RESUME DRUG ABUSE PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA KELOMPOK RUMAH TANGGA DI 20 PROVINSI TAHUN 2015
Disusun Oleh:
Maria Delima Nita, S.Farm
188115010
Sofia Agustina Wea, S.Farm
188115011
Casanti Wiji Rahayu, S.Farm
188115023
Maria Debora S.Farm
188115027
Agnes Puspitasari, S.Farm
188115033
Sheela Apriana T, S.Farm
188115034
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2018
Beberapa negara angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di tingkat rumah tangga merupakan hal untuk menilai besaran permasalahan narkoba. Di Indonesia, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di tingkat rumah tangga relatif tetap sekitar 2,4% (2005 dan 2010). Sedangkan mereka yang pakai narkoba setahun terakhir menunjukkan penurunan dari 0,8% (2005) menjadi 0,6% (2010). Angka prevalensi perlu dimonitor secara berkelanjutan maka dilakukan survey nasional rumah tangga tahun 2015. Tujuan survey ini adalah mengetahui prevalensi dan faktor terkait pengetahuan, sikap dan praktek penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Metode untuk survey mencakup populasi rumah tangga umum (RTU) dan rumah tangga khusus (RTK). Responden rumah tangga umum berusia rata-rata 34 tahun, pendidikan minimal SMA/MA sederajat, laki-laki berstatus bekerja dan perempuan berstatus ibu rumah tangga, serta penghasilan > 1,5 juta. Proporsi kelompok umur 10-19 dan 20-29 tahun pada perempuan > laki-laki dan proporsi berstatus pelajar/mahasiswa perbedaannya tidak terlalu besar dengan yang berstatus bekerja. Besaran angka penyalahgunaan narkoba diukur dalam 2 istilah yaitu pernah pakai (ever used) dan setahun terakhir pakai (current users). Pernah pakai narkoba adalah pernah memakai narkoba minimal satu kali, setahun terakhir pakai adalah yang pernah memakai atau masih aktif pakai dalam periode 12 bulan terakhir dari saat pelaksanaan wawancara survei. Keduanya menggambarkan hal yang berbeda. Pernah pakai menggambarkan masalah narkoba yang terjadi di suatu wilayah, sedangkan setahun terakhir pakai menggambarkan besaran permasalahan narkoba yang terjadi saat ini. Tujuh belas dari 1000 orang pernah pakai narkoba di RTU tahun 2015, angka ini cenderung turun dibandingkan survei sebelumnya. Angka prevalensi pernah pakai di kota, laki-laki, dan mereka yang tidak bekerja lebih besar. Angka prevalensi pernah pakai narkoba di RTK lebih tinggi dibandingkan RTU. Angka prevalensi RTK cenderung turun dalam 3 kali survei. Sebagian besar penyalahgunaan narkoba setahun terakhir di RTU adalah berusia 30 tahun keatas dan di RTK berusia 20-29 tahun. Rata-rata usia pertama kali pakai narkoba adalah 19 tahun dengan jenis narkoba yang banyak dipakai adalah ganja. Alasan pertama kali pakai responden adalah ingin mencoba atau diajak/dibujuk teman.
Angka Penyalahgunaan Narkoba Angka penyalahgunaan narkoba dapat diukur dalam 2 istilah yaitu pernah pakai (ever used dan setahun terakhir (current users). 1. Pernah Pakai
2. Setahun Terakhir Pakai mereka yang pernah memakai atau masih aktif pakai dalam periode 12 bulan terakhir dari saat wawancara survey.
