Tugas Kep Jiwa Sri Muliana.docx

  • Uploaded by: ISLAMIAH
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kep Jiwa Sri Muliana.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,682
  • Pages: 45
TAHAPAN PROSES KEPERAWATAN DAN PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN JIWA

DISUSUN OLEH : SRI MULIANA 70300116063 KEPERAWATAN B

DOSEN PENGAMPUH : Ns. Sysnawati Syarif S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.J

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTEAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN 2018

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh Pertama-tama marilah senantiasa kita memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah swt, karena atas berkah limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita masih masih diberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan untuk masih dapat bekerja demi dunia dan akhirat kita. Tak lupa pula kita menyampaikan sholawat dan salam kepada Rasulullah Saw, beserta sahabat dan keluarganya sekalian, yang sang Murobbi terbaik kita di dunia dan akhirat. Dalam makalah ini, kami membahas mengenai Tahapan proses keperawatan dan proses asuhan keperawatan pada gangguan jiwa Makalah ini bersumber dari berbagai referensi berupa buku dan artikel. Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman dan bermanfaat bagi pembaca semua.Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan.Terima kasih.Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh. Makassar, 14 Oktober 2018

Sri Muliana

Daftar Isi Halaman Sampul…………………………............………………………....... Kata Pengatar…………………………………………………....................... Daftar Isi…………………………………………………….…………...……. BAB I PENDAHULUAN………………………………………...…..…….... A. Latar Belakang…………………………………………...….……….. B. Rumusan Masalah…………………………………………….……… C. Tujuan Penulisan…………………………………………….………. D. Manfaat Penulisan……………………………………………..…….. BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………........ A. Tahapan Proses Keperawatan pada Gangguan Jiwa.………..… ….. B. Proses Asuhan Keperawatan pada Gangguan Jiwa…….….… ….... BAB III PENUTUP……………………………………………….... …..... A. Kesimpulan……………….…………………….……….…..………. B. Saran…………………….…………………….………….…..…..…. DAFTAR PUSTAKA………………………………..………….……..…….

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan dalam memberi asuhan keperawatan klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan. Khususnya di Indonesia, proses keperawatan merupakan pendekatan yang disepakati untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Namun pada kenyataanya banyak perawat merasakan beban dalam melaksanakan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Melalui evaluasi dokumentasi keperawatan pada beberapa rumah sakit umum ditemukan bahwa kemampuan perawat menuliskan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan rata-rata kurang dari 60 % yang memenuhi kriteria. Sementara profesi lain menganggap penggunaan proses keperawatan akan menyita banyak waktu dan kertas sehingga sehingga tidak efektif dan efdesien. Kondisi ini tidak mengurangi semangat para perawat untuk membuktikan bahwa proses keperawatan dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan, tanggung jawab perawat, otonomi perawat dan kepuasan perawat. Proses keperawatan jiwa mengalami masalah yang sama dengan rumah sakit umum. Hasil evaluasi terhadap dokumentasi keperawatan pada dua rumah sakit jiwa yang besar, ditemukan kurang dari 40 % yang memenuhi kriteria. Dari wawancara dengan beberapa perawat yang bekerja dirum,ah sakit jiwa ditemukan beberapa kesulitan, yaitu: belum ada formilir pengkajian yang seragam, kemampuan melaksanakan proses keperawatan masih dirasakan sebagai beban. Penerapan proses keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya diri, cara berfikir logis, ilmiah dan sistematis, memperlihatkan tanggung jawab dan tanggung gugat, serta pengembangan diri perawat. Di samping itu klien dapat merasakan mutu pelayanan keperawatan yang lebih baik dan berperan aktif dalam perawatan diri, serta terhindar dari malpraktik.

B. Rumusan Masalah 1. Apa Saja Tahapan Proses Keperawatan Pada Gangguan Jiwa? 2. Bagaimana Proses Asuhan Keperawatan pada Gangguan Jiwa dengan diagnosa Halusinasi, Waham, HDR, Isolasi Sosial, Defisit Perawatan Diri Dan Perilaku Kekerasan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tahapan proses keperawatan pada gangguan jiwa 2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan jiwa dengan diagnosa: Halusinasi, Wahan, HDR, Isolasi Sosial, Defisit Perawatan Diri dan Perilaku Kekerasan D. Manfaat Penelitian 1. Untuk memahami konsep pengatahuan mengenai proses keperawatan dengan gangguan jiwa 2. Sebagai bahan referensi dalam proses pembelajaran 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan asuhan keperawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Keperawatan pada Gangguan Jiwa Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan pada pasien (individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis, dan teratur (Depkes, 1998; Keliat, 1999). Proses ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pelaksanaan proses keperawatan jiwa bersifat unik, karena sering kali pasien memperlihatkan gejala yang berbeda untuk kejadian yang sama, masalah pasien tidak dapat dilihat secara langsung, dan penyebabnya bervariasi. Pasien banyak yang mengalami kesulitan menceritakan permasalah yang dihadapi, sehingga tidak jarang pasien menceritakan hal yang sama sekali berbeda dengan yang dialaminya. Perawat jiwa dituntut memiliki kejelian yang dalam saat melakukan asuhan keperawatan. Proses keperawatan jiwa dimulai dari pengkajian (termasuk analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan diagnosis, pembuatan kriteria hasil, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Fortinash, 1995). 1. Pengkajian Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan data, analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002) karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Oleh karenanya, dapat membantu pasien menyelesaikan masalah sesuai kemampuan yang dimilikinya.

