Tugas Kto Pda Penurunan Kognitif-1.docx

  • Uploaded by: Exra Riska Parrangan
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kto Pda Penurunan Kognitif-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,031
  • Pages: 6
A. Latar Belakang Perilaku penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu masalah internasional yang sampai saat ini tidak dapat diselesaikan secara menyeluruh. Masalah ini menjadi perhatian dunia karena adanya kecenderungan peningkatan jumlah pengguna dan korban penyalahgunaan narkoba. Berbagai negara telah sepakat untuk memberantas narkoba dengan melakukan berbagai strategi. Strategi yang dilakukan berbeda sesuai ketentuan negara masingmasing. Perbedaan tersebut dari segi strategi pencegahan penyalahgunaan narkoba, pemberian perawatan dan terapi terhadap pengguna narkoba baik yang telah terjebak maupun yang belum terjebak narkoba secara fisik dan psikologis, perbedaan pemberian hukuman atau perbedaan dalam memberantas pengedaran narkoba (Ismail, 2017). Indonesia merupakan salah satu Negara dengan penyalahgunaan narkoba di

dunia. Data

dari

Badan Narkotika

Nasional

(BNN),

prevalensi

penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 2,2% (Regina Triswara, 2017). Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bekerja sama dengan Puslitkes UI pada tahun 2011, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba 2,2% dari total populasi penduduk Indonesia berusia 10 tahun hingga 59 tahun. Angka prevalensi diprediksikan meningkat menjadi 2,8% pada tahun 2015 (fadhila, 2015). Penyalahgunaan narkoba menyebabkan seseorang mengalami kemunduran mental, perubahan mood, gangguan afektif, dan kepribadian adiksi. Pemakaian zat narkoba secara berulang akan mengganggu sinyal penghantar syaraf yang disebut sistem neurotransmitter di dalam susunan syaraf sentral, sehingga menyebabkan terganggunya fungsi kognitif, fungsi afektif, psikomotorik dan komplikasi medik (fadhila, 2015). Sesuai dengan fakta dari beberapa informasi diatas kami akan membuat rangkuman tentang hubungan ketergantungan obat dengan penuruanan kognitif.

B. Mekanisme kerja nafza dalam tubuh Menurut (Partodiharjo, 2010) cara kerja narkoba di dalam tubuh manusia berbeda-beda, tergantung cara pemakaiannya. Cara pemakaian narkoba dapat dibedakan atas : 1. Melalui saluran pernapasan Narkoba yang masuk ke saluran pernapasan setelah melalui hidung atau mulut, sampai ke tenggorokan, terus ke bronkus, kemudian masuk ke paru-paru melalui bronkiolus, dan berakhir di alveolus. Di dalam alveolus, butiran “debu” narkoba itu diserap oleh pembuluh darah kapiler, kemudian dibawa melalui pembuluh darah vena ke jantung. Dari jantung, narkoba disebar ke seluruh tubuh otak, dan lain-lain). Narkoba yang masuk ke dalam otak merusak sel otak. Kerusakan pada sel otak menyebabkan kelainan pada tubuh (fisik) dan jiwa (mental dan moral). Kerusakan sel otak menyebabkan terjadinya perubahan sifat, sikap, dan perilaku. 2. Melalui aliran darah Berbeda dengan dua jalan sebelumnya, jalan ini adalah jalan tercepat atau “jalan tol”. Narkoba langsung masuk ke pembuluh darah vena, terus ke jantung, dan seterusnya sama dengan mekanisme melalui saluran pencernaan dan pernapasan. 3. Melalui saluran pencernaan Narkoba masuk melalui saluran pencernaan setelah melalui mulut, diteruskan ke kerongkongan, kemudian masuk lambung, dan diteruskan ke usus. Di dalam usus halus, narkoba dihisap oleh jonjot usus, kemudian diteruskan ke dalam pembuluh darah kapiler. Narkoba lalu masuk ke pembuluh darah balik, selanjutnya masuk ke hati. Dari hati, narkoba diteruskan melalui pembuluh darah ke jantung, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Narkoba masuk dan merusak. organ-organ tubuh (hati, ginjal, paru-paru, usus, limpa, otak, dan lain-lain). Setelah di otak, narkoba

merusak sel-sel otak. Karena fungsi dan peranan sel otak, narkoba tersebut menyebabkan kelainan tubuh (fisik) dan jiwa (mental dan moral). Cara pemakaian seperti ini mendatangkan reaksi setelah relative lebih lama karena jalurnya panjang. C. Konsep Kognitif Fungsi kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses belajar, mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa orientasi, perhatian, kosentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah. Gangguan fungsi kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan untuk berpikir akan dipengaruhi oleh otak (Ginsberg, 2008). 1. Patofisiologi gangguan kognitif Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesanpesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya.