3. Angka Prevalensi Narkoba di Tingkat Provinsi
Dalam studi ini, ada sekitar 12 provinsi yang diobservasi secara berkelanjutan untuk 3 survei, yaitu Sumatera Utara, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua. Terlihat ada perbedaan pola yang terbalik dengan tingkat nasional, di mana pada 12 provinsi ini cenderung angka prevalensinya naik. Dengan demikian, peredaran narkoba pada 12 provinsi ini semakin marak. 4. Karakteristik Penyalahguna Sebagian besar penyalahguna narkoba setahun terakhir di RTU berusia 30 tahun keatas sedangkan di RTK beusia 20-29 tahun. 5. Riwayat Pemakaian Narkoba Rata-rata usia pertama kali pakai narkoba umur 19 tahun dengan jenis narkoba ganja karena alasan ingin mencoba dan diajak/dibujuk teman. 6. Jenis Narkoba yang Dikonsumsi a) Pernah Pakai Jenis narkoba yang paling banyak dipakai adalah ganja, shabu dan ekstasi. Pemakaian ganja lebih tinggi di kota sedangkan shabu dan ekstasi lebih tinggi di kabupaten
b) Setahun Pakai
Jenis narkoba yang banyak dipakai setahun terakhir adalah ganja, shabu dan ekstasi. Angka penyalahgunaan di kabupaten lebih tinggi. 7. Narkoba Suntik Angka prevalensi penyalahguna suntik cenderung turun di RTU dan RTK pada 3 kali survey. Proporsi narkoba suntik di RTK lebih tinggi dari RTU dan lebih banyak terjadi di kabupaten. 8. Sumber dan Tempat Memakai Narkoba Sumber utama dan akses mendapatkan narkoba kebanyakan dari teman. Tempat pakai narkoba kabanyakan di rumah teman. 9. Overdosis Satu dari 19 penyalahguna di RTU pernah mengalami overdosis, kebanyakan berada di kota. Satu dari 5 penyalahguna mengalami overdosis setahun terakhir. 10. Upaya Pengobatan/Rehabilitasi Upaya rehabilitasi lebih banyak dilakukan oleh responden di RTU. Angka yang melakukan rehabilitasi cenderung meningkat. Proporsi relaps sekitar separuhnya dari yang pernah rehab terutama di RTK.
Kondisi Lingkungan Sosial 1. Ancaman Narkoba Keberadaan Bandar/Pengedar Pada kelompok RTU sebagian besar responden di seluruh lokasi menganggap masalah narkoba masih menjadi ancaman di sekitar wilayah tempat tinggal mereka. Menurut pengamatan petugas lapangan peredaran gelap narkoba di lokasi studi pada umumnya tidak terlalu tampak karena masyarakat cenderung tertutup. Dari total responden pada RTU semua lokasi, hanya 7% yang menyatakan bahwa di sekitar
tempat tinggal mereka masih ada bandar atau pengedar narkoba, terutama di DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Aceh. Di RTK, besarannya relatif sama dengan di RTU (7%), terutama di Sumatera Utara (13%). 2. Peredaran Narkoba : Teman yang Pakai,Ditawari, dan Terlibat Transaksi Ada 1 dari 4 penyalahguna yang menawarkan narkoba ke orang lain. Satu dari enam responden pernah ditawari narkoba oleh temannya di RTU, dan di RTK sekitar dua kali lipatnya.
Perilaku Rokok dan Alkohol Rokok a. Angka Prevalensi Merokok di Tingkat Masyarakat Umum Angka prevalensi merokok pada semua kelompok umur (10-59 tahun) secara keseluruhan menurun dari tahun 2005 ke 2015. Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi angka prevalensinya. Prevalensi merokok pada kelompok laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan. Sementara itu, pada survei 2010 dan tahun 2015, ditemukan fakta perempuan dengan usia lebih muda lebih dominan dalam merokok. Rerata usia pertama kali merokok adalah 17 tahun. Dari mereka yang menyatakan pernah merokok, kebanyakan kelompok laki-laki dan masih merokok sampai saat survei. Namun, pada perempuan terjadi kenaikan yang masih aktif merokok dari 46% (2005) menjadi 71% (2010) dan meningkat menjadi 91% (2015). Setelah dilakukan survei pada perokok yang pernah mencoba berhenti merokok, responden yang pernah mencoba berhenti semakin meningkat dari 10% (2005) menjadi 37% (2015). Alasan mencoba berhenti merokok karena kesadaran diri, adanya peraturan yang melarang merokok, atau alasan kesehatan (sakit dada, sesak nafas, batuk). Namun masih banyak perokok yang belum mau berhenti dan malah merokok di lingkungan rumah. b. Angka Prevalensi Merokok di Tingkat Penyalahguna Narkoba Angka prevalensi penyalahguna pada kelompok merokok > tidak merokok terutama pada laki-laki. Pada kelompok perempuan, angka prevalensi tertinggi pada kelompok umur > 30 tahun. Pada penyalahguna yang tidak merokok, angka prevalensi tertinggi pada kelompok umur 10-19 dan 20-29 tahun sebesar 0,2%. Pada
kelompok RTK, angka prevalensi penyalahguna merokok tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun. Ada kecenderungan penurunan angka prevalensi penyalahguna merokok di tahun 2005-2015 pada kelompok umur 10-19 dan 20-29 tahun, terutama pada lakilaki. Pada kelompok perempuan >30 tahun, laju prevalensi penyalahguna merokok semakin tahun semakin meningkat. Namun pada RTK, terjadi kecenderungan penurunan angka prevalensi penyalahguna merokok.