Stuart dan Sundeen (2002) menyebutkan bahwa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki pasien adalah aspek yang harus digali selama proses pengkajian. Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut. a. Identitas pasien b. Keluhan utama/alasan masuk c. Faktor predisposisi d. Aspek fisik/biologis e. Aspek psikososial f. Status mental g. Kebutuhan persiapan pulang h. Mekanisme koping i. Masalah psikososial dan lingkungan j. Pengetahuan k. Aspek medis Format pengkajian dan petunjuk teknis pengisian format pengkajian terlampir pada bagian akhir pokok bahasan ini. Data tersebut dapat dikelompokkan menjadi data objektif dan data subjektif. Data objektif adalah data yang didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan secara langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan/atau keluarga sebagai hasil wawancara perawat. Jenis data yang diperoleh dapat sebagai data primer bila didapat langsung oleh perawat, sedangkan data sekunder bila data didapat dari hasil pengkajian perawat yang lain atau catatan tim kesehatan lain. Setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam format pengkajian kesehatan jiwa, maka seorang perawat harus mampu melakukan analisis data dan menetapkan suatu kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien. Kesimpulan itu mungkin adalah sebagai berikut. a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan.

1) Pasien memerlukan pemeliharaan kesehatan dengan follow up secara periodik, karena tidak ada masalah serta pasien telah memiliki pengetahuan untuk antisipasi masalah. 2) Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah. b. Ada masalah dengan kemungkinan. 1) Risiko terjadinya masalah, karena sudah ada faktor yang mungkin dapat menimbulkan masalah. 2) Aktual terjadi masalah dengan disertai data pendukung. Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (FASID, 1983; INJF, 1996). Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). Meskipun demikian, sebaiknya pohon masalah merupakan sintesis dari semua masalah keperawatan yang ditemukan dari pasien. Dengan demikian, pohon masalah merupakan rangkat urutan peristiwa yang menggambarkan urutan kejadian masalah pada pasien sehingga dapat mencerminkan psikodimika terjadinya gangguan jiwa. a. Masalah utama adalah prioritas masalah dari beberapa masalah yang ada pada pasien. Masalah utama bisa didapatkan dari alasan masuk atau keluhan utama saat itu (saat pengkajian). b. Penyebab adalah sal satu dari beberapa masalah yang merupakan penyebab masalah utama, masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian seterusnya.

GAMBAR 1.1 Contoh Pohon Masalah c. Akibat adalah salah satu dari beberapa akibat dari masalah utama. Efek ini dapat menyebabkan efek yang lain dan demikian selanjutnya. Contoh pohon masalah ini menggambarkan proses terjadinya masalah risiko mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Pada penerapan di kasus nyata, semua daftar masalah yang ditemukan saat pengkajian keperawatan harus diidentifikasi dan disusun berdasar urutan peristiwa sehingga menggambarkan psikodinamika yang komprehensif. 2. Diagnosa Menurut Carpenito (1998), diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah. Perumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Misalnya pada pohon masalah di atas, maka dapat dirumuskan diagnosis sebagai berikut. a. Sebagai diagnosis utama, yakni masalah utama menjadi etiologi, yaitu risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. b. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri. c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis. Pada rumusan diagnosis keperawatan yang menggunakan typology single diagnosis, maka rumusan diagnosis adalah menggunakan etiologi saja. Berdasarkan pohon masalah di atas maka rumusan diagnosis sebagai berikut. a.

Perubahan sensori persepsi: halusinasi.

b.

Isolasi sosial: menarik diri.

c.

Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian masalah (P). Tujuan ini dapat dicapai jika tujuan khusus yang ditetapkan telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan ini merupakan rumusan kemampuan pasien yang harus dicapai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga aspek, yaitu sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 2002). a. Kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis keperawatan. b. Kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai. c. Kemampuan afektif perlu dimiliki agar pasien percaya akan kemampuan menyelesaikan masalah. Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan khusus. Sementara rasional adalah alasan ilmiah mengapa tindakan diberikan. Alasan ini bisa didapatkan dari literatur, hasil penelitian, dan pengalaman praktik. Rencana tindakan yang digunakan di tatanan kesehatan kesehatan jiwa disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia.

Standar keperawatan Amerika

menyatakan terdapat empat macam tindakan keperawatan, yaitu : a. Asuhan mandiri b. Kolaboratif c. Pendidikan kesehatan d. Observasi lanjutan Tindakan keperawatan harus menggambarkan tindakan keperawatan yang mandiri, serta kerja sama dengan pasien, keluarga, kelompok, dan kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa yang lain. Mengingat sulitnya membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa, mahasiswa

disarankan

membuat

Laporan

Pendahuluan

dan

Strategi

Pelaksanaan (LPSP), yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi pelaksanaan tindakan yang direncanakan. Proses keperawatan dimaksud dalam

LPSP ini adalah uraian singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri atas data subjektif, objektif, penilaian (assessment), dan perencanaan (planning) (SOAP). Satu tindakan yang direncanakan dibuatkan strategi pelaksanaan (SP), yang terdiri atas fase orientasi, fase kerja, dan terminasi. Fase orientasi menggambarkan situasi pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan, kontrak waktu dan tujuan pertemuan yang diharapkan. Fase kerja berisi beberapa pertanyaan yang akan diajukan untuk pengkajian lanjut, pengkajian tambahan, penemuan masalah bersama, dan/atau penyelesaian tindakan. Fase terminasi merupakan saat untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan, menilai keberhasilan atau kegagalan, dan merencanakan untuk kontrak waktu pertemuan berikutnya. Dengan menyusun LPSP, mahasiswa diharapkan tidak mengalami kesulitan saat wawancara atau melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Hal ini terjadi karena semua pertanyaan yang akan diajukan sudah dirancang, serta tujuan pertemuan dan program antisipasi telah dibuat jika tindakan atau wawancara tidak berhasil. Berikut salah satu contoh bentuk LPSP. 4. Implementasi keperawatan Sebelum

tindakan

keperawatan

diimplementasikan

perawat

perlu

memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini (here and now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa diimplementasikan. Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat harus membuat kontrak dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta pasien yang diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan standar tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan. 5. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut. S : Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. O : Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap masalah yang ada. P : Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien. Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut. a. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah). b. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan tetapi hasil belum memuaskan). c. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada). d. Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan keadaan baru.

B. Asuhan Keperawatan Jiwa pada Gangguan dengan Diagnosa Halusinasi, Waham, HDR, Isolasi Sosial, Defisit Perawatan Diri Dan Perilaku Kekerasan 1. Halusinasi a. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga. Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut 1) Dari pengamatan saya sejak tadi,

bapak/ibu tampakseperti bercakap-

cakap sendiri apa yang sedang bapak/ibu dengar/lihat? 2) Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan? 3) Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan? 4) Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya? 5) Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan? 6) Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan tersebut?. 7) Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang? 8) Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang? 9) Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan tersebut? 10)

Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan

melihat bayangan tersebut? Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut: 1) Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri 2) Marah-marah tanpa sebab 3) Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.

4) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu 5) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas 6) Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu. 7) Menutup hidung. 8) Sering meludah 9) Muntah 10)

Menggaruk permukaan kulit

b. Diagnosa Langkah kedua dalam asuhan keperawatan adalah menetapkan diagnosis keperawatan yang dirumuskan berdasarkan tAnda dan gejala gangguan sensori persepsi : halusinasi yang ditemukan.Data hasil observasi dan wawancara dilanjutkan dengan menetapkan diagnosis keperawatan. Bagan dibawah ini merupakan contoh: Analisa data dan rumusan masalah Table : Analisa data No Data 1

Data Objektif :

Masalah keperawatan Halusinasi

• Bicara atau tertawa sendiri • Marah marah tanpa sebab • Mengarahkan telinga ke posisi tertentu. •Menutup telinga Data Subjektif : •Mendengar suara-suara atau kegaduhan •Mendengar suara yang mengajak bercakapcakap •Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya Berdasarkan hasil pengkajian pasien menunjukkan tAnda dan gejala gangguan sensori persepsi : halusinasi, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:

Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

Langkah selanjutnya setelah Andamampu membuat analisa serta rumusan masalah, Anda dapat membuat pohon masalah. Berikut ditampilkan contoh bagan pohon masalah, tentunya Anda diharapkan dapat menntukan pengelompokkan masalah sehingga dapat ditentukan penyebab, masalah utama dan efek dari masalah utama. Gambar dibawah ini merupakan contoh pohon masalah untuk gangguan sensori persepsi halusinasi :

Pohon Masalah Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perubahan persepsi sensosi: halusinasi.

