Tugas Keswa.docx

  • Uploaded by: novie
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Keswa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,948
  • Pages: 14
RESUME 3 JURNAL PENELITIAN BERKAITAN DENGAN INTERVENSI KEPERAWATAN/KESEHATAN JIWA A. Jurnal Penelitian l Judul : Pemberdayaan Keluarga dan Kader Kesehatan Jiwa dalam Penanganan Pasien Harga Diri Rendah Kronik dengan Pendekatan model Precede L. Green Di Rw 06, 07 dan 10 Tanah Baru Bogor Utara.

Peneliti : Desi Pramujiwati, Budi Anna Keliat, dan Ice YuliaWardani

Tahun dan Lokasi Penelitian : 2013 dan Tanah Baru Bogor Utara

Latar Belakang Riset : Skizofrenia adalah gangguan otak yang mempengaruhi seseorang dalam berfikir, bahasa,emosi,

perilakusosial , dan kemampuan untuk menerima realita dengan benar

(Varcarolis, dkk, 2006).Skizofrenia merupakan suatu sindrom klinis atau proses penyakit yang mempengaruhi kognisi, persepsi, emosi, perilaku, dan fungsi sosial, tetapi skizofrenia mempengaruhi setiap individu dengan cara yang berbeda(Videbeck, 2008). Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa selain berbahaya, penyakit ini juga berdampak buruk pada keluarga dan menjadi beban bagi masyarakat. Harga diri rendah kronik merupakan salah satu respon maladaptif dalam rentang respon

neurobiologi.

skizofrenia presipitasi

dapat yang

menghasilkan

Proses

terjadinya

dijelaskan bersifat

respon

dengan

biologis,

bersifat

harga

diri

rendah

menganalisa psikologis,

maladaptive

yaitu

kronik

stressor

dan

pasien

predisposisi

sosial

perilaku

pada

budaya harga

dan

sehingga

diri

rendah

kronik. Respon terhadap stressor pada pasien harga diri rendah memunculkan respon secara kognitif, afektif, fisiologis,perilaku dan sosial. Respon-respon tersebut akan

dianalisis

lebih

2009).

Kemampuan

koping

yang dimiliki

lanjut, pasien

sehingga dalam

memunculkan

mengatasi

harga

pasien dalam berespon terhadap

rentang diri

respon

rendah

(Stuart,

merupakan

setiap stressor. Sumber

koping

terdiri

dari

dukungansosial

empat

(social

hal

yaitu

kemampuan

support),ketersediaanmateri

individu

(personal

(material

abilities),

assets)

dan

kepercayaan (positif belief) (Stuart, 2009). Tindakan keperawatan diberikan kepada pasien dengan tujuan supaya pasien memiliki kemampuan-kemampuan produktif (Keliat,

yang

dapat

digunakan

untuk

hidup

Akemat, Susanti, 2011).Tindakan keperawatan

mandiri

dan

yang dilakukan

tersebut terdiri dari tindakan generalis dan spesialis. Tindakan keperawatan diberikan baik kepada pasien sebagai individu, keluarga sebagai care giver dan kelompok atau masyarakat yang dapat meningkatkan kesehatan. Tindakan keperawatan spesialis untuk pasien yaitu Cognitif Behaviour Therapy (CBT), untuk keluarga Family Psichoeducation (FPE) dan kelompok diberikan terapi suportif. Penelitian terkait penerapan model CMHN yang dilakukan Keliat, Helena dan Riasmini (2011) yang menguji cobakan model CMHN pada 237 keluarga di DKI Jakarta. Pada penelitian ini perawat CMHN melakukan kunjungan rumah dilakukan sebanyak

12

kali

kunjungan.

Penelitian

dilakukan

dengan

memberikan

asuhan

keperawatan kepada pasien dan memberikan health education kepada keluarga pasien. Hasil analisis menunjukkan peningkatan kemandirian dan rata-rata waktu produktif pasien. Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa penerapan model CMHN berdampak positif terhadap pasien dan keluarga. Peran kader dalam model CMHN salah satunya adalah melakukan kunjungan rumah kekeluarga pasien gangguan jiwa yang telah mandiri (Keliat, 2010).Kegiatan yang dapat dilakukan saat kader melakukan kunjungan rumah adalah menjalankan peran PMO (Pengawas Minum Obat) seperti yang telah dikembangkan oleh Departemen Kesehatan untuk penyakit tuberculosis. PMO bertugas untuk menjamin keteraturan pengobatan pasien. Kader juga mampu memberikan motivasi perawatan dan pengobatan untuk menurunkan tanda dan gejala harga diri rendah serta meningkatkan kemampuan positif pasien.

