dalam penilaian juga membantu siswa belajar lebih efektif. 7. Pengambilan adalah Jamble. Retrieval adalah subject kesalahan di bawah keadaan yang terbaik dari keadaan. Alasan sering terjadi untuk pengambilan sedikit informasi yang tidak dikodekan secara memadai di tempat pertama, tetapi kesalahan dalam rekonstruksi juga terjadi. Meskipun, yang mungkin diharapkan ini menjadi kurang dari suatu masalah ketika mengambil fakta atau kejadian tertentu, kesalahan rekonstruksi yang umum bahkan untuk yang sangat mudah diingat peristiwa berkesan seperti memori flashbulb. Beberapa kesalahan rekonstruktif terjadi karena kecenderungan untuk "membengkokkan" informasi agar sesuai dengan skema yang ada, sedangkan yang lain adalah hasil dari isyarat baru yang tidak tersedia pada encoding. Kesalahan rekonstruksi lebih mungkin terjadi ketika konteksnya atau isyarat hadir di encoding tidak tersedia atau telah berubah. 8. Praktek terdistribusi lebih efisien daripada latihan massal. Latihan membantu siswa belajar pengetahuan deklaratif lebih efisien dan tampak paling efektif ketika mereka mencoba untuk mengatur informasi itu. Ericsson (1996) juga berpendapat bahwa praktik terdistribusi dibandingkan dengan praktik massa lebih cenderung mempengaruhi motivasi secara positif untuk melakukan suatu tugas. H. Summary Retrieval Processes adalah proses pemulihan kembali atau mengingat kembali apa yang disimpan sebelumnya. Proses pengambilan informasi memiliki pengaruh yang kuat pada kinerja memori. Secara umum, isyarat paling efektif terjadi pada retrieval adalah yang hadir pada saat encoding specificity adalah bahwa konteks pembelajaran harus sesuai dengan yang mungkin hadir ketika informasi perlu diambil dan digunakan. Dalam berbagai penelitian yang dilakukan

berdasarkan fenomena pada proses encoding specificity yaitu: The Generation Effect adalah dimana siswa secara verbal lebih mampu mengkodekan sendiri suatu materi yang akan dipelajari dari pada materi dengan cara membaca pada saat pengkodean, Elaborative Interogation adalah salah satu strategi sederhana yang digunakan untuk peningkatan memori selama proses pembelajaran. Metode ini melibatkan mendorong pelajar untuk membaca fakta yang harus diingat dan menghasilkan penjelasan untuk itu. Proses mengali informasi yang sudah ada dalam memori siswa dengan berbagai pertanyaan eksplorasi, Advance Organizer adalah informasi pendahuluan yang diberikan kepada siswa sebelum membaca bacaan yang akan mengkaitkan informasi yang akan dipelajari dan informasi terdahulu. Encoding specificity memiliki prinsip yang penerapannya sangat luas, Encoding spesifisitas menekankan sifat alami dari proses kognitif dan pentingnya konteks dalam kognisi. Ingatan siswa tidak berfungsi seperti pemutar DVD; peristiwa tidak hanya diputar ulang pada pilihan mereka. Sebaliknya, pengambilan tergantung pada kualitas isyarat memori yang tersedia bagi mereka, berdasarkan tingkat kecocokan antara encoding dan konteks pengambilan. Hasil dari pengkodean studi spesifisitas penting bagi pendidik, karena mereka menekankan pentingnya konteks pada ingatan. Dalam studi ini, konteks untuk pengambilan bervariasi dengan ada atau tidaknya petunjuk yang tersedia bagi siswa pada penyandian. Namun, efek konteks pada retrieval melampaui kehadiran atau tidak adanya isyarat penelitian. Implikasi utamanya prinsip encoding specificity adalah bahwa konteks pembelajaran harus sesuai dengan yang mungkin hadir ketika informasi perlu diambil dan digunakan. Di sebagian besar harus sesuai pengaturan, pada proses recall siswa siswa berusaha mengingat kembali informasi yang telah ada dalam ingatannya. Namun, berbagai penilaian yang penting untuk konteks pengambilan. Secara umum, siswa akan lebih baik pada penilaian recognition, tetapi harus diingat bahwa kinerja adalah yang terbaik ketika ada kecocokan antara jenis penilaian yang benarbenar diberikan dan bagaimana para siswa berharap untuk dinilai. Namun, tujuan yang lebih penting adalah agar para siswa memahami apa yang telah mereka pelajari dan untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan mereka yang tersedia untuk digunakan dalam cakupan konteks seluas mungkin. Pada bagian berikut, kami meninjau masing-masing pendekatan ini untuk mengambil informasi memori jangka panjang. Memori yang mengacu pada pengaktifan kembali peristiwa atau informasi dari masa lalu, yang sebelumnya telah dikodekan dan disimpan di otak adalah recall and recognition. Recall adalah Ingat dalam pengambilan informasi dari memori tanpa isyarat. Ada sebuah pertanyaan, dan