Isolasi sosial: menarik diri. Diagnosis keperawatan 1) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi. 2) Perubahan persepsi sensor: halusinasi berhubungan dengan menarik diri. c. Intervensi keperawatan 1) Tindakan keperawatan untuk pasien a) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut. (1)Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya. (2)Pasien dapat mengontrol halusinasinya. (3)Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal. Tindakan keperawatan (1)Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat),

waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respons pasien saat halusinasi muncul. (2)Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut. (a) Menghardik halusinasi. (b)Bercakap-cakap dengan orang lain. (c) Melakukan aktivitas yang terjadwal. (d)Menggunakan obat secara teratur. b) Tindakan keperawatan untuk keluarga (1)Tujuan (a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah. (b)Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien. i.

Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

ii.

Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi.

iii.

Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.

iv.

Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

d. Evaluasi Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Anda lakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut.

1) Pasien mempercayai kepada perawat. 2) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan masalah yang harus diatasi. Pasien dapat mengontrol halusinasi. 3) Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut. a) Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien. b) Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah. c) Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien. d) Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pasien. e) Keluarga melaporkan keberhasilannnya merawat pasien. 2. Waham a. Pengkajian Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan, atau kekayaan luar biasa, serta pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang. Selain itu, pasien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, dan gelisah. Menurut Kaplan dan Sadock (1997) beberapa hal yang harus dikaji antara lain sebagai berikut. 1) Status mental a) Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas. b) Suasana hati (mood) pasien konsisten dengan isi wahamnya. c) Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.

d) Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri dan mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal. e) Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan. f) Pasien

dengan

waham

tidak

memiliki

halusinasi

yang

menonjol/menetap kecuali pada pasien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa pasien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar. 2) Sensorium dan kognisi (Kaplan dan Sadock, 1997) a) Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi. b) Daya ingat dan proses kognitif pasien dengan utuh (intact). c) Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight) yang jelek. d) Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi pasien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang, dan yang direncanakan. Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan sebagai berikut. 1) Kognitif a) Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata. b) Individu sangat percaya pada keyakinannya. c) Sulit berpikir realita. d) Tidak mampu mengambil keputusan. 2) Afektif a) Situasi tidak sesuai dengan kenyataan. b) Afek tumpul. 3) Perilaku dan hubungan sosial a) Hipersensitif b) Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal

c) Depresif d) Ragu-ragu e) Mengancam secara verbal f) Aktivitas tidak tepat g) Streotif h) Impulsif i) Curiga 4) Fisik a) Kebersihan kurang b) Muka pucat c) Sering menguap d) Berat badan menurun e) Nafsu makan berkurang dan sulit tidur b. Diagnosa Pohon masalah Resiko kerusakan komunikasi verbal Perubahan proses fikir : waham Gangguan konsep diri : harga diri rendah : kronis Diagnosis keperawatan : 1) Risiko kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham. 2) Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah. c. Rencana intervensi 1) Tindakan keperawatan untuk pasien a) Tujuan (1)Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap. (2)Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.

(3)Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. (4)Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar. b) Tindakan (1) Bina hubungan saling percaya. (a) Mengucapkan salam terapeutik. (b)Berjabat tangan. (c) Menjelaskan tujuan interaksi. (d)Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien. (2)Bantu orientasi realitas. (a) Tidak mendukung atau membantah waham pasien. (b)Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman. (c) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari. (d)Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya. (e) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas. (3) Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah. (a) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien. (b)Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki. (c) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki. (d)Berdiskusi tentang obat yang diminum. (e) Melatih minum obat yang benar. 2) Tindakan keperawatan untuk keluarga a) Tujuan (1)Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.

(2)Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya. (3)Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal. b) Tindakan (1)Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien. (2)Diskusikan dengan keluarga tentang hal berikut. (a) Cara merawat pasien waham di rumah. (b)Follow up dan keteraturan pengobatan. (c) Lingkungan yang tepat untuk pasien. (3)Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek samping, akibat penghentian obat) (4)Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera. d. Evaluasi 1) Pasien mampu melakukan hal berikut. a) Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan. b) Berkomunikasi sesuai kenyataan. c) Menggunakan obat dengan benar dan patuh. 2) Keluarga mampu melakukan hal berikut. a) Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan. b) Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pasien. c) Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh. 3. Harga Diri Rendah a. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasiendan keluarga(pelaku rawat).Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan melalui wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:

1) Bagaimana penilaian Anda tentang diri sendiri? 2) Coba

ceritakan

apakah

penilaian

Anda

terhadap

diri

sendiri

mempengaruhi hubungan Anda dengan orang lain? 3) Apa yang menjadi harapan Anda? 4) Apa saja harapan yang telah Anda capai? 5) Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai? 6) Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi? Tanda dan Gejala : Ungkapan negatif tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala harga diri rendah. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah didapatkan dari data subyektif dan obyektif, seperti tertera dibawah ini. Data Subjektif : Pasien mengungkapkan tentang: 1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain 2) Perasaan tidak mampu 3) Pandangan hidup yang pesimis 4) Penolakan terhadap kemampuan diri 5) Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi Data Objektif: 1) Penurunan produktivitas 2) Tidak berani menatap lawan bicara 3) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi 4) Bicara lambat dengan nada suara lemah 5) Bimbang, perilaku yang non asertif 6) Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna Menurut CMHN (2006), tanda dan gejala harga diri yang rendah adalah: 1) Mengkritik diri sendiri 2) Perasaan tidak mampu 3) Pandangan hidup yang pesimis 4) Penurunan produktifitas

5) Penolakan terhadap kemampuan diri 6) Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah. Townsend (1998), menambahkan karakteristik pasiendengan harga diri rendah adalah: 1) Ekspresi rasa malu atau bersalah 2) Ragu-ragu untuk mencoba hal-hal baru atau situasi-situasi baru 3) Hipersensitifitas terhadap kritik Rentang Respon Konsep Diri

Gambar 5.1 Rentang Respon Konsep Diri

b. Diagnosa Keperawatan Harga Diri Rendah Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala harga diri rendah yang ditemukan. Pada pasiengangguan jiwa, diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah: Pohon masalah Berdasarkan hasil pengkajian dapat dibuat pohon masalah sebagai berikut:

Gambar 5.2 Pohon Masalah Pada Harga Diri Rendah Berdasarkan gambar 5.2 diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut: gangguan Konsep Diri: Harga diri rendahmerupakan core problem (masalah utama). Apabila harga diri rendah pasien tidak diintervensi akan mengakibatkan isolasi sosial. Penyebab harga diri rendah pasien dikarenakan pasien memiliki mekanisme koping yang inefektif dan dapat pula dikarenakan mekanisme koping keluarga yang inefektif. c. Tindakan Keperawatan Harga Diri Rendah Tindakan keperawatan harga diri rendah dilakukan terhadap pasiendan keluarga/ pelaku yang merawat klien. Saat melakukan pelayanan di poli kesehatan jiwa, Puskesmas atau kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui klien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasiendan keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasienuntuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi harga diri rendah yang dialami klien. Setelah perawat selesai melatih pasienmaka perawat kembali menemui dan melatih keluarga untuk merawat klien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasiendan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasienmelatih kegiatan yang telah diajarkan oleh perawat untuk mengatasi harga diri rendah.

Tindakan keperawatan untuk pasiendan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasiendan keluarga mampu mengatasi harga diri rendah. 1) Tindakan Keperawatan untuk PasienHarga Diri Rendah Tujuan: Pasien mampu: a) Membina hubungan saling percaya b) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki c) Menilai kemampuan yang dapat digunakan d) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan e) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan f) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya Tindakan Keperawatan: a) Membina hubungan saling percaya, dengan cara: (1)Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien. (2)Perkenalkan diri dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasienyang disukai. (3)Tanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini. (4)Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana. (5)Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi. (6)Tunjukkan sikap empati terhadap klien. (7)Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan. b) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah : (1)Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien(buat daftar kegiatan) (2)Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang negatif setiap kali bertemu dengan klien.

c) Membantu pasiendapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah : (1)Bantu pasienmenilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini. (2)Bantu pasienmenyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan klien. d) Membantu pasiendapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar kegiatan yang dapat dilakukan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah : (1)Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan. (2)Bantu pasienmemberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan. (3)Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya). (4)Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari. (5)Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan klien. e) Membantu pasiendapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan menyusun rencana kegiatan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah : (1)Berikesempatan pada pasienuntuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan. (2)Beri

pujian

atas

aktivitas/kegiatan

yang

dapat

dilakukan

pasiensetiap hari. (3)Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap aktivitas. (4)Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasiendan keluarga. (5)Beri kesempatan pasienuntuk mengungkapkan perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan.