Alkohol a. Angka Prevalensi Minum Alkohol di Tingkat Masyarakat Umum Angka prevalensi yang pernah minum alkohol menurun dari 32% (2005) menjadi 8% (2015), terutama laki-laki. Populasi yang paling banyak minum alkohol berada pada kelompok umur 20-29 tahun, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin banyak yang minum alkohol, dan mereka yang bekerja, lebih banyak yang mengonsumsi alkohol. Di RTK juga cenderung terjadi penurunan angka prevalensi minum alkohol dari 61% (2005) menjadi 20% (2015). Rumah (69%) dan warung (25%) adalah tempat yang paling banyak dipilih sebagai tempat minum alkohol di RTU, sedangkan di RTK paling banyak di rumah (56%) dan diskotik/bar/cafe (42%). Rerata usia pertama kali responden minum alkohol sekitar 23 tahun dan frekuensi minum 2 kali seminggu. Pada tahun 2015 semakin banyak yang berupaya berhenti dari ketergantungan alcohol dengan alasan kesehatan. b. Angka Prevalensi Minum Alkohol di Tingkat Penyalahguna Narkoba Angka prevalensi ini cenderung lebih tinggi dibandingkan penyalahgunaan yang tidak minum alkohol. Angka prevalensi tertinggi pada umur 20-29 tahun dan lebih tinggi pada laki-laki. Pada perempuan penyalahgunaan pada kelompok umur 20-29 tahun. Sementara itu, angka prevalensi penyalahgunaan yang tidak minum alkohol relatif stabil antar tiap survei pada tiap kelompok umur, dengan kisaran 0,1% sampai 1,4%. Pola yang sama juga terlihat pada rumah tangga khusus.
Pengetahuan dan Sikap Terhadap Narkoba 1. Pengetahuan Terhadap Narkoba 1.1 Dengar Narkoba Hampir semua responden pernah mendengar tentang narkoba. Jenis narkoba yang paling banyak didengar adalah ganja, sabu dan ekstasi. 1.2 Pemahaman Narkoba Pemahaman orang tentang narkoba hampir sama antar daerah yakni terbagi atas narkoba adalah obat terlarang dan pil yang dapat menyebabkan mabuk. Tingkat pemahaman terkait narkoba semkin meningkat namun belum memahami terkait dampak yang ditimbulkan dan cara mencegah atau bertindak bila terjadi penyalahgunaan di sekitar masyarakat. 1.3 Sumber Informasi Televisi dan internet menjadi sumber informasi utama mengenai narkoba baik pada RTU maupun RTK. 1.4 Konsekuensi Penyalahgunaan Narkoba Semua responden menyatakan bahwa narkoba merusak tubuh karena dapat menggangu kesehatan dan menimbulkan kecelakaan (61%); 2) dapat menyebabkan kematian atau over dosis (53%); 3) merusak mental (49%); terakhir menyebabkan kecanduan (40%). 1.5 Cara Menghindari Narkoba Minimnya pengetahuan terkait narkoba pada membuat RTU dan RTK masih sulit untuk menyampaikan cara menghindarkan seseorang dari penggunaan narkoba. Namun, mereka sepakat menyatakan bahwa cara yang paling banyak dilakukan adalah memilih teman yang bai dan benar serta lingkungan harus aman dan bersih dari narkoba. 2. Sikap Terhadap Narkoba Sikap sebagian besar responden terhadap narkoba sebaiknya dihindari karena berbahaya, yakni dapat membuat hidup tidak terkontrol dan penggunanya akan menyesal kemudian. Namun masih ada sebagian kecil yang ragu-ragu karena adanya persepsi salah mengenai efek narkoba masih relatif tinggi. Mereka menganggap narkoba membuat orang lebih percaya diri, lupa semua masalah, punya banyak teman atau dapat diterima disebuah lingkungan. Sesekali mencoba ganja lebih dapat
ditolerir dibandingkan heroin, ekstasi dan shabu”. Oleh karena itu, edukasi terhadap masyarakat harus terus dilakukan.