anda harus mencari di memori anda untuk jawabannya. Contoh: Katakanlah bahwa alih-alih melihat barisan, anda harus menggambarkan orang yang anda lihat pada seniman sketsa. Ini adalah latihan mengingat. Seniman mungkin mencoba untuk membantu ingatan anda dengan mengajukan pertanyaan, tetapi pada akhirnya anda harus mencari informasi sendiri. Recognition adalah tanggapan terhadap isyarat sensorik. Ketika anda melihat sesuatu, anda membandingkannya dengan informasi yang tersimpan dalam memori anda, dan jika anda menemukan kecocokan, anda "mengenali" itu. Contoh: Jajaran polisi adalah latihan yang diakui. Anda melihat beberapa orang, dan membandingkan masing-masing dengan orang yang anda lihat yang melakukan kejahatan. Perbandingan antara recall dan recognition. Karena isyarat, recall lebih mudah daripada mengingat. Sebuah ilustrasi sederhana tentang hal ini adalah mengenali wajah yang dikenalnya hampir seketika, tetapi berusaha untuk menemukan nama orang itu. Dalam hal ini, Retrieval adalah memori rekonstruktif, seperti halnya pengkodean adalah memori konstruktif. Dengan kata lain, alih-alih keseluruhan kejadian dalam memori. Namun, hanya kata kunci dari suatu peristiwa yang disimpan, dipandu oleh schemata. Proses rekonstruktif memori tidak pernah secara harfiah menceritakan pengalaman masa lalu. Sebaliknya, itu tergantung pada proses yang konstruktif hadir pada saat pengkodean yang tunduk pada potensi kesalahan dan distorsi. Pada dasarnya, proses memori konstruktif berfungsi dengan menyandikan pola karakteristik fisik yang dirasakan oleh individu, serta fungsi konseptual dan semantik interpretatif yang bertindak sebagai respons terhadap informasi yang masuk.

Dengan memanfaatkan beberapa proses kognitif yang saling

bergantung tidak pernah ada satu lokasi pun di otak di mana jejak memori lengkap yang diberikan dari suatu pengalaman disimpan. Relearning adalah cara yang paling efisien untuk mengingat informasi (Ebbinghaus, 1885). Cara mengingat adalah mempelajari kembali materi. Anda akan menemukannya kembali dengan sangat cepat, bahkan jika anda belum menggunakannya selama bertahun-tahun. Pernahkah anda mencoba mempelajari kembali bahasa yang belum anda ucapkan sejak sekolah? Bagaimana kalau mengendarai sepeda setelah tidak menggunakannya sejak kecil? Peluang-peluang ini adalah hal-hal yang tidak dapat dilakukan selama waktu yang sama untuk kedua kalinya sejak pertama kali anda lakukan. Kecepatan yang kita pelajari kembali hal-hal memberitahu kita bahwa kita memiliki informasi yang sudah tersimpan dan otak hanya perlu untuk menghidupkan kembali ingatan-ingatan ini dan menyegarkan mereka untuk digunakan.

Jumlah percobaan berturut-turut yang diperlukan subjek untuk mencapai tingkat kemahiran tertentu dapat dibandingkan dengan jumlah percobaan yang dia butuhkan untuk mencapai level yang sama. Ini menghasilkan ukuran retensi dengan apa yang disebut metode belajar kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Margaret W. Maltin.

Related Documents

Tugas Makalah.
July 2020 23
Image Retrieval
November 2019 24
Video Retrieval
July 2020 20
Retrieval Data
November 2019 19

More Documents from "Dea Dheniati"

Analisis Sem.docx
November 2019 11
Tugas Tranlate Metlit.docx
November 2019 16
Data.xlsx
November 2019 16
Lembut.docx
November 2019 8
Kumpulan Soal.docx
November 2019 11