(6)Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan klien. 2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dengan Pasien Harga Diri Rendah Keluarga diharapkan dapat merawat pasienharga diri rendah di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien. Tujuan: Keluarga mampu: a) Mengenal masalah harga diri rendah b) Mengambil keputusan untuk merawat harga diri rendah c) Merawat harga diri rendah d) Memodifikasi lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri klien e) Menilai perkembangan perubahan kemampuan klien f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan Tindakan Keperawatan: a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah dan mengambil keputusan merawat klien c) Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah d) Membimbing keluarga merawat harga diri rendah e) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri klien f) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera g) ke fasilitas pelayanan kesehatan h) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur. d. Evaluasi Kemampuan Pasiendan Keluarga dalam Merawat PasienHarga Diri Rendah 1) Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila pasiendapat:

a) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki b) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan c) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan d) Membuat jadwal kegiatan harian e) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian f) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri g) Rendah 2) Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila keluarga dapat: a) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah) b) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah c) Merawat harga diri rendah d) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasienuntuk meningkatkan harga dirinya e) Memantau peningkatan kemampuan pasiendalam mengatasi harga diri rendah f) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan melakukan rujukan. e. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan Pendokumentasian

asuhan

keperawatan

dilakukan

setiap

selesai

melakukan tindakan keperawatan dengan pasiendan keluarga. Berikut ini contoh pendokumentasian asuhan keperawatan harga diri rendah pada pertemuan pertama. 4. Isolasi sosial a. Pengkajian Pengkajian pasienisolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan observasi kepada pasiendan keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan wawancara, melelui bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?

2) Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa yang Anda rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ? 3) Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda (keluarga atau tetangga)? 4) Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu? 5) Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu? 6) Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut? Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai berikut: 1) Pasienbanyak diam dan tidak mau bicara 2) Pasienmenyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat 3) Pasientampak sedih, ekspresi datar dan dangkal 4) Kontak mata kurang Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut: Data : Pasientampak menyendiri, tidak ada kontak mata, ekspresi datar, mengatakan malas berbicara dengan orang lain. b. Diagnosis Keperawatan Isolasi Sosial Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala Isolasi sosial yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:

Gambar 5.3 Pohon Masalah pada Pasien dengan Isolasi Sosial Berdasarkan Gambar 5.3 dapat dijelaskan sebagai berikut: Masalah utama (Core Problem)pada gambar diatas adalahisolasi sosial. Penyebab pasien mengalami isolasi sosial dikarenakan pasien memiliki harga diri rendah. Apabila pasien isolasi sosial tidak diberikan asuhan keperawatan akan mengakibatkan gangguan sensori persepsi halusinasi. c. Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial Tindakan keperawatan pada isolasi social, dilakukan terhadap pasiendan keluarga. Saat melakukan pelayanan di poli kesehatan jiwa di Puskesmas atau kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui klien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasiendan keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasienuntuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi isolasi sosial yang dialami klien. Setelah perawat selesai melatih klien, maka perawat kembali menemui keluarga dan melatih keluarga untuk merawat klien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasiendan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasienmelatih kemampuan mengatasi isolasi sosial yang telah diajarkan oleh perawat. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Isolasi Sosial

Tujuan : Pasien mampu: a) Membina hubungan saling percaya b) Menyadari isolasi sosial yang dialaminya c) Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya d) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dankegiatan sosial Tindakan Keperawatan: 1) Membina hubungan saling percaya dengan cara: a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klienBerkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien b) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini c) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana d) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi e) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien f) Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan 2) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial a) Tanyakan pendapat pasiententang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain b) Tanyakan apa yang menyebabkan pasientidak ingin berinteraksi dengan orang lain c) Diskusikan keuntungan bila pasienmemiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka d) Diskusikan kerugian bila pasienhanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain e) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

3) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap a) Jelaskan kepada pasiencara berinteraksi dengan orang lain b) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain c) Beri kesempatan pasienmempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan Perawat d) Bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga e) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya f) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien g) Latih pasien bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga h) Latih pasien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial misalnya : berbelanja, ke kantor pos, ke bank dan lain-lain i) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasiensetelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya. d. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga 1) Evaluasi kemampuan pasienisolasi sosial berhasil apabila pasien dapat: a) Menjelaskankebiasaan keluarga berinteraksi dengan klien. b) Menjelaskanpenyebabpasientidak mau berinteraksi dengan orang lain. c) Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain. d) Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain. e) Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain,dengan perawat, keluarga, tetangga. f) Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari g) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial h) Menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang tua. i) Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.

j) Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi sosial 2) Evaluasi kemampuan keluarga dengan pasien isolasi sosial berhasil apabila keluarga dapat: a) Mengenal Isolasi sosial (pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya isolasi sosial) dan mengambil keputusan untuk merawat klien b) Membantu pasienberinteraksi dengan orang lain c) Mendampingi pasiensaat melakukan aktivitas rumah tangga dan kegiatan sosial sambil berkomunikasi d) Melibatkan pasienmelakukan kegiatan harian di rumah dan kegiatan sosialisasi di lingkungan e) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasienuntuk meningkatkan interaksi social f) Memantau peningkatan kemampuan pasiendalam mengatasi Isolasi social g) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan melakukan rujukan e. Dokumentasi Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan keluarga. Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan isolasi sosial pada kunjungan kedua.Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasiendan keluarga. Berikut contoh pendokumentasian asuhan keperawatan isolasi sosial pada kunjungan kedua 5. Defisit perawatan diri a. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga. Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut: 1. Coba ceritakan kebiasaan/ cara pasien dalam membersihkan diri?