Metodelogi: Metode yang digunakanadalah serial studikasus yang mengambil total pasien harga diri rendah kronik sebanyak 16 Respon den dalam penulisan karya ilmiah ini adalah pasien dengan schizophrenia, retardasimental dan epilepsy yang mengalami harga diri rendah kronik dan tinggal dengan keluarganya sebagai caregiver. Karya ilmiah ini melibatkan keluarga dan kader dalam satu paket tindakan keperawatan, berdasarkan jumlah pasien. Keluarga yang

mengikuti selamat tindakan keperawatan berjumlah 8 dan jumlah kader yang berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan tindakan keperawatan berjumlah 22 kader. Asuhan keperawatan yang diberikan secara paket tindakan keperawatan spesialis yang terdiri dari 3 paket yang berbeda. Paket pertama pasien diberikan tiga tindakan keperawatan spesialis yaitu cognitive behavior therapy (CBT), family psychoeducation (FPE) dan terapi suportif dimana kader melakukan kunjungan rumah kepada pasien.Paket kedua pasien diberikan tindakan keperawatan spesialis CBT dan FPE, dimana keluarga dan kader diberdayakan dalam perawatan pasien. Paket ketiga pasien diberikan tindakan keperawatan spesialis CBT dimana kader dan keluarga tidak berpartisipasi dalam perawatan pasien.

Hasil : 1. Karakter istikusia pasien adalah rata-rata 20-40 tahun, lebih dari setengah pasien berjenis kelamin

perempuan,

sebagian

besar

belum

menikah

dan

tidak

mempunyai pekerjaan, sebagian besar memiliki keyakinan positif terhadap pelayanan kesehatan. 2. Pemberian

asuhan

keperawatan

berupa

kombinasi

tindakan

keperawatan

spesialis jiwa yaitu CBT pada pasien, FPE pada keluarga, terapi suportif untuk kelompok dan pelaksanaan perawatan oleh kader meningkat kan kemandirian pasien

harga

diri

rendah

kronik

memberikan

perubahan

secara

bermakna. 3. Perubahan

tanda

dan

gejala

serta

peningkatan

kemampuan

pasien

harga

diri rendah kronik yang tidakn mendapatkan kombinasi tindakan keperawatan spesialis jiwa mengalami perubahan yang tidak bermakna. Perubahan tanda dan gejala sertan peningkatan kemampuan dengan pemberian kombinasi tindakan keperawatan dan pemberdayaan kader memiliki hubungan yang erat. Peningkatan kemampuan akan menyebabkan peningkatan kemandirian pasien harga diri rendah kronik.

B. Jurnal Penelitian ll Judul : Efektifitas Cognitive Behavior Therapy Dan Rational Emotive Therapy Terhadap Gejala Dan Kemampuan Megontrol Emosi Pada Klien Perilaku Kekerasan Peneliti : I Ketut Sudiatmika, Budi Anna Keliat, dan Ice Yulia Wardani Tahun dan lokasi penelitian : 2013 dan RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Latar Belakang : Penduduk di seluruh dunia diperkirakan mengalami gangguan mental sekitar 450 juta orang, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya (WHO, 2009). Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. National Institute of Mental Health (NIMH) berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, memperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia 18 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011). Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kasus gangguan jiwa yang ada di negaranegara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Ris.Kes.Das, 2008) yang dilakukan oleh Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 4.6 permil, artinya dari 1000 penduduk Indonesia, maka empat sampai lima orang diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Fauziah (2009) meneliti 13 orang klien skizofrenia yang mengalami perilaku kekerasan dan didapatkan kemampuan kognitif dan perilaku klien meningkat setelah diberikan cognitive behaviour therapy. Kemampuan kognitif klien meningkat secara bermakna sebesar 66% dan perilaku 66%. Putri (2010) dalam penelitiannya terhadap 28 klien skizofrenia yang mengalami perilaku kekerasan menyatakan bahwa terapi Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT) mampu meningkatkan kemampuan kognitif sebesar 9.6% dan sosial 47%. REBT juga mampu menurunkan respon emosi 43%, fisiologis 76%, dan perilaku 47%. Penurunan gejala perilaku kekerasan masih bisa dioptimalkan jika dipadukan dengan tindakan keperawatan spesialis.

