BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Andrew & Boyle (1995) dan Giger & Davidhizar (1995), ada tiga diagnosis keperawatan transkultural yang ditegakkan yaitu, gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial yang berhubungan dengan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan yang berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Ketidakpatuhan dalam pengonbatan merupakan kondisi dimana klien tidak melaksanakan anjuran tenaga kesehatan, hal ini berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Sistem nilai tersebut adalah budaya yang klien yakini turun temurun. Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia kepada generasi berikutnya (Taylor, 1989). Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan karyanya (Kuntjaraningrat, 1928 dalam Napitupulu, 1988). Sehingga dari budaya tersebut jika dilanggar dipercaya dapat memberikan mala petaka bagi orang yang melanggar aturan dan nilai-nilai budaya. Terdapat banyak daerah di Indonesia yang masih sangat kental unsur budayanya. Mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaannya. Setiap daerah memilki ciri khas budayanya masing-masing. Begitu juga pada daerah Bali, Bali memiliki kebiasaan, budaya dan ciri khasnya sendiri. Masyarakat Bali hingga kini masih mempertahankan nilai-nilai dan kepercayaan yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. Dalam bidang kesehatan masyarakat Bali mengenal bidang penyembuhan sebagai Usadha Bali, dimana Balian sebagai dokternya. Usadha disini merupakan semua tata cara untuk penyembuhan penyakit, cara pengobatan, pencegahan, memeperkirakan jenis penyakit dan diagnosa, perjalanan penyakit dan pemulihannya. Balian usadha adalah seseorang yang sadar belajar tentang ilmu pengobatan, baik melalui guru waktra, belajar pada balian, maupun belajar sendiri melalui lontar usadha. Balian ini tidak terbatas pada pengobatan dengan ramuan obat, tetapi termasuk balian lung (patah tulang), uut, manak (melahirkan) dan sebagainya. Seperti halnya sorang dokter dalam dunia medis, saat tamat pendidikan dokter harus disumpah. Balian pun sama setelah mempelajari harus melakukan upacara aguru waktra.
Sehingga jika balian melanggar dipercaya akan menerima hukuman secata niskala dan hidupnya akan sengsara sampai keturunannya. Banyak masyarakat Bali yang jika merasa sakit akan pergi ke balian. Salah satunya patah tulang. Balian akan melakukan pemeriksaan dengan wawancara, pemeriksaan fisik seperti melihat aura tubuh, sinar mata, menggunakan kekuatan dasa aksara, chakre, kanda pat dan tenung. Alat pemeriksaan balian ini disebut pica yang merupakan benda betuah. Sistem pengobatan/penatalaksanaan suatu penyakit dalam usadha terdiri atas berbagai pendekatan, meliputi pengobatan tradisional (tamba) seperti loloh, boreh dan minyak/lengis yang didasarkan atas lontar taru pramana; penggunaan banten-bantenan yang disesuaikan dengan tenung dan lontar; dan penggunaan rerajahan aksara suci. Mengingat masyarakat Bali telah mengenal tentang sistem kesehatan dan memiliki pelayanan kesehatan di daerahnya, namun masih banyak masyarakat Bali yang percaya dengan balian.
BAB II. PEMBAHASAN A. Tinjauan Sosial Budaya a. Sejarah
Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti "Kekuatan", dan "Bali" berarti "Pengorbanan" yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita selalu siap untuk berkorban. Suku Bali adalah suku bangsa yang mendiami pulau Bali, menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang sangat berperan dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik. Suku Bali dibagi menjadi 2 yaitu: Bali Aga (penduduk asli Bali biasa tinggal di daerah turunannya), dan Bali Mojopahit (Bali Hindu / keturunan Bali Mojopahit) Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM. Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali. Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, ditanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali
meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah Propinsi dari Republik Indonesia.
b. Kebudayaan Bali
1. Bahasa Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia. Sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2 yaitu, bahasa Aga dan bahasa Bali Mojopahit. Bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar, dan bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus. 2. Bentuk Desa Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial tersebut diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan. Banjar dikepalahi oleh klian banjar yang bertugas sebagai menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan, tetapi sering kali juga harus memecahkan persoalan yang mencakup hukum adat tanah, dan hal-hal yang sifatnya administrasi pemerintahan. 3. Teknologi Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. 4. Organisasi Sosial
Perkawinan Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada patrilineal. System kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan,
yaitu akan membuat malu keluarga dan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita. Di beberapa daerah Bali (tidak semua daerah), berlaku pula adat penyerahan mas kawin, tetapi sekarang ini terutama diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
Kekerabatan Adat menetap di Bali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam – macam adat menetap yang sering berlaku di Bali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami, dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu: kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
Kemasyarakatan Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu: desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
5. Agama Sebagaian besar orang Bali menganut agama Hindu – Bali. sekitar 90%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 10% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin. Orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.
Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa ratri. Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : tattwa (filsafat agama), Etika (susila), Upacara (yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga. Rsi yadnya yaitu upacara dalam rangka pelantikan seorang pendeta. Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu manusia. 6. Kesenian Kebudayaan kesenian di bali di golongkan 3 golongan utama yaitu seni rupa misalnya seni lukis, seni patung, seni arsistektur, seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni musik. 7. Nilai – Nilai Budaya Bali
Tata krama: kebiasaan sopan santun yang di sepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia di dalam kelompoknya.
Nguopin: gotong royong.
Ngayah atau ngayang: kerja bakti untuk keperluan agama.
Sopan santun: adat hubungan dalam sopan pergaulan terhadap orang-orang yang berbeda suku atau ras.
c. Mata Pencarian Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, peternaka, perikanan, dan kerajinan.
Bercocok Tanam
Mata pencarian pokok dari orang Bali adalah bercocok tanam. Dapat dikatakan 70% dari mereka berpenghidupan bercocok tanam, dan 30% hidup di perternakan, berdagang, menjadi buru, pegawai, atau lainnya. Di Bali utara manyoritas perkebunan buah-buahan seperti jeruk, salak, palawija, kopi dan kelapa. Sedangkan di daerah Bali selatan yang merupakan daerah dataran yang lebih luas, pada umumnya daerah hujan yang cukup baik penduduk mengusahakan bercocok tanam di sawah.
Peternakan Selain bercocok tanam, peterakan juga merupakan usaha yang penting dalam masyrakat perdesaan Bali. Binatang piaraan yang terutama adalah babi dan sapi. Babi di pelihara terutama oleh para wanita biasanya sebagai sambilan dalam kehidupan rumah tanggah, sedangkan sapi digunakan sebagai hubungan dengan pertanian, sebagai tenaga bantu disawah atau diladang dan sebagai peliharaan untuk dagingnya.
Perikanan Suatu mata pencarian lain adalah perikanan, baik perikanan darat maupun perikanan laut. Perikanan darat boleh dikatakan umunya merupakan mata pencarian sambilan dari penanaman padi disawah, terutama di daerah-daerah dengan cukup air, artinya airnya sepanjang masa itu ada. Jenis ikan yang di pelihara adalah ikan mas, karper dan mujair.
Kerajinan Di Bali terdapat pula cukup banyak industri dan kerajinan rumah tanggah usaha perseorangan, atau usaha setengah besar, yang meliputi meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini tentu
memberikan lapangan kerja yang agak luas
kepada penduduk. Oleh karenanya Bali sangat menarik dalam bidang pemandangannya, aktivitas-aktivitas adat istiadatnya, upacara dan kesenian, maka banyaklah wisatawan baik dari dalam negri atau luar negri mengujugi Bali. Untuk menjaga kepariwisataan, maka timbullah perusahaan-perusahaan seperti perhotelan, taxi, travel, toko kesenian dan sebagainya, terutama di daerah-daerah Denpasar, Gianyar, Bangli dan Tabanan. Kepariwisataan tela
merangsang adanya perkembangan kreasi-kreasi kesenian baik seni tabuh, seni tari, maupun seni rupa.
B. Tinjauan Keperawatan Pada masyarakat Bali, manusia disebut sehat, apabila semua sistem dan unsur pembentuk tubuh (panca maha bhuta) yang berhubungan dengan aksara panca brahma (Sang, Bang, Tang, Ang, Ing) serta cairan tubuhnya berada dalam keadaan seimbang dan dapat berfungsi dengan baik. Sistem tubuh dikendalikan oleh suatu cairan humoral. Cairan humoral ini terdiri dari tiga unsur yang disebut dengan tri dosha yaitu : Vatta = unsur udara, Pitta = unsur api,Kapha = unsur air.