2. Apa yang menyebabkan pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan, menggunting kuku? 3. Bagaimana pendapat pasisen tentang penampilan dirinya? Apakah pasien puas dengan penampilan sehari-hari pasien? 4. Berapa kali sehari pasien menyisir rambut , berdAndan, bercukur (untuk laki-laki) secara teratur? 5. Menurut pasien apakah pakaian yang digunakan sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan ? 6. Coba ceritakan bagaimana kebiasaaan pasien mandi sehari-hari ? peeralatan mandi apa saja yang digunakan pasien ? 7. Coba ceritakan bagaimana kebiasaan makan dan minum pasien ? 8. Menurut pasien apakah alat makan yang digunakan sesuai dengan fungsinya ? 9. Coba ceritakan apa yang pasien lakukan ketikan selesai BAB atau BAK ? 10.

Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah

BAB dan BAK? 11.

Tanyakan mengenai pengetahuan pasien mengenai cara perawatan diri

yang benar Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai berikut : 1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor. 2. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acakacakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan. 3. Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.

4. Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditAndai dengan BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB dan BAK. Data hasil observasi dan wawancara didokumentasikan pada kartu status pasien di Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut: Data : Pasien mengatakan belum mandi, rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.Rambut acak-acakan,tidak disisir, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, makan dan minum diambilkan oleh keluarga, makan berceceran, dan tidak pada tempatnya. Tidak menyiram dan membersihkan diri setelah BAB dan BAK . b. Diagnosis Keperawatan Defisit Perawatan Diri Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tAnda dan gejala defisit perawatan diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tAnda dan gejala defisit perawatan diri, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah Defisit perawatan diri : Kebersihan diri,berdAndan, makan dan minum, BAB dan BAK

c. Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri Tindakan keperawatan defisit perawatan diri dilakukan terhadap pasien dan keluarga. Saat memberikan pelayanan di rumah sakit (bila ada pasien dikunjungi atau didampingi keluarga), puskesmas atau kunjungan rumah, maka perawat menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga. Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi defisit perawatan diri yang

dialami pasien. Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga dan melatih keluargauntuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi defisit perawatan diri yang telah diajarkan oleh perawat. Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan, minimal empat kali pertemuan hingga pasien dan keluarga mampu mengatasi defisit perawatan diri. 1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri Tujuan: Pasien mampu: a) Membina hubungan saling percaya b) Melakukan kebersihan diri secara mandiri c) Melakukan berhias/berdAndan secara baik d) Melakukan makan dengan baik e) Melakukan BAB/BAK secara mandiri Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri a) Membina hubungan saling percaya dengan cara: (1)Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien (2)Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien (3)Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini (4)Buat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya di mana. (5)Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi (6)Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien (7)Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan b) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri

Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri , perawat dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi: (1)Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri. (2)Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri (3)Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri. (4)Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri. c) Melatih pasien berdandan/berhias Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :Berpakaian, Menyisir rambut dan Bercukur. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :Berpakaian, Menyisir rambut dan Berhias d) Melatih pasien makan dan minum secara mandiri Untuk melatih makan dan minum pasien, perawat dapat melakukan tahapan sebagai berikut: 1) Menjelaskan kebutuhan (kebutuhan makan perhari dewasa 20002200 kalori (untuk perempuan) dan untuk laki-laki antara 24002800 kalori setiap hari makan minum 8 gelas (2500 ml setiap hari) dan cara makan dan minum 2) Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib. 3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan dan minum setelah makan dan minum 4) Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik e) Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri Perawat dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut: 1) Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai 2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK 3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK 4) Mempraktikkan BAB dan BAK dengan baik