Metodelogi Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian quasi experimental dengan metode kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian “Quasi Experimental Pre-Post Test with Control Group” dengan intervensi Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas Cognitive Behaviour Therapy dan Rational Emotive Behaviour Therapy terhadap perubahan gejala dan kemampuan kognitif, afektif dan perilaku klien dengan perilaku kekerasan yang dirawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Responden berjumlah 60 orang yang terdiri atas 30 orang menjadi kelompok kontrol dan 30 orang kelompok intervensi. Analisis statistik yang digunakan adalah univariat, bivariat dan multivariat dengan analisis dependen dan independent sample t-Test, Chi-square serta regresi linier ganda dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi Hasil Penelitian : Berikut akan dijabarkan hasil penelitian : 1. Karakteristik klien dengan perilaku kekerasan dalam penelitian ini lebih banyak laki-laki 51 orang (85.0%), sebagian besar tidak bekerja 32 orang (53.3%), memiliki jenjang pendidikan SMA dan PT 36 orang (60.0%), sebagian besar tidak kawin 45 orang (75.0%), adanya riwayat gangguan jiwa 35 orang (58.3%) dan frekuensi dirawat di rumah sakit 2 kali atau lebih 45 orang (75.0%). 2. Perubahan gejala perilaku kekerasan sebelum dan sesudah pelaksanaan cognitive behaviour therapy dan rational emotive behaviour therapy. 3. Perubahan kemampuan kognitif, afektif dan perilaku klien dengan perilaku kekerasan sebelum dan 71,5 50 70,97 59,03 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Sebelum Sesudah Intervensi Kontrol 21.50-11.93 21.50 4 Jurnal Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 1-10 sesudah pelaksanaan cognitive behaviour therapy dan rational emotive behaviour therapy 4. Penelitian ini tidak menemukan karakteristik klien yang berpengaruh terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan. 5. Karakteristik yang berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan perilaku klien adalah usia terutama 32 tahun dan status perkawinan terutama klien yang menikah.

C. Jurnal Penelitian lll

Judul : Penerapan Terapi Kognitif Dan Psikoedukasi Keluarga Pada Klien Harga Diri Rendah Di Ruang Yudistira Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2013 Peneliti : Titik Suerni, Budi Anna Keliat dan Novy Helena C.D Tahun dan Lokasi Penelitian :

2013 dan Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Latar Belakang : Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stresor, produktif dan mampu memberikan kontribusi terhadap masyarakat (WHO, 2007 dalam Varcarolis & Halter, 2010). Harga diri rendah juga adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, dan sering disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak menunduk, berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat, 2010). Data klien di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menunjukkan bahwa dari 60 klien skizofrenia mengalami masalah harga diri rendah, halusinasi dan perilaku kekerasan (Lelono, Keliat, Besral, 2011). Upaya yang dilakukan untuk menangani klien harga diri rendah adalah dengan memberikan tindakan keperawatan generalis yang dilakukan oleh perawat pada semua jenjang pendidikan (Keliat & Akemat, 2010). Namun untuk mengoptimalkan tindakan keperawatan dilakukan tindakan keperawatan spesialis jiwa yang diberikan oleh perawat spesialis keperawatan jiwa (Stuart, 2009). Tindakan keperawatan spesialis yang dibutuhkan pada klien dengan harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga (Kaplan & Saddock, 2010). Tindakan keperawatan pada klien harga diri rendah bisa secara individu, terapi keluarga dan penanganan di komunitas baik generalis ataupun spesialis. Terapi kognitif yaitu psikoterapi individu yang pelaksanaannya dengan melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif (Townsend, 2005).