Akses Terhadap Informasi P4GN Indikator akses terhadap informasi Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) memotret kondisi intervensi yang telah dilakukan oleh berbagai pihak yang perduli dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkoba, serta keterpaparan informasi yang diterima dan keterlibatan responden atas kegiatan/program P4GN. Bentuk kegiatan yang dilakukan umumnya berbentuk penyuluhan, untuk komunitas pecandu narkoba dilakukan kegiatan tambahan yaitu intervensi perubahan perilaku untuk mengurangi dampak buruk dari penyalahgunaan narkoba. 1. Pernah Melihat Sosialisasi P4GN Di kelompok RTU pernah melihat atau mendengar kegiatan sosialisasi dan promosi bahaya narkoba dari televisi, sedangkan di RTK kebanyakan dari sekolah atau kampus. Beberapa informan mengatakan pemberian informasi melalui media elektronik seperti televisi memang efektif karena dapat menjangkau secara luas, namun sangat mahal biayanya. Selain televisi dapat digunakan media elektroik radio yang relatif murah. Pemberian informasi tentang narkoba malalui kegiatan penyuluhan disarankan lebih banyak mengalokasikan waktu untuk tanya jawab dan dapat ditampilakan gambar-gambar yang dapat menunjukan dampak buruk penggunaan narkoba. Media internet dinilai tepat digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai P4GN, karena indonesia merupakan negara yang cukup besar pengguna media internetnya 2. Pernah Terlibat dalam Kegiatan P4GN Kelompok RTU yang pernah terlibat dalam kegiatan P4GN di tahun 2015 masih sedikit. Bentuk kegiatan yang banyak diketahui adalah kegiatan ceramah/ penyuluhan/penerangan dan diskusi/ dialog interaktif, dan film/ panggung hiburan/ konser musik. Pada kelompok RTK, yang pernah ikut dalam kegiatan penanggulangan bahaya narkoba relatif sama dengan RTU. Satu dari 11 orang yang pernah terlibat langsung dalam kegiatan P4GN, baik di RTU maupun RTK. Berbagai pihak menilai bahwa partisipasi masyarakat terhadap program P4GN masih sangat
kurang, namun ada yang sudah cukup aktif. Biasanya yang aktif adalah yang punya panggilan dari hati, rasa ingin tahu yang besar, dan bentuk kegiatan yang menarik. 3. Pemahaman Terhadap Isi Pesan Kegiatan Dari yang pernah mengikuti kegiatan pencegahan dan penanggulangan bahaya narkoba, hanya 11% yang mengerti pesan informasinya. Di RTK tingkat pemahaman terhadap isi pesan informasi kegiatan lebih tinggi dibandingkan RTU. 4. Bentuk Partisipasi dalam P4GN Memberikan informasi dan penjelasan terkait bahaya narkoba, melaporkan orang yang memakai narkoba, melaporkan korban narkoba untuk dirawat dan menjadi relawan anti narkoba. Tingkat partisipasi untuk menciptakan lingkungan bebas narkoba di RTK > RTU. Kegiatan paling tepat adalah penyuluhan oleh pemerintah yakni dari BNN, BNNP, Kepolisian dan dinas terkait. Setelah diberikan penyuluhan, perlu dibuat sentra anak-anak/ remaja untuk melakukan kegiatan yang positif. Tempat tersebut menjadi wadah bagi para remaja mengembangkan ide-ide kreatif mereka. 5. Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). IPWL adalah salah satu kebijakan yang diterapkan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba. Istilah ini banyak didengar dari polisi. Sosialisasi IPWL sudah mulai berjalan, tetapi belum merata ke kelompok sasaran. Penyalahgunaan narkoba suntik lebih banyak yang mengetahui IPWL karena sebagian besar mendapat dampingan dari LSM, tetapi pemahaman tentang IPWLnya masih kurang. Hambatan paling utama program IPWL dalah kurang lengkapnya informasi yang diketahui keluarga dan masyarakat pengguna sehingga mereka takut lapor karena khawatir keluarganya dipenjara.