2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Defisit Perawatan Diri Keluarga diharapkan dapat merawat pasien defisit perawatan diri di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien. Tujuan: Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan diri Tindakan keperawatan a) Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien defisit perawatan diri b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri dan mengambil keputusan merawat pasien c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien. d) Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK pasien e) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung perawatan diri pasien f) Mendiskusikan tAnda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan. g) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur. d. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga Dalam Defisit Perawatan Diri 1) Keberhasilan

pemberian

asuhan

keperawatan

ditandai

dengan

peningkatan kemampuan pasien dalam perawatan diri, seperti : a) Klien mampu melakukan mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan menggunting kuku dengan benar dan bersih b) Mengganti pakaian dengan pakaian bersih c) Membereskan pakaian kotor d) Berdandan dengan benar e) Mempersiapkan makanan f) Mengambil makanan dan minuman dengan rapi

g) Menggunakan alat makan dan minum dengan benar h) BAB dan BAK pada tempatnya i) BAB dan BAK air kecil dengan bersih. 2) Evaluasi kemampuan keluarga defisit perawatan diri berhasil apabila keluarga dapat : a) Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri ) b) Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien c) Merawat dan membimbing pasien dalam merawat diri : kebersihan diri, berdandan (wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan BAK. d) Follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan. e. Dokumentasi Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan keluarga (pelaku rawat). 6. Perilaku Kekerasan a. Pengkajian Keperawatan Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga. Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut: 1) Coba ceritakan ada kejadian apa/apa yang menyebabkan Anda marah? 2) Coba Anda ceritakan apa yang Anda rasakan ketika marah? 3) Perasaan apa yang Anda rasakan ketika marah? 4) Sikap atau perilaku atau tindakan apa yang dilakukan saat Anda marah? 5) Apa akibat dari cara marah yang Anda lakukan? 6) Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah Anda hilang? 7) Menurut Anda apakah ada cara lain untuk mengungkapkan kemarahan Anda

Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai berikut: 1) Wajah memerah dan tegang 2) Pandangan tajam 3) Mengatupkan rahang dengan kuat 4) Mengepalkan tangan 5) Bicara kasar 6) Mondar mandir 7) Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak 8) Melempar atau memukul benda/orang lain Data hasil observasi dan wawancara didokumentasikan pada status. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian pada Tn Z sebagai berikut: b. Diagnosis Pohon masalah Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Perilaku kekerasan.

Gangguan konsep diri: harga diri rendah Diagnosis Keperawatan 1) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. 2) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. c. Rencana intervensi 1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Tujuan : a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

b) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya. c) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya. d) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya. e) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka Tindakan a) Bina hubungan saling percaya (1)Mengucapkan salam terapeutik. (2)Berjabat tangan. (3)Menjelaskan tujuan interaksi. (4)Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien. b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu. c) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan. (1)Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik (2)Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis. (3)Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial. (4)Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual. (5)Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual. d) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara: (1)verbal, (2)terhadap orang lain, (3)terhadap diri sendiri, (4)terhadap lingkungan. e) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.

f) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara: (1)Fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam; (2)Obat; (3)Sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya; (4)Spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien g) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual, dan patuh minum obat. h) Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok

stimulasi

persepsi mengontrol perilaku kekerasan 2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Tujuan : a) Keluarga dapat merawat pasien di rumah. Tindakan a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien. b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut). c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain. d) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan. (1)Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat (2)Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat. (3)Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan e) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.

d. Evaluasi 1) Pada pasien a) Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan b) Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal, yang meliputi: (1)secara fisik, (2)secara sosial/verbal, (3) secara spiritual, (4)terapi psikofarmaka. 2) Pada keluarga a) Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan. b) Keluarga

mampu

menunjukkan

sikap

yang

mendukung

dan

dalam

melakukan

cara

menghargai pasien. c) Keluarga

mampu

memotivasi

pasien

mengontrol perilaku kekerasan. d) Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan pada perawat

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperhatikan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Hubungan saling percaya antara perawat dank klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Secara umum diketahui bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh adanya gangguan pada otak tapi tidak diketahui secara pasti apa yang mencetuskannya. Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi stress dapat juga merupakan hasil dari berkembangnnya mental illness pada diri seseorang. Fungsi perawat kesehatan jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan keperawatan secara tidak langsung. Fungsi ini dapat dicapai dengan aktivitas perawat kesehatan jiwa yang membantu upaya penanggulangan masalah kesehatan jiwa. B. Saran Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam penanganan masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa yang ada serta upaya penanganannya dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Achir Yani S. 2009. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC Keliat, Budi Anna. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan: Kemenkes RI Simamora, Roymond H. 2009. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC Yusuf, Ah. Dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Selemba Medika

Related Documents

Kep Jiwa
October 2019 38
Tugas Kep Jiwa (klp 1)
October 2019 41
Tugas 3 Kep Jiwa Ok.docx
April 2020 17
Kep. Jiwa Kdrt.docx
May 2020 25

More Documents from "Vivin Yuliana"