Metodelogi Penelitian : Karya Ilmiah ini dengan menggunakan desain studi kasus. Teknik pengambilan sampel adalah semua klien dengan diagnosis keperawatan utama harga diri rendah. Pada Karya Ilmiah ini responden berjumlah 35 klien harga diri rendah di Ruang Yudistira Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Evaluasi hasil dengan membandingkan tanda dan gejala serta kemampuan klien dan keluarga prepost diberikan tindakan keperawatan. Hasil Penelitian : Karakteristik 35 orang klien harga diri rendah adalah mayoritas klien pada masa dewasa yaitu 32 klien (91,5%). Usia merupakan aspek sosial budaya terjadinya gangguan jiwa dengan risiko frekuensi tertinggi mengalami gangguan jiwa yaitu pada usia dewasa (Stuart, 2009). Mayoritas klien memiliki latar belakang pendidikan sekolah menengah (SMP-SMA) yaitu 29 klien (82,86%). Klien Pendidikan merupakan salah satu faktor sosial budaya yang dapat dikaitkan dengan terjadinya harga diri rendah kronis (Townsend, 2009). Kemampuan seseorang untuk menerima informasi dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapi sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan. Status klien sebanyak 18 orang belum menikah (51,43%). Status perkawinan klien harga diri rendah yang dirawat sebagian besar belum menikah yaitu sebanyak 18 klien (51,43%) dan dengan status duda 7 klien (20%). Sebagian besar klien skizofrenia secara subyektif menyatakan bahwa merasa kehilangan harapan, kesepian dan mempunyai hubungan sosial yang tidak menyenangkan (Cohen, dkk, 1990 dalam Fortinash & Worret, 2004). Rasa kesepian dan hidup dalam kesendirian merupakan stresor tersendiri bagi seseorang yang tidak menikah. Lama sakit klien mayoritas kurang dari 10 tahun yaitu 27 klien (77,14%), lama rawat yang sekarang terbanyak 1 bulan yaitu 16 klien (45,7%), frekuensi masuk rumah sakit terbanyak selama 3 kali yaitu sebanyak 13 klien (37,14%), dan status rawat klien sebanyak 27 klien dengan status pulang (77,14%), Status Ekonomi klien harga diri rendah yang di rawat di Ruang Yudistira sebanyak 85,7% dengan latar belakang status ekonomi rendah. Perawatan gangguan jiwa memerlukan biaya yang mahal karena bersifat jangka panjang (Videbeck, 2008). Penghasilan yang rendah akan sangat berdampak kepada pemberian perawatan pada klien gangguan jiwa.

RESUME 3 JURNAL PENELITIAN BERKAITAN DENGAN KESEHATAN JIWA A. Jurnal Penelitian l Judul : Manajemen Kasus Spesialis Jiwa Defisit Perawatan Diri Pada Klien Gangguan Jiwa Di Rw 02 Dan Rw 12 Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur Peneliti : Dwi Heppy Rochmawati, Budi Anna Keliat, Ice Yulia Wardani Tahun dan Lokasi Penelitian :

2013 dan Kelurahan Baranangsiang Kecamatan Bogor Timur Latar Belakang: Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (UU No 36, 2009). Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) tahun 2001 yaitu kondisi sejahtera dimana individu menyadari kemampuan yang dimilikinya, dapat mengatasi stress dalam kehidupannya, dapat bekerja secara produktif dan mempunyai kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dari Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kemenkes Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2008), prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa dengan prevalensi tertinggi di Jawa Barat yaitu 20,0%. Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 0,46 %, dengan kata lain dari 1000 penduduk Indonesia empat sampai lima diantaranya menderita gangguan jiwa berat. Prevalensi gangguan jiwa berat di Jawa Barat sebesar 0,22 % dan angka tersebut meningkat menjadi 0,40% di kota Bogor. Tindakan keperawatan yang tepat, di tatanan masyarakat sangat diperlukan dalam mengatasi masalah defisit perawatan diri ini. Tindakan yang sudah dikembangkan dalam mengatasi defisit perawatan diri ini terdiri dari tindakan keperawatan generalis dan spesialis. Tindakan keperawatan generalis yang dilakukan yaitu klien diajarkan dan dilatih untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, makan dan minum dengan benar serta toileting (BAK dan BAB secara benar). Tindakan keperawatan spesialis yang tepat dan dapat dilakukan untuk klien dengan defisit