Satu

neuron

mengirimkan

pesan

dengan

mengeluarkan

neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut (Steiger H, 2011). 2. Pengaruh nafza pada gangguan kognitif Nafsa merupakan bahan-kimia yang menepuk sistem komunikasi otak dan meniru atau mengganggu cara-cara sel saraf mengirim, menerima, dan memproses informasi secara normal. Beberapa zat psikoaktif, seperti ganja

dan heroin, dapat mengaktifkan neuron-neuron karena struktur kimiawi mereka menyerupai neurotransmiter alami. Kemiripan struktur kimia ini dapat mengelabuhi reseptor dan membiarkan zat psikoaktif ini mengunci dan

mengaktifkan

sel

saraf.

Sementara

itu,

neurotransmiter-

neurotransmiter alami dihalangi untuk berkomunikasi dengan sel neuron. Meski zat psikoaktif ini menyerupai bahan kimiawi di dalam otak, mereka tidak

mengaktifkan

sel

saraf

dengan

cara

yang

sama

seperti

neurotransmiter alami, dan mereka memancarkan pesan-pesan abnormal dalam jaringan otak. Zat psikoaktif lain, seperti amfetamin atau kokain, dapat

menyebabkan

sel-sel

syaraf

melepaskan

neurotransmiter-neurotransmiter alami atau

sejumlah

besar

mencegah pengambilan

kembali (reuptake) bahan-kimia otak ini. Gangguan pada sistem neurotransmiter ini menyebabkan terganggunya fungsi kognitif (Steiger H, 2011). 3. Diagnosis gangguan kognitif Pemeriksaan neuropsikologi masih merupakan kunci utama untuk menentukan adanya defisit kognitif. Penilaian fungsi kognitif meliputi lima bagian pokok yaitu atensi, bahasa, memori, visual ruang dan fungsi eksekutif. Atensi adalah kemampuan untuk memfokuskan (memusatkan) dan mempertahankan perhatian pada suatu masalah. Atensi memungkinkan seseorang untuk menyeleksi aliran stimulus eksogen dan endogen yang mengaliri otak yang dianggap perlu dari hal-hal yang perlu diabaikan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan observasi apakah perhatian pasien mudah terpengaruh oleh benda di sekitarnya, salah satu cara pemeriksaannya adalah dengan menyuruh pasien menghitung mundur mulai dari angka 20. Bahasa dapat dinilai dari kelancarannya, bicara spontan, komprehensi, repetisi dan penamaan. Bicara spontan dapat dinilai pada waktu wawancara bagaimana kelancaran bicaranya, berputar-putar atau kesulitan mencari kata-kata. Komprehensi dapat dinilai dengan menyuruh pasien melakukan perintah-perintah atau menjawab

pertanyaan. Gangguan komprehensi menunjukkan adanya disfungsi lobus temporalis posterior atau korteks lobus parietotemporal.

DAFTAR PUSTAKA

fadhila, N. (2015). Hubungan penyalahgunaan narkoba dengan kognitif. Jurusan ilmu kesehatan masyarakat universitas semarang , 2. Ginsberg, L. (2008). Neurologi. Jakarta: Erlangga. Ismail, W. (2017). Teori biologi tentang prilaku penyalahgunaan narkoba. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, UIN Alauddin Makassar , 127-128. Partodiharjo, S. (2010). Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Erlangga. Regina Triswara, N. C. (2017). Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Penyalahgunaan Amfetamin. Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung , 49. Steiger H, e. a. (2011). Neural circuits, neurotransmitters, and behavior: serotonin and temperament in bulimic syndromes. Curr Top Behav Neurosci , 125.

Related Documents

Pda
November 2019 21
Pda
May 2020 20
Pda
April 2020 18
Pda
September 2019 26
Kto Za Koho Kope
May 2020 0

More Documents from ""