Unsur kebudayaan yang lebih mudah dikenal dipahami dan diyakini oleh masyarakat dalam pengobatan tradisional Bali adalah ucapan dukun (balian), yang berhubungan dengan diagnosis, prognosis, terapi tentang tanaman obat yang bernilai sosioreligiusmagis, maupun bernilai obat. Hal ini salah satu persoalan penting dalam era global yang bukan hanya sebagai masalah identitas, sosioekonomi, pemertahanan budaya, eksistensi dari etnik itu sendiri, tetapi juga merupakan benteng pemertahanan budaya bangsa, yang secara spesifik memiliki nilai religi. Implementasi pengobatan tradisional sebagai subbudaya sastra lisan merupakan salah satu identitas etnik masyarakat Bali. Interaksi individu dalam pengobatan tradisional antara dukun-pasien atau keluarganya saat ini telah digeser oleh interaksi individu (dokter, perawat, bidan)–pasien dan keluarganya dalam pengobatan modern yang cenderung melakukan komunikasi terbatas karena obat dibeli di apotek. Berbeda dengan pengobatan tradisional, yang bahannya harus dicari dari alam, sehingga memerlukan komunikasi yang intensif. Dalam kitab suci Veda Smerti agama Hindu, Ayurweda yang banyak dikutip oleh para balian(dukun) di Bali disebutkan bahwa wyadhi (penyakit) menurut penyebabnya dibagi atas: 1. Adyatmika (dalam diri) Penyakit yang penyebabnya berasal dari diri sendiri, yang dibagi menjadi: a). adibala prawrta(penyakit keturunan) seperti kencing manis, buta warna, b). Janmabala prawrta (penyakit yang diperoleh ketika dalam kandungan), seperti kurang gizi, sehingga tubuh tidak normal, dan c). doshabala prawrta, penyakit akibat gangguan ketidakseimbangan unsur, angin, api, dan air didalam tubuh. Akibatnya organ tubuh mengalami kelainan, sehingga fungsinya tidak optimal yang menyebabkan tubuh menjadi filek, batuk, alergi demam.
2. Adhidaiwika (pengaruh lingkungan) Penyakit akibat pengaruh lingkungan di luar tubuh, yang dibagi menjadi: a) kalabala parwrta (penyakit akibat pengaruh musim, seperti pilek, demam ; b) daiwabala prawrta (penyakit akibat gangguan supranatural ; c) swabawa bala prawrta (penyakit akibat gangguan yang nampak seperti, benjol akibat lemparan batu. 3. Adhibautika (benda tajam) Penyakit yang diakibatkan oleh benda tajam seperti goresan pisau atau gigitan binatang (Nala,2006: 93-94) Di Bali, obat dibagi menurut khasiatnya menjadi tiga macam, yakni obat anget (hangat), tis(dingin), dan dumalada (sedang, netral). Tanaman obat berkhasiat hangat seperti kulit pohon belimbing, daun pare. Tanaman obat berkhasiat dingin seperti akar dan daun kayu manis. Dan tanaman yang berkhasiat sedang, netral seperti akar delima, akar kenanga, getah kenari daun sembung (Nala,2006 : 94). Tiga unsur cairan tri dosha (Unsur udara, unsur api, dan unsur air) dalam pratek pengobatan oleh balian dan menurut agama Hindu di Bali (Siwasidhanta), Ida Sang Hyang Widhi atau Bhatara Siwa (Tuhan) yang menciptakan semua yang ada di jagad raya ini. Beliau pula yang mengadakan penyakit dan obat. Sesuai dengan yang tertera dalam lontar (Usada Ola Sari, Usada Separa, Usada Sari, Usada Cemeng Sari) Disebutkan siapa yang membuat penyakit dan siapa yang dapat menyembuhkannya. Secara umum penyakit ada tiga jenis, yakni penyakit panes (panas), nyem (dingin), dan sebaa (panas-dingin). Demikian pula tentang obatnya. Ada obat yang berkasihat anget (hangat), tis (sejuk), dan dumelada (sedang). Untuk melaksanakan semua aktifitas ini adalah Brahma, Wisnu, dan Iswara. Disebut juga dengan Sang Hyang Tri Purusa atau Tri Murti atau Tri Sakti wujud Beliau adalah api, air dan udara. Penyakit panes dan obat yang berkasihat anget, menjadi wewenang Bhatara Brahma. Bhatara Wisnu bertugas untuk mengadakan penyakit nyem dan obat yang berkasihat tis. Bhatara Iswara mengadakan penyaki sebaa dan obat yang berkasihat dumelada. Penyakit seperti kita ketahui, tidaklah hanya merupakan gejala biologi saja,tetapi memiliki dimensi yang lain yakni sosial budaya. Menyembuhkan suatu penyakit tidaklah cukup hanya ditangani masalah biologinya saja, tetapi harus digarap masalah sosial
budayanya. Masyarakat pada umumnya mencari pertolongan pengobatan bukanlah karena penyakit yang patogen, tetapi kebanyakan akibat adanya kelainan fungsi dari tubuhnya. Masyarakat di Bali masih percaya bahwa pengobatan dengan usada banyak maanfaatnya untuk menyembuhkan orang sakit. Walaupun telah banyak ada Puskesmas tersebar merata di setiap kecamatan,tetap berobat ke pengobat tradisional Bali (balian) masih merupakan pilihan yang tidak dapat dikesampingkan begitu saja baik bagi orang desa maupun orang kota.