perawatan diri antara lain adalah terapi perilaku, terapi suportif, terapi kelompok swa bantu dan terapi psiko edukasi keluarga. Metodelogi Penelitian : Responden berjumlah 18 orang klien gangguan jiwa (9 skizofrenia, 5 retardasi mental dan 4 demensia) dengan defisit perawatan diri yang ada di komunitas. Penulisan karya ilmiah akhir ini menggunakan metode studi serial kasus dengan pemberian tiga paket terapi spesialis keperawatan jiwa. Terapi diberikan kepada 17 orang klien (8 skizofrenia, 5 retardasi mental dan 4 demensia) dengan defisit perawatan diri. Paket terapi yang pertama adalah tindakan keperawatan generalis (klien dan keluarga) dan behaviour theraphy. Paket terapi yang kedua adalah tindakan keperawatan generalis (klien dan keluarga) dan behaviour theraphy dikombinasi dengan supportif theraphy. Paket terapi yang ketiga adalah tindakan keperawatan generalis (klien dan keluarga) dan behaviour theraphy dikombinasi dengan supportif theraphy dan self help group theraphy. Hasil Penelitian : Stressor predisposisi, aspek biologi didapatkan hasil bahwa masalah defisit perawatan diri terbanyak disebabkan oleh faktor genetik yang dialami oleh 8 orang klien (44,4%), yang terdiri dari 3 orang klien (16,7%), 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 1 orang klien (5,6%) demensia. Stressor predisposisi psikologis, seluruh klien yang mengalami masalah defisit perawatan diri memiliki masalah dengan komunikasi secara verbal, yaitu ketidakmampuan mengungkapkan keinginan dengan baik 18 orang (100%), terdiri dari 9 orang klien (50%) skizofrenia, 5 orang klien (27,8%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Stressor predisposisi sosio kultural, sebagian besar faktor sosio kultural klien mengalami defisit perawatan diri adalah terkait dengan masalah perekonomian atau ekonomi rendah sebanyak 15 orang (83,3%), terdiri dari 9 orang klien (50%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%) retardasi mental dan 3 orang klien (16,7%) demensia. Stressor presipitasi biologis sebagian besar berupa riwayat putus obat sebanyak 10 orang klien (55,6%), terdiri dari 6 orang klien (33,3%) skizofrenia, 2 orang klien (11,1%) dan 2 orang klien (11,1%) demensia. Stressor presipitasi psikologis sebagian besar disebabkan karena pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu sebanyak 14 orang klien (77,8%), 7 orang klien (38,9%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Stressor presipitasi sosio kultural sebagian besar karena adanya masalah ekonomi yaitu sebanyak 16 orang klien (88,9%), 9 orang klien (50%) skizofrenia, 3 orang klien (16,7%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Asal stresor sebagian besar berasal dari individu itu sendiri yaitu sebanyak 16 orang klien (88,9%), 9 orang klien (50%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) dan 3 orang klien (16,7%) demensia. Waktu dan lamanya klien terpapar stresor sebagian besar < 10 tahun yaitu sebanyak 10 orang klien (55,6%), terdiri dari 7 orang klien (38,9%) skizofrenia, 1 orang klien (5,6%) retardasi mental dan 3

orang klien (16,7%) demensia. Jumlah stresor lebih dari 3 stressor yaitu sebanyak 18 orang klien (100%), yaitu 9 orang klien (50%) skizofrenia, 5 orang klien (27,8%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Respon kognitif klien adalah tidak mampu mengambil keputusan yaitu sebanyak 16 orang klien (88,9%), terdiri dari 8 orang klien (44,4%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Respon afektif klien yaitu merasa tidak mampu merawat diri sebanyak 12 orang (66,7%), terdiri dari 6 orang klien (33,3%) skizofrenia, 2 orang klien (11,1%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Respon fisiologis klien adanya kelelahan, kelemahan dan keletihan sebanyak 13 orang klien (72,2%), terdiri dari 5 orang klien (27,8%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Respon perilaku klien yaitu tidak toileting dengan benar sebanyak 13 orang klien (72,2%), yaitu 5 orang klien (27,8%) sizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Respon sosial klien adalah dengan mengurung diri yaitu 15 orang (83,3%), terdiri dari 7 orang klien (38,9%) skizofrenia, 4 orang klien (22,2%) retardasi mental dan 4 orang klien (22,2%) demensia. Pemberian tiga paket terapi spesialis keperawatan jiwa dilakukan kepada klien defisit perawatan diri. Terapi diberikan kepada 17 orang klien (8 skizofrenia, 5 retardasi mental dan 4 demensia) dengan defisit perawatan diri. Paket terapi yang pertama adalah tindakan keperawatan generalis (klien dan keluarga) dan behaviour theraphy. Paket terapi yang kedua adalah tindakan keperawatan generalis (klien dan keluarga) dan behaviour theraphy dikombinasi dengan supportif theraphy. Paket terapi yang ketiga adalah tindakan keperawatan generalis (klien dan keluarga) dan behaviour theraphy dikombinasi dengan supportif theraphy dan self help group theraphy. Tabel 4.1 sampai 4.6 menunjukkan distribusi pemberian ketiga paket terapi pada klien defisit perawatan diri.

B. Jurnal Penelitian ll Judul : Studi Fenomena : Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi RSJ

Peneliti : Emi WuriWuryaningsih, AchirYani S. Hamid, Novy HelenaC. D

Tahun dan Lokasi Penelitian : 2013 dan RSJ Prof drSoerojoMagelang

Latar Belakang Riset : Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa berat yang berdampak bagi penderita, keluarga, masyarakat. Prevalensi skizofrenia di dunia yaitu tujuh dari 10.000 populasi dewasa, dengan angka kejadian terbesar berada pada kelompok umur 25-35tahun (WHO, 2001). Prevalensi skizofrenia di Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar Republik Indonesia (Riskesdas RI, 2007) menunjukkan terjadinya gangguan jiwa berat sebesar 4,6per mil. Prevalensi gangguan jiwa berat Propinsi Jawa Tengah sebesar 3,3 per mil (Balitbang Depkes RI, 2008). Prevalensi ini akan cenderung meningkat karena sifat penyakit skizofrenia yang menahun. Masalah yang sering muncul pada pasien gangguan jiwa berat adalah perilaku kekerasan (Choe, Teplin, & Abram, 2008). Sebesar 68% pasien gangguan jiwa berat rehospitalisasi dikarena kan perilaku kekerasan (Wiyati, Wahyuningsih, &Widayanti, 2010).Risiko perilaku kekerasan di RSJ Dr. Soeroyo Magelang pada tahun 2011 menempati urutan kedua masalah keperawatan yang harus ditangani .Hal ini menunjukkan pentingnya masalah perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Dampak perilaku kekerasan bagi keluarga yaitu merasa takut terhadap perilaku kekerasan pasien seperti menyerang atau mengancam orang lain dengan senjata (Taylor, 2008; Hutton, et al., 2012). Keluarga sering merasa kewalahan dan 95% keluarga merasa terbebani merawat pasien dengan gangguan jiwa berat yang memiliki risiko perilaku kekerasan. Sekitar 36 % keluarga merasa terstigma karena memiliki pasien gangguan jiwa dirumahnya dan 8% di antaranya keluarga enggan mencari bantuan pelayanan kesehatan akibat stigma (Drapalsky, etal.,2008).

Keluarga menjadi sumber pendukung utama bagi perawatan pasien gangguan jiwa berat ketika berada di tengah masyarakat (Maldonado, Urizar, & Kavanagh, 2005;Thompson, 2007).Pencegahan kekambuhan pasien dapat dicapai jika intervensi yang dilakukan dengan melibatkan keluarga dan berfokus pada fungsi keluarga (Droogan & Bannigan, 1997 dalam Soekarta, 2004;Peters, Pontin, Lobban, & Morris, 2011). Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah menggali secara mendalam pengalaman keluarga mencegah kekambuhan pasien dengan riwayat risiko perilaku kekerasan pasca rawat inap RSJ diKota Magelang.

Metodelogi: Desain penelitian kualitatif fenomenologi deskriptif. Metode penelitian ini sistematis, fleksibel, dan mengutamakan subyektifitas individu dalam menggambarkan pengalamannya tentang fenomena tertentu sehingga diperoleh makna yang dapat menggambarkannya (Burns & Grove,2009). Penelitian dilakukan di KotaMagelang mulai dari minggu pertama Mei Juni 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Saturasi data dicapai pada partisipan kedelapan. Uji etik proposal penelitian dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan tim Ethical Clearance RSJ Prof drSoerojo Magelang untuk mendapatkan keterangan lolos uji etik penelitian.

Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan keluarga berupaya mencegah kekambuhan perilaku kekerasan pada pasien gangguan jiwa berat. Upaya k eluarga mencegah kekambuhan pasien dengan risiko perilaku kekerasan yaitu kepedulian terhadap keluarga ,mengendalikan emosi pasien, dan peka terhadap factor pencetus kekambuhan. Kepasrahan menerima kondisi pasien menjadi hikmah keluarga dalam merawat dan mencegah perilaku kekerasan pasien .Diagnosis keperawatan pasien lebih dari satu ketika rawat inap di RSJ.

C. Jurnal Penelitian lll Judul Penelitian : Perbedaan Pengetahuan Keluarga Tentang Cara Merawat Pasien Sebelum Dan Sesudah Kegiatan Family Gathering Pada Halusinasi Dengan Klien Skizofrenia Diruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang Tahun Dan Lokasi Penelitian Tahun 2013 dan lokasi penelitian di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah DR Amino Gondohutomo Semarang. Latar Belakang Riset Skizofrenia merupakan suatu sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya, sedangkan angka kekambuhan pada klien tanpa terapi keluarga sebesar 25 – 50% sedangkan angka kekambuhan pada klien yang diberikan terapi keluarga 5-10%. Keluarga sebagai ”perawat utama” dari klien memerlukan treatment untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam merawat klien, sehingga diperlukannya kegiatan Family Gathering. Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian quasi eksprimental dengan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah randomized controlled groups pretestposttest design. Sampel yang diambil dengan menggunakan cara nonprobability sampling dengan tekhnik purposive sampling . Penelitian dilakukan pada 42 0rang yang mengalami halusinasi dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing 21 kelompok perlakuan dan 21 kelompok kontrol), penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Alat pengumpulan data untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang cara merawat penderita skizofrenia pada penelitian ini adalah melalui pemberian leaflet dan kuesioner kepada responden penelitian. Data dianalisis secara univariat menggunakan nilai maksimal, nilai minimal, mean, standar deviasi dan distribusi frekuensi sedangkan bivariat Analisa bivariat pada penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan pengetahuan tentang cara merawat penderita sebelum dan sesudah kegiatan family gathering pada keluarga pasien skizofrenia dengan halusinasi menguji normalitas

data digunakan uji ststistik One Sample Kolmogorov Smirnov. Menguji perbedaan pengetahuan pasien sebelum dan sesudah kegiatan family gathering dilakukan data distribusi normal menggunakan statistik parametrik Uji paired t test ,data yang berdistribusi tidak normal Uji Wilcoxon Menguji perbedaan pengetahuan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan kegiatan family gathering dilakukan Uji Independent t Test, bila uji kenormalan tidak dipenuhi, maka digunakan Uji Mann Whitney. Hasil pengetahuan dapat dilihat dari rata-rata umur umur temuda keluarga penderita kelompok perlakuan termuda 24 tahun dan umur tertua 76 tahun dengan rata-rata umur 49,19 ± 12,933 tahun dan sebagian besar (66,7%) umur keluarga penderita kategori masa tua, sedangkan umur termuda pada kelompok kontrol 30 tahun dan umur tertua 65 tahun dengan rata-rata 49,24 ± 11,532 tahun menunjukan sebagian besar umur keluarga penderita kategori masa tua sebanyak 61,9%. Mayoritas pekerjaan keluarga penderita sebagian besar sebagai

petani.tingkat

pengetahuan

antara

kelompok

kontrol

dan

kelompok

perlakuaan,lebih dapat di lihat yang mengalami presentase lebih besar berhasil kelompok perlakuaan dikarenakan kelompok perlakuan pre test belum mengerti tentang family gathering setelah di beri edukasi bertambah dari hasil post test Intervensi Berdasarkan hal tersebut maka intervensi penelitian ini juga menekankan pada tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh banyaknya banyak informasi mengenai cara merawat halusinasi dengan klien skizofrenia, usaha yang paling efektif dalam mengubah pengetahuan dari pengetahuan yang merugikan kesehaatan ke arah pengetahuan yang menguntungkan kesehatan adalah dengan melalui Family Gathering serta dukungan keluarga yang mempunyai peran penting tingkat penyembuhan penderita.

Related Documents

Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48
Tugas
June 2020 45
Tugas
August 2019 86

More Documents from "Luci xyy"